Anda di halaman 1dari 13

Politik Desentralisasi

Pada Masa Reformasi di


Indonesia
Pada tahun 1999, Indonesia mengadopsi UU Nomor 22 Tahun 1999 yang
membawa perubahan signifikan dalam sistem pemerintahan daerah dan
otonomi daerah. Dengan hasil sebagai berikut:

● Pengaruh Politik Terhadap Kenaikan Jumlah PNS: Terjadi peningkatan


signifikan dalam jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2007 dan 2009,
yang secara implisit dikaitkan dengan tahun politik, seperti pemilihan presiden.
● Politikasi Birokrasi: Teks menyebutkan bahwa birokrasi di daerah menjadi politis
dan bertentangan dengan prinsip netralitas dalam pelayanan publik, di mana
pejabat publik diharapkan bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.
● Sistem Campuran dalam Rekrutmen Pegawai: Diperkenalkan sistem campuran
di mana daerah mengusulkan kebutuhan pegawai baru kepada pemerintah pusat,
dan formasi pegawai baru ditetapkan sesuai dengan kemampuan keuangan negara.
• Perubahan dalam Pengisian Jabatan Publik: UU tentang
kepegawaian negara diubah, dan pengisian jabatan publik menjadi
lebih terbuka (sistem terbuka).
• Mental Korup Pejabat: Teks menyebutkan bahwa penggunaan
sistem dalam kepegawaian akan sulit berhasil jika pejabat memiliki
mental korup.
• Stigmatisasi Terhadap Kritik Pemerintah: Teks mengatakan bahwa
kritik terhadap pemerintah atau presiden seringkali dipandang sebagai
ekstrim kiri atau ekstrim kanan dan dicap stigmatisasi.
• Pendekatan Paradigma Pemberian Keleluasaan Otonomi Daerah:
Pendekatan keleluasaan dalam otonomi daerah dijelaskan, di mana
daerah diberikan kebebasan untuk membangun wilayah dan
penduduknya.
• Garis Kontinum Antara Konfederasi-Federasi-Unitaris: Teks
menyajikan sebuah gambaran tentang garis kontinum antara negara
konfederasi, negara federasi, dan negara unitaris, serta potensi
pembentukan negara federasi.
• Pengaruh Globalisasi: Teks menyoroti pengaruh globalisasi dan
bagaimana daerah berkompetisi dengan daerah lain dan negara-
negara di seluruh dunia.
• Pengaturan Desa yang Terpisah: UU Nomor 5 Tahun 1979 tentang
Pemerintahan Desa yang menyeragamkan pemerintahan desa
disebutkan, tetapi belum terwujudkan. Hal ini kemudian diatasi
dengan UU khusus tentang Desa yang diterapkan dalam UU Nomor
23 Tahun 2014.
Model yang digunakan dalam konteks undang-undang Nomor 22 Tahun
1999

01
Paradigma pengakuan kewenangan pemerintahan.
Model Transfer

02
Daerah otonom memiliki kewenangan yang diakui secara
Kewenangan konstitusional
Model Pengaturan sumber daya pembiayaan berdasarkan

03
desentralisasi.
Perkembangan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengatur keuangan
Keuangan daerah secara khusus
Model

04
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mengatur pemerintahan
Pemerintahan daerah dan terminologi yang digunakan.
Daerah Pemerintahan daerah terdiri dari eksekutif daerah dan DPRD
Model Pengisian

05
Jabatan Kepala Mekanisme pengisian jabatan kepala daerah oleh DPRD
Daerah
Model Lembaga Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menetapkan DPRD
Perwakilan sebagai badan legislatif daerah
 Lanjutan

06 07 08 09
Model Organisasi Model Model Hubungan Arah Pemberian
Perangkat Daerah Pertanggungjawaban Antara Asas Tugas Pembantuan

Organisasi perangkat Kepala daerah Hubungan antara asas Undang-undang Nomor 22


daerah mengalami bertanggung jawab (desentralisasi, Tahun 1999 memberikan
perubahan setelah kepada DPRD dalam dekonsentrasi, dan tugas tugas pembantuan dari pusat
undang-undang Nomor menjalankan tugas dan pembantuan) tidak ke provinsi dan
22 Tahun 1999 kewajibannya selalu seimbang dan kabupaten/kota, namun tidak
berbeda-beda ke desa
UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan merupakan
langkah penting dalam reformasi pemerintahan di Indonesia

UU Nomor 32 Tahun 2004 menggantikan UU Nomor 22


Tahun 1999 setelah revisi yang diperintahkan oleh
Ketetapan IMPR-RI Nomor IV/MPR-RI/2000
UU ini mencoba menggabungkan
demokrasi dengan efisiensi dalam Dasar Filosofi UU Nomor 32 Tahun 2004 menekankan
pelaksanaan pemerintahan. Ini mencakup pelayanan publik sebagai fungsi utama
penggunaan teknologi pemerintah daerah.

Paradigma Peningkatan Paradigma Peningkatan


Efektivitas dan Efisiensi Pelayanan Publik

Pengurangan Lapisan Paradigma Demokrasi,


Pemerintahan Pemerataan, dan Keadilan
UU ini mengurangi lapisan pemerintahan, UU ini mempertahankan paradigma
menghilangkan tingkat kecamatan dan penguatan demokrasi yang telah
kelurahan sebagai entitas pemerintahan diterapkan sejak UU Nomor 22
terpisah Tahun 1999
U Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disusun dengan
mempertimbangkan beberapa filosofi dan paradigma. Berikut rangkuman dari informasi
yang Anda berikan

Filosofi yang Digunakan:


Pancasila: UU ini didasarkan pada landasan filosofis Pancasila, khususnya Sila
ketiga, keempat, dan kelima.
Kestabilan Politik: UU ini berusaha menjaga stabilitas politik nasional dengan
mengatasi ketidakpuasan melalui mekanisme konsultasi, pemilu, dan
penyelesaian sengketa di Mahkamah Konstitusi atau Mahkamah Agung.
Desentralisasi: Tujuannya adalah mengurangi kemiskinan dan kesenjangan
antar masyarakat serta meminimalkan masalah politik dengan menangani
kepentingan dan kebutuhan setempat secara lokal.
 Lanjutan
Paradigma yang Digunakan:
UU Nomor 23 Tahun 2014 memiliki empat paradigma utama, yaitu:
Peningkatan Pelayanan, Pemberdayaan, dan Partisipasi Masyarakat: UU ini mengutamakan
pelayanan publik yang lebih baik, pemberdayaan masyarakat, dan partisipasi publik dalam
pengambilan keputusan.
Daya Saing Daerah: UU ini mendorong daerah untuk meningkatkan daya saingnya, baik dalam
kompetisi dengan daerah lain maupun dalam lingkup regional, seperti ASEAN Economic
Community.
Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Pemerintahan Daerah: Paradigma ini mempertimbangkan
upaya untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah, termasuk pengelolaan
anggaran dan layanan publik.
Keserasian Hubungan Antara Pemerintah Pusat, Daerah, dan Antardaerah: UU ini menekankan
pentingnya menyusun kembali hubungan antara pemerintah pusat, daerah, dan antardaerah untuk
menciptakan harmoni dalam negara kesatuan.
Model Perimbangan Keuangan
Model Pemerintahan Daerah: Model pemerintahan daerah yang digunakan pada
masa UU Nomor 23 Tahun 2014 tidak jauh berbeda dengan UU sebelumnya.
Pada model ini, Kepala Daerah dan DPRD memiliki kedudukan sejajar dan
merupakan mitra dengan fungsi yang berbeda. Kepala Daerah lebih banyak
menjalankan fungsi operasional, sementara DPRD lebih fokus pada pembuatan
peraturan daerah.

Model Pengisian Jabatan Kepala Daerah: Pengaturan mengenai pengisian


jabatan kepala daerah diatur secara terpisah dalam UU Nomor 23 Tahun 2014.
Hal ini memungkinkan pengaturan yang lebih rinci dan meminimalkan peluang
sengketa. Namun, pengaturan pemilihan kepala daerah secara terpisah juga
membuka peluang pengaturan ulang yang mungkin tidak selalu baik bagi
pendidikan politik bangsa
 Lanjutan
Model Lembaga Perwakilan: Pemindahan pengaturan DPRD dari rezim MD3 ke
rezim Pemerintahan Daerah telah menyebabkan perubahan dalam sistem
pemilihan umum nasional dan daerah. Ini bertujuan untuk menciptakan
kesinambungan dalam perencanaan antara tingkat nasional dan daerah.

Model Organisasi: Terdapat beberapa perubahan dalam model organisasi


pemerintah daerah, termasuk pembentukan tiga tipologi dinas (Tipe A, B, C)
berdasarkan sejumlah kriteria, perubahan peran kecamatan, dan pengaruh dari
PP Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
 Lanjutan
Model Pertanggungjawaban: Model pertanggungjawaban kepala daerah masih
menjunjung asas desentralisasi dan menjadikan gubernur sebagai Wakil
Pemerintah Pusat yang kuat. Pertanggungjawaban melibatkan berbagai
tingkatan, termasuk pelaporan kepada pemerintah pusat, Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK), DPRD, dan masyarakat.

Model Hubungan Antar Asas: Pada UU Nomor 23 Tahun 2014, peran asas
desentralisasi tetap menonjol. Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat
memiliki peran penting dalam menjalankan kebijakan nasional. Selain itu,
terdapat forum baru yang disebut Forum Koordinasi Pimpinan Daerah
(Forkopimda) yang menggantikan forum Muspida.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai