Anda di halaman 1dari 21

TANTANGAN REGULASI DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM

TRANSAKSI ONLINE: ANALISIS HUKUM TERHADAP


PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI ERA DIGITAL.

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diberikan Pada


Mata Kuliah Hukum Perdata dan Dagang Internasional
Kelas A

OLEH:

RHISKY WULANDARI
H1A121083

BAGIAN HUKUM PERDATA


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2023

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, karena
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki penulis, untuk itu
penulis mengharapkan segala kritik dan saran untuk memperbaiki,
menyempurnakan makalah yang berjudul “Tantangan Regulasi dan Perlindungan
Konsumen dalam Transaksi Online: Analisis Hukum terhadap Perdagangan
Internasional di Era Digital”.
Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dengan
ketulusan hati kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini
dengan memberikan bantuan moril dan dorongan semangat. Akhir kata, penulis
berharap semoga penulisan hukum ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
khususnya dan bagi yang membaca pada umumnya.

Kendari, Desember 2023

Rhisky Wulandari

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................................II
DAFTAR ISI........................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................3
C. TUJUAN PENELITIAN...............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. REGULASI PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM TRANSAKSI


ONLINE TERHADAP PERDAGANGAN INTERNASIONAL DI ERA
DIGITAL..............................................................................................................4

BAB III PENUTUP..............................................................................................14

A. KESIMPULAN...........................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Globalisasi merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindarkan

keberadaannya. Perubahan kondisi dan situasi di lingkungan internasional saat ini

telah berubah yang disebabkan oleh bergesernya pihak yang semakin dominan di

dalamnya. Salah satu dampak terjadinya globalisasi perdagangan di mana

mobilitas barang dan jasa telah tidak mengenal batas-batas suatu wilayah.

Globalisasi perdagangan menyebabkan ekonomi perdagangan suatu negara dapat

langsung secara cepat terdistribusikan menuju negara lain. Hal tersebut bertujuan

untuk memperluas pasar dengan memanfaatkan peluang yang ada serta untuk

memajukan pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi menjadi penting dalam konteks perekonomian suatu

negara karena dapat menjadi salah satu ukuran dari pertumbuhan atau pencapaian

perekonomian bangsa tersebut, meskipun tidak bisa dinafikan ukuran-ukuran lain.

Salah satu hal yang dapat dijadikan motor penggerak bagi pertumbuhan adalah

perdagangan internasional. Salvatore menyatakan bahwa perdagangan dapat

menjadi mesin bagi pertumbuhan.1 Jika aktivitas perdagangan internasional adalah

ekspor dan impor, maka salah satu dari komponen tersebut atau kedua-duanya

dapat menjadi motor penggerak bagi pertumbuhan.

Indonesia mempunyai potensi untuk menjadi bangsa dan negara yang besar.

Indonesia harus mampu mempertahankan sumber daya alam dan mengembangkan

perekonomiannya dengan baik agar mampu bertahan pada persaingan ekonomi


1
Salvatore, Dominick, 2004, Ekonomi Internasional, Jakarta: Erlangga.

1
global di era industri 4.0 ini. Era ini menuntut digitalisasi dalam segala bidang.

Digitalisasi menjadi salah satu ciri terjadinya perubahan lingkungan pada era

globalisasi yang ditandai dengan kemajuan teknologi dan informasi, adanya

ketergantungan dan batas-batas negara menjadi samar (borderless).2 Masyarakat

harus memiliki sikap terbuka akan adanya perkembangan dan kemajuan teknologi

baru dan komunikasi global, siklus produksi, konsumsi, dan distribusi informasi

harus ada dukungan oleh kekuatan ekonomi digital yang disokong dengan

keamanan teknologi.3

Hubungan dalam perdagangan internasional membuat negara-negara

termasuk Indonesia saling bekerja sama dalam pemenuhan kebutuhan negara.

Negara-negara di seluruh dunia terus berubah menyesuaikan dengan kondisi yang

tidak terduga (unpredictable). Salah satu daya ungkit yang menjadi terobosan

pada masa ini adalah adanya transformasi digital. Perekonomian global telah

beradaptasi dan melakukan digitalisasi. Tumbuhnya berbagai platform digital

semakin memudahkan transaksi bisnis.

Aktivitas bisnis yang dilakukan melalui platform digital bukan tidak

memiliki risiko. Segala data dapat direkam melalui media digital yang semuanya

terhubung pada satu server. Hal ini tidak hanya menjadi ancaman bagi pelaku

bisnis saja, melainkan juga para konsumen. Digitalisasi tidak membutuhkan ruang

dan batas negara menjadi samar karena transaksi ekonomi dapat dilakukan mudah

2
Scholte, J. (2000). Globalization: A Critical Introduction. London: Palgrave.
3
Wuryanta, A. E. (2019). Digitalisasi Masyarakat: Menilik Kekuatan dan Kelemahan
Dinamika Era Informasi Digital dan Masyarakat. Jurnal Ilmu Komunikasi”, vol 1, No. 2, hal. 131-
142.

2
lintas negara. Analisis Manajemen Risiko Ancaman Kejahatan Siber (Cyber

Crime) dalam Peningkatan Cyber Defence.

Pertumbuhan transaksi online dalam perdagangan internasional membawa

tantangan signifikan terkait regulasi dan perlindungan konsumen. Dalam era

digital, regulasi belum sepenuhnya mampu menanggapi dinamika transaksi online

yang kompleks, sedangkan perlindungan konsumen menjadi esensial mengingat

perubahan pola konsumsi yang melibatkan berbagai risiko. Oleh karena itu,

analisis hukum terhadap dinamika ini diperlukan untuk mengidentifikasi

kelemahan, mencari solusi hukum yang efektif, dan menjaga keadilan dalam

konteks perdagangan internasional yang terus berubah

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan di atas,

permasalahan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Bagaimana Regulasi

Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Online Terhadap Perdagangan

Internasional Di Era Digital?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebu, adapun tujuan dalam penelitian ini

yaitu untuk mengetahui regulasi perlindungan konsumen dalam transaksi online

terhadap perdagangan internasional di era digital.

3
BAB II PEMBAHASAN

A. Regulasi Perlindungan Konsumen Dalam Transaksi Online Terhadap

Perdagangan Internasional di Era Digital

Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi

Telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi

perdagangan melintasi batas wilayah suatu negara, sehingga barang perdagangan

yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam

negeri. Kondisi demikian, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena

kebutuhan konsumen mengenai perdagangan barang yang diinginkan dapat

dipenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis

kualitas barang dan/atau jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen. Namun

di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan

pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang di mana konsumen berada di

posisi yang lemah.

Jika terjadi suatu sengketa yang mengakibatkan kerugian bagi konsumen

seperti barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dipesan atau keterlambatan

penerimaan barang dari jangka waktu yang telah ditentukan penyelesaian

sengketanya haruslah melindungi kepentingan konsumen, karena biasanya pelaku

usaha telah menetapkan terlebih dahulu pilihan hukum (choice of law) dan pilihan

forum (choice of forum) ala yang digunakan untuk menyelesaikan sengketa yang

4
terjadi, biasanya hukum dan forum yang digunakan adalah berlaku di negara

pelaku usaha. Dalam hal ini merchant atau penjual tetap harus bertanggung jawab

atas kelalaian atau kesalahannya tersebut.

Tanggung jawab penjual perdagangan barang dan bisnis investasi adalah

adanya kesalahan/kelalaian. Tanggung jawab penjual/produsen atas kerugian

konsumen pertama dilihat dari prinsip tanggung jawab berdasarkan

kelalaian/kesalahan. Tanggung jawab berdasarkan kelalaian (negligence) adalah

suatu prinsip tanggung jawab yang bersifat subjektif, yaitu suatu tanggung jawab

yang ditentukan oleh perilaku produsen. Berdasarkan teori ini, kelalaian produsen

yang berakibat pada munculnya kerugian konsumen merupakan faktor penentu

adanya hak konsumen untuk mengajukan tuntutan ganti rugi kepada produsen.

Kedua adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan wanprestasi (breach of

Warranty). Tanggung jawab yang dikenal dengan wanprestasi adalah tanggung

jawab Berdasarkan kontrak (contractual liability). Dengan demikian, ketika suatu

produk rusak dan mengakibatkan kerugian, konsumen biasanya pertama-tama

melihat isi dari kontrak atau perjanjian atau jaminan yang merupakan bagian dari

kontrak. Keuntungan bagi konsumen dalam gugatan berdasarkan teori ini adalah

penerapan kewajiban yang sifatnya Mutlak (strict obligation), yaitu suatu

kewajiban yang tidak didasarkan pada upaya yang Telah dilakukan penjual untuk

memenuhi janjinya. Itu berarti apabila penjual/produsen telah berupaya memenuhi

janjinya, tetapi konsumen tetap mengalami kerugian, maka Penjual/produsen tetap

dibebani tanggung jawab untuk mengganti kerugian.

5
Secara “tradisional”, suatu kontrak terjadi berlandaskan asas kebebasan

berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang.

Kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi

terjadinya kontrak itu melalui suatu negosiasi di antara mereka, namun

kecenderungan makin memperlihatkan bahwa banyak kontrak di dalam transaksi

bisnis yang terjadi bukan melalui proses negosiasi yang seimbang di antara para

pihak, tetapi kontrak itu terjadi dengan cara di pihak yang satu telah menyiapkan

syarat-syarat baku pada suatu formulir kontrak yang sudah dicetak dan kemudian

disodorkan kepada pihak lainnya untuk disetujui dengan hampir tidak

memberikan kebebasan sama sekali kepada pihak lainnya untuk melakukan

negosiasi atas syarat-syarat yang disodorkan. Kontrak yang demikian inilah yang

dinamakan dengan kontrak standar atau kontrak baku atau kontrak adhesi.4

Salah satu kelebihan atau keuntungan dalam e-commerce adalah informasi

yang beragam dan mendetail yang dapat diperoleh konsumen dibandingkan

dengan perdagangan konvensional tanpa harus bersusah payah pergi ke banyak

tempat. Namun demikian, e-commerce juga memiliki kelemahan. Metode

transaksi elektronik yang tidak mempertemukan pelaku usaha dan konsumen

secara langsung serta tidak dapatnya konsumen melihat secara langsung barang

yang dipesan berpotensi menimbulkan permasalahan yang merugikan konsumen.

Beragam kasus yang muncul berkaitan dengan pelaksanaan transaksi

terutama faktor keamanan dalam e-commerce ini tentu sangat merugikan

konsumen. Padahal jaminan keamanan transaksi e-commerce sangat diperlukan


4
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta: Institut Bankir Indonesia, 1993),
hal. 65-66.

6
untuk menumbuhkan kepercayaan konsumen penggunanya. Pengabaian terhadap

hal tersebut akan mengakibatkan pergeseran terhadap falsafah efisiensi yang

terkandung dalam transaksi e-commerce menuju ke arah ketidakpastian yang

nantinya akan menghambat upaya pengembangan pranata e-commerce.

Permasalahan hukum serta pemecahan yang sudah dijelaskan di atas,

sebenarnya tidak lain dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan

perlindungan terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce. Masalah

keamanan merupakan masalah penting dalam pemanfaatan media elektronik

khususnya internet. Tanpa jaminan keamanan, maka para pelaku usaha akan

enggan untuk memanfaatkan media ini. Untuk jaminan keamanan ini, hal yang

perlu mendapatkan perhatian adalah masalah domisili perusahaan, sehingga

apabila ada sengketa hukum, dapat diketahui dengan pasti kedudukan hukum dari

perusahaan yang menawarkan produknya melalui media elektronik. Pada

prinsipnya masalah perizinan, pendirian dan pendaftaran perusahaan sama dengan

perusahaan pada umumnya, tunduk pada hukum di tempat di mana perusahaan

didaftarkan.

Di Indonesia, terdapat beberapa undang-undang dan peraturan yang

mengatur transaksi online dalam perdagangan internasional di era digital.

Undang-undang tersebut antara lain Undang-Undang Perdagangan, Undang-

Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), dan Undang-Undang

Perlindungan Konsumen. Selain itu, terdapat juga Peraturan Pemerintah Nomor

80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang

mengatur pokok-pokok transaksi e-commerce baik dari dalam maupun luar negeri,

7
mencakup pelaku usaha, perizinan, dan pembayaran. PP PMSE juga mengatur

tentang penyelenggara transaksi perdagangan dan pelaku usaha yang memiliki

sistem dan toko daring atau marketplace dari luar negeri, dan dikenakan pajak.

Pranata dan Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Transaksi E-

Commerce dalam tataran Nasional, Indonesia telah memiliki UU yang

memberikan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual seperti hak Cipta,

Paten dan Merek termasuk mengesahkan UU tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam tataran nasional usaha untuk memberikan perlindungan terhadap

konsumen memang dinyatakan dengan diberlakukannya Undang-undang No. 8

Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Sebelum masuk dalam substansi terkait UUPK, ada baiknya kita mengenali

dulu terkait beberapa istilah yang tidak asing dari konsumen. Konsumen yang

diperbincangkan dalam hal ini ialah setiap pengguna barang atau jasa untuk

kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangga, dan tidak untuk memproduksi

barang/jasa lain atau diperdagangkan kembali, adanya transaksi konsumen yang

mana maksudnya ialah proses terjadinya peralihan pemilikan atau penikmatan

barang atau jasa dari penyedia barang atau penyelenggara jasa kepada konsumen.5

Dalam konteks hukum perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia,

yaitu UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, hak dan kewajiban

konsumen dan pelaku usaha telah diatur dengan jelas dan tegas. Untuk hak dan

kewajiban konsumen diatur dalam Pasal 4 dan 5 UU Perlindungan Konsumen,

sedangkan untuk hak dan kewajiban pelaku usaha diatur dalam Pasal 6 dan 7 UU

Perlindungan Konsumen. Dalam pasal-pasal tersebut diatur bagaimana proporsi


5
Az Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 37

8
atau kedudukan konsumen dan pelaku usaha dalam suatu mekanisme transaksi

bisnis atau perdagangan.

Menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen (selanjutnya penulis singkat penyebutannya sebagai UUPK), definisi

“pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang

berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan

berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian

menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”.

Dalam ketentuan tersebut menyatakan frasa “melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara republik Indonesia”. Sementara jika ditelaah, perusahaan

e-commerce luar negeri merupakan perusahaan atau pelaku usaha berbadan

hukum yang menjalankan perusahaan yang digerakkannya di luar Indonesia.

Mereka hanya menjual barang terhadap konsumen di dunia melalui media online

bukan langsung menjalankan kegiatan usahanya di Indonesia.

Di samping itu Pasal 1, Pasal 2, Pasal 9 UU No.19 Tahun 2016 perubahan

atas UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

(selanjutnya penulis singkat penyebutannya sebagai UU ITE). Pasal 1 angka 21

berbunyi “Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga

negara asing, maupun badan hukum”. Pasal 2 menjelaskan bahwa “undang-

Undang ini berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah

hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia,

9
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan tentunya merugikan kepentingan

Indonesia”. Dilanjutkan pada Pasal 9 menyatakan “Pelaku usaha yang

menawarkan produk melalui Sistem elektronik harus menyediakan Informasi yang

lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang

ditawarkan”.

Berdasarkan penafsiran hukum menggunakan interpretasi sistematis yang

mana interpretasi ini meninjau UUPK dengan UU ITE, Definisi pelaku usaha

dalam UUPK terdapat frasa yang belum jelas, namun jika dikaitkan dengan UU

ITE khususnya pasal 1,2 dan 9 perusahaan e-commerce luar negeri termasuk ke

dalam pelaku usaha.

Pasal 4 UUPK menyebutkan bahwa hak konsumen diantaranya; hak untuk

memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut

sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak atas

informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang

dan/atau jasa; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan

perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dll.

Di sisi lain, kewajiban bagi pelaku usaha sesuai Pasal 7 UUPK diantaranya:

memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan

pemeliharaan; memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila

barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan

perjanjian, dll.

10
Transaksi jual beli, meskipun dilakukan secara online, berdasarkan UU ITE

dan PP PSTE tetap diakui sebagai transaksi elektronik yang dapat

dipertanggungjawabkan. Kontrak elektronik itu sendiri menurut Pasal 48 ayat (3)

LL PSTE setidaknya harus memuat hal-hal sebagai berikut; identitas para pihak;

objek dan spesifikasi; persyaratan Transaksi Elektronik; harga dan biaya; prosedur

dalam hal terdapat pembatalan oleh para pihak; ketentuan yang memberikan hak

kepada pihak yang dirugikan untuk dapat mengembalikan barang dan/atau

meminta penggantian produk jika terdapat cacat tersembunyi; dan pilihan hukum

penyelesaian Transaksi Elektronik.

Di dalam perekonomian produsen, konsumen, dan distribusi tidak dapat

dipisahkan. Konsumen adalah pihak yang harus ada dalam kegiatan ekonomi

mengingat bahwa komponen merupakan objek dari bisnis/ekonomi.6

Menurut Siahaan, “pelaku usaha yakni orang atau Suatu lembaga yang

berbentuk badan hukum dan yang Bukan badan hukum, didirikan dan

berkedudukan atau Melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Republik

Indonesia, baik sendiri maupun bersama melalui perjanjian Menyelenggarakan

kegiatan usaha dalam berbagai bidang”.7

Perusahaan e-commerce luar negeri sebagai pelaku usaha wajib memenuhi

segala hak konstitusional yang diberikan kepada konsumen dalam undang-

undang, yaitu UU PK. Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PK menyatakan bahwa

“konsumen merupakan setiap orang pemakai barang dan jasa yang tersedia dalam
6
I Made Dwija Di Putra dan Ida Ayu Sukihana, 2018, Kedudukan Penyedia Aplikasi
Terkait Ketidaksesuaian Barang Yang Diterima Oleh Konsumen Dalam Jual Beli Melalui Internet
Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kerta
Semaya Vol 01 No 10 Hal 15.
7
N.H.T. Siahaan, 2004, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan Tanggung
Jawab Produk, Panta Rei, Jakarta, h.14.

11
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun

makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan”. Di luar dari apa yang suda

diatur tersebut, konsumen juga diberikan hak konstitusional yang diatur UU PK

salah satunya terdapat dalam Pasal 4 angka 2 UU No. 8 Tahun 1999 yakni

“konsumen berhak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan”.

Jika konsumen perusahaan e-commerce luar negeri terbukti merugikan

konsumen di Indonesia maka secara hukum, konsumen tentu dapat meminta

pertanggungjawaban kepada perusahaan e-commerce luar negeri. Dalam

menentukan pertanggungjawaban apa yang wajib diberikan oleh e-commerce

tersebut terhadap konsumen ketika terjadi kerugian dikarenakan faktor produk

yang cacat, maka keadaan seperti itu bisa dikategorikan dalam perbuatan-

perbuatan melawan hukum.8 Perbuatan tersebut bisa berupa pelanggaran terhadap

hak konstitusional konsumen atau perusahaan e-commerce tersebut yang

melakukan suatu perbuatan yang melanggar kewajiban hukum itu sendiri.9

Menurut Jody Bagus Wiguna, “UUPK tidak secara jelas dan tegas dalam

mendefinisikan jenis barang yang secara hukum dapat dipertanggungjawabkan

dan sampai sejauh mana suatu pertanggungjawaban atas barang tertentu dapat

8
Made Indah Puspita dan Adiwati,2014, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam Transaksi
Jual Beli Online,Kerta Semaya, Vol 02 No 03 hal 9.
9
Putu Surya Mahardika dan Dewa Gde Rudy, Tanggung Jawab Pemilik Toko Online
Dalam Jual-Beli Online (E-Commerce) Ditinjau Berdasarkan Hukum Perlindungan Konsumen,
Kertha Semaya, Vol. 02, No. 05

12
dikenakan bagi perusahaan e-commerce atas hubungan hukumnya dengan

konsumen”.10

Dalam United Nations Commission International Trade Law (UNCITRAL)

batasan e-commerce adalah transaksi-transaksi dalam perdagangan internasional

yang dilakukan melalui pertukaran data elektronik dan cara-cara komunikasi

lainnya.11 Walaupun UNCITRAL tidak secara khusus menyebutkan mengenai

perlindungan hukum terhadap konsumen, namun substansi yang diatur dalam

peraturan tersebut secara tidak langsung memberikan perlindungan terhadap pihak

yang melakukan transaksi e-commerce. Dengan demikian konsumen yang

melakukan transaksi e-commerce dapat berlindung pada peraturan ini. Selain itu

konsumen juga dapat berlindung pada peraturan nasional masing-masing negara,

tempat di mana konsumen berdomisili sebagaimana diatur dalam peraturan

nasionalnya.

10
Jody Bagus Wiguna dan I Nengah Suantra, 2017, Perlindungan Hukum Bagi
Konsumen Terhadap Penggunaan Vaksin Palsu Di Masyarakat, Kertha Semaya, Vol. 11, No. 11
11
Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, h.162.

13
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh kemajuan teknologi

Telekomunikasi dan informasi telah memperluas ruang gerak arus transaksi

perdagangan melintasi batas wilayah suatu negara, sehingga barang perdagangan

yang ditawarkan bervariasi baik produksi luar negeri maupun produksi dalam

negeri. Kondisi demikian, di satu sisi mempunyai manfaat bagi konsumen karena

kebutuhan konsumen mengenai perdagangan barang yang diinginkan dapat

dipenuhi serta semakin terbuka lebar kebebasan untuk memilih aneka jenis

kualitas barang dan/atau jasa sesuai keinginan dan kemampuan konsumen. Namun

di sisi lain, kondisi dan fenomena tersebut dapat mengakibatkan kedudukan

pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak seimbang di mana konsumen berada di

posisi yang lemah.

Definisi pelaku usaha dalam UUPK terdapat frasa yang belum jelas, namun

jika dikaitkan dengan UU ITE khususnya pasal 1,2 dan 9 perusahaan e-commerce

luar negeri termasuk ke dalam pelaku usaha. Jika konsumen perusahaan e-

commerce luar negeri terbukti merugikan konsumen di Indonesia maka secara

hukum, konsumen tentu dapat meminta pertanggungjawaban kepada perusahaan

e-commerce luar negeri. Dalam menentukan pertanggungjawaban apa yang wajib

diberikan oleh e-commerce tersebut terhadap konsumen ketika terjadi kerugian

dikarenakan faktor produk yang cacat, maka keadaan seperti itu bisa

dikategorikan dalam perbuatan-perbuatan melawan hukum.

14
Walaupun UNCITRAL tidak secara khusus menyebutkan mengenai

perlindungan hukum terhadap konsumen, namun substansi yang diatur dalam

peraturan tersebut secara tidak langsung memberikan perlindungan terhadap pihak

yang melakukan transaksi e-commerce. Dengan demikian konsumen yang

melakukan transaksi e-commerce dapat berlindung pada peraturan ini. Selain itu

konsumen juga dapat berlindung pada peraturan nasional masing-masing negara,

tempat di mana konsumen berdomisili sebagaimana diatur dalam peraturan

nasionalnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Salvatore, Dominick, 2004, Ekonomi Internasional, Jakarta: Erlangga.

Scholte, J. (2000). Globalization: A Critical Introduction. London: Palgrave.

Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang

Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, (Jakarta:

Institut Bankir Indonesia, 1993),

Az Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995,

N.H.T. Siahaan, 2004, Hukum Konsumen, Perlindungan Konsumen dan

Tanggung Jawab Produk, Panta Rei, Jakarta.

JURNAL

Wuryanta, A. E. (2019). Digitalisasi Masyarakat: Menilik Kekuatan dan

Kelemahan Dinamika Era Informasi Digital dan Masyarakat. Jurnal Ilmu

Komunikasi”, vol 1, No. 2,

I Made Dwija Di Putra dan Ida Ayu Sukihana, 2018, Kedudukan Penyedia

Aplikasi Terkait Ketidaksesuaian Barang Yang Diterima Oleh Konsumen

Dalam Jual Beli Melalui Internet Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Kerta Semaya Vol 01 No

10.

Made Indah Puspita dan Adiwati,2014, Hak dan Kewajiban Para Pihak Dalam

Transaksi Jual Beli Online,Kerta Semaya, Vol 02 No 03.

16
Putu Surya Mahardika dan Dewa Gde Rudy, Tanggung Jawab Pemilik Toko

Online Dalam Jual-Beli Online (E-Commerce) Ditinjau Berdasarkan

Hukum Perlindungan Konsumen, Kertha Semaya, Vol. 02, No. 05.

Jody Bagus Wiguna dan I Nengah Suantra, 2017, Perlindungan Hukum Bagi

Konsumen Terhadap Penggunaan Vaksin Palsu Di Masyarakat, Kertha

Semaya, Vol. 11, No. 11

Huala Adolf, 2005, Hukum Perdagangan Internasional, PT Raja Grafindo

Persada, Jakarta, h.162.

17

Anda mungkin juga menyukai