Anda di halaman 1dari 62

BIMBINGAN KEAGAMAAN TERHADAP SANTRI

DI ISTANA ANAK YATIM TANAH BUMBU

PROPOSAL SKRIPSI

Anggi Julianti Saputri


200104020215

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN ISLAM
BANJARMASIN
2023 M/ 1444 H
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................... i


A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 4
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 4
D. Signifikansi Penelitian ............................................................................... 4
E. Definisi Operasional .................................................................................. 6
F. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 7
G. Sistematika Penulisan ................................................................................ 9
H. Kajian Teori ............................................................................................ 10
1. Pengertian Bimbingan .......................................................................... 10
2. Pengertian Keagamaan ......................................................................... 12
3. Pengertian Bimbingan Keagamaan....................................................... 13
4. Tujuan dan Fungsi Bimbingan ............................................................. 15
5. Metode Bimbingan Keagamaan ........................................................... 19
6. Materi Bimbingan Keagamaan ............................................................. 29
7. Pengertian Anak Yatim ........................................................................ 34
8. Kedudukan Anak Yatim....................................................................... 35
9. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim .............................................. 36
I. Metode Penelitian.................................................................................... 30
1. Pendekatan dan Jenis Pendekatan......................................................... 30
2. Subjek dan Objek Penelitian ................................................................ 31
3. Lokasi Penelitian ................................................................................. 32
4. Data dan Sumber Data ......................................................................... 32
5. Teknik Pengumpulan Data ................................................................... 33
6. Pengolahan dan Analisis Data .............................................................. 34
7. Pengecekan Keabsahan Data ................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA SEMENTARA ............................................................................ 36
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 39

ii
A. Latar Belakang Masalah

Agama merupakan risalah yang disampaikan Tuhan kepada para

nabi-Nya untuk memberi peringatan kepada manusia, salah satunya adalah

agama Islam. 1 Agama Islam hadir untuk menyempurnakan agama-agama

lain karena telah merangkum semua bentuk kemaslahatan yang diajarkan

oleh agama sebelumnya. Agama islam merupakan agama yang istimewa

karena bisa diterapkan di setiap tempat, masa dan waktu. Sebagaimana

firman Allah dalam Q.S. al-maidah/5: 48.

ِ ‫ص ِذّلًا ِنّ َما تَْٕهَ َٔذَ ْٔ ًِ ِمهَ ْان ِك ٰر‬


ًِ ْٕ َ‫ة ََ ُم ٍَٕ ِْمىًا َعه‬ ِ ّ ‫ة تِ ْان َذ‬
َ ‫ك ُم‬ َ ‫ََاَ ْوزَ ْنىَا ٓ اِنَْٕكَ ْان ِك ٰر‬
Artinya: “Dan Kami telah menurunkan kitab suci (Al-Qur‟an) kepadamu

(Nabi Muhammad) dengan (membawa) kebenaran sebagai pembenar

kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan sebagai penjaganya (acuan

kebenaran terhadapnya).

Pada ayat diatas telah dijelaskan, bahwa Al-Qur’an merupakan

kitab suci umat islam sebagai penyempurna kitab sebelumnya yang terjaga

kemurnian dan keasliannya hingga kapanpun. Oleh karena itu Alquran

menjadi pedoman hidup bagi umat Islam yang berarti jika ajaran yang

terkandung di dalam Alquran diterapkan dengan baik dalam kehidupan

sehari-hari maka akan membentuk pribadi yang mulia salah satunya

pribadi yang senantiasa berbuat baik kepada sesama. Sebagaimana firman

Allah dalam Q.S. An-Nisa/4: 36

1
Muhammaddin Muhammaddin, ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama,‖ Jurnal Ilmu
Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1 (2013): 99–114.

1
‫ضاوًا ََّ ِتزِِ ْانمُ ْش ٰتّ ََ ْانَٕ ٰرمٰ ّ ََ ْان َمضٰ ِكٕ ِْه‬
َ ْ‫شْٕـًٔا ََّ ِت ْان َُا ِنذَٔ ِْه اِد‬
َ ًٖ ‫ّٰللا ََ ََل ذ ُ ْش ِشكُ ُْا ِت‬
َ ‫ََا ْعثُذ َُا ه‬

ْ ‫ض ِث ْٕ ِۙ ِم ََ َما َمهَ َك‬


ۗ ‫د ا َ ْٔ َماوُكُ ْم‬ ِ ‫ة ِت ْان َج ْۢ ْى‬
َّ ‫ة ََات ِْه ان‬ ِ ‫اد‬
ِ ‫ص‬ ِ ُ‫اس ْان ُجى‬
َّ ‫ة ََان‬ ِ ‫اس رِِ ْانمُ ْش ٰتّ ََ ْان َج‬
ِ ‫ََ ْان َج‬

‫ّٰللا ََل ٔ ُِذةُّ َم ْه َكانَ ُم ْخر ًَاَل فَ ُخ ُْ ًس ِۙا‬


َ ‫ا َِّن ه‬

Artinya: "Sembahlah Allah SWT dan janganlah kamu mempersekutukan-

Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-

bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga

dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, Ibnu sabil serta hamba sahaya

yang kamu miliki. Sesungguhnya Allah SWT tidak menyukai orang-orang

yang sombong dan membangga-banggakan diri‖.

Dalam surah tersebut menjelaskan tentang salah satu contoh

berbuat baik sesama manusia yaitu berbuat baik kepada anak-anak yatim.

Menyantuni anak yatim merupakan perbuatan yang sangat mulia dan

orang yang memelihara anak yatim diibaratkan dekat dengan Rasulullah

sedekat jari telunjuk dengan jari tengah ketika berada di syurga. Seperti

halnya yang dilakukan oleh pendiri Istana Anak Yatim Darul Azhar,

beliau sangat memuliakan anak yatim hingga mendirikan Panti Asuhan

yang diberi nama Istana Anak Yatim. Beliau memberi nama dengan

sebutan ―Istana‖ karena ingin meninggikan derajat anak-anak yatim karena

mereka berhak mendapatkan tempat yang mulia dengan harapan tidak ada

yang memandang mereka dengan sebelah mata.

Anak-anak yang berada di Istana telah kehilangan keharmonisan

dalam sebuah keluarga dan tidak lagi mendapatkan peran orang tua secara

maksimal dalam membimbing dan mengarahkan mereka. Sehingga

2
mereka belum mampu tumbuh dan berkembang secara optimal baik dari

segi rohani, jasmani, maupun sosial. Dengan begitu bimbingan keagamaan

sangat diperlukan dalam membimbing mereka agar dapat tumbuh dan

berkembang secara optimal, mampu mengambil kebijakan dalam setiap

tindakan yang dilakukan, dapat menerima dirinya sendiri serta mampu

mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki untuk meraih

kebahagaiaannya serta menyebarkan kebermanfaatan bagi dirinya dan

lingkungan disekitarnya.

Bimbingan yang diberikan merupakan bimbingan yang didasarkan

pada syariat islam yaitu bimbingan keagamaan. Kegiatan ini merupakan

bagian dari dakwah islam yang perlu dilakukan untuk membimbing dan

mengarahkan santri di Istana tersebut agar mendapatkan keselamatan

dalam hidupnya sesuai syariat islam. Dengan begitu, diharapkan bahwa

bimbingan keagamaan ini menjadikan mereka insan yang bertakwa kepada

Allah SWT dan berbuat baik kepada sesama

Setelah melakukan observasi awal terhadap Istana Anak Yatim

Tanah Bumbu, dapat dikemukakan bahwa istana ini merupakan satu-

satunya panti asuhan yang bergelar Istana Anak Yatim di Kalimantan

Selatan dan merupakan Istana Anak Yatim Termegah se-Indonesia yang

menampung, mengasuh, dan membina anak-anak dari seluruh Indonesia

dengan latar belakang yang berbeda-beda seperti anak yatim, piatu, yatim-

piatu, dan anak-anak yang dititipkan orangtuanya akibat kondisi ekonomi

3
yang rendah sehingga tidak memiliki kesanggupan dalam menghidupi

keluarganya dan sebagainya.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian lebih lanjut tentang bagaimana proses pelaksanaan

bimbingan keagamaan mengenai metode yang digunakan oleh Istana Anak

Yatim dalam memberikan bimbingan keagamaan yang hasilnya akan

dituangkan dalam bentuk proposal yang berjudul “BIMBINGAN

KEAGAMAAN TERHADAP SANTRI DI ISTANA ANAK YATIM

TANAH BUMBU”

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses pelaksanaan bimbingan keagamaan yang dilakukan

di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu?

2. Apa saja metode bimbingan keagamaan yang digunakan di Istana

Anak Yatim Tanah Bumbu?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui proses pelaksanaan bimbingan keagamaan yang

dilakukan di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

2. Untuk mengetahui apa saja metode bimbingan keagamaan yang

digunakan kepada santri di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

D. Signifikansi Penelitian

1. Secara Teoritis

a. Melalui penulisan ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan

4
wawasan mengenai proses pelaksanaan bimbingan keagamaan

khususnya pada metode yang digunakan dalam proses

membimbing para santri di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

b. Sebagai informasi tambahan mengenai penelitian bimbingan

keagamaan terhadap santri di Istana anak yatim Tanah Bumbu.

c. Sebagai masukan dan bahan referensi bagi yang ingin mendalami

penelitian tentang metode bimbingan keagamaan terhadap santri di

Istana anak yatim Tanah Bumbu.

2. Secara Praktis

a. Bagi Universitas Islam Antasari Banjarmasin

Penelitian ini dapat menambah koleksi karya ilmiah di

perpustakaan UIN Antasari Banjarmasin sehingga dapat digunakan

untuk bahan bacaan dan sebagai referensi dalam meningkatkan

wawasan pengetahuan yang berkaitan tentang materi dan metode

bimbingan keagamaan.

b. Bagi Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam

Penelitian ini dapat memberikan kesempatan untuk

mempraktekkan ilmu pengetahuan yang dimiliki penyuluh tentang

bimbingan keagamaan.

c. Bagi Peneliti

Peneliti bisa mencontoh dan menerapkan terkait metode

bimbingan keagamaan kepada anak-anak lain yang memang

memerlukan strategi tersebut dan peneliti memperoleh pengalaman

5
terjun langsung ke lapangan yang dapat dijadikan bekal untuk

melakukan penelitian selanjutnya.

E. Definisi Operasional

1. Bimbingan Keagamaan

Menurut Arifin, bimbingan keagamaan adalah usaha pemberian

bantuan kepada orang yang mengalami kesulitan baik lahiriyah

maupun batiniyah yang menyangkut kehidupan di masa kini dan di

masa mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang

mental dan spiritual agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi

kemampuan yang ada pada dirinya melalui dorongan dengan kekuatan

iman dan taqwa kepada Allah SWT.2

Bimbingan keagamaan yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah suatu kegiatan bimbingan keagamaan yang menyangkut

pembinaan beragama pada santri dengan menggunakan metode

tertentu yang bertujuan untuk membantu dan mengarahkan mereka

memahami makna hidup bahwa sangat perlu memiliki pemahaman

yang utuh tentang nilai dan ajaran islam sehingga dapat

mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

2. Santri Anak Yatim

Santri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sebutan bagi

anak yatim, piatu dan yatim piatu putra dan putri yang ada di Istana

Anak Yatim Tanah Bumbu

2
H. M Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama Di
Sekolah Dan Di Luar Sekolah (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 2.

6
3. Istana Anak Yatim

Istana yang dimaksud dalam penelitian disini merupakan bangunan

yang dihuni oleh anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu, yang

beralamat di Jalan Batu Benawa RT.09 Desa Bersujud Kecamatan

Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

F. Penelitian Terdahulu

1. Model Bimbingan Keagamaan Dalam Membina Akhlak Santri Istana

Anak Yatim Tanah Bumbu. Oleh: Ahmad Fadliansyah

a. Persamaan

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian

yang peneliti lakukan saat ini adalah sama-sama menggunakan

metode penelitian kualitatif dan penelitian ini juga sama-sama

berlokasi di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu

b. Perbedaan

Perbedaan penelitian yang peneliti lakukan dengan

penelitian terdahulu terdapat pada objek penelitiannya yaitu objek

penelitian terdahulu lebih menekankan kepada model bimbingan

terhadap santri sedangkan yang peneliti kaji lebih menekankan

pada metode yang digunakan dalam pelaksanaan bimbingan

keagamaan terhadap santri..

2. Bimbingan Keagamaan Terhadap Anak Di Panti Asuhan Harapan Kita

Kecamatan Tamban Kabupaten Barito Kuala. Oleh: Sahid Al-Fiki

7
a. Persamaan

Persamaan yang terdapat pada penelitian ini terletak pada

salah satu objek penelitiannya yaitu mengenai permasalahan

metode bimbingan keagamaan yang diberikan kepada anak-anak

yatim yang ada di panti asuhan.

b. Perbedaan

Perbedaan yang signifikan antara peneliti terdahulu dengan

yang peneliti lakukan sekarang adalah pada lokasi penelitian dan

perbedaan pada pendekatannya, peneliti terdahulu menggunakan

pendekatan dengan metode deksriptif analitis sedangkan yang

peneliti gunakan sekarang merupakan pendekatan dengan metode

deskritptif kualitatif.

3. Bimbingan Keagamaan Di Panti Asuhan Maqomammahmuda

Kecamatan Kahayan Hilir Pulang Pisau. Oleh: Neli Hartati

a. Persamaan

Persamaan pada penelitian ini terletak pada metodenya

yaitu sama-sama menggunakan metode kualitatif dengan jenis

penelitiannya yaitu field research. Persamaan berikutnya juga

terdapat pada objek yang akan di kaji dalam penelitian tersebut

salah satunya adalah bagaimana proses pelaksanaan bimbingan

yang dilakukan kepada anak-anak yatim.

8
b. Perbedaan

Perbedaan antara penelitian terdahulu dengan yang peneliti

lakukan yaitu terletak pada lokasi penelitiannya dan terdapat

perbedaan juga pada metode penelitian bagian pengecekan

keabsahan data dimana peneliti menggunakan triangulasi data agar

kesimpulan yang dihasilkan akurat dan tepat.

G. Sistematika Penulisan

BAB I: merupakan pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, definisi

operasional, penelitian terdahulu dan sistematika penulisan.

BAB II: merupakan uraian mengenai kajian teori yang meliputi

pemaparan tentang bimbingan keagamaan, dasar bimbingan keagamaan,

tujuan dan fungsi bimbingan keagamaan, metode dan materi bimbingan

keagamaan, pengertian anak yatim, kedudukan anak yatim, dan pandangan

islam terhadap anak yatim.

BAB III: merupakan bagian yang akan membahas tentang metode

penelitian yang terdiri dari jenis dan pendekatan penelitian, subjek dan

objek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data,

pengolahan data, analisis data, dan keabsahan data.

BAB IV: merupakan hasil penelitian dan pembahasan.

BAB V: merupakan penutup dari penelitian ini yang terdiri dari

kesimpulan dan saran-saran.

9
H. Kajian Teori

1. Bimbingan

Secara etimologi kata bimbingan merupakan terjemahan dari

bahasa inggris yaitu guidance yang berasal dari kata kerja 'to guide'

yang berarti menunjukkan, memberi jalan, atau menuntun orang lain

ke arah tujuan yang bermanfaat bagi kehidupannya di masa kini dan

mendatang. 3

Sedangkan bimbingan secara terminologi adalah proses

pemberian bantuan kepada individu yang dilaksanakan secara

berkesinambungan agar individu tersebut dapat memahami dirinya,

sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar

sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan

demikian dapat menikmati kebahagiaan hidupnya serta dapat

memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat

pada umumnya.4

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan

oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang, baik anak-

anak, remaja maupun dewasa agar orang yang dibimbing dapat

mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri. Bimbingan

adalah bantuan yang diberikan kepada individu untuk mengatasi

3
M Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT
Golden Terayon Press, 1994), h. 18.
4
W.S. Winkel, Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan (Jakarta: Gramedia
Widiasarana Indonesia, 1997), h. 67.

10
kesulitan-kesulitan di dalam hidupnya agar individu itu dapat mencapai

kesejahteraan hidupnya. Dengan kata lain, ―Bimbingan adalah bantuan

yang diberikan kepada seseorang dalam usaha memecahkan kesukaran

yang di alaminya‖. 5

Menurut E. Stoops dan G. Wahlquist (1985) yang dikutip oleh

Andi Mappaiare dalam bukunya yang berjudul pengantar Bimbingan

dan Konseling di Sekolah sebagai berikut: Bimbingan adalah Suatu

proses kontinyu dalam membantu perkembangan individu mencapai

kapasitasnya secara maksimum bagi kemanfaatan yang sebesar-

besarnya untuk dirinya sendiri dan untuk masyarakat.6

Menurut Singgih D Ganursa yang mengacu pada pendapat L. D.

Crow dan A. Crow, "Bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh

pribadi yang terdidik baik perempuan ataupun laki-laki yang terlatih,

kepada setiap individu yang usianya tidak ditentukan untuk menjalani

kegiatan-kegiatan hidup, mengembangkan sudut pandangnya

mengambil keputusannya sendiri dan menanggung beban sendiri. 7

Menurut pengertian dari beberapa ahli tersebut dapat

disimpulkan bahwa bimbingan merupakan kegiatan memberikan

bantuan kepada orang yang membutuhkan untuk memecahkan

permasalahan yang dialaminya agar membawa perubahan ke arah yang


5
Prayitno and Erman Amti, Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling (Jakarta: Rineka
Cipta, 2004), h.99.
6
Andi Mappiare, ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah,‖ Surabaya: Usaha
Nasional (1984), h.125-126.
7
Singgih D Gunarso, Psikologi Untuk Membimbing, (Jakarta: Gunung Mulia, 1995), Cet.
ke-9.

11
lebih baik dan menuju kehidupan yang sesuai dengan apa yang

diinginkan.

2. Keagamaan

Kata ―agama‖ berasal dari bahasa sanksakerta, serta terbentuk

dari dua akar suku kata yakni ―a‖ yang berarti tidak, dan ―gama‖ yang

berarti kacau. Hal ini mengandung pengertian bahwa agama

merupakan suatu proses yang mengatur kehidupan manusia agar tidak

kacau sesuai dengan aturan-aturan yang ada di Al-Qur'an dan hadits.8

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia, pengertian agama

merupakan salah satu segenap kepercayaan (kepada Tuhan, dewa, dan

sebagainya) serta dengan kewajiban-kewajiban dan ajaran kebaktian

yang bertautkan dengan kepercayaan itu.9 Sedangkan Keagamaan

adalah kata "agama" yang mendapat tambahan awalan "ke" dan

akhiran "an" yang berarti menyatakan suatu keadaan yang

berhubungan dengan agama. Keagamaan berarti sifat-sifat yang

terdapat dalam agama, atau segala sesuatu mengenai agama. 10

Agama menjabarkan hubungan antara dua pihak, dimana pihak

yang pertama yaitu mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang

kedua. Dengan demikian agama merupakan suatu hubungan antara

8
Kahmad Dadang, Sosiologi Agama, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 13.
9
W J S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka,
2006), Cet. Ke-3. h. 10-11.

10
Shihab M Quraish, Membumikan Al-Qur‟an, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. Ke-1, h.
209.

12
makhluk dengan Tuhannya, hubungan ini ada dalam sikap batinnya

serta tampak dalam ibadah yang dilakukan serta tercermin pada sikap

kesehariannya.11

3. Bimbingan Keagamaan

Bimbingan keagamaan merupakan proses untuk membantu

seseorang agar: (1) dapat memahami bagaiamana ketentuan dan

petunjuk Allah tentang kehidupan beragama, (2) menghayati ketentuan

dan petunjuk tersebut, (3) mau dan mampu menjalankan ketentuan dan

petunjuk Allah untuk beragama dengan benar sehingga yang

bersangkutan hidup dengan bahagia dunia dan akhirat karena terhindar

dari resiko menghadapi masalah-masalah yang berkenaan dengan

keagamaan.12

Menurut Dzaki, bimbingan keagamaan adalah suatu aktivitas

memberikan bimbingan, pelajaran dan pedoman kepada individu yang

meminta bimbingan potensi dan akal pikirannya, kepribadiannya,

keimanan dan keyakinannya sehingga dapat menanggulangi

problematika hidup dengan baik dan benar secara mandiri yang

berpandangan kepada Al-Qur'an dan As-sunnah Rasulullah SAW. 13

11
Albert Sydney Hornby, Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current English,
(London: Oxford University Press, 1955), h. 998.
12
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2001), h. 61.
13
Adz-Dzaki dan M. Hamdani Bakran, Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan
Metode Sufistik, (Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001), h. 137.

13
Menurut Arifin, bimbingan keagamaan adalah usaha pemberian

bantuan kepada orang yang mengalami kesulitan baik lahiriyah

maupun batiniyah yang menyangkut kehidupan di masa kini dan masa

mendatang. Bantuan tersebut berupa pertolongan di bidang mental dan

spiritual, agar orang yang bersangkutan mampu mengatasi kemampuan

yang ada pada dirinya melalui dorongan dengan kekuatan iman dan

taqwa kepada Allah.14

Menurut Anwar Sutoyo, bimbingan keagamaan diartikan

sebagai aktifitas yang bersifat ―membantu‖, dikatakan membantu

karena pada hakikatnya individu tersebutlah yang perlu hidup sesuai

dengan tuntunan Allah, mereka di tuntut harus aktif belajar memahami

sekaligus melaksanakan perintah Allah dengan harapan agar mereka

selamat dan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat. 15

Setelah mengetahui pengertian bimbingan keagamaan menurut

para ahli, maka peneliti menarik kesimpulan bahwa bimbingan

keagamaan merupakan proses pemberian bantuan secara sistematis dan

berkala kepada orang-orang yang mengalami kesulitan rohaniah

sehingga mereka dapat menentukan pilihan dan jalan keluarnya sesuai

dengan Al-Quran dan sunnah agar mencapai kebahagiaan hidup di

dunia dan akhirat.

14
H. M Arifin, Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama Di
Sekolah Dan Di Luar Sekolah, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h. 2.
15
Anwar Sutoyo, Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik) (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), h. 22.

14
4. Dasar Bimbingan Keagamaan

Bimbingan keagamaan dapat terus berjalan dengan baik karena

memiliki landasan dalam pelaksanaannya yang mengacu pada dua

aspek yaitu Al-Quran dan Hadits yang merupakan sumber terkuat

dalam agama Islam.

a. Al-Quran

Umat Islam sebagai umat yang di anugerahkan oleh Allah

sebuah kitab suci Al-Quran yang lengkap dengan segala petunjuk

yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan universal dan Nabi

Muhammad SAW sebagai mursyid pertama pada masa awal

pertumbuhan Islam yang menjadikan Al-Quran sebagai dasar

bimbingan keagamaan disamping sunnah beliau sendiri. Adapun

dalil-dalil yang berkenaan dengan bimbingan keagamaan

diantaranya adalah firman Allah SWT dalam Q.S Ali Imran/3: 104

ۗ ‫ع ِه ْان ُم ْى َك ِش‬ ِ َْ ‫ََ ْنرَكُ ْه ِّم ْىكُ ْم ا ُ َّمحٌ َّٔذْعُ ُْنَ اِنَّ ْان َخٕ ِْش َََٔأ ْ ُم ُش َْنَ تِ ْان َم ْع ُش‬
َ َ‫ف ََ َٔ ْى ٍَ ُْن‬
ٰٰۤ ُ
َ‫َنىِٕكَ ٌُ ُم ْان ُم ْف ِه ُذ ُْن‬ ‫ََا‬

Artinya: ―Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat

yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma‟ruf

dan mencegah dari yang munkar, mereka itu adalah orang-orang

yang beruntung‖.

Selain itu dalil tentang bimbingan keagamaan juga terdapat

dalam Q,S. An-Nahl/16: 125

15
‫ض ۗهُ ا َِّن‬
َ ْ‫ٓ اَد‬ ْ ِ‫ضىَ ِح ََ َجاد ِْن ٍُ ْم ِتانَّر‬
َ ٌِ ٓ َ ‫ظ ِح ْان َذ‬ َ ّ‫اُدْعُ ا ِٰن‬
َ ‫ص ِث ْٕ ِم َس ِتّكَ ِت ْان ِذ ْك َم ِح ََ ْان َم ُْ ِع‬

َ‫ص ِث ْٕ ِه ًٖ ٌََ َُُ ا َ ْعهَ ُم ِت ْان ُم ٍْر َ ِذْٔه‬


َ ‫ع ْه‬ َ ‫َستَّكَ ٌ َُُ ا َ ْعهَ ُم ِت َم ْه‬
َ ‫ض َّم‬

Artinya: ―serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan

hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan

cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih

mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah

yang lebih mengetahu orang-orang yang mendapat petunjuk‖.

Al-Quran secara normatif juga mengungkapkan lima aspek

yang terkait dengan bimbingan dalam dimensi kehidupan manusia

yang meliputi:

1) Membimbing manusia (hifdz al-din) yang mampu menjaga

eksistensi agamanya, memahami dan melaksanakan ajaran

agama secara konsekuen dan konsisten, mengembangkan dan

meramaikan, meramaikan dan menyiarkan.

2) Membimbing dan menjaga jiwa (hifdz al-nafs) yang memenuhi

hak dan kelangsungan hidup diri sendiri dari masing-masing

anggota masyarakat, karenanya perlu diterapkan hukum pidana

Islam bagi yang melanggarnya.

3) Membimbing dan menjaga akal pikiran (hifdz al-aql) yang

menggunakan akal pikirannya untuk memahami tanda-tanda

kebesaran Allah SWT dan hukum-hukum-Nya dan

menghindari dari perbuatan yang merusak diri dan akal

pikirannya.

16
4) Membimbing dan menjaga keturunan (hifdz al-nash) yang

mampu menjaga dan melestarikan generasi muslim yang

tangguh dan berkualitas. Menghindari perilaku seks

menyimpang seperti free sex, homoseksual, lesbian dan

sodomi yang merusak kehormatan manusia.

5) Membimbing manusia dan menjaga harta benda dan

kehormatan (hifdz almal wa al-„irdh) yang mampu

mempertahankan hidup melalui pencarian rezeki yang halal.

Menjaga kehormatan diri dari pencurian, penipuan,

perampokan, riba dan perbuatan zalim lainnya.

b. Hadits

Hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan ketetapan

Nabi Muhammad SAW yang berkaitan dengan hukum. Hadits

merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Quran yang posisinya

sebagai pembentuk hukum jika tidak ada dalam Al-Quran dan juga

berfungsi sebagai penjelas mengenai makna-makna yang belum

jelas dan masih perlu dipahami. 16

Hadits mengenai dasar dalam bimbingan keagamaan adalah

seperti yang dilakukan nabi Muhammad SAW sebagai berikut:

Artinya: ―Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika

kalian selalu berpegang teguh kepadanya niscaya selama-lamanya

16
Anwar Sutoyo, Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik) (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2013), h. 26.

17
tidak akan pernah salah langkah tersesat jalan; sesuatu itu yakni

Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya‖. (H. R. Ibnu Majah)

5. Tujuan dan Fungsi Bimbingan

Secara garis besar, tujuan bimbingan keagamaan yaitu

membantu individu mewujudkan dirinya sebagai manusia seutuhnya

agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Bimbingan ini

juga bertujuan untuk membantu individu mencegah timbulnya masalah

bagi dirinya sendiri. Karena berbagai faktor, individu terpaksa untuk

menghadapi suatu permasalahan dan terkadang mereka tidak mampu

memecahkannya sendirian, maka bimbingan diperlukan dengan tujuan

untuk membantu mereka mencari jalan keluar dari suatu permasalahan

tersebut. Dengan demikian, tujuan bimbingan keagamaan yaitu:

a. Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia

seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

b. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah sendirian.

c. Membantu individu untuk mengatasi masalah yang sedang

dihadapinya.

d. Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi,

kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi

lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi

dirinya dan orang lain.17

17
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 35-36.

18
Dengan memperhatikan tujuan dari bimbingan kegamaan yang

telah dijabarkan, maka dapat dirumuskan fungsi dari bimbingan

keagamaan seperti berikut:

a. Fungsi preventif, yakni membantu individu menjaga atau

mencegah timbulnya masalah bagi dirinya.

b. Fungsi kuratif atau korektif, yakni membantu individu

memecahkan masalah yang sedang dihadapi atau dialaminya.

c. Fungsi preservatif, yakni membantu individu menjaga agar situasi

dan kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah)

menjadi baik (terpecahkan) dan keadaan yang baik tersebut dapat

bertahan lama (in sate of good).

d. Fungsi development atau pengembangan, yakni membantu individu

untuk memelihara dan mengembangkan situasi serta kondisi yang

telah baik agar tetap baik atau menjadi lebih baik, sehingga tidak

memungkinkannya menjadi sebab munculnya masalah baginya. 18

6. Metode Bimbingan Keagamaan

Istilah metode dalam bahasa inggris disebut ―method‖, berasal dari

bahasa Yunani ―methodos‖ artinya sebagai rangkaian sistematis yang

merujuk pada tata cara yang sudah terbina melalui perencanaan yang

pasti, aman dan logis. Sedangkan metode dari segi bahasa berasal dari

dua kata yaitu meta (melalui) dan hodos (jalan atau cara). Dapat

18
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 37.

19
disimpulkan bahwa metode merupakan sebuah cara yang ditempuh

agar dapat mencapai suatu tujuan yang diinginkan. 19

Jika dikorelasikan pada kegiatan bimbingan keagamaan, maka

dapat disimpulkan bahwa metode bimbingan keagamaan merupakan

sebuah cara yang ditempuh agar memperoleh hasil dari tujuan yang

dicapai dalam kegiatan bimbingan keagamaan tersebut. Sebagaimana

firman Allah SWT dalam Q.S An-Nahl/16: 125

َ‫ض ۗهُ ا َِّن َستَّك‬


َ ْ‫ٓ اَد‬ ْ ‫ضىَ ِح ََ َجاد ِْن ٍُ ْم ِتانَّ ِر‬
َ ٌِ ٓ َ ‫ظ ِح ْان َذ‬ َ ّ‫اُدْعُ ا ِٰن‬
َ ‫ص ِث ْٕ ِم َس ِتّكَ ِت ْان ِذ ْك َم ِح ََ ْان َم ُْ ِع‬

َ‫ص ِث ْٕ ِه ًٖ ٌََ َُُ ا َ ْعهَ ُم ِت ْان ُم ٍْر َ ِذْٔه‬


َ ‫ع ْه‬ َ ‫ٌ َُُ ا َ ْعهَ ُم ِت َم ْه‬
َ ‫ض َّم‬

Artinya: ―serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah

dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang

baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang

siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahu

orang-orang yang mendapat petunjuk‖.

Berdasarkan analisis terhadap ayat diatas, ditemukan 3 penggunaan

metode yang tepat untuk membimbing dalam rangka menyeru pada

kebaikan, hal demikian sangat relevan sebagai metode dalam kegiatan

bimbingan keagamaan. Tiga metode tersebut akan diuraikan sebagai

berikut:

a. Al-Hikmah

Menurut Syekh Zamakhsyari dalam kitabnya ―al-Kasyaf‖,

Al-Hikmah adalah perkataan yang pasti dan benar. Ia adalah dalil

19
Malik Idris, Strategi Dakwah Kontemporer (Makassar: Sarwah Press, 2007).

20
yang menjelaskan kebenaran dan menghilangkan keraguan atau

kesamaran. Hikmah juga diartikan sebagai Al-Quran yakni ajaklah

mereka (manusia) mengikuti kitab yang memuat hikmah. 20

Bimbingan menggunakan metode al-hikmah merupakan

bimbingan yang mengacu pada seruan kepada jalan Allah dengan

pertimbangan ilmu pengetahuan seperti bijaksana, adil, sabar dan

penuh ketabahan, argumentatif, selalu memperhatikan keadaan

yang dibimbing. 21 Hal ini menunjukkan bahwa metode al-hikmah

memberi isyarat pada pembimbing harus memiliki wawasan yang

luas, tidak hanya paham tentang ilmu agama namun paham tentang

ilmu-ilmu umum lainnya. Selain itu, pembimbing juga harus

membimbing dengan perkaataan yang lembut, sabar, ramah tamah

dan lapang dada.

b. Al-Mauidzah Al-Hasanah

Metode al-mauidzah al-hasanah secara bahasa terdiri dari

dua kata yaitu al-mauidzah yang berarti nasihat, bimbingan,

pendidikan dan peringatan dan al-hasanah yang berarti kebaikan.22

Membimbing dengan metode al-mauidzatul al-hasanah berarti

memberikan nasihat dan menyampaikan ajaran Islam dengan

penuh kasih sayang agar yang dibimbing dapat memahami dan

20
Munzier Suparta and Harjani Hefni, Metode Dakwah (Jakarta: Prenadamedia Group,
2015), h. 11.
21
Muhiddin, Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h.
164.
22
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

21
mengikuti dari apa yang diterimanya hingga dapat menyentuh

hatinya.

Mau’idzah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang

mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisah-

kisah, berita gembira, peringatan, pesanpesan positif (wasiat) yang

bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan

kedamaian dunia dan akhirat.

Bahasa dalam memberikan bimbingan dengan al-

mau‟idzah al-hasanah, merupakan cara yang paling banyak

digunakan. Dengan demikian, bahasa mempunyai peran yang

sangat besar dalam mengendalikan tingkah laku manusia. Maka

perlunya pengkajian konsep Al-Quran tentang penggunaan tutur

kata (qaul) dalam memberikan bimbingan. Konsep Alquran tentang

bahasa atau tutur kata (qaul) dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Qaulan Baligha (Perkataan yang Membekas pada Jiwa)

Menurut Ishfihani perkataan yang baligh (membekas atau

tajam) mempunyai dua arti :Pengertian pertama yaitu suatu

perkataan dianggap baligh, manakala berkumpul padanya tiga

sifat: (a) memiliki kebenaran dari sudut bahasa, (b)

mempunyai kesesuaian dengan apa-apa yang dimaksudkan,

dan (c) mengandung kebenaran secara substansial. Sedangkan

pengertian kedua yaitu suatu perkataan dinilai baligh jika

perkataan itu membuat lawan bicara terpaksa harus

22
mempersepsi perkataan itu sama dengan apa yang

dimaksudkan oleh pembicara, sehingga tidak ada celah untuk

mengalihkan perhatian ke permasalahan lain.25

2) Qaulan Layyina (Perkataan yang Lemah Lembut)

Bimbingan dengan qaulan layyina dapat dipahami sebagai

bimbingan dengan tutur kata yang lemah lembut, yakni kata-

kata yang dirasakan oleh mad’u sebagai sentuhan yang halus

tanpa menyentuh atau mengusik kepekaan perasaan.

3) Qaulan Maysura (Perkataan yang Ringan)

Menurut bahasa Arab, term qaulan maysura berasal dari

kata ―yasara‖ yang berarti mudah, lawan dari maysura yang

berarti sulit. Ketika kata masyura dikatakan dengan sifat qaul,

maka dapat dipahami sebagai perkataan yang mudah diterima

dan pantas didengar. Bimbingan dengan qaulan maysura

artinya pesan atau materi yang disampaikan itu sederhana,

mudah dimengerti dan dipahami secara spontan tanpa harus

berpikir dua kali. Qaulan masyura ditujukan kepada orang-

orang yang berada di bawah garis kemiskinan yang

membutuhkan pertolongan, sehingga mereka jarang bisa

menerima informasi yang diterimanya dengan cermat.

4) Qaulan Karima (Perkataan yang Mulia)

Menurut bahasa Arab, term karima mengandung arti kata-

kata yang penuh dengan kebajikan (katsir alkhair). Jika

23
dikaitkan dengan qaul, maka ia berarti sahlan wa layyinan,

yakni perkataan yang mudah dan lembut. Inilah etika

komunikasi dalam Islam, yaitu penghormatan terhadap orang

tua. Berkomunikasi dengan orang lain dengan penuh rasa

hormat. Dengan demikian, penggunaan qaulan karima ini

didasarkan pada prinsip pergaulan dalam Islam, yaitu

menghormati yang lebih tua dan menghormati yang muda.

5) Qaulan Sadida (Perkataan yang Benar)

Menurut Ibnu Mazhur, kata sadida yang dikaitkan dengan

kata qaula mempunyai makna ―mengenai sasaran‖ (yushib al-

qashad), karena itu pesa atau materi bimbingan secara

psikologi dapat menyentuh mad’u.

6) Qaulan Ma‟rufa (Perkataan yang Baik)

Menurut bahasa Arab, kata al-ma‟ruf sering diartikan

dengan al-khair atau al-ihsan yang diterjemahkan ke dalam

bahasa Indonesia ―yang baik-baik‖. Jadi, qaulan marufa dapat

diartikan dengan perkataan atau ungkapan yang baik dan

pantas.

Dari uraian-uraian di atas dapat dikatakan bahwa

bimbingan al-mauidzah al-hasanah atau bimbingan dengan

pengajaran yang baik. Tidak hanya memperhatikan persoalan

materi tetapi perlu juga memperhatikan kesuaian materi tersebut

dengan golongan objek dakwah. Hal demikian dengan pemilihan

24
materi yang indah dan menyejukkan bagi para umat. Jadi, metode

ini merupakan cara membimbing dengan memberikan nasihat-

nasihat atau menyampaikan ajaran Islam dengan rasa kasih sayang,

sehingga nasihat dan ajaran Islam yang disampaikan itu dapat

menyentuh hati mereka.

c. Al-Mujadalah Bi al-Lati Hiya Ahsan

Menurut segi etimologi lafadz mujadalah diambil dari kata

jadala yang bermakna memintal. Apabila dibubuhkan alif pada

hutuf Jim yang mengikuti wazan Faa’ala, jaa dala dapat bermakna

berdebat dan mujaadalah adalah perdebatan. 23 Metode ini lebih

populer disebut dengan metode dikusi, yaitu saling silang dalam

menyampaikan dalil dalam sebuah perdebatan

Sedangkan menurut istilah, terdapat beberapa pengertian

tentang metode mujadalah :

1) Menurut al-Maraghi, mujadalah berarti berdialog dan

berdiskusi agar mereka patuh dan tunduk.

2) Al-Zamahsyari mengartikan mujadalah sebagai metode yang

paling bagus dalam berdialog, yaitu dengan lemah lembut,

tanpa kekerasan.

23
Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011).

25
3) M. Natsir berpendapat bahwa al-mujadalah bi al-laty hiya

ahsan dapat saja diterapkan baik kepada golongan cerdik

maupub terhadap golongan awam. 24

Metode bimbingan keagamaan diperlukan agar keefektifitasan

dalam membimbing ditujukan agar objek bimbingan timbul kesadaran

memahami, menghayati dan mengamalkan apa yang telah disampaikan

dalam proses bimbingan.

1. Metode langsung

Metode Langsung (face to face) adalah metode dimana

pembimbing melakukan komunikasi langsung bertatap muka)

dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dapat dirinci

menjadi:

a. Metode Individual

Pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi langsung

secara individual dengan pihak yang dibimbingnya. Hal ini

dapat dilakukan dengan menggunakan tehnik :

a) Percakapan pribadi, yakni pembimbing melakukan dialog

langsung tatap muka dengan pihak yang dibimbing.

b) Kunjungan ke rumah (home visit), yakni pembimbing

mengadakan dialog dengan terbimbing tetapi dilaksanakan

di rumah terbimbing sekaligus untuk mengamati keadaan

rumah terbimbing dan lingkungannya.

24
Awaludin Pimay, Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-Qur‟an
(Semarang: Rasail, 2006), h. 71-72.

26
c) Kunjungan dan observasi kerja, yakni pembimbing

melakukan percakapan individual sekaligus mengamati

kerja terbimbing dan lingkungannya.

b. Metode Kelompok

Pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan

terbimbing dalam kelompok. Hal ini dapat dilakukan dengan

tehnik-tehnik :

a) Diskusi kelompok, yakni pembimbing melaksanakan

bimbingan dengan cara mengadakan diskusi bersama

kelompok terbimbing yang mempunyai masalah yang sama.

b) Karyawisata, yakni bimbingan kelompok yang dilakukan

secara langsung dengan mempergunakan ajang karyawisata

sebagai forumnya.

c) Sosiodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan cara

bermain peran untuk memecahkan/mencegah timbulnyam

(psikologis).

d) Psikodrama, yakni bimbingan yang dilakukan dengan cara

bermain peran untuk memecahkan atau mencegah

timbulnya masalah (psikologis).

e) Group teaching, yakni pemberian bimbingan dengan

memberikan materi bimbingan tertentu (ceramah) kepada

kelompok yang telah disiapkan.

2. Metode Tidak Langsung

27
Metode tidak langsung (metode komunikasi tidak langsung)

adalah metode bimbingan yang dilakukan melalui media

komunikasi masa. Hal ini dapat dilak ukan secara individual

maupun kelompok, bahkan massal.

a. Metode individual

1. Melalui surat menyurat.

2. Melalui telepon.

b. Metode kelompok

1) Melalui papan bimbingan.

2) Melalui surat kabar/majalah.

3) Melalui brosur.

4) Melalui radio (media audio).

5) Melalui Televisi25

Pemberian metode bimbingan agama dalam memperbaiki perilaku

menyimpang yang dilakukan anak yatim harus diberikan sesuai dengan

kondisi mereka yang berada di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

Dengan penggunaan metode yang sesuai, maka mereka akan lebih

mudah memahami bimbingan keagamaan yang diberikan dan

memahami dengan benar ajaran agama Islam khususnya mengenai

perilaku khazanah terhadap sesama di lingkungan sekitar sesuai Al-

Qur'an dan Hadits.

25
Ainur Rahim Faqih, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam (Yogyakarta: UII Press,
2004), h. 53.

28
7. Materi Bimbingan Keagamaan

Dalam memberikan bimbingan keagamaan ada beberapa materi

yang diberikan sebagai pedoman untuk disampaikan kepada klien atau

objek yang dibimbingn yang bersumber pada agama yang terkandung

dalam Al-Quran dan hadits, yang meliputi aspek:

a. Materi Akidah (Tauhid dan Keimanan)

Aqidah (keimanan) merupakan sistem kepercayaan yang

berpangkal atas kepercayaan dan keyakinan yang sungguh-sungguh

akan ke-Esaan Allah SWT.26 Sebagaimana firman Allah SWT

dalam Q.S. Al-An’am/6: 82


ٰٰۤ ُ ْ ُ
ࣖ َ‫َنىِٕكَ نَ ٍُ ُم ْاَلَ ْمهُ ٌََُ ْم ُّم ٍْرَذ َُْن‬ ‫اَنَّ ِزْٔهَ ٰا َمىُ ُْا ََنَ ْم َٔ ْه ِثضُ ُْٓا اِ ْٔ َماوَ ٍُ ْم ِتظه ٍم ا‬

Artinya:―Orang-orang yang beriman dan tidak

mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),

mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah

orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Aqidah merupakan barometer bagi perbuatan, ucapan

dengan segala bentuk interaksi sesama manusia. Berdasarkan

keterangan Alquran dan sunah, iman kepada Allah SWT menuntut

seseorang mempunyai akhlak yang terpuji. Sebaliknya, akhlak

tercela membuktikan ketidakadaaniman tersebut.27

26
Aminuddin Sanwar, Pengantar Studi Ilmu Dakwah (semarang: Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo, 1985), h. 75.
27
Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 43.

29
Iman menurut bahasa yaitu membenarkan perkataan

seseorang dengan sepenuhnya serta percaya terhadapnya.

Sedangkan istilah agama, iman yaitu membenarkan apa yang

diberitakan oleh Rasulullah SAW dengan sepenuhnya tanpa perlu

bukti yang Nampak serta percaya dan yakin terhadapnya. 28

Sebagaimana firman Allah SWT bahwasannya ada enam

iman yang wajib kita imani, yaitu:

1) Iman kepada Allah SWT, yaitu dengan meyakini bahwa Allah

itu wujud dan Esa.

2) Iman kepada Malaikat, mengimani bahwa malaikat sebagai

makhluk yang tercipta dari nur (cahaya) untuk melaksanakan

perintah Allah.

3) Iman kepada Kittab-kitab Allah

4) Iman kepada rasul-rasul Allah

5) Iman kepada Hari Akhir

6) Iman kepada Qada dan Qadar (takdir Allah), ridha kepada

takdir baik maupun buruk setelah melakukan usaha dan ikhlas

menerima hasilnya.29

b. Syari’ah

Syariah sangat erat hubungannya dengan akidah, jika

akidag merupakan iman atau keyakinan maka syariah merupakan

28
Maulana Muhammad Yusuf Al-Khandalawi, Muntakhab Al-Hadits (Bandung: Pustaka
Setia, 2007), h. 3.
29
Syaikh Muhammad Bin Jamil Zainu, Bimbingan Islam (Jakarta: Darul Haq, 2013), h. 7.

30
bentuk perwujudan yang dilakukan setelah keimanan, yakni amal

saleh yang dilakukan dalam perbuatan sehari-hari sesuai dengan

syariat agama Islam singkatnya ialah seperangkat aturan yang

mengatur kehidupan manusia dari segala aspek. 30

1) Ibadah

a. Ibadah mahdhah, yaitu ibadah langsung kepada Allah SWT

seperti sholat, puasa, membayar zakat, dan menunaikan

haji bagi yang mampu.

b. Ibadah ghair mahdhah, yaitu ibadah yang dilakukan

kepada makhluk Allah SWT seperti menyantuni anak

yatim, menyantuni kaum dhuafa, gotong royong, berbuat

baik antar sesama dan lain sebagainya.

2) Muamalah’

Muamalah adalah interaksi dan komunikasi antar sesama

manusia sebagai makhluk sosial dalam kerangka hablun min

an-nas. Muamalah merupakan ketetapan Allah SWT yang

mengatur hubungan masyarakat dengan sesamanya dan dengan

lingkungannya. 31

c. Akhlak

Secara Istilah, akhlak merupakan tingkah laku seseorang

yang didorong oleh keinginannya secara sadar untuk melakukan

30
Asy’ari and Akhwan Mukarrom, Pengantar Studi Islam (Surabaya: IAIN Sunan Ampel
Press, 2005), h. 105.
31
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Pernada Media, 2004), h. 21-22.

31
suatu perbuatan baik dan buruk tanpa pemikiran dan pertimbangan

terlebih dahulu. 32

Akhlak juga dapat diartikan sebagai sebuah kata yang

digunakan untuk mengistilakan perbuatan manusia yang kemudian

di ukur dengan baik atau buruk. Dalam islam ukuran yang

digunakan untuk melihat perbuatan baik dan buruk tidak lain

adalah ajaran-ajaran Islam itu sendiri (Alquran dan Hadits).33

Manusia akan dinilai berakhlak apabila jiwa dan tindakannya

menunjukkan hal-hal yang baik. Demikian pula sebaliknya,

manusia akan dinilai berakhlak buruk apabila jiwa dan tindakannya

menunjukkan perbuatan yang dipandang tercela. Islam memandang

manusia sebagai hamba yang memilki dua pola hubungan yaitu

hablun min Allah dan hablun min an-nas.

Pertama, hablun min Allah yaitu pola hubungan yang

berbentuk vertikal antara manusia dengan Allah SWT. Hubungan

ini merupakan kewajiban bagi manusia sebagai makhluk Allah

yang harus bertakwa kepada Tuhan-Nya, sebagaimana firman

Allah SWT dalam Q.S. Adz-Dzariyat/51: 56

‫ش ا ََِّل ِن َٕ ْعثُذ َُْ ِن‬ ِ ْ ََ ‫ََ َما َخهَ ْمدُ ْان ِج َّه‬
َ ‫اَل ْو‬

Artinya: ―Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan

supaya mereka mengabdi kepada-Ku‖.

32
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta: Pernada Media, 2004), h. 22.
33
Nipan Abdul Halim, Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji (Jakarta: Mitra Pustaka,
2000), h. 9.

32
Kedua, hablun min an-nas yaitu pola hubungan yang

berbentuk secara horizontal artinya hubungan yang terjalin antar

sesama manusia. Hubungan ini merupakan kodrat manusia sebagai

makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.

Terdapat perintah Allah agar manusia saling mengenal, saling

mengasihi dan tolong-menolong, sebagaimana firman Allah SWT

dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 213

َ ‫ش ِِشٔهَ ََ ُم ْىز ِِسٔهَ ََأ َ ْوزَ َل َم َع ٍُ ُم ْان ِكر‬


‫َاب‬ ّ ‫ّٰللاُ انىَّ ِث ِّٕٕهَ ُم َث‬
َّ ‫ث‬ ِ ََ ً‫اس أ ُ َّمح‬
َ ‫ادذَج ً فَ َث َع‬ ُ َّ‫َكانَ انى‬

‫ف ِفٕ ًِ إِ ََّل انَّزِٔهَ أَُذُُيُ ِم ْه‬


َ َ‫اخرَه‬
ْ ‫اخرَهَفُُا ِفٕ ًِ ۚ ََ َما‬ ِ ّ ‫ِت ْان َذ‬
ِ َّ‫ك ِن َٕذْ كُ َم َتْٕهَ انى‬
ْ ‫اس ِفٕ َما‬

َّ َِ‫َت ْع ِذ َما َجا َءذْ ٍُ ُم ْان َث ِّٕىَاخُ َت ْغًٕا َت ْٕىَ ٍُ ْم ۖ فَ ٍَذ‬


ْ ‫ّٰللاُ انَّزِٔهَ آ َمىُُا ِن َما‬
َ‫اخرَهَفُُا ِفٕ ًِ ِمه‬

ِ ّٰ َ‫ّٰللاُ َٔ ٍْذِْ َم ْه َٔشَا ُء إِن‬


‫ص َشاطٍ ُم ْضر َ ِم ٍٕم‬ ِ ّ ‫ْان َذ‬
َّ ََ ۗ ًِ ِ‫ك تِإِرْو‬

Artinya: ―Manusia itu adalah umat yang satu, (setelah timbul

perselisihan), maka Allah mengutus para nabi, sebagai pemberi

peringatan dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang

benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang

perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang

kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka

kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan

yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah

memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran

hal yang mereka perseisihkan itu dengan kehendak-Nya. Dan Allah

selalu memberi petunjuk orang yang dikehendaki-Nya kepada

jalan yang lurus‖.

33
8. Pengertian Anak Yatim

Secara etimologis, yatim berasal dari bahasa Arab yaitu yatamaa-

yatiimu-yatiiman yang artinya lemah, letih, terlepas. Sedangkan dalam

kamus al-munjid, yatim berarti anak yang kehilangan ayahnya

sedangkan ia belum sampai kepada batas orang dewasa. 34 Sedangkan

pengertian yatim secara terminologi dalam kamus bahasa indonesia

adalah anak yang tidak beribu atau berbapak, tetapi sebagian orang

memakai kata yatim untuk anak yang bapaknya meninggal. 35

Pengertian tersebut dipertegas dalam kamus istilah fiqh bahwa

yatim adalah anak laki-laki atau perempuan yang ditinggal wafat oleh

ayahnya sebelum akil baligh (dewasa). Sedangkan piatu adalah anak

yang tidak hanya yatim, namun juga tidak ada yang memeliharanya. 36

Jadi, anak yatim adalah anak yang ditinggal wafat oleh ayahnya,

sedangkan ia belum berada dalam usia baligh dan belum dapat

mengurus dirinya dengan baik. Dalam ajaran islam, baligh merupakan

batas usia dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.37

34
Luis Al-Ma’luf, Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam (Beirut, Libanon: Dar El-Masyrek,
1986).
35
Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h.
1152.
36
M. Abdul Mujib, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994).
37
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam, (jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994), h. 316.

34
9. Kedudukan Anak Yatim

Dalam Al-Quran, Allah SWT berkali-kali menyebutkan anak

yatim. Kata yatim menunjukkan pada suatu kemiskinan serta kepapaan

dan definisinya yatim digambarkan sebagai orang yang mengalami

penganiayaan, perampasan harta, dan tidak memperoleh kehormatan

serta pelayanan yang layak. Alquran dan hadits secara tegas

memerintahkan agar kita berbuat baik kepada anak yatim. Mereka

adalah sosok yang harus dikasihi, dipelihara, dan diperhatikan.

Kedudukan anak-anak yatim dalam Islam sangat tidak diisepelekan. 38

Artinya mereka mereka mendapatkan kedudukan yang tinggi.

Rasulullah bersabda, ―Barangsiapa yang mengasuh tiga anak yatim,

dia bagaikan bangun pada malam hari dan puasa pada siang harinya,

dan bagaikan orang yang keluar setiap pagi dan sore menghunus

pedangnya untuk berjihad fisabilillah. Dan kelak disurga bersamaku

bagaikan saudara, sebagaimana kedua jari ini, yaitu jari telunjuk dan

jari tengah.‖ (HR. Ibnu Majah) 39

Dari hadis diatas menjelaskan tentang ganjaran bagi orang-orang

yang berkenan mengasuh anak-anak yatim. Sehingga Rasulullah

sendiri berkenan untuk menyanding orang tersebut disurga nantinya.

Selain itu, Rasulullah juga berkata bahwa barangsiapa yang didalam

rumahnya terdapat anak yatim yang diasuh dengan baik, penuh kasih

38
Muhammad Irfan Firdauz, Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim, (Yogyakarta:
Pustaka Albani, 2012), h. 11.
39
Muhammad Irfan Firdauz, Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim, (Yogyakarta:
Pustaka Albani, 2012), h.

35
sayang, maka rumah tersebut adalah sebaikbaik rumah kaum

muslimin. Betapa keutamaan ini merupakan tambang yang amat besar

untuk dijadikan sarana pencari mutiara surga. Jika kita ikhlas karena

Allah, hanya dengan mengusap kepala anak yatim pun, kita akan

mendapatkan kebaikan dari Allah SWT. Sebanyak rambut yang kita

usap kepalanya. Sehingga, janganlah sekali-kali menyepelekan

kedudukan anak yatim, jika tidak ingin merugi. 40

Allah sangat membenci orang-orang yang menelantarkan anak-

anak yatim, atau berlaku sewenang-wenang terhadap mereka.

Contohnya berbuat aniaya, mendzalimi, menghardik, memakan

hartanya, memperalatnya, atau tidak peduli terhadap nasib anak yatim.

Allah SWT berfirman dalam Q.S. Ad-Dhuha/93: 9

‫فَا َ َّما ْانَٕرِٕ َْم فَ ََل ذ َ ْم ٍَ ۗ ْش‬

Artinya: “Sebab itu, terhadap anak yatim jangalah berlaku sewenang-

wenang”.41

10. Pandangan Islam Terhadap Anak Yatim

Agama Islam sebagai agama pembawa rahmat, membimbing

manusia dengan ajaran rahmat-Nya yang mencakup segala aspek

kehidupan manusia yaitu ajaran yang memerintahkan manusia sebagai

mahkluk sosial untuk perduli terhadap fenomena lingkungannya,

40
Muhammad Irfan Firdauz, Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim, (Yogyakarta:
Pustaka Albani, 2012), h.
41
Muhammad Irfan Firdauz, Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim, (Yogyakarta:
Pustaka Albani, 2012), h.

36
terutama yang menyangkut anak yatim. Sebagaimana firman Allah

SWT dalam Q.S. Al-Baqarah/2: 220

ْ ِ‫ع ِه ْانَٕ ٰرمٰ ّۗ لُ ْم ا‬


‫ص ََل ٌح نَّ ٍُ ْم َخٕ ٌْش ۗ ََا ِْن ذُخَا ِنطُ ٌُُْ ْم‬ ٰ ْ ََ ‫فِّ انذُّ ْوَٕا‬
َ َ‫اَل ِخ َشجِ ۗ َََٔضْـَٔهُ ُْوَك‬

‫ع ِزٔ ٌْز َد ِك ْٕ ٌم‬


َ ‫ّٰللا‬ ‫خ ۗ ََنَ ُْ ش َٰۤا َء ه‬
َ ‫ّٰللاُ ََلَ ْعىَرَكُ ْم ا َِّن ه‬ ْ ‫ّٰللاُ َٔ ْعهَ ُم ْان ُم ْف ِضذَ مِهَ ْان ُم‬
ِ ‫ص ِه‬ ‫فَا ِْخ َُاوُكُ ْم ۗ ََ ه‬

Artinya: ―Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu

(Muhammad) tentang anak-anak yatim, katakanlah: “Memperbaiki

keadaan mereka adalah baik!”. Dan jika kamu mempergauli mereka,

maka mereka adalah saudaras-audaramu. Allah mengetahui orang

yang berbuat kerusakan dan yang berbuat kebaikan. Dan jika Allah

menghendaki, niscaya Dia datangkan kesulitan kepadamu. Sungguh,

Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana‖

Sehubungan dengan ayat di atas, Ahmad Mushthofâ al-Marâghiy

menjelaskan bahwa perlakuan yang baik terhadap anak yatim adalah

semua hal yang dapat mendatangkan kemaslahatan untuk mereka,

karena sebenarnya, bergaul dengan mereka dalam segala kegiatan, baik

itu makan, minum maupun dalam hal usaha sama sekali tidak

mendatangkan dosa. Anak yatim juga adalah saudara seagama.

Makna persaudaraan dalam konteks ini adalah bergabung dalam

masalah hak milik dan kehidupan. Artinya, persoalan makanan tak

perlu dipermasalahkan. Hanya saja, pergaulan dengan mereka harus

37
dilandasi dengan sikap saling memaafkan tanpa adanya keinginan

untuk saling menguasai. 42

Merawat anak yatim dengan baik adalah memperlakukan mereka

sebagaimana memperlakukan seorang anggota keluarga, tidak

membedakan mereka dalam hal makanan, minuman, pakaian, sehingga

anak yatim tidak merasa hina dan susah. Dengan bersikap lemah

lembut dan kasih sayang terhadap mereka, mereka akan merasakan

sebagaimana kasih sayang kedua orang tua mereka dan akan

mendatangkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT bagi

seorang muslim yang mampu melaksanakan kewajiban tersebut.

Dalam hal ini, Rasulullah saw bersabda: Artinya:“Apakah kamu suka

jika hatimu menjadi lembut serta terpenuhi segala keinginanmu?

Sayangilah anak yatim, usaplah kepala mereka, serta beri

makananlah mereka dari makananmu, niscaya hatimu akan lembut

dan terpenuhi segala keinginanmu.” (H.R. at-Thabrani dariAbu

Darda).43

Hadis di atas menjelaskan bahwa Allah memberikan balasan bagi

orang-orang yang bersedia mengasuh anak yatim berupa kelembutan

hati dan terpenuhinya segala keinginan. Syarat yang paling utama

42
Ahmad Mushtofa Al-marghy, Tafsir Al-Marghiy, (Semarang: Toba Putra, 1986), h.
503.

43
Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul (Hadis-hadis Pilihan), (Jakarta: Bumi Aksara,
1997), h. 55.

38
untuk mendapatkan itu semua adalah keikhlasan hati dari seorang

Muslim dalam merawat dan memelihara anak yatim.

Dalam ajaran Islam, pemeliharaan seorang anak tidaklah cukup

hanya dengan nafkah lahirnya saja tanpa memperhatikan aspek

pendidikan dan moralitas sang anak terlebih bagi anak yatim yang

tidak memiliki orang tua lagi. Al-Quran memberikan informasi

mengenai pendidikan anak yatim yang terdapat dalam Q.S. al-

Baqarah/2: 83

ّ‫ضاوًا ََّرِِ ْانمُ ْش ٰت‬ َ ‫ٓ اِص َْش ٰۤا ِء ْٔ َم ََل ذ َ ْعثُذ َُْنَ ا ََِّل ه‬
َ ْ‫ّٰللا ََ ِت ْان َُا ِنذَٔ ِْه اِد‬ ْٓ ِ‫ََاِرْ ا َ َخزْوَا ِم ْٕثَاقَ َتى‬

‫انز ٰكُ ۗج َ ث ُ َّم ذ ََُنَّ ْٕر ُ ْم اِ ََّل‬


َّ ‫ص ٰهُج َ ََ ٰاذُُا‬ ِ َّ‫ََ ْان َٕ ٰرمٰ ّ ََ ْان َمضٰ ِكٕ ِْه ََلُ ُْنُ ُْا ِنهى‬
َّ ‫اس ُد ْضىًا ََّا َ ِل ْٕ ُمُا ان‬

ُ ‫لَ ِهٕ ًَْل ِّم ْىكُ ْم ََا َ ْور ُ ْم ُّم ْع ِش‬


َ‫ض ُْن‬

Artinya: ―Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani

Israil, yaitu: Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat

baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan

orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada

manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu

tidak memenuhi janji itu, kecuali sebagian kecil dari kamu dan kamu

selalu berpaling‖.

Al-Marâghiy menjelaskan bahwa perintah berbuat baik pada anak

yatim adalah dengan cara memperbaiki pendidikannya dan menjaga

hak miliknya agar jangan sampai disia-siakan. Lebih lanjut al-

maraghiy menambahkan, rahasia yang terkandung dalam perintah

untuk berbuat baik kepada anak yatim adalah bahwa pada umumnya

39
anak yatim itu tidak memiliki orang yang dapat mengasihinya

terutama dalam hal pendidikan dan pemenuhan-pemenuhan

kebutuhannya serta pemeliharaan harta bendanya. Sedangkan ibunya,

meskipun ia masih ada, tetapi pada umumnya kurang mantap dalam

melakukan tugas mendidik anak dengan cara yang paling baik. Perlu

dingat bahwa anak-anak yatim juga merupakan bagian tak terpisahkan

dari suatu umat atau bangsa. Apabila akhlak mereka rusak, maka akan

berakibat kepada seluruh umat atau bangsa, sebab perbuatan mereka

yang tidak baik merupakan akibat dari buruknya sistem pendidikan

yang mereka tempuh dan hal ini akan berimbas pada terciptanya krisis

akhlak di kalangan umat atau bangsa. 44

I. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

a. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada, maka penelitian

ini menggunakan pendekatan dengan metode kualitatif yaitu proses

penelitian dilakukan secara wajar dan natural sesuai dengan

kondisi objektif di lapangan tanpa ada manipulasi, serta jenis data

yang dikumpulkan terutama data kualitatif. 45 Pendekatan Kualitatif

dalam penelitian ini bersifat deskriptif non statistic berupa

gambaran dan keadaan yang diungkap secara factual dan apa

adanya sesuai dengan realitas yang terjadi di lapangan.


44
Ahmad Musthofa al-marghy, Tafsir al-marghiy,.
45
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011).

40
Pendekatan ini digunakan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dari orang-orang

dan tingkah laku yang diamati. Peneliti menggunakan pendekatan

kualitatif karena data-data yang diperoleh berupa data kualitatif

dengan menekankan catatan pada deskripsi kalimat yang rinci,

lengkap, mendalam dan menggambarkan situasi dan kondisi yang

sebenarnya.

Dengan demikian, peneliti akan mendeskripsikan keadaan

yang sebenarnya sesuai dengan hasil temuan di lapangan mengenai

Bimbingan Keagamaan Terhadap Santri di Istana Anak Yatim

Tanah Bumbu.

b. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan

“Field Research” dimana peneliti terjun langsung ke lapangan

untuk melakukan penelitian dengan mencari, menggali dan

memperoleh informasi yang berkenaan dengan bimbingan yang

diberikan oleh pembimbing kepada santri yang ada di Istana Anak

Yatim Tanah Bumbu, kemudian peneliti akan mengumpulkan data-

data yang telah diperoleh lalu mendeskripsikannya sesuai dengan

fakta yang ada di lapangan.

2. Subjek dan Objek Penelitian

a. Subjek Penelitian

41
Subjek dalam penelitian ini adalah ketua Yayasan,

pengasuh atau pembimbing (Ustad/Ustadzah), serta beberapa santri

dan santriwati yang ada di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

b. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah gambaran mengenai

pelaksanaan bimbingan keagamaan terhadap santri yang berkaitan

dengan metode yang digunakan dalam proses pemberian

bimbingan kepada santri di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu.

3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini bertempat di Jl. Batu Benawa Rt. 09, Desa

Bersujud, Kecamatan Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan

Selatan.

4. Data dan Sumber Data

a. Data

Data merupakan sekumpulan fakta tentang fenomena

berupa angka atau kalimat yang didapatkan dan kemudian diolah

hingga menjadi sebuah informasi. Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data kualitatif dimana data disajikan dalam

bentuk verbal atau ungkapan dari peneliti. Kemudian, dalam data

kualitatif peneliti perlu mengumpulkan data tentang objek

penelitian dan gambaran umum mengenai Istana Anak Yatim,

seperti letak geografis dan denah Istana, sejarah singkat berdirinya,

42
struktur organisasi/kepengurusan dan lain-lain berkaitan dengan

data yang diperlukan.

b. Sumber Data

Sumber data digunakan untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan, dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer

dan sekunder.

a) Data Primer, yaitu data utama yang digunakan dalam menggali

informasi yang diperoleh secara langsung dari informan terkait

data-data yang diperlukan dalam penelitian. Data tersebut

diperoleh dari informan kunci dan informan utama. Informan

kunci dalam penelitian ini adalah orang yang benar-benar

mengetahui tentang seluk beluk Istana Anak Yatim yaitu

Ayahanda Dr. Zairullah Azhar. Sedangkan informan utama

adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam interaksi

sosial pada saat penelitian yaitu pengasuh, santri dan

santriwati.

b) Data sekunder, yaitu data tambahan sebagai penunjang data

primer yang diperoleh dari informan tambahan selain subjek

penelitian. Infroman tambahan dalam penelitian ini adalah

mereka yang dapat memberikan informasi tambahan terkait

data-data yang belum didapatkan dari informan kunci dan

informan utama mengenai kelengkapan data yang diteliti, yaitu

satpam dan guru madrasah yang tinggal di Istana Anak Yatim.

43
Data sekunder juga dapat berupa struktur kepengurusan, denah

lokasi penelitian, nama-nama dan daerah asal dari santri yang

ada.

5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan maka digunakan teknik

sebagai berikut:

a. Observasi

Observasi dalam arti luas bahwa peneliti secara terus-

menerus melakukan pengamatan atas perilaku seseorang. 46 Data

yang dikumpulkan dalam teknik ini adalah peneliti mengamati

secara langsung dan ikut berpartisipasi terkait bagaimana cara

pengasuh/pembimbing memberikan bimbingan keagamaan

terhadap santri.

Hasil observasi juga dapat berupa informasi tentang ruang

(tempat), pelaku, kegiatan, objek, kejadian, waktu dan juga

perasaan. Tujuan observasi adalah untuk memberikan gambaran

nyata tentang masalah atau kejadian yang diteliti .

b. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan oleh

peneliti kepada informan yang terlibat guna mendapatkan

informasi yang diinginkan. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya


46
Imam Suprayogo and Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial-Agama (Remaja
Rosdakarya, 2003), h. 164.

44
terfokus pada rumusan masalah, namun pertanyaan lain yang

diperlukan dalam pengumpulan data, baik data primer maupun data

sekunder.

c. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan

dokumenter yaitu melalui dokumen-dokumen.47 Teknik ini

digunakan untuk menggali data-data yang diperlukan guna

melengkapi data dari hasil observasi dan wawancara. Data yang

diperlukan mengenai data sekunder berupa buku nama santri dan

pengasuh, struktur organisasi/kepengurusan, sejarah Istana Anak

Yatim dan foto-foto yang diperlukan sebagai lampiran penelitian.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dan analisis data merupakan bagian yang saling

berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, keduanya dilakukan secara

bersamaan dalam proses penelitian. Dalam metode penelitian kualitatif

pengolahan data tidak harus menunggu data selesai dikumpulkan dan

analisis data juga tidak harus dilakukan setelah pengolahan data

selesai. Dalam mengolah dan menganalisis data peneliti bisa

melakukannya secara bersamaan ketika peneliti juga sedang

mengumpulkan data-data yang diperlukan.

Dalam melakukan pengolahan data ini, ada beberapa teknik yang

peneliti gunakan, yaitu sebagai berikut:

47
Husain Usman dan Purnomo Setiadi Akbar, Metodologi Penelitian Sosial,. Cet. IV;
(Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 73.

45
a. Pengumpulan data, yaitu peneliti mengumpulkan data yang

diperlukan di lokasi penelitian, baik data yang bersifat primer

maupun sekunder yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara

dan dokumentasi.

b. Reduksi data, yaitu peneliti menyaring data atau menyeleksi

terhadap data-data yang sudah terkumpul, sesuai dengan keperluan

penelitian guna memperbaiki dan melengkapi data yang kurang

jelas serta menghindari overlapping data.

c. Klasifikasi data, yaitu peneliti mengelompokkan data yang sudah

terkumpul sesuai dengan jenis dan keperluannya masing-masing.

d. Interpretasi data, yaitu peneliti melakuan penafsiran terhadap data-

data yang sulit dipahami dengan pemikiran peneliti sehingga data

akan mudah dipahami dan dapat diambil kesimpulannya.

Aktifitas analisis data dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus menerus hingga tuntas dan menghasilkan data jenuh.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data bisa dilakukan pada saat

peneliti berada di lapangan atau setelah kembali dari lapangan.

Analis data adalah rangkaian kegiatan penelaahan,

pengelompokkan, sistematisasi penafsiran dan verifikasi data agar

sebuah fenomena memiliki nilai sosial, akademis dan ilmiah. 48

Data yang sudah terkumpul disajikan dalam bentuk uraian yang

menggambarkan data tentang bimbingan keagamaan yang diberikan

48
Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009), h. 67.

46
kepada Anak Yatim di Istana Anak Yatim Tanah Bumbu, kemudian

data disajikan secara deskriptif kualitatif, yaitu berupa uraian yang

dapat memberikan gambaran tentang hasil data yang telah ditemukan

di lapangan tanpa proses manipulasi kemudian dianalisis secara

deskriptif interpretatif yaitu melakukan penafsiran terhadap objek

berdasarkan data yang diperoleh dengan mengemukakan pendapat

berdasarkan pengetahuan peneliti kemudian diambil kesimpulan.

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam sebuah penelitian kuantitatif maupun kualitatif data yang

dipakai adalah sebuah data yang valid yaitu dengan pengabsahan data

yang harus dikonfirmasi. Peneliti menggunakan teknik triangulasi yang

terdiri dari: (1) triangulasi sumber, yaitu pengecekkan data yang telah

diperoleh dari beberapa sumber; (2) triangulasi teknik, yaitu mengecek

data melalui sumber yang sama dengan teknik yang berbeda; (3)

triangulasi waktu, yaitu berdasarkan waktu yang dilakukan peneliti.

47
DAFTAR PUSTAKA

Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.


Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.
Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka
Setia, 2007.

Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.
Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama


Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.
Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).
Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).
Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.

48
Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:
Usaha Nasional (1984).
Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal
Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.
Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-


Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).
Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, 1985.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.

Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja


Rosdakarya, 2003.
Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.

Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.

49
Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.

Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka


Setia, 2007.
Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.
Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.

Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.


Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.

Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).


Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).
Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.

Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:


Usaha Nasional (1984).
Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal

50
Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.
Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-
Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).
Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.

Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).


Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, 1985.

Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.
Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja
Rosdakarya, 2003.
Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.

Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:


Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.
Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.
Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.
Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka
Setia, 2007.

51
Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.
Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.

Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.


Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).
Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).
Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.

Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.


Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:
Usaha Nasional (1984).
Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal
Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.

Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.

52
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.

Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-


Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).
Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, 1985.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.

Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja


Rosdakarya, 2003.
Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.

Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.


Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.
Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka
Setia, 2007.
Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.

Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.

53
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama


Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.
Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).
Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).
Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.
Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:
Usaha Nasional (1984).

Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal


Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.
Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-
Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.

54
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).
Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, 1985.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.
Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja
Rosdakarya, 2003.
Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.

Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.
Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.
Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.
Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka
Setia, 2007.
Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.
Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.

55
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.
Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.
Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.
Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).
Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.
Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).

Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.
Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:
Usaha Nasional (1984).
Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal
Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.
Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-
Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).

Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.

56
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.
Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.
Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo, 1985.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.
Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja
Rosdakarya, 2003.

Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.
Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.
Adz-Dzaki. Psikoterapi Dan Konseling Islam Penerapan Metode Sufistik.
Yogyakarta: Fajar Pustaka, 2001.

Al-Khandalawi, Maulana Muhammad Yusuf. Muntakhab Al-Hadits. ban: Pustaka


Setia, 2007.
Al-Ma’luf, Luis. Al-Munjid Fii Lughat Wal-A‟lam. Beirut, Libanon: Dar El-
Masyrek, 1986.
Al-marghy, Ahmad Mushtofa. Tafsir Al-Marghiy. Semarang: Toba Putra, 1986.
Anwar, Rosihan. Akhlak Tasawuf. Bandung: Pustaka Setia, 2010.
Arifin, H. M. Pokok-Pokok Pikiran Tentang Bimbingan Dan Penyuluhan Agama
Di Sekolah Dan Di Luar Sekolah. Jakarta: Bulan Bintang, 2005.
Arifin, M. ―Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama.‖ In
Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, 18, 1994.

Arifin, Zainal. Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011.

57
Asy’ari, and Akhwan Mukarrom. Pengantar Studi Islam. Surabaya: IAIN Sunan
Ampel Press, 2005.
Aziz, Moh. Ali. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pernada Media, 2004.
Dadang, Kahmad. ―Sosiologi Agama.‖ Remaja Rosdakarya, Bandung (2000).
Fachruddin, Irfan. Pilihan Sabda Rasul. Jakarta: Bumi Aksara, 1997.

Faqih, Ainur Rahim. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press, 2004.
———. Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Firdauz, Muhammad Irfan. Dahsyatnya Berkah Menyantuni Anak Yatim,.
Yogyakarta: Pustaka Albani, 2012.
Gunarso, Singgih D. ―Psikologi Untuk Membimbing.‖ Jakarta: Gunung Mulia
(1995).
Halim, Nipan Abdul. Menghias Diri Dengan Akhlak Terpuji. Jakarta: Mitra
Pustaka, 2000.
Hornby, Albert Sydney. Oxford Advance Learner‟s Dictionary of Current
English. London: Oxford University Press, 1955.
Idris, Malik. Strategi Dakwah Kontemporer. Makassar: Sarwah Press, 2007.
Mappiare, Andi. ―Pengantar Bimbingan Dan Konseling Di Sekolah.‖ Surabaya:
Usaha Nasional (1984).
Muhammaddin, Muhammaddin. ―Kebutuhan Manusia Terhadap Agama.‖ Jurnal
Ilmu Agama: Mengkaji Doktrin, Pemikiran, Dan Fenomena Agama 14, no. 1
(2013): 99–114.
Muhiddin. Dakwah Dalam Perspektif Al-Qur‟an. Bandung: Pustaka Setia, 2002.
Mujib, M. Abdul. Kamus Istilah Fiqih. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
Pimay, Awaludin. Metodologi Dakwah Kajian Teoritis Dari Khazanah Al-
Qur‟an. Semarang: Rasail, 2006.
Poerwadarminta, W J S. ―Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi III, Cet. 3.‖
Jakarta: Balai Pustaka (2006).
Poerwardaminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1985.
Prayitno, and Erman Amti. Dasar Dasar Bimbingan Dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta, 2004.

Quraish, Shihab M. ―Membumikan Al-Qur’an.‖ Bandung: Mizan (1994).

58
Rasyid, Sulaiman. Fiqh Islam. jakarta: Sinar Baru Algensindo, 1994.

Sanwar, Aminuddin. Pengantar Studi Ilmu Dakwah. semarang: Fakultas Dakwah


IAIN Walisongo, 1985.
Saputra, Wahidin. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2011.
Suparta, Munzier, and Harjani Hefni. Metode Dakwah. Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.
Suprayogo, Imam, and Tobroni. Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Remaja
Rosdakarya, 2003.
Sutoyo, Anwar. Bimbingan & Konseling Islam (Teori & Praktik). Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2013.
Tanzeh, Ahmad. Pengantar Metode Penelitian. Yogyakarta: Teras, 2009.

Usman, Husain, and Purnomo Setiadi Akbar. ―Metodologi Penelitian Sosial,. Cet.
IV; Jakarta: PT.‖ Bumi Aksara (2001): h. 73.
Winkel, W.S. Bimbingan Dan Konseling Di Institusi Pendidikan. Jakarta:
Gramedia Widiasarana Indonesia, 1997.
Zainu, Syaikh Muhammad Bin Jamil. Bimbingan Islam. Jakarta: Darul Haq, 2013.

59
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama Lengkap : Anggi Julianti Saputri


Tempat, Tanggal Lahir : Kotabaru, 28 Juli 2002
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
Status Perkawinan : Belum Kawin
No. Handphone : 085718392981
Email : anggijuliantisaputri567@gmail.com
Alamat Asal : Jl. Perumahan Pama, Desa Gunung Besar, Kec.
Simpang Empat, Kab. Tanah Bumbu, Kalimantan
Selatan.
Alamat Sekarang : Jl. Ingub no. 123, Kelurahan Kuripan, Banjarmasin
Timur
Riwayat Pendidikan :
i. MIS Darul Azhar Bersujud
ii. MTsS Darul Azhar Bersujud
iii. SMA Negeri 1 Simpang Empat
Nama Orang Tua
Nama Ayah : Suparman
Pekerjaan : Petani
Nama Ibu : Rini Susilawati
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Perumahan Pama, Desa Gunung Besar, Kec.
Simpang Empat, Kab. Tanah Bumbu, Kalimantan
Selatan.

60

Anda mungkin juga menyukai