Anda di halaman 1dari 53

ASUHAN KEPERAWATAN KETIDAKPATUHAN PROGRAM DIET PADA

KLIEN DIABETES MELLITUS TIPE II DENGAN INTERVENSI

COACHING EDUCATION

Oleh :

BILLY PRATAMA WINATA

22.30.008

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TUREN


2022

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

The silent killer sebutan dari penyakit diabetes mellitus. Diabetes

Mellitus sering kali tidak menimbulkan gejala sehingga membuat

penderitanya mengalami ketidakpatuhan dalam menjaga pola makan dan

minum obat tanpa memikirkan akibat komplikasi yang akan terjadi

dikemudian hari. Makanan-makanan yang dikonsumsi cenderung memenuhi

kebutuhan nutrisi tanpa memerhatikan komposisi dari makanan yang

dikonsumsi. Akibat kurangnya perhatian terhadap pemilihan makanan yang

tidak tepat, tidak sedikit yang memiliki masalah kesehatan yang terkadang

tidak disadari (Sepang, Patandung, Ogotan, & Batmomolin, 2022). Gaya

hidup yang tidak sehat serta pola makan yang tidak sesuai sering menjadi

faktor susah terkontrolnya kadar glukosa darah . Ketidakpatuhan yang

menjadi masalah utama pada penderita Diabetes Mellitus (Wahyuni, 2019)..

Pada penelitihan sebelumnya menunjukan bahwa presentase

kepatuhan Klien dengan DM akan diet sebesar 53,7% responden tidak patuh.

Untuk jenis diet yang dikonsumsi 50,7% responden tidak patuh, untuk jadwal

diet 55,2% responden tidak patuh dari total 67 responden (Pramayudi,

2020).World Health Organization (2018) menjelaskan bahwa secara global

422 juta orang dewasa berusia diatas 18 tahun yang hidup dengan diabetes

pada tahun 2016. Jumlah terbesar diabetes diperkirakan untuk Asia Selatan,
Asia Timur dan Asia Barat. Menurut data dari Federasi Diabetes

Internasional (2016), jumlah penderita diabetes di Indonesia telah mencapai

8.554.155 orang di tahun 2016. Jumlah penderita diabetes ini membuat

Indonesia menjadi negara dengan populasi penderita diabetes terbanyak ke-7

di dunia pada tahun 2016, setelah Cina, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia

dan Meksiko. Prevalensi Diabetes Melitus di Indonesia berdasarkan

wawancara yang terdiagnosis dokter sebesar 1,5 persen. Diabetes Melitus

terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 persen (Riskesdas, 2018)

Ketidakpatuhan terhadap pengaturan diet Klien DM disebabkan oleh

beberapa faktor antara lain pendidikan, pengetahuan, kejenuhan dalam

pengobatan, dan keinginan untuk sembuh, sehingga mengakibatkan

komplikasi. (Risnasari, 2014). Dampak buruk dari ketidakpatuhan diet pada

klien Diabetes Melitus akan dapat menimbulkan terjadinya komplikasi yang

bersifat akut dan kronis. Komplikasi akut terdiri dari Hipoglikemia,

Ketoasidosis Diabetik (KAD), dan Status Hiperglikemi Hiperosmolar (SHH).

Komplikasi kronis berupa gangguan pada pembuluh darah baik

makrovaskular maupun mikrovaskular, serta gangguan pada sistem saraf atau

neuropati (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia, 2021). Banyak penderita

diabetes mellitus yang masih belum paham mengenai gaya hidup sehat dan

seimbang, sehingga menyebabkan meningktanya kemungkinan penderita

mengalami komplikasi lanjutan.

Namun untuk klien yang patuh akan diet maka akan merasakan

dampak positif seperti dapat mempertahankan berat badan normal,

menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolic, menurunkan kadar glukosa


darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin

dan memperbaiki system koagulasi darah (Supriyadi, 2017). Kepatuhan diet

nutrisi Klien merupakan suatu perubahan perilaku yang positif dan

diharapkan proses kesembuhan penyakit lebih cepat dan terkontrol.

Pengaturan diet nutrisi yang seumur hidup bagi Klien DM menjadi suatu

yang sangat membosankan dan menjemukan, jika dalam diri Klien tidak

timbul pengertian dan kesadaran yang kuat dalam menjaga kesehatannya.

Perubahan perilaku diet nutrisi bagi Klien DM yang diharapkan adalah mau

melakukan perubahan pola makan dari yang tidak teratur menjadi diet yang

terencana. Penderita DM didalam melaksanakan diet harus memperhatikan

(3J), yaitu: jumlah kalori yang dibutuhkan, jadwal makanan yang harus

diikuti, dan jenis makanan yang harus diperhatikan. Kepatuhan akan diet diet

harus dilakukan seumur hidup secara terus menerus dan rutin yang

memungkinkan terjadinya kejenuhan pada Klien (Hasriani, 2018).

Pentingnya perawat sebagai edukator dalam memberikan pendidikan

kesehatan kepada Klien dapat memperbaiki persepsi dan pemahaman tentang

penyakit diabetes mellitus khususnya dalam hal pemenuhan nutrisi. Edukasi

yang didapatkan oleh Klien DM dapat meningkatkan kemampuan untuk

mencapai dan memperoleh pemahaman tentang pengetahuan kesehatan dan

memahami kondisi mereka. Edukasi pada Klien DM sering kali diberikan

namun tidak sedikit dari mereka yang tidak menghiraukanya. Oleh karena itu

saya tertarik untuk memberikan edukasi mengenai diet dengan

menggabungkan dengan metode health coaching. Dimana cara ini dianggap

mampu meningkatkan dan merubah persepsi Klien tentang apa itu diet dan
fungsi jangka panjangnya. Pemberian edukasi yang dilakukan oleh perawat

dapat memunculkan persepsi yang dapat menentukan perilaku kesehatan

seseorang terhadap penyakitnya (Kusumaningrum & Hermawan, 2022).

Dengan melihat latar belakang yang diuraikan diatas maka penulis

tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam Karya Ilmiah Akhir Ners

dengan judul Asuhan Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien

Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education.

1.2 BATASAN MASALAH

Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan

Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan

Intervensi Coaching Education

1.3 RUMUSAN MASALAH

Bagaimana Asuhan Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada

Klien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education?

1.4 TUJUAN PENELITIHAN

1.4.1 TUJUAN UMUM

Tujuan penelitian ini adalah melaksanakan Asuhan

Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien Diabetes

Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education

1.4.2 TUJUAN KHUSUS


1. Mengaplikasikan pengkajian Keperawatan Ketidakpatuhan

Program Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II

2. Mengaplikasikan perumusan diagnosa Keperawatan

Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe

II

3. Mengaplikasikan perencanaan Keperawatan (intervensi)

Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe

II Dengan Intervensi Coaching Education

4. Mengaplikasikan tindakan keperawatan (implementasi)

Ketidakpatuhan Program Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe

II Dengan Intervensi Coaching Education

5. Mengaplikasikan evaluasi Keperawatan Ketidakpatuhan Program

Diet Pada Klien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Intervensi

Coaching Education

1.5 MANFAAT PENELITIHAN

1.5.1 MANFAAT TEORITIS

Mengembangkan asuhan keperawatan bidang ilmu komunitas

pada kasus yang dialami dan diharapkan karya tulis ini dapat

bermanfaat untuk kemajuan dan pengembangan ilmu keperawatan

tentang Ketidakpatuhan Program Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus

Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education

1.5.2 MANFAAT PRAKTIS

1. Bagi Institusi Pendidikan


Sebagai sumbangan pemikiran dan referensi pembelajaran

mahasiswa keperawatan selanjutnya, tentang Asuhan

Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada Pasien Diabetes

Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education

2. Bagi Perawat

Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi tolak ukur dalam

memberikan asuhan keperawatan dan menambah pengetahuan

bagi perawat tentang Asuhan Keperawatan Ketidakpatuhan

Program Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan

Intervensi Coaching Education

3. Bagi Klien

Dengan adanya penyuluhan dapat memberi informasi dan

bahan masukan yang bermanfaat kepada responden tentang

Asuhan Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada Pasien

Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi untuk

peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan

Ketidakpatuhan Program Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe

II Dengan Intervensi Coaching Education


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DIABETES MELLITUS

2.1.1 DEFINISI

Diabetes berasal dari bahasa Yunani yang artinya pancuran

atau curahan sedangkan mellitus artinya gula atau madu. Dengan

demikian secara Bahasa, diabetes mellitus merupakan curahan cairan

dari tubuh yang banyak mengandung gula, yang dimaksud dalam hal

ini adalah air kencing. Dengan demikian definisi diabetes mellitus

secara umum adalah suatu keadaan yakni tubuh tidak dapat

menghasilkan hormone insulin sesuai kebutuhan atau tubuh tidak

dapat memanfaatkan secara optimal insulin yang dihasilkan. Dalam

hal ini, terjadi lonjakan kadar gula darah melebihi normal.

Diabetes Mellitus (DM) adalah keadaan hiperglikemia kronik

disertai berbagai kelainan metabolic akibat gangguan hormonal yang

menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, syaraf

dan pembuluh darah.

Berdasarkan beberapa definisi diatas, (Tholib, 2016)

menyimpulkan bahwa penyakit diabetes mellitus adalah penyakit yang

terjadi akibat gangguan pada pankreas yang tidak dapat menghasilkan

insulin sesuai dengan kebutuhan tubuh dan/atau ketidakmampuan

dalam memecah insulin. Penyakit diabetes mellitus juga menjadi

faktor komplikasi dari beberapa penyakit lain (Tholib, 2016).


2.1.2 ETIOLOGI

Penyebab diabetes mellitus menurut (Aini & Aridiana, 2016) :

1. Diabetes Tipe I (IDDM) merupakan kondisi autoimun yang

menyebabkan kesurasakan sel β pankreas sehingga timbul

defisiensi insulin. Pada DM Tipe I sistem imun tubuh sendiri secara

spesifik menyerang dan merusak penghasil sel-sel insulin yang

terdapat pada pankreas. Sekitar 70-90% sel hancur sebelum injeksi

insulin dan menjalankan diet secara ketat.

2. Diabetes Tipe II (NIDDM)

a. Kelainan genetic

b. Usia

Umumnya mengalami penurunan fisiologis yang

secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40

tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi

endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.

c. Gaya hidup dan stress

Stress kronik cenderung membuat seseorang mencari

makanan cepat saji, lemak dan gula. Makanan ini berpengaruh

besar terhadap kerja pankreas Stress juga akan meningkatkan

kerja metabolisme yang meningkatkan kebutuhan sumber energi

yang berakibat kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi

membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada

penurunan insulin

d. Pola makan yang salah


Kurang gizi atau kelebihan berat badan sama saja

meningkatkan resiko terkena diabetes

e. Obesitas (terutama pada abdomen)

Obesitas menyebabkan sel β pankreas mengalami

hipertrofi sehingga akan berpengaruh terhadap penurunan

produksi insulin

f. Infeksi

Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas akan

mengakibatkan rusaknya sel-sel pankreas. Kerusakan ini

berakibat pada penurunan fungsi pancreas

3. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes ini disebabkan karena terjadi resistensi insulin selama

kehamilan dan biasanya kerja insulin ini akan kembali normal

setelah melahirkan

4. Diabetes Tipe Lain

a. Defek genetik fungsi sel beta

b. Defek genetik kerja insulin

c. Penyakit eksokrin pankreas

d. Infeksi

2.1.3 MANIFESTASI KLINIS

Menurut (Subekti, 2009) terdapat gejala dan tanda-tanda awal.

Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :

1. Keluhan Klasik :

a. Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah


Penurunan BB yang berlangsung alam waktu relative

singkat harus menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat

yang menyebabkan penurunan prestasi di sekolah dan

lapangan olahraga juga mencolok. Hal ini disebabkan glukosa

dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel

kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk

kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari

cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita

kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Banyak kencing (Poliuria)

Karena sifatnya, kadar glukosa darah yang tinggi akan

menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam

jumlah banyak akan sangat menganggu penderita, terutama

pada waktu malam hari.

c. Banyak minum (Polidipsi)

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena

banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini

justru sering disalahtafsirkan. Dikiranya sebab rasa haus ialah

udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk

menghilangkan rasa haus itu penderita minum banyak.

d. Banyak Makan (Polifagia)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah

dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak

seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.


2. Keluhan Lain :

a. Gangguan saraf tepi atau kesemutan

Penderita mengeluh ras asakit atau kesemutan terutama

pada kaki di waktu malam, sehingga mengganggu tidur.

b. Gangguan penglihatan

Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai

gangguan penglihatan yang mendorong penderita untuk

mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap bisa melihat

dengan baik.

c. Gatal atau bisul

Kelainan kulit berupa gatal, biasanya terjadi didaerah

kemaluan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah

payudara. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang

sama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal yang sepele

seperti luka lecet karena sepatu atau tertusuk peniti.

d. Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi ini menjadi masalah tersembunyi

karena sering tidak secara terang dikemukakan penderitanya.

Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa

tabu membicarakan masalah seks, apalagi menyangkut

kemampuan atau kejantanan seseorang.

e. Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan

yang sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-

satunya gejala yang dirasakan.

2.1.4 KLASIFIKASI

Menurut (Bilous & Donelly, 2015) terdapat empat kategpori,

yaitu :

1. Diabetes tipe ,1 disebabkan oleh penghancuran sel pulau pankreas

2. Diabetes tipe 2, disebabkan oleh kombinasi resistansi insulin dan

disfungsi sekresi insulin sel β.

3. Diabetes tipe khusus lain, disebabkan oleh kondisi seperti

endokrinopati, penyakit eksokrin pankreas, sindrom genetik, dll.

4. Diabetes gestational yaitu diabetes yang terjadi pertama kali saat

kehamilan

Menurut (Tholib, 2016), diabetes mellitus terbagi menjadi

empat tipe, diantaranya :

1. Tipe I Insulin-Dependent Diabetes Mellitus (IDDM)

IDDM adalah penyakit hiperglikemia akibat ketidakabsolutan

insulin, pengidap penyakit itu harus mendapat insulin pengganti.

IDDM disebabkan oleh destruksi autoimun karena infeksi, biasanya

virus dan/atau respon autoimun secara genetic pada orang yang

terkena.

Faktor-faktor resiko DM Tipe I

a. Faktor genetic

b. Faktor-faktor immunologi
c. Faktor lingkungan : virus/toksin

d. Penurunan sel beta : proses radang, keganasan pankreas,

pembedahan

e. Kehamilan

f. Infeksi lain yang tidak berhubungan langsung

2. Tipe II Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM)

NIDDM disebabkan oleh kegagalan relative sel beta dan

resistensi insulin. Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan

insulin untuk merangkum pengembalian glukosa oleh gangguan

perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel beta

tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya.

Faktor-faktor resiko DM Tipe II

a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia >65

tahun)

b. Obesitas

c. Riwayat keluarga

d. Gaya hidup (Brunner dan Suddarth, 2002)

3. Diabetes Mellitus Gestational (DMG)

Diabetes yang terjadi pada saat kehamilan ini adalah

intoleransi glukosa yang mulai timbul atau diketahui selama

keadaan hamil. Oleh karena terjadi peningkatan sekresi berbagai

hormone disertai pengaruh metabolic terhadap glukosa, maka

kehamilan merupakan keadaan peningkatan metabolic tubuh dan

hal ini berdampak kurang baik bagi janin


4. Diabetes tipe lain

Diabetes Mellitus tipe ini terjadi akrena etiologi lain, misalnya

pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin,

penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolic endokrin lainnya,

iatrogenic, infeksi virus, penyakit autoimun dan penyakit genetic

lainnya.

2.1.5 PATOFISIOLOGI

A. Patogenesis DM

Sama halnya dengan mesin yang membutuhkan bensin untuk

bahan bakar agar bisa bekerja dengan baik, manusia pun juga

membutuhkan bahan bakar. Bahan bakar manusia berasal dari

makanan yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan),

prptein (asam amino) dan lemak (asam lemak) (KEMENKES,

2022).

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke

lambung dan selanjutnya ke usus. Dalam saluran pencernaan

makanan dipecah menjadi bahan dasar dari makanan itu.

Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan

lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap

oleh usus kemudian masuk kedalam pembuluh darah dan diedarkan

keseluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ didalam

tubuh sebagai bahan bakar. Supaya dapat berfungsi sebagai bahan

bakar, zat makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat

diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosan dibakar


melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah

timbulnya energi. Proses ini disebut metabolism (Andriyani, 2019).

Dalam proses metabolisme itu insulin memegang peran yang

sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel,

untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini

adalah hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas. Insulin

akan ditangkap oleh reseptor insulin yang ada pada permukaan sel

otot, kemudian membuka pintu masuk sel hingga glukosa dapat

masuk sel untuk kemudian dibakar menjadi energi/tenaga.

Akibatnya kadar glukosa dalam darah normal. Namun sebaliknya,

pada diabetes didapatkan jumlah insulin yang kurang atau pada

keadaan kualitas insulinnya tidak baik (resitensi ninsulin),

meskipun insulin ada dan reseptor juga ada, tapi karena ada

kelainan di dalam sel itu sendiri pintu masuk sel tetap tidak dapat

terbuka atau tetap tertutup hingga glukosa tidak dapat masuk sel

untuk dibakar (dimetabolisme). Akibatnya glukosa tetap berada

diluar sel, hingga kadar glukosa dalam darah meningkat (Hasanah,

2013).

B. Patogenesis DM Tipe I

Insulin pada DM tipe I tidak ada disebabkan karena pada jenis

ini ada reaksi autoimun. Pada individu yang rentan terhadap DM

tipe I terdapat adanya ICA (Islet Cell Antibody) yang meningkat

kadarnya oleh karena beberapa faktor pencetus seperti infeksi

virus, diantaranya virus cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-


lain hingga timbul peradangan pada sel beta (insulinitis) yang

akhirnya menyebabkan kerusakan permanen sel beta. Yang

diserang pada insulinitis itu hanya sel beta, biasanya sel alfa dan

delta tetap utuh (Homenta, 2012)

C. Patogenesis DM Tipe II

Patogenesis DM tipe II ditandai dengan adanya resistensi

insulin perifer, gangguan “hepatic glucose production (HGP), dan

penurunan fungsi cell β, yang akhirnya akan menuju ke kerusakan

total di sel β. pada stadium prediabetes (IFG dan IGT) mula-mula

timbul resistensi insulin (RI) yang kemudian disusul oleh

peningkatan sekresi insulin untuk mengkompensasi RI itu agar

kadar glukosa drah tetap normal. Lama kelamaan sel beta akan

tidak sanggup lagi mengkompensasi RI hingga kadar glukosa darah

meningkat dan penurunan fungsi sel beta. Saat itulah diagnosis

diabetes ditegakkan. Ternyata penurunan sel beta itu berlangsung

secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi

mengsekresi insulin, suatu keadan sampai akhirnya diabetes tipe I.

Kadar glukosa darah makin meningkat. (Suryono, 2009)

2.1.6 KOMPLIKASI

Menurut Aini dan Ardiana (2016) diabetes mellitus dapat

menimbulkan komplikasi lain, baik akut maupun kronis :

1. Komplikasi yang bersifat akut

a. Koma hipoglikemia
Kondisi ini ditandai dengan adanya penurunan glukosa

darah kurang dari 60 mg/dl. Hipoglikemi ini lebih sering iterjadi

pada DM tipe 1. Penyebabnya adalah pemberian dosis insulin

yang berlebih sehingga terjadi penurunan glukosa dalam darah.

Sering terjadi juga pada Klien yang mengalami terapi obat DM

sulfoniluria. Penyebab lainnya adalah puasa yang disertai

olahraga. Olahraga meningkatkan pemakaian glukosa oleh selsel

otot rangka, masukan nutrisi yang kurang atau tidak adekuat

atau terlambat makan (30 menit setelah diberikan insulin, Klien

harus makan). Oleh karena otaknya memerlukan glukosa darah

sebagai sumber energi utamanya, maka hipoglikemia

menyebabkan timbulk=nya berbagai gejala gangguan fungsi

susunan saraf pusat.

b. Krisis hiperglikemia

Hiperglikemia merupakan kondisi serius pada DM,

baik tipe 1 maupun 2. Terjadi dalam bentuk ketoasidosis dan

koma hyperosmolar non katotik.

1) Ketoasidosis

Ketoasidosis lebih banyak terjadi pada DM tipe 2

karena masih terdapat sedikit insulin untuk mencegah

pemecahan lemak dan protein. Ketidakmampuan transport

glukosa ke dalam sel dan. etabolisme glukosa seluler,

menyebabkan tubuh menggunakan lemak sebagai sumber


energi. akibatnya akan terjadi peningkatan kadar gula darah.

Kenaikan dapat bervariasi dari 300-800mg/dl.

2) Hiperglikemia

Hypersmolar non-ketotik (HHNK) Terjadi pada DM

tipe 2 akibat tingginya kadar glukosa dala darah dan

kekurangan insulin secara relative, biasanya dijumpai pada

orang tua pengidap diabetes setelah mengkonsumsi makanan

tinggi karbohidrat. Kadar gula darah yang sangat tinggi

menyebabkan hidrasi hipertonik sehingga terjadi penurunan

komposisi cairan intra sel dan ekstrasel karena pengeluaran

urine berlebih, deficit cairan sekitar 6-10 liter dan potassium

400 meq.

c. Efek somogyi

Efek somogyi adalah penurunan kadar glukosa darah

pada malam hari, diikuti dengan peningkatan rebound pada

paginya. Hipoglikemia malam har kemungkinan besar berkaitan

dengan penyuntikan insulin pada sore harinya. Hipoglikemia itu

sendiri kemudian mengakibatkan peningkatan glucagon,

katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan. Hormon ini

merangsang gluconeogenesis sehingga pada pagi harinya terjadi

hiperglikemia.

2. Komplikasi yang bersifat kronik

a. Makroaingopati yang mengenai pembuluh darah besar,

pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, dan pembuluh


darah otak. Pembuluh darah besar dapat mengalami

ateroklerosis yang sering terjadi pada NIDDM. Komplikasi

makroaingopati adalah penyakit vascular otak (stroke), penyakit

arteri coroner, dan penyakit vaskuler perifer (Diabetes Mellitus,

gagal ginjal).

b. Makroangiopati yang mengenai pembuluh darah kecil, retinopati

diabetic, nefrotik diabetic dan neuropati. Nefropati terjadi

karena perub ahan mikrovaskular pada struktur dan fungsi ginjal

yang menyebabkan komplikasi pada pelvis ginjal. Retinopati

(perubahan pada retina) terjadi karena oenurunan protein dalam

retina dan kerusakan indotel pembuluh darah. Perubahan ini

dapat berakibat pada gangguan dalam penglihatan. Retinopati

terdiri dari tiga tipe berikut :

1) Retinopati background : dimulai dari mikroneuronisma

didalam pembuluh retina dan menyebabkan pembentukan

eksudat keras.

2) Retinopati proliferative : terjadi pembentukan pembuluh

darah baru pada retina akan mengakibatkan pembuluh darah

menciut dan mengakibatkan tarikan pada retina serta

pendarahan didalam rongga vitreum.

3) Neuropati terjadi karena perubahan metabolic pada diabetes

menyebabkan fungsi sensorik dan motoric saraf menurun,

yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan persepsi


nyeri. Neuropati dapat terjadi pada tungkai dan kaki,

saluran pencernaan, kandungkemih dan reproduksi.

c. Rentan infeksi seperti TB paru, gingivitis dan infeksi saluran

kemih

d. Kaki diabetic

Perubahan mikroangiopati, makroangiopati dan

neuropati menyebabkan perubahan pada ekstremitas bawah.

Komplikasinya dapat terjadi gangguan sirkulasi, terjadi infeksi,

gangrene, penurunan sensasi dan hilangnya fungsi saraf

sensorik. Semua ini dapat menunjang terjadinya trauma atau

tidak terkontrolnya infeksi yang akhirnya menjadi gangren.

2.1.7 KRITERIA DIAGNOSTIK

Kriteria diagnosis diabetes mellitus menurut American

Diabetes Assosiation (2011) dapat ditegakkan melalui empat cara

sebagai berikut:

1. A,C atau HbA1c>6,25% Kadar A,C mencerminkan kadar glukosa

datah rata-rata dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum

pemeriksaan. Tujuan dan manfaat pemeriksaan ini adalah menilai

kkualitas pengendalian DM dan memperkirakan resiko

perkembangan komplikasi diabetes.

2. Kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Puasa diartikan Klien tidak

mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam.


3. Klien dengan keluhan klasik hiperglikemia atau krisis

hiperglikemia dengan gula darah sewaktu >200mg/dl.

4. Kadar glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200mg/dl. Cara

melakukan TTGO yaitu Klien puasa sedikitnya 8 jam kemudian

diperiksa gula darah puasanya. Setelah itu diberikan 75g glukosa

yang dilarutkan dalam 250ml air dan diminum dalam waktu 5

menit, dan 2 jam kemudian diperiksa gula darahnya. Meskipun

TTGO lebih spesifik disbanding dengan pemeriksaan glukosa

plasma puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri yaitu sulit

dilakukan bnerulang-ulang dan dalam praktik sangat jarang

dilakukan.

2.1.8 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama terapi adalah menormalkan aktivitas insulin dan

kadar glukosa darah guna mengurangi munsuknya komlikasi vascular

dan neropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah

untuk mencapai kadar glukosa darah normal tanpa disertai

hipoglikemia dan tanpa mengganggu aktivitas Klien sehari-hari. Ada

lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes : nutrisi, olahraga.

pemantauan. terapi farmakologis dan edukasi (Brunner & Suddart,

2013)

1. Terapi primer untuk diabetes tipe I adalah insulin.

2. Terapi primer untuk diabetes tipe II adalah penurunan berat

badan.

3. Olahraga untuk meningkatkan keefektifan insulin


4. Penggunaan agen hipoglikemik oral apabila diet dan olahraga

tidak berhasil mengontrol kadar gula darah. Injeksi insulin dapat

digunakan dalam kondisi akut.

5. Pemberian edukasi kepada klien


2.1.9 PATHWAY

DM Tipe I DM Tipe II

Reaksi Autoimun 1. Usia


2. G aya hidup
3. P ola makan yang
salah
4. S tress
Sel β pankreas hancur
5. I nfeksi
6. R esistensi Insulin

Jumlah sel
Defisit insulin pankreas menurun

Hiperglikemia

Timbul keluhan

Fleksibilitas
darah merah
Tidak patuh dalam
memelihara
kesehatan
Pelepasan O 2

Tidak patuh dalam


menjaga makan dan
Pengetahuan
Hipoksia perifer
minum obat sesuai
anjuran

Perfusi jaringan
Nyeri perifer tidak
efektif KETIDAKPATUHAN
2.2 KONSEP KETIDAKPATUHAN

2.2.1 DEFINISI

Perilaku individu dan/atau pemberi asuhan tidak mengikuti

rencana perawatan/ pengobatan yang disepakati dengan tenaga

kesehatan, sehingga menyebabkan hasil perawatan/pengobatan tidak

efektif (Tim Pokja DPP PPNI, 2016)

2.2.2 PENYEBAB KETIDAKPATUHAN

Menurut Tim Pokja DPP PPNI 2018 ada beberapa penyebab

dari ketidakpatuhan yaitu :

1. Disabilitas (mis. Penurunan daya ingat, defisit

sensorik/motorik)

2. Efek samping program perawatan/pengobatan

3. Beban pembiayaan program perawatan/pengobatan

4. Lingkungan tidak terapeutik

5. Program terapi kompleks dan/atau lama

6. Hambatan mengakses pelayanan kesehatan (mis. Gangguan

mobilisasi, masalah transportasi, ketiadaan orang merawat

anak di rumah, cuaca tidak menentu)

7. Program terapi tidak ditanggung asuransi

8. Ketidakadekuatan pemahaman (sekunder akibat defisit

kognitif, kecemasan, gangguan penglihatan/pendengaran,

kelelahan, kurang motivasi.

2.2.3 FAKTOR-FAKTOR KETIDAKPATUHAN


Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan:

1. Pememahaman tentang intruksi

Tak seorang pun dapat mematuhi intruksi jika ia salah faham

tentang intruksi yang diberikan kepadanya

2. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan Klien

merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat

kepatuhan

3. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam

menentukan kenyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat

menentukan derajat ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kepatuhan diet

Diabetes Mellitus:

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk menentukan tindakan seseorang, sehingga perilaku yang

didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama

dibandingkan dengan yang tidak atau semakin tinggi

pengetahuan seseorang diharapkan perilakunya juga semakin

baik. Seseorang yang berpengetahuan tinggi belum tentu akan

lebih mudah untuk menerima dan patuh terhadap anjuran dari

tenaga kesehatan dibandingkan yang berpengetahuan rendah,

kemungkinan mereka kurang mengerti dan memahami


pentingnya mematuhi anjuran tersebut agar penyakit yang

mereka derita tidak semakin parah, sehingga bisa

menimbulkan komplikasi yang lebih berbahaya lagi.

b. Usia

Seseorang yang berusia > 55 tahun belum tentu bisa

patuh terhadap diet yang diberikan tenaga kesehatan

dibandingkan dengan penderita yang berusia ≤ 55 tahun. Ini

bisa disebabkan penderita yang berusia > 55 tahun ingin diikuti

semua keinginannya, baik dalam segi makanan karena ada

sebagian besar masyarakat mengatakan semakin bertambahnya

usia seseorang semakin kekanak-kanakan pola pikirannya,

yang selalu ingin diikuti keinginannya, sehingga diet yang

dianjurkan tersebut tidak berjalan dengan baik.

c. Jenis kelamin

Pria pada umumnya lebih mudah terserang Diabetes

Mellitus dibandingkan dengan wanita. Hal ini mungkin

disebabkan pria lebih banyak mempunyai faktor yang

mendorong terjadinya Diabetes Mellitus seperti stres,

kelelahan dan makanan yang tidak terkontrol. Kemungkinan

lain juga bisa disebabkan karena laki-laki lebih cenderung

kurang bisa mengikuti atau mematuhi anjuran diet yang

diberikan tenaga kesehatan dan bisa juga disebabkan gaya

hidup laki-laki yang kurang baik seperti kebiasan merokok dan

minumminuman yang mengandung alkohol. Laki-laki


cenderung tidak bisa mematuhi anjuran yang diberikan tenaga

kesehatan, sehingga banyaknya lakilaki yang menderita

Diabetes Mellitus, ini juga disebabkan gaya hidup, pola makan

dan kebiasaan yang di lakukan laki-laki bisa memicu

terjadinya Diabetes Mellitus dan menimbulkan komplikasi

yang lebih membahayakan.

d. Status sosial ekonomi

Seseorang yang memiliki status sosial ekonomi

menengah kebawah cenderung lebih tidak patuh terhadap diet

Diabetes Mellitus yang diberikan baik dari dokter sendiri

maupun tenaga kesehatan lainnya dibandingkan yang berstatus

sosial ekonomi menengah keatas. Karena sebagian besar

penderita yang berstatus sosial ekonomi menengah kebawah

mempunyai keterbatasan ekonomi untuk memenuhi semua

anjuran yang diberikan tenaga kesehatan, sehingga mereka

hanya mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan standar

keuangan yang mereka miliki sehingga kurang memperdulikan

diet yang mereka jalankan.

e. Motivasi

Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri

seseorang individu yang mendorongnya untuk melakukan

perbuatan-perbuatan (perilaku) sehingga dalam hal ini,

merupakan keinginan dari penderita Diabetes Mellitus untuk

melakukan pemeriksaan kesehatan atau kepatuhan diet yang


dianjurkan oleh pelayanan kesehatan dengan harapan

mendapatkan kesehatan yang maksimal

2.2.4 DERAJAT KETIDAKPATUHAN

Derajat ketidakpatuhan itu ditentukan oleh beberapa faktor

yaitu:

1. Kompleksitas prosedur pengobatan

2. Derajat perubahan gaya hidup yang dibutuhkan

3. Lamanya waktu dimana Klien harus mematuhi progam tersebut

4. Apakah penyakit itu benar-benar menyakitkan

5. Apakah pengobat itu berpontensi menyelamatkan hidup.

6. Keparahan penyakit yang dopersepsikan sendiri oleh Klien dan

bukan petugas

2.2.5 HASIL PENGUKURAN KETIDAK PATUHAN

Hasil pengukuran kepatuhan dikategorikan menjadi patuh dan

tidak patuh.

1. Patuh Bila perilaku penderita sesuai dengan ketentuan yang

diberikan oleh professional kesehatan.

2. Tidak patuh Bila Klien menunjukan ketidaktaatan terhadap intruksi

yang diberikan (Nuriyah, 2021).

2.2.6 TANDA DAN GEJALA KETIDAKPATUHAN

Menurut (Tim Pokja DPP PPNI, 2016) tanda dan gejala

ketidakpatuhan dibedakan menjadi gelaja mayor dan minor.

Tanda dan gejala mayor

Subjektif :
1. Menolak menjalani perawatan/pengobatan

2. Menolak mengikuti anjuran

Objektif :

1. Perilaku tidak mengikuti program perawatan/pengobatan

2. Perilaku tidak menjalakan anjuran

Tanda dan gejala minor

Subjektif :

(tidak tersedia)

Objektif :

1. Tampak tanda/gejala penyakit/masalah kesehatan masih ada atau

meningkat

2. Tampak komplikasi penyakit/masalah kesehatan menetap/atau

meningkat

2.2.7 CARA MENGATASI KETIDAKPATUHAN

Perawat dapat mengusulkan rencana-rencana untuk dapat

mengatasi ketidakpatuhan seseorang atau Klien yang sedang

mengalami suatu penyakit yaitu :

1. Mengembangkan dari tujuan kepatuhan itu sendiri, terdapat

banyak dari Klien yang mulai tidak mematuhi nasihat-nasihat

pada awalnya pemicu ketidakpatuhan disebabkan karena jangka

waktu yang lumayan lama dan paksaan dari tenaga kesehatan

yang dapat menghasilkan efek negatif pada Klien sehingga pada

awalnya Klien mempunyai sikap patuh dan dapat berubah

menjadi tidak patuh


2. Perilaku sehat, kebiasaan seseorang sangat mempengaruhi hal ini

sehingga dapat dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya

mengubah perilaku, tetapi juga untuk dapat mempertahankan

perubahan-perubahan tersebut. Kontrol diri, evaluasi diri, dan

penghargaan terhadap seseorang atau diri sendiri dapat dilakukan

dengan cara melakukan kesadaran diri. Modifikasi perilaku harus

dilakukan antara Klien dengan tenaga medis atau pemberi

pelayanan kesehatan supaya terciptanya perilaku yang sehat

3. Dukungan sosial, dukungan sosial dari anggota keluarga dalam

bentuk waktu, motivasi dan uang adalah faktor yang sangat

penting dalam kepatuhan setiap orang atau Klien. Salah satu

contohnya tidak memiliki pengasuh, tidak adanya transportasi,

salah satu anggota keluarganya yang sakit, dapat mengurangi

intensitas kepatuhan. Keluarga, teman atau kerabat sangat

diharapkan dapat membantu mengurangi ansietas yang telah

disebabkan oleh suatu penyakit tertentu, keluarga, teman atau

kerabat dapat menghilangkan perilaku ketidakpatuhan dan

sebagai pendukung untuk dapat mencapai suatu kepatuhan

(Wahyuni, 2019).

2.3 KONSEP COACHING EDUCATION

2.3.1 PENGERTIAN

Palmer & Whybrow (2003) menjelaskan coaching diartikan

membuka potensi seseorang untuk memaksimalkan perfoma mereka

sendiri. Sedangkan health coaching adalah pendekatan kolaboratif


untuk perawatan yang menginformasikan, melibatkan, dan

memotivasi pasien untuk mengambil peran yang lebih menonjol

dalam mengelola kesehatan mereka (FATIMAH KOA, 2019)

Inti dari coaching adalah memberdayakan orang dengan

memfasilitasi pembelajaran diri, pertumbuhan pribadi dan perbaikan

kinerja. Coaching adalah suatu kolaborasi dimana tindakan coach

seperti seorang pelatih yang mendukung, menganjurkan dan

membantu klien melalui pengalaman yang sedang dialami klien

sebagai keahlian dan seseorang membuat itu terjadi(Donner &

Wheeler, 2014). Dapat dikatakan coaching merupakan hubungan

kolaborasi antara seorang coach dengan coachee/individu, lebih

berfokus pada pembinaan pada waktu yang pendek, bertujuan untuk

mengembangkan ketrampilan. Pendekatan yang dilakukan coach tidak

memberikan nasehat, mengajar atau memberi perintah tetapi lebih

pada membantu seseorang, mendukung dan menganjurkan.

2.3.2 MANFAAT DAN TUJUAN

Terdapat 3 tujuan utama dalam memberikan coaching yang

meliputi (Gandy et al., 2013):

1. Membantu klien mengkaji kesehatannya, memberikan rekomendasi

tata laksana, pendidikan kesehatan serta saran untuk mengurangi

resisitensi dan meningkatkan penerimaan terhadap informasi.

Tujuan utamanya adalah membantu klien mengidentifikasi,

memahami dan memprioritaskan peningkatan perilaku kesehatan.


2. Membantu klien memutuskan ketertarikannya sendiri dalam

mengadopsi rekomendasi dan perubahan gaya hidup dan

berkomitmen dalam menentukan tindakan. Hal ini membantu klien

meningkatkan motivasi dan komitmen dalam mencapai tujuan.

3. Membantu klien dalam mengembangkan keterampilan pemecahan

masalah sehingga mereka akan lebih sistematik dalam membuat

keputusan, merencanakan, memulai dan mempertahankan perilaku

sehingga akan meningkatkan kemampuan untuk melakukan

tindakan yang diharapakan.

2.3.3 TEKNIK COACHING

Teknik Individual Coaching diawali dengan meminta pasien

untuk menyebutkan apa yang paling dia inginkan untuk dicapai terkait

penyakit atau kondisinya, atau berusaha untuk mengungkap isu-isu

yang paling diperhatikan oleh pasien (FATIMAH KOA, 2019). Gandy

et al., (2013) menyatakan terdapat strategi yang disebut OARS teknik,

dimana teknik ini memfasilitasi pasien untuk tetap berdiskusi, yaitu

open-enden question (pertanyaan terbuka) memungkinkan pasien

untuk fokus pada masalahnya pada saat itu. Meskipun perawat

memiliki saran dan informasi untuk diberikan pada pasien namun

pasien bisa sja tidak siap untuk menerima atau melaksanakannya,

affirmation of the person’s strenghs (menegaskan kekuatan pasien,

memvalidasi sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki pasien.

Hal ini membantu pasien merasakan keyakinan bahwa tujuan memang

dapat dipenuhi), reflective listening (mendengarkan secara reflektif


menunjukan bahwa perawat tertarik pada permasalahan pasien, bukan

justru perawat sebagai pusat perhatian, perawat lebih berusaha

mempelajari atau memahami posisi klien), summary (ringkasan

memungkinkan perawat unuk mengulangi poin utama bersama pasien

dan untuk mengungkapkan minat pasien) (FATIMAH KOA, 2019).

Ada banyak model atau kerangka kerja yang berbeda yang

digunakan dalam pendekatan pembinaan kesehatan. Namun sebagian

besar konsep pembinaan kesehatan memiliki beberapa karakteristik

umum yaitu:

1. Memberdayakan individu/masyarakat untuk mencapai

kesehatannya

2. Berfokus pada tujuan yang ingin dicapai oleh individu/

masyarakat bukan berdasarkan tujuan dari pemberi pelayanan

3. Pengembangan hubungan kolaboratif antara peserta dan pemberi

pelayanan kesehatan

4. Berasumsi bahwa individu/masyarakat memiliki wawasan dan

memiliki potensi

5. Membantu individu/masyarakat menilai dimana mereka berada

dan apa yang mereka ingin capai.

6. Membantu individu/masyarakat merencanakan untuk mencapai

tujuan mereka dengan cara yang lebih mudah

7. Menentukan keyakinan atau hal apa yang menghambat individu /

masyarakat untuk melakukan perubahan yang positif.

2.3.4 TAHAPAN COACHING


Memberikan coaching terhadap klien perlu memperhatikan

beberapa elemen agar proses coaching dapat berjalan efektif.

Elemenelemen ini dikenal sebagai 7 elemen esensial coaching.

Ghorob et al., (2011) memberikan penjelasan 7 elemen tersebut yang

meliputi (FATIMAH KOA, 2019):

1. Tahapan Pengkajian

Coach mengkaji persepsi klien tentang manfaat serta hambatan

yang dihadapi klien dalam menghadapi penyakitnya. Tujuan dari

pengkajian untuk mengetahui kesiapan peningkatan pengetahuan

tentang penyakit yang diderita.

2. Tahapan pemberian edukasi dan motivasi

Pada tahap ini Coach memberikan informasi berupa

pendidikan kesehatan kepada klien mengenai penyakitnya atau

situasi terkait perilaku kesehatan yang dilakukan klien pada tahap

ini. Informasi ini harus mencakup konsep perilakunya, baik itu

manfaat dan dampak dari perilaku yang dilakukan. Aspek ini

meningkatkan aspek kognitif..

3. Negosisasi perubahan perilaku

Proses ini diartikan sebagai goal setting dalam coaching.

Coach dan klien akan mendiskusikan tentang perubahan

perilakunya. Pada tahap ini akan diputuskan seberapa jauh tujuan

yang ingin dicapai klien dalam perubahan perilakunya.

4. Menyediakan training pemecahan masalah


Pada saat menjalani perubahan perilaku tentu saja klien akan

menemui kendala dalam pelaksanaanya. Coach harus memberikan

bimbingan pemecahan masalah klien dalam posisi ini. HIT dan

HET dibutuhkan apabila diperlukan bila masalah yang dihadapi

menyangkut masalah psikologis.

5. Membantu aspek emosional klien

Kendala psikologis sering ditemui dalam setiap perubahan

perilaku. Untuk itu, dalam membantu klien, coach perlu

memberikan pendampingan emosional. Dilakukan dengan HIT

dan HET seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya.

Tahapan ini membentuk afektif klien.

6. Mendorong klien untuk terlibat aktif dalam manajemen penyakit

Dilakukan dengan persuasi verbal serta HIT & HET. Pada

dasarnya, health coaching ini berpusat pada klien sehingga klien

dituntut secara aktif melakukan manajemen terhadap penyakitnya.

Tahap ini juga berarti klien harus dapat terlibat dalam lingkungan

sekitarnya untuk dapat menjalankan perilaku kesehatan yang

efektif.

7. Kontrol regular

Coach melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan

perubahan perilaku. Perubahan yang ditemui selama pengawasan

didokumentasikan sebagai langkah untuk memecahkan masalah

bila ada hambatan dalam pelaksanaan.


Dalam melaksanakan 7 langkah ini tidak diberikan kriteria

bahwa 7 langkah tersebut dilakukan secara berurutan. Tujuh langkah

ini dapat disusun sesuai dengan kebutuhan klien. Dalam setiap sesi

juga tidak diperlukan melakukan keseluruhan elemen namun

memperhatikan kebutuhan klien. Hal yang perlu diperhatikan adalah

menggunakan HIT dan HET karena mekanisme ini merupakan

mekanisme yang berjalan untuk mengatasi masalah psikologis klien

karena coach perlu menjadikan aspek psikologis sebagai inti dari

coaching (Palmer, Tubbs and Whybrow, 2003).

2.3.5 SYARAT PEMBIMBING PADA METODE COACHING

Seorang pembimbing klinik yang efektif harus (Nurhayani,

2011):

1. Mahir/proficient dalam keterampilan yang akan diajarkan

2. Mendorong peserta mempelajari keterampilan baru

3. Meningkatkan komunikasi terbuka (2 arah)

4. Memberikan umpan balik sesegera mungkin dengan cara antara

lain:

a) Menggunakan humor yang tepat

b) Mengamati peserta dan mempertahankan tanda-tanda stress

c) Memberikan istirahat yang teratur selama sesi coaching

d) Mengadakan perubahan terhadap suasana coaching yang rutin

e) Memusatkan perhatian pada keberhasilan peserta dan bukan

pada kegagalan
2.4 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

2.4.1 PENGKAJIAN

Pengkajian merupakan tahap awal dalam proses keperawatan,

pengkajian harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Pengkajian

meliputi :

1. Biodata klien :

Hal yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin,

pendidikan, pekerjaan, agama, keluarga atau orang terdekat alamat.

2. Riwayat Kesehatan :

a. Riwayat penyakit masa lalu

Biasanya penyakit Diabetes Mellitus adalah penyakit

yang sudah lama dialami oleh klien dan biasanya dilakukan

pengkajian tentang riwayat minum obat klien selain itu

mengkaji mengenai pola makan klien terdahulu apakah ada

pantangan makanan tertentu.

b. Riwayat penyakit sekarang

Keluhan klien yang dirasakan saat melakukan

pengkajian.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Mengkaji riwayat keluarga apakah ada yang menderita

riwayat penyakit yang sama.

3. Data dasar pengkajian


a. Aktifitas/ istirahat. Kelemahan, letih, sesak napas, gaya hidup

(merokok, meminum alkohol, jarang berolahraga) Tanda :

frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung takipnea

b. Sirkulasi Riwayat Diabetes Mellitus, aterosklerosis, penyakit

jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler Tanda : kenaikan

tekanan darah meningkat, denyut nadi jelas dan karotis.

c. Integritas ego Perubahan kepribadian, ansietas, euphoria, marah

kronik Tanda : gelisah, otot muka tegang, gerakan fisik cepat,

peningkatan pola bicara.

d. Eliminasi Gangguan saat ini atau lalu/obstruksi penyakit ginjal

e. Makanan dan cairan. Penderita sering memakan makanan yang

mengandung gula tinggi atau menghindari gula sama sekali

f. Neurosensori Penderita sering mengeluhkan pening/pusing,

berdenyut, sakit kepala, gangguan penglihatan (penglihatan

kabur)

g. Nyeri/ ketidaknyamanan Penderita mengeluh sakit kepala yang

membuat penderita susah tidur dan mengganggu

kenyamanannya. Selain data di atas dalam melakukan

pengkajian pada klien dengan ketidakpatuhan, hal yang

terpenting harus dikaji adalah penyebab ketidakpatuhannya

meliputi :

1) Usia

2) Sumber, meliputi tingkat penghasilan, bantuan publik,

sumbersumber keuangan yang lain


3) Ada tidaknya asuransi kesehatan

4) Status pekerjaan

5) Tingkat pendidikan

2.4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

Ketidakpatuhan individu dan/atau pemberi asuhan tidak

mengikuti rencana perawatan/ pengobatan yang disepakati dengan

tenaga kesehatan, sehingga menyebabkan hasil

perawatan/pengobatan tidak efektif.

2.4.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

Menurut (Tim Pokja DPP PPNI, 2017) intervensi merupakan

segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan

pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai peningkatan,

penvegahan dan pemulihan kesehatan klien individu, keluarga, dan

komunitas.

Berikut ini adalah intervensi untuk klien ketidakpatuhan diet

makanan :

1. Masalah keperawatan : ketidakpatuhan

2. Tujuan keperawatan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan

sebanyak 3 kali pertemuan diharapkan tingkat kepatuhan

mengikuti anjuran pada klien Diabetes Mellitus membaik

dengan kriteria hasil :

a. Perilaku sesuai anjuran verbalisasi minat dalam belajar

meingkat
b. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik

meningkat

c. Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang

sesuai dengan topik meningkat

d. Perilaku sesuai dengan anjuran meningkat

3. Intervensi yang diberikan kepada klien sesuai dengan standart

intervensi keperaatan indonesia (SIKI) adalah sebagai berikut:

Edukasi Diet (I.12369)

Observasi

 Identifikasi kemampuan Klien dan keluarga menerima

informasi

 Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini

 Identifikasi kebiasaan pola makan saat ini dan masa lalu

 Identifikasi persepsi Klien dan keluarga tentang diet yang

diprogamkan

Terapeutik

 Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan

kesehatan

 Berikan kesempatan Klien dan keluarga untuk bertanya

 Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu

Edukasi

 Jelaskan secara singkat tentang Diabetes mellitus

 Jelaskan kenapa klien DM harus patuh dengan diet

 Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan


 Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang

 Beri pilihan untuk memilih sendiri makanan dagar tidak

bosan saat menjalani diet


SDKI SLKI SIKI
Ketidakpatuha Tingkat Pengetahuan Edukasi Diet (I.12369) Definisi :
n (D.0114) Definisi : Mengerjakan jumlah, jenis, dan jadwal
Definisi: Kecukupaninformasi kognitif yang berkaitan dengan asupan makanan yang diprogamkan.
Perilaku individu topik tertentu Tindakan :
dan/atau pemberi Setelah dilakukan tindakan keperawatan sebanyak 3 kali pertemuan a. Observasi a Identifikasi kemampuan
asuhan tidak mengikuti diharapkan tingkat kepatuhan mengikuti anjuran pada klien Diabetes Klien dan keluarga menerima informasi
rencana perawatan Mellitus membaik dengan kriteria hasil  Identifikasi tingkat pengetahuan saat ini
/pengobatan yang  Identifikasi kebiasaan pola makan saat
Kriteria hasil Menurun Cukup Sedang Cukup meningkat
disepakati dengan ini dan masa lalu
tenaga kesehatan, menurun meningkat
 Identifikasi persepsi Klien dan keluarga
sehingga menyebabkan Perilaku sesuai tentang diet yang diprogamkan
hasil perawatan anjuran verbalisasi 1 2 3 4 5 b. Terapeutik
/pengobatan tidak minat dalam belajar  Jadwalkan waktu yang tepat untuk
efektif. Kemampuan memberikan pendidikan kesehatan
menjelaskan  Berikan kesempatan Klien dan
pengetahuan tentang 1 2 3 4 5 keluarga untuk bertanya
suatu topik c. Edukasi
 Jelaskan secara singkat tentang Diabetes
Kemampuan mellitus
menggambarkan  Jelaskan kenapa klien DM harus patuh
pengalaman 1 2 3 4 5 dengan diet
sebelumnya yang  Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap
sesuai dengan topik kesehatan
Perilaku sesuai  Informasikan makanan yang
1 2 3 4 5 diperbolehkan dan dilarang
dengan anjuran
 Beri pilihan untuk memilih sendiri
makanan dagar tidak bosan saat menjalani
diet
 Jelaskan akibat karena tidak mematuhi
diet
2.4.4
2.4.5 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Pelaksanaan atau implementasi adalah pemberian tindakan

keperawatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan rencana

tindakan yang telah disusun setiap tindakan keperawatan yang

dilakukan dan dicatat dalam pencatatan keperawatan agar tindakkan

keperawatanterhadap penderita berlanjut. Prinsip dalam melaksanakan

tindakan keperawatan yaitu dengan cara pendekatan pada penderita

efektif, teknik komunikasi teraupetik serta penjelasan untuk setiap

tindakan yang diberikan kepada klien. Dalam melakukan tindakan

keperawatan menggunakan tiga tahan yaitu: dependent, independent

dan interdependent. Independent adalah suatu tindakan yang

dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter atau

tenaga kesehatan lainnya. Interdependent adalah tindakan

keperawatan yang menjelaskan suatu kegiatan yang memerlukan suatu

kerja sama dengan tenaga kesehatan lainnya, misalnya tenaga sosial,

ahli gizi dan dokter. Keterampilan yang perawat harus miliki didalam

melaksanakan tindakan keperawatan yaitu: kognitif dan sikap

psikomotor (Nuriyah, 2021)

2.4.6 EVALUASI

Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai

apakah tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak

untuk mengatasi suatu masalah. Pada tahap evaluasi, perawat dapat

mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan,

dan pelaksanaan telah tercapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan


pada akhir proses keperwatan tetapi tahap ini merupakan bagian

integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data

perlu direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah

dikumpulkan dan kesesuaian perilaku yang observasi. Diagnosis juga

perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya. Evaluasi

juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan apakah

tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif (Sitanggang,

2018)
2.5 KERANGKA KONSEP

Input Proses Output

Intervensi menggunakan metode 1. Perilaku sesuai anjuran


Faktor- Faktor yang
Coaching Edukasi verbalisasi minat dalam belajar
mempengaruhi ketidakpatuhan
1. Jelaskan secara singkat meningkat
pada klien Diabetes Mellitus
tentang Diabetes mellitus 2. Kemampuan menjelaskan
1. Pengetahuan
2. Jelaskan kenapa klien DM pengetahuan tentang Diabetes
2. Usia harus patuh dengan diet
mellitus meningkat
3. Jenis kelamin 3. Jelaskan tujuan kepatuhan
3. Kemampuan menggambarka
4. Status sosial ekonomi diet terhadap kesehatan
pengalaman sebelumnya
5. motivasi 4. Informasikan makanan yang
tentang diabetes mellitus
diperbolehkan dan dilarang
5. Beri pilihan untuk memilih
meningkat

sendiri makanan dagar tidak 4. Perilaku sesuai anjuran


bosan saat menjalani diet meningkat
6. Jelaskan akibat karena tidak
mematuhi diet
2.6 PENJELASAN KERANGKA KONSEP

Berdasarkan kerangka konsep di atas dapat diuraikan beberapa hal

sebagai berikut. Diantaranya kerangka konseptual yang tersusun dari input,

proses, dan output. Input yang diambil yaitu ketidakpatuhan diet makanan

pada klien Diabetes Mellitus, selanjutnya proses mencakup praktik yang

terdiri dari kompetensi keperawatan yakni membuat asuhan keperawatan

yang mencakup komponen pengkajian, diagnosa, intervensi keperawatan.

Masalah keperawatan yang terjadi pada input yang diambil adalah

ketidakpatuhan pada klien yang mengalami Diabetes Mellitus. Diabetes

Mellitus dapat mengakibatkan resistensi pada pembuluh darah otak

meningkat dan menimbulkan berbagai gejala. Salah satu faktor timbulnya

gejala Diabetes Mellitus yaitu gaya hidup yang salah dan menyebabkan

ketidakpatuhan terhadap terapi nonfarmakologi yaitu penurunan diet

makanan. Dari penjelasan tersebut maka penulis dapat memberikan tindakan

asuhan keperawatan mencakup berbagai intervensi dengan kriteria hasil

tingkat kepatuhan Klien dalam diet makanan meningkat.


BAB III

METODE PENELITIHAN

3.1 RANCANGAN PENELITIHAN

Rancangan penelitian yang digunakan dalam karya tulis ini adalah

studi kasus. Studi kasus merupakan suatu metode yang mengekspresikan

suatu masalah atau fenomena dengan batasan terperinci, memiliki data yang

mendalam dan menyertakan berbagai sumber informasi. Studi kasus ini

dibatasi oleh waktu dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa,

aktivitas suatu individu berhubungan dengan keadaan khusus itu sendiri,

factor-faktor yang mempengaruhi, kejadian-kejadian khusus yang muncul

sehubungan dengan kasus, maupun tindakan dan reaksi kasus terhadap suatu

perlakuan atau pemaparan tertentu (Hidayat, 2019)

Dalam studi kasus ini peneliti menggunakan dua klien yang akan

dikaji sesuai keluhan dan diberi asuhan keperawatan yang sesuai dengan

diagnosa klien tersebut. Studi kasus ini adalah studi untuk mengidentifikasi

masalah tentang Asuhan Keperawatan Ketidakpatuhan Program Diet Pada

Klien Diabetes Mellitus Tipe II Dengan Intervensi Coaching Education

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIHAN

Studi kasus ini akan dilaksanakan di Kecamatan Turen Kabupaten

Malang. Studi kasus ini dilaksanakan di bulan april 2023. Lama waktu 2

minggu dengan jumlah kunjungan minimal 3 kali selama perawatan.


3.3 SUBJEK PENELITIHAN

Dalam studi kasus ini, subyek penelitian dalam penyusunan studi

kasus adalah 3 Klien yang memiliki masalah diabetes mellitus tipe II dengan

ketidakpatuhan diet dan bersedia menjadi responden dengan menanda tangani

informed consent, dengan kriteria inklusi :

1. Klien yang menderita diabetes mellitus >1 tahun

2. Klien diabetes mellitus dengan pendidikan minimal SMA sederajat

3. Dengan karakteristik sama sama mempunyai riwayat diabetes mellitus

dengan ketidakpatuhan diet makanan

3.4 PENGUMPULAN DATA

3.5.1 OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK

Observasi langsung ini dilakukan dengan mengadakan

kunjungan rumah dan melihat langsung untuk mengetahui keadaan

klien terutama yang berhubungan dengan kesehatan.

Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui adanya

masalah kesehatan dari klien

3.5.2 WAWANCARA

Wawancara dilakukan terhadap hal-hal yang perlu diketahui

baik aspek fisik, mental, sosial budaya, ekonomi, kebiasaan,

lingkungan dan sebagainya.

3.5.3 STUDI DOKUMEN

Pengumpulan data dilakukan dengan melihat catatan tentang

kesehatan klien
3.5.4 PELAKSANAAN INTERVENSI

1. Membina hubungan saling percaya (BHSP), pengisian lembar

persetujuan inform consent, melakukan pengkajian, menetapkan

diagnosa keperawatan, menentukan tindakan keperawatan.

2. Intervensi domain (1.12369), melaksanakan SAP tentang

Diabetes Mellitus dan diet makanan untuk Diabetes Mellitus dan

komplikasinya, melakukan evaluasi keberhasilan penyuluhan

setelah melakukan penyuluhan.

3. Intervensi domain (1.12369), melakukan SAP tentang yang akan

diberikan pada klien yang menderita Diabetes Mellitus.

Melakukan evaluasi intervensi pertama dan kedua setelah

penyuluhan

4. Intervensi domain (1.12369), melakukan SAP tentang edukasi

diet yang diberikan pada klien yang menderita Diabetes Mellitus.

Melakukan evaluasi intervensi pertama, kedua dan ketiga setelah

penyuluhan

3.5 UJI KEABSAHAN DATA

Uji keabsahan data bertujuan untuk menguji kualitas data atau

informasi yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Uji keabsahan data dimaksudkan untuk menguji kualitas data / informasi

yang diperoleh sehingga menghasilkan data dengan validitas tinggi.

Disamping integritas peneliti (karena peneliti menjadi instrument utama), uji

keabsahan data dapat di lakukan dengan :


1. Menambahakan waktu untuk penelitian dan melakukan tindakan pada

klien dan keluarga.

2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari dua sumber

data utama yaitu, klien dan keluarga klien yang berkaitan dengan

masalah yang diteliti.

3.6 ANALISA DATA

3.7.1 PENGUMPULAN DATA

Data dikumpulkan dari hasil WOD (wawancara, observasi,

dokumentasi). Hasil ditulis dalam bentuk transkip (catatan

terstruktur).

3.7.2 MEREDUKSI DATA

Dari hasil wawancara yang terkumpul dalam bentuk catatan

lapangan dijadikan data dalam bentuk transkip dan dikelompokkan

menjadi data subjektif dan data objektif, dianalisa berdasarkan hasil

pemeriksaan diagnostic kemudian dibandingkan nilai normal.

3.7.3 PENYEJIAN DATA

Penyajian data dapat dilakukan dengan tabel, bagian maupun

naratif. Kerahasiaan dari klien dijamin dengan jalan menyamarkan

identitas dari klien.

3.7.4 KESIMPULAN

Data yang disajikan , kemudian data dibahas dan dibandingkan

dengan hasil-hasil penelitian secara teoritis dengan perilaku kesehatan.

Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induksi. Data yang


dikumpulkan terkait dengan data pengkajian, diagnosis, perencanaan,

tindakan data evaluasi.

3.7 ETIKA PENELITIHAN

3.8.1 INFORMED CONSENT

Informed consent adalah bentuk persetujuan antara penalty

dengan responden peneliti yang memberikan lembar persetujuan.

Seperti mengatakan apakah ibu atau bapak bersedia untuk menjadi

responden, jika klien tidak bersedia kita tidak bolek untuk

memaksakan klien

3.8.2 ANONIMITY

Isu etika keperawatan adalah isu yang menjamin penggunaan

subjek penelitian dengan tidak mencantumkan atau tidak

mencantumkan nama responden (menggunakan inisial nama) pada

formulir pengumpulan data, jika tidak maka hasil penelitian akan

ditampilkan.

3.8.3 CONFIDENTIALY

Perawat harus bisa menjaga semua informasi tentang klien

yang harus dijaga kerahasiannya. Kita sebagai perawat tidak boleh

menceritakan informasi mengenai klien kepada semua orang

terkecuali kepada keluarga pasien atau kuasa hukum jika diperlukan.

Anda mungkin juga menyukai