Anda di halaman 1dari 72

A.

HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN


A. Pengertian
Pengertian hakikat manusia adalah seperangkat gagasan tentang “sesuatu yang olehnya”
manusia memiliki karakteristik khas yang memiliki sesuatu martabat khusus” (Louis Leahy,
1985).

B. Aspek-Aspek Hakikat Manusia


1. Manusia sebagai Makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek yang memiliki kesadaran dan penyadaran diri (self-awarness). Oleh
karena itu, manusia adalah subjek yang menyadari keberadaannya, ia mampu membedakan
dirinya dengan segala sesuatu yang ada di luar dirinya (objek).
2. Manusia sebagai Kesatuan Badan–Roh
Para filsuf berpendapat yang berkenaan dengan struktur metafisik manusia. Terdapat empat
paham mengenai jawaban atas permasalahan tersebut, yaitu : Materialisme, Idealisme,
Dualisme, dan paham yang mengatakan bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.
3. Manusia sebagai makhluk individu
Sebagai makluk individu, manusia memiliki keunikan tersendiri, yang membedakannya dari
manusia lainnya. Dalam pandangan ini, manusia menjadi individu yang tidak dapat
dipandang samma,
4. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah bisa hidup seorang diri. Di mana pun dan bila
mana pun, manusia senantiasa memerlukan kerja sama dengan orang lain.
5. Manusia sebagai makhluk berbudaya
Manusia memiliki inisiatif dan kreatif dalam menciptakan kebudayaan, hidup berbudaya, dan
membudaya. Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan
menyangkut sesuatu yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia tidak
terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena bersama
kebudayaannya (C. A. Van Peursen, 1957).
6. Manusia sebagai makhluk susila
Pada hakekatnya manusia memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan susila, serta
melaksanakannya sehingga dikatakan manusia itu adalah makhluk susila. Dirjarkara
mengartikan manusia susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai tersebut dalam
perbuatan. (Dirjarkara, 1978: 36-39)

4
7. Manusia sebagai Makhluk Beragama
Dalam keberagamaan ini manusia akan merasakan hidupnya menjadi bermakna. Tata cara
hidup dalam berbagai aspek kehidupannya, jelas pula apa yang menjadi tujuan hidupnya
sebagai berikut.
a. Manusia adalah makhluk utama
b. Manusia adalah kemauan bebas.5
c. Manusia adalah makhluk yang sadar
d. Manusia adalah makhluk yang sadar diri.
e. Manusia adalah makhluk kreatif.
f. Manusia adalah makhluk idealis
g. Manusia adalah makhluk moral.
h. Manusia adalah makhluk utama dalam dunia alami.
8. Manusia sebagai Makhluk yang Belum Selesai
Eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya (misal ia berada karena diciptakan Tuhan,
lahir ke dunia dalam keadaan tidak berdaya sehingga memerlukan bantuan orang tuanya atau
orang lain, dan seterusnya), serta sekaligus menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan
hidupnya. Manusia berada dalam perjalanan hidup, perkembangan, dan pengembangan diri.
Ia adalah manusia, tetapi sekaligus "belum selesai" mewujudkan diri sebagai manusia.

c. Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia


1. Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia
2. Dapat memenuhi berbagai aspek hakikat manusia
3. Menurunkan martabat kemanusiaannya
4. Dari tingkat human ke tingkat yang lebih rendah, mungkin ke tingkat hewan, tumbuhan,
atau bahkan ke tingkat benda.

d. Perkembangan Manusia Bersifat Terbuka


Bahwa pada saat kelahirannya taraf perkembangan manusia tidak lebih maju dari hewan,
tetapi kurang maju daripada hewan yang paling dekat dengan dia (primat) sekalipun. Manusia
lahir prematur dan tidak mengenal spesialisasi seperti hewan. "Ia
adalah makhluk yang ditandai kekurangan" (C.A. Van Peursen, 1982).

e. Asas Kemungkinan Pendidikan

5
1. Asas Potensialitas
Manusia akan dapat dididik karena ia memiliki berbagai potensi untuk dapat menjadi
manusia.
2. Asas Dinamika
Dimensi dinamika mengimplikasikan bahwa manusia akan dapat dididik.
3. Asas Individualitas
Asas individualitas manusia menandakan bahwa manusia akan dapat didik.
4. Asas Sosialitas
Upaya bantuan atau pengaruh pendidikan itu disampaikan justru melalui interaksi atau
komunikasi antar sesama manusia, dan bahwa manusia dapat menerima bantuan atau
pengaruh pendidikan juga melalui interaksi atau komunikasi dengan sesamanya.
5. Asas Moralitas
Manusia mempunyai kemampuan untuk membedakan mana yang baik
dan mana yang tidak baik, dan pada dasarnya ia berpotensi untuk berperilaku baik atas
dasar kebebasan dan tanggung jawabnya atau disebut sebagai aspek moralitas.

6
B.MAKNA DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT PENDIDIKAN

A. Makna Filsafat dan Pendidikan


Filsafat adalah cinta yang dilakukan oleh individual untuk mencapai kebijaksanaan
/kebenaran. Filsafat terdiri dari berbagai bidan, yaitu pendidikan, sosial, politik dan ekonomi.
Aliran/paham filsafat meliputi idealisme, materialisme, realisme dan sebagainya. Pendidikan
adalah upaya yang sengaja dan dilakukan secara sistematis untuk mengubah hal yang buruk
pada seseorang dan memelihara hal yang baik.

B. Fungsi Filsafat pendidikan


1. Mengembangkan wawasan subjek didik mengenai dirinya dan alam
sekitarnya.
2. Melestarikan nilai yang akan menuntun kehidupan.
3. Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan.

C. Konsep Filsafat Pendidikan


Perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan.
1. Teori Pendidikan
2. Landasan semua pemikiran mengenai pendidikan
3. Pemikiran sesuai cabang-cabang filsafat turut mempengaruhi pelaksanaan pendidikan.

D. Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan


Ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran manusia yang komprehensif. Ruang
lingkup filsafat pendidikan terbatas pada bidang pendidikan. Jadi, filsafat pendidikan adalah
filsafat di bidang pendidikan. Ruang lingkup filsafat pendidikan berkaitan dengan masalah
pendidikan.

1. FILSAFAT IDEALISME

A.Konsep Dasar

7
Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan
sejarah pemikiran manusia.

B.Pengertian Aliran Idealisme


Aliran idealisme merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia sehingga
sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia itu sendiri bukan dari pemikiran
makhluk lainnya.
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Idealisme
1. Plato (477347 SM)
2. Immanuel Kant (1724-1804) 3.
3. Pascal (1623-1662)
4. Gorge Berkeley (1685-1753)
5. David Hume
6. J.G Fichte (1762-1914)

D. Macam-Macam Aliran Idealisme


1. Idealisme subyektif
2. Ideaisme obyektiv
3. Personalisme/personal

E. Prinsip-Prinsip Aliran Idealisme


1. Realitas tersusun atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (spirit).
2. Realitas atau kenyataan yang tampak di alam ini bukanlah kebenaran
yang hakiki
3. Manusia menganggap roh atau sukma lebih berharga dan lebih tinggi
dari pada materi bagi kehidupan manusia.
4. Idealisme berorientasi kepada ide-ide yang theo sentris, kepada jiwa, spiritualitas, hal-hal
yang ideal dan kepada norma norma yang mengandung kebenaran mutlak.
5. Menurut sebagian dari kelompok idealis, prinsip idealisme yang pokok
adalah kesatuan organik.

F. Peranan Filsafat Menurut AliranIdealisme Yang Ditinjau Dari Ontologi,


Epistimologi Dan Aksiologi

8
1. Realitas Akal Pikiran
2. Kebenaran sebagai ide dan gagasan
3. Peranan filsafat menurut aliran idelaisme yang ditinjau nilai-nilai dari
dunia ide.

G. Kelebihan dan Kekurangan Pada Aliran Idealisme


1. Kelebihan pada Aliran Idealisme
Meningkatkan daya pemikiran dari segi menghasilkan ide yang benar dan boleh dipakai.
Yang berarti meingkatkan daya ingat dengan menggerakan seluruh kemampuan otak dan
menghasilkan suatu ide, pikiran, konsep atau gagasan yang bisa digunakan atau diterapkan
oleh seseorang atau manusia.
2. Kekurangan pada Aliran Idealisme
Anggapan terhadap sesuatu nilai atau kebenaran yang kekal sepanjang masa yaitu segenap
kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia
sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam.

H.Idealisme & Filsafat Pendidikan


Idealisme sangat concern entang keberadaan sekoolah. Pola pendidikan yang diajarkan
filsafat idealisme berpusat dari idealisme.
I.Tujuan Pendidikan Menurut Aliran Idealisme
1. Tujuan untuk individual
2. Tujuan untuk masyarakat
3. Tujuan campuran (keduanya)

2. FILSAFAT MATERIALIS

A. Pengertian Filsafat Materialisme


Materialisme adalah semuanya dan masuk lebih dalam menganggap materi sebagai dasar dari
keyataan.

B.Karakteristik Materialisme

9
Karekteristik umum materialisme pada abad delapan belas berdasarkan pada suatu asumsi
bahwa realitas dapat dikembangkan pada sifat-sifat yang sedang mengalami perubahan gerak
dalam ruang (Randallet al, 1942).

C. Ciri-Ciri Filsafat Materialisme


1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.
2. Tidak meyakini adanya alam ghaib
3. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam peletakan hukum
4. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak
5. Menjadikan panca indra sebagai satu satunya alat mencapai ilmu
6. Merupakan sebuah paham garis pemikiran, dimana manusia sebagai narasumber dan juga
sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialetis

D. Sejarah Perkembangan Aliran Filsafat Materialisme


1. Zaman Yuani Kuno
2. Abad Pertama Masehi
3. Abad Pertengahan
4. Zaman Pencerahan (Aufkalrung)
5. Abad ke-19

E. Hukum-hukum Materi
Hukum I --> “materi itu ada, nyata dan konkret”.
Hukum II --> “materi itu terdiri dari materi-materi yang lebih kecil
dan saling berhubungan (dialektis)”
Hukum III --> “materi mengalami kontradiksi”
Hukum IV --> “materi selalu berubah dan akan selalu berubah”

F. Tokoh Filsafat Aliran


1. Materialisme 6. Demokritos (460-370 SM
1. Thales (6240548 SM) 7. Titus Lucretius Carus (99 -55 SM)
2. Anaximenes (538-480 SM) 8. JuLien de La Mettrie (1709-1751)
3. Heraklitus (540-475 SM) 9. Paul Henrich Dietrich Baron von Holbach
4. Empedokles (492-432SM) (1723- 1789)
5. Epikuros (341-270 SM) 10. Karl Marx (1818-1883)

10
11. Thomas Hobbes (1588-1679)10

G. Macam-Macam Aliran Materialisme


1. Materialisme Mekanik 4. Materialisme Metafasik
2. Materialisme Dialektis 5. Materialisme Vitalisme
3. Materialisme Extrim 6. Materialisme Modern

H. Implementasi Aliran Materialisme dalam DuniaPendidikan


1. Pandangan materialisme mengenai belajar behaviorisme
2. Pandangan materialisme terhadap implikasi pendidikan
3. Pandangan materialisme mengenai belajarpositivisme

I.Kelebihan dan Kekurangan Filsafat Materialisme


1. Kelebihan
Teori-teorinya jelas berdasarkan teori-teori pengetahuan yang sudah umum. Isi pendidikan
mencakup pengetahuan yang dapat dipercaya (handal), dan di organisasi, selalu berhubungan
dengan sasaran perilaku. Semua pelajaran dihasilkan dengan kondisionisasi, pelajaran
berprogram dan kompetensi
2. Kekurangan
Dalam dunia pendidikan, aliran materialisme hanya berpusat pada guru dan tidak
memberikan kebebasan kepada siswanya. Di kelas, anak didik hanya disodori setumpuk
pengetahuan material, baik dalam buku-buku teks maupun proses belajar mengajar.
3. FILSAFAT REALISME
A. Pengertian Filsafat Realisme
Jadi, realisme berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu real, atau yang nyata, dapat
diartikan juga yang ada secara fakta, tidak dibayangkan atau diperkirakan. Adapun kata fakta
dalam bahasa Indonesia berarti hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan sesuatu
yg benar-benar ada atau terjadi. Ada pengertian menurut beberapa ahli yaitu, menurut Kattsof
(1996:126) realisme dalam berbagai bentuk menarik garis pemisah yang tajam antara yang
mengetahui dan yang diketahui, dan pada umumnya cenderung ke arah dualisme atau
monisme materialistik. Dengan berpandangan bahwa objek atau dunia luar itu adalah nyata
pada sendirinya, realisme memandang pula bahwa kenyataan itu berbeda dengan jiwa yang
mengetahui objek atau dunia luar tersebut. Maka, realisme adalah suatu aliran filsafat yang
luas yang meliputi materialisme disatu sisi dan sikap yang lebih dekat kepada idealisme

11
objektif di pihak lain. Realisme adalah pandangan bahwa objek-objek indera adalah riil dan
berada sendiri tanpa bersandar kepada pengetahuan lain atau kesadaran akal.

B. Tokoh aliran filsafat realisme


Ada beberapa tokoh aliran filsafat realisme yaitu:
A. Aristoteles (384-322 SM), Aristoteles lahir di Stageira pada Semenanjung Kalkidike di
Trasia (Balkan) pada tahun 384 SM dan meninggal di Kalkis pada tahun 322 SM dalam usia
63 tahun. Dari kecil, Aristoteles mendapat asuhan dari ayahnya sendiri. Ayahnya yang
bernama Machaon adalah seorang dokter istana pada Raja Macedonia Amyntas II. Ia
mendapat pelajaran dalam hal teknik membedah. Oleh karena itu, perhatiannya banyaj
tertumpah pada ilmu ilmu alam, terutama ilmu biologi. Dengan kecerdasannya yang luar
biasa, ia menguasai berbagai ilmu yang berkembang pada masanya. Tatkala ia berumur 18
tahun, ia dikirim ke Athena diakademia Plato. Di kota itu, ia belajar pada Plato.
Kecenderungan berfikir saintifik tampak dari pandangan

12
pandangan filsafatnya yang sistematis dan banyak menggunakan metode empiris. Pandangan
filsafat Aristoteles berorientasi pada hal-hal yang konkret.

2. Francis Bacon (1210-1292 M)


Menurut Francis Bacon, pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan yang diterima orang
melalui persentuhan inderawi dan dunia fakta. Pengalaman merupakan sumber pengetahuan
sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi. Kata Bacon selanjutnya bahwa kita sudah
terlalu lama dipengaruhi oleh metode deduktif. Dari dogma-dogma diambil kesimpulan. Menurut
Bacon, ilmu yang benar adalah yang telah terakumulasi antara pikiran dan kenyataan, kemudian
diperkuat oleh sentuhan inderawi.

3. John Locke (1632-1704 M)


Ia adalah filosof Inggris yang banyak mempelajari agama Kristen. Filsafat Locke dapat
dikatakan anti metafisika. Ia menerima keraguan sementara yang diajarkan oleh Descartes, tetapi
ia menolak intuisi yang digunakan. Ia juga menolak metode deduktif Descarte dan menggantinya
dengan generalisasi berdasarkan pengalaman atau disebut dengan induksi. Locke termasuk orang
yang mengagumi Descartes, tetapi ia tidak menyetujui ajarannya. Bagi Locke, mula-mula rasio
manusia harus dianggap sebagai lembaran kertas putihdan seluruh isinya berasal dari
pengalaman. Bagi Locke, pengalaman ada dua, yaitu : pengalaman lahiriah dan pengalaman
batiniah.

C. Bentuk aliran realisme


Ada beberapa macam bentuk aliran realisme yaitu :
1. Realisme Rasional
Realisme dapat didefinisikan pada dua aliran, yaitu realisme klasik dan realisme religius. Bentuk
utama dari realisme religius ialah Scholastisisme. Realisme klasik ialah filsafat Yunani yang
pertama kali dikembangkan oleh Aristoteles, sedangkan realisme religius terutama
Scholastisisme oleh Thomas Aquinas.

2. Realisme Klasik
Realisme klasik oleh Brubacher (1950) disebut humanisme rasional. Realisme klasik
berpandangan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki rasional. Dunia dikenal melalui akal,

13
dimulai dengan prinsip self evident, dimana manusia dapat menjangkau kebenaran umum. Self
evident merupakan hal yang penting dalam filsafat realisme karena evidensi merupakan asas
pembuktian tentang realitas dan kebenaran. Self evident merupakan suatu bukti yang ada pada
diri (realitas, eksistensi) itu sendiri. Jadi, bukti tersebut bukan pada materi atau pada realitas yang
lain.

3. Realisme Religius
Realisme religius dalam pandangannya tampak dualisme. Ia berpendapat bahwa terdapat dua
order yang terdiri atas order naturaldan order supernatural. Kedua order tersebut berpusat pada
Tuhan. Tuhan adalah pencipta semesta alam dan abadi. Pendidikan merupakan suatuproses untuk
meningkatkan diri, guna mencapai yang abadi. Kemajuan diukur sesuai dengan yang abadi
tersebut yang mengambil tempat dalam alam. Hakikat kebenaran dan kebaikan memiliki makna
dalam pandangan filsafat ini.

4. Realisme Natural Ilmiah


Realisme natural ilmiah mengatakan bahwa manusia adalah organisme biologis dengan sistem
saraf yang kompleks dan secara inheren pembawaan sosial (social dispossition). Apa yang
dinamakan berfikir merupakan fungsi yang sangat kompleks dari organisme yang berhubungan
dengan lingkungannya. Kebanyakan penganut realisme natural menolak eksistensi kemauan
bebas (free will). Mereka bersilang pendapat dalam hal bahwa individu ditentukan oleh akibat
lingkungan fisik dan sosial dalam struktur genetiknya. Apa yang tampaknya bebas memilih,
kenyataannya merupakan suatu determinasi kausal (ketentuan sebab akibat).

5. Neo Realisme dan Realisme Kritis


Selain aliran-aliran realisme, masih ada lagi pandangan lain yang termasuk realisme. Aliran
tersebut disebut Neo Realismedari Frederick Breed, dan Realisme Kritisdari Imanuel Kant.
Menurut pandangan Breed, filsafat pendidikan hendaknya harmoni dengan prinsip demokrasi.
Prinsip pertama demokrasi adalah hormat menghormati atas hak-hak individu. Pendidikan
sebagai pertumbuhan harus diartikan sebagai menerima arah tuntunan sosial dan individu. Istilah
demokrasi harus di definisikan sebagai pengawasan dan kesejahteraan sosial.

14
4. FILSAFAT PRAGMATIVISME
A. Pengertian Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata.
Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif tidak mutlak. Mungkin sesuatu konsep
atau peraturan sama sekali tidak memberikan kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi
terbukti berguna bagi masyarakat yang lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh
masyarakat yang kedua.

1. Sejarah Aliran Pendidikan


Aliran filsafat ini mencuat ke permukaan selama seratus tahun terakhir dan dikaitkan
dengan nama-nama berikut: Charles Sanders Peirce (1839-1914), William James (1842-
1910) dan JohnDewey (1859-1952). Pada paruh terakhir abad XIX terlihat adanya
perubahan yang tak terduga setelah revolusi industri meluncur dengan cepat.
Industrialisasi, urbanisasi, dan migrasi penduduk secara besar-besaran merupakan faktor
sentral dalam alam kehidupan bangsa Amerika. Perubahan menjadi ciri sentral dari
eksistensi manusia. Pragmatisme (sering juga disebut eksperimentalisme dan
instrumentalisme) adalah reaksi filosofis terhadap fenomena ini. \

15
Sehubungan dengan usaha tersebut, pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu
metoda untuk memecahkan berbagai perdebatan filosofis, metafisik yang tiada henti-
hentinya, yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak
zaman Yunani kuno. Dalam usahanya untuk memecahkan masalah-masalah metafisik
yang selalu menjadi pergunjingan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu
metoda yang spesifik, yaitu dengan mencari konsekwensi praktis dari setiap konsep atau
gagasan dan pendirian yang dianut masing-masing pihak.

A Tokoh -tokoh pada Aliran Filsafat Pragmatisme


C. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang
memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa,
pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran,
melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua
pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya
sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari
kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik
realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk
membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.

A William James (1842-1910 M)


William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr. ayahnya
adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang kreatif. Selain kaya,
keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual yang tinggi. Keluarganya juga
menerapkan humanisme dalam kehidupan serta mengembangkannya.
James membawakan pragmatisme. Paham ini diturunkan kepada John Dewey yang
mempraktekkannya dalam pendidikan. Pendidikan ini menghasilkan orang Amerika yang
sekarang. Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap generasi
Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey.

16
D. John Dewey (1859-1952 M)
Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-
pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. John Dewey lebih suka
menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme.

D. Pandangan Filsafat Pragmatisme terhadap Komponen Esensial Dalam


Pendidikan
a. Pengalaman sebagai Basis
Pendidikan
b. Pandangan tentang peserta didik
c. Pandangannya tentang peran guru
d. Pandangan tentang kurikulum
e. Pandangan tentang metode
pendidikan

17
5. FILSAFAT PROGRESIVISME
Pengertian Filsafat Progresivisme

Aliran Progresivisme ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa
kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak
bukannya memfokuskan pada guru atau bidang muatan.

Progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi


penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar “naturalistik”, hasil belajar
“dunia nyata” dan juga pengalaman teman sebaya Aliran progresivisme telah
memberikan sumbangan yang besar di dunia pendidikan saat ini.

18
Aliran Progresivisme telah meletakkan dasar-dasar kemerdekaan dan kebebasan
kepada anak didik.

Progresivisme berpendapat tidak ada teori realita yang umum. Pengalaman menurut
progresivisme bersifat dinamis dan temporal tidak pernah sampai pada yang paling
ekstrem, serta pluralistis.

Menurut aliran ini kehidupan manusia berkembang terus menurus dalam suatu arah
yang positif. Apa yang dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang
akan datang.

E. Karakteristik dan Ciri-Ciri Filsafat Progresivisme


Karakteristik Filsafat Progresivisme
Negatifve and Diagnostic atau sifat negatif, artinya bersikap anti terhadap
otoritarianisme dan absolutisme dalam segala bentuk seperti agama, etika,
politik, dan epistimologi.

19
a. Positive and Remedial atau sifat positif, artinya adanya pernyataan dan
kepercayaan terhadap kemampuan manusia sebagai subjek yang memiliki
potensi-potensi alamiah, terutama regenerasi diri untuk menghadapi dan
mengatasi semua problem hidupnya. Kemampuan ini sudah diwarisi
semenjak lahir
o Ciri – Ciri Progresivisme
A Pendidikan (edukasi) dipercaya sanggup mengubah maksudnya membina
budaya baru yang bisa menyelamatkan manusia di masa depan
B Mempercayai manusia sebagai subjek yang mempunyai keahlian dan
kemampuan untuk menghadapi dunia dengan bakat dan kemampuan
diri sendiri
C Progres inti perhatian jadi ilmu yang bisa membangun kemajuan
merupakan pecahan utama dari kebudayaan
D Progresivisme ialah rasionalisasi mayor dari suatu budaya yakni
E Perubahan cepat dari bentuk budaya barat diwarisi dan dicapai masa ke
masa
F Perubahan cepat menuju bentuk budaya baru dalam proses binaan
masa depan

C. Latar Belakang Munculnya Filsafat Progresivisme


Progresivisme bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang
berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan atau perkumpulan yang didirikan
pada tahun 1918.
Progresivisme dalam pendidikan adalah bagian dari gerakan reformasi umum
ssosial-politik yang menandai kehidupan Amerika di akhir abad XIX dan awal abad XX,
disaat Amerika berusaha menyesuaikan diri dengan urbanisasi dan industrialisasi masif.
Progresivisme sebagai sebuah teori pendidikan muncul sebagai bentuk reaksi terbatas
terhadap pendidikan tradisional yang menekankan metode-metode formal pengajaran,

20
belajar mental (kejiwaan), dan kesusastraan klasik peradaban Barat. Pengaruh intelektual
utama yang melandasi pendidikan progresif adalah John Dewey, Sigmund Freud, dan Jean
Jacques Rousseau.
Progressivisme sebagai ajaran filsafat mempunyai watak yang dapat digolongkan
sebagai berikut:
G. Negative and diagnostic yang berarti: bersikap anti terhadap otoritarianisme dalam
absolutisme dalam segala bentuk baik yang kuno maupun yang modern, yang meliputi
semua bidang kehidupan manusia : agama, moral, social, politik dan ilmu
pengetahuan, dan ciri kedua
H. Positive and remedial, yakni suatu pernyataan dan kepercayaan atas kemampun
manusia sebagai subyek yang memiliki potensi-potensi alamiah, terutama kekuatan-
kekuatan self-regenerative untuk menghadapi dan mengatasi sebuah problem
hidupnya. Latar belakang ide-ide filsafat Yunani, baik Heraklitos maupun Socrates,
bahkan juga Protagoras amat mempengaruhi aliran ini.

D. Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Progresivisme


William James (1842-1910 M)
William James menekankan pentingnya melakukan pengamatan belajar mengajar di
ruang kelas untuk meningkatkan pendidikan dengan rekomendasi pendidik mengajarkan
pelajaran satu tingkat lebih tinggi dari tingkat pengetahuan dan pemahaman anak untuk
merentangkan pikiran mereka.
E. Pandangan Filsafat Progresivisme tentang Pendidikan
Hubungan fungsional antara filsafat dan pendidikan dapat dilihat sebagai berikut:
1. Filsafat, dalam arti filosofis merupakan satu cara pendekatan yang dipakai dalam
memecahkan problematika pendidikan dan menyusun teori-teori pendidikan.
2. Filsafat berfungsi memberi arah bagi teori pendidikan yang telah ada menurut aliran
filsafat tertentu yang memiliki relevansi dengan kehidupan yang nyata.
3. Filsafat dalam hal ini filsafat pendidikan, mempunyai fungsi untuk memberikan
petunjuk dan arah dalam pengembangan teori-teori pendidikan menjadi ilmu
pendidikan. (Jalaludin dan Idi, 1997)

21
Dasar filosofis dari aliran progresivisme adalah Realisme Spiritualistik dan
Humanisme Baru. Ada beberapa pandangan filsafat progresivisme, antara lain.

1) Tujuan Pendidikan Progresivisme

Berkaitan dengan tujuan pendidikan, maka aliran progresivisme lebih


menekankan pada memberikan pengalaman empiris kepada peserta didik, sehingga
terbentuk pribadi yang selalu belajar dan berbuat (Muhmidayeli, 2012:156).

2) Kurikulum Pendidikan Progresivisme

22
Berkaitan dengan penjelasan tersebut, Kilpatrick sebagaimana dikutip Jalaluddin
dan Abdullah Idi (2012:93) mengatakan suatu kurikulum dianggap baik dapat
didasarkan atas tiga prinsip, yaitu:

A. Meningkatkan kualitas hidup anak pada tiap jenjang.

B. Menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan


yang bulat dan menyeluruh.
C. Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas keberhasilan
sekolah, sehingga kemampuan anak didik dapat berkembang secara aktual dan aktif
memikirkan hal-hal baru yang baik untuk diamalkan.

Dalam rangka mewujudkan ketiga prinsip tersebut, Kilpatrick mengungkapkan


ada beberapa hal yang perlu diungkapkan, di antaranya:

a. Kurikulum harus dapat meningkatkan kualitas hidup anak didik sesuai dengan
jenjang pendidikan.
Kurikulum yang dapat membina dan mengembangkan potensi anak didik.
Kurikulum yang mampu mengubah perilaku anak didik menjadi kreatif, adaptif, dan
mandiri. Kurikulum berbagai macam bidang studi itu bersifat fleksibel.

23
6. FILSAFAT EKSISTENSIALISME
A. Pengertian aliran filsafat eksistensialisme
Berikut merupakan beberapa definisi filsafat eksistensialisme :
● Eksistensialisme merupakan filsafat yang secara khusus mendeskripsikan eksistensi dan
pengalaman manusia dengan metedologi fenomenologi, atau cara manusia berada.
● Eksistensialisme adalah suatu reaksi terhadap materialisme dan idealisme Pandangan
eksistensialisme dapat disimpulkan:
1. Pandangan dari metafisika (hakikat kenyataan)
Pribadi manusia tak sempurna, dapat diperbaiki melalui penyadaran diri dengan menerapkan
prinsip & standar pengembangan ke pribadian
2. Epistimologi (hakekat pengetahuan)
Data-Internal–pribadi, acuannya kebebasan individu memilih
3. Logika: (hakikat penalaran)
Mencari pemahaman tentang kebutuhan & dorongan internal melaui analis & introfeksi diri
4. Aksiologi (hakikat nilai)
Standar dan prinsip yang bervariasi pada tiap individu bebas untuk dipilih- diambil
5. Etika (hakikat kebaikan)
Tuntutan moral bagi kepentingan pribadi tanpa menyakiti yang lain
6. Estetika (hakikat keindahan)
Keindahan ditentukan secara individual pada tiap orang oleh dirinya
7. Tujuan hidup
Menyempurnakan diri melalui pilihan standar secara bebas oleh tiap individu, mencari
kesempurnaan hidup.
Eksistensialisme merupakan suatu aliran dalam filsafat yang didalamnya mengajarkan
bahwa manusia itu harus mampu berdiri sebagai dirinya sendiri . Maksudnya, manusia harus
mampu menemukan jati dirinya sendiri dengan berusaha melakukan hal-hal baru diluar
kemampuanya yang ada. Dengan begitu, ia akan bisa berinovasi dan terus berkembang, tidak
hanya terkurung dalam kepribadianya sendiri dan tertinggal.

B. Sejarah Filsafat Eksistensialisme


Salah satu latar belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena

24
sadarnya beberapa golongan filsuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan
aktifitas teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau
mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan semua serba
instant.

C. Tokoh-tokoh Filsafat Eksistensialisme


a. Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855)
Kierkegaard menekankan posisi penting dalam diri seseorang yang
“bereksistensi,”. Bersama dengan analisisnya tentang segi-segi kesadaran religius seperti iman,
pilihan, keputusan, dan ketakutan.
b. Friedrich Nietzsche (1844-1900)
Neitzsche menduduki tempat yang sangat penting dalam gerakan eksistensialisme yaitu ingin
memberikan ringkasan pendek tentang manusia dengan segala dimensinya tentang kematian.
pemikiran-pemikiran ini akan melatar belakangi andangan-pandangan beberapa filsuf
eksistensialis
c. Karl Jaspers (1883-1969)
Jaspers menjelaskan bahwa tujuan filsafat itu adalah mengembalikan manusia kepada dirinya
sendiri. Pemikiran eksistensi adalah pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif
serta mengetasi pengetahuan obyektif itu. Cara pemikiran seperti ini mempunyai sasaran yakni
manusia sadar akan dirinya sendiri.
d. Martin Heidegger (1889-1976)
Menurut Heidegger manusia itu terbuka bagi dunianya dan sesamannya. Kemampuan seseorang
untuk berinteraksi dengan hal-hal di luar dirinya karenamemiliki kemampuan seperti kepekaan,
pengertian, pemahaman, perkataan atau pembicaraaan. unsur ini dapat diekspresikan dalam
berbagai reaksi seseorang.
e. Gabriel Marcel (1889-1873)
Ada dua hal pemikiran Marcel yang harus kita ketahui. Pertama adalah
adanya pemikiran yang memisahkan antara subyek dan obyek dan melihat benda dari luar
sebagai obyek untuk menyelidikan ilmiah. Cara seperti ini adalah suatu usaha pikiran manusia
untuk dapat memasuki bidang wujud. Kedua, adalah perbedaan antara mempunyai dan

25
ada. Menurut Marcel eksistensi manusia itu bukan terletak pada bahwa ia ada tetapi lebih tertuju
pada kehendak yang dapat menerobos baik adanya maupun yang bukan adanya. Eksistensi itu
bergerak dalam dua kutub yaitu diantara tidak berada dengan berada.
f. Jean Paul Sartre (1905-1980)
Bagi Sartre pandangan eksistensialis adalah suatu doktrin yang
memungkinkan kehidupan manusia. Eksistensialisme mengajarkan bahwa tiap kebenaran dan
tiap tindakan mengandung keterlibatan lingkungan dan sebjektifitas manusia.

D. Implikasi Dalam Pendidikan Filsafat Eksistensialisme


a. Peran guru
Guru hendaknya memberi semangat kepada siswa untuk memikirkan
dirinya dalam suatu dialog. Guru menanyakan tentang ide-ide yang dimiliki siswa, dan
mengajukan ide-ide lain, kemudian guru membimbing siswa untuk mengarahkan siswa dengan
seksama sehingga siswa mampu berpikir relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Peran
lain yaitu sebagai pembimbing dan mengarahkan siswa agar berpikir secara relatif.
b. Peran peserta Didik
Aliran eksistensialisme memandang siswa sebagai makhluk rasional
dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya dan siswa dipandang sebagai makhluk
yang utuh yaitu yang akal pikiran, rohani, dan jasmani yang semua itu merupakan kebulatan dan
semua itu perlu dikembangkan melalui pendidikan. Dengan melaksanakan kebebasan pribadi,
para siswa akan belajar dasar-dasar tanggung jawab pribadi
c. Kurikulum
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian besar pada kajian
humaniora dan seni. Hal itu disebabkan oleh kedua materi tersebut diperlukan agar individu
(manusia) dapat mengadakan instropeksi dan mengenalkan gambaran (eksistensi) dirinya.
Pelajar-pelajar harus dimotivasi untuk melakukan kegiatan yang dapat mengembangkan
keterampilan yang mereka dibutuhkan, dan juga mendapatkan pengetahuan yang dibutuhkan
(diharapkan).
d. Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode

26
apapun yang dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang
baik. Diskusi merupakan metode utama dalam pandangan eksistensialisme. Pendidik atau guru
juga harus memperhatikan dan memastikan bahwa pengetahuan yang sudah diberikan dapat
menimbulkan umpan balik dari setiap siswa sehingga terjadi adanya diskusi. Dengan adanya
diskusi ini, diharapkan pendidik dapat merangsang siswa untuk berpikir sesuai dengan kebenaran
dan keberadaannya. Dan siswa memiliki hak untuk berpendapat,
memilih, dan bertanggung jawab atas pilihannya tersebut.
e. Evaluasi
Guru harus berhati-hati dalam penilaian dan evaluasinya karena
beberapa penilaian diperlukan baginya untuk menentukan kualitas dan
kuantitas pembelajaran yang sudah dilaksanakan. Penilaian yang ceroboh dapat menghancurkan
individu anak dengan cara dia gegabah. Kata-kata emotif tertentu telah menjadi umum dalam
perbendaharaan kata guru untuk menggambarkan murid bodoh, berprestasi rendah, tidak
perhatian, berprestasi kurang, orang dungu, dan sebagainya. Masing-masing dari kata-kata itu
membangkitkan jumlah asosiasi yang tidak menguntungkan lainnya ketika digunakan untuk
mencari kelemahan siswa yang dirujuk berdasarkan satu aspek saja. Jika ia tidak unggul dalam
akademik, ia mungkin pandai dalam bidang kreatif, fisik, atau artistik lainnya. Kegagalan sistem
pendidikan untuk memberikan peluang bagi kemungkinan terbuka dan kegagalan guru untuk
menemukan titikkuatsiswa, kemudian siswa yang disalahkan. Guru harusnya bisa mengolah
sikap optimis khususnya terkait dengan opini terhadap siswa. (Rohmah, 2019)

E. Implikasi filsafat Eksistensialisme dalam Kehidupan Sehari-hari


a) Kehidupan Kontemporer
Kontemporer itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah
sesuatu yang sama dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini, jadi kehidupan kontemporer
adalah kehidupan yang tidak terikat oleh aturanaturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman
sekarang. Misalnya orang dihadapkan pada tahun 2014, ya inilah zaman kontemporer kita.
b) Hubungan Eksistensialisme dan Kehidupan Kontemporer
Eksistensialisme memandang manusia sebagai suatu yang
tinggi, dan keberadaannya itu selalu ditentukan oleh dirinya, karena hanya manusialah yang
dapat bereksistensi, yang sadar akan dirinya, dan tahu bagaimana cara menempatkan dirinya.

27
Manusia yang sadar akan eksistensinya di dunia haruslah juga tahu bagaimana cara dia
menghadapi kehidupan sesuai zamannya. Dalam kehidupan masa kini (kontemporer) banyak
sekali problematika yang harus dihadapi, maka manusia yang tahu eksistensinya dan diberi
kebebasan pasti bisa menghadapi problematika tersebut. Namun, menjadi eksistensialisbukan
selalu harus menjadi seorang yang lain dari pada yang lain, sadar bahwa keberadaan dunia
merupakan sesuatu yang
berada diluar kendali manusia, tetapi bukan membuat sesuatu
yang unik ataupun yang baru yang menjadi esensi dari eksistensialisme. Membuat sebuah pilihan
atas dasar keinginan sendiri, dan sadar akan tanggung jawabnya dimasa depan adalah inti dari
eksistensialisme.

28
7. FILSAFAT ESSENSIALISME
A. Pengertian Aliran Esensialisme
Secara etimologi esensialisme berasal dari bahasa Inggris yakni essential (Inti atau pokok dari
sesuatu), dan isme adalah berarti aliran, mazhab atau paham. Aliran filsafatesensialisme adalah
suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia kembali kepada kebudayaan lama. Yang
dimaksud dengan kebudayaan lama ialah peradapan yang sudah ada sejak manusia pertama.
Akan tetapi, yang paling meraka
pedomi ialah peradapan padazaman renaissance, yaitu yang tumbuh dan berkembang sekita abad
11, 12, 13, dan 14 Masehi. Menurut Brameld bahwa esensialisme ialah aliran yang lahir dari
perkawinan
dua aliran dalam filsafat yakni idealisme dan realisme. Aliran esensialisme bersumber dari
filsafat idealisme dan realisme. Sumbangan yang diberikan keduanya bersifat eklektik, artinya
dua aliran tersebut bertemu untuk sebagai pendukung aliran esensialisme yang berpendapat
bahwa pendidikan harus bersendikan nilai- nilai yang dapat mendatangkan kestabilan. Artinya,
nilai-nilai itu menjadi sebuah tatanan yang menjadi pedoman, sehingga mendapat mencapai
kebahagiaan.
1. Ciri-ciri Aliran Esensialisme
a. Minat-minat yang kuat dan tahan lama yang sering tumbuh dari
upaya- upaya belajar awal yang memikat atau menarik perhatian bukan
karena dorongan dari dalam diri siswa.
b. Pengawasan pengarahan dan bimbingan orang dewasa yang melekat dalam masa balita yang
panjang atau adanya keharusan ketergantungan yang khusus.
c. Adanya cara untuk menegakkan disiplin
d. Esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang
pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah adalah pesaingnya memberikan teori yang lemah.
2. Sejarah Aliran Esensialisme
Aliran ini menginginkan munculnya kembali kejayaan yang pernah diraih, sebelum abad
kegelapan atau disebut “the dark middle age” (pada zaman ini akal terbelenggu, adanya stagnasi
dalam ilmu pengetahuan, dan kehidupan diwarnai oleh dogma-dogma gerejani).
Essensialisme dianggap oleh para ahli sebagai ”conservative road to
culture” karena ingin kembali kepada kebudayaan lama dan warisan

29
sejarah. Essensialisme muncul pada zaman Renaisance dengan ciri-ciri utama yang berbeda
dengan progressive. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai
yang jelas dan memberikan kestabilan dengan memberikan nilai-nilai terpilih.4041
Essensialisme pertama-tama muncul pada awal tahun 1930, yang dipelopori oleh William C
Bagley, Isaac L Kandel dan Frederick Breed. Dan pada tahun 1938 mereka mendirikan
organisasi dalam bentuk komite esensialis untuk pertimbangan pendidikan di Amerika.
Organisasi utama kedua didirikan padatahun 1950an berupa Dewan Pendidikan Dasar di
Amerika dengan juru bicara Himpunan organisasi ini adalah Mortimer Smith dan Arthur Bestor.

3. Tokoh-Tokoh dan Pandangan tentang Aliran Esensisalisme


a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel
Mengemukakan pendapatnya tentang adanya hubungan antara
ilmu pengetahuan dan agama yang menjadi suatu pemahaman
yangmenggunakan landasan spriritual.
b. George santayana
Memadukan antara aliran idealisme dan aliran realisme dalam suatu sintesa dengan mengatakan
bahwa nilai itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian dan
pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
c. William C Bagley
Berpendapat bahwa filsafat pendidikan mempunyai beberapa ciri diantaranya :
a) Minat kuat pada seorang peserta didik sering gugur pada tahap awal.
b) Pengawasan, bimbingan, pengarahan.
c) Kemampuan mendisiplinkan diri untuk mencapai tujuan.
d. Johan Frieddrich Herbet
Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan yaitu untuk menyesuaikan jiwa seseorang disertai
dengan kebijaksanaan dari tuhan. Sedangkan dalam mencapai sebuah proses tujuan pendidikan
yaitu melalui sebuah
pengajaran.
e. William T Haris
Ia berpendapat bahwa tugas pendidikan yaitu terbentuknya realitas dengan tujuan yang tidak
dapat dielakkan Johan Freederich Frobel. Ia berpendapat bahwa esensialisme menawarkan

30
sebuah teori yg kokoh dan kuat dalam suatu pendidikan, sedangkan sekolah-sekolah pesaingnya
memberikan teori yg lemah. Maksudnya adalah aliran esensialisme ini sudah menyediakan
banyak teori dalam pembelajaran yang kuat dan kokoh untuk pendidikan, tetapi pada
kenyataannya sekarangbanyak sekolah-42 sekolah yang progesivismenya atau cara
penyampaiannya itu lemah.

4. Konsep Pendidikan Esensialisme


Renaissance adalah pangkal sejarah timbulnya konsep- konsep pikir yang disebut esensialisme,
karena itu timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam
pikir modern. Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang
mempunyai
tata yang jelas.

5. Prinsip-Prinsip Aliran Esensialisme dalam Pendidikan


1) Pendidikan harus dilakukan melalui usaha keras, tidak begitu saja timbul dari dalam diri
siswa.
2) Inisiatif dalam pendidikan ditekankan pada guru, bukan pada siswa.
Peran guru adalah menjembatani antara dunia orang dewasa dengan
dunia anak. Guru disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas di
atas, sehingga guru lebih berhak untuk membimbing pertumbuhan siswa- siswanya.

6. Peran dan Fungsi Esensialisme dalam Pendidikan


Peran Esensialisme dalam Pendidikan
a. Kaum essensialis menolak pandangan konstruktivisme yang berpandangan bahwa sekolah
harus menjadi lembaga yang aktif untuk
melakukan perubahan social, apalagi harus bertanggungjawab terhadap seluruh pendidikan
generasi muda. Sadulloh,( 2007 : 161)
b. Bagi kaum essensialis guru seharusnya aktif, bertanggungjawab,
pengatur
ruangan, penyalur pengetahuan yang baik, penentu materi,

31
metode,
evalusi dan bertanggungjawab terhadap seluruh wilayah pembelajaran
Guru dianggap sebagai seseorang yang menguasai lapangan subjek
khusus dan merupakan model contoh yang sangat baik untuk ditiru dan
digugu. Diane Lapp et all (1975 : 39).

7. Fungsi Esensialisme dalam Pendidikan


Filsafat Essensialisme merupakan filsafat pendidikan konservatif yang
dirumuskan sebagai suatu kritik terhadap praktek pendidikan progresif di sekolah-sekolah, para
essensialisme berpendapat bahwa fungsi utama sekolah adalah menyampaikan warisan budaya
dan sejarah kepada generasi muda dimana pendidikan harus menanamkan nilai-nilai luhur yang
tertata jelas.

32
8.FILSAFAT PERENIALISME
A. Pengertian Aliran Perenialisme
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad ke-20.
Perenialisme lahir dari suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang
pandangan progresivisme yang menekan perubahan dan suatu yang baru. Perenialisme
memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan, ketidakpastian, terutama dalam
kehidupan moral, intelektual, dan sosikultural.

I. Pandangan Filsuf Atau Tokoh Aliran Perenialisme

1. Plato

Menurut Plato, “dunia ideal”, bersumber dari ide mutlak, yaitu Tuhan.
Kebenaran, pengetahuan, dan nilai sudah ada sebelum manusia lahir yang
semuanya bersumber dari ide yang mutlak tadi. Manusia tidak mengusahakan
dalam arti menciptakan kebenaran, pengetahuan, dan nilai moral, melainkan
bagaimana manusia menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan
rasio, semuanya itu dapat ditemukan kembali oleh manusia.

2. Aristoteles

Aliran Perenialisme Aritoteles (384-322 SM), adalah murid Plato, namun


dalam pemikirannya ia mereaksi terhadap filsafat gurunya, yaitu idealisme. Hasil
pemikirannya disebut filsafat realism (realism clacsic). Cara berfikir Arithoteles
berbeda dengan gurunya, Plato, yang menekankan berfikir rasional spekulatif.
Arithoteles mengambil cara berfikir rasional empiris realitas. Ia mengajarkan cara
berfikir atas prinsip realitas, yang lebih dekat dengan alam kehidupan manusia
sehari-hari.

33
3. Thomas Aquinas

Menurut Bertens dalam Uyo Sadulloh (2008:154) Pandangan tentang realitas,


ia mengemukakan, bahwa segala sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptekan oleh
Tuhan, dan tergantung kepada-Nya. Ia mempertahankan bahwa Tuhan, bebas dalam
menciptakan dunia. Dunia tidak mengalir dari Tuhan bagaikan air yang mengalir dari
sumbernya, seperti halnya yang dipikirkan oleh filosof neoplatonisme dalam ajaran
mereka tentang teori “emanasi”. Thomas aquina menekankan dua hal dalam
pemikiran tentang realitannya, yaitu : 1) dunia tidak diadakan dari semacam bahan
dasar, dan 2) penciptaan tidak terbatas pada satu saat saja.

4. Mortimer J. Adler

Mortimer J. Adler sebagai salah seorang pendukung perenialisme ini


mengatakan, bahwa jika seorang manusia adalah makhluk rasional yang merupakan
hakikat yang senantiasa seperti itu di sepanjang sejarahnya, maka tentulah manusia
memiliki gambaran yang tetap pula dalam hal program pendidikan dengan tidak
mengikutkan peradaban masa tertentu. Sayyed Husein Nasr menyebutkan bahwa
karakteristik khusus manusia tidak lain adalah rasionalitas. Rasionalitas ini
merupakan sifat manusia yang hakiki. Dengan prinsip dasar ini pulahal, maka aliran
ini berpendapat bahwa sesungguhnya ilmu pengetahuan sebagai produk dan prestasi
manusia dimanapun dan kapanpu akan selalu sama, karena memang bersumber dari
hakikat yang sama.

C. Hakikat Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme

Pendidikan menurut Aliran Perenialisme dipandang sebagai Education As


Cultural Regression : Pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan
keadaan manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap
sebagai kebudayaan ideal.

34
C. Konsep Dasar Aliran Perenialisme

Tentang Pendidikan

Tentang pendidikan kaum Perenialisme memandang education as cultural


regression: pendidikan sebagai jalan kembali, atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai
kebudayaan ideal. Tugas pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang nilai-
nilai kebenaran yang pasti, absolut, dan abadi yang terdapat dalam kebudayaan masa
lampau yang dipandang sebagai kebudayaan ideal tersebut

Filsafat pendidikan Perenialisme mempunyai empat prinsip dalam


pembelajaran secara umum yang mesti dimiliki manusia, yaitu:

 Kebenaran bersifat universal dan tidak tergantung pada tempat, waktu, dan orang.

 Pendidikan yang baik melibatkan pencarian pemahaman atas kebenaran

 Kebenaran dapat ditemukan dalam karya–karya agung

 Pendidikan adalah kegiatan liberal untuk mengembangkan nalar

 Beberapa pandangan tokoh perenialisme terhadap pendidikan

A Tujuan Pendidikan

Membantu anak menyingkap dan menanamkan kebenaran-kebenaran hakiki.


Oleh karena itu kebenaran-kebenaran itu universal dan konstan, maka kebenaran
kebenaran tersebut hendaknya menjadi tujuan-tujuan pendidikan yang murni.
Kebenaran-kebenaran hakiki dapat dicapai dengan sebaik-baiknya melalui:

1 Latihan intelektual secara cermat untuk melatih pikiran, dan

35
2 Latihan karakter sebagai suatu cara mengembangkan manusia spiritual.

3 Tujuan pendidikan menurut tokoh-tokoh dalam aliran perenialisme

a. Hakikat Guru

Orang yang utama bertugas dalam pendidikan adalah guru-guru, di mana tugas
pendidik yang memberikan pendidikan dan pengajaran (pengetahuan) kepada anak.

4. Hakikat Murid

Murid dalam aliran perenialisme merupakan makhluk yang dibimbing oleh


prinsip-prinsip pertama, kebenaran-kebenaran abadi, pikiran mengangkat dunia
biologis. Hakikat pendidikan upaya proses transformasi pengetahuan dan nilai
kepada subyek didik, mencakup totalitas aspek kemanusiaan, kesadaran, sikap dan
tindakan kritis terhadap seluruh fenomena yang terjadi di sekitarnya. Pendidikan
bertujuan mencapai pertumbuhan kepribadian manusia yang menyeluruh secara
seimbang melalui latihan jiwa, intelek, diri manusia yang rasional; perasaan dan
indera..

5. Proses Belajar Mengajar

Tuntutan tertinggi dalam belajar menurut Perenialisme, adalah latihan dan


disiplin mental. Maka, teori dan praktik pendidikan haruslah mengarah kepada
tuntunan tersebut. Teori dasar dalam belajar menurut Perenialisme terutama:

A. Mental dicipline sebagai teori dasar

B. Rasionalitas dan Asas Kemerdekaan

C. Learning to Reason (belajar untuk berpikir)

D. Belajar sebagai persiapan hidup

36
E. Learning through teaching

a. Kurikulum

Kurikulum menurut kaum perenialis harus menekankan pertumbuhan


intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi “terpelajar secara cultural” para
siswa harus berhadapan dengan bidang seni dan sains yang merupakan karya terbaik
yang diciptakan oleh manusia.
Dua dari pendukung filsafat perenialis adalah Robert Maynard Hutchins, dan
Mortimer Adler. Sebagai rector the University of Chicago, Hutchin (1963)
menegembangkan suatu kurikulum mahasiswa S1 berdasarkan penelitan terhadap
Buku

37
besar bersejarah (Great Book) dan pembahasan buku-buku klasik.
Kegiatan ini dilakukan dalam seminarseminar kecil.

E. Pendidikan Menurut Aliran Perenialisme

Perenialisme memandang kebenaran sebagai hal yang konstan, abadi atau


perennial. Tujuan dari pendidikan, menurut pemikiran perenialis, adalah memastikan
bahwa para siswa memperoleh pengetahuan tentang prinsip-prinsip atau gagasan-gagasan
besar yang tidak berubah. Kaum perenialis juga percaya bahwa dunia alamiah dan
hakekat manusia pada dasarnya tetap tidak berubah, selama berabad-abad. Jadi, gagasan-
gagasan besar terus memiliki potensi yang paling besar untuk memecahkan
permasalahan- permasalahan di setiap zaman.

Kurikulum menurut kaum perenialisme harus menekankan pertumbuhan


intelektual siswa pada seni dan sains. Untuk menjadi terpelajar secara kultural para siswa
harus berhadapan dengan bidang-bidang ini (seni dan sains) yang merupakan karya
terbaik dan paling signifikan yang diciptakan oleh manusia.

F. Implikasi Aliran Perenialisme dalam Pendidikan


a) Pendidikan

Perenialisme memandang education as cultural regresion: pendidikan sebagai


jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan manusia sekarang seperti dalam
kebudayaan masa lampau yang dianggap sebagai kebudayaan yang ideal.

b) Tujuan pendidikan

Bagi perenialist bahwa nilai-nilai kebenaran bersifat universal dan abadi, inilah
yang harus menjadi tujuan pendidikan yang sejati. Sebab itu, tujuan pendidikannya
adalah membantu peserta didik menyingkapkan dan menginternalisasikan nila-nilai
kebenaran yang abadi agar mencapai kebijakan dan kebaikan dalam hidup.

38
2. Kelebihan dan Kekurangan Aliran Perenialisme

Kelebihannya:

Dalam pandangan perenialisme pendidikan lebih banyak mengarahkan perhatiannya


pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Kurikulum menekankan pada perkembangan intelektual siswa pada seni dan sains.
Untuk menjadi terpelajar secara kultural, para siswa harus berhadapan pada
bidang-bidang seni dan sains.

Perenialisme tetap percaya terhadap asas pembentukan kebiasaan dalam permulaan


pendidikan anak. Kecakapan membaca, menulis, dan berhitung merupakan
landasan dasar.

Perenialisme memberikan sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktik


bagi kebudayaan dan pendidikan zaman sekarang.
Dalam pendidikan perenialisme, siswa diberi kebebasan untuk mengembangkan
bakat dan kemampuannya dan siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan
pendapatnya.

39
a. Siswa belajar untuk mencari tahu sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan
yang timbul di awal pembelajaran. Dengan mendapatkan sendiri jawaban itu,
siswa pasti akan lebih mengingat materi yang sedang dipelajari.

b. Membentuk output yang dihasilkan dari pendidikan di sekolah memilki keahlian


dan kecakapan yang langsung dapat diterapkan dalam kehidupan masyarakat.

D. Kelemahannya:

a Pendidikan yang menganut paham ini menekankan pada kebenaran absolut,


kebenaran universal yang tidak terkait pada tempat dan waktu aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.

b Perenialis kurang menerima adanya perubahan-perubahan, karena menurut


mereka perubahan banyak menimbulkan kekacauan, ketidakpastian,dan
ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual, dan sosio-
kultural.

c Focus perenialis mengenai kurikulum adalah pada disiplin-disiplin pengetahuan


abadi , hal ini akan berdampak pada kurangnya perhatian pada realitas peserta
didik dan minat-minat siswa.

d Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah.


Mengurangi bimbingan dan pengaruh guru.
e Dalam pendidikan perenialisme, siswa menjadi orang yang mementingkan diri
sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau
berkorban demi kepentingan um

40
9. FILSAFAT BEHAVIORISME

1. Pengertian Aliran Filsafat Behaviorisme


Behaviorisme atau Aliran Perilaku (juga disebut Perspektif Belajar) adalah
filosofi dalam psikologi yang berdasar pada proposisi bahwa semua yang dilakukan
organisme termasuk tindakan, pikiran, atau perasaan dapat dan harus dianggap sebagai
perilaku.

E. Tokoh-tokoh dari filsafat Behaviorisme


1 John Watson (1878-1958)

Dalam karyanya ini Watson menetapkan dasar konsep utama dari aliran
behaviorisme:

Psikologi adalah cabang eksperimental dari natural science. Posisinya setara


dengan ilmu kimia dan fisika sehingga introspeksi tidak punya tempat di
dalamnya

Sejauh ini psikologi gagal dalam usahanya membuktikan jati diri sebagai
natural science. Salah satu halangannya adalah keputusan untuk
menjadikan bidang kesadaran sebagai obyek psikologi. Oleh karenanya
kesadaran/mind harus dihapus dari ruang lingkup psi.
Obyek studi psikologi yang sebenarnya adalah perilaku nyata.

2 Clark L. Hull (1884-1952)


Prinsip-prinsip utama teorinya
:

41
Reinforcement adalah faktor penting dalam belajar yang harus ada. Namun fungsi
reinforcement bagi Hull lebih sebagai drive reduction daripada satisfied factor.

Dalam mempelajari hubungan S-R yang diperlu dikaji adalah peranan dari
intervening variable (atau yang juga dikenal sebagai unsure O (organisma).
Faktor O adalah kondisi internal dan sesuatu yang disimpulkan (inferred),
efeknya dapat dilihat pada faktor R yang berupa output. Karena pandangan ini
Hull dikritik karena bukan behaviorisme sejati.

E. B.F Skinner

Prinsip-prinsip utama pandangan Skinner:

● Descriptive behaviorism, pendekatan eksperimental yang sistematis pada perilaku


yang spesifik untuk mendapatkan hubungan S-R. Pendekatannya induktif.
Dalam hal ini pengaruh Watson jelas terlihat.
● Empty organism, menolak adanya proses internal pada individu.

● Menolak menggunakan metode statistical, mendasarkan pengetahuannya pada


subyek tunggal atau subyek yang sedikit namun dengan manipulasi
eksperimental yang terkontrol dan sistematis.

● Behavior Modification

Adalah penerapan dari teori Skinner, sering juga disebut sebagai behavior
therapy. Merupakan penerapan dari shaping (pembentukan TL bertahap),
penggunaan positive reinforcement secara selektif, dan extinction. Pendektan ini
banyak diterapkan untuk mengatasi gangguan perilaku.

42
 Prinsip yang terdapat pada Teori Belajar Behaviorisme

A. Reinforcement danand Punishment juga merupakan strategi untuk mengajar dan


mendidikReiforcementsiswa. punishment

a. Reinforcement dalam dunia pendidikan anak diartikan sebagai penghargaan yang


diharapkan bisa meningkatkan sikap dan perkembangan positif pada anak didik.
Biasanya reinforcement berupa hadiah dan pujian.

b. Punishment atau hukuman . Contohnya ketika siswa melakukan sebuah


pelanggaran, hukumlah mereka dengan sesuatu yang justru memberikan manfaat
yang positif bagi mereka, misalnya dengan menghafalkan kosa kata bahasa
inggris dengan jumlah tertentu dan masih banyak hukuman lainnya yang jauh
lebih memberikan kontribusi positif.

B. Primary and Secondary Reinforcement

a. Reinforcers primer hampir selalu nyata. Hal ini biasanya berupa sesuatu yang
biasa anak pegang atau rasakan, tetapi seharusnya selalu melibatkan keinginan
langsung. Contoh yang termasuk reinforcers: bola favorit, terowongan, mainan,
video, atau hal-hal lain yang membangkitkan indra.
b. Reinforcers sekunder, Mereka intrinsik dan bermanfaat pada tingkat internal,
memberikan siswa perasaan atau anticiaption sesuatu yang mereka akhirnya
bergaul dengan suatu kegiatan. penguatan sekunder meliputi pujian verbal,
tersenyum, token, thumbs up, dan bertepuk tangan.

43
1. Schedules of Reinforcement

Jadwal penguatan adalah aturan yang tepat yang digunakan untuk menyajikan
(atau menghapus) reinforcers (atau punishers) mengikuti perilaku operant
tertentu.

2. Contingency Management

Sebagai pendekatan untuk pengobatan, manajemen kontingensi muncul dari


terapi perilaku dan diterapkan analisis perilaku tradisi dalam kesehatan mental.

3. Stimulus Control in Operant Learning

Kontrol stimulus dikatakan terjadi ketika organisme berperilaku dalam satu cara
dengan adanya stimulus yang diberikan dan cara lain dalam ketiadaan. Misalnya,
adanya tanda berhenti meningkatkan kemungkinan bahwa "pengereman" perilaku
akan terjadi.

F. Aplikasi dalam Pembelajaran Behaviorisme

Teori behaviorisme yang menekankan adanya hubungan antara stimulus (S)


dengan respons (R) secara umum dapat dikatakan memiliki arti yang penting bagi
siswa untuk meraih keberhasilan belajar. Stimulus adalah segala hal yang diberikan
oleh guru kepada pelajar, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pelajar
terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut.

Sesuatu yang diberikan oleh guru (stimulus) dan sesuatu yang diterima oleh
pelajar (respon) harus dapat diamati dan diukur. Teori ini mengutamakan pengukuran,
sebab pengukuran merupakan suatu hal penting untuk melihat perubahan tingkah laku
tersebut terjadi atau tidak. Caranya, guru banyak memberikan stimulus dalam proses
pembelajaran, dan dengan cara ini siswa akan merespons secara positif apa lagi jika
diikuti dengan adanya reward yang berfungsi sebagai reinforcement (penguatan
terhadap respons yang telah ditunjukkan).

44
o Implikasi Teori Belajar Behaviorisme

Pembelajaran dengan teori belajar behavioristik memandang pengetahuan


merupakan sesuatu yang obyektif, pasti, tetap, dan tidak berubah. Belajar
diasumsikan dengan proses mendapatkan pengetahuan,
Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan teori belajar behavioristik, upaya
pembiasaan dan mengedepankan disiplin sangat diutamakan

p Implikasi Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran dan Tujuan Pembelajaran


Teori Behaviorisme

Tujuan pembelajaran menurut teori behavioristik ditekankan pada


penambahan pengetahuan, sedangkan belajar sebagai aktivitas mimetic, yang
menuntut pembelajar untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang sudah
dipelajari dalam bentuk laporan, kuis, atau tes.

45
10. FILSAFAT KONSTRUKTIVISME
12.1 Pendahuluan
Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali
dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan
Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa
“mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti
bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur
apa yang membangun sesuatu itu.

Filsafat konstruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan adalah hasil


konstruksi manusia melalui interaksi dengan objek, fenomena pengalaman dan
lingkungan mereka. [1] Aliran konstruktivisme menyatakan bahwa manusia
menciptakan pengetahuan untuk keperluan pragmatis dan oleh karena itu manusia
memproyeksikan dirinya dengan apa yang telah dia alami sebelumnya. Aliran
konstruktivisme percaya bahwa suatu kejadian atau peristiwa di dunia ini dapat
dipahami dengan cara yang berbeda dan itulah yang disebut dengan pengetahuan,
yaitu ketika perbedaan cara pandang setiap orang memaknai dunia ini. Manusia
merupakan makhluk individual yang dikonstruksikan melalui sebuah realitas
sosial. Konstruksi atas manusia ini akan menimbulkan paham yang intersubyektif.
Hanya dalam proses interaksi sosial, manusia akan saling memahaminya. Dalam
melihat hubungan antar sesama individu, nilai-nilai relasi tersebut bukanlah
diberikan atau disodorkan oleh salah satu pihak, melainkan kesepakatan untuk
berinteraksi itu perlu diciptakan di atas kesepakatan antar kedua belah pihak.
Dalam proses berinteraksi ini, faktor identitas individu sangat penting dalam
menjelaskan kepentingannya. Interaksi sosial antar individu akan menciptakan
lingkungan atau realitas sosial yang diinginkan. Dengan kata lain, sesungguhnya
realitas sosial merupakan hasil konstruksi atau bentukan dari proses interaksi
tersebut. Hakekat manusia menurut konsepsi konstruktivisme lebih bersifat bebas
dan terhormat karena dapat menolak atau menerima sistem internasional, serta

46
membentuk kembali model relasi yang saling menguntungkan. Pengetahuan selalu
merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif dari realitas yang terjadi melalui
serangkaian aktivitas peserta didik. Dari serangkaian aktivitas peserta didik,
konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus menemukan sendiri
pengetahuannya melalui kemampuan berpikir dan tantangan yang dihadapinya,
menangkap dan membuat konsep mengenai keseluruhan pengalaman realistik atau
fakta, mengkaji informasi baru dengan klausul lama dan merevisinya apabila
klausul itu tidak relevan lagi.

12.2 Macam-Macam Konstruktivisme

Konstruktivisme dibedakan dalam dua tradisi besar yaitu konstruktivisme


psikologis (personal) dan sosial. Konstruktivisme psikologis bercabang dua, yaitu
yang lebih personal (Piaget,1981:43) dan yang lebih sosial (Vygotsky); sedangkan
konstruktivisme sosial berdiri sendiri (Kukla, 2003) .

12.2 1 Konstruktivisme personal

Piaget menyoroti bagaimana anak-anak pelan-pelan membentuk skema


pengetahuan, pengembangan skema dan mengubah skema. Ia menekankan
bagaimana anak secara individual mengkonstruksi pengetahuan dari berinteraksi
dengan pengalaman dan objek yang dihadapinya. Ia menekankan bagaimana
seorang anak mengadakan abstraksi, baik secara sederhana maupun secara
refleksif, dalam membentuk pengetahuannya.
Tampak bahwa tekanan perhatian Piaget lebih keaktifan individu dalam
membentuk pengetahuan. Bagi Piaget, pengetahuan lebih dibentuk oleh si anak itu
sendiri yang sedang belajar daripada diajarkan oleh orang tua. Konstruktivisme
psikologis bercabang dua: (1) yang lebih personal, individual, dan subjektif
seperti Piaget dan para pengikutnya; (2) yang lebih sosial seperti Vigotsky. Piaget
menekankan aktivitas individual, lewat asimilasi dan akomodasi (Suparno, 1997)
dalam pembentukan pengetahuan; sedangkan Vygotsky menekankan pentingnya
masyarakat dalam mengkonstruksi pengetahuan ilmiah (Mattews, 1994). Dalam
pandangan Piaget, pengetahuan dibentuk oleh anak lewat asimilasi dan

47
akomodasi dalam proses yang terus menerus sampai ketika dewasa. Asimilasi
adalah proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan persepsi,
konsep, nilai-nilai ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang
sudah ada di dalam pikirannya. Asimilasi dapat dipandang sebagai suatu proses
kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan
yang baru dalam skema yang telah ada. Setiap orang selalu secara terus menerus
mengembangkan proses asimiliasi. Proses asimilasi bersifat individual dalam
mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru sehingga
pengertian orang berkembang. Dalam proses pembentukan pengetahuan dapat
terjadi seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman baru dengan skema
yang telah dipunyai. Dalam keadaan seperti ini orang akan mengadakan
akomodasi, yaitu (1) membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang
baru, atau (2) memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan rangsangan
itu. Misalnya, seorang anak mempunyai skema bahwa semua binatang harus
berkaki dua atau empat. Skema ini didapat dari abstraksinya terhadap binatang-
binatang yang pernah dijumpainya. Pada suatu hari ia datang ke kebun binatang,
di mana ada puluhan bahkan ratusan binatang yang jumlah kakinya ada yang lebih
dari empat atau bahkan tanpa kaki. Anak tadi mengalami bahwa skema lamanya
tidak cocok dengan pengalaman yang baru, maka dia mengadakan akomodasi
dengan membentuk skema baru bahwa binatang dapat berkaki dua, empat atau
ledih bahkan ada yang tanpa kaki namun semua disebut binatang. Skema itu hasil
suatu konstruksi yang terus menerus diperbaharui, dan bukan tiruan dari
kenyataan dunia yang ada.

Menurut Piaget, proses asimilasi dan akomodasi ini terus berjalan dalam diri
seseorang, sampai pada pengetahuan yang mendekati para ilmuwan. Pendekatan
Piaget dalam proses pembentukan pengetahuan memang lebih 260. personal dan
individual, kendati dia juga bicara soal pengaruh lingkungan sosial terhadap
perkembangan pemikiran anak, tetapi tidak secara jelas memberikan model
bagaimana hal itu tejadi pada diri anak. Bagi Piaget, dalam taraf-taraf
perkembangan kognitif yang lebih rendah (sensori-motor, dan pra-operasional),
pengaruh lingkungan sosial lebih dipahami oleh anak sebagai sama dengan

48
objek-objek yang sedang diamati anak. Anak belum dapat menangkap ide-ide dari
masyarakatnya. Baru pada taraf perkembangan yang lebih tinggi (operasional
konkret, terlebih operasional formal), pengaruh lingkungan sosial menjadi lebih
jelas. Dalam taraf ini, bertukar gagasan dengan teman-teman, mendiskusikan
bersama pendirian masing-masing, dan mengambil konsensus sosial sudah lebih
dimungkinkan. Pandangan konstruktivisme personal sebenarnya mengandung
kelemahan.

Menurut Glasersfeld (Suparno, 1997) salah satu tokoh konstruktivisme


personal, pengetahuan hanya ada di dalam “kepala” seseorang di mana ia harus
membangun pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadinya. Menurut pendapat
ini ilmu pengetahuan bersifat pribadi, hal ini berarti „realitas‟ bagi seseorang
dibangun berdasarkan pengalaman pribadinya. Inilah salah satu sumber kritik
terhadap konstruktivisme personal, dan karena pandangan yang demikian
konstruktivisme personal sering dianggap menganut faham solipsisme.Faham
solipsisme berpendapat bahwa segala sesuatu hanya ada bila ada dalam pikiran
atau dipikirkan (Sarkim, 2005). Selain itu, solipsisme juga mengatakan bahwa
ilmu pengetahuan itu dibangun secara individual. Pandangan ini memang sulit
untuk menjelaskan bagaimana kita bisa memiliki pengetahuan bersama tentang
sesuatu hal.
Persoalan lain yang juga mengundang kritik adalah pandangannya tentang
ilmu pengetahuan yang berlawanan dengan pandangan tentang kebenaran yang
bersifat korespondensi atau dikenal sebagai faham realisme (Kukla, 2003).

12.2.2 Konstruktivisme sosial

Teori konstruktivisme di dalam bidang pendidikan terdiri dari dua aliran besar
yaitu konstruktivisme sosial dan konstruktivisme personal (KP). Konstruktivisme
sosial dan konstruktivisme personal sama-sama berpendapat bahwa ilmu
pengetahuan adalah hasil rekayasa manusia sebagai individu. Akan tetapi
keduanya memiliki perbedaan pandangan mengenai peranan individu dan
masyarakat dalam proses pembentukan ilmu pengetahuan itu. Pendukung
konstruktivisme sosial berpendapat bahwa di samping individu, kelompok di

49
mana individu berada, sangat menentukan proses pembentukan pengetahuan pada
diri seseorang. Melalui komunikasi dengan komunitasnya, pengetahuan seseorang
dinyatakan kepada orang lain sehingga pengetahuan itu mengalami verifikasi, dan
penyempurnaan. Selain itu, melalui komunikasi seseorang memperoleh informasi
atau pengetahuan baru dari masyarakatnya. Vygotsky menandaskan bahwa
kematangan fungsi mental anak justru terjadi lewat proses kerjasama dengan
orang lain, seperti dinyatakan oleh Newman (1993) sebagai berikut: ”The
maturation of the child’s higher mental functions occurs in this cooperative
process, that is, it occurs through the adult’s assistance and participation”.
Pandangan yang dianut oleh konstruktivisme sosial seperti dipaparkan di atas
sangat berbeda dengan pandangan yang dianut oleh para pendukung
konstruktivisme sosial personal. Konstruktivisme Personal kadang kala dikenal
sebagai konstruktivisme psikologis, yang memandang bahwa pembentukan
pengetahuan adalah sepenuhnya persoalan individu. Konstruktivisme Personal
sangat menekankan pentingnya peranan individu dalam proses pembentukan ilmu
pengetahuan (Suparno, 1997).

Bab 12 menggunakan kedua jenis konstruktivisme (personal dan sosial)


sebagai acuan dalam pembahasan karena bidang studi yang dikaji memang
termasuk ilmuilmu sosial yang harus dikaji secara personal dan secara sosial.
Harus diakui bahwa ilmu sosial lebih merupakan hasil konstruksi bersama dari
pada konstruksi personal, di samping itu penulis memandang konstruksi sosial
lebih cocok dengan karakter masyarakat Indonesia yang memberi makna tinggi
pada relasi antar pribadi dan memandang keharmonisan dalam relasi antar sesama
sebagai hal yang penting. Alasan lain mengapa lebih condong ke konstruksi sosial
adalah masih terdapatnya beberapa kritik terhadap konstruktivisme personal yang
hingga kini belum mendapat jawaban yang memuaskan. Konstruktivisme sosial
menekankan bahwa pembentukan ilmu pengetahuan merupakan hasil
pembentukan individu bersama-sama dengan masyarakat sekitarnya. Bahkan
Piaget menulis sebagai berikut (Fosnot (ed), 1996) “there is no longer any need to
choose between the primacy of the social or that of the intellect; the collective

50
intellect is the social equilibrium resulting from the interplay of the operations
that enter into all cooperation”.

Konstruktivisme sosial mengakui peranan komunitas ilmiah di mana ilmu


pengetahuan ”dibangun” dan dimonitori oleh lembaga keilmuan. Maka
pengetahuan personal tidak lepas dari sumbangan pengetahuan kolektif atau
komunal. Ilmu pengetahuan pada dasarnya merupakan hasil kolektif umat
manusia. Pandangan yang berkembang adalah bahwa ilmu pengetahuan
merupakan hasil rekayasa manusia, teori konstruktivisme meyakini bahwa di
dalam proses pembelajaran para peserta didik yang harus aktif membangun
pengetahuan di dalam pikirannya. Para peserta didik yang pasif tidak mungkin
membangun pengetahuannya sekalipun diberi informasi oleh para pendidik
(Sarkim, 2005). Agar informasi yang diterima berubah menjadi pengetahuan,
seorang peserta didik harus aktif mengupayakan sendiri agar informasi itu
menjadi bagian dari struktur pengetahuannya.
Pandangan demikian diperkirakan bersumber dari karya awal Jean Piaget
yang berjudul ”The Child’s Conception of The World” (Sarkim, 2005). Gagasan
dasar konstruktivisme tentang belajar tersebut diterima oleh kedua aliran
konstruktivisme. Mengingat ilmu pengetahuan harus dibangun secara aktif oleh
peserta didik di dalam pikirannya, hal itu berarti bahwa belajar adalah tanggung-
jawab subjek didik yang sedang belajar. Maka menjadi sangat penting motivasi
instrinsik yang mendorong peserta didik memiliki keinginan untuk belajar. Dalam
hal ini pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat memberikan
sumbangan yang berarti dalam memotivasi para peserta didik. Karena
keyakinannya bahwa pengetahuan seseorang dibangun secara pribadi dalam
interaksinya dengan masyarakat dan lingkungannya, maka pengetahuan yang
dibawa oleh peserta didik ke dalam kelas dinilai sebagai sumber penting untuk
membangun pengetahuan baru.

Dengan menganut pandangan ini, konstruksivisme sosial menghargai


pandangan bahwa pengetahuan peserta didik yang dibawa ke dalam kelas
sekalipun berbeda dengan keyakinan yang dianut oleh para ilmuwan, amatlah
penting. Sekalipun pengetahuan para peserta didik itu berbeda dengan yang diakui

51
di dalam khasanah ilmu pengetahuan, konsepsi mereka tidak pertama-tama dilihat
sebagai sebuah konsep yang ‟salah‟, melainkan diakui sebagai sebuah konsep
alternatif (Sarkim, 2005).

Pengakuan terhadap konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik ketika
masuk ke dalam kelas juga berarti keterbukaan terhadap beragamnya hasil belajar.
Hasil belajar tidak hanya dipengaruhi oleh aktivitas di dalam kelas tetapi juga oleh
konsepsi awal yang dibawa oleh peserta didik ketika memulai belajarnya. Di
dalam kerangka berpikir demikian proses pembelajaran ilmu-ilmu sosial di
sekolah lebih dipandang sebagai proses ‟pembudayaan‟ daripada proses
‟penemuan‟. Maksudnya, kegiatan pembelajaran lebih dipandang sebagai
aktivitas pendampingan para peserta didik agar mereka memasuki ‟dunia‟ ilmu
pengetahuan dari pada membimbing para peserta didik ‟menemukan‟ ilmu
pengetahuan. Di dalam proses ini motivasi dan peran aktif dari peserta didik
memegang peranan yang penting. Pembelajaran ilmu-ilmu sosial bertugas
memberi pengalaman belajar kepada para peserta didik agar memiliki pengalaman
pribadi mengenai bagaimana ilmu pengetahuan diverifikasi dan divalidasi. Oleh
sebab itu pengalaman belajar merupakan hal yang sangat penting, dan peranan
pendidik di dalam menentukan pengalaman belajar itu bukanlah hal yang ringan.
Pendidik bertugas membimbing para peserta didik ke arah ilmu pengetahuan yang
sudah diakui kebenarannya oleh masyarakat keilmuan. Dengan mengamati, atau
mengalami langsung sebuah fenomena alam, konsepsi peserta didik yang tidak
sejalan dengan konsepsi yang diakui oleh komunitas ilmiah dapat ditantang.
Konfrontasi konsepsi alternatif dengan peristiwa konkret tersebut dapat
mengakibatkan goyahnya struktur pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta
didik. Goyahnya struktur pengetahuan ini sering pula disebut sebagai keadaan
disequilibrium. Hal demikian akan memaksa peserta didik untuk membangun
konsepsi yang lebih baik. Demikianlah konsepsi baru akan dibangun dan menjadi
bagian dari struktur pengetahuan yang baru melalui aktivitas, komunikasi dan
refleksi pribadi peserta didik. Konsepsi dan struktur pengetahuan yang baru
terbentuk tersebut akan semakin dikokohkan apabila peserta didik memperoleh
kesempatan untuk mengaplikasikannya ke dalam situasi yang baru.

52
12.3 Implementasi Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan

Dalam dunia pendidikan, aliran filsafat konstruktivisme sangatlah berpengaruh.


Bagi konstruktivisme, kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif, di mana peserta
didik membangun sendiri pengetahuan, keterampilan dan tingkah lakunya. Peserta
didik mencari arti sendiri dari yang mereka pelajari. Peserta didik sendirilah yang
bertanggung jawab terhadap hasil belajarnya. Mereka sendiri yang membuat
penalaran dengan apa yang dipelajarinya, dengan cara mencari makna,
membandingkan dengan apa yang telah ia ketahui dengan pengalaman dan situasi
baru. Ada sejumlah implikasi yang relevan terhadap proses pembelajaran
berdasarkan pemikiran konstruktivisme personal dan sosial. Implikasi itu antara
lain (Suparno, 1997 dalam Adisusilo)
J. Kaum konstruktivis personal berpendapat bahwa pengetahuan diperoleh
melalui konstruksi individual dengan melakukan pemaknaan terhadap realitas
yang dihadapi dan bukan lewat akumulasi informasi. Implikasinya dalam proses
pembelajaran adalah bahwa pendidik tidak dapat secara langsung memberikan
informasi, melainkan proses belajar hanya akan terjadi bila peserta didik
berhadapan langsung dengan realitas atau objek tertentu. Pengetahuan diperoleh
oleh peserta didik atas dasar proses transformasi struktur kognitif tersebut.
Dengan demikian tugas pendidik dalam proses pembelajaran adalah menyediakan
objek pengetahuan secara konkret, mengajukan pertanyaan-pertanyaan sesuai
dengan pengalaman peserta didik atau memberikan pengalaman-pengalaman
hidup konkret (seperti: nilai
nilai, tingkah laku, dan sikap) untuk dijadikan objek pemaknaan.

K. Kaum konstruktivis berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk dalam diri


individu atas dasar struktur kognitif yang telah dimilikinya, hal ini berimplikasi
pada proses belajar yang menekankan aktivitas personal peserta didik. Agar
proses belajar dapat berjalan lancar maka pendidik dituntut untuk mengenali
secara cermat tingkat perkembangan kognitif peserta didik. Atas dasar
pemahamannya pendidik merancang pengalaman belajar yang dapat merangsang
struktur kognitif anak untuk berpikir, berinteraksi membentuk pengetahuan yang
baru. Pengalaman yang disajikan tidak boleh terlalu jauh dari pengetahuan peserta

53
didik tetapi juga jangan sama seperti yang telah dimilikinya. Pengalaman sedapat
mungkin berada di ambang batas antara pengetahuan yang sudah diketahui dan
pengetahuan yang belum diketahui (Mukminan, dkk., 1998; Fosnot (ed), 1996)
sebagai zone of proximal development of knowledge.

D. Terkait dengan kedua hal di atas, maka dalam proses pembelajaran seorang
pendidik harus menciptakan pengalaman yang autentik dan alami secara sosial
kultural untuk para peserta didiknya. Materi pembelajaran sungguh harus kontekstual,
relevan. pengalaman sosio budaya setempat. Pendidik tidak dapat memaksakan suatu
materi yang tidak terkait dengan kehidupan nyata peserta didik. Pemaksaan hanya
akan menimbulkan penolakan atau menimbulkan kebosanan atau akan menghambat
proses perkembangan pengetahuan peserta didik.

E. Dalam proses pembelajaran pendidik harus memberi otonomi, kebebasan peserta


didik untuk melakukan eksplorasi masalah dan pemecahannya secara individual dan
kolektif, sehingga daya pikirnya dirangsang untuk secara optimal dapat aktif
membentuk pengetahuan dan pemaknaan yang baru.
F. Pendidik dalam proses pembelajaran harus mendorong terjadinya kegiatan
kognitif tingkat tinggi seperti mengklasifikasi, menganalisis, menginterpretasikan,
memprediksi dan menyimpulkan, dll.

G. Pendidik merancang tugas yang mendorong peserta didik untuk mencari


pemecahan masalah secara individual dan kolektif sehingga meningkatkan
kepercayaan diri yang tinggi dalam mengembangkan pengetahuan dan rasa
tanggungjaawab pribadi.
H. Dalam proses pembelajaran, pendidik harus memberi peluang seluas
luasnya agar terjadi proses dialogis antara sesama peserta didik, dan antara peserta
didik dengan pendidik, sehingga semua pihak merasa bertanggung jawab bahwa
pembentukan pengetahuan adalah tanggung-jawab bersama. Caranya dengan
memberi pertanyaan

54
pertanyaan, tugas-tugas yang terkait dengan topik tertentu, yang harus dipecahkan,
didalami secara individual ataupun kolektif, kemudian diskusi kelompok, menulis,
dialog dan presentasi di depan teman yang lain.

55
11. FILSAFAT NATURALISME
1. Makna dari Filsafat Naturalisme
Naturalisme berasal dari dua kata, yaitu Natural yang artinya alami dan Isme yang artinya
paham. Sehingga Aliran filsafat naturalisme disebut sebagai Paham Alami maksudnya adalah
bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau
pembawaan yang baik, dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk.
Secaragaris besar dapat diartikan bahwa filsafat naturalisme merupakan hasil berlakunya hukum
alam fisik dan terjadinya menurut kodrat atau menurut wataknya sendiri.
2. Sejarah dan Perkembangan Filsafat Naturalisme
Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada abad ke 18. Naturalisme
berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia berpandangan bahwa “Learned heavily on the
knowledge reported by man’s sense”. Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, seorang filsuf
Perancis yang hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang baru
dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena
dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa, justru dapat merusak
pembawaan baik anak itu, sehingga aliran ini sering disebut negativisme.

3. Tokoh-tokoh Aliran Filsafat Naturalisme


A. Plato (427 – 347 SM)
Menurut Plato, terdapat dua dunia yaitu dunia materi yang merupakan obyek pengalaman dan
dunia rohani yang merupakan obyek pengertian, yang terpisah sama sekali yang satu dengan
yang lainnya. Salah satu analisis dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala (fenomena)
dan bentuk ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen yang
kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan yakni dunia eidos. Dunia yang tidak
kelihatan itu tercapai melalui pengertian (theoria).61
B. Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup
didunia ini terdiri atas dua prinsip :
1) Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk hidup tertentu
dan menentukan tujuannya.
2) Prinsip material, yakni materi adalah apa yang

56
merupakan dasar semua mahluk. Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua prinsip internal
itu pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi dengan memandang dua prinsip lain, yang
berada diluar hal itu sendiri, akan tetapi menentukan adanya juga. Prinsip ekstern yang pertama
adalah sebab yang membuat, yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya.
Prinsip ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan tujuan, yakni sesuatu hal yang menarik
hal kearah tertentu. Misalnya api adalah untuk membakar, jadi membakar merupakan prinsip
final dari api. Ternyata pandangan tentang prinsip ekstern kedua ini diambil dari hidup manusia,
dimana orang bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu, pandangan ini diterapkan pada
semua mahluk alam. Seperti semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan
bentuk.
C. William R. Dennes (Filsuf Modern)
Beberapa pandangannya menyatakan bahwa:
1. Kejadian dianggap sebagai ketegori pokok, bahwa kejadian merupakan hakekat terdalam dari
kenyataan.
2. Yang nyata ada pasti bereksistensi, sesuatu yang dianggap terdapat diluar ruang dan waktu
tidak mungkin merupakan kenyataan dan apapun yang dianggap tidak mungkin ditangani dengan
menggunakan metode-metode yang digunakan dalam ilmu-ilmu alam tidak mungkin merupakan
kenyataan.
3. Analisa terhadap kejadian-kejadian, bahwa faktor-faktor penyusun
segenap kejadian ialah proses, kualitas, dan relasi.
4. Masalah hakekat terdalam merupakan masalah ilmu, bahwa segenap kejadian baik kerohanian,
kepribadian, dan sebagainya dapat dilukiskan berdasarkan kategori- kategori proses, kualitas dan
relasi.
Pengetahuan ialah memahami kejadian-kejadian yang saling berhubungan, pemahaman suatu
kejadian, atau bahkan kenyataan, manakala telah mengetahui kualitasnya, seginya, susunanya,
satuan penyusunnya, sebabnya, serta akibat- akibatnya

57
12. FILSAFAT BENJAMIN SAMUEL BLOOM
1. Biografi Benjamin Samuel Bloom
Benjamin Samuel Bloom atau yang lebih dikenal dengan Bloom salah satu filosof yang menaruh
perhatian cukup besar terhadap filsafat pendidikan sehingga lahirlah yang saat ini dikenal dengan
Taksonomi Bloom. Lahir pada tanggal 21 Februari 1913 di kota Lansford Pennsylvania dan
meninggal pada tanggal 13 September 1999. Menerima gelar sarjana dan gelar master dari
Pennsylvania State
University pada tahun 1935 dan Ph.D. Pendidikan dari University of Chicago Maret 1942. Ia
pernah menjadi anggota staff Board of Examinations di University of Chicago pada tahun 1940
dan bertugas sampai 1959. Ia juga adalah seorang guru, dosen, penasihat pendidikan dan
psikologi pendidikan. Pekerjaan sebagai pengajar di Jurusan Pendidikan University of Chicago
dimulai tahun 1944 untuk kemudian ditunjuk sebagai Distinguished Service Professor pada
tahun 1970. Ia
menjabat sebagai presiden American Educational Research
Association dari tahun 1965 sampai 1966. Ia menjadi penasihat pendidikan bagi pemerintahan
Israel, India, dan beberapa bangsa lain.

2. Ruang Lingkup Filsafat dan Filsafat Pendidikan


Ruang lingkup filsafat pendidikan adalah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia
untuk mengerti dan memahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan
bagaimana pelaksanaan pendidikan yang baik dan bagaimana tujuan pendidikan itu dapat dicapai
seperti yang dicita- citakan. Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas,
maka para ahli pun membatasi ruang lingkupnya. Menurut Will Durant (Hamdani Ali,
1986:7-8), ruang lingkup studi filsafat itu ada lima: Logika, estetika, etika, politik, dan
metafisika. Sebagaimana filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada
yang tampak jelas dan ada yang tidak jelas.

3. Revisi Taksonomi Bloom


Teori pendidikan Bloom yang telah berkembang pesat membuat Krathwohl dan beberapa ahli
psikologi aliran kognitivisme

58
tergerak memperbaharui Taknosomi Bloom dengan harapan agar lebih mengikuti dan sesuai
dengan kemajuan pendididikan di abad ini. Taksonomi Bloom yang diperhaarui itu sekarang
telah dikenal dengan nama Revisi Taksonomi Bloom disingkat menjadi RTS. Adapun64
pembaharuan hanya terjadi pada ranah kognitif dimana pada versi baru pada ranah kognitif
diberi dimensi proses kognitif dan dimensi pengetahuan kognitif. Dalam dimensi pengetahuan
terdapat empat
kategori dalam dimensi pengetahuan kognitif,yaitu pengetahuan faktual, pengetahuan
konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif. Sedangkan, pada dimensi
proses kognitif terdapat enam tingkatan, yaitu: mengingat (remembering),
memahami (understanding), mengaplikasikan
(applying), menganalisis (analyzing), mengevaluasi (evaluating),
dan mengkreasi (creating). Enam tingkatan inilah yang sering digunakan dalam merumuskan
tujuan belajar
yang di kenal dengan istilah C1 sampai dengan C6.

4. Prinsip Belajar yang Menjadi Landasan Filsafat Pendidikan Taksonomi


Prinsip belajar yang melandasi taksonomi Bloom:
1. Kematangan Jasmani dan Rohani
Ketika kematangan jasmani telah sampai pada batas minimal umur. Kondisi fisiknya cukup kuat
untuk melakukan kegiatan belajar. Sedangkan kematangan rohani, yaitu telah memiliki
kemampuan secarapsikologis untuk melakukan kegiatan belajar seperti kemampuan berpikir,
ingatan dan sebagainya.
2. Kesiapan
Kesiapan harus dimiliki oleh seorang yang hendak melakukan kegiatan belajar, yaitu
kemampuan yang cukup baik fisik, mental maupun perlengkapan belajar. Kesiapan fisik
berartimemiliki tenaga cukup dan memiliki minat dan motivasi yang cukup.
3. Memahami Tujuan Pembelajaran
Setiap individu yang belajar harus memahami apa dan akan kemana arah tujuan dan dengan apa
bagi dirinya. Mengetahui tujuan belajar akan dapat melakukan persiapan yang diperlukan
terlebih dahulu, baik fisik maupun mental, sehingga proses belajar yang dilakukan dapat berjalan
lancar dan berhasil dengan memuaskan.

59
4. Memiliki Kesungguhan
Orang yang belajar harus memiliki kesungguhan belajar agar hasil yang diperoleh memuaskan
dan penggunaan waktu dan tenaga lebih efisien.
5. Ulangan dan Latihan
Sesuatu yang dipelajari perlu diulang agar meresap dalam otak,
sehingga dikuasai sepenuhnya dan sukar dilupakan. Prinsip belajar yang paling penting
melandasi filsafat pendidikan taksonomi Bloom, “adanya perhatian dan motivasi baik itu berasal
dari orang
tua maupun pendidik”. Karena setiap manusia pada khakikatnya menyukai perhatian berupa
sokongan moril dari orang lain untuk menumbuhkan semangat dalam dirinya sendiri.

60
13. FILSAFAT KI HAJAR DEWANTARA
L. Hakikat pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Hakikat pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah tuntunan di dalam hidup


tumbuhnya anak-anak. Artinya, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu,
agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keseluruhan dan
kebahagiaan yang setinggi-tingginya. Kaum pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau
hidupnya kekuatan- kekuatan itu, agar dapat “memperbaiki lakunya bukan dasarnya hidup dan
tumbuhnya ”.

I. Tokoh-tokoh pendidikan yang berpengaruh pada Ki Hadjar Dewantara

a. Pestalozzi

Menurut Pestalozzi pendidikan anak usia dini harus mampu membentuk anak supaya aktif
menolong atau mendidik dirinya sendiri. Selain itu, perkembangan anak berlangsung secara
teratur dan maju setahap demi setahap. Oleh karena itu, keluarga (orang tua) sebagai embrio atau
cikal bakal pendidikan anak harus berfungsi mendidik anak dengan kasih sayang. Sebab kasih
sayang yang diperoleh anak dalam lingkungan keluarga yang sangat membantu mengembangkan
potensi emosi anak selanjutnya.

b. Froebel

Froebel berpendapat bahwa pendidikan dapat membantu perkembangan anak secara wajar.
Froebel menggunakan “taman” sebagai simbol pendidikan anak. Apabila anak mendapatkan
pengasuhan yang tepat seperti halnya tanaman (tunas) muda akan berkembang secara wajar
mengikuti hukumnya sendiri.

c. Maria Montessori

61
Menurut Montessori Pendidikan anak tidak terlepas dari pengaruh pemikiran Rousseau dan
Pestalozzi yang menekankan pada kondisi lingkungan bebas dan penuh kasih agar potensi anak
dapat berkembang optimal. Montessori memandang perkembangan anak usia prasekolah/TK
sebagai suatu proses yang berkesinambungan. Artinya, pendidikan merupakan aktivitas diri yang
mengarah pada pembentukan disiplin pribadi, kemandirian, dan pengarahan diri. Persepsi anak
tentang dunia merupakan dasar dari ilmu pengetahuan. Atas dasar itulah, Montessori
mengembangkan alat-alat belajar yang memungkinkan indra anak dikembangkan untuk
mengeksplorasi lingkungan.

a. Implikasi Filsafat Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam pembelajaran


Fisika

62
Dalam proses tumbuh kembangnya seorang anak, Ki Hadjar Dewantara memandang
adanya tiga pusat pendidikan yang memiliki peranan besar. Semua ini disebut “Tripusat
Pendidikan”. Tripusat Pendidikan mengakui adanya pusat-pusat pendidikan yaitu; 1)
Pendidikan di lingkungan keluarga, 2) Pendidikan di lingkungan perguruan, dan 3)
Pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda. Alam keluarga adalah
pusat pendidikan yang pertama dan terpenting. Sejak timbul adab kemanusiaan hingga
kini, hidup keluarga selalu mempengaruhi bertumbuhnya budi pekerti atau karakter dari
tiap-tiap manusia. Alam perguruan merupakan pusat perguruan yang teristimewa
berkewajiban mengusahakan kecerdasan pikiran (perkembangan intelektual) beserta
pemberian ilmu pengetahuan (balai-wiyata). Alam kemasyarakatan atau alam pemuda
merupakan kancah pemuda untuk beraktivitas dan beraktualisasi diri mengembangkan
potensi dirinya. Ketiga lingkungan pendidikan tersebut sangat erat kaitannya satu dengan
lainnya, sehingga tidak bisa dipisah-pisahkan, dan memerlukan kerjasama yang sebaik-
baiknya, untuk memperoleh hasil pendidikan maksimal seperti yang dicita-citakan.
Hubungan sekolah (perguruan) dengan rumah anak didik sangat erat, sehingga
berlangsungnya pendidikan terhadap anak selalu dapat diikuti serta diamati, agar dapat
berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Pamong sebagai pimpinan harus
bertindak tutwuri handayani, ing madya mangun karsa, dan ing ngarsa sung tuladha
yaitu; mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, berada di tengah memberi
semangat, berada di depan menjadi teladan.

B Kontribusi filsafat pendidikan Ki Hadjar Dewantara terhadap pendidikan di


Indonesia

Gagasan Ki Hadjar Dewantara menciptakan pendidikan berbentuk pondok asrama terwujud


secara fisik melalui pembangunan SMA Taruna Nusantara di Magelang tahun 1990. Penjabaran
sistem pondok ini tampak dalam bentuk kerjasama Taman Siswa dengan ABRI ketika sepakat
mendirikan SMA Taruna Nusantara. Peresmian sekolah itu dilakukan oleh Try Soetrisno yang
ketika itu menjabat sebagai Panglima ABRI. Inilah babak baru bagi Taman Siswa yang
menerima kepercayaan pihak ABRI. Latar belakang terjalinnya kerjasama ini diprakarsai oleh
LB Moerdani. SMA Taruna Nusantara adalah wujud nyata kerjasama sistem paguron dengan
pendidikan militer, namun tidak untuk menciptakan militerisme. Konsep kedisiplinan dan sistem

63
asrama bisa saling mengisi dalam menghadapi tantangan jaman. Dilihat dari konsep Taman
Siswa, SMA Taruna Nusantara merupakan konsep perguruan dari Ki Hadjar Dewantara dalam
skala nasional.

B. Periodesasi Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara lahir di Yogyakarta tanggal 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas
Soewandi Soeryaningrat. Ki Hadjar Dewantara dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia
yang mengagas pendidikan karakter di tanah air. Tanggal lahirnya diperingati sebagai Hari
Pendidikan Nasional.

64
TAHUN KETERANGAN
1908 Menjadi anggota Budi Oetomo bagian seksi propaganda untuk
mensosialisasikan persatuan dan kesatuan bangsa

1912 Pendiri Indische Partij bersama Tjipto Mangoenkoesomo dan Ernest


Douwes Dekker

1913 Diasingkan ke Belanda karena mengkritik pemerintah kolonial melalui


tulisannya yang berjudul “Als ik een Nederlander was”

1922 Mendirikan sekolah dengan nama Taman Siswa di Yogyakarta


1942 Menjadi anggota Empat Serangkai, dan pada tahun 1943 mendirikan
Pusat Tenaga Rakyat untuk menyiapkan kemerdakan Indonesia
1945 Menjadi Menteri Pendidikan Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama
1959 Wafat 26 April 1959 di Yogyakarta, dan ditetapkan sebagai Pahlawan
Nasional pada tanggal 28 November 1959

b. Kesamaan terhadap pemikiran Ki Hadjar Dewantara dengan pemikiran bloom

Pendekatan Pembelajaran Ki Hadjar Dewantara di kelas lebih berorientasi pada siswa


(student centered approach), sedangkan Benjamin S. Bloom lebih kepada model belajar
kognitif dengan menggabungkan teacher centered approach dan student centered
approach.
Pendekatan pembelajaran Ki Hadjar Dewantara secara psikologis lebih kepada proses
pembentukan karakter didasarkan pada totalitas psikologis yang mencakup seluruh
potensi individu manusia (olah pikir, olah hati, olah raga, dan olah rasa/karsa) dan
totalitas sosial-kultural dalam berinteraksi di lingkungan masyarakat dengan menganut
prinsip sistem among, sedangkan Benjamin S Bloom lebih kepada model belajar kognitif
yang berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup
ingatan, retensi, pengolahan informasi, energi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya dengan
menganut prinsip-prinsip teori kognitif, yakni gambaran perseptual, organisasi

65
pengetahuan, belajar dengan pemahaman, umpan balik kognitif, penetapan tujuan, dan
berpikir devergen.

Pendekatan pembelajaran Ki Hadjar Dewantara dan Benjamin S. Bloom memiliki kesamaan


terhadap pengembangan karakter. Relevansi pendekatan pembelajaran Ki Hadjar
Dewantara adalah memajukan budi pekerti, pikiran, jasmani siswa, serta meningkatkan
pengetahuan siswa tentang yang dipelajari, mengasah rasa untuk meningkatkan
pemahaman, serta meningkatkan kemampuan untuk melaksanakan yang dipelajarinya.

66
14. FILSAFAT PANCASILA
A. Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat Pancasila adalah jiwa dan seluruh
rakyat indonesia, kepribadian bangsa Indonesia dan dasar negara. Di
samping menjadi tujuan hidup bangsa Indonesia, Pancasila juga merupakan
kebudayaan yang mengajarkan bahwa hidup manusia akan mencapai puncak
kebahagiaan jika dapat dikembangkan keselarasan dari keseimbangan, baik
dalam hidup manusia akan mencapai puncak kebahagiaan jika dapat
dikembangkan keselarasan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia
sebagai pribadi, sebagai makhluk sosial dalam mengajar hubungan dengan
masyarakat, lahiriah dan kebahagiaan rohaniah.
Oleh karena itu, kuta perlu memahami, mengahayati, dan mengamalkan
pancasila dalam segi kehidupan. Tanpa upaya itu, pancasila hanya akan
menjadi rangkaian kata-kata indah dan rumusan yang beku dan mati serta
tidak mempunyai arti bagi kehidupan bangsa kita. Pancasila yyang
dimaksud disini adalah pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan UUD
1945 yang terdiri dari 5 sila dan penjabarannya sebanyak 36 butir yang
masing-masing tidak dapat dipahami secara terpisah melainkan satu
kesatuan.
Kedudukan pancasila sebagai sistem filsafat wajar dipahami secara
rasional berdasarkan alasan (rasional) dan justifikasi:
1) Secara material-substansial dan intrinsik nilai pancasila adalah
filosofis; intrinsik dalam kemanusiaan yang adil dan beradab,
apabila ketuhunan yang maha esa adalah filosofis/metafisis.
2) Secara praktis-fungsional, dalam tatanan-budaya masyarakat
indonesia pra-kemerdekaan nilai pancasila diakui sebagai filsafat
hidup atau pandangan hidup yang dipraktekkan manusia indonesia
dengan mengamalkan isi nilai sila-sila pancasila secara gradual
(menurut tingkat kesadaran pribadinya).

67
3) Secara formal-konstitusional, bangsa indonesia mengakui pancasila
adalah dasar negara (filsafat negara) ri, weltanschauung atau
ideologi negara.
4) Secara psikologis atau kultural, bangsa dan budaya indonesia
sederajat dengan bangsa dan budaya manapun. Karenanya, wajar
bangsa indonesia sebagaimana bangsa lain (cina, india, arab, eropa)
mewarisi sistem filsafat yang diwarisi dalam khasanah budaya
indonesia.
5) Secara potensial, filsafat pancasila akan berkembang bersaama
dinamika budaya; filsafat pancasila akan berkembang secara
konsepsional, kualitas dan kuantitas konsepsional dan
kepustakaannya. Filsafat pancasila merupkan bagian dari khasanah
budaya dan filsafat (timur) yang ada dan akan berjembang dalam
khasanah peradaban modern.

Pancasila sebagai sistem filsafat adalah pengungkapan dan


penelaahan dunia fisik dan dunia riil secara sistemik (menyeluruh) dan
sistematis (teratur, tersusun rapi). Pancasila memberi ajaran tata hidup
manusia budaya secara harmonis. Pancasila adalah filsafat keselarasan.
Pancasila sebagai sistem filsafat juga mempunyai ajaran-ajaran tentang
metafisika dan ontologi Pancasila, aksiologi Pancasila dan logika Pancasila.

B. Ajaran Metafisika dan Ontologi Pancasila


Asas-asas metafisika dan ontologi dalam filsafat Pendidikan Pancasila
adalah sebagai berikut :
a. Asas monoteisme, merupakan realisasi dari sila I Pancasila
Ketuhanan yang Maha Esa. Bangsa Indonesia hanya mengakui satu
tuhan saja ialah Tuhan Yang Maha Esa. Bangsa Indonesia menganut
asas kemerdekaan untuk memilih dan menganut agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan menjunjung
toleransi antar pemeluk agama.
b. Asas makrokosmos-mikrokosmos. Asas makrokosmos merupakan
pengakuan kepada realita yang ada, ialah alam semesta ini, dunia

68
dengan tata suryanya. Alam semesta raya mempunyai hukum-hukum
alamnya dan menjadi sumber daya kehidupan semua makhluk hidup.
Manusia sering dipandang sebagai mikrokosmos sebab pada
manusia terdapat sifat-sifat atau unsur-unsur seperti yang ada pada
makrokosmos.
c. Asas tata ada yang selaras, serasi, seimbang (harmoni). Bahwa yang
ada di dunia merupakan hal yang serba berlawanan namun tetap
dapat berlangsung secara selaras.
d. Asas tata hidup manusia budaya (asas kultural/religius). Cipta, rasa
dan karsa manusia secara integratif mampu menciptakan
perlengkapanperlengkapan hidup yang secara keseluruhannya
disebut kebudayaan.
e. Asas persatuan dan kesatuan. Hidup budaya manusia membentuk
kesatuan-kesatuan secara menyeluruh mulai dari tingkat terbawah
yaitu keluarga sampai pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
f. Asas tertib damai, kemerdekaan dan keadilan. Hidup membudaya
adalah hidup tertib, teratur dan damai menghindari pertengkaran dan
perselisihan
g. Asas bhineka tunggal ika. Asas ini memberi makna bahwa hidup
budaya manusia menunjukan variasi-variasi, seperti adanya ras-ras
manusia, macam-macam agama dan kebudayaan daerah dan
sebagainya.
h. Asas idealisme, realistis dan pragmatis. Hidup bangsa Indonesia
tidak tanpa arah, tetapi mempunyai arah yang ideal yakni hidup
masyarakat yang adil dan makmur.

C. Epistemologi Dan Aksiologi Pancasila

Epistomologi Pancasila

Ajaran Pancasila dengan teorinya selaras, serasi dan seimbang, m


engakui kebenaran pengetahuan rasio dan pengetahuan pengalaman. Baik

69
rasio maupun pengalaman dapat menjadi sumber pengetahuan. Pengetahuan
datang dari intuisi dan juga bersumber pada kebenaran agama. Logika yang
dikembangkan dalam epistomologi Pancasila adalah logika formal
(deduksi), logika induksi, logika ilmiah dan logika intuisi.

Aksiologi Pancasila

Prinsip-prinsip ajaran nilai atau aksiologi Pancasila ada 4 bagian


yaitu sebagai berikut :

a. Prinsip nilai religius. Prinsip nilai religius bersumber pada Sila I


Pancasila (Ketuhanan Yang Maha Esa). Agama menjadi sumber-
sumber nilai-nilai kebaikan dan juga kebenaran. Fungsi
Pancasila terhadap agama adalah memberi fasilitas kepada hidup
subur dan berkembangnya agama dan memberi situasi dan
kondisi kerukunan dan kedamaian hidup di antara umat
beragama.

b. Prinsip nilai alami. Prinsip nilai alamia artinya alam semesta


sebagai ciptaan Tuhan yang berisi kebaikan-kebaikan alamiah
yang berupa nilai-nilai hukum alam.

c. Prinsip nilai manusia. Prinsip nilai-nilai manusia yakni bahwa


manusia adalah subjek penilai. Dalam mencapai nilai-nilai dalam
hidupnya, maka manusia akan melaksanakan nilai-nilai: (1)
nilai-nilai kemanusian; (2) nilai-nilai persatuan hidup bersama;
(3) nilai-nilai kerakyatan atau demokrasi; (4) nilai-nilai keadilan.

d. Prinsip relativitas dan kemutlakan nilai. Nilai-nilai hidup budaya


manusia ada yang bersifat relatif, terbatas oleh kurun waktu dan
tempat.

70
A. Pancasila Sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional
Sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 UU RI No.2 Tahun 1989
bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Hal
tersebut sejalan dengan Ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang P4
menegaskan pula bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat indonesia,
kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia, dan
dasar negara Indonesia. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut
jelaslah bahwa pancasila adalah Landasan Filosofi Sistem Pendidikan
Nasional.
Pendidikan nasional merupakan suatu sistem yang memuat teori
praktek pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan
dijiwai oleh filsafat bangsa yang bersangkutan guna diabdikan kepada
bangsa itu untuk merealisasikan cita-cita nasionalnya.
Sedangkan Pendidikan Nasional Indonesia adalah suatu sistem yang
mengatur dan menentukan teori dan pratek pelaksanaan pendidikan yang
berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh filsafat bangsa Indonesia yang
diabdikan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia guna
memperlancar mencapai cita-cita nasional Indonesia.
Sehingga Filsafat pendidikan nasional Indonesia dapat didefinisikan
sebagai suatu sistem yang mengatur dan menentukan teori dan praktek
pelaksanaan pendidikan yang berdiri di atas landasan dan dijiwai oleh
filsafat hidup bangsa “Pancasila” yang diabdikan demi kepentingan
bangsa dan negara Indonesia dalam usaha merealisasikan cita-cita
bangsa dan negara Indonesia.
Pokok-pokok fikiran Pendidikan Nasional adalah:
1) Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dan
disebut sistem Pendidikan Pancasila.
2) Tujuan pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kecerdasan, keterampilan,
mempertinggi budi pekerti, memperkuat kepribadian dan mempertebal

71
semangat kebangsaan agar dapat memperkuat kepribadian dan
mempertebal semangat kebangsaan.
3) Fungsi pendidikan nasional Indonesia adalah untuk mengembangkan
warga negara Indonesia, baik sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat, mengembangkan bangsa Indonesia dan mengembangkan
kebudayaan Indonesia.
4) Unsur-unsur pokok pendidikan nasional adalah pendidikan pancasila,
pendidikan agama, pendidikan watak dan kepribadian, pendidikan
bahasa, pendidikan kesegaran jasmani, pendidikan kesenian, pendidikan
ilmu pengetahuan, pendidikan keterampilan, pendidikan
kewarganegaraan dan pendidikan kesadaran bersejarah. 5) Asas-asas
pelaksanaan pendidikan nasional Indonesia adalah asas semesta, asas
pendidikan seumur hidup, asas tanggung jawab bersama, asas
pendidikan, asas keselarasan dan keterpaduan dengan ketahanan
nasional dan wawasan nasional, asas Bhineka Tunggal Ika, Asas
keselarasan, keseimbangan dan keserasian, asas manfaat adil dan
merata.

72

Anda mungkin juga menyukai