Anda di halaman 1dari 22

0

BAB I
PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, diciptakan
lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk lainnya. Manusia dilengkapi
akal, pikiran, perasaan, dan keyakinan untuk mempertinggi kualitas hidupnya
di dunia. Akibat unsur kehidupannya, manusia berkembang dan mengalami
perubahan, baik perubahan dalam segi fisiologis maupun perubahan dalam
segi psikologis.

Sebagai makhluk hidup, manusia dapat ditinjau dari berbagai macam


segi sesuai dengan sudut tinjauan dalam mempelajari manusia. Adapun
sebagai makhluk berkembang, manusia mengalami perubahan sebagai akibat
dari perkembangan, baik secara fisik maupun secara psikologisnya. Di antara
teori-teori perkembangan manusia, ada yang menitikberatkan bahwa
lingkungan akan membentuk manusia seluas-luasnya, sedangkan
pembawaan tidak mempunyai pengaruh. Sebaliknya, ada pula teori yang
memandang bahwa pembawaan yang akan menentukan manusia, sedangkan
lingkungan tidak berperan. Akan tetapi, pada umumnya, para ahli
memandang bahwa pembawaan dan lingkungan secara bersama- sama
mempunyai peranan dalam pembentukan atau perkembangan manusia.

Beberapa ahli psikologi perkembangan mempelajari perubahan dalam


perkembangan, yang mencakup seluruh rentang kehidupan dari pembuahan
sampai akhir hayat. Dengan demikian, mereka berusaha menggambarkan
dengan sempurna. Sebagian mereka hanya mempelajari salah satu bagian
dari rentang kehidupan masa kanak-kanak, masa dewasa, atau usia lanjut.
Kajian buku ini pun akan mencoba membatasinya pada perkembangan
manusia dalam kapasitas anak dan remaja. Pembahasannya dimulai dari
filsafat manusia.
1
A. Konsep Filsafat Manusia sebagai Makhluk Berkembang

1. Pengertian Filsafat dan Hakikat Manusia

Filsafat manusia merupakan cabang dari ilmu filsafat yang


mencerminkan hakikat manusia. Filsafat manusia disebut sebagai antropologi
filosofis. Filsafat manusia memiliki kedudukan yang sama dengan cabang
filsafat lainnya, seperti etika, epistemologi, kosmologi, dan lain-lain. Menurut
Musa Asy'ari, dalam bukunya, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir
(1999), filsafat manusia memiliki kedudukan istimewa karena semua
persoalan filsafat diawali dan diakhiri dengan pertanyaan mengenai esensi
dari manusia, yang merupakan judul utama dari pencerminan filsafat
manusia, yaitu1 dilihat dari segi bahasa, manusia disebut insan, yang dalam
bahasa Arabnya berasal dari kata nasiya, yang mempunyai arti lupa. Kata
dasar al-uns berarti jinak. Kata insan digunakan untuk menyebut manusia,
karena manusia memiliki sifat lupa dan jinak, yang artinya manusia selalu
berusaha menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru atau yang belum
dikenalnya.

Asy'ari (1999) menegaskan bahwa, manusia mempunyai banyak


kelebihan dan mempunyai wujud yang sempurna, serta dikaruniai
kemampuan berpikir. Kemampuan berpikir itulah yang menjadi pembeda
antara manusia dan makhluk lainnya, yang menentukan manusia pada
hakikat manusia.2

2. Pandangan Filsafat Manusia Menurut Beberapa Ahli

Manusia juga memiliki karya yang dihasilkan sehingga berbeda dengan


makhluk yang lain. Musa Asy'ari menjelaskan bahwa manusia memiliki karya

1
Musa Asy'ari, 1999, Filsafat Islam Sunnah Nabi dalam Berpikir, Yogyakarta: LESFI, hlm. 2.
2
Op. Cit., Musa Asy'ari, 1999, Filsafat Islam hlm. 4.
2
yang dapat dilihat dalam setting sejarah dan setting psikologis situasi
emosional dan intelektual yang melatar- belakangi karyanya. Dari karya yang
dibuatnya, manusia mampu menciptakan sejarah.

Manusia juga dapat dilihat dari sisi dalam pendekatan teologis.


Pandangan ini melengkapi dari pandangan setelahnya dengan melengkapi sisi
trasendensi dikarenakan pemahaman lebih bersifat fundamental.
Pengetahuan pencipta tentang ciptaannya jauh lebih. lengkap daripada
pengetahuan ciptaan tentang dirinya.3

Berbicara tentang manusia terdapat berbagai perspektif yang tergambar


dalam pikiran berbagai macam perspektif. K. Bertens, dalam bukunya
Panorama Filsafat Modern (2005), menyatakan sebagai berikut. 4

a. Manusia adalah hewan rasional (animal rational). Pendapat ini diyakini


oleh para filsuf.
b. Manusia adalah animal simbolik karena manusia mengomu- nikasikan
bahasa melalui simbol-simbol dan menafsirkan simbol- simbol tersebut.
c. Manusia adalah homo feber, yaitu hewan yang melakukan pekerjaan
dengan mencurahkan seluruh kemampuan dalam melakukan
pekerjaannya. Manusia adalah makhluk yang aneh karena pada satu
pihak, ia merupakan "makhluk alami", seperti binatang yang
memerlukan alam untuk hidup. Pada pihak lain, ia berhadapan dengan
alam sebagai sesuatu yang asing dan ia harus menyesuaikan alam
sesuai dengan kebutuhannya.
d. Manusia dapat disebut sebagai homo sapiens, yaitu memiliki akal budi
dan mengungguli makhluk lain.

3
Op. Cit., Musa Asy'ari, 1999, Filsafat Islam hlm, 7.
4
K. Bertens, 2005, Panorama Filsafat Modern, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 31.

3
e. Manusia dikatakan sebagai homo faber dikarenakan manusia dapat
menjadi tukang yang menggunakan alat-alat dan menciptakannya.
f. Manusia disebut sebagai homo ludens (makhluk yang senang bermain).
Permainan dalam sejarahnya juga digunakan untuk memikat dewa-
dewa. Bahkan, ada yang menganggap permainan sebagai ritual suci.

Menurut Paulo Freire (Denis Collin, 2002), 5 manusia merupakan satu-


satunya makhluk yang memiliki hubungan dengan dunia. Manusia berbeda
dari hewan yang tidak memiliki sejarah, hidup dalam masa kini yang kekal,
mempunyai kontak tidak kritis dengan dunia, yang hanya berada dalam
dunia. Manusia dibedakan dari hewan karena kemampuannya untuk
melakukan refleksi (termasuk operasi intensionalitas, keterarahan,
temporaritas, dan trasendensi) yang menjadikan makhluk berelasi
dikarenakan kapasitasnya untuk menyampaikan hubungan dengan dunia.

3. Pandangan Perbedaan Kebutuhan Manusia dengan Binatang

Marx (Franz Magnis Suseno, 1999) menunjukkan perbedaan antara


manusia dan binatang tentang kebutuhannya, yaitu sebagai berikut. 6

a. Binatang langsung menyatu dengan kegiatan hidupnya, sedangkan


manusia membuat kerja hidupnya menjadi objek kehendak dan
kesadarannya. Binatang berproduksi hanya pada sesuatu yang ia
butuhkan secara langsung bagi dirinya dan keturunannya, sedangkan
manusia berproduksi secara universal bebas dari kebutuhan fisik. Ia
berproduksi dari yang sesungguhnya dalam kebebasan dari
kebutuhannya.
b. Binatang berproduksi menurut ukuran dan kebutuhan jenis produksinya,
sedangkan manusia berproduksi menurut berbagai jenis dan ukuran

5
Denis Collins, 2002. Paulo Freire, Kehidupan, Karya, dan Pemikirannya Yogyakarta: Komunitas APIRU, hlm. 44.
6
Franz Magnis Suseno, 1999, Pemikiran Karl Marx, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, hlm. 55.
4
dengan objek yang inheren, karena manusia berproduksi menurut
hukum-hukum keindahan.
c. Manusia bekerja secara bebas dan universal. Bebas, yaitu dapat bekerja
meskipun tidak merasakan kebutuhan langsung, sedangkan universal,
yaitu dapat memakai beberapa cara untuk tujuan yang sama. Pada pihak
lain, manusia dapat menghadapi alam tidak hanya dalam kerangka salah
satu kebutuhan.

Oleh sebab itu, menurut Marx, manusia hanya terbuka pada nilai- nilai
estetik. Hakikat perbedaan manusia dengan binatang adalah adanya
hakikat bebas dan universal pada manusia.

B. Filsafat sebagai Ilmu tentang Kehidupan Manusia

Filsafat bukanlah ilmu positif, seperti fisika, kimia, dan biologi,


melainkan ilmu kritis yang otonom di luar ilmu-ilmu positif. Filsafat
mencoba mengangkat tiga unsur pembentukan manusia. Ketiga unsur
pembentuk itu adalah sebagai berikut.7

1. Pengetahuan Manusia tentang Diri Sendiri dan Lingkungannya

Pengetahuan merupakan unsur yang penting dalam usaha membentuk


manusia yang lebih baik. Dengan pengetahuan yang memadai, manusia
dapat mengembangkan diri dan hidupnya.

Pengetahuan dalam hal ini adalah pengetahuan manusia tentang diri


sendiri dan dunianya. Ketika manusia mengetahui dan mengenal dirinya
secara penuh, ia akan hidup secara lebih sempurna dan lebih baik. Berkaitan
dengan itu, manusia juga membutuhkan pengetahuan tentang lingkungan
atau dunianya. Dengan pengetahuan yang ia miliki tentang dunia atau
lingkungannya, manusia dapat mengadaptasikan dirinya secara cepat dan
lebih mudah.
7
Zainal Abidin, 2006, Filsafat Manusia: Mengenal Manusia dengan Filsafat Bandung: Rosda Remaja, hlm. 77-79.
5
Untuk membentuk dan mengembangkan dirinya sehingga dapat hidup
secara lebih baik, lebih bijaksana, dan lebih kritis, manusia membutuhkan
orang lain. Dengan demikian, manusia pada hakikatnya hidup bersama
dengan orang lain atau hidup dalam suatu komunitas tertentu, mengalami
kehidupan polis. Kebersamaan dengan orang lain dalam suatu komunitas
inilah yang turut menentukan pembentukan yang memperkenankan manusia
hidup dengan cara yang lebih baik dan lebih sempurna dalam dunianya.

Unsur lain yang dapat membantu membentuk manusia sehingga hidup


secara lebih baik dan lebih bijaksana adalah agama. Dengan kata lain, agama
mengandung nilai-nilai universal yang pada hakikatnya mengajarkan yang
baik bagi penganutnya.

2. Manusia Mengetahui Dirinya dan Dunianya

Manusia adalah makhluk yang sadar dan mempunyai pengetahuan


tentang dirinya. Selain itu, manusia juga mempunyai pengetahuan tentang
dunia sebagai tempat ia bereksistensi. Dunia yang dimaksudkan di sini adalah
dunia yang mampu memberikan manusia kemudahan dan tantangan dalam
hidup; dunia tempat manusia bereksistensi, yang dapat memberikan kepada
manusia sesuatu yang berguna bagi pembentukan dan pengembangan
dirinya.

Bagaimana pengetahuan yang dimiliki manusia tentang dirinya dan


dunianya dapat membentuk manusia untuk hidup secara lebih baik? Manusia
mengetahui dirinya berarti mengenal dengan baik kelebihan dan kekurangan
yang ada pada dirinya. Adapun manusia yang mengetahui dunianya berarti
manusia mengenal secara baik segala sesuatu yang ada atau terkandung
dalam dunianya, segala potensi yang dapat memudahkan manusia dalam
menghadapi tantangan.

6
Pengetahuan dan pengenalan atas diri dan dunianya membantu manusia
untuk mengarahkan dirinya pada hidup yang lebih baik. Pengetahuan
merupakan kekayaan dan kesempurnaan bagi manusia. Pengetahuan
menjadikan manusia berhubungan dengan dunia dan dengan orang lain, dan
membentuk manusia itu sendiri. Salah satu cara manusia mengetahui dirinya
dan lingkungannya adalah melalui pendidikan. Pendidikan di sini tentu saja
pendidikan yang diharuskan untuk seni yang baik, yang khas hanya untuk
manusia, dan yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

3. Manusia dalam Hidup Komunitas

Komunitas dapat diartikan sebagai perkumpulan atau persekutuan


manusia yang bersifat permanen untuk mencapai tujuan umum yang
diinginkan. Tujuan yang hendak dicapai itu didasarkan atas kesatuan cinta
dan keprihatinan timbal balik satu dengan yang lain. Tujuan tersebut selalu
merunjuk pada nilai-nilai tertentu yang diinginkan bersama. Misalnya, nilai
kebaikan, keindahan, kerja sama, dan sebagainya. Selanjutnya, dalam
mencapai tujuan bersama itu, setiap individu saling berinteraksi atau bekerja
sama. Melalui komunitas, kepribadian manusia dapat dibentuk melalui proses
sosialisasi dan internalisasi. Selanjutnya, nilai-nilai itu dijadikan pegangan
dalam diri setiap individu.

C. Hakikat Manusia dan Pengembangannya

Pemahaman hakikat manusia dan kesadarannya tidak dapat dilepaskan


dengan dunianya. Oleh karena itu, hubungan manusia harus selalu dikaitkan
dengan dunia tempat ia berada.8 Dunia bagi manusia adalah bersifat
tersendiri, dikarenakan manusia dapat memersepsi kenyataan di luar dirinya
sekaligus memersepsikan keberadaan di dalam dirinya sendiri. Manusia dalam
kehadirannya tidak pernah terpisah dari dunia. Dalam hubungannya dengan
8
Siti Murtiningsih, 2004, Pendidikan sebagai Alat Perlawanan, Teori Pendidikan Radikal Paulo Freire, Yogyakarta: Resist
Book, hlm. 103.
7
dunia, manusia bersifat unik. Dikatakan unik, dikarenakan manusia dalam
kapasitasnya dapat mengetahui, sedangkan mengetahui merupakan tindakan
yang mencerminkan orientasi manusia terhadap dunia. Dari sini muncul
kesadaran atau tindakan autentik karena kesadaran merupakan penjelasan
eksistensi penjelasan manusia di dunia. Orientasi dunia yang terpusat oleh
refleksi kreativitas dan kemampuan pemikiran adalah proses mengetahui dan
memahami. Sebagai suatu proses, manusia adalah makhluk sejarah yang
terikat dalam ruang dan waktu.

Dalam filsafat, suatu materi terbagi menjadi dua macam, yaitu esensi dan
eksistensi. Demikian pula, manusia dilihat sebagai materi yang memiliki dua
macam bagian, yaitu esensi dan eksistensi. Esensi dan eksistensi manusia
inilah yang menjadikan manusia ada dalam muka bumi.

Esensi dan eksistensi berjalan secara bersamaan, tetapi dalam


perjalanannya, dalam diri manusia ada yang mendahulukan esensi ada pula
yang mendahulukan eksistensi. Manusia yang menjalankan esensi
menjadikan ia bersifat tidak bergerak dan meninjau lebih dalam saja tanpa
melakukan aktualisasi. Begitu pula manusia yang menjalankan eksistensi
tanpa melihat esensi maka yang terjadi ia hanya ada, tetapi tidak dapat
mengada. Seperti yang telah dikemukakan oleh 'Ali Syariati bahwa esensi
manusia merupakan dialektika antara ruh Tuhan dan lempung dari dialektika
tersebut menjadikan manusia ada dalam mengada.

Proses mengadanya manusia merupakan refleksi kritis terhadap manusia


dan realitas sekitar. Sebagaimana perkataan bijak yang dikemukakan oleh
Socrates bahwa hidup yang tidak direfleksikan tidak pantas untuk dijalani.
Refleksi tersebut menjadikan manusia dapat memahami diri sendiri, realitas
alam, dan Tuhan.

8
Manusia yang memahami tentang dirinya sendiri akan memahami
Penciptanya. Proses pemahaman diri dengan pencipta menjadikan manusia
berproses menuju kesempurnaan yang berada dalam diri manusia. Proses
pemahaman diri dengan refleksi kritis diri, agama, dan realitas menjadikan
manusia sebagai insan kamil atau manusia sempurna.

Tabel 1.1 Bagian Esensi dan Eksistensi Manusia


Basic Human
Kebutuhan
Esensi Kesadaran Values (Basic
Eksistensi Dasar (Basic
No. Fitrah (Basic
Manusia Islamic Human
Human Drives)
Needs)
Values)
1 Al Insan Rasa ingin tahu Intelektual Intelektual
2 Al Basyar Rasa lapar, haus Biologis Biologis
3 Abdullah Rasa ingin ber-
terima kasih dan
Spiritual Spiritual
bersyukur kepada
Tuhan
4 An-Nas Rasa tahan sendiri
dan menderita Sosial Sosial
dalam kesepian
5 Khalifah Butuh keamanan,
fil Ardl ketertiban,
kedamaian,
kemakmuran, Estetika Estetika
keadilan, dan
keindahan ling-
kungan
Sumber: Ali Syariati, Paradigma Kaum Tertindas (2001)

9
Manusia yang melakukan refleksi menyadari bahwa ia adalah makhluk yang
berdimensional dan bersifat unik, serta bertanggung jawab pada
eksistensinya yang terdiri atas berbagai macam dimensi tersebut. 9

Manusia yang memiliki eksistensi dalam hidupnya berperan sebagai


abdullah (kedudukan ketuhanan), an-nas (kedudukan antar- manusia), al
insan (kedudukan antaralam), al basyar (peran sebagai manusia biasa), dan
khalifah (peran sebagai pemimpin).

Manusia memerankan kelima eksistensi tersebut. Sebagai khalifah di


muka bumi misalnya, manusia berperan sebagai pengganti Tuhan sehingga
harus bersentuhan dengan sejarah dan membuat sejarah dengan
mengembangkan esensi ingin tahu menjadikan ia bersifat kreatif dengan
semangat nilai-nilai trasendensi.

Manusia memiliki kedudukan sebagai hamba, yang memiliki inspirasi


nilai-nilai ketuhanan yang tertanam sebagai pengganti Tuhan dalam muka
bumi. Manusia dengan manusia yang lain memiliki korelasi yang seimbang
dan saling bekerja sama dalam rangka memakmurkan bumi.

Manusia dengan alam sekitar merupakan sarana untuk meningkatkan


pengetahuan dan rasa syukur kepada Tuhan dan bertugas menjadikan alam
sebagai subjek untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Setiap tindakan yang
dilakukan oleh manusia dalam pelaksana pengganti Tuhan sesuai dengan
maqasid asy-syari'ah.

Maqasid asy-syari'ah merupakan tujuan utama diciptakannya sebuah


hukum atau mungkin nilai-esensi dari hukum bahwa manusia harus menjaga
agama, jiwa, keturunan, harta, akal, dan ekologi. Manusia memegang
amanah sebagai khalifah dalam melakukan keputusan dan tindakannya
sesuai dengan maqasid asy-syari'ah.
9
Op. Cit., Ali Syariati, 2001, Paradigma Kaum Tertindas: Sebuah Kajian Sosiologi Islam, Terj, Hamid Algar, Cet, ke-2,
Jakarta: Al-Huda, hlm. 81.
10
Manusia berada dalam eksistensi tersebut karena potensi yang berada
dalam dirinya, seperti intelektual, biologis, spiritual, sosial, dan estetika. Sifat
manusia tersebut adalah makhluk yang bebas berkreatif dan makhluk
bersejarah dengan diliputi oleh nilai-nilai trasendensi yang selalu menuju
kesempurnaan. Hal tersebut menjadikan manusia memiliki sifat dan
karakteristik profetik.

Esensi Manusia Menurut Sejumlah Aliran dalam Filsafat

Dalam filsafat manusia terdapat beberapa aliran dan setiap aliran


memiliki pandangan tentang hakikat atau esensi manusia yang berbeda-
beda. Dari berbagai aliran, menurut Zainal Abidin (2011), ada dua aliran
tertua dan terbesar, yaitu materialisme dan idealisme. Aliran-aliran lain pada
prinsipnya merupakan perkembangan dari kedua aliran tersebut. 10

a. Materialisme

Materialisme adalah paham filsafat yang meyakini bahwa esensi


kenyataan, termasuk esensi manusia, bersifat material atau fisik. Ciri utama
kenyataan fisik atau material adalah menempati ruang dan waktu, memiliki
keluasan (res extansa), dan bersifat objektif. Karena menempati ruang dan
waktu serta bersifat objektif, ia dapat diukur, dikuantifikasikan (dihitung), dan
diobservasi.

Para materialis memercayai bahwa tidak ada kekuatan apa pun yang
bersifat spiritual di balik suatu gejala atau peristiwa yang bersifat material.
Jika ada suatu gejala yang belum diketahui atau belum dipecahkan oleh akal
manusia, hal itu bukan berarti ada kekuatan yang bersifat spiritual di
belakang peristiwa tersebut, melainkan karena pengetahuan dan akal pikiran
manusia belum dapat memahaminya. Oleh karena itu, penjelasan tentang

10
Loc. Cit., Zainal Abidin, 2011, Filsafat Manusia, hlm. 36.
11
gejala tersebut tidak perlu dicari dalam dunia spritual, tetapi harus
berdasarkan data- data yang bersifat indriawi.

Jenis lain dari materialisme adalah naturalisme. Dikatakan naturalisme


karena istilah materi diganti dengan istilah alam (nature) atau organisme.
Materialisme atau naturalisme percaya bahwa setiap gejala dan setiap gerak
dapat dijelaskan menurut hukum stimulus- respons. Contohnya tindakan
agresif yang dilakukan oleh manusia tidak terjadi begitu saja, tetapi juga
merupakan respons dari bagian- bagian tertentu dalam saraf pusat manusia
terhadap stimulus tertentu, sehingga tanpa dibendung, ia mampu melakukan
tindakan agresif.

Karena sangat percaya pada hukum kausalitas, kaum materialis pada


umumnya sangat deterministik. Mereka tidak mengakui kebebasan atau
independensi manusia. Seorang materialis sangat meyakini bahwa tidak ada
gerak atau perilaku yang ditimbulkan oleh dirinya sendiri. Gerak selalu
bersifat mekanis, digerakkan oleh kekuatan di luar dirinya (eksternal). Oleh
sebab itu, metafor yang digunakan oleh materialisme untuk menjelaskan
gerak atau perilaku adalah mesin, dan benda-benda yang bersifat mekanis.

Ilmu alam seperti fisika, biologi, kimia, dan kedokteran merupakan


bentuk dari materialisme atau naturalisme, jika berasumsi bahwa esensi alam
semesta (termasuk manusia) dan objek kajian ilmu-ilmu alam sepenuhnya
bersifat material sehingga dapat dijelaskan secara kausal dan mekanis. Akan
tetapi, ilmu-ilmu manusia, seperti psikologi dan sosiologi pun adalah
materialisme jika memiliki asumsi bahwa objek kajiannya (yakni, perilaku
manusia) adalah materi yang menempati ruang dan waktu, dapat diukur, dan
dikuantifikasikan dan bergerak (berperilaku) secara kausal.

b. Idealisme

12
Kebalikan dari materialisme adalah idealisme. Menurut aliran ini,
kenyataan sejati adalah bersifat spiritual (oleh sebab itu, aliran ini sering
disebut juga spiritualisme). Para idealis percaya bahwa ada kekuatan atau
kenyataan spiritual di belakang setiap penampakan atau kejadian. Esensi dari
kenyataan spiritual ini adalah berpikir (res cogitans). Karena kekuatan atau
kenyataan spiritual tidak dapat diukur atau dijelaskan berdasarkan pada
pengamatan empiris, kita hanya dapat menggunakan metafor kesadaran
manusia.

Dengan diakuinya kenyataan sejati sebagai bersifat spiritual, tidak


berarti bahwa idealis menolak kekuatan yang bersifat fisik (material) dan
menolak hukum alam. Sebagaimana dikemukakan oleh Hegel (1770-1831),
kekuatan fisik dan hukum alam itu ada, tetapi keberadaannya merupakan
manifestasi dari kekuatan atau kenyataan yang sejati dan lebih tinggi, yaitu
Roh Absolut. Seperti halnya, kebudayaan dan kesenian merupakan
manifestasi lahiriah dari jiwa manusia, alam fisik pun adalah manifestasi
lahiriah dari kenyataan yang sejati yaitu Roh Absolut atau Tuhan. Para idealis
percaya adanya gerak pada setiap planet dan adanya hukum alam tetapi baik
gerak planet-planet maupun hukum alam, telah didesain terlebih dahulu oleh
kekuatan spiritual.

Jika kenyataan pada dasarnya bersifat spiritual atau nonfisik, hal-hal


yang bersifat ideal dan normatif, seperti agama, hukum, nilai, cita-cita atau
ide memegang peran penting dalam kehidupan. Hukum dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara, serta agama dan nilai dalam kehidupan sosial
dan pribadi, merupakan norma yang menggerakkan perilaku manusia dan
masyarakat manusia. Norma atau nilai tersebut merupakan panduan
sekaligus sasaran manusia atau perilaku manusia untuk mewujudkannya.

13
Jika perilaku manusia diarahkan pada nilai-nilai atau norma- norma,
hidup manusia adalah bertujuan (teleologis), yaitu menggapai sekaligus
mengaktualisasikan nilai, norma, atau hukum. Perilaku manusia mengandung
maksud dan tujuan, bukan semata- mata bergerak secara mekanis.
Penggerak utama perilaku bukan kekuatan eksternal, melainkan internal,
yaitu jiwa, yang hendak mewujudkan dirinya dalam menggapai nilai-nilai
pribadinya dan norma atau hukum masyarakat dan agamanya.

c. Dualisme

Menurut aliran dualisme, manusia terdiri atas dua substansi, yaitu


materi dan roh atau tubuh dan jiwa. Menurut Descartes (1596- 1650), tubuh
adalah substansi yang cirinya adalah berkeluasan (res extensa), menempati
ruang dan waktu. Karena ciri dari tubuh adalah res extensa, siapa pun dapat
mengamati, menyentuh, dan mengukur. Ini berarti bahwa materi atau tubuh
itu ada dan tidak dapat ditolak. Akan tetapi, dengan diakuinya keberadaan
tubuh bukan berarti menolak keberadaan jiwa. Keberadaan jiwa, meskipun
tidak dapat diamati secara indriawi, dapat dibuktikan secara rasio (pikiran).

Menurut Descartes, karakteristik keberadaan jiwa adalah res cogitans


(berpikir) yang lebih jelas dan tegas dibandingkan dengan keberadaan tubuh.
Untuk membuktikannya, manusia perlu berpikir secara skeptis, misalnya
meragukan keberadaan apa saja yang bersifat fisik. Hanya ada satu hal yang
tidak dapat diragukan keberadaannya, yaitu "aku" yang sedang meragukan
atau sedang berpikir. Descartes menyebutnya cogito ergo sum -aku berpikir
(meragukan), maka aku ada.

d. Vitalisme

Vitalisme beranggapan bahwa kenyataan sejati pada dasarnya adalah


energi, daya, kekuatan atau nafsu yang bersifat irasional (tidak rasional).
Vitalisme percaya bahwa seluruh aktivitas atau perilaku manusia pada
14
dasarnya merupakan perwujudan dari energi-energi atau kekuatan yang tidak
rasional atau instingtif.

Acuan utama vitalisme adalah ilmu biologi dan sejarah. Biologi


mengajarkan bahwa kehidupan tidak ditentukan oleh rasio, tetapi oleh
kekuatan untuk bertahan hidup (survive) yang sifatnya tidak rasional dan
instingtif, Agar organisme dapat bertahan hidup, tidak diperlukan
pertimbangan rasional, selain naluri untuk mem- pertahankan hidup. Tingkah
laku hewan dan semua jenis organisme termasuk manusia menunjukkan
bahwa energi yang bersifat instingtif tersebut sangat menentukan tingkah
lakunya. Melalui kehendaknya yang tidak rasional dan liar, manusia dan
hewan justru lebih dapat mempertahankan hidupnya daripada menggunakan
pikiran yang rasional.

e. Eksistensialisme

Eksistensialisme ini tidak membahas esensi manusia secara abstrak,


tetapi secara spesifik meneliti kenyataan konkret manusia sebagaimana
manusia berada dalam dunianya. Eksistensialisme tidak mencari esensi atau
substansi yang ada di balik penampakan manusia, tetapi hendak
mengungkap eksistensi manusia sebagaimana yang dialami oleh manusia itu
sendiri.

Istilah eksistensi berasal dari kata existere (eks=keluar, sister-ada atau


berada). Dengan demikian, eksistensi memiliki arti sebagai "sesuatu yang
sanggup keluar dari keberadaannya" atau "sesuatu yang melampaui dirinya
sendiri". Dalam kenyataan hidup sehari- hari, tidak ada sesuatu pun yang
mempunyai ciri existere selain manusia. Oleh karena itu, hanya manusia yang
bereksistensi. Hanya manusia yang sanggup keluar dari dirinya, melampaui
keterbatasan biologis dan lingkungan fisiknya. Itulah sebabnya, para

15
eksistensialis menyebut manusia sebagai suatu proses, "menjadi", gerak yang
aktif, dan dinamis

f. Strukturalisme

Berbeda dengan pandangan eksistensialisme, para strukturalis meyakini


bahwa manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang tidak bebas dan
terstruktur oleh sistem bahasa dan budayanya. Tidak ada perilaku, pola pikir,
dan kesadaran manusia yang bersifat individual dan unik yang bebas dari
sistem bahasa dan budaya yang mengungkapkannya. Makna dan keberadaan
manusia pada dasarnya tidak bergantung pada diri manusia, tetapi pada
kedudukan dan fungsinya dalam sistem.

Aliran ini secara tegas menolak pandangan tentang kebebasan dan


keluhuran (keagungan) manusia. Strukturalisme juga tidak mengakui adanya
"ego", "aku" atau "kesadaran". Aliran ini berpendapat bahwa "aku" atau
manusia bukanlah pusat realitas.

g. Posmodernisme

Aliran posmodernisme hampir sama dengan strukturalisme, yang sama-


sama anti-humanisme. Posmodernisme tidak hanya menentang "aku" yang
seolah-olah bebas dan mampu melepaskan diri dari sistem sosial budayanya,
tetapi juga menafikan dominasi sistem sosial, budaya, politik, kesenian,
ekonomi, bahkan arsitektur. Menurut posmodernisme, telah terjadi dominasi
atau "kolonilisasi yang halus dan diam-diam" dalam semua aspek kehidupan
manusia, misalnya dominasi nilai kesenian Barat yang dianggap adi luhung
terhadap kesenian yang berasal dari bangsa Timur atau negara berkembang.
The one identik dengan kebudayaan Barat dan the plural dengan kebudayaan
Timur.

D. Hubungan Manusia, Filsafat, dan Psikologi

16
1. Manusia sebagai Objek Pemikiran Filsafat

Salah satu filsuf Yunani pertama yang menjadikan manusia sebagai


salah satu tema utama dalam pemikiran adalah Socrates. Menurutnya,
manusia adalah objek pemikiran yang sangat besar, luas, dan penuh misteri.
Hal utama yang harus dilakukan adalah pengenalan tentang diri yang akan
membantu manusia membebaskan diri dari keterasingan karena munculnya
kreativitas secara sadar.11

Plato pun mengemukakan pendapatnya tentang manusia. Menurutnya,


manusia disebut sebagai pribadi yang tidak terbatas saat jiwa mulai bersatu
dengan raga. Jiwa telah ada terlebih dahulu kemudian dijatuhkan ke dunia
untuk bersatu dengan badan. Menurut Plato, manusia pada dasarnya adalah
jiwa itu sendiri.12

2. Psikologi Salah Satu Bahasan Life Span Development

Pendapat Plato bahwa manusia adalah jiwa itu sendiri ditentang oleh
Thomas Aquinas. Menurut Aquinas, manusia merupakan kesatuan antara jiwa
dan badan. Kesatuan antara jiwa dan badan ini yang menjadikan manusia
dapat disebut sebagai pribadi yang utuh, meskipun belum dapat berdiri
sendiri. Aquinas juga tidak setuju dengan pendapat Plato yang mengatakan
bahwa ada 'pra-eksistensi' jiwa sebelum dipertemukan dengan badan.
Manusia sebagai pribadi menurut Aquinas adalah "makhluk individual yang
dianugerahi kodrat rasional.13

Pendapat lain tentang manusia sebagai pribadi disampaikan oleh David


Hume. Menurutnya, "pribadi" hanyalah sekumpulan persepsi yang berbeda-
beda, yang saling menggantikan secara berturutan dengan kecepatan yang
luar biasa, selalu mengalir dan bergerak. Ide tentang identitas diri tidak dapat
11
Juraid Abdul Latief, 2006, Manusia, Filsafat, dan Sejarah, Jakarta: Bumi Aksara, hlm. 18.
12
Yoyo Hambali dan Siti Asiah, 2011, Eksistensi Manusia dalam Filsafat Pendidikan: Studi Komparatif Filsafat Barat dan
Filsafat Islam, Turats, Vol. 7, No. 1, Januari 2011, hlm. 7
13
Hardono P. Hadi, 1996, Jatidiri Manusia: Berdasar Filsafat Organisme Whitehead. Yogyakarta: Kanisius, hlm. 33.
17
ditemukan di mana pun, bahkan dalam jiwa. Pikiran yang ada dalam diri
manusia adalah pergantian secara berurutan dari macam-macam persepsi. 14

Pendapat ini sejalan dengan salah satu pendekatan yang dipakai dalam
psikologi, yaitu pendekatan kognitif, terutama yang menggunakan
information-processing approach (pendekatan pemrosesan informasi) yang
berisi tentang cara individu memproses informasi yang masuk ke dalam dunia
mereka, yaitu bagaimana informasi masuk dalam pikiran, disimpan kemudian
disebarkan, lalu informasi diakses kembali untuk digunakan dalam
menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan berpikir.15

Inti dari pendekatan kognitif dalam psikologi ini adalah cara mendeteksi
informasi dari lingkungan dengan menggunakan sensor pancaindra yang
dimiliki manusia (sensing) untuk memunculkan persepsi (perception) dan
menyimpannya dalam bentuk memori. Memori ini saat diperlukan - akan
diakses lagi- dan muncul dalam bentuk pemikiran manusia yang
tersampaikan dengan perkembangan bahasa yang dimilikinya.

3. Objek Material Pengembangan Manusia

Pada pembahasan ini, objek material tidak perlu digali lebih dalam.
Akan tetapi, nilai-nilai keberagaman perlu dipupuk agar manusia memahami
sisi kehidupan lain selain kehidupan bangsanya. Ada hewan, tumbuh-
tumbuhan, dan partikel lain yang membutuhkan sentuhan tangan bijak
manusia yang berperan sebagai pemimpin. Fungsi manusia sebagai khalifah
sangat jelas terlihat pada peranannya dalam kehidupan kompleks di dunia
antara manusia dan alam, sebagaimana dipaparkan Musa Asy'ari berikut. 16

a. Peran manusia sebagai khalifah

14
Loc. Cit., Hardono P. Hadi, 1996, Jatidiri Manusia..., hlm. 35.
15
John W. Santrock, 2002, Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup. ed 5. Jakarta: Erlangga, hlm.
79.
16
Loc. Cit., Musa Asy'ari, 1999, Filsafat Islam..., hlm. 15-17.
18
Sebagai pemimpin di muka bumi, manusia diajarkan cara memimpin
yang baik. Manusia memiliki kekuatan dan pengetahuan yang jika
diimplementasikan terhadap kataʼmanusia sebagai khalifah' akan menjadi
sangat ideal. Hal ini dikarenakan hanya manusialah makhluk yang memiliki
akal dan nurani yang menjadi pengontrol bagian lainnya.

Dengan akal, manusia mengonsep, dan dengan nurani, manusia


membenarkan tindakannya. Jika nurani terlalu berhati-hati, sementara perlu
dilakukannya suatu hal yang cepat, akal akan bertindak dengan
memperhitungkan berbagai konsekuensi.

Saat ini kerusakan di alam merupakan hasil manusia yang gagal


menjalankan perannya, baik peran sebagai basyar maupun khalifah. Jika
ditinjau lebih jauh, konsep hubungan kepada Tuhan, manusia dan alam juga
tidak diperhatikan oleh manusia kini.

b. Tujuan hidup manusia

Pada hakikatnya, tujuan manusia dalam menjalankan kehidupannya


mencapai perjumpaan kembali dengan penciptanya. Perjumpaan kembali
tersebut seperti kembalinya air hujan ke laut. Kembalinya manusia sesuai
dengan asalnya sebagaimana dalam dimensi manusia yang berasal dari
pencipta maka ia kembali kepada Tuhan sesuai dengan bentuknya. Misalnya,
dalam bentuk imateri, ia kembali kepada pencipta dalam bentuk imateri,
sedangkan unsur materi yang berada dalam diri manusia akan kembali pada
materi yang membentuk jasad manusia.

Mengenai hal ini, tidak hanya satu agama ataupun satu aliran filsafat
yang mengajarkan teori manusia mulai dari terciptanya manusia hingga
tujuan akhirnya kelak. Jika spiritualisme mengatakan bahwa manusia
diciptakan oleh Tuhan dan kelak kembali kepada- Nya, materialis mengatakan
manusia dan juga partikel alam lain terjadi secara kebetulan. Jika mati, siklus
19
kehidupan manusia berakhir sebab mereka tidak percaya adanya kekuatan
mahaabsolut bernama Tuhan.

c. Pengembangan manusia sebagai makhluk individu

Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk pribadi sekaligus


makhluk sosial, susila, dan religius. Sifat kodrati manusia sebagai makhluk
harus dikembangkan secara seimbang dan serasi. Perlu disadari bahwa
manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam
masyarakat.

Manusia mempunyai arti hidup secara layak jika berada di antara


manusia lainnya. Tanpa manusia lain atau tanpa hidup bermasyarakat,
seseorang tidak dapat menjalani hidupnya dengan baik. Sebagai makhluk
individu yang menjadi satuan terkecil dalam suatu organisasi atau kelompok,
manusia harus memiliki kesadaran diri yang dimulai dari kesadaran pribadi di
antara segala kesadaran terhadap segala sesuatu. Kesadaran diri tersebut
meliputi kesadaran diri di antara realita, self-respect, self-narcisme, egoisme,
martabat kepribadian, serta perbedaan dan persamaan dengan pribadi lain,
khususnya kesadaran terhadap potensi pribadi yang menjadi dasar bagi self-
realisation.

Seba makhluk individu, manusia memerlukan pola tingkah


laku_______________instingtif belaka. Manusia yang biasa dengan inomo
sapiens memiliki akal pikiran yang dapat digunakan untuk berpikir dan
berlaku bijaksana. Dengan akal tersebut, manusia dapat mengembangkan
potensi yang ada di dalam dirinya, seperti karya, cipta, dan karsa. Dengan
pengembangan potensi yang ada, manusia mampu mengembangkan dirinya

20
sebagai manusia seutuhnya, yaitu makhluk ciptaan Tuhan yang paling
sempurna.

21

Anda mungkin juga menyukai