Anda di halaman 1dari 30

SKRIPSI

OPTIMALISASI PENJADWALAN PROYEK RENOVASI MAL


PELAYANAN PUBLIK (MPP) DENPASAR DENGAN
CRITICAL PATH METHOD (CPM)

OLEH:
I KOMANG MAHARDIKA
2315164046

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,


RISET, DAN TEKNOLOGI
POLITEKNIK NEGERI BALI
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI D4 MANAJEMEN PROYEK KONSTRUKSI
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan rahmat dan
kesempatan yang telah dilimpahkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Penjadwalan Proyek Renovasi Mal
Pelayanan Publik (MPP) Denpasar dengan Critical Path Method (CPM)”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Diploma IV
Teknik Sipil pada Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Bali.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak mungkin terselesaikan tanpa
adanya dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karenanya,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. I Nyoman Abdi, S.E., M.eCom. selaku Direktur Politeknik Negeri Bali;
2. Ir. I Nyoman Suardika, M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil;
3. I Gede Sastra Wibawa, S.T., M.T. selaku Ketua Program D3 Teknik Sipil;
4. Fransiska Moi, S.T., M.T. selaku Dosen Pembimbing I Tugas Akhir yang
telah banyak memberikan saran dan masukan terkait pelaksanaan pengujian
ini secara umum serta penulisan Tugas Akhir ini secara khusus.
5. I Nyoman Ardika, S.T., M.T. selaku Dosen Pembingbing II Tugas Akhir
yang telah membimbing dan menfasilitasi selama pelaksanaan pengujian
hingga penyusunan Tugas Akhir ini;
6. Teman-teman yang telah bersedia menyempatkan waktu untuk memberi
bantuan selama pelaksanaan pengujian Tugas Akhir ini;
7. Kedua orang tua yang telah memberikan dukungan selama penyusunan
Skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa Skripsi yang penulis susun masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, dengan rasa rendah hati penulis mengharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun sehingga dapat menyempurnakan
Skripsi ini ke depannya.
Besar harapan penulis bahwa melalaui pengujian dan penyusunan Skripsi ini
dapat memberikan pengetahuan bagi penulis serta dapat memberikan informasi
yang bermanfaat bagi para pembaca.
Ungasan, Januari 2024

I Komang Mahardika
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu penilaian keberhasilan pelaksanaan suatu proyek konstruksi


adalah keberhasilan memenuhi target waktu. Pada umumnya suatu pelaksanaan
suatu proyek konstruksi memiliki batas waktu (deadline), artinya proyek
konstruksi harus diselesaikan sebelum atau tepat waktu pada waktu yang telah
ditetapkan. Untuk dapat memenuhi batas waktu tersebut, setiap proyek konstruksi
umumnya memiliki rencana dan jadwal pelaksanaan tertentu.
Penjadwalan merupakan panduan tahapan demi tahapan melalui proyek
dengan waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap tahapannya [1].
Penjadwalan proyek konstruksi merupakan alat untuk menentukan waktu yang
diperlukan oleh suatu pelaksanaan kegiatan konstruksi dalam penyelesaiannya,
serta sebagai alat untuk menentukan waktu mulai dan waktu selesai kegiatan
konstruksi tersebut. Perencanaan penjadwalan pada suatu proyek konstruksi,
secara umum terdiri dari penjadwalan waktu, tenaga kerja, peralatan, material, dan
keuangan [2]. Ketidaktepatan penjadwalan dalam pelaksanaan proyek konstruksi
akan mengakibatkan terjadinya keterlambatan penyelesaian proyek, yang akan
berpengaruh pula pada aspek lain dalam proyek, seperti meningkatnya biaya tak
terduga (overhead cost) untuk mempercepat pekerjaan, menurunnya kualitas
pekerjaan, hingga kerugian materi akibat pemberian denda keterlambatan.
Proyek renovasi Mal Pelayanan Publik (MPP) Denpasar yang berlokasi di
Graha Sewaka Dharma, Jalan Majapahit, Lumintang, Denpasar merupakan salah
satu proyek yang dikerjakan oleh PT Bianglala Bali. Proyek ini meliputi lima
aktivitas utama, yaitu pekerjaan persiapan dan pembongkaran, pekerjaan
struktural, pekerjaan interior, pekerjaan MEP, serta pekerjaan finishing.
Proyek renovasi Mal Pelayanan Publik (MPP) Denpasar dimulai pada 8
Agustus 2023 dan direncanakan selesai pada 4 Desember 2023 lalu, dengan total
waktu pelaksanaan 120 hari kalender. Namun demikian, pada proses
pelaksanaannya, proyek ini mengalami beberapa hambatan yang berakhir pada
terjadinya keterlambatan. Penyelesaian proyek yang direncanakan pada 4
Desember 2023 mengalami keterlambatan selama 4 hari sehingga baru dapat
terselesaikan pada 8 Desember 2023.
Dari permasalahan tersebut, penulis tertarik untuk mengevaluasi jadwal
pelaksanaan proyek renovasi Mal Pelayanan Publik (MPP) Denpasar tersebut
serta mengangkatnya ke dalam Skripsi dengan judul “Optimalisasi Penjadwalan
Proyek Renovasi Mal Pelayanan Publik (MPP) Denpasar dengan Critical Path
Method (CPM)”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka rumusan masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Berapa Lama efektif pada pelaksanaan proyek renovasi Mal Pelayanan
Publik (MPP) Denpasar dengan menggunakan metode Critical Path Method
(CPM)?
2. Berapa besar probabilitas penyelesaian proyek renovasi Mal Pelayanan
Publik (MPP) Denpasar dengan menggunakan metode Critical Path Method
(CPM)?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang diuraikan di atas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk menentukan Lama efektif pada pelaksanaan proyek renovasi Mal
Pelayanan Publik (MPP) Denpasar dengan menggunakan metode Critical
Path Method (CPM).
2. Untuk menghitung probabilitas penyelesaian proyek renovasi Mal
Pelayanan Publik (MPP) Denpasar dengan menggunakan metode Critical
Path Method (CPM).
1.4 Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
2. Bagi civitas akademik
3. Bagi industri konstruksi

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

Dalam penyusunan Tugas Akhir ini dilakukan pengujian dengan ruang


lingkup dan batasan masalah sebagai berikut:
1. …
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Konstruksi


Manajemen konstruksi kini merupakan sebuah keharusan. Ini berarti bahwa
pekerjaan-pekerjaan tertentu akan lebih efisien dan efektif jika dikelola dalam
kerangka proyek dan bukan diperlakukan sebagai pekerjaan biasa. Oleh karena
itu, dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi perlu adanya penerapan
manajemen konstruksi secara benar.
2.1.1 Definisi Manajemen Konstruksi
Kata “manajemen” berasal dari kata manos, managia, manage, yang artinya
melatih kuda mengangkat kaki, yang merupakan kutipan dari bahasa
Latin/Italia/Prancis. Selanjutnya dapat dipahami dalam melatih kaki untuk
mengangkat kaki diperlukan langkah-langkah yang teratur dan dilakukan secara
bertahap, sehingga manajemen identik dengan kegiatan untuk mengatur atau
menata sesuatu sesuai dengan fungsinya. Sementara kata “konstruksi” dapat
diartikan sebagai tatanan atau susunan dari elemen-elemen suatu bangunan yang
kedudukannya sesuai dengan fungsinya [3].
Manajemen konstruksi merupakan upaya yang dilakukan melalui proses
manajemen, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian terhadap kegiatan-
kegiatan proyek konstruksi mulai dari awal hingga akhir dengan mengalokasikan
sumber daya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu hasil yang
memuaskan sesuai dengan target yang diinginkan [3].
Manajemen pada suatu proyek konstruksi merupakan suatu alat untuk
mengefektifkan dan mengefisienkan kegiatan-kegiatan pada proyek konstruksi
tersebut. Sasaran dari penerapan manajemen konstruksi adalah untuk menyusun
rangkaian pekerjaan konstruksi sehingga pekerjaan tersebut dapat terlaksana
secara efektif dan efisien. Jika diurut mengenai penataan pada suatu proyek
konstruksi, maka diperlukan beberapa tahapan sebagai berikut [3]:
1. Studi Kelayakan
Layak atau tidaknya seuatu proyek konstruksi untuk dapat dilaksanakan,
menyangkut beberapa hal, seperti pengaruh terhadap lingkungan sekitar dan
jarak dengan fasilitas umum. Di sinilah manajemen konstruksi memiliki
peranan untuk memastikan hal-hal tersebut dapat terpenuhi.
2. Rekayasa Desain
Pada tahapan ini manajemen konstruksi, khususnya manajemen konstruksi
pemukiman dan gedung berperan penting dalam beberapa hal, seperti
penyediaan fasilitas-fasilitas, sistem pembuangan air kotor, sistem air
bersih, pemipaan, dan lain-lain.
3. Pengadaan
Setelah perencanaan desain, diperlukan manajemen untuk pengadaan biaya,
bahan, dan sumber daya.
4. Pelaksanaan Konstruksi
Pada tahapan pelaksanaan, diperlukan manajemen konstruksi untuk menata
dan mengatur pelaksanaan setiap kegiatan dengan memanfaatkan sumber
daya yang efektif dan efisien. Selain itu, manajemen konstruksi juga
berperan untuk memantau setiap pekerjaan yang telah dilaksanakan dan
memantau konflik antar sumber daya yang terjadi.
5. Pemanfaatan
6. Pemeliharaan
Pada tahapan ini diperlukan adanya manajemen pemeliharaan terhadap
pekerjaan yang telah dilaksanakan.

Dalam sebuah pelaksanaan proyek konstruksi terdapat berbagai batasan


yang harus dipenuhi, yaitu besar biaya (anggaran) yang harus dialokasikan,
jadwal, serta mutu yang perlu dipenuhi. Ketiga batasan tersebut disebut sebagai
(triple constraint), yang dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan diuraikan sebagai
berikut [4]:
Biaya

Anggaran

Jadwal Mutu
 
Waktu Kinerja

Gambar 2.1 Tiga Kendala (Triple Constraint)


(Sumber: Ir. Iman Soeharto, 1999)

1. Anggaran
Suatu proyek konstruksi harus diselesaikan dengan biaya yang tidak
melebihi anggaran yang telah ditetapkan.
2. Jadwal
Suatu proyek konstruksi harus dikerjakan sesuai dengan kurun waktu dan
tanggal akhir yang telah ditetapkan.
3. Mutu
Produk atau hasil kegiatan proyek konstruksi harus memenuhi spesifikasi
dan kriteria yang dipersyaratkan.

Dalam penerapannya, terdapat tawar menawar (trade off) antara tiga


pembatas tersebut. Jika mutu ingin ditingkatkan, maka akan mengakibatkan
adanya kenaikan biaya dan waktu. Sebaliknya, jika biaya ditekan dan dengan
waktu pelaksanaan yang tetap sama, maka akan mengakibatkan penurunan mutu
[5].

2.1.2 Fungsi Manajemen Konstruksi


Manajemen konstruksi memiliki peranan penting dalam pelaksanaan sebuah
proyek konstruksi. Fungsi manajemen konstruksi secara garis besar dapat
diuraikan sebagai berikut [2]:
1. Planning/Perencanaan
Planning/perencanaan merupakan tindakan pengambilan keputusan
data, informasi, asumsi, atau fakta kegiatan yang dipilih dan akan
dilaksanakan di masa yang akan datang.
Tindakan yang dilakukan pada fungsi planning/perencanaan di
antaranya adalah:
a. Menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan;
b. Menyusun rencana jangka panjang dan jangka pendek;
c. Menentukan strategi dan prosedur pelaksanaan;
d. Menyiapkan pendanaan dan standar kualitas yang diharapkan.

Project Management Body of Knowledge (PMBOK) membuat area


ilmu manajemen bagi perencanaan, yaitu:
a. Perencanaan lingkup proyek;
b. Perencana mutu;
c. Perencana waktu dan penyusunan;
d. Perencanaan biaya;
e. Perencanaan SDM.

2. Organizing/Pengorganisasian
Organizing/pengorganisasian merupakan suatu tindakan untuk
mempersatukan kegiatan manusia yang memiliki peran masing-masing yang
saling berkaitan satu sama lain dengan tata cara tertentu. Tindakan yang
dilakukan pada fungsi organizing/pengorganisasian di antaranya adalah:
a. Membagi pekerjaan ke dalam tugas operasional;
b. Menggabungkan jabatan ke dalam unit terkait;
c. Memilih dan menempatkan setiap personil pada posisi yang sesuai;
d. Menyesuaikan tugas dan tanggung jawab setiap personil.
3. Actuating/Pelaksanaan
Actuating/pelaksanaan merupakan upaya untuk menggerakkan
anggota organisasi sesuai dengan keinginan dan usaha mereka untuk
mencapai tujuan perusahaan dan tujuan pribadi setiap anggota di organisasi.
Tindakan yang dilakukan pada fungsi actuating/pelaksanaan di
antaranya adalah:
a. Mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan;
b. Berkomunikasi secara efektif;
c. Mendistribusikan tugas, wewenang, dan tanggung jawab;
d. Berusaha memperbaiki pengarahan sesuai petunjuk pengawasan.

4. Controlling/Pengendalian
Controlling/pengendalian manajemen merupakan usaha yang sistematis dari
perusahaan un tuk mencapai tujuannya dengan cara membandingkan prestasi kerja
dengan rencana dan menyusun tindakan untuk mengatasi perbedaan tersebut.
Controlling/pengendalian juga dapat diartikan sebagai tindakan pengukuran
kualitas dan evaluasi kinerja yang diikuti dengan perbaikan yang harus diambil
untuk mengatasi penyimpangan yang terjadi. untuk menjaga agar pelaksanaan
sesuai dan tidak menyimpang dari perencanaan.
Tindakan yang dilakukan pada fungsi controlling/pengendalian di antaranya
adalah:
a. Mengukur kualitas hasil;
b. Membandingkan hasil terhadap standar kualitas;
c. Mengevaluasi penyimpangan yang terjadi;
d. Memberikan saran-saran perbaikan;
e. Menyusun laporan kegiatan.
2.2 Penjadwalan
2.2.1 Konsep Penjadwalan
Penjadwalan merupakan panduan tahapan demi tahapan melalui proyek
dengan waktu yang diperlukan untuk melakukan setiap tahapannya. Penjadwalan
konstruksi mempunyai beberapa kesamaan dasar, yang paling umum adalah
pekerjaan diukur sebagai fungsi waktu. Selain itu proyek dipecah menjadi bagian-
bagian tambahan yang disebut tugas atau aktivitas yang mewakili tindakan yang
diperlukan untuk mencapai hasil [1].
Suatu jadwal harus memiliki target atau sasaran kecil untuk mengukur
kemajuan progres. Suatu tugas juga harus memiliki sumber daya yang ditetapkan
untuk melakukan setiap tugas tersebut. Tugas memakan waktu untuk diselesaikan,
oleh karena itu setiap tugas harus memiliki Lama yang cukup agar tugas tersebut
dapat diselesaikan [1].

2.2.2 Jenis Penjadwalan


Terdapat banyak jenis penjadwalan yang umum digunakan pada bidang
konstruksi, mulai dari yang sederhana hingga yang kompleks. Beberapa jenis
penjadwalan yang umum digunakan dalam proyek konstruksi di antaranya adalah
[1]:
1. Checklist
Meskipun checklist bukan termasuk jenis penjadwalan yang formal,
jenis penjadwalan ini umum dipakai di banyak industri dan diskusi.
Checklist umumnya digunakan pada perencanaan jangka pendek, yang tidak
lebih dari beberapa hari. Sesuai dengan namanya, checklist merupakan
daftar langkah-langkah atau proses yang harus dilaksanakan untuk mencapai
hasil yang ingin dicapai.
Tujuan utama dari checklist adalah untuk memastikan tidak ada
langkah atau proses yang terlewat dalam suatu pelaksanaan kegiatan.
Kekurangan jenis penjadwalan checklist terletak pada kesederhanaannya.
Checklist tidak dapat menunjukkan keterkaitan antar langkah atau proses
sehingga tidak dapat diketahui dampak dari keterlambatan jika terjadi
keterlambatan pada satu langkah atau proses.
Contoh dari penjadwalan jenis checklist dapat dilihat pada Gambar 2.2
berikut ini:

Gambar 2.2 Contoh Penjadwalan Jenis Checklist


(Sumber: Wayne J. Del Pico, 2006)

2. Schedule Board
Pada banyak perusahaan konstruksi, schedule board atau operation
board merupakan alat bantu yang sangat berguna. Schedule board berisi
daftar kegiatan berdasarkan proyek yang dilengkapi dengan anggota-
anggota yang ditugaskan setiap hari atau minggunya. Schedule board juga
bukan merupakan jenis penjadwalan yang formal, namun dengan schedule
board dapat mempermudah setiap anggota untuk mengetahui tugas yang
harus dikerjakan, di mana, kapan, dan seberapa lama tugas tersebut harus
diselesaikan.

3. Bar Chart
Salah satu jenis penjadwalan yang paling umum digunakan pada
bidang konstruksi adalah bar chart. Bar chart juga sering disebut Gantt
chart karena ditemukan oleh Henry L. Gantt. Bar chart menggunakan
penggambaran secara grafis dari sebuah rencana proyek. Sebuah bar chart
umumnya berisi daftar kronologis tugas yang terletak di sisi kiri dalam
format kolom. Pada baris paling atas berisi waktu dalam satuan hari,
minggu, atau bulan. Tugas ditampilkan secara keseluruhan, dan setiap tugas
merupakan bilah yang disorot dari awal hingga akhir tugas.
Contoh dari penjadwalan jenis bar chart dapat dilihat pada Gambar
2.3 berikut ini:

Gambar 2.3 Contoh Penjadwalan Jenis Bar Chart


(Sumber: Wayne J. Del Pico, 2006)
Keuntungan utama dari penggunaan bar chart adalah aspek visualnya.
Bar chart mudah dipahami dan dapat memberikan gambaran besar sebuah
pekerjaan secara efektif. Bar chart sering digunakan pada presentasi yang
ditujukan kepada manajemen senior, klien, atau masyarakat umum, ketika
rincian CPM tidak diperlukan atau terlalu rumit untuk dipresentasikan.
Bar chart tidak ditujukan untuk mengelola pekerjaan, karena tidak
dapat menampilkan keterkaitan antar tugas yang diperlukan untuk melacak,
mengidentifikasi tren, dan memperkirakan hasil. Bar chart memerlukan
pembaruan secara manual dan tidak memiliki logika yang disertakan dalam
perangkat lunak penjadwalan. Bar chart dapat mengidentifikasi sumber
daya yang bertanggung jawab untuk melakukan tugas namun jarang
mengidentifikasi biaya yang terkait dengan tugas tersebut. Kerugian terbesar
dari penggunaan penjadwalan jenis bar chart adalah tidak dapat
menampilkan perbedaan antara tugas-tugas yang penting untuk mencapai
tujuan proyek dari tugas-tugas yang tidak penting atau tugas-tugas yang
bersamaan. Akibat hal tersebut, bar chart tidak dapat menunjukkan
bagaimana dampak yang ditimbulkan apabila terjadi penundaan pada suatu
tugas terhadap kinerja tugas lainnya.

4. Look-Ahead
Variasi lain dari bar chart disebut sebagai look-ahead. Look-ahead
adalah jenis jadwal mikro yang memberikan gambaran singkat dalam
periode waktu singkat dalam sebuah jadwal. Jangka waktu yang paling
umum adalah jangka waktu dua minggu dan tiga minggu. Sesuai dengan
judulnya, jadwal mikro ini berfokus pada 10 atau 15 hari kerja berikutnya
secara detail. Look-ahead memungkinkan tim untuk menganalisis tugas atau
pencapaian yang akan datang untuk memastikan bahwa kemajuan tercapai.
Look-ahead biasanya tidak digunakan sendiri, namun digabungkan dengan
jadwal CPM.

5. Linear Schedule
Tidak semua proyek cocok menggunakan penjadwalan jenis bar chart
ataupun CPM. Pada jenis penjadwalan-penjadwalan sebelumnya,
penyusunan jadwal didasarkan pada premis bahwa jadwal tersebut dapat
dipecah menjadi kegiatan-kegiatan tersendiri, yang dapat dianalisis dan
diurutkan untuk menemukan kinerja atau kegiatan terbaik. Namun pada
kasus tertentu, beberapa proyek tidak memiliki segmen pekerjaan khusus
yang sesuai dengan format CPM.
Contohnya pada pembangunan landasan pacu bandara. Meskipun
berukuran sebuah landasan pacu, namun pada dasarnya landasan pacu
tersebut sama di kedua ujung dan di mana saja di sepanjang landasan pacu.
Oleh karena itu, penguraian ke dalam segmen pekerjaan yang ditentukan
berdasarkan sumber daya, material, atau lokasi yang umum digunakan di
CPM tidak akan berhasil.
Salah satu jenis penjadwalan dengan format linier adalah penjadwalan
Line-of-Balance atau diagram kecepatan. Contoh dari penjadwalan jenis
Line-of-Balance dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini:

Gambar 2.4 Contoh Penjadwalan Jenis Bar Chart


(Sumber: Wayne J. Del Pico, 2006)

2.3 Penjadwalan Metode Jaringan Kerja


Pelaksanaan suatu proyek konstruksi merupakan proses mengubah masukan
(input) yang berupa kegiatan dan sumber daya menjadi keluaran (output) sesuai
yang telah direncanakan. Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, terdapat
kemungkinan adanya keterlambatan dalam pelaksanaan, pembiayaan yang
melampaui batas anggaran, serta masalah-masalah lain yang mungkin terjadi.
Oleh karena itu, perlu dilakukan perencanaan input secara terperinci sehingga
seluruh kegiatan proyek dapat dijadwalkan, dianggarkan, dimonitor, serta
dikendalikan dengan efektif [2].
Dalam kaitannya dengan waktu, dalam pelaksanaan proyek konstruksi perlu
dilakukan perencanaan waktu yang efektif dan efisien untuk menghindari
terjadinya keterlambatan pelaksanaan. Salah satu metode yang dapat digunakan
untuk merencanakan waktu pada pelaksanaan proyek konstruksi adalah diagram
jaringan kerja (network diagram).

2.4 Critical Path Method (CPM)


Critical Path Method (CPM) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
metode jalur kritis memiliki tujuan yang sama dengan network planning dalam
pelaksanaan proyek, yaitu untuk memastikan agar pelaksanaan proyek dapat
terselesaikan sesuai dengan network diagram yang telah disusun [3].
Secara singkat, teori di balik jadwal CPM adalah adanya serangkaian
kegiatan berurutan yang dihubungkan dari awal hingga akhir proyek. Jika salah
satu dari kegiatan ini tertunda, maka akan menunda penyelesaian proyek secara
keseluruhan. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan-kegiatan ini, yang
disebut sebagai kegiatan-kegiatan kritis, adalah kegiatan-kegiatan yang terpisah
namun terkait erat. Awal dan akhir setiap tugas penting dan berdampak pada awal
dan akhir tugas penting berikutnya [1].
Berdasarkan desainnya, CPM memungkinkan manajer proyek
membandingkan kemajuan aktual dengan kemajuan yang direncanakan. CPM
juga menggunakan beberapa format grafik diagram batang meskipun dengan
tambahan komponen saling ketergantungan [1].
2.3.1 Peristiwa, Kegiatan, dan Lintasan Kritis
Pada pelaksanaan suatu proyek konstruksi, beberapa kegiatan memiliki
batas toleransi keterlambatan, namun ada pula kegiatan yang tidak memiliki batas
toleransi keterlambatan sehingga apabila kegiatan tersebut terlambat satu hari saja
maka akan mempengaruhi umur atau usia proyek. Kegiatan yang tidak memiliki
batas toleransi keterlambatan tersebut disebut sebagai kegiatan-kegaitan kritis [3].
Untuk menentukan kegiatan-kegiatan kritis, perlu ditentukan terlebih dahulu
peristiwa-peristiwa kritis. Sementara Lintasan kritis adalah rangkaian tugas-tugas
penting yang harus dimulai dan diselesaikan tepat waktu agar proyek secara
keseluruhan tetap tepat waktu. Lintasan terdiri dari kegiatan-kegiatan kritis, dan
dummy (jika diperlukan) [3].
1. Peristiwa Kritis
Peristiwa kritis merupakan peristiwa yang tidak memiliki tenggang
waktu atau saat paling awalnya (SPA) sama dengan saat paling akhir (SPL)-
nya, atau SPL - SPA = 0. Contoh peristiwa-peristiwa kritis dapat dilihat
pada peristiwa 1, 3, 5, dan 8 pada Gambar 2.5 berikut ini:

Gambar 2.5 Contoh Peristiwa-Peristiwa Kritis pada Network Diagram


(Sumber: Dr. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., 2016)

2. Kegiatan Kritis
Kegiatan Kritis merupakan kegiatan yang sangat berpengaruh
terhadap keterlambatan. Apabila terdapat sebuah kegiatan kritis terlambat
satu hari saja, meskipun kegiatan-kegiatan lainnya tidak terlambat, maka
waktu pelaksanaan proyek tersebut akan mengalami keterlambatan selama
satu hari.
Suatu kegiatan dapat disebut sebagai kegiatan kritis apabila memenuhi
syarat-syarat berikut:
a. Kegiatan tersebut terletak di antara dua peristiwa kritis;
b. Namun, di antara peristiwa kritis tersebut belum tentu terdapat
kegiatan kritis;
c. Kegiatan di antara dua peristiwa kritis disebut sebagai kegiatan kritis
apabila: SPA I + L = SPA j atau SPA j + L = SPL i
d. Atau kegiatan tersebut memiliki kelonggaran atau tenggang waktu nol
(0), yang dapat dihitung dengan persamaan 2.1 berikut ini:
K[I, j] = SPL j – L – SPA i.............................................................(2.1)

Contoh perhitungan untuk menentukan kegiatan kritis dapat dilihat


pada Gambar 2.6 dan Tabel 2.1 berikut ini:

Gambar 2.6 Contoh Kegiatan-kegiatan Kritis pada Network Diagram


(Sumber: Dr. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., 2016)

Tabel 2.1 Perhitungan Kegiatan Kritis

Kegiatan Peristiwa Kelonggaran


K[I, j] = SPL j – L – SPA i
A 1–2 K [i, j] = 5 – 2 – 0 =3
B 2–5 K [i, j] = 8 – 3 – 2 =3
C 5–8 K [i, j] = 20 – 12 – 8 = 0 (kritis)
D 1–3 K [i, j] = 8 – 8 – 0 = 0 (kritis)
E 3–6 K [i, j] = 16 – 2 – 8 =6
F 6–8 K [i, j] = 20 – 4 – 10 = 6
G 3–7 K [i, j] = 15 – 3 – 8 =3
H 1–4 K [i, j] = 13 – 4 – 0 =9
I 4–7 K [i, j] = 15 – 2 – 4 =3
J 7–8 K [i, j] = 20 – 5 – 11 = 4
Sumber: Dr. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., 2016
Keterangan: kegiatan C dan D merupakan kegiatan kritis karena tidak
memiliki kelonggaran atau tenggang waktu.

3. Lintasan Kritis
Lintasan kritis adalah lintasan yang terdiri dari kegiatan kritis,
peristiwa kritis, dan dummy (jika ada). Lintasan kritis ini dimulai dari
peristiwa awal network diagram sampai dengan akhir network diagram
berbentuk lintasan. Mungkin saja terdapat lebih dari sebuah lintasan kritis
dalam sebuah network diagram.
Tujuan dari mengetahui lintasan kritis adalah untuk mengetahui
dengan cepat kegiatan-kegiatan dan peristiwa-peristiwa yang tingkat
kepekaannya paling tinggi terhadap keterlambatan pelaksanaan, sehingga
setiap saat dapat ditentukan tingkat prioritas kebijaksanaan penyelenggaraan
proyek, yaitu terhadap kegiatan-kegiatan kritis dan kegiatan yang hampir
kritis.
Berdasarkan prosedur dan rumus untuk menghitung umur proyek dan
lintasan kritis, maka dapat disimpulkan bahwa:
a. Umur lintasan kritis sama dengan umur proyek;
b. Lintasan kritis adalah lintasan yang paling lama umur pelaksanaannya
dari semua lintasan yang ada.

Contoh lintasan kritis dapat dilihat pada peristiwa nomor 1 dengan


kegiatan D, peristiwa nomor 3, peristiwa nomor 5, kegiatan C, peristiwa
nomor 8 pada Gambar 2.7 berikut ini:
Gambar 2.7 Contoh Kegiatan-kegiatan Kritis pada Network Diagram
(Sumber: Dr. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., 2016)
Keterangan: Dalam network diagram, lintasan kritis dibedakan dengan
simbol panah dua rangkap.

2.3.2 Tenggang Waktu Kegiatan


Tenggang waktu kegiatan (activity float) adalah jangka waktu yang
merupakan ukuran batas toleransi keterlambatan kegiatan. Melalui ukuran ini
dapat diketahui karakteristik pengaruh keterlambatan terhadap penyelenggaraan
proyek dan terhadap pola kebutuhan sumber daya dan pola kebutuhan biaya.
Untuk dapat menghitung tenggang waktu kegiatan, terdapat beberapa syarat
yang harus dipenuhi, di antaranya adalah:
a. Telah tersedia network diagram yang tepat;
b. Lama perkiraan masing-masing kegiatan telah ditentukan;
c. Berdasarkan network diagram tersebut, saat paling awal (SPA) dan saat
paling lambat (SPL) untuk semua peristiwa telah dihitung.

Terdapat tiga jenis tenggang waktu kegiatan, di antaranya adalah:


1. Total Float (FL)
Total Float merupakan jangka waktu antara saat paling lambat
peristiwa akhir (SPL j) kegiatan yang bersangkutan dengan saat selesainya
kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada saat paling
awal peristiwa awal (SPA i). Untuk menentukan Total Float (FL) dapat
menggunakan persamaan 2.2 berikut ini:
TF = SPL j – L – SPA i............................................................................(2.2)

2. Free Float (FF)


Free Float merupakan jangka waktu antara saat paling awal peristiwa
akhir (SPA j) kegiatan yang bersangkutan dengan saat selesainya kegiatan
yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada saat paling awal
peristiwa awal (SPA i). Untuk menentukan Free Float (FL) dapat
menggunakan persamaan 2.3 berikut ini:
FF = SPA j – L – SPA I...........................................................................(2.3)

3. Independent Float (IF)


Independent Float (IF) merupakan jangka waktu antara saat paling
lambat peristiwa akhir (SPL j) kegiatan yang bersangkutan dengan saat
selesainya kegiatan yang bersangkutan, bila kegiatan tersebut dimulai pada
saat paling lambat peristiwa awal (SPL i). Untuk menentukan Independent
Float (IL) dapat menggunakan persamaan 2.4 berikut ini:
FF = SPA j – L – SPL i............................................................................(2.4)

Contoh perhitungan tenggang waktu kegiatan dapat dilihat pada


Gambar 2.8 berikut ini:

Perhitungan:
TF = SPL j – L – FF = SPA j – L – FF = SPA j – L –
SPA i SPA i SPL i
= 12 – 5 – 3 =8–5–4
=4 =8–5–3 = -1
=0

Gambar 2.8 Contoh Perhitungan Tenggang Waktu Kegiatan Berdasarkan


Network Diagram
(Sumber: Dr. Hafnidar A. Rani, S.T., M.M., 2016)

2.3.3 Pengaruh Keterlambatan Suatu Kegiatan


Dalam pelaksanaan suatu proyek, kemungkinan besar akan terjadi
keterlambatan penyelesaian pada satu atau beberapa kegiatan akibat adanya
ketidaksesuaian antara realisasi dengan perkiraan waktu atau Lama yang telah
ditentukan. Hal tersebut dapat menyebabkan beberapa permasalahan yang dapat
berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan proyek tersebut.
Terdapat beberapa faktor yang perlu diperhatikan terkait pengaruh yang
ditimbulkan akibat adanya keterlambatan pelaksanaan kegiatan tersebut:
1. Umur Proyek
Merupakan ukuran lamanya waktu yang diperlukan dalam
pelaksanaan suatu proyek. Umur proyek dapat ditentukan dengan lintasan
kritis.

2. Lintasan Kritis
Lintasan kritis dalam suatu network diagram dapat menunjukkan
umur suatu proyek.

3. Saat Mulai Kegiatan Pengikut (Successor)


Merupakan kegiatan yang mengikuti langsung kegiatan yang
mengalami keterlambatan penyelesaian.

4. Pola Kebutuhan Sumber Daya


Merupakan suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara
kebutuhan sumber daya dengan waktu. Pola kebutuhan sumber daya dapat
disajikan dalam bentuk histogram atau kurva.

Terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan


penilaian pengaruh keterlambatan sebuah kegiatan terhadap pelaksanaan suatu
proyek, di antaranya yaitu:
1. Network diagram yang tepat dan lengkap telah tersedia, di mana saat paling
awal (SPA) dan saat paling lambat (SPL) tiap peristiwa telah dihitung.
2. Semua tenggang waktu kegiatan, yaitu Total Float (TF), Free Float (FL),
dan Independent Float (IF), telah dihitung.
3. Besar keterlambatan kegiatan (T) telah diketahui.

2.3.4 Percepatan Lama Proyek


Dalam pelaksanaan suatu proyek, sering kali dihadapkan dengan adanya
perbedaan antara umur perkiraan (UPER) berdasarkan network diagram yang
dibuat dengan umur rencana (UREN) proyek yang ditentukan berdasarkan yang
ditentukan berdasarkan kebutuhan manajemen dan atau sebab lainnya, oleh karena
itu perlu dilakukan penyamaan antara umur perkiraan (UPER) dan umur rencana
(UREN). Umur rencana (UREN) umumnya selalu lebih kecil dibandingkan
dengan umur perkiraan (UPER).
A. Syarat untuk Mempercepat Umur Proyek
Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk mempercepat
umur proyek agar umur perkiraan dan umur rencana dapat sama, di antaranya
yaitu:
1. Network diagram yang tepat dan lengkap telah tersedia;
2. Lama kegiatan perkiraan masing-masing kegiatan telah ditentukan;
3. Saat paling awal (SPA) dan saat paling lambat (SPL) tiap peristiwa telah
dihitung;
4. Ditentukan umur rencana (UREN).
B. Prosedur untuk Mempercepat Usia Proyek
Untuk dapat mempercepat usia proyek terdapat beberapa prosedur yang
dapat dilakukan, di antaranya yaitu:
1. Buat network diagram dengan nomor-nomor peristiwa sama seperti semula
dengan Lama kegiatan perkiraan baru untuk langkah ulangan, dan sama
dengan semula untuk langkah siklus pertama;
2. Dengan dasar saat paling awal peristiwa awal, SPA 1 = 0, dihitung saat
peristiwa lainnya. Umur perkiraan proyek (UPER) = saat paling awal
peristiwa akhir (SPA m, di mana m adalah nomor peristiwa akhir network
diagram atau nomor maksimal peristiwa);
3. Dengan dasar saat paling lambat peristiwa akhir network diagram (SPL m)
= umur proyek yang direncanakan (UREN), dihitung saat paling lambat
semua peristiwa;
4. Hitung total float (TF) pada semua kegiatan. Bila tidak terdapat total float
(TF) yang bernilai negatif, maka proses perhitungan selesai. Bila masih
terdapat total float (TF) berharga negatif, maka dilanjutkan ke langkah
berikutnya.
5. Cari lintasan atau lintasan-lintasan yang terdiri dari kegiatan-kegiatan yang
total float-nya (TF) masing-masing sebesar:
Total float (TF) = UREN – UPER
= SPL m – SPA m
= SPL 1 – SPA 1
6. Lama kegiatan dari kegiatan di atas adalah Ln, di mana n adalah nomor urut
kegiatan tersebut dalam satu lintasan;
7. Hitung Lama kegiatan baru dari kegiatan di atas (langkah ke-5 dan ke-6)
dengan menggunakan persamaan 2.5 berikut ini:
Ln (baru) = Ln (lama) + Ln (lama) x (UREN – UPER)
Li
Keterangan:
Ln (baru) = Lama kegiatan baru
Ln (lama) = Lama kegiatan lama
Li = Jumlah lama kegiatan-kegiatan pada satu lintasan yang
harus dipercepat.
UREN = Umur rencana proyek
UPER = Umur perkiraan proyek
8. Kembali ke langkah ke-1.

Anda mungkin juga menyukai