Anda di halaman 1dari 11

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMALSUAN IDENTITAS

PEMBUATAN AKTA OTENTIK

Dimas Akbariqbal Azis


S352202009
Fakultas HukuM, Universitas Sebelas Maret
Jl. Ir. Sutami No. 36, Kentingan, Kec. Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah
Email:

Abstract
A notary is an official who has the authority to make deeds. An authentic deed is a strong proof
in court. As a Notary, caution is important, because the Notary is responsible for the deed and
the parties who sign the deed. The research uses normative legal research methods. By using a
statutory approach (statute approach) and a conceptual approach (conceptual approach) by
means of descriptive-analytical analysis of materials. The results of the research and discussion
concluded that in relation to making a notarial deed, documents or information from the client
must be in accordance with its authenticity, no element of falsity is allowed in making a notarial
deed. If there is an element of forgery and the notary participates in making the document or
statement, the notary must be responsible for the deed he makes. However, before the notary
receives sanctions for his unlawful actions, there needs to be proof first that there are losses
suffered by the parties or clients due to the unlawful actions committed by the notary.
Keywords: Deed, Notary, Liability

Abstrak
Notaris merupakan pejabat yang berwenang untuk membuat akta. Akta autentik merupakan surat
pembuktian kuat di pengadilan. Sebagai seorang Notaris, kehati-hatian adalah hal yang penting,
karena Notaris bertanggungjawab akan akta dan para pihak yang menandatangani akta.
Penelitian menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dengan menggunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan
cara analisis bahan secara deskriptif-analisis. Hasil penelitian dan pembahasan menyimpulkan
bahwa berkaitan dengan pembuatan akta notaris membutuhkan dokumen atau keterangan dari
klien yang harus sesuai dengan keasliannya, tidak diperbolehkan adanya unsur kepalsuan
dalam pembuatan akta notaris. Apabila terdapat unsur kepalsuan dan notaris turut serta dalam
membuat dokumen atau keterangan tersebut maka notaris harus bertanggungjawab terhadap
akta yang dibuatnya. Namun sebelum notaris mendapatkan sanksi atas perbuatan melawan
hukumnya perlu adanya bukti terlebih dahulu bahwa terdapat kerugian yang diderita para pihak
atau klien atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh notaris.
Kata Kunci: Akta, Notaris, Tanggung Jawab

TANGGUNG JAWAB NOTARIS TERHADAP PEMALSUAN IDENTITAS


PEMBUATAN AKTA OTENTIK
A. Pendahuluan
Menurut R. Soegondo Notodisoerjo, notaris adalah pejabat umum openbare ambtenaren,
karena erat hubungannya dengan wewenang atau tugas dan kewajiban utama membuat akta-
akta autentik. Jabatan notaris merupakan jabatan yang bermartabat, dimana dalam
melaksanakan tugas dan jabatannya, seorang notaris mempunyai tugas dan tanggung jawab
khusus yang tercantum dalam Undang-Undang jabatan notaris. Tanggung jawab notaris yaitu
kewajiban dan kewenangan secara sah, yang diberikan khusus secara sah sejak mengucapkan
sumpah jabatan saat pertama kali diangkat sampai berhenti atau diberhentikan sebagai
notaris.1
Dalam melakukan tugasnya, notaris dilandasi oleh peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, yang dikenal sebagai Undang-Undang Jabatan Notaris.
UUJN diharapkan dapat memberi perlindungan hukum baik terhadap masyarakat maupun
Notaris sebagai pejabat umum, menjaga dan mengatur keseimbangan antar kepentingan agar
tidak terjadi konflik dalam masyarakat. Kedudukan seorang Notaris sebagai suatu
fungsionaris dalam masyarakat hingga saat ini dirasakan masih disegani. Seorang Notaris
biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat seseorang dapat memperoleh nasehat yang
dapat diandalkan, segala sesuatu yang ditulis dan ditetapkannya adalah benar, Notaris adalah
pembuat dokumen yang kuat dalam suatu proses hukum.

1
R. Soegondo Notodisoerjono, Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1993).
Akta dapat menjadi suatu alasan sah yang dibuat notaris untuk situasi dengan properti,
hak istimewa, dan komitmen seseorang. Kesalahan dari suatu akta notaris yang dapat
mengakibatkan tercabutnya hak seseorang atau seseorang dipersulit dengan suatu kewajiban.
Selanjutnya notaris menyelesaikan kewajiban dan jabatannya harus senantiasa diarahkan oleh
peraturan dan pedoman, seperangkat prinsip, dan etika lantaran dalam hal terdapat
pelanggaran yang diajukan oleh notaris akan sangat merepotkan notaris. Dengan asumsi akta
yang dibuatnya mengandung cacat yang sah hal ini disebabkan oleh perbuatan yang
disengaja oleh notaris wajib memberikan tanggungjawab moral maupun hukum.2
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris mengatur bahwa apabila
notaris dalam menjalankan suatu kewajiban terhadap tugasnya telah melakukan suatu
pelanggaran sehingga menimbulkan penyimpangan dari hukum, oleh sebab itu seorang
notaris tersebut dikenakan Sanksi Perdata, sanksi Administratif/Kode Etik Jabatan Notaris.
Persetujuan tersebut diatur dengan baik dahulu maupun saat ini didalam Undang-Undang
tentang Jabatan notaris terkait dengan Himpunan Asas Pemanggilan notaris tidak terdapat
data yang berhubungan dengan pemidanaan notaris namun asosiasi Badan Hukum. Badan
Administrasi resmi yang memiliki kewenangan dalam memberikan sanksi terhadap notaris. 3
Notaris dalam melaksanakan jabatan membentuk organisasi profesi jabatan yang
berbentuk perkumpulan yang berbadan hukum, yaitu Ikatan Notaris Indonesia yang
merupakan satu-satunya wadah pemersatu bagi semua dan setiap orang yang memangku dan
menjalankan tugas jabatan sebagai pejabat umum di Indonesia. Kode Etik Notaris dilandasi
oleh kenyataan bahwa Notaris sebagai pengemban profesi adalah orang yang memiliki
keahlian dan keilmuan dalam bidang kenotariatan, sehingga mampu memenuhi kebutuhan
masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang kenotariatan. Secara pribadi Notaris
bertanggung jawab atas mutu pelayanan jasa yang diberikan.
Dalam prakteknya, ada banyak permasalahan yang timbul pada pembuatan akta Notaris,
salah satunya adalah terdapat suatu pemalsuan identitas, dokumen palsu ataupun keterangan
palsu yang dilakukan oleh pihak penghadap dalam pembuatan akta otentik. Kewenangan
Notaris untuk membuat akta otentik kemudian disalahgunakan oleh masyarakat yang

2
Mohd. Afnizar and Devinsyah Nasution Muksin Putra Haspy, Kedudukan Akta Autentik Notaris Sebagai Alat
Bukti Menurut Pasal 1886 Kuh Perdata, 2015.
3
Syukri Arief, Andi Nurfajriani Riandini Akub and Syamsuddin Muchtar, “Persetujuan Majelis Kehormatan Notaris
Wilayah Dalam Pengambilan Minuta Akta Dalam Proses Peradilan,” Jurnal Hukum Dan Politik Islam 4 (1) (2019):
52–81.
mempunyai itikad buruk dalam pembuatan akta. Hal tersebutlah yang membuat profesi
Notaris menjadi profesi yang rentan terjerat permasalahan hukum. Notaris sering dilibatkan
dan dijadikan pihak dalam persidangan karena Notaris terlibat dalam pembuatan akta yang
memuat identitas palsu. Pada praktek nya ada Notaris yang memang terbukti melakukan hal
tersebut, namun tidak sedikit Notaris yang tidak ikut bertanggungjawab atas terjadinya
identitas palsu karena Notaris hanya membuat dan bertanggungjawab atas akta yang
dikehendaki oleh Penghadap.
Penerapan hukum antara Undang-Undang Jabatan Notaris dengan penerapan hukum
pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi tumpang tindih
sehingga memberikan suatu ketidakjelasan hukum bagi notaris apabila terjadi kesalahan
dalam bertindak berdasarkan tugas dan wewenangnya. Sanksi pidana dapat diterapkan
apabila adanya alat bukti suatu pelanggaran hukum yang berakitan deng perbuatan dengan
pidana sebagai bagian dalam penyelesaian suatu perkara hukum. Sanksi pidana merupakan
Ultimum Remedium, yaitu jalan terakhir apabila sanksi atau upaya-upaya hukum lainnya
sudah tidak mempan.
Berdasarkan uraian di atas, maka diperoleh rumusan masalah yaitu bagaimana tanggung
jawab notaris terhadap pemalsuan identitas pembuatan akta autentik dan bagaimana akibat
hukum tehadap akta yang dibuat notaris berdasarkan pemalsuan dokumen.

B. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan jenis penelitian hukum
normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum normatif ialah
penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. 4
Oleh lantaran itu maka penelitian ini akan menggunakan pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach) dengan cara analisis bahan
dilakukan secara deskriptif-analisis yang diperoleh dari bahan hukum sekunder dan didukung
oleh bahan hukum primer.

C. Pembahasan
1. Tanggungjawab Notaris Terhadap Pemalsuan Identitas Pembuatan Akta Autentik

4
Soerjono Soekanto and Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta, 2006).
Dalam menjalankan kewajibannya, seorang notaris harus mematuhi Undang-
Undang tentang Jabatan notaris (UU Perubahan UUJN) dan Kode Etik Notaris, dengan
alasan bahwa jika itu tidak dilakukan maka kewibawaan notaris yang akan hilang. Mulai
sekitar tahun 1987 diungkapkan oleh Departemen Kehakiman sekarang Departemen
Hukum dan HAM yakni jika notaris memiliki kewajiban untuk melakukan pemenuhan
persyaratan yang ditentukan oleh Pasal 3 Undang-undang perubahan dari UUJN yang
diadakan oleh INI (Ikatan Notaris Indonesia). Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004
tentang Tempat notaris yang dideklarasikan pada tanggal 6 November 2004 dalam
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 (UUJN). Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Nomor 30
Tahun 2004 tentang Kedudukan Jabatan Notaris yang Diumumkan pada tanggal 15
Januari 2014 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 (UU
Perubahan atas UUJN) memuat peraturan materiil dan peraturan formil, contohnya
pengaturan yang berkaitan dengan kapasitas dan kedudukan dari notaris. Selain itu,
tempat kepercayaan melengkapi bagian dari kekuasaan atau wewenang dari pemerintah,
seseorang notaris diharapkan memiliki karakter serta sikap yang baik melebihi
masyarakat.
Tanggung Jawab Notaris secara eksplisit disebutkan dalam Pasal 65 UUJN yang
menyatakan bahwa Notaris (Notaris Pengganti Khusus, dan pejabat sementara Notaris)
bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya, meskipun protokol Notaris telah
diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris. Notaris dalam
mengemban tugasnya baik dari segi kewenangan maupun kewajiban, Notaris harus
bertanggungjawab, artinya:5
a. Notaris dituntut melakukan pembuatan akta dengan baik dan benar, artinya akta yang
dibuat itu memenuhi kehendak hukum dan permintaan pihak yang berkepentingan
karena jabatannya.
b. Notaris dituntut menghasilkan akta yang bermutu, artinya akta yang dibuatnya sesuai
dengan aturan hukum dan kehendak pihak yang berkepentingan dalam arti
sebenarnya, bukan mengada-ada. Notaris harus menjelaskan kepada pihak yang
berkepentingan kebenaran isi dan prosedur akta yang dibuatnya itu.

5
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001).
c. Berdampak positif, artinya siapapun akan mengakui akta Notaris itu mempunyai
kekuatan bukti sempurna.
Pentingnya peranan Notaris dalam membantu menciptakan kepastian hukum serta
perlindungan hukum bagi masyarakat bersifat preventif yaitu bersifat pencegahan dengan
cara menerbitkan akta autentik yang dibuat dihadapannya terkait dengan status hukum,
hak, dan kewajiban seseorang dalam hukum yang berfungsi sebagai alat bukti yang
palingsempurna di pengadilan apabila terjadi sengketa atas hak dan kewajiban terkait.
Akta otentik diatur dalam Pasal 165 HIR, yang bunyinya sama dengan Pasal 285
Rbg adalah suatu akta yang dibuat oleh atau dihadapan pejabat yang diberi wewenang
untuk itu, merupakan bukti yang lengkap antara para pihak dari para ahli warisnya dari
mereka yang mendapat hak dari padanya tentang yang tercantum di dalamnya dan bahkan
sebagai pemberitahuan belaka, akan tetapi yang terakhir ini hanya diberitahukan itu
berhubungan langsung dengan perihal pada akta itu.6
Notaris merupakan profesi yang memiliki memiliki batasan untuk daerah kerja,
yaitu didalam satu provinsi. Berkaitan dengan wewenang yang harus dimiliki oleh
Notaris hanya diperkenankan untuk menjalankan jabatannya di daerah yang telah
ditentukan dan ditetapkan dalam UUJN dan di dalam daerah hukum tersebut Notaris
mempunyai wewenang. Apabila ketentuan itu dilanggar, maka akta yang dibuat oleh
Notaris menjadi tidak sah. Sebagai Pejabat umum yang berwenang untuk membuat suatu
akta otentik, maka Notaris sering kali bertindak tidak hati-hati dan tidak seksama dalam
menjalankan tugas dan jabatannya, hal tersebut tentunya dapat menimbulkan
permasalahan hukum, baik dalam ranah hukum perdata maupun pidana, hal tersebut
dapat disebabkan karena penghadap yang membuat akta otentik memberikan dokumen
palsu ataupun memberikan keterangan palsu kepada Notaris sehingga hal tersebut
menimbulkan permasalahan hukum terhadap akta autentik yang dibuatnya.7
Di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris telah diatur mengenai sanksi bagi Notaris yang
melakukan pelanggaran. Apabila seorang Notaris pada saat menjalankan jabatannya
melakukan pelanggaran yang menyebabkan kerugian bagi para pihak maupun pihak
6
Iis Laila Ridawati, Endang Purwaningsih, and Irwan Santosa, “Tanggung Jawab Notaris Atas Penggunaan
Dokumen Palsu Dalam Pembuatan Akta Autentik” 3 (1) (2023): 99–115.
7
Agus Toni Purnayasa, “Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang Tidak Memenuhi Syarat Pembuatan
Akta Autentik,” (Jurnal Hukum Kenotariatan 3 (3) (2018): 339.
ketiga, maka seorang Notaris dapat dijatuhi sanksi berupa sanksi perdata yang terdapat
pada Pasal 84 dan sanksi kode etik jabatan Notaris atau administratif pada Pasal 85.
Undang-Undang Jabatan Notaris hanya mengatur mengenai Sanksi Perdata dan Sanksi
Kode Etik Jabatan Notaris saja, tidak menyebutkan adanya Sanksi Pidana yang bisa
diberikan kepada seorang Notaris. Namun, sanksi pidana juga dapat dijatuhkan kepada
Notaris, apabila perbuatan yang dilakukan memenuhi unsur-unsur Tindak Pidana. Seperti
halnya proses penjatuhan saksi maka di butuhkan pembuktian atas tuntutan yang di
tuduhkan kepada Notaris yang mana dalam penjatuhan saksi andmistrasi yang berwenang
memerisa dan mengadili adalah majelis kode etik sedangkan sanksi pidana atau sanksi
perdata yang memeriksa dan mengadili adalah pengadilan.8
Seorang Notaris bertanggungjawab terkait para pihak yang menghadap
kepadanya. Orang yang menghadap adalah orang yang tandatangan didalam akta. Dalam
hal Notaris memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik yaitu mencantumkan nama
orang yang tidak menghadap sebagai penghadap merupakan suatu pelanggaran terhadap
kode etik Notaris yang tercantum didalam UUJN. Tidak hanya melanggar kode etik
profesi, tetapi juga bisa menjadi kasus pidana, jika pihak yang namanya dicantumkan
merasa dirugikan dan menuntut serta melapor kepada polisi. Keterangan palsu yang di
cantumkan didalam akta otentik merupakan pemalsuan surat dalam hal ini pemalsuan
akta otentik. Terkait pemalsuan akta yang dilakukan oleh notaris juga dapat di jatuhi
sanksi pidana jika memenuhi unsur-unsur yang ada didalam Pasal 263 dan Pasal 264
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

2. Akibat Hukum Terhadap Akta Autentik yang Dibuat Notaris yang Diketahui
Terdapat Pemalsuan Identitas
Akta yang dibuat notaris bersifat otentik yang dibuat untuk digunakan sebagai
pembuktian dikemudian hari bila terjadi sengketa mengenai apa yang termuat didalam
akta tersebut. Sifat keotentikan sebuah akta otentik dapat hilang dan mengalami
perubahan kekuatan pembuktian. Beban pembuktian untuk membuktikan bahwa akta

8
Soegeng Ari Soebagyo, “Akibat Hukum Akta Otentik Yang Terdegradasi Menjadi Akta Dibawah Tangan,” Akta 4
(3) (2017): 326.
tersebut tidak otentik diberikan kepada pihak yang menyangkal akta tersebut, pihak yang
menyangkal yang harus membuktikan bahwa akta tersebut tidak otentik dan setelahnya
diserahkan kepada pertimbangan hakim untuk memutuskan akat itu otentik atau tidak.
Hakim dapat menyatakan bahwa akta otentik itu didegradasi menjadi akta dibawah
tangan ataupun dibatalkan oleh putusan pengadilan bila akta tersebut terbukti tidak
otentik.
Terjadinya hal yang demikian maka dalam membuat akta, seorang notaris harus
berhati-hati dan mengikuti semua prosedur-prosedur dan syarat-syarat yang ditentukan
dalam pembuatan akta untuk mengurangi kemungkinan terjadinya sengketa dikemudian
hari mengenai akta yang dibuat, karena bila tidak berhati-hati ataupun tidak mengikuti
syarat dan prosedur yang ada, akta tersebut akan dapat mempunyai segala cacat yang
dapat membuat akta tersebut terdegradasi kekuatannya ataupun dapat dibatalkan oleh
putusan pengadilan. Apabila kejadian seperti diatas itu terjadi, itu merupakan kejadian
yang di sebabkan kurangnya kemahiran profesi dari notaris sendiri, seperti adanya
pencantuman identitas para pihak yang salah ataupun hal lainnya yang berakibat pada
cacatnya akta otentik yang dibuat notaris.9
Dengan demikian, dengan alasan eksklusif sebagaimana dikemukakan di atas,
maka kedudukan akta notaris yakni: 10
a. Dapat dibatalkan
b. Batal demi hukum
c. Mempunyai kekuatan pembuktian menjadi akta pada bawah tangan
d. Dibatalkan oleh para pihak sendiri, dan
e. Dibatalkan oleh putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum yang tetap
lantaran penerapan asas praduga sah.
Sehubungan menggunakan pembatalan akta notaris, perlu dikemukakan ketentuan
Pasal 84 UUJN. Menurut Pasal 84 UUJN bahwa tindakan pelanggaran yang dilakukan
notaris terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) huruf i, Pasal 16
ayat (1) huruf k, Pasal 41, Pasal 44, Pasal 48, Pasal 49, Pasal 50, Pasal 51, atau Pasal 52
yang menyebabkan suatu akta hanya memiliki kekuatan pembuktian menjadi akta pada

9
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang Kenotariatan (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2014).
10
Habibi Adjie, Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan (Bandung: PT. Refika Aditama, 2020).
bawah tangan atau suatu akta sebagai batal demi hukum bisa sebagai alasan bagi pihak
yang menderita kerugian buat menuntut penggantian biaya, ganti kerugian, dan bunga
pada notaris. Dalam Pasal 84 UUJN dipengaruhi terdapat 2 (dua) jenis hukuman perdata,
apabila notaris melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal-pasal tertentu dan pula
hukuman yang sama jenisnya beredar pada pasal-pasal yang lainnya yakni:
a. Akta notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan,
dan
b. Akta notaris menjadi batal demi hukum
Berdasarkan hukum positif yang berlaku apabila suatu akta yang dibuat Notaris
mengandung unsur-unsur tindak pidana surat palsu dan keterangan palsu, maka perbuatan
tersebut melanggar pasal 263, 264 dan 266 KUHP, sehingga sesuai Pasal 1320
KUHPerdata ayat (4), Akibat hukum terhadap akta otentik yang mengandung keterangan
palsu adalah bahwa akta tersebut telah menimbulkan sengketa dan diperkarakan di sidang
Pengadilan, maka oleh pihak yang dirugikan mengajukan gugatan secara perdata untuk
menuntut pembatalan agar hakim memutus dan mengabulkan pembatalan akta tersebut.
Dengan adanya putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka dinyatakan akta
tersebut batal demi hukum artinya tidak mempunyai kekuatan hukum karena akta
tersebut telah cacat hukum serta akta tersebut menjadi terdegradasi kekuatan
pembuktiannya dari yang semula akta otentik menjadi akta dibawah tangan. Suatu akta
notaris dari semula akta otentik setelah itu terdegradasi berkedudukan sebagai akta di
bawah tangan diatur dan berdasarkan Pasal 41, Pasal 44 ayat (5), Pasal 48 ayat (3), Pasal
49 ayat (4), Pasal 50 ayat (5), Pasal 51 ayat (4) Undang-Undang Jabatan Notaris tersebut,
akta notaris tersebut memiliki nilai kekuatan pembuktian sama dan serupa dengan akta di
bawah tangan.11

D. Penutup
1. Kesimpulan
Jabatan notaris merupakan jabatan yang bermartabat, dimana dalam
melaksanakan tugas dan jabatannya, seorang notaris mempunyai tugas dan tanggung
jawab khusus yang tercantum dalam Undang-Undang jabatan notaris. Didalam Undang-
11
Selamat Lumban Gaol, “Kedudukan Akta Notaris Sebagai Akta Di Bawah Tangan Berdasarkan Undang-Undang
Jabatan Notaris,” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 8 (2) (2018): 105.
Undang Jabatan Notaris (UUJN) tidak diatur mengenai sanksi pidana bagi Notaris.
Namun apabila seorang notaris terbukti melakukan perbuatan yang memenuhi unsur
pidana, maka pemidanaan dapat dijatuhkan kepada Notaris. Notaris sebagai pejabat yang
membuat akta otentik memiliki tanggungjawab atas aktanya, jika seorang Notaris dengan
sengaja mencantumkan Keterangan palsu yang dicantumkan kedalam akta maka selain
telah menggar kode etik notaris, juga telah melakukan perbuatan pidana.
Apabila diketahui akta notaris yang dibentuk dari informasi palsu tidak
menggunakan sendirinya menyebabkan akta tadi sebagai batal demi hukum. Para pihak
yang dirugikan menggunakan keberadaan akta misalnya itu wajib mengajukan gugatan
perta ke pengadilan buat membatalkan akta tadi. Akta tadi akan batal jika sudah
diputuskan oleh pengadilan dan putusan tadi adalah putusan yang mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.

2. Saran/Rekomendasi
Notaris sebagai pejabat umum diharapkan dapat menerapkan prinsip kehatihatian
dalam menjalankan jabatannya, baik dalam hal pembuatan akta, penyerahan salinan akta,
maupun penyimpanan protokol Notaris. Hal tersebut diperlukan agar fungsi dari akta
notaris sebagai akta otentik terpenuhi yaitu memberikan kepastian hukum dan menjadi
alat pembuktian yang sempurna.

Daftar Pustaka
Buku
Adjie, Habibi. Menjalin Pemikiran-Pendapat Tentang Kenotariatan. Bandung: PT. Refika
Aditama, 2020.
Afnizar, Mohd., and Devinsyah Nasution Muksin Putra Haspy. Kedudukan Akta Autentik
Notaris Sebagai Alat Bukti Menurut Pasal 1886 Kuh Perdata, 2015.
Budiono, Herlien. Ajaran Umum Hukum Perjanjian Dan Penerapannya Di Bidang
Kenotariatan. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2014.
Muhammad, Abdul Kadir. Etika Profesi Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
Notodisoerjono, R. Soegondo. Hukum Notariat Di Indonesia Suatu Penjelasan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1993.
Soekanto, Soerjono, and Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif. Jakarta, 2006.

Jurnal
Arief, Andi Nurfajriani Riandini Akub, Syukri, and Syamsuddin Muchtar. “Persetujuan Majelis
Kehormatan Notaris Wilayah Dalam Pengambilan Minuta Akta Dalam Proses Peradilan.”
Jurnal Hukum Dan Politik Islam 4 (1) (2019): 52–81.
Gaol, Selamat Lumban. “Kedudukan Akta Notaris Sebagai Akta Di Bawah Tangan Berdasarkan
Undang-Undang Jabatan Notaris.” Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara 8 (2) (2018): 105.
Purnayasa, Agus Toni. “Akibat Hukum Terdegradasinya Akta Notaris Yang Tidak Memenuhi
Syarat Pembuatan Akta Autentik.” (Jurnal Hukum Kenotariatan 3 (3) (2018): 339.
Soebagyo, Soegeng Ari. “Akibat Hukum Akta Otentik Yang Terdegradasi Menjadi Akta
Dibawah Tangan.” Akta 4 (3) (2017): 326.
Ridawati, Iis Laila, Endang Purwaningsih, and Irwan Santosa. “Tanggung Jawab Notaris Atas
Penggunaan Dokumen Palsu Dalam Pembuatan Akta Autentik” 3 (1) (2023): 99–115.

Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan
Nomor 30 Tahun 2004 tentang Kedudukan Jabatan Notaris
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris
Undang-Undang Dasar 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Kode Etik Notaris INI

Anda mungkin juga menyukai