Anda di halaman 1dari 18

PEMBELAJARAN BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

TUNADAKSA

DOSEN PENGAMPUH:
EMELDA THESALONIKA S.Pd., M.Pd

OLEH : KELOMPOK 7
PG A3

SILVIANTIKA BATU BARA 2101010097

EDO LAZWARDY ARITONANG 2101010098

DEVI FEBRIANI 2101010099

DIPA MARTINA SIRAIT 2101010107

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kami kesehatan sehingga kami dapat menyusun makalah yang berisikan tentang pembelajaran
Untuk ABK Tunanetra untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen kami.

Kami Menyusun makalah ini dengan sedemikian rupa agar kita semua dapat lebih
memahami, mengerti dan mendalami, mengenai pembelajaran Untuk ABK Tunanetra .Kami
berharap makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat untuk kami khususnya dan masyarakat diidonesia umumnya.

Kami menyadari makalah ini tidak sempurna, oleh karena itu kami menerima kritikan
dan saran dari semua pihak manapun yang sifatnya membangun. Selalu kami harapkan untuk
menyempurnakan tugas makalah kedepannya.

Pematangsiantar

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan ......................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 6

2.1 Pengertian Tunadaksa ................................................................................................. 6

2.2 Jenis Jenis Tunadaksa..................................................................................................7

2.3 Ciri Ciri Tunadaksa ..................................................................................................... 8

2.4 Karakteristik Tunadaksa............................................................................................10

2.5 Faktor faktor penyebab Tunadaksa ........................................................................... 11

2.6 Perkembangan Kepribadian anak Tunadaksa ........................................................... 12

2.7 Metode Pembelajaran Anak Tunadaksa .................................................................... 13

2.8 Media Pembelajaran Anak Tunadaksa.......................................................................14

2.9 Layanan layanan pendidikan Tunadaksa ..................................................................15

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 17

A. Kesimpulan................................................................................................................ 17

B. Saran .......................................................................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 18

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia pada umumnya berharap dilahirkan dalam keadaan fisik yang normal dan
sempurna, akan tetapi tidak semua manusia mendapatkan kesempurnaan yang diinginkan karena adanya
keterbatasan fisiknya yang tidak dapat dihindari seperti kecacatan atau kelainan pada fisiknya yang
disebut tunadaksa. Dalam kamus bahasa Indonesia tunadaksa merupakan cacat pada anggota tubuhnya
(Marhijanto, 1993). Penyebab terjadinya tunadaksa menurut Riadi dkk. (2006) ada tiga faktor yaitu
faktor kelahiran, kecelakaan dan faktor virus.

Faktor kelahiran pada proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang ibu kecil
sehingga bayi mengalami kekurangan oksigen, kekurangan oksigen menyebabkan terganggunya system
metabolisme dalam otak bayi, akibatnya jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan. Pemakaian alat
bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan sehingga dapat merusak jaringan
syaraf pusat pada otak bayi. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan ibu yang melahirkan karena
operasi dan menggunakan anestesi yang melebihi ketentuan ibu yang melahirkan karena operasi dan
menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi system persyarafan otak bayi, sehingga
otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.

Faktor kecelakaan dimana seseorang mengalami kecelakaan dalam kerja seperti cleaning
service yang terjatuh saat membersihkan kaca jendela tempat ia bekerja sehingga ia harus diamputasi.
Faktor virus disebabkan tubuh terserang penyakit seperti polio. Tunadaksa tidak hanya bagi mereka
yang kehilangan anggota tubuhnya saja tetapi kelebihan anggota tubuh dapat juga dikatakan sebagai
tundaksa seperti memiliki jari yang lebih dari lima buah.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian dari Tunadaksa ?

2. Bagaimanakah Jenis jeus Tunadaksa ?


3. Bagaimanakah Ciri-ciri Tunadaksa ?
4. Bagaimana Karaakteristik Tunadaksa ?
5. Apa saja faktor penyebab Tunadaksa ?
6. Bagaimanakah Faktor-faktor Penyebab Tunadaksa ?
7. Bagaimanakah Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa ?
8. Bagaimanakah metode Pembelajaran Tunadaksa ?
9. Bagaimanakah Layanan-Layanan Pendidikan Tunadaksa ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Pengertian Tunadaksa


2. Untuk mengetahui Jenis jenis Tunadaksa
3. Untuk mengetahui Ciri-ciri Tunadaksa.
4. Untuk mengetahui Karakteristik Tunadaksa
5. Untuk mengetahui Faktor-faktor Penyebab Tunadaksa.
6. Untuk mengetahui Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa
7. Untuk mengetahui metode Pembelajaran Tunadaksa
8. Untuk mengetahui Layanan-Layanan Pendidikan Tunadaksa

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Pengertian Tunadaksa

Tunadaksa berasal dari kata “tuna” yang berarti rugi atau kurang, dan “daksa” yang berarti
tubuh. Tundaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya , bukan cacat indranya. Selanjutnya istilah cacat ortopedi terjemahan
dari bahasa Inggris orthopedically handicapped. Orthopedic mempunyai yang berhubungan dengan otot ,
tulang dan persendian. Dengan demikian, cacat ortopedi kelainannya terletak pada aspek otot, tulang dan
persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada aspek otot, tulang dan
persendian atau dapat juga merupakan akibat adanya kelainan yang terletak pada pusat pengatur system
otot, tulang , dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada
system otot , tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,
adaptasi , mobilisasi dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Salah satu defenisi mengenai anak
tunadaksa menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat pada
kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya. Istilah tunadaksa maksudnya sama dengan
istilah yang berkembang seperti cacat tubuh , tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan. Seorang
dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk
berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah. Sebagai contoh, anak yang mempunyai
lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti pendidikan Jasmani atau ada anak yang
minum obat untuk mengendalikan gangguan kesehatannya maka anak-anak jenis itu tidak termasuk
penyandang gangguan kesehatannya maka anak-anak jenis itu tidak termasuk penyandang gangguan
fisik, tetapi jika kondisi fisik tidak bisa memegang pena, atau anak sakit-sakitan (mengidap penyakit
kronis) sering kambuh sehingga ia tidak dapat bersekolah secara rutin maka anak itu termasuk
penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
Persepsi masyarakat awam tentang anak berkelainan fugsi anggota tubuh (anak tunadaksa)
sebagai salah satu jenis anak berkelainan dalam konteks pendidikan luar biasa (pendidikan khusus)
masih dipermasalahkan. Munculnya permasalahan tersebut tekait dengan asumsi bahwa anak tunadaksa
(kehilangan salah satu atau lebih fungsi anggota tubuh ) pada kenyataannya tidak mengalami kesulitan
untuk meniti tugas perkembangannya, tanpa harus masuk sekolah khusus untuk anak tundaksa
(khusunya tunadaksa ringan). Secara etiologis, gambaran seseorang yang didefenisikan mengalami
kaetunadaksaan yaitu seorang yang mengalami kesulitan mengoptimalkan fungsi anggota tubuh sebagai
akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah satu bentuk , dan akibatnya kemampuan untuk
melakukan gerakan-gerakan tubuh tertentu mengalami penurunan.

6
Secara defenitif, pengertian kelainan fungsi anggota tubuh (tunadaksa) adalah
ketidakmampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsinya disebabkan oleh berkurangnya
kemampuan anggota tubuh untuk melaksanakan fungsi secara normal akibat luka, penyakit, atau
pertumbuhan yang tidak sempurna sehingga untuk kepentingan pembelajarannya perlu layanan secara
khusus. Ama seperti anak berkebutuhan khusus lainnya, anak tundaksa dilihat dari jenis dan
karakteristiknya memiliki gradasi berbeda. Perbedaan berat – ringannya gradasi ketundaksaan , baik
tunadaksa ortopedi maupun tundaksa neurologis berpengaruh pada layanan pendidikannya. Menyimak
keadaan fisik yang tampa pada anak tunadaksaortopedi dan tundaksa saraf tidak terdapat perbedaan yang
mencolok, sebab secara fisik kedua jenis anak tunadaksa memiliki kesamaan , terutama pada
fungsionalisasi anggota tubuh untuk melakukan mobilitas. Namun apabila dicermati sumber
ketidakmampuan untuk memanfaatkan fungsi tubuhnya untuk beraktifitas atau mobilitas, akan tampak
perbedaannya.
Kondisi ketunadaksaan sering dikaitkan dengan masalah ekonomi dapat dikelompokkan
menjadi :
1 penderita tundaksa hanya memerlukan pertolongan dalam penempatan pada pekerjaan yang
cocok
2 penderita tundaksa karena kelainannya sehingga memerlukan latihan kerja untuk dapat
ditempatkan dalam jabatan-jabatan biasa
3 penderita tundaksa setelah diberi pertolongan rehabilitasi dan latihan-latihan dapat
dipekerjakan dengan perlindungan – perlindungan khusus
4 penderita tunadaksa yang sedemikian beratnya sehingga memerlukan perawatan secara terus
menerus dan tidak mungkin dapat produktif
1.1 Jenis Jenis Tunadaksa
Dalam kajian kedokteran, secara umum karakteristik kelainan yang dikategorikan sebagai penyandang
tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi (dalam Aziz, 2015):
a. Tunadaksa Ortopedi
Yaitu mereka yang mengalami kelainan, kecacatan, ketunaan tertentu pada bagian tulang, otot
tubuh, ataupun daerah persendian baik yang dibawa sejak lahir maupun yang diperoleh
kemudian (karena penyakit atau kecelakaan) sehingga mengakibatkan terganggunya fungsi
tubuh secara normal.
Adapun penggolongan penyandang tunadaksa dalam kelompok kelainan sistem otot dan
rangka, adalah :
1. Poliomyelitis merupakan suatu infeksi pada sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh
virus polio yang mengakibatkan kelumpuhan dan bersifat menetap. Sedangkan dilihat dari
sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan karena polio dibedakan menjadi empat, yaitu tipe
spinal merupakan kelumpuhan pada otot leher, sekat dada, tangan dan kaki. Tipe bulbair
merupakan kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih syaraf tepi dengan ditandai

7
adanya gangguan pernafasan. Tipe bulbispinalis yaitu gabungan antara tipe spinal dan
bulbair. Serta tipe encephalitis yang biasa disertai dengan demam, kesadaran menurun,
tremor dan terkadang kejang.
2. Muscle dystrophy merupakan jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang
karena mengalami kelumpuhan yang bersifat progresif dan simetris. Penyakit ini ada
hubungannya dengan keturunan.
3. Spina bifida merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan
terbukanya satu tiga ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses
perkembangan. Akibatnya fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan
kelumpuhan.
b. Tunadaksa saraf
Mereka yang mengalami kelainan akibat gangguan pada susunan saraf di otak. Jika otak
mengalami kelainan, sesuatu akan terjadi pada organisme fisik, emosi, dan mental.
Sedangkan menurut Mangunsong (2011), klasifikasi tunadaksa
dikategorikan menjadi:
a. Tunadaksa yang tergolong bagian D adalah seseorang yang menderita gangguan
karena polio atau lainnya, sehingga mengalami ketidaknormalan dalam fungsi tulang,
otot-otot atau kerjasama fungsi otot-otot namun seseorang tersebut berkemampuan
normal.
b. Tunadaksa yang tergolong bagian D1 adalah seseorang yang mengalami gangguan
semenjak lahir atau cerebral palsy, sehingga mengalami hambatan jasmani karena tidak
berfungsinya tulang, otot sendi, dan syaraf-syaraf. Kemampuan inteligensi seseorang
tersebut berada di bawah normal atau terbelakang.

1.2 Ciri Ciri Tunadaksa

Berkebutuhan Khusus (2022) oleh Nunung Nuryati, menjelaskan terkait ciri-ciri dari tuna daksa adalah
sebagai berikut ini:

1. Anggota gerak tubuh kaku atau lemah/lumpuh.

2. Kesulitan dalam gerak (tidak sempurna, tidak lentur/ tidak terkendali.

3. Terdapat anggota gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih kecil dari biasa.

4. Terdapat cacat pada alat gerak.

5. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.

6. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk dan menunjukkan sikap tubuh tidak


normal.

7. Hiperaktif/tidak dapat tenang.


8
Sementara itu, terdapat pula ciri fisik dan ciri sosial. Berikut ini ciri-ciri fisik dari tuna daksa yakni :

Anak memiliki keterbatasan atau kekurangan dalam kesempurnaan tubuh. Misalnya tangannya putus,
kakinya lumpuh atau layu, otot atau motoriknya kurang terkoordinasi dengan baik. Anak memiliki
kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang
mendalam disertai dengan kedengkian dan permusuhan. Orang tersebut begitu susah dan frustasi atas
cacat yang dialami.

Penyangkalan dan penerimaan, atau suatu keadaan emosi yang mencerminkan suatu pergumulan yang
diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-saat di mana individu tersebut menolak untuk mengakui realita
cacat yang telah terjadi meskipun lambat laun ia akan menerimanya.

Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase di mana individu tersebut mencoba
menyesuaikan diri untuk dapat hidup dengan kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak
bergantung, ada saat-saat ia betul-betul membutuhkan bantuan sesamanya. Keseimbangan ini kadang-
kadang sulit dicapai.

Sementara itu, untuk ciri-ciri sosial dari tuna daksa adalah kurangnya akses pergaulan yang luas karena
keterbatasan aktivitas geraknya. Bahkan anak dengan tuna daksa sering mengeluarkan sikap marah-
marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang jelas. Untuk kegiatan belajar-mengajar disekolah pun
diperlukan alat-alat khusus penopang tubuh, misalnya kursi roda, kaki dan tangan buatan.

1.3 Karakteristik Tunadaksa

1. Karakteristik Akademik

Pada umumnya tingkat kecerdasan anak tundaksa yang mengalami kelainan pada system otot
dan rangka adalah normal sehingga dapat mengikuti pelajaran sama dengan anak normal, sedangkan
anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada system cerebral tingkat kecerdasannya berentang mulai
dari tingkat idiocy sampai dengan gifted. Selain tingkat kecerdasan anak yang bervariasi anak cerebral
palsy juga mengalami kelainan persepsi, kognisidan simbiolisasi. Kelainan persepsi terjadi karena saraf
penghubung dan jaringan saraf ke otak mengalami kerusakan sehingga proses persepsi yang dimulai
dari stimulus merangsang alat maka diteruskan ke otak oleh saraf sensoris kemudian ke otak (yang
bertugas menerima dan menafsirkan serta menganalisis ) mengalami gangguan.

Kemampuan kognisi terbatas karena adanya kerusakan otak sehingga mengganggu fungsi
kecerdasan , penglihatan, pendengaran, bicara, rabaan, dan bahasa serta akhirnya anak tersebut tidak
dapat mengadakan interaksi dengan lingkungannya yang terjadi terus menerus melalui persepsi dengan
menggunakan media sensori (indra). Gangguan pada simbolisasi disebabkan oleh adanya kesulitan
dalam menerjemahkan apa yang didengar dan apa yang dilihat. Kelainan yang komplek ini akan
mempengaruhi prestasi akademiknya

2. Karakteristik Sosial/ Emosional

9
Karakteristik social emosional untuk anak tundaksa bermula dari konsep diri anak yang merasa
dirinya cacat, tidak berguna, dan menjadi beban orang lain yang mengakibatkan mereka malas,
bermain dan perilaku lainnya. Kehadiran anak cacat yang tidak diterima oleh orangtua dan disingkirkan
dari masyarakat akan merusak perkembangan pribadi anak. Kegiatan jasmani yang tidak dapat
dilakukan oleh aak tundaksa dapat mengakibatkan timbulnya problem emosi , seperti mudah marah,
tersinggung, rendah diri, kurang dapat bergaul, pemalu, penyendiri dan frustasi. Problem emosi seperti
itu banyak ditemukan pada anak tundaksa dengan ganggguan system cerebral. Oleh sebab itu, tidak
jarang dari mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosialnya.

3. Karakteristik Fisik/Kesehatan

Karakteristik fisik/kesehatan anak tunadaksa biasanya selain mengalami cacat tubuh adalah
kecendrungan mengalami gangguan lain, seperti sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran,
penglihatan, gangguan bicara dan lain-lain. Kelainan tambahan itu banyak ditemukan pada anak
tundaksa system cerebral. Gangguan bicara disebabkan oleh kelainan motoric alat bicara (kaku atau
lumpuh), seperti lidah , bibir, dan rahang sehingga mengganggu pembentukan artikulasi yang benar.
Akibatnya, bicaranya tidak dapat dipahami orang lain dan diucapkan dengan susah payah. Mereka juga
mengalami alphasia sensoris, artinya ketidakmampuan bicara karena organ reseptor anak terganggu
fungsinya, dan alphasia motoric , yaitu mampu menangkap informasi dari lingkungan sekitarnya
melalui indra pendengaran , tetapi dapat mengemukakan lagi secara lisan.
1.4 Faktor Faktor Tunadaksa
1. Faktor Prenatal (sebelum kelahiran)
Kelainan fungsi anggota tubuh atau ketunadaksaan yang terjadi sebelum bayi lahir atau ketika dalam
kandungan dikarenakan faktor genetik dan kerusakan pada sistem saraf pusat. Faktor yang
menyebabkan bayi mengalami kelainan saat dalam kandungan adalah: Anoxia prenatal, hal ini
disebabkan pemisahan bayi dari plasenta, penyakit anemia, kondisi jantung yang gawat, shock, dan
percobaan pengguguran kandungan atau aborsi, gangguan metabolisme pada ibu, bayi dalam
kandungan terkena radiasi, radiasi langsung mempengaruhi sistem syaraf pusat sehingga sehingga
struktur maupun fungsinya terganggu, ibu mengalami trauma (kecelakaan). Trauma ini dapat
mempengaruhi sistem pembentukan syaraf pusat. Misalnya ibu yang jatuh dan mengalami benturan
keras pada perutnya dan mengenai kepala bayi akan mengganggu sistem syaraf pusat, infeksi atau
virus yang menyerang ibu hamil sehingga mengganggu perkembangan otak bayi yang dikandungnya.

2. Faktor Neonatal (saat lahir)


Mengalami kendala saat melahirkan, seperti: Kesulitan melahirkan karena posisi bayi sungsang atau
bentuk pinggul ibu yang terlalu kecil, pendarahan pada otak saat kelahiran, kelahiran prematur,
penggunaan alat bantu kelahiran berupa tang karena mengalami kesulitan kelahiran yang
mengganggu fungsi otak pada bayi, gangguan plasenta yang mengakibatkan kekurangan oksigen
10
yang dapat mengakibatkan terjadinya anoxia dan pemakaian anestasi yang melebihi ketentuan adalah
contoh faktor Neonatal penderita Tuna Daksa. Pemakaian anestasi yang berlebihan ketika proses
operasi juga dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi yang berakibat pada disfungsi otak.

3. Postnatal (setelah kelahiran)


Walaupun proses melahirkan sudah berlalu, tidak ada jaminan seorang individu untuk terbebas dari
Tuna Daksa seumur hidupnya. Penyakit seperti meningitis (radang selaput otak), enchepalitis (radang
otak), influenza, diphteria, dan partusis adalah beberapa penyakit yang dapat berdampak fatal
menyebabkan disfungsi otak. Selain itu, mengalami benturan keras di bagian kepala, dan terjatuh dari
tempat yang tinggi tanpa menggunakan pengaman kepala juga merupakan faktor penyebab Tuna
Daksa.

1.5 Perkembangan kepribadian Anak Tunadaksa


a. Perkembangan Sosial Anak Tunadaksa
Faktor utama terjadinya hambatan sosial ini bersumber pada sikap keluarga, teman-teman dan
masyarakat. Ahmad Toha Muslim dan Sugiarmin (1996) menjelaskan bahwa sikap, perhatian keluarga
dan lingkungan terhadap anak tunadaksa dapat mendorong anak untuk meningkatkan kemampuan
bersosialisasi. Sikap-sikap positif yang ditunjukkan orang tua maupun teman-temannya akan lebih
membantu anak dalam penerimaan diri terhadap kenyataan yang dihadapi, sehingga masalah-masalah
perkembangan sosial dapat diatasi.

b. Perkembangan Emosi Anak Tunadaksa

Ketunaan yang ada pada anak tunadaksa secara khusus tidak akan menghambat dalam
perkembangan emosi pada anak tunadaksa. Hambatan ini dialami setelah anak mengadakan interaksi
dengan lingkungannya. Seringnya ditolak, seringnya mengalami kegagalan, ditambah kurangnya
dukungan dari orangtua, menyebabkan anak tunadaksa sering nampak muram, sedih dan jarang
menampakkan rasa senang.

c. Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa


Perkembangan kepribadian anak banyak dimatangkan melalui pengalaman usia dini, terkait dengan
keadaan fisik dan hal-hal yang mempengaruhi yaitu kesehatan, pemberian cap/labelling dari orang lain,
intelegensi, pola asuh orangtua dan sikap masyarakat. Pada usia dini anak tunadaksa mengalami
gangguan dalam fungsi mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling, berdiri dan berjalan.
Kondisi ini apabila didukung dengan sikap yang negatif dari keluarga maupun masyarakat akan
menjadikan pengalaman di usia dini yang sangat menyakitkan, dan dapat menjadikan pengalaman-
pengalaman yang traumatis pada anak. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tin (2008) dengan
menggunakan tes grafis, ternyata ditemukan sebagian besar anak tunadaksa mempunyai perasaan rendah
diri (minder), kurang percaya diri, kematangan sosialnya kurang, memiliki kondisi emosional negatif,
menentang lingkungan, tertutup, mengalami kekecewaan hidup, dan kompensensi.
11
1.6 Metode pembelajaran Tunadaksa
Karakterisitik anak tunadaksa adalah anggota gerak tubuh tidak lengkap, bentuk anggota tubuh dan
tulang belakang tidak normal, kemampuan gerak sendi terbatas, ada hambatan dalam melaksanakan
aktifitas kehidupan sehari hari. Untuk anak tuna daksa metode pengajaran yang dapat digunakan adalah
metode ceramah, diskusi berkelompok.
1. Metode Ceramah
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunadaksa karena dalam pelaksanaan metode ini guru
menyampaikan materi pelajaran dengan penjelasan lisan dan metode ini mudah untuk dilaksanakan.
Penggunaan metode ceramah yang berlebihan dapat membuat peserta didik cepat merasa bosan dan
kurang menarik perhatian, sehingga harus disesuaikan dengan kondisi pembelajaran.
2. Metode Tanya Jawab
Metode ini dapat diterapkan kepada siswa tunadaksa karena metode ini lebih banyak menggunakan
interiaksi tanya jawab antara guru dan siswa dalam proses pembelajarannya.
3. Metode Berkelompok
Metode berkelompok yaitu kerja dari keunggulan beberapa individu yang bersifat pedagogis yang di
dalamnya terdapat adanya hubungan timbal balik (kerjasama) antara individu serta saling mempercayai.
Adapun dalam pembelajaran bagi siswa ABK yang juga termasuk didalamnnya tunadaksa, maka guru
dapat menggunakan metode pembelajaran sebagai berikut :
a. Communication
Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi baik siswa antar siswa, siswa
dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan komunikasi setiap individu
akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk
kepribadiannya. Proses ini dapat mencakup keterampilan verbal dan non-verbal, serta
berbagai jenis simbol (katr, faco, gambar).
b. Task Analisis
Analisis tugas adalah prosedur dimana tugas-tugas dipecah kedalam rangkaian
komponen-komponen langkah atau bagian kecil satu tujuan akhir atau sasaran.Analisis
tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam
indikator-indikator kompetensi. Analisis tugasuntuk menentukan daftar kompetensi.
Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah sebagai
tenaga professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang
diperlukan, sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan
tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar
berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus dicapai
dalam pembelajaran.
c. Direct Instruction

12
Intruksi langsung adalah metode pengajaran yang menggunakan pendekatan
selangkah-selangkah yang terstruktur dengan cermat, dalam instruksi atau
perintah.Metode ini memberikan pengalaman belajar yang positif dengan demikian
dapat meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi untuk berprestasi.Pelajaran
disampaikan dalam bentuk yang mudah dipelajari sehingga anak mencapai
keberhasilan pada setiap tahap pembelajaran.Sintaknya adalah orientasi, Prsentasi,
latihan terstruktur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi.
d. Prompts
Prompt adalah setiap bantuan yang diberikan pada anak untuk menghasilkan respon
yang benar. Prompts memberikan anak informasi tambahan atau bantuan untuk
menjalankanintruksi.

13
1.7 Media dalam pembelajaran Tunadaksa
A. Goals
➢ Anak mampu mengelompokkan berbagai bangun ruang sederhana (balok, prisma, tabung, bola,
dan kerucut)
➢ Anak mampu menentukan urutan benda-benda yang sejenis menurut besarnya
B. Conditions
➢ Disediakan sebuah kotak hitam persegi dengan sisi depannya diberi lubang. Kira-kira besar
lubang dapat dilewati oleh tangan orang dewasa. Kemudian, disediakan juga lampu indicator
BENAR SALAH dimana indicator salah ditandai dengan lampu merah kemudian indicator
benar ditandai dengan lampu hijau yang masing-masing memiliki suara atau bunyi yang telah
disesuaikan.
➢ Selain itu, disediakan pula tampilan materi yang akan diajarkan dalam bentuk slide show
menggunakan LCD.
➢ Anak diintruksikan untuk menebak bangun ruang yang ditampilkan di layar. Jika anak menebak
dengan benar maka lampu hijau akan menyala disertai dengan bunyi yang khas. Sebaliknya, jika
anak menebak salah maka lampu merah akan menyala disertai dengan bunyi yang khas juga.
➢ Selanjutnya, anak mengurutkan bangun ruang yang sejenis berdasarkan besarnya. Disediakan
tiga bangun ruang yang sejenis dengan ukuran yang berbeda. Kemudian, anak menyusun bangun
ruang tersebut dari yang terbesar ke yang terkecil dengan bantuan guru.
C. Resources
➢ Media pembelajaran ini bernama Magic Box. Magic Box adalah sebuah media berupa kotak
hitam persegi dengan sisi depannya diberi lubang. Terdapat lampu indicator BENAR SALAH
dimana indicator salah ditandai dengan lampu merah kemudian indicator benar ditandai dengan
lampu hijau yang masing-masing memiliki suara atau bunyi yang telah disesuaikan. Anak akan
menebak nama benda yang dikeluarkan dari kotak tersebut.
D. Outcomes
➢ Setelah menggunakan media anak mampu mengenali beberapa macam bangun ruang,
menyebutkan beberapa nama bangun ruang
➢ Masih terdapat beberapa nama bangun ruang yang belum dikenal oleh anak. Maka hal ini perlu
ditindak lanjuti dengan cara mengajarkan anak tentang bangun ruang menggunakan media
pembelajaran dengan mengulang-ulang dalam menebak nama-nama bangun ruang.

14
1.8 Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa
A. Tujuan Pendidikan Anak Tunadaksa
Tujuan pendidikan anak tunadaksa mengacu pada Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1991 agar peserta
didik mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota
masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan social, budaya dan alam
sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
1. Pengembangan Intelektual dan Akademik
Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal di sekolah melalui kegiatan
pembelajaran. Di sekolah khususnya anak tunadaksa (SLB-D) tersedia seperangkat kurikulum
dengan semua pedoman pelaksanannya, namun hal yang lebih penting adalah pemberian
kesempatan dan perhatian khusus pada anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan
intelektual dan akademiknya.
2. Membantu perkembangan fisik
Oleh karena anak tunadaksa mengalami kecacatan fisik maka dalam proses pendidikan guru
harus turut bertanggungjawab terhadap pengembangan fisiknya dengan cara bekerjasama
dengan staf medis. Hambatan utama dalam belajar adalah adanya gangguan motoric.
3. Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak
Dalam proses pendidikan, para guru bekerjasama dengan psikolog harus menanamkan konsep
diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan
dengan menciptakan lingkungan sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya
interaksi harmonis.
4. Mematangkan Aspek Sosial,
Aspek social yang meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu dikembangkan
dengan pemberian peran kepada anak tunadaksa agar turut serta bertangggungjawab atas tugas
yang diberikan serta dapat bekerja sama dengan kelompoknya.
5. Mematangkan moral dan spiritual
Dalam proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai , norma kehidupan, dan
keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan spritualnya.
6. Meningkatkan Ekspresi diri
Eksperesi diri untuk anak tunadaksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian, keterampilan
atau kerajinan.

15
B. TEMPAT PENDIDIKAN
Model layanan pendidikan yang sesuai dengan jenis, derajat, kelainan dan jumlah peserta didik
diharapkan akan memperlancarkan proses pendidikan. Anak tunadaksa dapat mengikuti pendidikan pada
tempat-tempat berikut:
1. Sekolah Khusus Berasrama (Fulltime Residential School)
Model ini diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang derajat kelainannya berat dan sangat berat
2 Sekolah Khusus Tanpa Asrama ( Special Day School)
Model ini dimaksudkan bagi anak tunadaksa yang memiliki kemampuan pulang pergi ke
sekolah atau tempat tinggal mereka yang tidak jauh dari sekolah.
3. Kelas Khusus Penuh (full-time special class)
Anak tunadaksa yang memiliki tingkat kecacatan ringan dan kecerdasan homogeny dilayani
dalam kelas secara penuh.
4. Kelas regular dan khusus (part-time regular class and part-time special class)
Model ini digunakan apabila menyatukan anak tunadaksa dengan anak normal pada mata
pelajaran tertentu. Mereka belajar dengan anak normal dan apabila anak tunadaksa mengalami
kesulitan mereka belajar disekolah.
5. Kelas biasa dengan layanan konsultasi untuk guru umum
Anak tunadaksa berseolah bersama-sama anak normal di sekolah umum dengan bantuan guru
khusus apabila anak mengalami kesulitan.
6. Kelas biasa (Reguler class)
Model ini diperuntukkan bagi anak yang memiliki kecerdasan normal , memiliki potensi dan
kemampuan yang dapat belajar bersama – sama dengan anak normal.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna,
sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat pada
anggota tubuhnya, bukan cacat indranya. Secara umum karakteristik kelainan anak yang
dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa dapat dikelompokkan menjadi anak yang
dikategorikan sebagai penyandang tunadaksa ortopedi dan anak tunadaksa saraf. Sebab yang
dapat menimbulkan kerusakan pada anak hingga menjadi tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang
terletak dijaringan otak, jaringagn sumsum tulang belakang, pada system musculuc skeletal.
Adanya keragaman jenis tunadaksa dan masing-masing kerusakan timbulnya berbeda-beda.
Dilihat dari saat terjadinya kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir dan
sesudah lahir.
Tujuan utama pendidikan anak tunadaksa adalah terbentuknya kemandirian dan
keutuhan pribadi. Untuk mencapai tujuan tersebut , sekurang-kurangnya enam aspek yang perlu
dikembangkan melalui pendidikan pada anak tunadaksa, yaitu
(1) pengembangan intelektual dan akademik
(2) membantu perkembangan fisik
(3) meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak
(4)mematangkan aspek social
(5)mematangkan moral dan spiritual

B. Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami buat, semoga dapat bermanfaat bagi guru tenaga
kependidikan untuk peserta didik agar mampu menguasai materi yang akan di ajarkan, dan mampu
memberikan wawasan pengetahuan kepada peserta didik untuk di kehidupannya sehari-hari. Penulis
menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena itu saran dan kritik membangun sangat
kami butuhkan dalam penyempurnaan makalah ini.

17
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Muhammad.2006.Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.Jakarta: Bumi Aksara


Soemantri,Sutjihati.1996.Psikologi Anak Luar Biasa.Jakarta. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Atmaja Rinarki Jati. 2018. Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung :
PT. Remaja Rosdakarya.
Departemen Pendidikan Nasional. 2003. UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta : Depdiknas.
Efendi Moh. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta : PT.
Bumi Aksara.

Frieda Mangungsong, Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Depok: LPSP3,
2011.

18

Anda mungkin juga menyukai