Anda di halaman 1dari 24

3

Bagaimana Mencegah
Peningkatan Ketimpangan
dalam Desa?

Dampak Undang-Undang
Desa terhadap Partisipasi,
Transparansi, dan
Akuntabilitas Desa
7
12
Kontribusi Perbaikan Jalan
EINRIP pada Penghidupan
dan Pembangunan Ekonomi
di Kabupaten Nagekeo dan
Kabupaten Bulukumba

15
Tantangan Kemiskinan di
Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan

21
Dari Kuantitas ke Kualitas:
Tantangan Ketenagakerjaan
pada Periode Kedua
Presiden Joko Widodo

Buletin SMERU No. 2/2019 1


The SMERU Research Institute

Pembaca yang budiman,


adalah sebuah lembaga penelitian
independen yang melakukan
penelitian dan pengkajian kebijakan
publik secara profesional dan
proaktif, serta menyediakan
informasi akurat, tepat waktu,
dengan analisis yang objektif
mengenai berbagai masalah Dalam edisi ini, Buletin SMERU menyajikan
sosial-ekonomi dan kemiskinan yang geliat pembangunan di perdesaan dan tantangan
dianggap mendesak dan penting bagi ketenagakerjaan di Indonesia. Artikel pertama
rakyat Indonesia. mengungkapkan bahwa keberhasilan pembangunan
dalam menurunkan tingkat kemiskinan cenderung diikuti
kenaikan tingkat ketimpangan. Persoalannya, makin tinggi tingkat
DEWAN REDAKSI ketimpangan, makin terbatas kesempatan kelompok miskin untuk
Widjajanti Isdijoso, Syaikhu Usman, mendapatkan manfaat pembangunan.
Nuning Akhmadi, Nina Toyamah,
Ana Rosidha Tamyis, Dyan Widyaningsih, Sayangnya, sebagaimana diungkap dalam kajian pada artikel kedua,
Mayang Rizky, Nila Warda, Palmira Permata pelaksanaan Undang-Undang Desa (UU Desa) ternyata lebih memperkuat
Bachtiar, Veto Tyas Indrio posisi pemerintah desa daripada posisi Badan Permusyawaratan Desa
sebagai saluran aspirasi warga. Secara umum, implementasi UU Desa
REDAKSI
membawa kemajuan bagi pembangunan desa. Namun, berbagai kegiatan
Hastuti, Liza Hadiz, Gunardi Handoko
pembangunan masih bersifat elitis dan didominasi laki-laki. Untuk itu,
PERANCANG GRAFIS baik artikel pertama maupun artikel kedua menyarankan agar dilakukan
Novita Maizir afirmasi khusus bagi kelompok marginal untuk aktif dalam berbagai proses
pembangunan.
STAF DISTRIBUSI
Hariyanti Sadaly Sementara itu, artikel ketiga melaporkan manfaat Proyek Perbaikan Jalan
Nasional Indonesia Bagian Timur dalam memperluas kesempatan produsen
FOTO SAMPUL di perdesaan untuk bertemu langsung dengan banyak konsumen dan
Gema Satria
pedagang. Selain itu, perbaikan jalan telah pula meningkatkan persaingan
di berbagai sektor kehidupan, terutama pertanian, perdagangan, dan
transportasi. Persaingan yang makin ketat itu secara umum berfungsi
Buletin SMERU diterbitkan untuk meningkatkan kesejahteraan produsen dan konsumen.
berbagi gagasan dan mengundang
diskusi mengenai isu-isu sosial, Kajian mengenai kemiskinan di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan
ekonomi, dan kemiskinan di Indonesia (artikel keempat) membeberkan adanya anomali perekonomian. Meskipun
dari berbagai sudut pandang. Produk Domestik Regional Brutonya tinggi dan angka pertumbuhan
Temuan, pandangan, dan interpretasi
ekonominya di atas rerata nasional, kabupaten ini menghadapi tingkat
yang dimuat dalam buletin SMERU
sepenuhnya di luar tanggung jawab kemiskinan yang tinggi. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi tersebut
badan penyandang dana SMERU. bersumber dari pabrik semen yang mempekerjakan tenaga berpendidikan
Silakan mengirim komentar Anda. Jika dan menggunakan teknologi tinggi. Karena kualitas tenaga kerja kelompok
Anda ingin terdaftar dalam mailing list menengah-bawah rendah, sentuhan pertumbuhan ekonomi kepada
kami, kunjungi situs web SMERU atau
mereka terbatas.
kirim surel Anda kepada kami.
Isu ketenagakerjaan ini secara khusus dibahas dalam artikel kelima oleh
penulis tamu, Zulfan Tadjoeddin. Penulis menyatakan bahwa penurunan
tingkat pengangguran merupakan indikator ketenagakerjaan dari
sisi kuantitas dan tidak mencerminkan kualitas. Kualitas tenaga kerja
ditentukan oleh, antara lain, banyaknya pekerja sektor formal. Penulis juga
mengingatkan bahwa membangun sumber daya manusia maju lebih sulit
Jl. Cikini Raya No. 10A, daripada menurunkan tingkat pengangguran.
Jakarta 10330 Indonesia Selamat membaca.
Phone: +6221-3193 6336;
Fax: +6221-3193 0850
e-mail: smeru@smeru.or.id;

Syaikhu Usman
website: www.smeru.or.id

Editor

2
Hafiz Arfyanto/SMERU
BAGAIMANA MENCEGAH PENINGKATAN
KETIMPANGAN DALAM DESA?1
D alam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat perdesaan, sejak lebih dari
sepuluh tahun lalu, pemerintah dan mitra-mitra
dilatarbelakangi oleh tren peningkatan ketimpangan
di perdesaan. Ketimpangan dapat menghambat
efektivitas program-program pembangunan
pembangunan Indonesia berupaya mendorong desa yang berbasis masyarakat dan ketepatan
berbagai program pembangunan dan pemberdayaan sasaran program bantuan sosial, terutama yang
masyarakat di tingkat desa. Dalam satu dekade didistribusikan oleh pemerintah desa.
terakhir, wilayah perdesaan di Indonesia makin
sejahtera–tingkat kemiskinan perdesaan menurun Dibutuhkan berbagai upaya untuk mengendalikan
dari 20,37% pada 2007 menjadi 13,47% pada ketimpangan di wilayah perdesaan agar dapat terjadi
2017. Namun, pada saat bersamaan masyarakat percepatan penurunan tingkat kemiskinan. Penelitian
perdesaan makin timpang–tingkat ketimpangan yang ini secara khusus bertujuan untuk mengidentifikasi
ditunjukkan dengan indeks Gini meningkat dari 0,30 faktor-faktor yang secara signifikan menjadi
menjadi 0,32. penyebab ketimpangan antarmasyarakat di dalam
desa-desa di wilayah perdesaan Indonesia.
Pada satu sisi, peningkatan ketimpangan dalam
proses pembangunan sulit dihindari. Di sisi lain, Metodologi penelitian
ketimpangan yang tinggi memperlemah kemampuan
menurunkan tingkat kemiskinan. Selama periode Studi ini menggunakan data sekunder yang
2007–2017, penurunan tingkat kemiskinan di mengobservasi 27.584 desa dan dianalisis dengan
perdesaan tidak sebesar di perkotaan atau di model first-difference. Faktor-faktor penentu
tingkat nasional. Banyak studi menunjukkan bahwa ketimpangan diukur melalui berbagai indikator yang
melambatnya penurunan angka kemiskinan menggambarkan kondisi modal penghidupan di desa

1
Artikel ini merupakan ringkasan dari kertas kerja berjudul “Bagaimana Mencegah Peningkatan Ketimpangan dalam Desa?” yang ditulis oleh Nila Warda, Elza Elmira,
Mayang Rizki,Rachma Indah Nurbani, Ridho Al Izzati (2019).

Buletin SMERU No. 2/2019 3


yang terdiri atas modal manusia, modal sosial, modal manfaat pembangunan ekonomi dapat dinikmati
keuangan, modal fisik, dan modal alam. Secara oleh semua lapisan masyarakat. Kecepatan
umum, modal penghidupan didefinisikan sebagai proses penyesuaian bergantung pada kecepatan
kesatuan sumber daya yang dapat digunakan oleh masyarakat, terutama kelompok kesejahteraan
masyarakat untuk mengontrol kehidupan mereka bawah, dalam mengakumulasi modal penghidupan
dan terlibat dalam hubungan sosial secara efektif dan keterlibatannya dalam proses pembangunan.
sehingga tujuan hidup mereka dapat tercapai.
Namun, hambatan struktural sering kali menjadi
Tingkat kesejahteraan desa juga dikontrol dengan penghalang masyarakat miskin dan rentan dalam
memasukkan variabel rerata konsumsi masyarakat proses akumulasi modal penghidupan. Persoalan
desa, Economic Diversity Index (EDI), dan proporsi inilah yang menghalangi kelompok tersebut untuk
rumah tangga yang dikepalai perempuan. Indikator- melakukan mobilitas sosial ke tingkat kesejahteraan
indikator tersebut dibentuk dari data Sensus yang lebih tinggi sehingga ketimpangan
Penduduk tahun 2000 dan tahun 2010 serta Potensi kesejahteraan pun tidak dapat dihindari. Hal tersebut
Desa tahun 2000 dan tahun 2011. Sementara itu, terefleksi dalam temuan studi, yakni hampir pada
indikator ketimpangan di tingkat desa bersumber semua kelompok sampel, tingginya proporsi
dari Peta Kemiskinan Indonesia tahun 2000 dan rumah tangga dikepalai perempuan–kondisi yang
Peta Kemiskinan dan Penghidupan Indonesia tahun menggambarkan banyaknya kelompok rentan di
2010. Analisis heterogenitas juga diterapkan untuk suatu desa–berkorelasi dengan tingkat ketimpangan
melihat variasi ketimpangan antarkelompok wilayah, yang lebih tinggi.
yaitu (i) antara Indonesia bagian barat dan Indonesia
bagian timur dan (ii) antara Jawa dan luar Jawa, serta Studi ini juga menemukan bahwa sebagian besar
antarpola penghidupan. indikator pembangunan ekonomi dan sosial
berkorelasi dengan tingkat ketimpangan yang
Pembangunan dan Ketimpangan lebih tinggi. Pertumbuhan ekonomi, beragamnya
sektor pekerjaan, keberadaan kompleks pertokoan,
Pada masa awal pembangunan, pertumbuhan perbaikan akses masyarakat terhadap air minum
ekonomi didukung hanya oleh kelompok masyarakat yang layak, pembangunan saluran irigasi, dan aksi
dengan modal penghidupan yang memadai kolektif masyarakat di desa merupakan indikator-
sehingga dibutuhkan waktu penyesuaian agar indikator yang secara signifikan berkorelasi dengan

Perbaikan akses
masyarakat terhadap
air minum yang layak
merupakan salah satu
Dinar Dwi Prasetyo/SMERU

indikator ekonomi dan


sosial yang secara
signifikan berkorelasi
dengan ketimpangan.

4
Gambar 1. Hasil estimasi tingkat ketimpangan dalam desa (seluruh sampel)

Sumber: Diolah oleh peneliti.


Keterangan: Variabel yang ditampilkan adalah yang signifikan pada 5% atau 1%.

ketimpangan yang lebih tinggi. Hanya empat dari Kesempatan yang lebih terbuka untuk bekerja
23 indikator berkorelasi dengan ketimpangan yang di sektor nonpertanian cenderung diakses oleh
lebih rendah, yaitu (i) akses rumah tangga terhadap kelompok kaya, sementara kelompok miskin hanya
listrik yang lebih baik, (ii) rasio fasilitas kesehatan mampu bertahan di sektor pertanian. Oleh karena itu,
terhadap jumlah penduduk yang lebih kecil, (iii) rerata desa dengan mata pencarian yang lebih beragam
lama sekolah masyarakat yang lebih tinggi, dan (iv) dan makin tidak bergantung pada sektor pertanian
keberadaan koperasi (Gambar 1). memiliki tingkat ketimpangan lebih tinggi.

Analisis lebih jauh mengungkap bahwa Studi ini juga mengungkap sisi gelap dari
pembangunan ekonomi inklusif berkaitan dengan modal sosial. Proses sosial yang cenderung
tingkat ketimpangan yang lebih rendah, seperti titik mempertahankan elite capture menghambat orang
temu antara kelompok rumah tangga yang berbeda miskin untuk aktif terlibat dalam berbagai aksi
dan akses mereka terhadap listrik dan titik temu kolektif di desa. Lebih dari satu dekade terakhir,
antara kelompok termiskin dan kelompok terkaya Indonesia banyak menerapkan model pemberdayaan
dalam hal rerata capaian sekolah. Sementara itu, masyarakat desa dengan pendekatan partisipatoris.
pembangunan ekonomi yang sulit diakses oleh Namun, pembangunan berbasis masyarakat justru
masyarakat miskin cenderung berkaitan dengan dapat memarginalkan kelompok miskin dan rentan
ketimpangan yang lebih tinggi. Dengan tingginya jika diterapkan dalam masyarakat dengan struktur
ketimpangan penguasaan lahan, misalnya, sosial yang hierarkis. Hal ini terjadi karena program
pembangunan sistem irigasi memberikan manfaat pembangunan yang diharapkan melibatkan seluruh
lebih besar kepada kelompok kaya yang memiliki komponen masyarakat pada kenyataannya hanya
lahan lebih luas. Oleh karena itu, desa yang memiliki dikontrol oleh elite. Akibatnya, hasil pembangunan
saluran irigasi teknis cenderung memiliki tingkat tidak dapat dinikmati secara merata oleh seluruh
ketimpangan lebih tinggi. lapisan warga desa.

Buletin SMERU No. 2/2019 5


Dengan adanya elite capture, masyarakat miskin Di sisi lain, studi ini membuktikan bahwa manfaat
mendapat manfaat yang terbatas dari pola pembangunan yang sampai pada masyarakat
pembangunan berbasis masyarakat. Dengan termiskin berkorelasi dengan ketimpangan yang
demikian, tidak mengherankan jika penelitian ini lebih rendah. Indikator-indikator yang menunjukkan
menemukan bahwa desa dengan modal sosial hal tersebut adalah akses rumah tangga yang
lebih kuat memiliki ketimpangan yang lebih tinggi lebih baik terhadap listrik, rasio fasilitas kesehatan
karena proses sosial di desa justru melanggengkan terhadap jumlah penduduk yang lebih baik, rerata
ketimpangan itu sendiri. lama sekolah penduduk yang lebih tinggi, dan
adanya koperasi yang aktif.
Temuan studi ini merefleksikan besarnya tantangan
yang dihadapi pengambil kebijakan dalam Pembangunan tidak bisa begitu saja mendorong
mengendalikan ketimpangan di dalam desa-desa masyarakat miskin untuk dapat menaiki tangga
di wilayah perdesaan Indonesia. Pembangunan kesejahteraan dan menciptakan pemerataan
ekonomi di desa tidak dapat secara otomatis kesejahteraan. Tanpa memprioritaskan
menanggulangi kemiskinan dan mencegah pembangunan kepada kelompok miskin dan rentan,
kelompok rentan untuk tidak terjatuh ke dalam pembangunan desa–di tengah struktur sosial yang
kemiskinan. hierarkis–hanya bermanfaat bagi sekelompok orang
yang sudah memiliki sumber daya komprehensif,
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan baik dalam hal pengetahuan, informasi, keuangan,
maupun jaringan sosial.
Sebagian besar indikator pembangunan ekonomi dan
sosial justru berkorelasi dengan tingkat ketimpangan Oleh karena itu, untuk mengendalikan ketimpangan
yang lebih tinggi. Tingkat kesejahteraan desa yang antarmasyarakat di dalam desa, kebijakan pertama
makin tinggi, ketersediaan sektor pekerjaan yang dan terpenting yang perlu diterapkan adalah
makin beragam, keberadaan kompleks pertokoan, memastikan pemerataan akses terhadap layanan
perbaikan akses terhadap air minum layak, dan dasar dan kesempatan untuk mendapatkan manfaat
pembangunan saluran irigasi–terutama di wilayah dari pembangunan. Kedua, program-program
Indonesia bagian timur dan luar Jawa–merupakan pembangunan desa perlu memperhitungan proses
indikator-indikator yang secara signifikan berkorelasi dan struktur sosial yang ada di desa. Proses dan
dengan ketimpangan yang lebih tinggi. struktur sosial di desa hendaklah dibangun untuk
memberi ruang seluas mungkin bagi kelompok
Dengan kata lain, ketimpangan yang tinggi lebih termiskin untuk secara aktif terlibat dalam kegiatan
banyak dialami oleh desa yang lebih maju secara kemasyarakatan. Seyogyanya, kelompok termiskin
ekonomi. Hal ini sangat mungkin disebabkan mendapatkan manfaat terbesar dari setiap program
oleh ketimpangan akses terhadap kesempatan pembangunan desa berbasis masyarakat. n
mengembangkan modal penghidupan antara
kelompok termiskin dan terkaya. Kondisi ini
ditunjukkan pula oleh indikator aksi kolektif
masyarakat yang justru berkorelasi dengan
Pembangunan ekonomi di
ketimpangan yang lebih tinggi. Struktur sosial yang
hierarkis menghambat kelompok termiskin untuk desa tidak dapat secara
secara aktif terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan otomatis menanggulangi
dan ikut merasakan manfaat pembangunan berbasis
masyarakat yang diterapkan melalui kelembagaan
kemiskinan dan mencegah
aksi kolektif di desa. kelompok rentan untuk
tidak terjatuh ke dalam
kemiskinan.

6
SMERU
DAMPAK UNDANG-UNDANG DESA
TERHADAP PARTISIPASI, TRANSPARANSI, DAN
AKUNTABILITAS DESA1

S
elama tiga setengah tahun, antara 2015 c) Sejauh mana penerapan prinsip tata kelola itu
dan 2018, SMERU melakukan pemantauan membuat pemerintah desa (pemdes) lebih
mengenai pelaksanaan Undang-Undang responsif dalam mengalokasikan sumber daya
(UU) Desa No. 6 Tahun 2014 di sepuluh desa di lima untuk memenuhi kebutuhan prioritas warganya?
kabupaten, yakni Ngada (NTT), Wonogiri (Jawa
Tengah), Banyumas (Jawa Tengah), Batanghari, Studi ini menggunakan metodologi kualitatif. Meski
(Jambi), dan Merangin (Jambi). Studi ini diawali sepuluh desa sampel tidak dapat mewakili kondisi
dengan studi baseline pada 2015 dan sebagai seluruh desa di Indonesia, pemilihannya telah
akhir dari rangkaian kegiatan penelitian, SMERU mempertimbangkan keragamanan perdesaan,
melakukan studi endline dengan tujuan menjawab seperti sumber daya alam, sumber daya manusia,
pertanyaan-pertanyaan berikut. daerah Jawa dan luar Jawa, serta kelembagaan lokal.

Pengumpulan data dilakukan melalui diskusi


a) Sejauh mana keberadaan dan peran institusi
kelompok terfokus, wawancara mendalam, dan
lokal, seperti dan Badan Permusyawaratan Desa
observasi. Penggalian informasi dilakukan terhadap
(BPD) dan/atau lembaga adat dan aktivis desa
informan dan responden di tingkat desa, kecamatan,
berkontribusi dalam pelaksanaan UU Desa?
dan kabupaten. Laporan ini juga menggunakan data
b) Sejauh mana desa menerapkan prinsip tata kelola, pemantauan yang dikumpulkan oleh pemantau
yaitu partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas? lapangan dari berbagai tingkatan selama masa studi.

1
Tulisan ini adalah ringkasan laporan “Studi Implementasi Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa – Laporan Endline” (draf, Mei 2019) yang ditulis oleh Palmira
Permata Bactiar, Asep Kurniawan, Gema Satria Mayang Sedyadi, Rendy Adriyan Diningrat, dan Ruhmaniati.

Buletin SMERU No. 2/2019 7


Tabel 1. Proporsi Peserta Laki-Laki dan Perempuan dalam Musyawarah Perencanaan
di Tingkat Desa Saat Baseline (TA 2016) dan Endline (TA 2018)
Ngada Banyumas Wonogiri Batanghari Merangin
Rata-rata
NDO LKS KYM DLG KLK BRL KSB TBJ JRJ SSB
Laki-laki
• Baseline 92,0 65,0 83,1* 82,4* 90,0 85,4 63,6 76,0 94,6 93,3 82,5**
• Endline 75,6 76,9 80,0 88,3 81,5 83,3 68,6* 68,9 85,7 90,6 81,2**
Perempuan
• Baseline 8,0 35,0 16,9* 17,6* 10,0 14,6 36,4 24,0 5,4 6,7 17,5**
• Endline 24,4 23,1 20,0 11,7 18,5 16,7 31,4* 31,1 14,3 9,4 18,8**

Sumber: pemantauan lapangan dan berita acara kegiatan musrenbangdes di tiap desa.
Keterangan: *) angka TA 2017.
**) Kecuali Desa Karya Mukti dan Desa Deling di Banyumas pada baseline dan Desa Kelok Sungai Besar di
Batanghari pada endline.

Temuan Studi pengambilan keputusan strategis di desa. Namun,


sejauh ini musdes belum banyak dimanfaatkan
Pengaturan Hubungan Kelembagaan di Desa sesuai dengan kedudukannya itu, terutama oleh
BPD yang menurut UU Desa No. 6/2014 memiliki
Fungsi pemdes dan BPD tidak seimbang. Struktur kewenangan sebagai penyelenggara.
dan fungsi penyelenggaraan demokrasi terdiri atas
(i) pemdes, (ii) BPD, (iii) lembaga kemasyarakatan Kapasitas pemdes meningkat. Hal ini tampak
desa (LKD), dan (iv) musyawarah desa (musdes). nyata dalam pengelolaan urusan publik di desa
Dalam konteks desa, lembaga yang menjalankan sejak pelaksanaan UU Desa. Indikasinya, pertama,
pemerintahan adalah pemdes, sedangkan lembaga peningkatan jumlah perangkat desa di hampir
yang menjalankan pengawasan, representasi semua desa studi. Kedua, peningkatan kualitas
aspirasi, dan legislasi adalah BPD. Namun, posisi perangkat desa dilakukan melalui rekrutmen dengan
kedua lembaga tersebut belum seimbang karena syarat pendidikan setingkat sekolah menengah
hal-hal berikut ini. Pertama, kepala desa (kades) atas dan adanya pembinaan dan pendampingan
tidak diwajibkan menyampaikan laporan akhir masa oleh pendamping desa (PD) dan pendamping lokal
jabatan kepada BPD. Kedua, tidak ada aturan yang desa (PLD). Ketiga, peningkatan penghasilan dan
mengikat pemdes untuk mengakomodasi pendapat tunjangan perangkat desa.
serta permintaan dan/atau rekomendasi yang
disampaikan BPD. Ketiga, BPD tidak memiliki hak BPD cenderung pasif. Sikap BPD masih sama
untuk memberi sanksi kepada pemdes. seperti saat studi baseline. Warga desa lebih suka
menyalurkan aspirasinya melalui kepala dusun
Pemdes memiliki posisi kuat. Hal ini tampak (kadus) yang dianggap lebih penting dan dekat
dalam hubungan pemdes dengan LKD. Regulasi dengan warga. Selain itu, fungsi BPD sebagai saluran
turunan UU Desa cenderung menempatkan aspirasi lemah karena warga tidak mengenal anggota
LKD sebagai sarana mobilisasi warga untuk BPD. Umumnya, warga hanya mengenal ketuanya
melaksanakan kegiatan pemdes, bukan sebagai saja. Pelaksanaan fungsi dan tugas BPD masih lemah.
pemberdaya masyarakat desa. Lemahnya peran Pertama, di mayoritas desa belum ada pelatihan
BPD dan LKD sebenarnya bisa dikompensasi untuk anggota BPD. Kedua, tunjangan bagi anggota
dengan mengoptimalkan fungsi musdes. Semua BPD terbatas, terutama di Kabupaten Wonogiri dan
regulasi teknis mengenai pelaksanaan kewenangan Kabupaten Banyumas.
desa telah mengatur perlunya musdes dalam

8
LKD dan aktivis desa pada umumnya bekerja seperti terlambatnya informasi mengenai pagu
secara mekanistik. Mereka hanya melaksanakan indikatif Dana Desa (DD). Peraturan yang sering
kegiatan rutin dan belum meningkatkan kesadaran berubah dan terlambat terbit adalah mengenai
dan keberdayaan masyarakat. Implikasinya adalah prioritas penggunaan DD yang diamanatkan oleh
program kerja LKD sering disusun mengikuti Peraturan Pemerintah (PP) No. 60/2014 sebagaimana
anggaran yang dialokasikan pemdes, bukan diubah dengan PP No. 22/2015 dan PP No. 8/2016
sebaliknya. Selain itu, keaktifan LKD tergantung pada tentang DD yang sumbernya APBN.
kepemimpinan ketuanya.
Prosedur administrasi mendominasi tata kelola
Pengaturan Desa oleh Supradesa pemerintahan. Prosedur yang dimaksud adalah
kelengkapan dokumen, seperti berbagai laporan
Selama pelaksanaan UU Desa, banyak aturan pertanggungjawaban kegiatan dan keputusan kades.
yang terbit dan tumpang tindih. Sebagai contoh, Dominannya prosedur administrasi berpotensi
aturan mengenai kewenangan desa yang dibuat menggeser peran tata kelola dari alat menjadi tujuan.
oleh Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tingginya beban administrasi dalam pelaksanaan UU
Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Desa sebenarnya merupakan penyakit birokrasi yang
dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus dipotong. Selain itu, kelengkapan dokumen
menimbulkan kebingungan di daerah. Tipologi desa, tidak menjamin penerapan prinsip tata kelola yang
misalnya, ada dua versi. Kemendagri menggunakan berkualitas.
tiga tipologi desa dalam mengatur struktur organisasi
dan tata kerja pemdes, yaitu swadaya, swakarya, Perubahan dalam Partisipasi, Transparansi,
dan swasembada. Sementara itu, Kemendes dan Akuntabilitas
PDTT menggunakan lima tipologi dari indeks desa
membangun, yaitu sangat tertinggal, tertinggal, Partisipasi secara kuantitas meningkat, tetapi belum
berkembang, maju, dan mandiri. Selain itu, peraturan inklusif. Dibandingkan ketika awal pelaksanaan
yang terlambat terbit menambah beban kerja desa, UU Desa, jumlah partisipasi warga meningkat,

Musyawarah umumnya
dihadiri oleh elite desa
dan kelompok laki-laki,
Akhmad Fadli/SMERU

baik di desa maupun


subdesa.

Buletin SMERU No. 2/2019 9


terutama kehadiran warga dalam musyawarah bedah Rencana Anggaran Biaya (RAB) melalui forum
perencanaan tingkat desa (musrenbangdes). Namun, pertemuan rutin warga untuk memberi penjelasan
secara kualitas, pelaksanaan musyawarah belum dan membuka ruang tanya-jawab.
mencerminkan inklusifitas. Pertama, musyawarah
umumnya dihadiri oleh elite desa dan kelompok laki- Akuntabilitas meningkat dengan prosedur tata
laki, baik di desa maupun subdesa. Kedua, proses kelola desa yang makin ketat. Pengawasan oleh
deliberasi selama musyawarah di hampir semua pihak luar makin intensif untuk menghindarkan desa
desa studi belum memberikan ruang memadai bagi dari penyalahgunaan keuangan. Selain akuntabilitas
warga marginal. Ketiga, di semua desa, unsur yang ke atas, ke bawah pun menunjukkan perbaikan
hadir menyiapkan diri dengan usulan sesuai dengan dibandingkan saat studi baseline. Sayangnya,
kepentingan warga/kelompok yang diwakilinya. sebagian besar pertanggungjawaban kepada
Hanya kadus dan ketua RT/RW sebagai perwakilan masyarakat hanya disampaikan dalam bentuk
wilayah yang siap dengan usulan. Namun, sebagian laporan tertulis. Sementara itu, proses pengawasan
besar usulan mereka cenderung berfokus pada yang melibatkan masyarakat terbatas, padahal
pembangunan fisik. pengawasan oleh masyarakat merupakan bentuk
akuntabilitas paling efektif.
Sepanjang pelaksanaan UU Desa, desa makin
transparan. Transparansi itu tampak dari adanya Belanja desa belum secara afirmatif tertuju pada
baliho-baliho APB Desa. Namun, warga belum kelompok miskin. Pelaksanaan UU Desa belum
memberikan respons berarti. Hal ini disebabkan oleh mendukung tujuannya untuk mengurangi kemiskinan
jenis informasi dan cara penyampaian yang belum (Pasal 78). Ada tiga hal yang menghalangi desa
sesuai dengan kebutuhan warga. Contoh praktik membuat kebijakan afirmatif. Pertama, urusan
baik transparansi lainnya adalah penyelenggaran yang berkaitan dengan kelompok miskin dianggap
Nuzul Iskandar/SMERU

Secara kualitas, pelaksanaan musyawarah belum mencerminkan inklusifitas.

10
merupakan domain Dinas Sosial/bantuan sosial. musyawarah dan memastikan semua orang,
Kedua, pemdes tidak terbiasa mengidentifikasi dan terutama warga marginal, berpartisipasi dalam
menyimpan data penduduk berdasarkan tingkat proses penggambilan keputusan; dan (iii) forum
kesejahteraan. Pemdes menganggap tingkat musyawarah di tingkat subdesa (RT, RW, dan dusun),
kesejahteraan masyarakat di desanya relatif merata. baik formal maupun nonformal, perlu diperbanyak
Ketiga, pemdes disibukkan oleh urusan administrasi untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat,
sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk terutama warga marginal.
memikirkan upaya penanggulangan kemiskinan.
Ketiga, pemerintah supradesa perlu menghindari
Kesimpulan dan Rekomendasi peraturan yang berubah-ubah dan terbit terlambat.
Situasi ini mengganggu pembangunan desa. Pada
Secara umum, pelaksanaan UU Desa telah saat yang sama, pemerintah supradesa juga perlu
membawa perubahan positif bagi desa. Fungsi mengarahkan pemdes untuk mengembalikan
pemerintahan dan pelayanan publik makin pelaksanaan UU Desa ke tujuan utamanya, yaitu
baik dengan meningkatnya kapasitas pemdes. penanggulangan kemiskinan.
Sayangnya, peningkatan kapasitas pemdes belum
diikuti oleh peningkatan kapasitas BPD dan LKD. Pada masa mendatang, pendampingan oleh PD/
Akibatnya, sistem pengawasan dan keseimbangan PLD perlu ditujukan pada pemberdayaan. Alih-
belum berjalan baik. Tata kelola desa juga lebih baik alih berfokus pada membantu pemdes dalam
dengan diterapkannya prinsip-prinsip partisipasi, urusan administrasi, pendampingan oleh PD/PLD
transparansi, dan akuntabilitas. Meskipun demikian, perlu digeser (i) dari urusan administrasi ke urusan
kualitas penerapan prinsip-prinsip tersebut masih pemberdayaan masyarakat; (ii) dari pemdes ke BPD,
perlu ditingkatkan, seperti dalam beberapa hal LKD, dan KPMD; (iii) dari desa ke subdesa; dan (iv) dari
berikut ini. forum formal ke forum informal. Dengan perannya ini,
PD/PLD dapat membantu desa mewujudkan tujuan
Pertama, dalam hal kelembagaan, desa pelaksanaan UU Desa, yaitu masyarakat yang maju,
harus memperbaiki sistem pengawasan dan mandiri, dan demokratis. n
keseimbangan. Hal ini menuntut peningkatan
kapasitas semua anggota BPD dan peningkatan
tunjangan dan biaya operasionalnya. Kemendagri
perlu memastikan bahwa semua kabupaten sudah
menerbitkan peraturan desa (perda) dan peraturan
bupati (perbup) tentang BPD. Kemendagri juga perlu
menyusun aturan yang mewajibkan pemdes untuk Pemerintah
menindaklanjuti hasil pengawasan BPD. Selain BPD,
LKD juga perlu berkontribusi dalam menghidupkan
supradesa juga perlu
sistem pengawasan dan keseimbangan di mengarahkan pemdes
desa. Permendagri No. 18/2018 perlu direvisi
untuk memperkuat kedudukan dan fungsi LKD. untuk mengembalikan
Mekanisme pembentukan LKD perlu diubah
untuk memungkinkannya dibentuk atas prakarsa
pelaksanaan UU Desa
masyarakat dan/atau pemdes. ke tujuan utamanya,
Kedua, sejumlah perbaikan diperlukan untuk yaitu penanggulangan
menjamin musyawarah yang berkualitas. Perbaikan
ini mencakup (i) musdes sebagai forum pembuatan kemiskinan.
keputusan strategis perlu disosialisasikan di antara
lembaga-lembaga di desa; (ii) pemdes, BPD, LKD,
dan PD perlu dilatih untuk menjadi fasilitator

Buletin SMERU No. 2/2019 11


SMERU
KONTRIBUSI PERBAIKAN JALAN EINRIP PADA
PENGHIDUPAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI DI
KABUPATEN NAGEKEO DAN KABUPATEN BULUKUMBA1
Tentang Studi baseline dan hasil studi endline. Setelah itu, SMERU
melakukan dua studi lanjutan di Nusa Tenggara Barat
Selama 2007 hingga 2015, pemerintah Indonesia dan Kalimantan Selatan pada 2017 serta di Nusa
bekerja sama dengan pemerintah Australia telah Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan pada 2018.
melaksanakan Proyek Perbaikan Jalan Nasional
Indonesia Bagian Timur (EINRIP). Proyek ini bertujuan Studi pada 2018 secara khusus melihat bagaimana
memperbaiki jaringan jalan nasional sehingga dapat dan sejauh mana perbaikan jalan nasional proyek
memberikan standar pelayanan dan keterjangkauan EINRIP berdampak pada peningkatan pendapatan
yang memadai serta dapat mendukung masyarakat desa dan pembangunan ekonomi
pembangunan ekonomi lokal dan regional. Proyek (Gambar 1). Analisis dampak tersebut dilakukan
tersebut dilaksanakan di sembilan provinsi, yakni dengan melihat perubahan yang terjadi pada
Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Bali, Sulawesi berbagai sektor penghidupan masyarakat desa
Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi dan pada faktor yang menunjang pembangunan
Tenggara, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara ekonomi. Studi ini menggunakan pendekatan
Timur. kualitatif dengan mengumpulkan informasi melalui
wawancara mendalam dan diskusi kelompok
Dalam kerangka pemantauan dampak proyek, terfokus. Desa yang menjadi sampel studi adalah
SMERU telah melakukan studi longitudinal Desa Woedoa di Kabupaten Nagekeo (Nusa
sepanjang 2008–2018 untuk memantau perubahan Tenggara Timur) dan Desa Bulo-Bulo di Kabupaten
sosial-ekonomi yang dialami penduduk di empat Bulukumba (Sulawesi Selatan).
jalan EINRIP dengan membandingkan hasil studi

1
Tulisan ini merupakan ringkasan dari laporan penelitian berjudul “EINRIP Monitoring & Evaluation Post-Improvement Qualitative Social Research: Monitoring Report
2018” (akan diterbitkan) yang disusun oleh Dinar Dwi Prasetyo, Dyan Widyaningsih, Rezanti Putri Pramana, dan Steve Christiantara.

12
Kontribusi Perbaikan Jalan EINRIP terbukanya akses terhadap pasar yang juga lebih
beragam. Kedua hal ini merupakan hasil dari
Dalam sepuluh tahun terakhir, struktur ekonomi perbaikan jalan. Demikian pula bagi penduduk
Kabupaten Nagekeo dan Kabupaten Bulukumba desa di Kabupaten Nagekeo, mereka mengalami
mengalami perubahan. Kontribusi sektor pertanian peningkatan pendapatan dari sektor pertanian
yang merupakan penyumbang terbesar PDRB dan perkebunan karena terbukanya akses petani
secara perlahan mulai menurun bersamaan kepada pedagang menengah dan pedagang
dengan meningkatnya kontribusi sektor lain seperti lainnya dari luar desa dengan harga yang lebih
perdagangan dan jasa serta konstruksi. Di Kabupaten baik.2 Pilihan pola penjualan yang lebih banyak
Nagekeo khususnya, meski sektor pertanian seiring terbukanya akses terhadap pasar yang
merupakan penyumbang terbesar pendapatan lebih beragam, telah mendorong persaingan
daerah, sektor tersebut mengalami kesulitan untuk harga yang menguntungkan bagi produsen dan
berkembang. Perbaikan jalan nasional memainkan konsumen di kedua kabupaten.
peran penting dalam perubahan ini, termasuk
perubahan pada aspek penghidupan masyarakat, b) Ramainya lalu lintas setelah perbaikan jalan
melalui beberapa faktor berikut. nasional–meski bukan satu-satunya pendorong–
merupakan faktor yang memengaruhi
a) Berkurangnya waktu perjalanan dan beragamnya pertumbuhan usaha di sepanjang jalan tersebut.
pilihan transportasi telah memungkinkan Dalam sepuluh tahun terakhir, sektor transportasi
pengguna jalan memiliki akses terhadap pasar darat di Kabupaten Nagekeo telah berkembang
yang lebih luas dan harga yang kompetitif pesat dengan meningkatnya jumlah angkutan
sehingga mengalami peningkatan pendapatan. penumpang dan barang. Di kabupaten ini,
Di Kabupaten Bulukumba, perluasan pasar peningkatan jumlah pembeli dan penjual–
untuk produk pertanian dan peternakan terjadi termasuk dari luar kabupaten–di pasar mingguan
melalui pola penjualan yang lebih beragam. Pola merupakan dampak dari mudahnya akses
penjualan ini bertambah banyak seiring dengan terhadap pasar lokal. Berbagai usaha kecil juga

Gambar 1. Dampak perbaikan jalan nasional dalam proyek EINRIP pada peningkatan pendapatan masyarakat
desa dan pembangunan ekonomi

1
Khusus bagi komoditas ekspor, kekuatan pasar luar negeri dalam menentukan harga komoditas di pasar internasional turut memengaruhi pendapatan petani seiring
kenaikan harga beberapa komoditas ekspor. Di Kabupaten Bulukumba, misalnya, peningkatan harga cengkih antara 2014 dan 2017 telah menaikkan pendapatan
banyak petani. Contoh lainnya, naiknya harga kemiri dan kacang mete telah meningkatkan pendapatan petani di Kabupaten Nagekeo.

Buletin SMERU No. 2/2019 13


dapat ditemui di sepanjang jalan nasional yang c) Faktor terakhir adalah kebijakan dan dukungan
melintasi desa. Jalan yang ramai dilalui kendaraan pemerintah untuk terus meningkatkan program
menjadi pendorong munculnya usaha-usaha pembangunan, khususnya di bidang pertanian,
ini. Warung-warung di pinggir jalan nasional pendidikan, dan kesehatan. Dengan adanya
mengalami peningkatan aktivitas ekonomi karena perbaikan jalan nasional, program-program
mudah diakses oleh penduduk desa dan orang pemerintah dapat lebih mudah menjangkau dan
yang melewati jalan tersebut. dijangkau masyarakat serta tiba lebih tepat waktu.
Penyuluh lapangan telah melaporkan bahwa
Di Kabupaten Nagekeo, pertumbuhan ekonomi
kegiatan pemantauan dan penyuluhan dapat
sebagai dampak perbaikan jalan lebih banyak
dilakukan dengan lebih intensif setelah perbaikan
terjadi di perdesaan. Jalan nasional yang
jalan nasional. Bantuan pemerintah di bidang
menghubungkan kabupaten tersebut dengan
pendidikan dan kesehatan juga lebih mudah
daerah sekitar, seperti Kabupaten Ende dan
diakses masyarakat.
Kabupaten Bajawa, tidak melewati pusat kota.
Oleh karena itu, pengaruh perbaikan jalan
nasional terhadap pertumbuhan ekonomi di pusat Penutup
kota Kabupaten Nagekeo tidak begitu besar.
Lebih jauh, temuan studi ini menunjukkan bahwa ada
Sementara itu, keterbukaan akses pada faktor baru yang dapat menyumbang pada perbaikan
Kabupaten Bulukumba telah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yaitu persaingan dan
aktivitas ekonomi di kabupaten ini, termasuk kenyamanan perjalanan. Kompetisi yang muncul
meningkatnya distribusi barang dari Kota sebagai dampak perbaikan jalan telah meningkat di
Makassar. Pada 2014–2017, investasi swasta semua sektor, terutama pertanian dan transportasi
di sektor perdagangan dan jasa seperti hotel, darat. Kompetisi ini cenderung merugikan pengusaha
stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), toko lama yang berkurang pendapatannya seiring
serba ada (toserba) mini, dan lembaga keuangan dengan munculnya pemain baru. Akan tetapi, hal
tumbuh pesat dan membuka kesempatan kerja ini dapat bermanfaat bagi perbaikan kesejahteraan
baru. Faktor lain yang memicu pertumbuhan konsumen. Di samping itu, kenyamanan perjalanan
sektor jasa di Kabupaten Bulukumba adalah dapat menjaga kualitas komoditas yang diangkut dan
pesatnya pertumbuhan pariwisata selama meningkatkan kepuasan pengguna jalan. n
2013–2017 seiring dengan kebijakan pemerintah
kabupaten untuk mengembangkan potensi
pariwisatanya. Selain itu, pemerintah daerah Dengan adanya perbaikan
mendukung pengembangan infrastruktur dan
mempermudah penerbitan izin usaha. Di sisi jalan nasional, program-
lain, peningkatan jumlah kepemilikan kendaraan program pemerintah dapat
pribadi mengakibatkan penurunan secara
perlahan kontribusi sektor transportasi darat lebih mudah menjangkau
terhadap produk domestik regional bruto (PDRB)
dan dijangkau masyarakat
kabupaten ini.
Namun, sektor industri, baik di Kabupaten
serta tiba lebih tepat waktu.
Nagekeo maupun Kabupaten Bulukumba, tidak Penyuluh lapangan telah
turut berkembang pesat setelah perbaikan jalan.
Selain karena investasi pemerintah Kabupaten melaporkan bahwa kegiatan
Nagekeo pada sektor ini terbatas, para petani pemantauan dan penyuluhan
cenderung memilih menjual produk mentah
daripada produk olahan yang memerlukan lebih dapat dilakukan dengan lebih
banyak waktu. Sementara itu, di Kabupaten
intensif setelah perbaikan
Bulukumba, kontribusi sektor industri bahkan
sedikit menurun selama 2014–2017 dan tidak ada jalan nasional.
usaha baru yang muncul di sektor tersebut.

14
Mayang Rizky/SMERU
TANTANGAN KEMISKINAN
DI KABUPATEN PANGKAJENE DAN
KEPULAUAN1
K
ontradiksi dalam perekonomian Kabupaten mereka yang diwawancarai adalah pemerintah
Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep) kelurahan/desa serta masyarakat di tiga desa/
mencerminkan kompleksitas kemiskinan yang kelurahan sampel yang mewakili tiga tipologi utama
merupakan tantangan dalam upaya penanggulanan penghidupan masyarakat di Kabupaten Pangkep,
kemiskinan di tingkat kabupaten. Di Provinsi yaitu kepulauan, pesisir, dan dataran tinggi. Selain itu,
Sulawesi Selatan (Sulsel), Pangkep adalah salah peneliti juga melakukan wawancara dan pengamatan
satu kabupaten dengan tingkat kemiskinan tertinggi, lapangan di satu desa tambahan.
padahal pertumbuhan ekonomi dan produk domestik
regional bruto (PDRB) per kapitanya merupakan salah Profil Kabupaten Pangkep
satu yang tertinggi. Kajian SMERU melihat kontradiksi
tersebut secara lebih mendalam untuk memahami Pada 2013–2017, rata-rata proporsi usia produktif
kondisi kemiskinan dan mencari alternatif untuk di Kabupaten Pangkep adalah 65% dari jumlah
kebijakan penanggulangannya. penduduk, lebih dari 50%-nya berstatus anak dan
pemuda berusia 0–29 tahun. Dari segi pendidikan,
Kajian ini dilakukan pada Agustus–Oktober 2018 proporsi jumlah penduduk yang lulus sekolah
dengan menggabungkan analisis statistik deskriptif menengah atas (SMA) dan perguruan tinggi cukup
terhadap data sekunder dan analisis kualitatif banyak, yaitu lebih dari 20%. Namun, penduduk yang
terhadap informasi yang diperoleh dari wawancara hanya atau belum lulus sekolah dasar (SD)/sederajat
serta diskusi dengan organisasi/lembaga lokal, masih tinggi, lebih dari 60%. Sementara itu, tingkat
baik pemerintah maupun nonpemerintah. Di antara partisipasi angkatan kerja (TPAK) perempuan lebih

1
Tulisan ini merupakan ringkasan dari laporan penelitian berjudul: “Ketertinggalan dalam Kemakmuran: Tantangan Kemiskinan di Kabupaten Pangkajene dan
Kepulauan” (draf, 2019) yang ditulis oleh Widjajanti Isdijoso, Mayang Rizky, Veto Tyas Indrio, dan Ana Rosidha Tamyis..

Buletin SMERU No. 2/2019 15


rendah daripada laki-laki. Pada 2017, sekitar 80% olahan semen yang dijual ke luar wilayah kabupaten,
perempuan memilih keluar dari angkatan kerja untuk Namun, besarnya kontribusi industri pengolahan
mengurus rumah tangga. tersebut tidak memberikan banyak pengaruh pada
penghidupan penduduk lokal pada umumnya.
Perekonomian Kabupaten Pangkep dalam kurun
waktu lima tahun (2013–2017) terus tumbuh. Hal Kontradiksi pertumbuhan perekonomian Kabupaten
ini tecermin dari nilai PDRB-nya (dengan tahun Pangkep selama 2013–2017 tidak hanya dengan
dasar 2010) yang secara konsisten terus mengalami tingginya tingkat kemiskinan, tetapi juga dengan
peningkatan, bahkan mencapai angka di atas relatif buruknya kondisi kesehatan masyarakat
tingkat pertumbuhan ekonomi nasional. Lapangan pada umumnya. Contohnya, angka harapan hidup
usaha utama yang berkontribusi pada pergerakan merupakan yang paling rendah di antara indikator-
roda perekonomian Kabupaten Pangkep meliputi indikator indeks pembangunan manusia lainnya
industri pengolahan, pertanian dan perikanan, untuk kabupaten ini. Demikian pula untuk rerata lama
pertambangan/penggalian, konstruksi, dan sekolah, angkanya berada di bawah rerata nasional
perdagangan. Lebih dari 50% PDRB kabupaten ini dan provinsi.
bersumber dari industri pengolahan. Sementara itu,
kontribusi dari sektor pertanian dan perikanan serta Kondisi Kemiskinan di Kabupaten
pertambangan/penggalian terhadap PDRB juga
cukup besar, yaitu masing-masing 16% dan 9% pada
Pangkep
2017 (Gambar 1).
Meskipun Pangkep termasuk salah satu kabupaten
dengan tingkat kemiskinan paling tinggi, tetapi
Dari sisi pengeluaran, proporsi terbesar PDRB
secara absolut sumbangannya terhadap jumlah
Kabupaten Pangkep berasal dari kelompok ekspor-
penduduk miskin di Provinsi Sulsel pada 2018 berada
impor dan konsumsi rumah tangga, sebaliknya
di bawah kota/kabupaten lain yang relatif padat
proporsi pengeluaran konsumsi pemerintah
penduduknya, seperti Kota Makassar dan Kabupaten
merupakan yang paling kecil. Besarnya proporsi
Bone. Sekitar 49.703 penduduk Kabupaten Pangkep
antarkelompok pengeluaran dalam PDRB
masuk ke dalam 40% kelompok penduduk ekonomi
tersebut relatif konsisten selama 2015 hingga 2017.
terbawah di Indonesia, yaitu hidup di bawah garis
Tingginya proporsi ekspor-impor terhadap PDRB
kemiskinan kabupaten 2015. Posisi angka garis
tersebut dipicu oleh kinerja industri pengolahan
kemiskinan tersebut berada di antara seluruh
di Kabupaten Pangkep, terutama banyaknya hasil

2015

2016
Gambar 1. PDRB Pangkep menurut lapangan usaha,
2017 2015–2017

Keterangan: Urutan tahun mengikuti lingkaran, dari dalam ke luar


Sumber: BPS (data diolah).

16
distribusi pengeluaran yang mengindikasikan adanya pendidikan mayoritas penduduk miskin rendah,
kerentanan pada kelompok penduduk 40% terbawah. sebagian besar dari mereka hanya terserap oleh
Dengan kata lain, sebagian besar masyarakat industri pengolahan skala mikro dan kecil serta jasa
hidup di sekitar garis kemiskinan sehingga jika informal yang mempunyai akses rendah terhadap
terjadi guncangan yang menyebabkan perubahan sumber permodalan dan informasi, rentan terhadap
negatif pada pola pengeluaran atau peningkatan guncangan, dan ketat dalam persaingan.
garis kemiskinan, maka tingkat kemiskinan akan
naik secara signifikan. Sebagai contoh, ketika garis Umumnya masyarakat mengalami kesulitan
kemiskinan dinaikkan 1¼ kali, maka jumlah penduduk untuk dapat bekerja pada sektor industri dan jasa
miskin akan meningkat sekitar 71% dan ketika garis yang berkembang seiring dengan pertumbuhan
kemiskinan dinaikkan 1½ kali, jumlah penduduk industri semen. Hal ini disebabkan, antara lain, oleh
miskin meningkat hingga 130%, yaitu menjadi 114.099 rendahnya daya saing angkatan kerja muda yang
jiwa. Jumlah tersebut hampir setara dengan 40% total mengakibatkan naiknya tingkat pengangguran
penduduk di Kabupaten Pangkep (Gambar 2). pemuda terpelajar. Selain itu, meskipun terjadi

Gambar 2. Distribusi pengeluaran rumah tangga kabupaten pangkep, 2015


Sumber: BDT 2015 (BPS/TNP2K) dan Data dan Informasi Kemiskinan 2015 (BPS), diolah.

Telaah Ketenagakerjaan peningkatan partisipasi angkatan kerja perempuan


pada 2015–2017, partisipasi ekonomi mereka tetap
Untuk aspek ketenagakerjaan, dibandingkan dengan rendah karena kebanyakan terserap ke dalam
situasi pada 2011, pada 2015 telah terjadi penurunan pekerjaan informal yang berstatus sebagai pekerja
penyerapan tenaga kerja kelompok miskin tidak tetap dan berproduktivitas rendah.
(kelompok pengeluaran 20% terbawah) pada sektor
pertanian dan perikanan. Sementara itu, penyerapan Sementara itu, penurunan penyerapan tenaga kerja
tenaga kerja kelompok miskin pada sektor industri kelompok miskin dan menurunnya pendapatan
dan jasa justru meningkat (Gambar 3). Namun, karena masyarakat pada sektor pertanian dan perikanan

Buletin SMERU No. 2/2019 17


Gambar 3. Pekerjaan penduduk 20% terbawah di Kabupaten Pangkep, 2011 dan 2015

Sumber: PPLS 2011 (TNP2K) dan BDT 2015 (BPS/TNP2K), diolah.

terkait erat dengan tingginya faktor risiko alam Program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten
dan menurunnya kualitas lingkungan. Pada sektor Pangkep terdiri atas program nasional, program
perikanan, faktor cuaca yang tidak menentu daerah, program lembaga donor yang dilaksanakan
dan terjadinya kerusakan terumbu karang serta lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan program
munculnya banyak penyakit di tambak menyebabkan pada skema tanggung jawab sosial perusahaan
hasil tangkapan ikan turun drastis. Sementara itu, atau corporate social responsibility (CSR). Kelompok
pada sektor pertanian, terjadi gagal panen akibat dengan pengeluaran terendah memperoleh
kekeringan atau banjir di lahan pertanian. persentase kombinasi paling tinggi dari tiga bantuan
sosial (bansos), yaitu Beras Sejahtera, Program
Keluarga Harapan, dan Program Indonesia Pintar.
Tinjauan Kebijakan dan Program Namun, kesalahan penargetan bansos masih
ditemukan karena masih ada keluarga dari kelompok
Kemiskinan menjadi salah satu permasalahan pengeluaran menengah-bawah (lebih sejahtera
pembangunan Kabupaten Pangkep yang daripada kelompok miskin) dan menengah yang
diidentifikasi dalam Rancangan Pembangunan mendapatkan kombinasi tiga program bansos.
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2016–2021. Oleh
karena itu, pada rencana pembangunan tahunan Pemerintah Kabupaten Pangkep juga melakukan
daerah yang diwujudkan dalam Rencana Kerja pemutakhiran BDT serta survei kebutuhan pangan
Pemerintah Daerah (RKPD) 2016, 2017, dan 2018, dan nonpangan rumah tangga miskin pada 30%
penanggulangan kemiskinan selalu menjadi prioritas rumah tangga sesuai BDT. Upaya ini dapat menjadi
pembangunan daerah. landasan bagi perbaikan koordinasi dan keterpaduan
program penanggulangan kemiskinan.

18
Namun, berbagai upaya tersebut masih terkendala 3. Terbatasnya lapangan kerja dan rendahnya daya
oleh enam hal: (i) terbatasnya anggaran, (ii) saing angkatan kerja muda yang mengakibatkan
terbatasnya ketersediaan sumber daya manusia naiknya tingkat pengangguran pemuda terpelajar.
pelaksana program, (iii) belum memadainya data Sementara itu, sebagian penduduk yang bekerja
terpadu kemiskinan yang dapat diakses dalam di industri semen memasuki masa pensiun
rangka penanggulangan kemiskinan, (iv) belum sehingga kesejahteraannya menurun, dan tenaga
adanya regulasi afirmatif yang mengatur upaya kerja muda tidak menggantikan posisi mereka.
penanggulangan kemiskinan di tingkat kabupaten, 4. Rendahnya partisipasi ekonomi perempuan.
(v) pola pikir masyarakat dan pelaksana program Meskipun terjadi peningkatan partisipasi angkatan
yang menghambat program penanggulangan kerja perempuan, kebanyakan dari mereka
kemiskinan, dan (vi) faktor geografis. terserap ke dalam pekerjaan informal yang tidak
tetap dan berproduktivitas rendah.
Faktor Penyebab Kemiskinan 5. Banyaknya hasil produksi yang mengalir ke luar
kabupaten sehingga peningkatan PDRB tidak
Secara umum, kemiskinan di Kabupaten Pangkep
dinikmati penduduk lokal.
sangat dipengaruhi lima faktor berikut.
Faktor-faktor yang memengaruhi kemiskinan
1. Ketaksesuaian (mismatch) antara sumber utama tersebut ditemukan pada tiga tipologi daerah
pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada (kepulauan, pesisir, dan pegunungan), dengan tingkat
industri pengolahan, khususnya semen, dan keparahan yang berbeda-beda. Secara umum,
sumber penghidupan mayoritas penduduk di permasalahan aksesibilitas merupakan hal utama
sektor pertanian dan perikanan. yang menyebabkan tingkat kemiskinan di kepulauan
2. Rendahnya tingkat pendidikan mayoritas relatif lebih tinggi. Namun, karena sebagian besar
penduduk, khususnya penduduk miskin dan penduduk tinggal di pesisir, konsentrasi penduduk
rentan sehingga mereka tidak dapat bekerja miskin menjadi paling tinggi di daerah tersebut.
di sektor industri dan jasa yang tumbuh seiring
dengan pertumbuhan industri semen.

Terbatasnya
lapangan kerja dan
rendahnya daya saing
angkatan kerja muda
mengakibatkan naiknya
Ulfah Alifia/SMERU

tingkat pengangguran
pemuda terpelajar.

Buletin SMERU No. 2/2019 19


Terkait faktor rendahnya pendidikan yang menjadi dan penurunan biaya pendidikan, tetapi juga dengan
akar permasalahan kemiskinan dalam jangka mengurangi berbagai kendala sosial-budaya yang
panjang di Kabupaten Pangkep, ketersediaan sarana menghambat peningkatan kualitas sumber daya
dan akses terhadap fasilitas pendidikan bukan manusia.
merupakan satu-satunya penyebab. Permasalahan
lainnya adalah pekerja anak dan rendahnya Dalam jangka menengah dan panjang, kualitas
motivasi anak untuk melanjutkan sekolah. Selain itu, lingkungan hidup perlu diperhatikan untuk
pernikahan muda atau pernikahan pada usia sekolah memastikan kesinambungan mata pencaharian,
masih tinggi–tercatat penduduk menikah pertama khususnya di sektor pertanian dan perikanan
kali pada usia 10–20 tahun. yang menjadi tumpuan penghidupan masyarakat,
terutama masyarakat miskin. Selain perlu
Sementara itu, berbagai program di sektor meningkatkan aktivitas perekonomian daerah agar
pendidikan, kesehatan, pertanian dan perikanan, peredaran uang tidak keluar ke daerah lain, lapangan
bansos, koperasi dan UKM, dan ketenagakerjaan kerja baru juga perlu diciptakan.
telah dilaksanakan. Namun, berbagai upaya tersebut
masih terkendala oleh setidaknya enam hal yang Regulasi afirmatif perlu diterapkan untuk memastikan
telah dijelaskan di atas. bahwa berbagai upaya penanggulangan kemiskinan
dijalankan secara lebih terfokus dan terarah. Dalam
Rekomendasi Kebijakan jangka pendek dan menengah, keterpaduan
antara program bansos dan program peningkatan
Dalam jangka panjang, upaya peningkatan sumber pendapatan menjadi penting untuk mendorong
daya manusia harus menjadi kunci pengurangan peningkatan pendapatan penduduk miskin secara
kemiskinan. Hal ini perlu diupayakan tidak hanya signifikan. n
dengan meningkatkan akses ke fasilitas pendidikan

Meskipun terjadi
peningkatan
partisipasi angkatan
kerja perempuan,
kebanyakan dari
Widjajanti Isdijoso/SMERU

mereka terserap ke
dalam pekerjaan
informal.

20
http://poskotanews.com
DARI KUANTITAS KE KUALITAS:
TANTANGAN KETENAGAKERJAAN PADA
PERIODE KEDUA PRESIDEN JOKO WIDODO1

S
ecara kuantitas, pengurangan tingkat Kedua, penurunan tingkat pengangguran adalah
pengangguran terbuka (TPT) mencapai titik indikator perbaikan ketenagakerjaan (employment)
terendah pada awal tahun ini. Berdasarkan dari sisi kuantitas, tetapi belum mencerminkan
Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) pada kualitas. Kualitas ketenagakerjaan ditentukan oleh
Februari 2019, tingkat pengangguran mencapai kualitas pekerjaan pada mereka yang berstatus
titik terendah, yaitu 5,01%, sedikit berkurang bekerja, bukan ditentukan oleh berkurangnya tingkat
dari 5,13% pada Februari 2018. Angka ini sudah pengangguran.
mendekati target yang dicanangkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Mengikuti konsepsi RPJMN, perbaikan kualitas
2014–2019, yaitu penurunan angka pengangguran ke ketenagakerjaan diukur dengan meningkatnya
tingkat 4%–5% pada akhir 2019. proporsi tenaga kerja dengan kategori pekerjaan
layak (decent job) yang dicerminkan oleh
Akan tetapi, perkembangan tersebut tidak bisa meningkatnya proporsi pekerja formal. RPJMN
dijadikan alasan untuk berpuas diri karena dua hal 2015–2019 menargetkan peningkatan proporsi
berikut. Pertama, data pengangguran yang akan pekerja sektor formal dari 40,5% pada 2014 menjadi
diperoleh dari Sakernas Agustus 2019 bisa jadi 50% pada 2019.
menghasilkan angka pengangguran yang sedikit
lebih tinggi daripada tingkat pengangguran bulan Meski terlihat sangat sulit dicapai, target perbaikan
Februari. Hal ini disebabkan oleh kecenderungan kualitas bidang ketenagakerjaan dalam RPJMN yang
lazim faktor musiman di sektor pertanian. akan segera berakhir tersebut adalah yang pertama
sepanjang sejarah perencanaan pembangunan di

1
Dr. Zulfan Tadjoeddin (surel: z.tadjoeddin@westernsydney.edu.au) adalah Associate Professor dan Direktur Program Akademik
Humanitarian and Development Studies di Western Sydney University, Australia. Artikel ini ditulis pada 3 Oktober 2019.

Buletin SMERU No. 2/2019 21


Indonesia. Hal ini patut diapresiasi dan dilanjutkan Di negara maju, ditemukan hal sebaliknya. Tunjangan
pada perencanaan pembangunan berikutnya. serta peluang pelatihan bagi penganggur memberi
Dalam kurun waktu 2015–2019, walau TPT terus mereka kesempatan untuk melakukan peningkatan/
mengalami perbaikan dengan tren penurunan yang penyesuaian keahlian dan memberi mereka ruang
terus melambat, perbaikan kualitas ketenagakerjaan untuk tidak menerima pekerjaan yang berkualitas
terlihat mengalami kemandekan. Proporsi tenaga rendah.
kerja yang termasuk dalam kategori pekerjaan formal
hanya bergerak pada kisaran 42%–43%. Sementara Data antarprovinsi di Indonesia menunjukkan bahwa
itu, pada periode RPJMN 2010–2014, proporsi pekerja tingkat pengangguran berkorelasi positif dengan
formal berkembang pesat, naik dari 30% menjadi tingkat pendapatan. Dengan kata lain, tingkat
40%. Sebelumnya, proporsi pekerja formal berjalan di pengangguran berkorelasi negatif dengan tingkat
tempat pada kisaran 30% sepanjang 2000–2010. kemiskinan. Sebagai contoh, Provinsi Nusa Tenggara
Timur (NTT) memiliki tingkat pengangguran yang
Kecenderungan di atas mengisyaratkan satu hal sangat rendah, yaitu kurang dari separuh tingkat
kunci, yaitu di sisi penciptaan dan pengembangan pengangguran nasional. Hal ini disebabkan oleh
kesempatan kerja, target pembangunan harus tiadanya kemewahan untuk menganggur (lantaran
secara fundamental digeser dari pencapaian target status ekonomi keluarga yang sulit) atau pun
kuantitas (penurunan tingkat pengangguran) ke tingginya migrasi ke luar (out migration) akibat
perbaikan kualitas pekerjaan pada mereka yang suramnya prospek perekonomian di daerah tersebut.
bukan berstatus penganggur. NTT merupakan salah satu provinsi termiskin di
Indonesia dengan tingkat industrialisasi yang sangat
Mengapa Perbaikan Kualitas? rendah dan tingkat informalitas pekerjaan yang
sangat tinggi.
Ada dua alasan kuat untuk menjadikan perbaikan
kualitas ketenagakerjaan sebagai fokus baru Sebaliknya, Provinsi Banten merupakan salah satu
pembangunan ketenagakerjaan. Pertama, di negara daerah dengan tingkat pengangguran tertinggi.
berkembang seperti Indonesia, penurunan tingkat Namun, Banten juga tercatat sebagai salah satu
pengangguran bukan merupakan indikator capaian provinsi dengan tingkat industrialisasi tertinggi,
pembangunan yang baik. Hal ini disebabkan oleh serta tingkat kemiskinan yang jauh lebih rendah
ketiadaan fasilitas pengaman sosial (social security) dan prospek ekonomi yang jauh lebih baik jika
yang memadai bagi penganggur. Angkatan kerja dibandingkan dengan NTT. Provinsi ini berdekatan
tidak memiliki kemewahan untuk memilih menjadi dengan ibu kota negara serta menjadi penghubung
penganggur, walau hanya untuk sementara waktu. Jawa dan Sumatra.

Angkatan kerja di Provinsi Banten cenderung lebih


Di sisi penciptaan dan mampu menganggur sementara (dalam rangka
menunggu kesempatan kerja yang lebih baik). Selain
pengembangan kesempatan itu, anak keluarga yang lebih sejahtera mempunyai
kerja, target pembangunan kemewahan lebih besar untuk menganggur
dibandingkan dengan anak keluarga miskin yang
harus secara fundamental harus menerima pekerjaan kendati pekerjaan itu
digeser dari pencapaian target berkualitas rendah.
kuantitas (penurunan tingkat
Arus migrasi masuk angkatan kerja ke Provinsi
pengangguran) ke perbaikan Banten disebabkan prospek ekonomi Banten yang
kualitas pekerjaan pada lebih baik dan menjadi faktor berikutnya mengapa
angka pengangguran di daerah ini relatif tinggi.
mereka yang bukan berstatus Dengan demikian, angka pengangguran yang tinggi
penganggur. di Provinsi Banten menunjukkan harapan ke depan.

22
Sebaliknya, angka pengangguran yang sangat Tantangan ke Depan
rendah di Provinsi NTT mengindikasikan kesuraman
(desperation) prospek ekonomi daerah tersebut. Tantangan yang harus dihadapi pada masa depan
menyangkut dua dimensi. Pertama, tantangan yang
Kedua, perbaikan kualitas ketenagakerjaan juga bersifat eksternal. Terjadi pergeseran karakteristik
mencakup indikator-indikator lain sehingga bersifat pekerjaan masa depan yang terutama disebabkan
lebih menyeluruh daripada sekadar status hitam- oleh revolusi teknologi, berupa meningkatnya
putih antara “menganggur” dan “tidak menganggur.” proses automasi, adanya perkerjaan-pekerjaan yang
Selain status formal sebuah pekerjaan, kualitas tidak lagi dibutuhkan, serta munculnya jenis-jenis
ketenagakerjaan juga menyangkut peningkatan pekerjaan baru. Perbaikan kualitas ketenagakerjaan
produktivitas dan tingkat upah (atau penghasilan) adalah kunci dalam menavigasi perubahan tersebut.
yang berkaitan langsung dengan sifat pekerjaan Ketika bergerak ke atas memasuki kategori negara
tersebut, apakah purnawaktu atau paruh waktu. Di berpenghasilan menengah-tinggi, Indonesia
samping itu, kualitas ketenagakerjaan juga berkaitan akan mendapatkan tekanan dari negara dengan
dengan akses terhadap jaminan sosial, pemenuhan penghasilan lebih rendah seperti Vietnam dan
hak-hak pekerja dan kebebasan mereka untuk Bangladesh. Indonesia tidak bisa lagi mengandalkan
berserikat. sektor ekonomi yang bersifat intensif tenaga kerja
(labor intensive) berkeahlian rendah dengan upah
Pada masa depan, sumber pertumbuhan ekonomi murah karena sektor tersebut akan direbut oleh
harus lebih bertumpu pada perbaikan kualitas negara-negara yang berpenghasilan lebih rendah.
ketenagakerjaan daripada upaya penciptaan
kesempatan kerja baru yang berorientasi pada Perekonomian Indonesia harus naik kelas dengan
pengurangan tingkat pengangguran. Selain itu, ruang lebih bertumpu pada sektor ekonomi yang
yang terbuka untuk penurunan angka pengangguran membutuhkan pekerjaan dengan keahlian lebih
kelihatannya makin sempit. Bisa jadi Indonesia telah tinggi serta dilengkapi dengan intensitas kapital
berada pada tingkat pengangguran alamiah (natural dan teknologi per tenaga kerja yang juga lebih
rate of unemployment) di kisaran 4%–5%. Oleh karena tinggi. Dengan demikian, produktivitas tenaga kerja
itu, ruang yang lebih terbuka justru terletak pada menjadi lebih tinggi. Hal ini pada gilirannya akan
peningkatan kualitas pekerjaan bagi mereka yang menghasilkan tingkat upah (atau penghasilan) yang
sudah bekerja. lebih tinggi pula. Semua bergerak secara bersamaan.

Perbaikan kualitas ketenagakerjaan bersifat Tantangan kedua bersifat internal, yaitu menyangkut
lebih menyeluruh, berjangka panjang, dan lebih rendahnya kualitas angkatan kerja dan keluaran
berkelanjutan. Sementara itu, pengurangan proses pendidikan. Dari studi antarnegara, tingkat
pengangguran bisa jadi bersifat ad-hoc, berjangka literasi dan numerasi lulusan universitas di Indonesia
pendek, dan cenderung mengabaikan kualitas tergolong sangat rendah, apalagi lulusan sekolah
pekerjaan yang dihasilkan (seperti yang terjadi pada menengah dan sekolah vokasi. Angkatan kerja
proyek-proyek padat karya). Indonesia didominasi orang-orang dengan kualifikasi
lulusan sekolah menengah pertama.
Fokus pada perbaikan kualitas ketenagakerjaan
sejalan dengan orientasi RPJMN yang akan datang Orientasi pada pendidikan vokasi pun belum
(2020–2024), yaitu menuju Indonesia dengan mencapai hasil yang diharapkan. Tingkat
tingkat pendapatan menengah-tinggi. Hal ini juga pengangguran angkatan kerja dengan kategori
konsisten dengan fokus utama pada peningkatan pendidikan menengah vokasi adalah yang tertinggi
kualitas sumber daya manusia pada periode jika dibandingkan dengan kategori pendidikan
kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo. Jelas, lainnya. Sekarang, hanya ada satu pilihan bahwa
tantangan perbaikan kualitas ketenagakerjaan ini kedua tantangan tersebut harus dihadapi. n
jauh lebih berat dan rumit jika dibandingkan dengan
upaya-upaya terdahulu dalam menurunkan tingkat
pengangguran.

Buletin SMERU No. 2/2019 23


Improving the Village Cash Simplifying the Village
for Work (PKT) Policy Medium-Term Development
Ruhmaniyati Plan (RPJM Desa)
Policy Brief Asep Kurniawan
June 2019 Policy Brief
June 2019

Bagaimana Mencegah Peningkatan Ketimpangan dalam Desa?


Nila Warda, Elza Elmira, Mayang Rizky, Rachma Indah Nurbani, Ridho Al Izzati
Editor: Fandi Muhammad Hizbullah, Gunardi Handoko, Wiwin Purbaningrum
Kertas Kerja
September 2019

Pengujian Metode Small Area Estimation (SAE) untuk Pembuatan Peta


Status Gizi di Indonesia: Kabupaten Rokan Hulu
Asep Kurniawan, Elza Elmira, Maudita Dwi Anbarani, Mayang Rizky, Nurmala Selly
Saputri, Ridho Al Izzati, Ruhmaniyati
Editor: Wiwin Purbaningrum
Kertas Kerja
September 2019

Laporan Tematik Studi Midline MAMPU Tema 1: Akses Perempuan Miskin


terhadap Program Perlindungan Sosial
Dyan Widyaningsih, Niken Kusumawardhani
Editor: Wiwin Purbaningrum
Laporan Penelitian
Mei 2019

Laporan Tematik Studi Midline Laporan Tematik Studi Midline


MAMPU Tema 2: Akses MAMPU Tema 3: Akses
Perempuan Miskin Pekerja Perempuan Buruh Migran
Rumahan terhadap Perlindungan Luar Negeri terhadap Layanan
Sosial Tenaga Kerja Perlindungan
Ana Rosidha Tamyis, Nila Warda Stella Aleida Hutagalung, Veto
Editor: Alia An Nadhiva Tyas Indrio
Laporan Penelitian Editor: Wiwin Purbaningrum
Mei 2019 Laporan Penelitian
Mei 2019

24

Anda mungkin juga menyukai