Anda di halaman 1dari 97

SKRIPSI

ANALISIS SEMIOTIKA TARI PA’BITTE PASSAPU PADA UPACARA


PELANTIKAN LABBIRIYAH DI DESA POSSITANAH, KECAMATAN
KAJANG, KABUPATEN BULUKUMBA

SEMIOTICS ANALYSIS OF PA’BITTE PASSAPU DANCE AT


LABBIRIYAH’S INSTALATION SERVICE IN POSSITANAH VILLAGE,
KAJANG DISTRICT, BULUKUMBA REGENCY

SRI SULASTRI ARIF


1882142002

PROGRAM STUDI SENI TARI


JURUSAN SENI PERTUNJUKAN
FAKULTAS SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
SKRIPSI

ANALISIS SEMIOTIKA TARI PA’BITTE PASSAPU PADA UPACARA


PELANTIKAN LABBIRIYAH DI DESA POSSITANAH, KECAMATAN
KAJANG, KABUPATEN BULUKUMBA

Diajukan Kepada Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar


sebagai salah satu persyaratan guna memperoleh gelar sarjana pada Program
Studi Seni Tari Fakultas Seni dan Desain Universitas Negeri Makassar

SRI SULASTRI ARIF


1882142002

PROGRAM STUDI SENI TARI


JURUSAN SENI PERTUNJUKAN
FAKULTAS SENI DAN DESAIN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022

i
ii
iii
iv
v
MOTTO

“BERHARAP KEPADA MANUSIA ADALAH KESALAHAN YANG


PALING PASTI”
“SEBERAT-BERATNYA UJIAN YANG DIBERIKAN ALLAH PASTI ADA
JALAN KELUARNYA”

PERSEMBAHAN

Puji syukur kupanjatkan kepada Allah Subhana Wata’ala atas terselesaikannya


skripsi ini dan saya persembahkan kepada kedua orangtua serta kakak-kakak saya
tercinta, yang senantiasa selalu memberikan semangat kepada saya

vi
ABSTRAK

Sri Sulastri Arif, 2018. Analisis Semiotika Tari Pa’bitte Passapu Pada
Upacara Pelantikan Labbiriyah di Desa Possitanah Kecamatan Kajang Kabupaten
Bulukumba (Perspektif Teori Roland Barthes). Skripsi Fakultas Seni dan Desain
Universitas Negeri Makassar.
Penelitian ini bermaksud untuk menambah pengetahuan tentang semiotika
(denotasi) ragam gerak tari Pa’bitte Passapu dan kostumnya melalui teori Roland
Barthes, untuk menjawab permasalahan yaitu, 1) denotasi ragam gerak 1-12 Tari
Pa’bitte Passapu, 2) makna (denotasi) kostum Tari Pa’bitte Passapu pada upacara
Pelantikan Labbiriyah di desa Possitanah Kecamatan Kajang. Penelitian ini
menggunakan penelitian kualitatif, melalui wawancara, observasi, dan
dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa 1) Denotasi pada ragam gerak
pertama diambil dari lantunan syair yang membuat penari membentuk fomasi
melingkar (pemanasan untuk ayam yang akan bersabung) disusul dengan ragam
kedua yang memiliki makna memberi makan ayam, lalu ragam ketiga yang sedang
mencar lawan kemudian ragam keempat saling memperkenalkan ayam, ke lima
menukar ayam, keenam saling menyerang, ragam ke tujuh yaitu kaki ayam
sabungan akan diselipkan sebuah pisau kecil, ragam ke delapan sedang
membacakan mantra untuk ayam sabungan, kesembilan ayam yang sedang
bersabung, kesepuluh pertanda ayam sabungan sedang sekarat, keseblas pertanda
salah satu pesabung telah memenangkan pertarungan dengan meminta upah dari
taruhan tersebut dan yang kedua belas puncak dari pertarungan dengan yaitu
terjadinya perkelahian antara pemenang dengan petarung ayam yang kalah, 2)
kostum tari Pa’bitte Passapu ialah keseluruhannya berwarna hitam yang bermakna
kesederhanaan, kesamaan, kesamarataan dan sebagainya, serta passapu yang
dikenakan oleh penari disimbolkan sebagai jengger dan ayam, dengan manusia atau
masyarakat Kajang punya kedekatan yang saling melengkapi satu sama lain. Serta
inti pada penelitian ini mengetahui adanya arti simbol penanda, petanda (denotasi)
dari setiap ragam gerak dan makna (denotasi) kostum tari Pa’btte Passapu melalui
perspektif semiotika Roland Barthes.
Kata kunci: Semiotika, Denotasi, Pa’bitte Passapu.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin segala Puji Syukur penulis penjatkan ke


hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas semua anugerah dan karunia yang telah
diberikan-Nya sehingga penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini dapat selesai sesuai
rencana. Berkat rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Analisis Semiotika Tari Pa’bitte Passapu pada Pelantikan Labbiriyah di
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba (Perspektif Teori Semiotika Roland
Barthes) ini dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana dalam bidang Seni Tari

Tak lupa salawat serta salam, tetap tercurahkan kepada junjungan Nabi kita
Muhammad Sallallahu Alaihi Wasallam sebagai suri tauladan dan sumber inspirasi
dalam berbagai aspek kehidupan dunia maupun akhirat setiap insan termasuk
penulis, aamiin.

Penulis menyadari karya ilmiah ini terwujud tidak terlepas dari dukungan
dan bantuan banyak pihak. Melalui tulisan ini, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih yang tulus, teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, Ibu Murniati,
S.Pd. SD., dan Ayah Muh Arifuddin, S.Pd. I., tercinta yang telah mengasuh,
membimbing dan membiayai penulis selama dalam pendidikan hingga selesainya
skripsi ini, kepada mereka penulis senantiasa memanjatkan doa semoga Allah SWT
membahagiakan mereka serta mengasihi dan mengampuni mereka. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Ir. H. Husain Syam, M.TP., IPU., ASEAN Eng., selaku Rektor
Universitas Negeri Makassar beserta Wakil Rektor yang telah menyediakan
fasilitas perkuliahan.
2. Kepada Dekan Fakultas Seni dan Desain bapak Dr. Tangsi, M. Sn., dan Wakil
Dekan yang telah menyediakan sarana dan fasilitas di dalam kampus.

viii
3. Kepada Ketua Prodi ibu Dr. Syakhruni, S.pd., M.Sn., serta Ketua Jurusan Seni
Pertunjukan ibu Dr. Sumiani, M.Hum., yang telah membantu melancarkan
jalannya skripsi ini dengan memberikan arahan dan tanda tangan
persetujuannya.
4. Kepada dosen pembimbing saya ibu Dr. Johar Linda, M.A dan ibu Bau
Salawati, S.Pd., M.Sn., yang senantiasa selalu mendamping dan memberikan
arahan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
5. Kepada para dosen penguji ibu Dr. A. Jamilah, M.Hum., dan ibu Rahma M,
S.Pd., M.Sn., yang telah memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini agar
menjadi lebih baik.
6. Kepada Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai dilingkungan Universitas Negeri
Makasaar khususnya pada Fakultas Seni dan Desain, yang memberikan ilmu
pengetahuan bagi penulis sehingga dapat menyusun Skripsi ini.
7. Kepada saudara saya kak Dedy Riswadi Arif, S.kep dan kakak ipar saya Sri
Yulfa Mulvika, S.keb yang selalu merawat dan mendukungku dari jauh dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8. Kepada senior saya kak Jusriadi Kahar, S.Sn dan Kak Fadil sebagai informan
atau narasumber serta adik-adik Sanggar Seni Budaya Turiolo Kajang yang
membantu dalam proses pendokumentasian.
9. Kepada sahabat saya Nurul Masita Anwar dan Miftahul Jannah, S.I.P yang
selalu ada menyempatkan diri untuk memberikan bantuan serta tak lupa juga
selalu memberikan semangat saat penulis merasa stres dan membutuhkan
rangkulan serta motivasi hidupku bahwa orang baik dan tulus itu ada.
10. Kepada teman-teman lainnya seni tari angkatan 2018 dan berbagai pihak
lainnya yang tidak sempat penulis sebutkan satu-persatu semoga amal baiknya
mendapatkan pahala dari Tuhan Yang Maha Esa.

ix
Penulis menyadari bahwa penulisan karya ilmiah ini masih banyak
kekurangan, oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkam. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat sebagaimana mestinya.

Makassar, 13 September 2022

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL……………………….………....………………………i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .....................Error! Bookmark not defined.
SURAT PERNYATAAN ..................................Error! Bookmark not defined.
PERSETUJUAN PUBLIKASI UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIK…………………………………………………………..……..iv
PENGESAHAN SKRIPSI……………………………………………….…...v
MOTTO ......................................................................................................................vi
ABSTRAK .................................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ...............................................................................................................xi
PENDAHULUAN ...................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
C. Tujuan ................................................................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
BAB II ......................................................................................................................... 5
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR ................................................. 5
A. Tinjauan Pustaka ................................................................................................. 5
1. Penelitian Terdahulu ........................................................................................... 5
2. Deskripsi Konsep ................................................................................................ 6
2) Semiotika Roland Barthes ................................................................................... 7
3. Pengertian Tari .................................................................................................. 10
4. Tari Pa’bitte Passapu ........................................................................................ 11
B. Kerangka Pikir .................................................................................................. 13
METODE PENELITIAN .......................................................................................... 15
A. Jenis Penelitian.................................................................................................. 15
B. Lokasi Penelitian ............................................................................................... 15
C. Desain Penelitian .............................................................................................. 16
D. Sumber Data...................................................................................................... 17
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................................ 17
F. Teknik Analisis Data......................................................................................... 19

xi
BAB IV ..................................................................................................................... 20
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN......................................................... 20
A. Penyajian Hasil Penelitian ................................................................................ 20
1. Gambaran Umum Desa Possitanah dan Masyarakat Kajang ............................ 20
2. Pa’bitte Passapu dan Upacara Pelantikan Labbiriyah ....................................... 22
3. Tari Pa’bitte Passapu ........................................................................................ 27
B. Pembahasan........................................................................................................... 44
1. Analisis Teori Roland Barthes .......................................................................... 44
2. Tabel Semiotika (Denotasi) Roland Barthes Ragam Gerak dan Kostum Tari
Pa’bitte Passapu................................................................................................ 45
3. Denotasi Ragam Gerak Tari Pa’bitte Passapu .................................................. 50
4. Makna Denotasi Kostum Tari Pa’bitte Passapu ............................................... 57
BAB V....................................................................................................................... 59
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 59
A. Kesimpulan ....................................................................................................... 59
B. Saran ................................................................................................................. 60
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 61
LAMPIRAN .............................................................................................................. 63

xii
DAFTAR TABEL

1. Skema 1. Kerangka Pikir Penelitian ...............................................................13


2. Skema 2. Desain Penelitian ............................................................................16
3. Tabel 1. Model Semiotika Roland Barthes .......................................................9
4. Tabel 2. Ragam dan Kostum ……………......................................................45

xiii
DAFTAR GAMBAR

1. Gambar 1. Lokasi Pelantikan Labbiriyah........................................................21


2. Gambar 2. Ragam 1 Akkokkoroa ....................................................................28
3. Gambar 3. Ragam 2 Ribobo ............................................................................29
4. Gambar 4. Ragam 3 Angngibeng ....................................................................30
5. Gambar 5. Ragam 4 Appakeha .......................................................................31
6. Gambar 6. Ragam 5 Pasilele …......................................................................31
7. Gambar 7. Ragam 6 Mappakalotteng..............................................................32
8. Gambar 8. Ragam 7 Sekko Taji …………......................................................33
9. Gambar 9. Ragam 8 Paganti ……..................................................................33
10. Gambar 10. Ragam 9 A’bitte .……….............................................................34
11. Gambar 11. Ragam 10 Tannang Ulu Manu..…..............................................35
12. Gambar 12. Ragam 11 Angngera Seha ……..................................................36
13. Gambar 13. Ragam 12 A’laga .………...........................................................37
14. Gambar 14. Passapu ……………...................................................................38
15. Gambar 15. Baju Pokko …………..................................................................39
16. Gambar 16. Tope Le’leng ………...................................................................40
17. Gambar 17. Passapu Ayam ………................................................................41
18. Gambar 18. Gendang Palingoro..…................................................................42

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lampiran 1. Wawancara Bersama Narasumber.............................................64


2. Lampiran 2. Proses Wawancara Virtual……….............................................64
3. Lampiran 3. Proses Wawancara Virtual……….............................................65
4. Lampiran 4. Bersama Penari Pa’bitte Passapu..............................................65
5. Lampiran 5. Biodata Narasumber...................................................................66
6. Lampiran 6. Surat-Surat .................................................................................70
7. Riwayat Hidup ................................................................................................81

xv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kabupaten Bulukumba secara kewilayahan, terletak sekitar 153 km dari

Makassar (Ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan). Kabupaten Bulukumba juga

memiliki 10 kecamatan 24 kelurahan, dan 123 desa yang salah satunya yaitu

Kecamatan Kajang. Kajang juga terbagi menjadi dua yaitu, Kajang kawasan

luar dan Kajang kawasan adat (Tana Tona). Daerah Kajang luar adalah daerah

yang sudah menerima teknologi seperti listrik, perabot rumah tangga dan lain

sebagainya. Sedangkan kawasan Kajang dalam tidak ada sama sekali aliran

listriknya, bukan hanya itu saat ingin memasuki kawasan Kajang adat (Tana

Toa) kita tidak boleh memakai sandal karena itu dibuat dari teknologi modern.

Kawasan Kajang adat memiliki sebuah tarian yang sangat menarik dan

juga terkenal, yaitu Tari Pa’bitte Passapu. Konon tari ini mempunyai kaitan

dengan Lagaligo yang merupakan putra dari Raja Sawerigading yang sangat

gemar menyabung ayam. Tari ini sendiri merupakan warisan dari Raja

Sawerigading yang merupakan Raja dengan kegemaran berjudi dan yang

dijadikan taruhan dalam berjudi yaitu ayam. Pemenang taruhan ini pastinya

akan senang dan yang kalah akan tersiksa, sehingga raja dan kepala suku

berkata “kita tidak bisa membunuh tetapi juga tidak ada yang bisa dilakukan”.

Sehingga suatu ketika ada seseorang yang berkata kepada raja “apa yang bisa

kita lakukan dengan tidak berjudi tetapi juga tidak melupakannya”. Sehingga

ada seorang lagi yang langsung berkata itulah sehingga kita melakukan suatu

1
2

permainan (akkarena Pa’bitte Passapu), dan dari sinilah asal mulanya tari

Pa’bitte Passapu (Puto Mattang, wawancara 26 Oktober 2019).

Tradisi adu ayam atau sabung ayam cukup melekat pada masyarakat

tradisional Indonesia, terutama bagi masyarakat etnis Makassar. Tradisi

tersebutlah yang membuat lahirnya tari Pa’bitte Passapu yang berarti

menyabung sapu tangan diumpamakan sedang saling mengadu ayam. Tari

Pa’bitte Passapu merupakan tarian adat Ammatoa Kajang, Kabupaten

Bulukumba, Sulawesi Selatan. Masyarakat di kabupaten tersebut sudah tidak

asing lagi dengan tarian ini, karena tarian ini biasa ditampilkan dalam acara adat

seperti pada saat upacara Pelantikan Labbiriyah (upacara pelantikan Karaeng

Kajang/camat), upacara Tunu Panroli (upacara bakar linggis) maupun

penjemputan tamu kehormatan. Sekarang juga sudah biasa kita jumpai pada

acara penjemputan pernikahan di daerah kawasan Kajang dan juga sebagai

hiburan pada acara tertentu.

Peneliti memilih Tari Pa’bitte Passapu pada upacara Pelantikan

Labbiriyah karena tari ini pernah ditampilkan di kegiatan tersebut pada tahun

2014, tari Pa’bitte Passapu ini bersifat sebagai hiburan dan juga bisa sebagai

penyambutan/penjemputan. Kegiatan upacara ini hanya dilaksanakan setiap

camat/labbiriyah sebelumnya telah mencapai masa jabatannya kurang lebih tiga

sampai lima tahun. Acara pelantikan tersebut dilakukan hanya dalam sehari, dan

penampilan tari Pa’bitte Passaapu pernah ditampilkan sebagai tari

penjemputan pada saat tamu-tamu Agung memasuki lokasi pelantikan, tetapi

tidak semua orang yang menyaksikan tarian tersebut memahami apa maksud
3

dan tujuan yang telah disampaikan oleh penari. Diantara berbagai teori seni

yang ada, peneliti menggunakan teori semiotika yang berfokus pada teori

Roland Barthes. Teori Semiotika digunakan untuk menggali dan menganalisis

makna-makna yang terdapat dalam seni tari terutama pada makna gerakan tari

itu sendiri baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Maka dari itu peneliti

berkeinginan untuk meneliti dan mencari tahu arti makna serta pesan yang

terkandung dalam setiap gerakan tari Pa’bitte Passapu. Peneliti mengambil teori

Semiotika dari Roland Barthes dikarenakan ia menggunakan dua konsep dari

pengembangan model semiotika Saussure yang Roland Barthes kembangkan

menjadi Two Order of Signification (denotasi dan konotasi) yang masing-

masing memiliki makna penanda dan petanda, disini peneliti lebih

memfokuskan kajiannya ke bagian denotasi pada Tari Pa’bitte Passapu

tersebut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka dapat dirumuskan beberapa


masalah yaitu:
1. Bagaimana penanda dan petanda yang terdapat pada ragam gerak Tari
Pa’bitte Passapu pada upacara Pelantikan Labbiriyah di desa
Possitanah Kecamatan Kajang dari sudut pandang makna denotasi
Roland Barthes?
2. Bagaimana penanda dan petanda yang terdapat pada kostum Tari
Pa’bitte Passapu pada upacara Pelantikan Labbiriyah di desa
Possitanah Kecamatan Kajang dari sudut pandang makna denotasi
Roland Barthes?
4

C. Tujuan
Tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis penanda dan petanda ragam gerak Tari Pa’bitte Passapu
pada upacara Pelantikan Labbiriyah di desa Possitanah Kecamatan
Kajang dari sudut pandang makna denotasi Roland Barthes.
2. Menganalasis makna (denotasi) kostum Tari Pa’bitte Passapu pada
upacara Pelantikan Labbiriyah di desa Possitanah Kecamatan Kajang
melalui teori Roland Barthes.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut.


1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengaruh
kepada masyarakat disekitar wilayah Kabupaten Bulukumba, terutama
pada derah Kajang untuk tetap melestarikan warisan budaya yaitu tari
tradisional, yang lebih tepatnya tari Pa’bitte Passapu sebagai salah satu
ciri khas dari daerah tersebut, serta sebagai masukan untuk media
pembelajaran seni dan budaya terutama studi analisis semiotika.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan ilmu baru dan menambah wawasan kepada masyarakat
tentang makna yang terkandung dalam tari Pa’bitte Passapu.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi
mahasiswa khususnya pada jurusan seni pertunjukan, yaitu seni tari
serta diharapkan juga dapat menjadi sumbangan pikiran dalam seni
tari.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini terdapat

beberapa jurnal yang menjelaskan tentang tari Pa’bitte Passapu, pertama

“Makna Simbolik Tari Pabitte Passapu Pada Upacara Pernikahan di Kecamatan

Kajang” oleh Rahma M (2019) dalam jurnal ini memiliki rumusan masalah

yaitu bagaimana makna simbolik dalam gerak tari pabitte passapu pada saat

upacara pernikahan di Kecamatan Kajang, perbedaannya dengan penelitian ini

pada rumusan masalahnya yaitu, bagaiamana penanda dan petanda pada ragam

gerak tari Pa’bitte Passapu pada upacara Pelantikan Labbiriyah di Kecamatan

Kajang Kabupaten Bulukumba, serta makna kostumnya menurut teori Roland

Barthes.

Kedua, jurnal yang dibuat oleh Indriawati, dkk (2016) dengan judul

“Nilai Estetis Tari Pa’bitte Passapu’ di Desa Tana Toa Kecamatan Kajang

Kabupaten Bulukumba” dalam jurnal ini membahas rumusan masalah yaitu apa

nilai estetis yang terkandung di dalam tari Pa’bitte Passapu’, kembali lagi ke

rumusan masalah pada penelitian ini sangat jelas perbedaannya yaitu peneliti

membahas bagaimana penanda dan petanda pada ragam gerak tari Pa’bitte

Passapu pada upacara Pelantikan Labbiriyah di Kecamatan Kajang Kabupaten

Bulukumba, serta makna kostumnya menurut teori Roland Barthes.

5
6

Penelitian terdahulu berikutnya terdapat pula penelitian yang relevan

dengan topik kajian ini yaitu, Penelitian yang dilakukan oleh Hastari Mayrita

(2016), dengan judul “Analisis Pemaknaan Tari Gending Sriwijaya Sebagai

Unsur Kebudayaan Mayarakat Sumatera Selatan Melalui Kajian Semiotika”

pada penelitian ini membahas rumusan masalah yaitu bagaimana bentuk

analisis pemaknaan tari gending sriwijaya dari segi gerak, musik, dan

busananya melalui kajian semiotika, perbedaannya dengan penelitian ini yaitu

membahas bagaimana penanda dan petanda pada ragam gerak tari Pa’bitte

Passapu pada upacara Pelantikan Labbiriyah di Kecamatan Kajang Kabupaten

Bulukumba, serta makna kostumnya menurut teori Roland Barthes. Kajian

tersebutlah menjadi salah satu contoh acuan untuk peneliti dalam mengkaji tari

Pa’bitte Passapu melalui perspektif teori semiotika dari Roland Barthes yang

lebih difokuskan terhadap penanda dan petanda serta makna kostum secara

denotatif/denotasi.

2. Deskripsi Konsep

1) Pengertian Semiotika

Secara etimologis, semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang

berarti tanda (Sudjiman dalam Sudjiman & Zoest, 1992: vii). Kata semiotika

berasal dari bahasa inggris semiotcs yang berarti ilmu tentang ‘tanda’ (Santosa,

1993: 2). Dalam penelitian ini semiotika yang dimaksud adalah ilmu yang

mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa, seluruh kebudayaan

sebagai tanda. Tanda itu sendiri sebenarnya telah membentang luas di sekitar
7

kehidupan kita seperti pada gerak isyarat, lampu lalu lintas, sesaji dalam

upacara ritual, upacara pernikahan dll (Nur sahid, 2016: 1).

Secara umum ada dua tokoh pelopor semiotika modern, yakni Charles

Sander Pierce (1834-1914) dan Ferdinand de Saussure (1857-1913). Bidang

yang diminati Peirce cukup banyak, namun ia lebih cenderung interes dengan

logika dan filsafat. Menurut Peirce penalaran dilakukan melalui tanda-tanda,

sehingga manusia hanya mampu berpikir melalui tanda-tanda. Itulah sebabnya

mengapa ia meletakkan logika sebagai suatu dasar semiotika, baginya

semiotika adalah sinonim dari logika. Peirce mengaganggap semiotika dapat

diterapkan kedalam segala macam tanda, ia tidak menganggap salah satu

bidang ilmu lebih penting dari yang lain dalam kaitannya dengan semiotika

(Nur Sahid, 2016: 3). Sementara Ferdinand de Saussure adalah seorang ahli

yang berkebangssan Swiss ia juga menjadi pelopor semiotika. Menurut

Seussure bahasa adalah ilmu tanda yang paling lengkap, sehingga dapat

dijadikan menjadi pokok kajian. Saussure mulai menyusun ilmu tanda dengan

mmeberi dasar-dasar teori ilmu bahasa (linguistik) (Zaimar,1991). Sekalipun

demikian, ia telah meramalkan sebelumnya bahwa suatu saat akan berkembang

ilmu baru yang disebut dengan semiologi (semiotika) (Nur Sahid, 2016: 4).

Dari beberapa teori diatas peneliti akan menggunakan teori Roland Barthes.

2) Semiotika Roland Barthes

Roland Gerard Barthes (Roland Barthes) lahir di Charboug pada

tanggal 12 November 1915 tepatnya di Prancis dan meninggal pada tanggal

25 Maret 1980, Perancis. Ia adalah seorang penulis esai, kritikus sosial dan
8

sastra Prancis serta tokoh dalam bidang semiotika. Barthes mengembangkan

pemikiran linguistik dan semiotika dari Ferdinan de Saussure tentang

semiologi dan mengimplmentasikannya kedalam konsep budaya. Barthes

memiliki pandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-

asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu (Sobur, 2003:

53). Jika saussure menggunkan istilah signifier dan signified berkenaan

dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu pesan, maka teori Barthes

menggunakan signifikasi dua tahap yaitu denotasi dan konotasi untuk

menunjukkan tingkatan-tingkatan makna (Pawito, 2007: 163).

Teori Roland Barthes dikenal dengan Two Order of Signification

yaitu mencakup makna denotasi merupakan penandaan yang menjelaskan

hubungan antara penanda dengan petanda yang menghasilkan makna

langsung, pasti atau makna umum yang mutlak dipahami oleh banyak orang.

Sedangkan, konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk

menunjukkan signifikasi tahap kedua. Konotasi makna yang menggambarkan

interaksi yang terjadi ketika suatu tanda bertemu dengan perasaan emosional

dari pembaca. Jadi, denotasi yaitu tanda Bahasa tersebut yang terdesak oleh

aspek makna konotasinya, dan konotasi merupakan arti tambahan atau arti

kedua yang digunakan terhadap sebuah kata, frasa, dan kalimat (Nur Sahid,

2019: 9).

Roland Barthes menyusunnya kedalam konsep budaya di mana kajian

tersebut tertuang dalam tiga buku yang ditulis oleh Roland Barthes yaitu: S/Z,
9

Mythologies, dan The Fashion System. Berikut adalah model semiotika

Barthes yang merupakan hasil pengembangan dari model semiotika Saussure.

1. SIGNIFIER 2. SIGNIFIED
(Penanda) (Petanda)
3. DENOTATIVE SIGN
(Tanda Denotatif)
5. CONNOTATIVE

4. CONNOTATIVE SIGNIFIER SIGNIFIED

(Penanda Konotatif) (Petanda


Konotatif)

6. CONNOTATIVE SIGN (Tanda Konotatif)


Tabel 1. Model Semiotika Roland Barthes
Sumber; (Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, 2004; 69)

Tabel Roland Barthes diatas telah terlihat bahwa tanda denotatif (3)

terdiri dari penanda (1) dan petanda (2). Namun, pada saat bersamaan

denotatif juga penanda konotatif (4). Jadi, tanda konotatif tidak sekedar

memiliki makna tambahan tetapi juga mengandung kedua bagian tanda

denotatif yang melandasi keberadaannya. Inilah konsep Barthes yang sangat

berarti bagi penyempurnaan dari teori semiologi Saussure, yang berhenti pada

padanan denotatif.

Perbedaan antara denotasi dan konotasi yaitu:

a. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat

pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peran

penting di dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu

makna khusus yang terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya
10

dapat disebut sebagai gambaran sebuah pertanda (Berger, 2000:

55).

b. Konotasi diartikan sebagai aspek makna sebuah atau sekelompok

kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul pada

pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca) (Sobur, 2004:

263).

3. Pengertian Tari

Seni tari adalah salah satu cabang kesenian yang sangat melekat erat

dengan budaya yang di Nusantara. Perkembangan tari juga sangat pesat,

dapat dilihat dari banyaknya tari modern yang sudah bermunculan dan eksis

pada saat ini. Namun disini peneliti akan membahas tentang salah satu tari

tradisional yang ada di Nusantara. Menurut Aristoteles (384-322 SM) seni

tari sebagai suatu gerak ritmis yang dapat menghadirkan karakter manusia

saat mereka bertindak. Pengertian seni tari menurut Atik Soepandi (1944)

adalah ekspresi jiwa manusia melalui gerak-gerak ritmis dan melodi yang

indah. Tari menurut Drs. Soedarsono adalah ekspresi jiwa manusia yang

diungkapkan dengan gerak ritmis yang indah (dance is expression of human

soul of means of beautiful movement) (Sugiyanto, dkk, 2004: 145).

Pengertian tari tradisional, termasuk tari tradisional di daerah

Sulawesi Selatan, ialah suatu bentuk tari yang mengandung nilai-nilai luhur,

bermutu tinggi, yang dibentuk dalam pola-pola gerak tertentu dan terikat,

telah berkembang dari masa ke masa dan mengandung pula nilai-nilai

filosofis yang dalam, simbolis, religius dan tradisi yang tetap (Najamuddin
11

Munasiah, 1983: 13). Tari tradisional juga merupakan tari yang lahir dan

diciptakan secara turun temurun yang tidak diketahui siapa pencipta aslinya.

Dalam kehidupa seni tari di daerah Sulawesi Selatan, pada hakekatnya erat

hubungannya dengan kehidupan adat istiadat dalam lingkungan pergaulan,

terutama yang berhubungan dengan pergaulan antara lawan jenis dalam

batas-batas dan aturan-aturan tersendiri yang dipatuhi turun temurun

(Falsafah Tari dalam buku Munasiah Najamuddin, 1983: 19).

4. Tari Pa’bitte Passapu

Tarian Pa’bitte Passapu merupakan tarian adat Ammatoa/Tana Towa

Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sebelumnya, masyarakat

etnis Makassar termasuk dalam kaum bangsawan, mereka menggemari

permainan sabung ayam, karena ekspresi keberanian seseorang bisa tampak

dari sabung ayam. Maka dari itulah banyak anak raja dan juga pengawal

istana terjun ke arena sabung ayam hanya untuk menunjukkan keberanian

mereka, yang dibarengi dengan taruhan.

Tari Pa’bitte Passapu biasanya ditampilkan pada acara pernikahan di

Tana Toa sampai saat ini dan hiburan di tempat tertentu. Tarian ini juga bisa

di tampilkan pada saat upacara Pelantikan Labbiriyah (upacara Karaeng

Kajang/camat) upacara dan Tunu Panroli (upacara bakar linggis). Sebelum

menampilkan tari Pa’bitte Passapu semua penari dan pemusik duduk

bersama kepala adat dan Ammatoa, ketika mereka sudah melakukan upacara

dan sudah di persilahkan untuk akkarena (bermain) barulah tari ini bisa

ditampilkan. Tari ini hanya ditarikan oleh laki-laki yang sudah dewasa atau
12

aqil balig, yang berjumlah minimal empat penari, maksimal delapan penari,

dua patunrung (pemain gendang) dan satu penyair. Namun sekarang hanya

para penari sendiri yang menyanyikan syairnya, serta tidak memiliki

hitungan hanya menggunakan rasa atau filing sendiri dari para penari.

Durasi dari tari ini sekitar lima menit, tetapi kalau ingin menarikanynnya

sedikit lama syairnyapun di ulang-ulang kembali. Akan tetapi tari ini juga

bisa di perankan oleh perempuan, hanya sebagai hiburan dan apabila mereka

sudah mengetahui atau sudah menghafalkan tarian tersebut.


13

B. Kerangka Pikir

Berikut skema kerangka pikir dari penelitian ini:

Analisis Semiotika Tari Pa’bitte Passapu pada


upacara Pelantikan Labbiriyah di desa Possitanah
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba

Denotasi merupakan Semiotika Roland


penandaan yang
Barthes dari segi
menjelaskan hubungan
Denotasi
antara penanda dengan
petanda yang
menghasilkan makna
langsung, pasti atau
makna umum yang
mutlak dipahami oleh
banyak orang.

Penanda Petanda

• Makna Denotasi Ragam Gerak


Tari Pa’bitte Passapu
• Makna Denotasi Kostum Tari
Pa’bitte Passapu

Skema 1. Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka Pikir dibuat berdasarkan apa yang akan diteliti, yaitu Analisis

Semiotika Tari Pa’bitte Passapu pada Upacara Pelantikan Labbiriyah di Desa

Possitanah, Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba dalam teori kajian

semiotika Roland Barthes dari segi denotasinya (penanda dan petanda), adapun
14

rumusan masalahnya adalah pertama, bagaimana penanda dan petanda ragam gerak

tari Pa’bitte Passapu tersebut, kedua bagaimana denotasi penanda dan petanda

kostum tari Pa’bitte Passapu. Dari rumusan masalah yang telah diuraikan diatas

yang menjadi pokok permasalahannya yaitu denotasi dari ragam tari Pa’bitte

Passapu yaitu Akkokkoroa, Ribobo, Angngibeng, Appakeha, Pasilele,

Mappakalotteng, Sekko’ Taji, Paganti, A’bitte, Tannang Ulu Manu’, Angngera

Seha, dan A’laga, sedangkan kostumnya terdiri dari Passapu, Baju Pokko, dan Tope

Le’leng. Dari semua pokok permasalahan yang ada diatas dapat tersimpulkan

bahwa terdapat makna denotasi gerakan tari dan kostum.


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kualitatif. Jenis penelitian kualitatif adalah penelitian yang tidak

menggunakan model-model matematik, statistik atau komputer. Proses

penelitian dimulai dengan menyususn asumsi dasar dan aturan berpikir yang

akan digunakan dalam penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian analisis semiotika tari Pa’bitte Passapu dilakukan

di Kabupaten Bulukumba tepatnya di Desa Possitanah, Kecamatan Kajang.

Desa tersebut merupakan salah satu tempat biasanya ditampilkan tari

Pa’bitte Passapu yaitu saat upacara pelantikan Labbiriyah (pelantikan

camat/karaeng Kajang) pada tanggal 5 Juli 2022.

15
16

C. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu strategi untuk mencapai tujuan

penelitian yang telah ditetapkan dan berperan sebagai pedoman atau

penuntun peneliti pada seluruh proses penelitian (Nursalam, 2003: 81).

Adapun skema desain penelitian sebagai berikut.

Analisis Semiotika Tari Pa’bitte Passapu pada


upacara Pelantikan Labbiriyah di desa Possitanah
Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba

Ragam gerak tari Pa’bitte Kostum tari Pa’bitte Passapu


Passapu pada upacara di pada upacara Pelantikan
Pelantikan Labbiriyah Labbiriyah

Teknik Pengumpulan Data

Pengolahan dan Analisis Data

Penanda dan Petanda Gerakan


Pada Tari Pa’bitte Passapu

Kesimpulan

Skema 2. Desain Penelitian


17

D. Sumber Data

Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh, peneliti melakukan

sumber data secara kualitatif. Sumber data ini terbagi menjadi dua yaitu data

sekunder dan data primer. Data primer adalah data yang diperoleh peneliti

secara langsung (dari tangan pertama), sementara data sekunder adalah data

yang diperoeh peneliti dari sumber data seperti buku, artikel dll. Data yang

diperoleh peneliti dalam tulisan ini berupa sumber dari buku dan jurnal.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan untuk

mengumpulkan informasi atau fakta-fakta yang ada di lapangan. Untuk

mendapatkan data maka akan dilakukan pengumpulan data sebagai berikut.

1. Studi Pustaka

Studi pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan melakukan

penelaahan terhadap buku, literatur, catatan, serta berbagai laporan yang

berkaitan dengan masalah yang ingin dipecahkan (Nazir: 1988). Studi

pustaka pada penelitian ini dilakukan dengan cara mencari data-data

sebelum melakukan penelitian, baik itu berupa buku, skripsi, arsip,

artikel dan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan tari Pa’bitte

Passapu di Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba, dan pada

penelitian ini penulis menggunakan referensi dari buku, jurnal tari,

artikel tari dan skripsi.

2. Observasi
18

Observasi adalah metode pengumpulan data yang kompleks karena

melibatkan berbagai faktor dalam pelaksanaannya. Metode

pengumpulan data observasi tidak hanya mengukur sikap dari

responden, namun juga dapat digunakan untuk merekam berbagai

fenomena yang terjadi. Observasi sebelumnya pada penelitian ini

pernah dilakukan di kediaman Puto Mattang (penari dari tari Pa’bitte

Passapu). Kemudian observasi selanjutnya telah dilaksanakan di

sanggar Seni Budaya Turiolo Kajang yang bertempat di desa Possitanah

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba pada tanggal 5 Juli 2022.

3. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan

melalui tatap muka dan tanya jawab langsung antara peneliti dengan

narasumber. Wawancara pertama telah dilakukan observasi terdahulu

bersama Puto Mattang (penari dari tari Pa’bitte Passapu) dengan

beberapa pertanyaan yang diajukan kepada pelaku tari yang terkait

tentang penjelasan umum tari Pa’bitte Passapu. Wawancara selanjutnya

telah dilaksanakan melalui online dengan menanyakan apa arti atau

makna dari setiap ragam tari Pa’bitte Passapu dan juga makna dari

kostumnya itu sendiri.

4. Dokumentasi

Dokumentasi adalah mengumpulkan sejumlah dokumen yang

diperlukan sebagai bahan data informasi sesuai dengan masalah

penelitian, seperti peta, data statistik, grafik, gambar, surat-surat, foto,


19

dan sebagainya. Dokumentasi pada penelitian ini berbentuk gambar

berupa foto dan video, yaitu: Ragam gerak, alat musik, properti, dan

kostum dari pelaku/penari tari Pa’bitte Passapu.

F. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan suatu proses atau upaya mengolah data

menjadi informasi baru. Teknik analisis data pada penelitian ini

menggunakan analisis data sebagai berikut:

1. Analisis data pada penelitian ini yaitu dengan turun secara langsung

kelapangan mengamati tari Pa’bitte Passapu di desa Possitanah

Kecamatan Kajang, Kabupaten Bulukumba, selain mengamati secara

langsung peneliti juga melakukan pengamatan pada video tari dari hasil

rekaman pada saat dilapangan.

2. Peneliti kemudian menelaah garakan dari Tari Pa’bitte Passapu tersebut

sesuai dengan fokus penelitian yaitu makna gerakan Tari Pa’bitte

Passapu.

3. Selanjutnya peneliti melakukan analisis pada objek penelitian dengan

mengambil beberapa gambar yang memuat makna pada gerakan tari

Pa’bitte Passapu, sesuai alur dan makna yang diteliti.

4. Setelah itu peneliti menyimpulkan secara garis besar makna yang

terkandung pada gerakan-gerakan Tari Pa’bitte Passapu, dan makna

tersebut yaitu makna denotasi.


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Desa Possitanah dan Masyarakat Kajang

Possitanah merupakan nama desa yang berasal dari satu situs bentuk

bangunan sakral oleh komunitas adat Kajang dengan berbentuk susunan batu

yang melingkar dengan ketinggiannya sekitar 1 meter dari permukaan tanah,

dalam ilmu arkeologi disebut sebagai batu temu gelang (stone enclosure).

Susunan dari batu temu gelang ini tersusun dari tumpukan batu-batu andesit

yang pipih dan ditumpuk tanpa menggunakan perekat. Indikasi unsur megalitik

ditandai dengan penempatan situs ini pada sebuah bukit Bongki atau bukit Sapo.

Bukit Bongki merupakan tempat Ammatoa mengadakan upacara pelantikan raja

dan tempat mengumumkan segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan

bersama. Selain itu, disitus ini juga biasanya dilakukan upacara pesta panen dan

upacara pelepasan nazar (Hasanuddin, dkk, 2005: 76). Penamaan Possitanah

yang berarti pusat jagad atau pusat tanah merupakan penjelmaan dari

penghormatan manusia kepada bumi sebagai sumber segala kehidupan.

Kajang merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten

Bulukumba. Secara umum masyarakat Kajang terbagi menjadi dua, yaitu

Kajang Dalam/Kajang kawasan Adat Tana Toa dan Kajang Luar. Kehidupan

masyarakat Kajang di kawasan adat umumnya hidup dengan bertani, yaitu

bercocok tanam dan budidaya hewan ternak (Hasanuddin, dkk, 2005: 55).

Mereka sangat memanfaatkan lahan tanahnya semaksimal mungkin untuk

20
21

dijadikan lahan pertanian. Hal ini dikarenakan masyarakat disana tidak

diperbolehkan untuk menebang pohon di hutan, sebab pada dasarnya semua

lahan yang ada di kawasan adat sudah memiliki aturan sendiri yang dibuat oleh

pemangku adat Tana Toa jadi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Bagi

masyarakat dalam kawasan adat hutan merupakan elemen ekologi yang sangat

penting, dengan terpeliharanya hutan, ekosistem disekitarnya juga dapat

berjalan dengan baik (Hasanuddin, dkk, 2005: 55).

Masyarakat Kajang kawasan adat sampai sekarang belum memasuki era

modern, misalnya tidak ada listrik, alat-alat perabot rumah tangga, dan

sebagainya, memasuki kawasan adat juga tidak boleh menggunakan alas

kaki/sendal, jalanannya pun masih berbatu. Sedangkan masyarakat Kajang luar

sangat berbeda dengan Kajang adat, mereka sudah menerima teknologi-

teknologi yang digunakan masyarkat pada umumnya, seperti listrik, telepon

seluler, perabot rumah tangga dan sebagainya.

Gambar 1. Lokasi Pelantikan Labbiriyah


(Dokumentasi: Jusriadi 12 Juni 2022)
22

2. Pa’bitte Passapu dan Upacara Pelantikan Labbiriyah

1) Pa’bitte Passapu

Pa’bitte Passapu merupakan tari tradisional yang berasal dari

Kabupaten Bulukumba tepatnya di Kecamatan Kajang di desa Tana Towa dan

tari ini masih dilestarikan sampai sekarang. Pertunjukan tari Pa’bitte Passapu

dapat kita jumpai pada upacara adat pernikahan orang Kajang, pada saat

upacara Pelantikan Labbiriyah (upacara Karaeng Kajang/camat), dan Tunu

Panroli (upacara bakar linggis). Tarian ini merupakan bentuk pelestarian dari

kegemaran para bangsawan Bugis dan Makassar yang gemar menyabung ayam

awalnya dahulu kala yang disabung adalah manusia, namun itu dianggap

sangat kejam dan merendahkan martabat manusia sehingga digantilah dengan

ayam.

Kisah terciptanya tari Pa’bitte Passapu ternyata banyak dikaitkan

dengan cerita Sawerigading yang merupakan putra dari raja Luwu Batara

Lattu’ dari kerajaan Luwu Purba, Sulawesi Selatan. Ia juga memiliki anak yang

bernama Lagaligo, mereka berdua sangat terkenal keterkaitannya tentang awal

mula tari Pa’bitte Passapu. Dalam sejarahnya ada dua versi mengenai kisah

tarian tersebut (Kahar J, 2019: 31).

a. Versi 1: Warisan Sawerigading

Sawerigading memiliki tiga orang putra, anaknya yang bernama La

Balobo tinggal di pulau Jawa, anaknya yang bernama I La Patau tinggal di

Luwu, dan anaknya yang tinggal di Kajang yaitu La Galigo. Sawerigading


23

merupakan seorang penjudi, yang ia judikan adalah ayam tetapi dia tidak selalu

menang terkadang juga kalah.

La Galigo adalah putra mahkota yang sangat gemar memperhatikan

permainan judi ayahnya, yang akhirnya menurun ke putranya ini. Setelah La

Galigo beranjak dewasa dia malah semakin menggemari permainan judi

tersebut, bahkan ia juga sudah memiliki ayam yang sabungan yang tidak

terkalahkan pada saat itu. Suatu waktu La Galigo ingin memperlihatkan

kehebatan ayam sabungannya kepada orang-orang dengan menantang semua

ayam sabungan dari negeri lain. Setelah ayamnya banyak mengalahkan ayam

lain disitulah muncul sifat sombong dari La Galigo. Dia akhirnya

memerintahkan pengawalnya untuk mencarikan ayam terkuat yang mampu

mengalahkan ayamnya ini. Tiba akhirnya datanglah seorang raja yang juga

mempunyai ayam terkuat dan tidak ada yang mampu mengalahkannya, ia pun

menjadi lawan dari ayam La Galigo. Disaat tengah-tengah permainan sabung

ayam dimulai, terlihat ayam sabungan dari La Galigo sudah mulai melemah

dan akan terkalahkan oleh ayam dari lawannya tersebut, sontak ia

memrintahkan pengawalnya untuk langsung menangkap kedua ayam sabungan

itu dan memenggal lehernya lalu berkata “puli i manu a” yang artinya seri atau

ayam sama-sama mati. Sang rajapun tak tahan melihat ayamnya di bunuh

secara tiba-tiba membuat ia marah dan tidak terima akibat kecurangan La

Galigo, ia akhirnya melalukan peperangan yang mengakibatkan banyak

pertumpahan darah dan memakan banyak korban jiwa. Raja Sawerigading

yang mendengar berita tersebut langsung mendatangi lokasi peperangan untuk


24

menghentikaannya, dan akhirnya ia memutuskan untuk tidak ada lagi yang

namanya perjudian sabung ayam. Sehingga ia menggantinya dengan

permainan Pa’bitte Passapu’ untuk menghindari lagi adanya konflik dan

pertumpahan darah yang disebabkan oleh permainan judi tersebut (Kahar J,

2019: 32).

b. Versi 2: Karaeng Kajang Memperolah Istri Dari Sabung Ayam

Kisah lain dari terciptanya tari Pa’bitte Passapu menceritakan tentang

Karaeng Kajang yaitu Raja Kajang Pertama yang menemukan tarian ini.

Diambil dari kisahnya saat ingin meminang wanita cantik yang ia damba-

dambakan dari negara tetangga, tetapi disaat yang bersamaan ada pula Raja

dari negara lain yang ingin mempersunting wanita tersebut. Sesuai dengan

budaya yang ada, apabila ada seorang wanita ingin dipersunting dengan dua

orang lelaki secara bersamaan maka harus dilakukan pertarungan atau saling

adu ketangkasan siapa yang menang maka ialah yang berhak meminang wanita

tersebut. Kedua Raja tersebut sepakat untuk melakukan pertarungan, setelah

pertarungan berjalan lumayan lama tidak ada diantara mereka yang kalah dan

menyerah dikarenakan kesaktiannya yang sepadan, akhirnya pertarungan

terpaksa dihentikan. Dilakukanlah musyawarah untuk mencari alternatif lain

agar dapat menentukan pemenangnya, tidak lama kemudian disepakatilah

bahwa kedua Raja ini harus mencari ayam jago untuk disabungkan. Apabila

salah satu dari mereka ayamnya kalah maka harus mengundurkan diri dari

pertarungan dan pemenanglah yang akan mempersunting wanita cantik

tersebut.
25

Akhirnya dalam sabung ayam ini Karaeng Kajang yang memenangkan

pertarungan dan berhasil mempersunting wanita cantik pujaan hatinya.

Kemenangan ini membuat Karaeng Kajang sangat gembira dan meninggalkan

kesan yang mendalam yang tidak akan pernah ia lupakan semasa hidupnya

serta kejadian tersebut juga membuat para pengikut dan juga masyarakatnya

turut merasakan kegembiraan seperti yang Rajanya rasakan. Setelah sekian

lama kenangan tersebut masih teringat oleh Karaeng Kajang, terbersitlah dihati

kecilnya ingin melihat kembali pertunjukan tersebut saat ia berkumpul dangan

Ammatoa dan pengikutnya disuatu pesta, iapun langsung memerintahkan

pengikutnya dengan berkata “appabitte sako lakuttei” (saya ingin melihat

kalian menyabung). Para pengikutnyapun kaget dan terheran-heran karena

pada saat itu tidak ada ayam yang dapat disambungkan di hadapan Karaeng

Kajang. Salah satu dari merekanpun bertanya, “apa lani pa’bitte karaeng?”

(apa yang akan kita sabungkan Raja?) mendengar Karaeng Kajang dan para

pengikutnya membahas sabung ayam tersebut, Ammatoa yang selalu diikuti

dengan amanatnya lalu berkata “appa’bitteko passapu” (menyabung saja

dengan destar/sapu tangan). Secara serentak para pengikut Raja langssung

mengaambil passapu atau destaar yang ada dikepalanya untuk dimainkan

sebagai simbol ayam jago yang sedang disabung, dan akhirnya mereka

mengikuti gerakan ayam yang saling menyabung dengan menggerakkan

passapunya dihadapan Karaeng Kajang dan Ammatoa (Kahar J, 2019: 33-34).


26

2) Upacara Pelantikan Labbiriyah (Pelantikan Karaeng Kajang) di Desa

Possitanah

Upacara Pelantikan Labbiriyah merupakan kegiatan acara yang biasa

dilakukan masyarakat Kajang, terkhususnya di desa Possitanah. Upacara ini

biasa kita kenal sebagai upacara pemilihan camat atau masyarakat Kajang lebih

mengenalnya dengan sebutan Karaeng Kajang/pemangku adat Kajang. Lokasi

upacara ini bukan di tempat yang biasanya orang laksanakan seperti didalam

ruangan atau gedung tertentu melainkan di dalam bebatuan yang tersusun atau

batu temu gelang yang melingkar di desa Possitanah. Batu pelantikan terdiri

dari dua buah batu yang berbentuk bulat pipih dan telah terkena campurtangan

manusia yang sengaja dipahat sedemikian rupa untuk kepentingan pelantikan

dan juga berfungsi sebagai tempat duduk Ammatoa dalam upacara Pelantikan.

Batu pelantikan dalam istilah masyarakat Kajang disebut sebagai tamalate

(Hasanuddin, dkk, 2005: 79). Kegiatan upacara ini hanya dilaksanakan setiap

camat/labbiriyah sebelumnya telah mencapai masa jabatannya kurang lebih tiga

sampai lima tahun. Acara pelantikan tersebut dilakukan hanya dalam sehari, dan

penampilan tari Pa’bitte Passapu pernah ditampilkan sebagai tari penjemputan

pada saat tamu-tamu Agung memasuki lokasi pelantikan sebelum upacara

pemilihan Labbiriyah dimulai. Pada tahun 2014 Wakapolda Sulawesi Selatan

berkunjung ke desa Possitanah dan bertepatan dengan diadakannya upacara

pelantikan Labbiriyah sehingga ditampilkanlah tari Pa’bitte Passapu ini

sebagai persembahan dan penghormatan untuk menyambut kedatangan Pak


27

Kapolda sebagai tamu agung, yang dikala itu ternyata dia juga pernah menjabat

sebagai Raja Maluku.

3. Tari Pa’bitte Passapu

Pa’bitte Passapu merupakan salah satu tari tradisional yang ditarikan

dengan penari laki-laki. Tarian ini harus ditarikan secara berpasang-pasangan

minimal 4 orang dan maksimal 8 orang penari, serta memiliki 12 ragam gerak

sebagai berikut:

a) Ragam Gerak

1) Ragam gerak Akkokkoroa

Penari berdiri (ammenteng) membentuk lingkaran dengan kedua

tangan direntangkan, tangan kiri sejajar dengan pinggang sedangkan

tangan kanan lebih tinggi dari tangan kiri. Antara jari telunjuk dan jari

tengah tangan kanan menjepit passapu, kaki kanan diangkat kebelakang

bersamaan dengan membuka/merentangkan tangan seperti gerakan

sayap ayam terbuka. Lalu kaki kiri diangkat sejajar kaki kanan gerakan

ini juga bersamaan dengan menutup tangan kearah pinggang sebelah

kiri, kemudian berputar dengan posisi badan berlawanan dengan arah

jarum jam dengan tetap pada pola lingkaran tersebut. Ragam ini diulang

sebanyak 3 kali.
28

Gambar 2. Ragam Akkokkoroa


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

2) Ragam gerak Ribobo

Penari masih dengan pola melingkar namun, posisi badan

mereka agak sedikit membungkuk dengan kedua tangan memegang

passapu yang diarahkaan kedalam lingkaran, yaitu tangan kiri mengapit

passapu diantara jari telunjuk dan jari tengahnya begitupun dengan

tangan kanan serta kaki kanan penari berada di belakang kaki kirinya.

Para penari kembali melaukan gerakan berputar yang berlawanan

dengan arah jarum jam sambil menggerak-gerakkan passapunya

sebanyak hitungan 1-10.


29

Gambar 3. Ragam Ribobo


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

3) Ragam gerak Angngibeng

Penari atau ayam-ayam sabungan tersebut sudah mulai

melakukan tujuannya yaitu mencari titik kelemahan dari lawannya.

Gerakan mundur membuka pola lingkaran dengan kaki kanan

dibelakang dan kaki kiri yang dihenak-hentakkan sebanyak dua kali

dengan tetap memegang passapu. Setelah menghentakkan kakinya,

para penari saling maju satu sama lain untuk memutari lawannya.
30

Gambar 4. Ragam Angngibeng


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

4) Ragam gerak Appakeha

Gerakan selanjutnya pada ragam ini sama saja dengan gerakan

kaki di ragam sebelumnya, pada ragam ini jari telunjuk tangan kiri

dimasukkan pada lekukan passapu untuk menggambarkan simbol

kepala ayam yang kemudian penari melakukan gerakan saling mematuk

satu sama lain. Selanjutnya para penari memancing ayam lawan dengan

menghentak-hentakkan kaki kirinya secara berturut dengan hitungan 1-

4 ditempat, 5-6 maju, 7-8 mematuk lawan dan dilakukan berpasang-

pasangan.
31

Gambar 5. Ragam Appakeha


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

5) Ragam gerak Pasisilele

Ragam gerak ini setiap penari melakukan gerakan saling

menukar ayam dengan para ayam lawannya dengan tujuan untuk

mengetahui berat ayam tersebut. Selanjutnya mereka membagi dua

kelompok lalu bermusyawarah untuk mengetahui ayam mana yang berat

dan kekuatannya sama dengan ayam mereka, setelah sepakat ayam

dikembalikan kepemiliknya masing-masing.

Gambar 6. Ragam Pasilele


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)
32

6) Ragam gerak Mappakalotteng

Masing-masing penari melakukan gerakan penyerangan atau

menyabungkan ayam yang sesuai dengan masing-masing beratnya

untuk mengukur kekuatan ayam mereka, dan para penari melakukan

gerakan yang saling melompati lawan mereka untuk menjatuhkannya.

Gambar 7. Ragam Mappakalotteng


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

7) Ragam gerak Sekko Taji

Gerakan selanjutnya yaitu ayam yang lolos dalam masa

percobaan dan ditetapkan sebagai jagoan dari tiap kelompok, kemudian

dipasangkan taji (piasu kecil) pada bagian kakinya. Satu penari

memegang bagian atas passapu atau ayamnya dan satu penari lagi

membungkuk sedikit kebawah sambil memegang kaki ayam tersebut

dengan tujuan untuk menyelipkan taji (pisau) dikaki ayam tersebut.


33

Gambar 8. Ragam Sekko Taji


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

8) Ragam gerak Paganti

Setelah meletakkan taji pada ayam sabungan penari pada ragam

ini masing-masing kelompok membacakan/memberikan mantra kepada

ayamnya dengan posisi tangan penari diangkat lalu mengelus-elus kepala

ayamnya sambil membacakan mantranya agar ayam mereka

memenangkan pertarungan.

Gambar 9. Ragam Sekko Taji


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)
34

9) Ragam gerak A’bitte

Gerakan pada ragam ini yaitu menyabungkan ayam jago yang

telah ditunjuk menjadi pemimpin dari kelompok masing-masing,

pengikut mereka juga memberi dukungan dengan tetap duduk saling

berhadapan. Selagi pemimpin mereka bertarung setiap sekali serangan

dilakukan, ayam akan lari terbirit-birit kemudian para penyabung

langsung melakukan gerakan mengusap-usap kepala ayam, gerakan

saling menyerang ini dilakukan 4 kali dan pertarungan akhirnya

dimenangkan oleh ayam Karaeng Kajang.

Gambar 10. Ragam A’bitte


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

10) Ragam gerak Tannang Ulu Manu

Masing-masing pengikut dari kelompok penyabung sebelumnya

mempertemukan tangan kanannya dengan sama-sama memegang ayam


35

yang kalah tersebut. Kemudian penari yang ayamnya menang

memberikan jampi-jampi atau semacam mantra agar bisa mematuk ayam

yang kalah tersebut sebanyak tiga kali, dikarenakan kalau ayam yang

menang ini tidak mampu mematuk sebanyak tiga kali mka pertarungan

dianggap seri.

Gambar 11. Ragam Tannang Ulu Manu


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

11) Ragam gerak Angngera Seha

Ragam gerak ini menunjukkan kelompok penyabung yang

menang meminta uang/barang yang ditaruhkan namun, ditolak oleh

lawannya sehingga menyebabkan pertikaian diantara kedua kelompok

penyabung tersebut.
36

Gambar 12. Ragam Angngera Seha


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

12) Ragam gerak A’laga

Konflik diantara kedua pemimpin atau Raja tersebut tak kunjung

terselesaikan, kelompok pemenang merasa dicurangi ia kemudian

menantang lawannya untuk saling beadu ketangkasan. Akhirnya terjadilah

pertarungan fisik diantara kedua penyabung, serta para pengikut mereka

juga memberikan dukungan kepada pemimpinnya. Kelompok yanga curang

akhirnya kalah dan Karaeng Kajanglah pemenangnya. Ragam ini yang

merupakan klimaks dari pertunjukan tari Pa’bitte Passapu.


37

Gambar 13. Ragam A’laga


Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022

b) Kostum Tari Pa’bitte Passapu

Kostum yang digunakan pada saat menampilkan tari Pa’bitte

Passapu yaitu pakaian keseharian masyarakat Kajang Adat terkhususnya

yang laki-laki. Kostumnya ini sangat sederhana yang melambangkan

kehidupan masyarakat Kajang Adat dengan prinsip hidup akkamase-masea

atau hidup dalam kesederhanaan (Kahar J, 2019: 57). Berikut beberapa

gambaran kostum yang dimaksud adalah:

1. Passapu

Passapu merupakan salah satu kostum dari tari Pa’bitte Passapu

yang dikenakan diatas kepala sebagai penutup kepala penari yang

disimbolkan sebagai jengger seperti rambut diatas kepala ayam yang

berwarna merah, juga dari segi bentuk dan warnanya sangat berbeda dengan

Patonro yang dari makassar, serta Passapu ini memiliki berbagai macam
38

bentuk tergantung dari jabatan maupun tinggi rendahnya ilmu seseorang di

dalam Kawasan masyarakat Kajang Adat tersebut.

Gambar 14. Passapu


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

2. Baju Pokko

Baju Pokko merupakan kostum yang biasa dikenakan penari

Pa’bitte Passapu, kostum ini seperti baju masyarakat Kajang Adat pada

umumnyaa terkhusus laki-laki tetapi memiliki kain yang lebih tebal dan

licin dengan lengan panjang maupun pendek yang berwarna hitam

melambangkan kesederhanaan.
39

Gambar 15. Baju Pokko


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

3. Tope Le’leng (sarung hitam)

Tope Le’leng atau sarung hitam juga merupakan salah satu dari

kostum tari Pa’bitte Passapu yang memiliki makna bagi orang Kajang

tope le’leng merupakan perihal penting dalam kehidupan sehari-hari

mereka, karena tope ini digunakan untuk kesehariannya serta dibuat atau

ditenun sendiri oleh perempuan Kajang dan masih menggunakan alat

tenun tradisional. Tope le’leng juga menjadi salah satu ikon atau ciri

khas oleh-oleh dari daerah Kajang Adat.


40

Gambar 16. Tope Le’leng (sarung hitam)


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

c) Properti Tari Pa’bitte Passapu

Properti yang digunakan dalam tari Pa’bitte Passapu seperti pada

gambar yaitu passapu, sama seperti yang dikenakan dikepala masyarakat

Kajang. Kain ini dilambangkan sebagai pengganti ayam sabungan yang

dimainkan oleh penari layaknya sedang menyabungkan ayam sungguhan.


41

Gambar 17. Passapu ayam


(Dokumentasi: Sri 6 Juli 2022)

d) Musik Iringan Tari Pa’bitte Passapu

Musik iringan dalam tari Pa’bitte Passapu ada dua jenis yaitu

internal dan eksternal. Musik internal berasal dari syair yang dilantukan oleh

penari-penari itu sendiri dan juga dari hentakan-hentakan kakinya. Musik

eksternal berasal dari alat-alat musik yang dimainkan oleh pengiring tari,

alat musik pengiring tari Pa’bitte Passapu yaitu dari tabuhan gendang

Palingoro yang berpasangan.


42

Gambar 18. Gendang Palingoro


(Dokumentasi: Sri 6 Juli 2022)

Notasi Instrumen Musik


Gendang I :TTTK–TTTK–TKTK
Gendang II : T T TK – T T TK – T K T K TK
Catatan : T berbunyi “tak”
K berbunyi “kun”

Syair Lagu dalam tari pa’bitte passapu merupakan pelengkap dari

gerakannya yang dianggap sebagai hiburan sekaligus mengenang perbuatan

leluhur masyarakat Kajang dahulu kala yang senang akan berjudi tetapi kembali

diperingatkan agar tidak melakukan judi ayam atau persabungan ayam tersebut,

karena membuat masyarakat yang melakukannya tidak memiliki rasa kasihan

terhadap binatang dan akan membuat pemiliknya menjadi sengsara.

Bait pertama:

Hillee ee
E bosi memangmi kuklampa (sewaktu hujan datang, aku telah berangkat)
43

Solo memangmi kuklimbang (sewaktu banjir melanda, aku telah menyebrang)


Kunjungku naung (sungguh telah hanyut)
Manyuk sampara kalengku (luntang-lanting diriku)
Bait dua:
Bosiki ri tala-tala (hujan di tala-tala)
Rammanga ri bangkek bukik (awan gelap di kaki bukit)
Mannanro nakku (menyimpan rindu)
Mappaempo taru U’rangi (mengumpulkan ingatan)
Mangu’rangi ma’rangmami (mengenang, sembari mengerang pedih)
Bait tiga:
Ee pasituju-tuju sai tunrunna gandraea nipakarenyya ehaillee (lihai tabuhan
gendang itu agar kita bisa menari)
Ee tallung bangngima ri bone (telah tiga hari aku berada di Bone)
Mattinro manu’-manu’ (tidur tak pernah nyenyak)
Na taro uddani ehaille ee ee (hanya rindu sebabnya haille ee ee)
Ee ri Bantaeng panjo tana na tekko galunna(tersebutlah bantaeng tanah yang
subur, berliku-liku)
Ee sarru’ tanna bilangae e haille (tak mampu terhitung jumlahnya haille ee)
Ee laku sahungi manu’ku didi pute didi mata ecakunnu’-kunnu ehaillee (akan
kusabung ayamku, putih bulunya kuning matanya ecakunnu-knnu ehaillee)
Ee tarosani lonrong-lonrong mallolang manu kala’ mappirannu-rannu
ehaillee (berikanlah anak ayam hutan sebagai penggembira)
Bait keempat:
Ee cuppaga tekko tarana sa’bula-bulan leo esalu’ lae-lae haillee ee (ayam
cempaga dipasangkan taji melengkung, jalannya jingkrak-jingkrak)
Ee jarra-jarrako paboto’ pakanre bakke manu nataroko inrang ehaile ee
(berhentilah berjudi wahai pemakan bangkai ayam sabungan, kamu akan
dililit utang)
Ee manu agaro manunu papitto tea mitte namasuli ballinna ehailleee (ayam
apa yang kamu punya, disabungkan tidak mau mematuk padahal harganya
mahal)
44

Ee apa kurang ri Bantaeng kattung na ringgi tali-tali na rupia ehaillee (apa


yang kurang di Bantaeng, kattung ringgi, tali-tali rupiah semua ada)
Ee lallonrai mintu mange cincinna bakkarana togena sirento ehaillee (sudah
lewat ayam cantik bercincin dengan bulu ekor yang indah)
(Kahar J, 2019: 61-62).

B. Pembahasan

1. Analisis Teori Roland Barthes

Teori Roland Barthes dikenal dengan Two Order of Signification

yaitu mencakup makna denotasi merupakan penandaan yang menjelaskan

hubungan antara penanda dengan petanda yang menghasilkan makna

langsung, pasti atau makna umum yang mutlak dipahami oleh banyak

orang. Sedangkan, konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk

menunjukkan signifikasi tahap kedua.

Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat pertama

dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peran penting di dalam

ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang terdapat

dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran

sebuah pertanda (Berger, 2000: 55).


45

2. Tabel Semiotika (Denotasi) Roland Barthes Ragam Gerak dan

Kostum Tari Pa’bitte Passapu

Tabel 2. Ragam dan Kostum

No (Ragam dan Kostum) Penanda Petanda

1 1) Ragam Akkokkoroa Saat tangan Penari


penari membentuk pola
terbentang melingkar.
dan syair
mulai
dinyanyikan.

2) Ragam Ribobo Tangan kiri Badan sedikit


penari saling membungkuk.
bertemu
ditengah.
46

3) Ragam Angngibeng Penari Seperti sedang


memegang melakukan aba-
kain dengan aba menyerang.
posisi agak
menunduk.

4) Ragam Appakeha Tangan kiri Penari akan


penari mempertemukan
mengapit kepala ayam.
kainnya
diantara ibu
jari dan
telunjuknya
yang
dimasukkan
ke dalam
kain.

5) Ragam Pasilele Kain Penari


sabungan menjulurkan
dipegang tangannya untuk
lurus meraih masing-
menghadap masing ayam
keatas. lawan.
47

6) Ragam Mappakalottengi Tangan Membentuk


penari ujung segitiga.
mengapit
kain
sabungannya
dan beretemu
ditengah.

7) Ragam Sekko Taji Penari Salah satu


memegang penari
ayamnya memegangi kaki
yang kakinya ayam untuk
diarahkan memberikan
kebawah. sesuatu dikaki
ayam tersebut.

8) Ragam Paganti Penari Tangan salah


memegang satu penari
ayamnya ada diangkat lalu
yang di kaki mengelus kepala
dan ada yang ayam sambil
dikepalanya. membacakan
sesuatu.
48

9) Ragam A’bitte Dua penari Kedua penari


duduk dan yang berdiri
duanya lagi saling melompat
berdiri untuk bertarung.
dengan
memegang
passapunya.

10) Ragam Tannang Ulu Manu Dua penari Penari yang satu
duduk sama- mematukkan
sama ayamnya
memegang sebanyak 3 kali
passapu.

11) Ragam Angngera Seha Salah satu Penari tersebut


penari meminta barang
mengulurkan taruhannya.
tangannya
dengan
menunjuk
kelawannya.
49

12) Ragam A’laga Salah satu Penari yang


penari ditodongkan
mengeluarkan keris tidak
keris. terima dan
langsung
melakukan
perkelahian.

2. 1) Passapu Berwarna Sebagai


hitam berdiri perumpamaan
kokoh dengan jengger ayam.
ujung
mengarah ke
atas.

2) Baju Pokko Berwarna Kemeja lengan


hitam licin pendek/panjang.
dan tebal.
50

3) Tope Le’leng Berwarna Sebagai penutup


hitam dan bawahan penari.
memiliki
motif garis-
garis
berwarna.

3. Denotasi Ragam Gerak Tari Pa’bitte Passapu

1) Ragam gerak Akkokkoroa

Penari berdiri membentuk lingkaran dengan kedua tangan

direntangkan, tangan kiri sejajar dengan pinggang sedangkan tangan

kanan lebih tinggi dari tangan kiri. Antara jari telunjuk dan jari tengah

tangan kanan menjepit passapu, kaki kanan diangkat kebelakang

bersamaan dengan membuka/merentangkan tangan seperti gerakan

sayap ayam terbuka. Lalu kaki kiri diangkat sejajar kaki kanan gerakan

ini juga bersamaan dengan menutup tangan kearah pinggang sebelah

kiri, kemudian berputar dengan posisi badan berlawanan dengan arah

jarum jam dengan tetap pada pola lingkaran tersebut. Ragam ini diulang

sebanyak 3 kali.

Penanda gerakan ini saat menyanyikan syair dari tarian tersebut

maka para penari membentuk pola melingkar yang merupakan petanda


51

dari ragam ini, dan denotasinya yaitu gerakan ayam yang

mempersiapkan diri sebelum memulai pertarungan.

2) Ragam gerak Ribobo

Penari masih dengan pola melingkar namun, posisi badan mereka

agak sedikit membungkuk dengan kedua tangan memegang passapu

yang diarahkaan kedalam lingkaran, yaitu tangan kiri mengapit passapu

diantara jari telunjuk dan jari tengahnya begitupun dengan tangan kanan

serta kaki kanan penari berada di belakang kaki kirinya. Para penari

kembali melaukan gerakan berputar yang berlawanan dengan arah

jarum jam sambil menggerak-gerakkan passapunya sebanyak hitungan

1-10.

Penanda tangan kiri penari saling bertemu di tengah dengan petanda

badan sedikit membungkuk dan denotasinya yaitu gerakan memberi

makan ayam.

3) Ragam gerak Angngibeng

Penari dengan ayam sabungan tersebut sudah mulai melakukan

tujuannya yaitu mencari titik kelemahan dari lawannya. Gerakan

mundur membuka pola lingkaran dengan kaki kanan dibelakang dan

kaki kiri yang dihenak-hentakkan sebanyak dua kali dengan tetap

memegang passapu. Setelah menghentakkan kakinya, para penari saling

maju satu sama lain untuk memutari lawannya.

Ragam gerak ini memperlihatkan bahwa para ayam sabungan

sedang mengintai lawan untuk ditaklukkan, dengan penanda penari


52

memegang kain dengan posisi agak menunduk, petandanya seperti

sedang melakukan aba-aba untuk menyerang. Denotasinya yaitu

mencari lawan.

4) Ragam gerak Appakeha

Gerakan pada ragam ini sama saja dengan gerakan kaki di ragam

sebelumnya, pada ragam ini jari telunjuk tangan kiri dimasukkan pada

lekukan passapu untuk menggambarkan simbol kepala ayam yang

kemudian penari melakukan gerakan saling mematuk satu sama lain.

Selanjutnya para penari memancing ayam lawan dengan menghentak-

hentakkan kaki kirinya secara berturut dengan hitungan 1-4 ditempat, 5-

6 maju, 7-8 mematuk lawan dan dilakukan berpasang-pasangan.

Ragam gerak ini penandanya tangan kiri penari mengapit

kainnya diantara ibu jari dan telunjuknya dengan cara telunjuknya

masuk kedalam kain dan tanagn tangan kanan penari menarik

kebelakang kain tersebut, dengan petandanya penari akan

mempertemukan kepala ayam mereka agar saling mengenal.

Denotasinya menggambarkan ayam sedang saling diperkenalkan oleh

pemiliknya.

5) Ragam gerak Pasisilele

Ragam gerak ini setiap penari melakukan gerakan saling

menukar ayam dengan para ayam lawannya dengan tujuan untuk

mengetahui berat ayam tersebut. Selanjutnya mereka membagi dua


53

kelompok lalu bermusyawarah untuk mengetahui ayam mana yang berat

dan kekuatannya sama dengan ayam mereka, setelah sepakat ayam

dikembalikan kepemiliknya masing-masing.

Penanda gerakan ini kain sabungannya dipegang lurus

menghadap keatas seperti memperjelas kepala ayam dan petandanya

penari menjulurkan tangannya untuk meraih masing-masing ayam

lawan untuk ditukarkan. Denotasinya yaitu saling menukar ayam.

6) Ragam gerak Mappakalotteng

Masing-masing penari melakukan gerakan penyerangan atau

menyabungkan ayam yang sesuai dengan masing-masing beratnya

untuk mengukur kekuatan ayam mereka, dan para penari melakukan

gerakan yang saling melompati lawan mereka untuk menjatuhkannya.

Ragam gerak Mappakalotteng penandanya tangan penari

mengapit kain sabungannya dan saling bertemu di tengah, petandanya

seperti membentuk ujung segitiga. Denotasinya merupakan gambaran

ayam yang saling mematuk-matuk atau saling menyerang.

7) Ragam gerak Sekko Taji

Gerakan ini ayam yang lolos dalam masa percobaan dan

ditetapkan sebagai jagoan dari tiap kelompok, kemudian dipasangkan

taji (piasu kecil) pada bagian kakinya. Satu penari memegang bagian

atas passapu atau ayamnya dan satu penari lagi membungkuk sedikit

kebawah sambil memegang kaki ayam tersebut dengan tujuan untuk

menyelipkan taji (pisau) dikaki ayam tersebut.


54

Penanda ragam ini penari mengapit kain sabung atau ayamnya

kedalam ketiaknya dan petandanya yaitu salah satu penari memegang

kaki ayamnya seperti memberikan sesuatu ke kaki ayam tersebut dengan

ini denotasinya yaitu mengikat pisau kecil pada kaki ayam.

8) Ragam gerak Paganti

Setelah meletakkan taji pada ayam sabungan penari pada ragam

ini masing-masing kelompok membacakan/memberikan mantra kepada

ayamnya dengan posisi tangan penari diangkat lalu mengelus-elus

kepala ayamnya sambil membacakan mantranya agar ayam mereka

memenangkan pertarungan.

Ragam gerak ini penandanya yaitu para penari mengapit ayam

sabungannya diketiaknya disebelah tangan kirinya dengan petanda

tangan kanannya mengelus-elus kepala ayamnya sambil mulut

penyabung tersebut seperti membacakan sesuatu. Denotasinya

memberikan mantra kepada ayam sabungan.

9) Ragam gerak A’bitte

Gerakan pada ragam ini yaitu menyabungkan ayam jago yang

telah ditunjuk menjadi pemimpin dari kelompok masing-masing,

pengikut mereka juga memberi dukungan dengan tetap duduk saling

berhadapan. Selagi pemimpin mereka bertarung setiap sekali serangan

dilakukan, ayam akan lari terbirit-birit kemudian para penyabung

langsung melakukan gerakan mengusap-usap kepala ayam, gerakan


55

saling menyerang ini dilakukan 4 kali dan pertarungan akhirnya

dimenangkan oleh ayam Karaeng Kajang.

Gerakan pada ragam ini penandanya yaitu dua penari duduk

sedangkan dua penari lagi yang berdiri dengan memegang passapunya

saling berhadapan dengan petanda kedua penari yang berdiri tersebut

saling melompat dengan tujuan melakukan pertarungan ayam.

Denotasinya adalah bersabung ayam.

10) Ragam gerak Tannang Ulu Manu

Ragam gerak ini masing-masing pengikut dari kelompok penyabung

sebelumnya mempertemukan tangan kanannya dengan sama-sama

memegang ayam yang kalah tersebut. Kemudian penari yang ayamnya

menang memberikan jampi-jampi atau semacam mantra agar bisa

mematuk ayam yang kalah tersebut sebanyak tiga kali, dikarenakan

kalau ayam yang menang ini tidak mampu mematuk sebanyak tiga kali

mka pertarungan dianggap seri.

Penandanya ialah dua penari yang duduk pada ragam sebelumnya

sama-sama memegang passapu dengan tangan kanan mereka, dengan

petanda penari bersatu dengan memegang ayam tersebut menghadap

keatas yang dikarenakan ayamnya sudah terlihat tidak bertenaga lagi.

Denotasinya adalah simbolis ayam yang sekarat.

11) Ragam gerak Angngera Seha

Ragam gerak ini menunjukkan kelompok penyabung yang menang

meminta uang/barang yang ditaruhkan namun, ditolak oleh lawannya


56

sehingga menyebabkan pertikaian diantara kedua kelompok penyabung

tersebut.

Ragam ini penandanya menggambarkan salah satu penari

mengulurkan tangannya kepenari atau pesabung lawannya dengan

petanda penari yang mengulurkan tangannya tersebut meminta barang

taruhan. Denotasinya yaitu meminta barang taruhan.

12) Ragam gerak A’laga

Konflik diantara kedua pemimpin atau Raja tersebut tak kunjung

terselesaikan, kelompok pemenang merasa dicurangi ia kemudian

menantang lawannya untuk saling beadu ketangkasan. Akhirnya

terjadilah pertarungan fisik diantara kedua penyabung, serta para

pengikut mereka juga memberikan dukungan kepada pemimpinnya.

Kelompok yanga curang akhirnya kalah dan Karaeng Kajanglah

pemenangnya. Ragam ini yang merupakan klimaks dari pertunjukan tari

Pa’bitte Passapu.

Pada ragam ini penandanya yaitu salah satu penari yang dimintai

barang taruhan sebelumnya mengeluarkan keris dengan gerakan seperti

menodongkan ke arah lawannya dengan petanda penari atau pesabung

yang menang tersebut tidak terima dan langsung melakukan

perkelahian. Denotasinya yaitu pertarungan fisik yang merupakan

puncak atau klimaks dari ragam ini.


57

4. Makna Denotasi Kostum Tari Pa’bitte Passapu

1) Passapu

Passapu merupakan salah satu kostum dari tari Pa’bitte Passapu

yang dikenakan diatas kepala sebagai penutup kepala penari. Makna

denotasinya yaitu sebagai jengger seperti rambut diatas kepala ayam yang

berwarna merah, juga dari segi bentuk dan warnanya sangat berbeda dengan

Patonro yang dari makassar, warna hitam ini melambangkan kedalaman

ilmu dari seseorang serta Passapu ini memiliki berbagai macam bentuk

tergantung dari jabatan maupun tinggi rendahnya ilmu seseorang di dalam

Kawasan masyarakat Kajang Adat tersebut.

2) Baju Pokko

Baju Pokko merupakan kostum yang biasa dikenakan penari

Pa’bitte Passapu, makna denotasinya yaitu melambangkan kesederhanaan.

Baju pokko seperti baju masyarakat Kajang Adat pada umumnyaa terkhusus

laki-laki tetapi memiliki kain yang lebih tebal dan licin dengan lengan

panjang maupun pendek yang berwarna hitam serta makna dari warna

tersebut selain dari simbol kedalaman ilmu juga sebagai bentuk kesadaran

diri seseorang untuk selalu merasa rendah diri.

3) Tope Le’leng (sarung hitam)

Tope Le’leng atau sarung hitam juga merupakan salah satu dari

kostum tari Pa’bitte Passapu yang memiliki makna (denotasi) bagi orang

Kajang yaitu sebuah kain yang wajib dan begitu penting dalam kehidupan

sehari-hari mereka, karena tope ini digunakan untuk kesehariannya serta


58

dibuat atau ditenun sendiri oleh perempuan Kajang dan masih menggunakan

alat tenun tradisional. Tope le’leng juga menjadi salah satu ikon atau ciri

khas oleh-oleh dari daerah Kajang Adat.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan yang sudah disampaikan pada bab

sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam pembahasan tersebut

ialah sebagai berikut:

1. Semiotika menurut teori Roland Barthes dikenal dengan Two Order of

Signification yaitu mencakup makna denotasi merupakan penandaan yang

menjelaskan hubungan antara penanda dengan petanda yang menghasilkan

makna langsung, pasti atau makna umum yang mutlak dipahami oleh banyak

orang. Sedangkan, konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk

menunjukkan signifikasi tahap kedua. Konotasi makna yang menggambarkan

interaksi yang terjadi ketika suatu tanda bertemu dengan perasaan emosional

dari pembaca. Denotasi adalah hubungan yang digunakan di dalam tingkat

pertama dalam sebuah kata yang secara bebas memegang peran penting di

dalam ujaran. Makna denotasi bersifat langsung, yaitu makna khusus yang

terdapat dalam sebuah tanda, dan pada intinya dapat disebut sebagai gambaran

sebuah pertanda.

2. Gerakan dalam tari Pa’bitte Passapu memiliki arti di setiap ragamnya, pada

penelitian ini penulis menjelaskan tentang (denotasi) dari setiap ragam gerak

tari Pa’bitte Passapu tersebut melalui teori semiotika Roland Barthes. Tari

Pa’bitte Passapu memiliki kostum yang sangat simpel dan sederhana,

kostumnya ini sama seperti pakaian masyarkat Kajang Adat pada umumnya

59
60

yang disimbolkan sebagai kesamaan, kesederhanaan, kesamarataan dan lain-

lain. Pada pembahasan ini penulis mendeskripsikan makna kostum tari Pa’bitte

Passapu melalui teori Roland Barthes terkhususnya secara denotasi.

B. Saran

Sejalan dengan fokus permasalahan penelitian, maka sebagai akhir tulisan ini

disarankan beberapa hal, berikut ini:

1. Mengingat keterbatasan penelitian ini, maka disarankan perlunya penelitian

lanjutan yang secara mendalam, meliputi hal-hal terkait dengan usaha

pelestarian dan pengembangan kesenian tari Pa’bitte Passapu.

2. Perlunya apresiasi lebih terhadap kesenian tari Pa’bitte Passapu kepada

masyarakat agar eksistensi kesenian rakyat tetap terjaga dan sebagai hasil

budaya yang dipelihara.

3. Diharapkan kepada Pemerintah Kabupaten Bulukumba agar mengenalkan

budaya dan kesenian tari Pa’bitte Passapu kepada masyarakat luar sebagai

wujud kebudayaan daerah yang masih ada dan masih terjaga sampai

sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

A. Sumber Tercetak
Dian, S., Veronica, E.I. 2012. Bentuk Penyajian Tari Ledhek Barangan Di
Kabupaten Blora. Jurnal Seni Tari, 1(1), 4.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jst
Hasanuddin., Umar, F, A., Asfriyanto. (2005). Spektrum Sejarah Budaya dan
Tradis Bulukumba. Makassar: Hasanuddin University Press.
Indriawati., Rahma, M., Ihsan, A., Nilai Estetis Tari Pa’bitte Passapu’ di Desa
Tana Toa Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba. Diakses pada 20
Maret 2022. http://eprints.unm.ac.id/19215/1/JURNAL.pdf
Kahar, Jusriadi. 2019. “Eksistensi Tari Pa’bitte Passapu Di Kecamatan Kajang
Kabupaten Bulukumba”. Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Seni Dan
Desain. Makassar: Universitas Negeri Makassar.
Najamuddin, Munasiah. (1983). Tari Tradisional Sulawesi Selatan. Ujung
Pandang: Bhakti Centra Baru.
Nugraheni., Y., E., Wayhyudi., D. (2013). Pengetahuan Tari. Banjarmasin: P3AI
Universitas Lambung Mangkurat.
Sahid, Nur. (2016). Semiotika untuk Teater, Tari, Wayang Purwa, dan Film.
Yogyakarta: Gigih Pustaka Mandiri.
Sahid, Nur. (2019). Semiotika untuk Teater, Tari, Film dan Wayang Purwa.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setyobudi., Munsi, F. M., Setianingsih, P. D., Sugiyanto. (2007). Seni Budaya SMP
Jilid 2 Untuk Kelas VIII. Gelora Aksara Pratama: Erlangga.
……….(2004). Kesenian SMP Jilid 1 Untuk Kelas VII. Gelora Aksara Pratama:
Erlangga.
Wahyudiyanto. (2008). Pengetahuan Tari. Surakarta: ISI Press Solo.
B. Sumber Tidak Tercetak

Mayrita, H. 2016. Analisis Pemaknaan “Tari Gending Sriwijaya” Sebagai Unsur


Kebudayaan Mayarakat Sumatera Selatan Melalui Kajian Semiotika.
Diakses pada 20 Maret 2022.
http://eprints.binadarma.ac.id/2754/1/ANALISIS%20PEMAKNAAN%20
TARI%GENDING%20%28LOMBOK%202013%29.pdf
Oktaviani, T.R. 2016. Tari Pabbitte Passapu pada Upacara Tradisi Perkawinan di
Suku Kajang Dalam. Pantun Jurnal Ilmiah Seni Budaya, 1(1), 59.
https://jurnal.isbi.ac.id/index.php/pantun/article/download/745/447

61
62

Rahma, M. 2019. Makna Simbolik Tari Pabitte Passapu Pada Upacara Pernikahan
di Kecamatan Kajang. Diakses pada 20 Maret 2022.
https://ojs.unm.ac.id/semnasslemlit/article/viewFile/1139/6676
Raras Christian Martha. Mitos Gerwani, FIB UI, 2009. Diakses pada 20 Maret
2022. https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/127434-RB16R38m-
Mitos%20Gerwani-Analisis.pdf
Sahara, Shafira. 2018. “Analisis Semiotika Tarian Randai Minangkabau di Unit
Lembaga Kesenian Universitas Sumatera Utara”. Skripsi. Program Studi
Ilmu Komunikasi. Medan: Universitas Sumatera Utara.

C. Informan

1. Puto Mattang, 58 tahun, Petani, Kajang


2. Wahidin, 42 tahun, Kepala Sekolah, Desa Bontorannu kec. Kajang.
3. Jusriadi Kahar, S.Sn, 26 tahun, Wiraswasta, Kajang.
4. Fadil Jabul Reski, S.S, 23 tahun, Wiraswasta, Jl. Pelabuhan Kassi Kajang.
LAMPIRAN

63
64

Lampiran 1. Wawancara Bersama Narasumber


(Dokumentasi: Sri 20 Desember 2022)

Lampiran 2. Proses Wawancara Virtual


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)
65

Lampiran 3. Proses Wawancara Virtual


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)

Lampiran 4. Bersama Penari Pa’bitte Passapu


(Dokumentasi: Sri 5 Juli 2022)
66

Biodata Narasumber

Nama : Puto Mattang

Usia : 58 tahun

Alamat : Kajang

Pekerjaan : Petani
67

Nama : Wahidin

Usia : 42 tahun

Alamat : Desa Bontorannu, kec. Kajang

Pekerjaan : Kepala Sekolah dan Pembina Sanggar Seni Budaya Turiolo Kajang
68

Nama : Jusriadi Kahar, S.Sn

Usia : 26 tahun

Alamat : Kajang

Pekerjaan : Wiraswasta
69

Nama : Fadil Jabul Reski, S.S

Usia : 23 tahun

Alamat : Jl. Pelabuhan Kassi Kajang

Pekerjaan : Wiraswasta
70

SURAT-SURAT
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81

Riwayat Hidup

Nama lengkap Sri Sulastri Arif, akrab disapa Sri. Lahir di

Bulukumba pada tanggal 2 November 1999, anak bungsu

dari dua bersaudara. Lahir dari pasangan suami istri yang

bernama Murniati S.Pd.SD dan Muh. Arifuddin S.Pd.I.

Penulis menempuh pendidikan di mulai dari TK Aisyiyah Bustanul Athfal Barabba,

tamat pada tahun 2006. Kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri 32

Barabba, tamat pada tahun 2012. Ditahun yang sama penulis melanjutkan sekolah

di SMP Negeri 5 Bulukumba. Kemudian setelah tamat SMP pada tahun 2015

penulis melanjutkan sekolah di SMA Negeri 8 Model Bulukumba. Setelah

dinyatakan lulus pada tahun 2018, penulis melanjutkan pendidikan ke salah satu

perguruan tinggi yang ada di Makassar yaitu Universitas Negeri Makassar (UNM).

Anda mungkin juga menyukai