File
File
Angkatan : 46
Nama : Nanda Fadila
NDH : 15
Instansi : Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kab. Bangkalan
Nama Mentor : Uswatun Hasanah, SH., MM
Jabatan Mentor : Kepala Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
Pembimbing : Drs. Arif Rofiq., M.Si
ANALISA ISU KONTEMPORER YANG TERJADI PADA MINGGU INI, BESERTA KRONOLOGI
NYA, TOKOH YANG TERLIBAT, PERSEPSI ATAS HAL TERSEBUT, SERTA YANG HARUS
DILAKUKAN SEBAGAI SEORANG ASN YANG MEMPUNYAI WAWASAN KEBANGSAAN
DAN NUSANTARA
Isu yang akan saya jabarkan adalah mengenai kasus Fahri Fadillah seorang bintara yang tiba-tiba
namanya dicoret menjelang pendidikan bintara Polri, padahal telah dinyatakan lolos seleksi
dengan ranking ke-35 dari 1.200 pendaftar. Fahri digantikan namanya setelah sempat melakukan
6 bulan bimbingan persiapan pelatihan. Kapolda Metro Jaya sudah menjamin Fahri akan
berangkat pelatihan, tetapi saat gelombang 2 dilapangan, namanya sudah digantikan dengan
orang lain. Menanggapi hal tersebut Polda Metro Jaya menyampaikan bahwa Fahri mengidap
masalah buta warna. Tetapi hasil pemeriksaan pada RS Militer dan dari sentra mata menyatakan
bahwa Fahri tidak mengidap buta warna. Pada tahun 2019, Fahri memang sempat mengikuti tes
Bintara Polri dan dinyatakan TMS (Tidak Memenuhi Syarat) dikarenakan buta warna pasrial.
Tokoh yang terlibat disini bisa dikelompokkan atas 2 yaitu bagian yang memiliki kepentingan
(siswa yang digantikan tersebut) dan pihak Polda Metro Jaya itu sendiri.
Terkait dengan tidak lulus karena buta warna ditahun sebelumnya, Fahri mampu membuktikan
bahwa ia menjalani terapi buta warna di Yogyakarta yang mana reviewnya di google sangat
bagus, dan sudah banyak juga yang setelah terapi terbukti lolos menjadi anggota TNI dan Polri,
bahkan “alumni” dari tempat terapi buta warna tersebut ada yang menjadi penembak jitu.
Saya rasa apabila benar buta warna, dan memang tidak layak menjadi anggota polri, ia sejak
awal pasti sudah tidak lolos. Fahri juga lolos supervisi Mabes Polri yang sudah dilakukan
sebelum kelulusan. Logika hukumnya, test kesehatan atau test apapun yang krusial dan
menjadi poin penentu kelulusan seharusnya diawal dan sebelum pengumuman kelulusan.
Apabila suatu aturan atau kebijakan baru bias membatalkan kelulusan dengan berlaku surut,
secara hokum tidak dapat dibenarkan.