Anda di halaman 1dari 135

TESIS

Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di


Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar
Magister Hukum (M.H.) Program Magister Ilmu Hukum

OLEH

ANTONI SHIDARTA
NPM : 191022166

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKAN BARU
2021

1
2
3
4
5
6
7
8
9
ABSTRAK

Peraturan Pemerintah yang dimaksud oleh Undang-undang Nomor 12


Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, dimana di jelaskan dalam Pasal 1 poin 1
dan Pasal 14 yang menyatakan bahwa Pasal 1 dalam Peraturan Pemerintah ini
yang dimaksud dengan:Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas
ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku,
profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik
Pemasyarakatan.
Rumusan Masalah Bagaimana Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan
Bagi Narapidana Anak di Lembaga Permasyarakatan KlasIIA Tembilahan
Kabupaten Indragiri Hilir ? Apa Kendala dan Upaya dalam Pelaksanaan
Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak di Lembaga Permasyarakatan
KlasIIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir?
Jenis penelitian ini termasuk dalam golongan penelitian observasi
(observational research) atau Non Doctrinal Research yaitu dengan melihat
bagaimana Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di
Lembaga Permasyarakatan Klas Iia Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.
Sedangkan dilihat dari sifatnya adalah deskriptif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Pelaksanaan Hak Pendidikan Bagi
Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas II A Tembilahan.
Pelaksanaan pemenuhan hak narpidana anak untuk mendapatkan Hak Pendidikan
Bagi Nara Pidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan belum
sepenuhnya terlaksana.Kendaladalam pelaksanaannya. Faktor-faktor tersebut
antarnya : Kendala dari aspek yuridis, Keterbatasan penyediaan sarana,
Kurangnya semangat para narapidana anak, Kurangnya tenaga pendidik,
Kurangnya suplay anggaran untuk pendidikan, Kurangnya Pengawalan terhadap
narapidana, Kekurangan Mitra kerja, Rendahnya kepedulian masyarakat,
sedangkan upaya yang harus dilakukan agar tidak terjadinya kendala-kendala
yang dihadapi di lapangan maka perlu dilakukan diantaranya adalah : Memahami
akan aturan yang akan dilakukan, Menyediakan fasilitas-fasilitas, Memberikan
Motivasi kepada anak, Petugas pemasyarakatan perlu memiliki kemampuan dan
keterampilan yang cukup sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara efektif,
Pihak Lebaga Pemasyarakatan perlu menyediakan sarana dan prasarana
pendidikan yang memadai.Perlunya peningkatan keterlibatan pihak-pihak tertentu,
seperti Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal menyediakan tenaga
pendidik di dalam Lebaga Pemasyarakatan,Pihak Lebaga Pemasyarakatan Klas II
A Tembilahan perlu meningkatkan kerjasama dengan instansi- instansi penegak
hukum dan istansi lainnya, Kepada masyarakat hendak nya bisa memberikan
motivasi serta bisa menerima mereka

Key : Narapidana, Pemenuhan Hak Pendidikan Anak, Lembaga permasyarakatan


Klas IIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir

10
ABSTRACT

The Government Regulation referred to by Law Number 12 of 1995


concerning Corrections, which is explained in Article 1 point 1 and Article 14
which states that Article 1 in this Government Regulation is meant by Guidance is
an activity to improve the quality of devotion to God Almighty , intellectual,
attitude and behavior. professional, physical and spiritual health of prisoners and
correctional students.
Problem Formulation How is the Implementation of the Fulfillment of the
Right to Education for Child Prisoners in the Class IIA Tembilahan Correctional
Institution, Indragiri Hilir Regency? What are the Obstacles and Efforts in the
Implementation of the Fulfillment of the Right to Education for Child Prisoners at
the Class IIA Tembilahan Correctional Institution, Indragiri Hilir Regency?
This type of research is included in the observational research or non-
doctrinal research group, namely by looking at the implementation of the
fulfillment of the right to education for child prisoners in the Class Iia Tembilahan
Correctional Institution, Indragiri Hilir Regency. While seen from its nature is
descriptive analytical.
The results of this study indicate that the implementation of the right to
education for child convicts in the Class II A Tembilahan Correctional Institution.
These factors include: Obstacles from the juridical aspect, Limited provision of
facilities, Lack of enthusiasm for child prisoners, Lack of educators, Lack of
budget supply for education, Lack of escort for prisoners. Lack of partners, low
community awareness, while efforts must be made to avoid the obstacles
encountered in the field, it is necessary to do, among others, understand the rules
that will be carried out. Provide facilities. Provide motivation to children.
Correctional officers need to have sufficient abilities and skills so that they can
carry out their duties effectively, Correctional Institutions need to provide
adequate educational facilities and infrastructure. It is necessary to increase the
involvement of certain parties. such as the Ministry of Education and Culture in
terms of providing educators in Correctional Institutions Class II A Tembilahan
Correctional Institutions need to increase cooperation with law enforcement
agencies and other agencies, the community wants to be able to provide
motivation and be able to accept them

Key: Indragiri Hilir District, Prisoner, Childern’s Education Right, Class IIA
Tembilahan penal institutions

11
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wa

Ta’alla, atas segala nikmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis,

sehingga penulis telah berhasil menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul

“Analisis Disparitas Putusan Pemidanaan Dari Tuntutan Berdasar Asas Kesalahan

Pada Tindak Pidana Pencabulan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor

223/Pid.Sus/2019/PN Tbh)”. Yang merupakan salah satu syarat dalam penulisan

tesis dalam rangka menyelesaikan Program Studi Ilmu Hukum Pasca Sarjana

Universitas Islam Riau.

Oleh karena itu dengan segenap hati penulis ucapkan terima kasih dan

penghargaan setinggi tingginya kepada :

1. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH, MCL. Selaku Rektor Universitas

Islam Riau atas bantuan dan respon positif yang diberikan kepada penulis

selama menimba ilmu di Universitas Islam Riau.

2. Yth. Yth. Bapak Prof. Dr. H. Yusri Munaf, SH, MH. selaku Direktur

Program Pascasarjana Universitas Islam Riau yang telah berjasa dalam

memimpin Program Pascasarjana ini sehingga nantinya penulis dapat

menyelesaikan pendidikan di tempat ini.

3. Yth.Bapak Dr. Surizki Febrianto, S.H., M.H. Ketua Program Studi Magister

Ilmu Hukum yang telah banyak memberikan masukan dan dukungan

sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

12
4. Yth. Dr. Musa, S.H., M.H. selaku pembimbing I yang telah banyak

memberikan masukan dan dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini.

5. Yth. Ibuk Dr. Zulkarnain, S.H., M.H. selakupembimbing IIselaku dosen

yang juga telah banyak memberikan masukan kepada penulis dalam upaya

penyelesaian penulisan tesis ini.

6. Yang sangat saya cintai dan saya sanyangi isteri dan anak-anak yang

senantiasa menjadi inspirasi, memberi doa, dan dukungan selama

berlangsunnya perkuliahan hingga memasuki masa penyelesaian

perkuliahan.

7. Terimakasih kepada seluruh rekan-rekan seperjuangan dan semua pihak

yang telah banyak membantu, mendukung, dan memberikan semangat,

motivasi serta bantuan kepada penulis sehingga selesainya tesis ini.

Penulis juga menyadari bahwa penulisan tesis ini masih sangat jauh dari

kesempurnaan, untuk itu penulis berharap akan adanya masukan yang konstruktif

guna melengkapin kelemahan dalam tesis ini.

Wassalam
Pekanbaru, Desember2021

ANTONI SHIDARTA

13
DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN

SK BIMBINGAN TESIS

PENGESAHAN DOSEN PEMBIMBING

PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK…………………………………………………………. i

KATA PENGANTAR…………………………………………….. ii

DAFTAR TABEL………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang…………………………………………… 1

b. Rumusan Masalah ………………………………………... 7

c. Tujuan Penelitian…………………………………………. 8

d. Manfaat Penelitian ……………………………………….. 8

e. Kerangka Teoritik ………………………………………… 9

f. Konsep Operasional ………………………………………. 21

g. Metode Penelitian…………………………………………. 22

BAB II TINJAUAN UMUM

a. Tinjauan Umum Tentang Anak di Indonesia…………….. 28

b. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Narapidana Anak di

Indonesia………………………………….………………. 32

c. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pindana Anak……...….. 37

d. Tinjauan Umum Tentang Narapidana Anak……………… 45

14
BAB III HASIL PEMBAHASAN DAN PENELITIAN

A. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana

Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan

Kabupaten Indragiri Hilir….................................................. 65

B. Kendaladan Upaya dalam melakukan Pelaksanaan

Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak

Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan

Kabupaten Indragiri Hilir……………………………………… 98

BAB IV PENUTUP

a. Kesimpulan…………………………………………………….. 108

b. Saran…………………………………………………………… 109

DAFTAR PUSTAKA

15
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pasal 31 UUD 1945 ditentukan bahwa: Setiap warga negara berhak

mendapatkan pendidikan; Setiap warga negara wajib meng ikuti pendidikan dasar

dan pemerintah wajib membiayainya, Pemerintah mengusahakan dan

menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan

dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa

yang diatur dalam undang-undang, Negara memprioritaskan anggaran pendidikan

sekurang-kurangnya dua puluh persen dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja

Negara serta dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah untuk memenuhi

kebutuhan Penyelenggaraan Pendidikan Nasional; dan Pemerintah memajukan

ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan manusia. 1

Hal tersebut kembali dipertegas pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun

2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, dimana dalam Pasal 1 menyatakan

bahwa: “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudakn suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirnya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,

masyarakat, bangsa dan negara”.

1
Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesi Tahun 1945

16
Syaiful Sagala dalam bukunya menyatakan bahwa :2 “Dengan pendidikan

dapat membimbing anak kearah suatu tujuan yang kita nilai tinggi. Pendidikan

yang baik adalah usaha yang berhasil membawa semua anak didik kepada tujuan

tersebut”. Hak untuk mendapatkan pendidikan tetap berlaku walaupun seorang

anak sedang menjalani masa pemidanaan yang diputuskan oleh pengadilan.

Ketentuan itu dijelaskan pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang

Pemasyarakatan, dalam konteks pemenuhan hak pendidikan dinyatakan dalam

Pasal 22 ayat (1) yang menyatakan bahwa: “anak pidana memperoleh hak-hak

sebagai mana dimaksud dalam Pasal 14 tentang hak-hak narapidana kecuali huruf

g”, dan salah satu hak anak pidana adalah hak untuk mendapatkan pendidikan dan

pengajaran”. Hal ini juga sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan.

Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa: “Pendidikan dan pengajaran adalah usaha

sadar untuk menyiapakan warga binaan pemasyarakatan melalui kegiatan

bimbingan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.

Landasan-landasan tersebut di atas merupakan sebuah acuan dasar bagi

pemerintah untuk wajib melaksanakan program pendidikan bagi setiap anak yang

berhadapan dengan hukum dan telah mendapatkan kekuatan hukum yang tetap,

dalam hal ini adalah sanksi pidana yang dijatuhkan oleh pengadilan terhadap

anak.

Sejak Tahun 1964 sistem pemerintahan bagi narapidana dan anak pidana

telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem

2
Syaiful Sagala Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan
Problematika Belajar dan Mengajar. Alfabeta.Bandung, 2005 hlm. 11.

17
pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula disebut rumah penjara dan

rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan

Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan Nomor J/H/G/8/506 tanggal 17

Juni Tahun 1964. Sistem Pemasyarakatan merupakan satu rangkaian penegakan

hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari

pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Narapidana bukan saja

objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang

sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan

pidana, sehingga tidak harus diberantas. Anak yang bersalah pembinaannya

ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Penempatan anak yang bersalah

pada Lembaga Pemasyarakatan Anak, dipisah-pisahkan sesuai dengan status

mereka masing-masing.3

Anak sebagai sumber daya manusia dan merupakan generasi penerus bangsa

selayaknya mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, dalam rangka

pemenuhan pendidikan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas

dan berkarakter. Berkaitan dengan pemenuhan hak mendapatkan pendidikan dan

pembinaan anak, diperlukan sarana dan prasarana hukum yang mengantisipasi

segala permasalahan yang timbul. Sarana dan prasarana yang dimaksud

menyangkut dengan kepentingan anak, maupun yang menyangkut penyimpangan

sikap dan perilaku yang menjadikan anak terpaksa dihadapkan kemuka

pengadilan.4

3
Sahardjo,Pohon Beringin Pengayoman, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Departemen Kehakiman, Jakarta,2006, hlm. 22.
4
R. Achmad, S. Soemadipradja, et al,Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bina Cipta,
Bandung, 2010, hlm. 13.

18
Di Indonesia telah dibuat peraturan-peraturan yang pada dasarnya sangat

menjunjung tinggi dan memperhatikan hak-hak dari anak yaitu diratifikasinya

Konfensi Hak Anak (KHA) dengan Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990.

Peraturan Perundangan-Undangan lain yang telah dibuat oleh pemerintah Bangsa

Indonesia antara lain, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi

Manusia, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, dan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Secara

Subtansi Peraturan Perundang-Undangan tersebut mengatur hak-hak anak yang

berupa hak hidup, hak atas nama, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dasar,

hak untuk beribadat menurut agamanya, berekspresi, bermain, berfikir, berkreasi,

beristirahat, bergaul, dan hak jaminan sosial.5

Di dalam sistem hukum Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila,

pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi

narapidana, tetapi merupakan suatu rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga

binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang

dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan

pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri, dan tidak

mengulangi untuk melakukan tindak pidana di masa yang akan datang. Pancasila

sebagai landasan ideologi dari sistem pemasyarakatan, menyebutkan adanya

keseimbangan dan masyarakat, hubungannya dengan alam, dengan bangsa-bangsa

lain maupun hubungannya dengan Tuhan.6

5
Bahri,Perlindungan Hukum Warga Binaan Pemasyarakatan di Rumah Tahanan
Negara, Tesis, Perpustakaan FH-UH, Makassar, 2009,hlm. 32.
6
Ibid…hlm 33

19
Di dalam Pasal 23 Undang-Undang Tentang Pemasyarakatan di jelaskan

bahwa:

1. Anak Pidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan kegiatan

tertentu.

2. Ketentuan mengenai program pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Peraturan Pemerintah yang dimaksud oleh Undang-undang Nomor 12

Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah Peraturan Pemerintah Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan, dimana di jelaskan dalam Pasal 1 poin 1 dan Pasal 14 yang

menyatakan bahwa :

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

1. Pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas ketaqwaan kepada

Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, profesional, kesehatan

jasmani dan rohani Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan.

Pasal 14

1. Kepala Lapas Anak wajib melaksanakan pembinaan Anak Didik

Pemasyarakatan.

2. Dalam melaksanakan pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) Kepala Lapas Anak wajib mengadakan

perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian atas kegiatan program

pembinaan.

20
3. Kegiatan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diarahkan pada

kemampuan Anak Didik Pemasyarakatan untuk berintegrasi secara sehat

dengan masyarakat.

Dengan adanya landasan tersebut, maka pelaksanaan pembinaan di dalam

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) merupakan hal yang wajib di penuhi untuk

menunjang kualitas ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap

dan perilaku, profesional, kesehatan jasmani dan rohani Narapidana dan Anak

Didik Pemasyarakatan.

Pembinaan narapidana adalah sebuah sistem.Sebagai suatu sistem, maka

pembinaan narapidana mempunyai beberapa komponen yang bekerja saling

berkaitan untuk mencapai suatu tujuan.7

Pendidikaan narapidana di dalam Lapas tidak terlepas dari sebuah dinamika,

yang bertujuan untuk memberikan lebih banyak bekal bagi narapidana dalam

menjalani kehidupan setelah selesai menjalani masa hukuman atau bebas.

Pemasyarakatan dikatakan sebagai suatu sistem pendidikan terhadap para

pelanggar hukum dan sebagai suatu pengejawantahan keadilan yang bertujuan

untuk mencapai reintegrasi sosial atau pulihnya kesatuan hubungan antara warga

binaan pemasyarakatan dengan masyarakat.

Di dalam Lapas, para anak pidana akan tetap mendapatkan perlakuan yang

baik dari petugas lapas guna mengoptimalkan proses pembelajaran dan

pembinaan. Jadi, yang menjadi salah satu inti dari pemidanaan adalah

7
C.I. Harsono. Sistem Baru Pembinaan Narapidana. Djambatan.Jakarta, 2005, hlm. 5

21
mengintegrasikan pelaku pidana menjadi manusia bermoral dan beretika sesuai

dengan nilai-nilai luhur.8

Perlindungan Hukum Terhadap hak Narapidana anak pidana dalam

mendapatakan pembinaan berupa asupan pendidikan yang baik di dalam Lapas

merupakan salah satu poin penting yang patut untuk diangkat salah satu topik

kajian dewasa ini.

Pada umumnya anak yang melakukan tindak pidana dan berdasarkan

putusan pengadialan dapat di didik dan ditempatakan di Lapas Anak Kelas II A

Tembilahan atau atas permintaan lain dari orang tua walinya yang telah

memperoleh penetapan dari pengadilan untuk didik di Lapas Anak Kelas II A

Tembilahan agar mendapatkan pembinaan, bimbingan, keterampilan dan terutama

mendapatkan pendidikan. Namun di Lapas Kelas II A Tembilahan yang

khususnya menampung naraipidana Dewasa ternyata juga menampung narapidana

anak. Hal tersebut dilakukan karena adanya alasan-alasan dan pertimbangan

tertentu.

Dari latar belakang permasalahan tersebut diatas maka penulis tertarik ingin

melakukan penelitian dalam bentuk Skripsi dengan judul “Pelaksanaan

Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di Lembaga

Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.”

8
Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir,Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif
Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta,2010 hlm. 74.

22
B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka yang

menjadi perumusan masalah adalah :

1. Bagaimana Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak

di Lembaga Permasyarakatan KlasIIA Tembilahan Kabupaten Indragiri

Hilir ?

2. Apa Kendala dan upaya dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan

Bagi Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan

Kabupaten Indragiri Hilir ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah :

1. Untuk mengetahui Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi

Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan

Kabupaten Indragiri Hilir .

2. Untuk mengetahui Kendala dan upaya dalam Pelaksanaan Pemenuhan Hak

Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA

Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir .

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian akan memberikan sumbangan bagi khazanah ilmu hukum

tentang hak Narapidana anak khususnya tentang Pelaksanaan

23
Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di Lembaga

Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.

b. Penelitian ini akan memberikan sumbangan bagi ilmuan atau sebagai

bahan bacaan (kepustakaan) bagi mahasiswa dan dosen, khususnya di

Fakultas Hukum Unversitas Islam Riau.

2. Manfaat praktis

Penelitian ini juga diharapkan sebagai penerapan dalam kehidupan

masyarakat terhadap kesadaran hukum masyarakat terhadap Pelaksanaan

Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di Lembaga

Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.

E. Kerangka Teori

Mengenai kerangka teori dalam penelitian ada istilah yang sering digunakan

yaitu Tinjauan Pustaka, Kerangka Konsep dan Teori, Kerangka Pemikiran dan

sebagainya. Berbagai istilah tersebut pada dasarnya sama maksud dan maknanya,

hanya ada yang lebih luas dan yang lain lebih sempit. Akan tetapi isi dari

kerangka teori adalah konsepsi-konsepsi, teori-teori, pandangan-pandangan,

penemuan-penemuan yang relevan dengan pokok permasalahan.9

Kerangka teori yang disusun sebagai landasan berfikir yang menjanjikan

dari sudut mana masalah yang dipilih akan disoroti. Dalam kerangka teori

berisikan teori-teori yang digunakan penulis sebagai dasar dalam penelitian. Oleh

99
Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm. 92.

24
karena itu teori-teori yang digunakan oleh penulis harus disesuaikan dengan

obyek apa yang diteliti.10

Teori adalah menerangkan atau menjelaskan tentang mengapa gejala

spesifik terjadi.11 Di dalamnya menguraikan bahwa segala sesuatu yang terdapat

dalam teori sebagai suatu sistem aneka atau ajaran.12

Untuk melakukan penelitian dalam Skripsi ini sebagai kerangka teori

penulis sebagai berikut :

1. Teori Negara Hukum

Indonesia adalah negara hukum, sebagaimana disebutkan pada Pasal 1 ayat

3 Undang-Undang Dasar 1945, dimanaIndonesia dinyatakan sebagai Negara

Hukum (Rechtstaat), bukan Negara Kekuasaan (Machtstaat). Di dalamnya

terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi hukum dan

konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan menurut

sistem konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945, adanya jaminan-jaminan hak asasi manusia dalam

Undang-Undang dasar, adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak

yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin

keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan wewenang oleh

pihak yang berkuasa. Dalam paham Negara Hukum yang demikian itu, pada

10
Tim Penyusun, Panduan dan Pedoman Penulisan Tesis Fakultas Hukum Universitas
Isalm Riau, Pekanbaru,UIR, 2015, hlm. 22.
11
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Maju Mundur, Bandung, 1994, hlm.
27
12
Soerjono Soekanto dan Srimamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 7.

25
hakikatnya hukum itu sendirilah yang menjadi penentu segalanya sesuai dengan

prinsip nomokrasi (nomocrasy) dan doktrin „the Rule of Law, and not of Man.13

Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik itu

didasarkan pada hadirnya hukum yang baik. Gagasan ini kemudian dipertegas

Aristoteles, dalam bukunya Politica, yang mengatakan bahwa negara yang baik

adalah negara yang diperintah oleh konstitusi dan berkedaulatan hukum. Terdapat

tiga unsur dari pemerintahan yang berkonstitusi, yaitu pemerintahan dilaksanakan

untuk kepentingan umum; pemerintahan dibuat menurut hukum yang berdasarkan

pada ketentuan- ketentuan umum, bukan dibuat oleh kesewenang-wenangan; dan

pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan atas paksaan

penguasa.14

Laurence M. Friedman mengatakan bahwa negara hukum lebih identik

dengan rule of law. Sedangkan istilah rechtsstaat mengandung arti pembatasan

kekuasaan negara oleh hukum. Konsep negara hukum muncul sebagai reaksi atas

konsep negara legal state atau konsep negara penjaga malam (nachtwakerstaats).

Konsep negara ini memberikan batasan turut campurnya negara dalam bidang

politik, ekonomi dan sosial, sehingga oleh karenanya pemerintah atau administrasi

negara menjadi pasif dalam menjalankan fungsi pemerintahannya (executive

functions).15

13
Asshiddiqie, Jimly. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat
UUD Tahun 1945. Jakarta : Mahkamah Konstitusi. 2014. hlm. 2
14
Lukman Santoso, Negara Hukum dan Demokrasi, Ponorogo : IAIN Po PRESS, 2016.
hlm. 7-8
15
Ibid., hlm. 9

26
Konsep rechsstaat muncul pada abad ke-19, yang diusung oleh Freidrich

Julius Stahl. Konsep ini mengetengahkan unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat)

sebagai berikut:16

a. Perlindungan hak-hak asasi manusia;

b. Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu;

c. Pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan; dan

d. Peradilan administrasi dalam perselisihan.

Adapun pemahaman mengenai negara hukum, oleh Raoul

Wallenbergdijelaskan bahwa Negara Hukum artinya para warga dan mereka

yang mengatur warga harus mematuhi hukum. Lebih lanjut menjelaskan

Negara Hukum berlaku pada hubungan antara Pihak berwenang di tingkat

nasional (Pemerintah dan bagian eksekutif lain di berbagai tingkat dan

pengadilan) dan warga negara, residen serta aktor swasta lainnya misalnya

asosiasi dan perusahaan.17

Pertama, Negara Hukum menyebabkan hukum menjadi aturan yang

memiliki karakteristik formal. Karakteristik-karakteristik ini dikatakan sebagai

formal karena tidak ada hubungannya dengan isi atau substansi dari hukum.

Contoh dari karakteristik formal tersebut adalah dalam pengundangannya

terdapat petunjuk yang mengatakan bahwa hal tersebut adalah peraturan

perundangan, dipublikasikan dalam lembar negara, dan kualitas dari peraturan

itu dibuat sedemikian rupa sehingga yang dituju dapat memahaminya.Aspek

16
Ibid.,hlm 10
17
Raoul Wallenberg, Negara Hukum,The Hague, Belanda : The Hague Institute for the
Internationalisation of Law, 2012. hlm. 6-7

27
kedua adalah mengenai cara bagaimana hukum dibuat. Ada dua pilihan.

Hukum dapat dibuat oleh orang-orang yang telah terpilih dan bertanggungugat

terhadap mereka yang memilih, atau oleh orang-orang yang tidak terpilih.

Hukum daapt dibuat secara demokratis atau dalam sistem yang tidak ada

demokrasi. Tanpa perlu diragukan Negara Hukum hanya dapat diwujudkan

dalam sistem politik yang demokratis.18

Tak semua hukum yang ada dalam suatu negara dibuat melalui parlemen

atau lembaga terpilih lainnya. Kekuasaan membuat undang- undang dapat

didelegasikan kepada lembaga lain terutama badan regional atau daerah. Dan

pada beberapa sistem demokratis mungkin akan ada perwakilan dalam

parlemen yang tidak dipilih. Initinya adalah mereka yang dipercayai

memegang kekuasaan legislatif juga diatur oleh hukum dan diawasi sesuai

dengan konstitusi. Hal ini tidak menafikkan bahwa karakteristik formal pada

Negara Hukum dapat diwujudkan juga dalam sistem politik yang tidak

demokraits. Dalam sistem ini para politisi dapat melaksanakan kekuasaan

mereka melalui hukum namun biasanya mereka tidak diatur oleh hukum.

Sistem ini dicirikan dengan aturan dengan hukum, bukan Negara Hukum.

Aspek ketiga adalah isi dari hukum itu sendiri. Di sini, unsur utamanya adalah

Negara Hukum mensyaratkan penghargaan terhadap hak asasi manusia. Hal ini

benar terutama terhadap hak sipil dan politik. Sulit untuk dibayangkan

contohnya bagaimana Negara Hukum dapat terwujud tanpa penghargaan akan

hak untuk bebas berbicara dan berserikat. Namun hak asasi manusia lainnya

18
Ibid.,hlm.10-11

28
juga bermain di sini termasuk hak ekonomi, sosial dan budaya.19

Dicey mengemukakan unsur-unsur rule of law sebagai berikut :20

a. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of the law); tidak

adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary power),

dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar

hukum.

b. Kedudukan yang sama dihadapan hukum (equality before the law).

Dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun untuk pejabat.

c. Terjaminnya hak-hak manusia oleh undang-undang (di negara lain

oleh undang-undang dasar) serta keputusan-keputusan pengadilan.

Mahfud Md dan kawan-kawan menjelaskan, dapat didefinisikan sebagai

suatu sistem di mana hukum-hukum dipahami oleh publik, jernih maknanya,

dan diterapkan secara samapada semua orang. Hukum menjaga dan

menyokong kebebasan slpil dan politik yang telah memperoleh status sebagai

hak-hak asasi manusia universal lebih dari setengah abad terakhir. Secara

khusus siapapunyang disangka atas satu kejahatan memiliki hak atas

perlakuanyang adil (prompt hearing) dan praduga tak bersalah sampai

dinyatakan bersalah. Lembaga-lembaga utama dari sistem hukum,

termasukpengadilan, kejaksaan, dan polisi, mesti adil, kompeten, dan efisien.

Para hakim bersikap imparsial dan independen, tidak dipengaruhi atau

dimanipulasi oleh politik. Mungkin yang terpenting, pemerintah menyatu

dalam suatu kerangka hukum yang menye1uruh, para pejabatnya menerima

19
Ibid.,hlm. 11
20
Ibid.,hlm. 11

29
bahwa hukum akan diterapkan pada perilaku mereka sendiri, dan pemerintah

berupaya untuk taat hukum.21

2. Teori Pembinaan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti gambar, contoh dan

model.22 Adapun pembinaan adalah usaha tindakan dan kegiatan yang dilakukan

secara berdaya guna untuk memproleh hasil yang baik. 23 Dari defenisi tersebut

dapat disimpulkan bahwa pola pembinaan adalah suatu usaha atau kegiatan yang

dilakukan untuk mendidik dan memberi bimbingan dan pengalaman serta

memberikan pengawasan kepada narapidana agar kelak setelah keluar dari

Lembaga pemsyarakatan berguna bagi masyarakat.

Program pembinaan terhadap narapidana bertujuan mempersiapkan para

narapidana agar setelah bebas nanti dapat kembali ke masyarakat serta menjadi

warga negara yang baik dan berguna bagi bangsa dan negara. Selain itu agar

bekas narapidana dapat menjalin kesatuan hubungan hukum yang telah retak,

sehingga mereka dapat menolong diri serta dapat memenuhi kebutuhan hidup dan

penghidupan yang layak sesuai dengan kemampuannya. Lebih jauh diharapkan

agar tidak terjadi pelanggaran tindakan hukum.

Pola pembinaan narapidana/tahanan dan sistem penjara berubah menjadi

sistem pemasyarakatan merupakan gagasan dari Suhardjo pada waktu menjabat

sebagai Menteri Kehakiman yang direalisasikan untuk merubah sebutan rumah

21
Mahfud MD, et al., Satjipto Rahardjo dan hukum progresif: Urgensi dan kritik, Jakarta :
HuMA Press, 2016. hlm. 149-150
22
Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008. Hlm 1197.
23
Departemen Pendidikan Nasional , Ibid, Hlm 134.

30
penjara di Indonesia sejak bulan April 1964. Sebelum digagas menjadi sistem

pemasyarakatan oleh Suhardjo pola pembinaan terdapat di dalam keputusan

Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M. 02-PK.04.10 Tahun 1990

tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia metode pembinaan/bimbingan narapidana meliputi:24

a. Pembinaan berupa interaksi langsung yang sifatnya kekeluargaan antara

pembina dengan yang dibina (warga binaan pemasyarakatan).

b. Pembinaan bersifat persuasive edukatif yaitu berusaha merubah tingkah

lakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara sesama

mereka sehingga menggugah hatinya untuk melakukan hal-hal yang

terpuji, menempatkan warga binaan pemasyarakatan sebagai manusia

yang memiliki potensi dan memiliki harga diri dengan hak-hak dan

kewajibannya yang sama dengan manusia lainnya.

c. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis.

d. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan yang

disesuaikan dengan tingkat keadaan yang dihadapi.

e. Pendekatan individual dan kelompok.

Pembinaan narapidana dikenal dengan nama pemasyarakatan, menurut

Suharjo“ Tujuan pembinaan narapidana dari sistem kepenjaraan ke sistem

pemasyarakatan.”Menurutnya memperlakukan narapidana memerlukan landasan

system pemasyarakatan. Gagasan Suharjo dirumuskan dalam prispnsip pembinaan

dan bimbingan narapidana sebagai berikut menurut Harsono :

24
Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, Sistem Peradilan Pidana, (PTIK, Jakarta,
2012), hlm. 294.

31
1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikannya bekal hidup

sebagi warga negara yang baik dan berguna bagi kehidupan masyarakat.

2. Penjatuhan pidana bukan tindakan pembalasan dendam dari negara.

3. Rasa tobat tidaklah dapat dicapai dengan menyiksa melainkan dengan

bimbingan

4. Negara tidak berhak membuat seorang pidana lebih buruk atau lebih jahat

dari sebelum masuk lembaga

5. Selama hilang kemerdekaan bergerak, narapidana harus dikenalkan dengan

masyarakat, dan tidak boleh di asingkan dari masyarakat.

6. Pekerjaan yang diberikan kepada narapidana tidak boleh bersifat mengisi

waktu semata hanya diperuntukan untuk kepentingan lembaga atau negara

saja. Pekerjaan yang diberikan harus ditujukan untuk pembangunan Negara.

7. Bimbingan dan didikan harus berdsarkan asas pancasila

8. Tiap orang adalah manusia dan harus diperlakukan sebagai manusia

meskipun ia telah tersesat, tidak boleh ditunjukkan kepada narapidana

bahwa ia adalah seorang penjahat.

9. Narapidana itu hanya di jatuhi hukuman hilang kemerdekaannya.

10. Sarana fisik lembaga merupakan salah satu hambatan pelaksanaan sistem

pemasyarakatan.

Pada pelaksanaan pembinaan dalam sistem pemasyarakatan pada prinsipnya

terdiri atas 2 bagian yaitu intramural treatment dan ekstramural treatment

menurut Harsono. Intramural treatment artinya pembinaan tersebut dilakasanakn

di dalam Lembaga Pemasyarakatan dengan tujuan memperbaiki dan

32
meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan

perilaku, kesehatan jasmani-rohani. Sedangakan ekstramural treatment yaitu

pembinaan yang dilakukan diluar lembaga pemasyarakatan, bertujuan

meningkatkan dan mengembangkan kemampuan narapidana selama dalam

lembaga pemasyarakatan, meliputi cuti mengunjung keluarga dan pemberian

asimilasi.

Dapat disimpulkan bahwa kedua prinsip dalam pelaksanaan pembinaan

mempunyai kesamaan bahwa pada dasarnya memberikan kesempatan untuk

memperbaiki dan mengembangkan kemampuan dari para narapidana yang ada di

lembaga pemasyarakatan.Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 31 Tahun

1990 pasal 2 dan 3, keputusan Menteri Kehakiman No.M.02.PK.04-10 Tahun

1990, intramural treatment dalam pelaksanaan meliputi pembinaan kepribadian

dan pembinaan kemandirian. Sedangkan eksteramural treatment, yaitu pembinaan

yang dilakukan di luar lembaga pemasyarakatan, bertujuan meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan narapidana atau warga binaan selama di lembaga

pemasyarakatan, meliputi pemberian asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga

(CMK), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Pembebasan Bersyarat (PB). 25

Proses pembinaan dalam sistem pemasyarakatan merupakan program

bertahap yang harus di jalani oleh narapidana atau warga binaan pemasyarakatan,

tahap pertama dimulai dari sejak sadmisi orientasi /observasi saat menjalani 0-1/3

masa pidana (maximum security). Tahap kedua adalah pembinaan kepribadian dan

kemandirian saat menjalani 1/3-1/2 masa pidana serta asimilasi (proses

25
Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama,
Bandung, 2006, hlm. 102.

33
pembimbingan) saat menjalani 1/2 sampai 2/3 masa pidana (medium security).

Tahap ketiga proses pelaksanaan pembebasan bersyarat, CMB hingga bebas

murni atau 2/3 masa pidana bebas (minimum security).

Konsepsional pembinaan begitu luas dan mempunyai banyak segi, oleh

karena itu perlu di gali bagaimana pendapat narapidana terhadap pembinaan itu

sendiri,bagaimana proses pembinaan taham yang dimulai dari tahap satu sampai

tiga, pelaksanaan, bentuk pembinaan yang diinginkan narapidana serta

keikutsertaan narapidana dalam pembinaan. Tidak hanya saja terhadap

narapidana, gambaran pembinaan juga harus di telaah pada diri petugas, seperti

halnya pendapat petugas terhadap proses pelaksanaan pembinaan yang dilakukan,

dalam proses pembinaan, ketaatan narapidana atau warga binaan dalam

melaksanakan pembinaan yang diselenggarakan di Lembaga Pemasyarakatan. 26

Dalam strategi pembinaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan

memiliki perhatian terhadap narapidana di berbagai negara berkembang terutama

setelah diterapkannya Standart Minimum Rules for the Treatment of offenders

dalam salah satu kongres Perserikatan Bangsa- bangsa mengenai The Prevention

of Crime and the Treatment of offendersTahun 1995.

Di dalam Standart Minimum Rules for the Treatment of offenders tersebut

antara lain di tentukan : “ Tidak diperkenankan memperlakukan narapidana atas

dasar perbedaan etnis, agama, dan status sosial narapidana”. Dengan demikian

pembinaan terhadap narapidana harus di dasarkan pada prinsip persamaan tanpa

pandang bulu. Perlakuan khusus terhadap narapidana hanya di kecualikan jika

26
Ibid, hlm. 103

34
secara tegas diatur di dalam Undang-undang. Pembinaan narapidana atau warga

binaan yang tidak di dasarkan pada asas persamaan,selain menimbulkan

kecemburuan sosial diantara sesama narapidana atau warga binaan juga

menimbulkan hal-hal yang tidak kita harapkan seperti halnya narapidana atau

warga binaa pemasyarakatan yang kabur dari lembaga pemasyarakatan.

Peraturan-peraturan dan lembaga-lembaga yang dipergunakan untuk

pembinaan narapidana atau warga binaan pemasyarakatan sangat erat dengan

perkembangan pemikiran masyarakat yang bersangkutan dengan tujuan dengan

pemidanaan. Tahapan Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan

Pemasyarakatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 maka

pembinaan dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilaksanakan

dengan tahapan berikut :27

1. Tahap awal

Pembinaan awal di mulai sejak seseorang yang bersangkutan berstatus

sebagai narapidana sampai dengan 1/3 dari masa pidana. Pembinaan tahap awal

meliputi :

a. Masa pengamatan

b. Pengenalan

c. Penelitian lingkungan paling lama 1 bulan

d. Perencanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian

e. Pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian

f. Penilaian pelaksanaan program tahap awal

27
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan
dan Bimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan.

35
2. Tahap lanjutan

Pembinaan tahap lanjutan dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Pembinaan tahap lanjutan pertama, yaitu sejak berakhirnya tahap awal

sampai ½ dari masa pidana;

b. Pembinaan tahap lanjutan yaitu sejak berakhirnya tahap lanjutan

pertama sampai dengan 2/3 masa pidana. Pembinaan tahapan lanjutan

meliputi : perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pelaksanaan

program asimilasi.

c. Tahap akhir

Pembinaan tahap akhir meliputi :

a. Perencanaan program integrase

b. Pelaksanaan program integrase

c. Pengakhiran pelaksanaan pembinaan tahap akhir

Tahapan-tahapan yang dikemukakan di atas merupakan sarana bagi

petugas lembaga pemasyarakatan untuk mengawasi tingkat perkembangan

kesadaran narapidana yang bersangkutan. Tingkat perkembangan kesadaran

tersebut merupakan salah satu faktor atau cara untuk menentukan jenis pembinaan

yang sesuai dengan latar belakang narapidana, seperti halnya dalam tingkat

pendidikan, sosial dan ekonomi, agar proses pembinaan dapat berjalan dengan

baik.28

Narapidana atau warga binaan perlu dibekali dengan berbagai

keterampilan dan perlu dilibatkan dalam kegiatan sosial, agar menumbuhkan

28
Alam A.S,Pengantar Kriminologi, Pustaka Refleksi Books, Makassar, 2010, hlm 2

36
kembali rasa percaya diri ketika mereka kembali ke tempat asalnya, dan bisa di

terima kembali lagi oleh masyarakat di lingkungannya. Banyak masyarakat yang

selalu menilai buruk dan memandang dengan rasa curiga yang berlebih terhadap

seorang mantan narapidana, terkadang mereka sering mengasingkan mantan

narapidana dalam bergaul, oleh sebab itu perlu adanya perubahan pola pikir dari

masyarakat untuk bisa menerima kembali seseorang tersebut meskipun statusnya

yang pernah menjadi seorang narapidana, masyarakat harus bisa membuka diri

terhadap mantan narapidana dengan bantuan maksimal dalam proses pergaulan

atau bersosialisasi.29

Disamping itu, mantan narapidana sangat sulit untuk mendapatkan

kembali pekerjaannya, karena banyak perusahaan yang menyaratkan surat

kelakukan baik untuk di jadikan salah satu syarat masuk kerja. Oleh sebab itu,

fungsi dari pembinaan itu, memberikan keterampilan yang baik dan ilmu yang

baru, agar mantan narapidana bisa mengembangkan bakatnya dengan baik serta

bisa memperoleh peluang untuk mencari pekerjaan.

Pembinaaan yang ada di lembaga pemasyarakatan terbagi menjadi 2 yaitu

pembinaan keterampilan dan pembinaan keagamaan. Pembinaan keterampilan

adalah sebuah pembinaan yang ada di lembaga pemasyarakatan yang wajib diikuti

oleh semua narapidana yang ada di lapas, tujuan dengan diadakannya pembinaan

ini, para narapidana bisa mengasah kemampuan yang dimilikinya, karena selama

mereka di lembaga pemasyarakatan tetap kegiatan sehari-harinya layak seperti

orang-orang lainnya yang ada di luar lembaga pemasyarakatan pada umumnya,

29
Yesmil Anwar, Adang, Kriminologi, Refika Aditama, Bandung, 2013, hlm. 2

37
adapun keterampilan yang diikuti oleh narapidana yaitu pembuatan sandal,

aksesoris, jilbab, mukena, hiasan rumah dan lampu hiasan. Barang yang

diproduksi kemudian di jual kepada pasar serta memiliki mitra kerja sama dengan

hotel city, hotel horison (pembuatan sandal), mereka diajari oleh kepala bagian

pembinaan keterampilan.

Pembinaan keagamaan adalah sebuah pembinaan yang ada di lembaga

pemasyarakatan dan wajib di ikuti oleh semua narapidana yang ada di lapas,

tujuan dengan diadakannya pembinaan ini, narapidana bisa mendapatkan materi

pencerahan tentang keagamaan, kegiatan ini di lakukan setiap hari jum’at selepas

sholat jum’at dan hari minggu untuk narapidana yang non muslim.

3. Teori Perlindungan Hukum

Secara kebahasaan, kata perlindungan dalam bahas Inggris disebut dengan

protection. Istilah perlindungan menurut KBBI dapat disamakan dengan istilah

proteksi, yang artinya adalah proses atau perbuatan memperlindungi, sedangkan

menurut Black’s Law Dictionary, protection adalah the act of protecting.30

Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang

berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun benda atau barang.

Selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan

oleh seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan

hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada warga negaranya agar hak-

30
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, ninth edition, St.Paul: West, 2009,
hlm.1343.

38
haknya sebagai seorang warganegara tidak dilanggar, dan bagi yang

melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku.31

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan

terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat

preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum,

yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban,

kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.32

Adapun pendapat yang dikutip dari bebearpa ahli mengenai perlindungan

hukum sebagai berikut: 33

a. Perlindungan hukum adalah adanya upaya melindungi kepentingan

seseorang dengan cara mengalokasikan suatu Hak Asasi Manusia

kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam rangka kepentingannya

tersebut.34

b. Perlindungan hukum adalah tindakan atau upaya untuk melindungi

masyarakat dari perbuatan sewenang-wenang oleh penguasa yang tidak

sesuai dengan aturan hukum, untuk mewujudkan ketertiban dan

ketentraman sehingga memungkinkan manusia untuk menikmati

martabatnya sebagai manusia.

31
Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei 2004, hlm. 89.
32
Rahayu, Pengangkutan Orang, Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia Yang Berat
Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, 2009, hlm. 210.
33
Setiono, “Rule of Law”, Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2004, hlm.3
34
Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta, 2003,
hlm. 121.

39
Perlindungan hukum adalah kegiatan untuk melindungi individu dengan

menyerasikan hubungan nilai-nilai atau kaidah-kaidah yang menjelma dalam

sikap dan tindakan dalam menciptakan adanya ketertiban dalam pergaulan hidup

antara Sesama manusia.35

Perlindungan hukum yaitu merupakan segala upaya yang dapat menjamin

adanya kepastian hukum, sehingga dapat memberikan perlindungan hukum

kepada pihak-pihak yang bersangkutan atau yang melakukan tindakan hukum.36

Suatu perlindungan dapat dikatakan sebagai perlindungan hukum apabila

mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

a. Adanya pengayoman dari pemerintah terhadap warganya.

b. Jaminan kepastian hukum.

c. Berkaitan dengan hak-hak warganegara.

d. Adanya sanksi hukuman bagi pihak yang melanggarnya.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa perlindungan hukum atau Legal protection

merupakan kegiatan untuk menjaga atau memelihara masyarakat demi

mencapaikeadilan.37 Kemudian perlindungan hukum dikonstruksikan sebagai

bentuk pelayanan, dan subjek yang dilindungi. 38

35
Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia, Disertasi,
Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003, hlm. 14.
36
Hetty Hasanah, “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan
Konsumenatas Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”, Artikel diakses pada 1 Juni 2021
darihttp://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.
37
Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal
(Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi, Fakultas Syariah dan
Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013, h. 19
38
Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis
dan Disertasi”, cet. 1, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm.261.

40
F. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda tentang judul penelitian

ini, maka penulis memberikan batasan terhadap judul penelitian ini dan yang

merupakan kerangka konseptual dalam penelitian ini.

Adapun kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pelaksanaan adalah suatu tindakan atau pelaksanaan dari sebuah rencana

yang sudah disusun secara matang dan terperinci, implementasi biasanya

dilakukan setelah perencanaan sudah dianggap siap.39

2. Hak adalah sesuatu yang benar, milik,kewenangan, dan kekuasaan

seseorang untuk berbuat sesuatu karena sudah diatur undang-undang atau

peraturan.40

3. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya

pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.41

4. Narapidana Anak adalah warga binaan Pemasyarakatan, Terpidana,

Narapidana, Anak didik pemasyarakatan, klien Pemasyarakatan LAPAS dan

BAPAS sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 Tentang Pemasyarakatan.42

39
Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, PT. Raja Grafindo Persada,
2002, hlm.70
40
https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. diakses di Tembilahan pada tanggal 12 November
2021 jam 10.00PM
41
https://saintif.com/pengertian-pendidikan/ diakses di Tembilahan pada tanggal 12
November 2021 jam 10.30PM
42
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

41
5. Lembaga Permasyarakatan adalah Tempat membina Narapidana dan Anak

didik Pemasyarakatan dalam keadaan terbuka tanpa dikelilingi atau dipagari

oleh tembok.43

G. Metode Penelitian

Metode penelitian pada hakikatnya merupakan suatu cara yang digunakan

untuk memperoleh pengetahuan yang benar melalui langkah-langkah dengan

sistematis :44 Untuk melakukan penelitian dalam proposal tesis ini, penulis

menggunakan metode penelitian dengan sistematika sebagai berikut :

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Dilihat dari jenisnya, penelitian hukum ini adalah penelitian hukum empiris

atau sosiologis. Suatu penelitian hukum yang memperoleh data dari data primer

atau data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 45

Data yang diperoleh dianalisa dengan membandingkan antara ketentuan-

ketentuan yang bersifat normatif (das sollen) dengan kenyataan (das sein) yang

terjadi dalam masyarakat.46

Dilihat dari sifatnya, penelitian bersifat deskriftif analitis yaitu dalam artian

memberikan gambaran disertai penjelasan secara sistematik, faktual dan akurat47

mengenai obyek yang diteliti. Kemudian dianalisis.

43
Peraturan Pemerintah Pasal 1 ayat 8, Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tatacara
Pelaksanaan Hak warga Binaan Pemasyarakatan
44
Tim Penyusun, Loc. Cit.
45
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimntri, Ghalia
Indonesia, Jakarta, 1990, hlm. 52.
46
Tim Penyusun, Op. Cit., hlm. 23.
47
Bambang Sanggono, Metodologi penelitian Hukum, Cetakan kedua, Penerbit Raja
Grafindo Persada, Jakarta 1998, hlm. 36.

42
2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini berlokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA

Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir. Alasan penulis melakukan penelitian di

lokasi tersebut agar mudah dalam memperoleh data yang dibutuhkan dan

berdasarkan pengamatan awal penulis masih banyak Pemenuhan Hak

Pendidikan Bagi Nara Pidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Indonesia.

3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari obyek yang akan diteliti yang

mempunyai karateristik yang sama. Sampel merupakan sebagian anggota populasi

yang diambil dengan menggunakan teknik tertentu yang disebut dengan teknik

sampling.48 Berhubung banyaknya populasi, sehingga diperlukan sampel. Dalam

penelitian ini penulis menggunakan metode purposive sampling yaitu suatu

metode yang digunakan apabila jumlah sampel yang mewakili dari populasi telah

ditetapkan terlebih dahulu dengan kriteria atau ukuran tertentu yang lebih lanjut

ditentukan oleh peneliti,49 dengan harapan mampu menjawab pertanyaan yang

penulis ajukan sebagaimana tabel dibawah ini.

Tabel 1
RPopulasi dan Sampel

No. Responden Populasi Sample Persentase


Kepala LAPAS Klas II A
1 1 - 100 %
Tembilahan
2 Kasi BINADIK 1 - 100 %
3 Narapidana Anak 126 13 10,4 %
Total 128 13 100%
Sumber: Data Olahan Tahun 2021

48
Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Statistik Penelitian Hukum, Pustaka Setia,
Bandung, 2005, hlm. 84.
49
Tim Penyusun, Op. Cit., hlm. 25 – 26.

43
Dengan jumlah populasi di atas bagi penulis sudah dapat menjawab

permasalahan yang akan di teliti. Jadi tidak melihat dari segi kualitasnya tetapi

kualitas yang menurut hukum itu dilarang, maka analisisnya menggunakan

analisis kualitatif.

4. Data dan Sumber Data

Sebagai sumber data dalam penelitian ini adalah.50

a. Data primer

Adalah data utama yang diperoleh oleh peneliti melalui responden. Data

ini berasal dari Kantor Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan.

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yaitu Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan adalah Peraturan

Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan

Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan serta beberapa buku-

buku literatur dan karya ilmiah dari kalangan hukum yang berkaitan

dengan Perlindungan Hukum Terhadap Pemenuhan Hak Pendidikan

Bagi Nara Pidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Indonesia.

c. Bahan Hukum Tersier

Adalah merupakan bahan hukum yang mempunyai fungsi untuk

memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan

50
Ibid, hlm. 26.

44
hukum sekunder. Bahan hukum ini adalah kamus hukum dan Kamus

Besar Bahas Indonesia.

5. Alat Pengumpul Data

Untuk memperoleh data yang sebagaimana diharapkan, maka alat

pengumpul data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah :51

a. Observasi

Observasi yaitu Pengumpulan data dengan cara mengamati fenomena

suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu pula. Dalam observasi

ini peneliti menggunakan banyak catatan, yang harus dilakukan sendiri

oleh peneliti.

b. Wawancara

Wawancara yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

penulisan memberikan pertanyaan-pertanyaan atau Tanya jawab secara

langsung kepada responden sebagai yang mewakili populasi yang

terkaitan dengan masalah yang di teliti. Dalam penelitian ini wawancara

dilakukan dengan cara bertanya langsung pada pihak-pihak yang

diwawancarai terutama orang-orang yang berwenang, mengetahui, dan

terkait dengan masalah yang dibahas yaitu wawancara dilakukan

kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan.

c. Kuesioner

Kuesioner yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara peneliti

membuat daftar pertanyaan secara tertulis, baik secara tertutup maupun

51
Ibid, hlm. 26-27

45
terbuka kepada responden sebagai yang mewakili, dalam hal ini

kusioner dilakukan terhadap Narapidana Anak di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan. Daftar pertanyaan harus

disesuaikan dan mempunyai hubungan erat dengan masalah yang

dibahas.

6. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisa kualitatif yaitu data yang

diperoleh dari responden baik tertulis maupun lisan dipelajari sebagai suatu yang

utuh dan berkualitas, kemudian disusun secara sistematis agar dapat kejelasan

masalah yang akan dibahas.52

Setelah analisis data selesai, maka hasilnya diolah dan disajikan dengan cara

membandingkan antara data lapangan dengan pendapat ahli atau dengan peraturan

perundang-undangan yang dijadikan dasar yuridis dalam pokok masalah.

Kemudian untuk menarik kesimpulan penulis menggunakan dengan cara deduktif

yakni penarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum menuju hal yang bersifat

khusus.53

52
Mukti Fahjar ND & Yulianto Achmad, Op,Cit, hlm.192.
53
Ibid, hlm. 27.

46
BAB II

TINJAUAN UMUM

A. Tinjauan Umum Tentang Anak di Indonesia

Anak dan generasi muda adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, karena

anak merupakan bagian dari generasi muda. Selain anak di dalam generasi muda

ada yang disebut juga remaja dan dewasa. Generasi muda, dibatasi sampai anak

berumur 25 tahun. Generasi muda terdiri dari atas masa anak-anak berusia 0-12

tahun, masa remaja 13-20 tahun dan masa dewasa muda berusia 21-25 tahun.

Masa anak-anak dibagi menjadi 3 (tiga) tahap, yaitu masa bayi usia 0 sampai

menjelang 2 tahun, masa anak-anak pertama usia 2-5 tahun dan masa anak-anak

terakhir usia 5-12 tahun. Pada masa bayi keadaan fisik anak masih sangat lemah

dan kehidupannya masih sangat bergantung pada pemeliharaan orang tuanya,

terutama dari ibunya.

Menurut Satjipto Raharjo dalam bukunya “Kriminalisasi Anak” yang

berjudul “Tawaran Gagasan Radikal Peradilan Anak Tanpa Pemidanaan”,

mendefinisikan anak sebagai manusia yang berusia dibawah 18 tahun kecuali

berdasarkan undnag-undang yang berlaku bagi anak ditentukan bahwa usia

dicapai lebih awal.54 Pada masa remaja merupakan masa anak mengalami

perubahan cepat dalam segala bidang, perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan,

sikap sosial dan kepribadian. Masa remaja adalah masa goncang karena

banyaknya perubahan yang terjadi dan tidak stabilnya emosi yang kadangkadang

menyebabkan timbulnya sikap dan perbuatan yang oleh orang tua dinilai sebagai

54
Satjipto Raharjo, Perspektif Peradilan Anak, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 4

47
perbuatan yang nakal, sehingga kenakalan tersebut dapat membuat emosi orang

tua sehingga dapat menyebabkan kekerasan pada anak.

Selain kenakalan yang biasa mengakibatkan kekerasan orang tua terhadap

anak, belum siapnya orang tua untuk mempunyai anak bisa juga menyebabkan

kekerasan terhadap anak. Untuk itu perlu diberikan perlindungan hukum bagi

anak untuk mencegah adanya kekerasan yang menimbulkan kekerasan fisik bagi

anak. Untuk memberikan perlindungan yang baik terhadap anak-anak di Indonesia

maka diperlukan peraturan-peraturan yang memberikan jaminan perlindungan

hukum bagi anak-anak yang ada di Negara Republik Indonesia. Pengertian anak

menurut hukum yang berlaku di Indonesia terdapat dalam beberapa peraturan

yaitu:

1. Menurut Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Pasal 1 ayat (5) tentang

Hak Asasi Manusia pengertian Anak yang berbunyi: “ Anak adalah setiap

manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah

termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi

kepentingannya”;55

2. Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 1 ayat (1) tentang

Perlindungan Anak yang berbunyi “Anak adalah seorang yang belum

berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak masih dalam kandungan”;56

3. Menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 Pasal 1 ayat (2) tentang

Kesejahteraan yang berbunyi “Anak adalah seseorang yang belimmencapai

55
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 Tahun
1999, Pasal 1 angka 5.
56
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Perlindungan Anak, UU No. 23 Tahun
2002, Pasal 1 angka 1

48
umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin”.57 Selain itu juga

dalam pengertian Undang-Undang No. 4 Tahun 1979 anak bukanlah

seorang manusia mini/kecil;

4. Menurut Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 Pasal 1 ayat (3) tentang

Sistem Peradilan Pidana Anak yang berbunyi “Anak yang Berhadapan

dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah

berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas)

tahun yang diduga melakukan tindak pidana”.

Selain ketentuan Peraturan Perundang-undangan di atas dalam Keputusan

Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 53k/SIP/1952 tanggal 1 uni 1955

juga mengatur tentang pengertian anak. Dalam amarnya menentukan bahwa “15

(lima belas) tahun adalah suatu umur yang umum di Indonesia menurut Hukum

Adat dianggap sudah dewasa”.

Maidin Gultom menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 1 angka 8 Undang-

Undang Nomor 12 Tahun 1995 jo. Pasal 13 PP No. 31 Tahun 1999 Tentang

Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan, dikenal 3 (tiga) golongan anak didik

pemasyarakatan, yaitu :58

1. Anak pidana, yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di lembaga pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18

(delapan belas) tahun. Apabila anak yang bersangkutan telah berumur 18

57
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pokok Kesejahteraan Anak, UU No. 4
Tahun 1979, Pasal 1 angka 1
58
Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Anak di
Indonesia.Bandung; PT. Rafika Aditama. 2008.hlm. 137-138

49
(delapan belas) tahun tetapi belum selesai menjalani pidananya di Lembaga

Pemasyarakatan Anak.

2. Anak negara, adalah anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan

kepada negara untuk di didik dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan

anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Status sebagai

anak negara sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Walaupun umurnya

telah melewati batasan tersebut, Anak Negara tidak di pindahkan ke

lembaga pemasyarakatan (untuk orang dewasa), karena anak tersebut tidak

dijatuhi pidana penjara. Anak negara tetap berada di lembaga

pemasyarakatan anak. Bila anak negara telah menjalani masa pendidikannya

paling sedikit selama satu tahun, yang dinilai berkelakuan baik sehingga

dianggap tidak perlu lagi dididik di lembaga pemasyarakatan anak dapat

mengajukan izin kepada Menteri kehakiman, agar anak tersebut dikeluarkan

dari lembaga pemasyarakatan anak dengan atau tanpa syarat.

3. Anak sipil adalah anak yang atas permintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk di didik di lembaga

pemasyarakatan anak. Penetapan anak sipil di lembaga pemasyarakatan

anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun. Paling lama 6

(enam) bulan lagi bagi mereka yang belum berumur 14 (empat belas) tahun

dan paling lama 1 (satu) tahun bagi mereka yang pada saat penetapan

pengadilan berumur 14 (empat belas) tahun dan setiap kali diperpanjang 1

(satu) tahun dengan ketentuan paling lama berumur 18 (delapan belas) tahun

(Pasal 32 ayat (3) UU. No. 12 Tahun 1995).

50
B. Tinjauan Umum Tentang Hak-Hak Narapidana Anak di Indonesia

1. Pengertian Anak

Secara umum apa yang dimaksud dengan anak adalah keturunan atau

generasi sebagai suatu hasil dari hubungan kelamin atau persetubuhan (sexual

intercoss) antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan baik dalam ikatan

perkawinan maupun diluar perkawinan. Kemudian di dalam hukum adat

sebagaimana yang dinyatakan oleh Soerojo Wignjodipoero yang dikutip oleh

Tholib Setiadi, dinyatakan bahwa:” kecuali dilihat oleh orang tuanya sebagai

penerus generasi juga anak itu dipandang pula sebagai wadah di mana semua

harapan orang tuanya kelak kemudian hari wajib ditumpahkan, pula dipandang

sebagai pelindung orang tuanya kelak bila orang tua itu sudah tidak mampu lagi

secara fisik untuk mencari nafkah.59

Berikut ini merupakan pengertian anak menurut beberapa peraturan

perundang-undangan yang berlaku Di Indonesia antara lain:

1. Undang-undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Anak adalah

orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umum 8 (delapan)

tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum

pernah kawin.

2. Undang-undang No 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dinyatakan

bahwa anak adalah setiap manusia yang berusia di bawah 18 (delapan belas)

tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan

apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya.

59
Tholib Setiady,Perlindungan Hukum Bagi Anak ,Pustaka ,Jakarta,2010 hlm 173

51
3. Undang-undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak dinyatakan

bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan.

4. Convention On The Rights Of Child 1989 yang telah diratifikasi pemerintah

Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak

adalah mereka yang berusia 18 tahun kebawah.

5. UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0 sampai

dengan 18 tahun.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, maka dapat dinyatakan bahwa anak

adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun (0-18 tahun).

2. Hak-hak Anak

Berikut ini merupakan hak-hak anak menurut beberapa peraturan

perundang-undangan yang berlaku Di Indonesia antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Dalam

Bab II Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,

mengatur tentang hak-hak anak atas kesejahteraan, yaitu:

a. Hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan.

b. Hak atas pelayanan.

c. Hak atas pemeliharaan dan perlindungan.

d. Hak atas perlindungan lingkungan hidup.

e. Hak mendapatkan pertolongan pertama.

f. Hak untuk memperoleh asuhan.

g. Hak untuk memperoleh bantuan.

52
h. Hak diberi pelayanan dan asuhan.

i. Hak untuk memeperoleh pelayanan khusus.

j. Hak untuk mendapatkan bantuan dan pelayanan.

2. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Hak

anak dalam Undang-Undang ini diatur dalam Bab III bagian kesepuluh,

pasal 52-66, yang meliputi:

a. Hak atas perlindungan

b. Hak untuk hidup, mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf

kehidupannya.

c. Hak atas suatu nama dan status kewarganegaraan.

d. Bagi anak yang cacat fisik dan atau mental hak:

1) memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus.

2) untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat

kemanusiaan,

3) berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,dan

bernegara.

4) Hak untuk beribadah menurut agamanya.

5) Hak untuk dibesarkan, dipelihara, dirawat, dididik, diarahkan, dan

dibimbing.

6) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum.

7) Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran.

8) Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.

9) Hak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum.

53
Selain itu, secara khusus dalam Pasal 66 Undang-Undang 39 Tahun 1999

tentang hak anak-anak yang dirampas kebebasannya, yakni meliputi:

1. Hak untuk tidak dijatuhi hukuman mati atau hukuman seumur hidup.

2. Hak untuk mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan

memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya

dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya.

3. Hak untuk memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif

dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku.

4. Hak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan

Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk

umum.

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Dalam

Undang-Undang Perlindungan Anak ini, hak-hak anak diatur dalam Pasal 4

Pasal 18, yang meliputi:

a. Hak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi, serta

mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

b. Hak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.

c. Hak untuk beribadah menurut agamanya.

d. Hak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial.

e. Hak memperoleh pendidikan dan pengajaran.

f. Bagi anak yang menyandang cacat juga hak memperoleh pendidikan

luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga hak

mendapatkan pendidikan khusus.

54
g. Hak menyatakan dan didengar pendapatnya.

h. Hak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang.

i. Bagi anak penyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan

sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial.

j. Bagi anak yang berada dalam pengasuhan orang tua/ wali, berhak

mendapat perlindungan dari perlakuan:

a. diskriminasi;

b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;

c. penelantaran;

d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;

e. ketidakadilan; dan

f. perlakuan salah lainnya.

6. Hak untuk memperoleh perlindungan dari :

a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;

b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;

c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;

d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan; dan

e. pelibatan dalam peperangan.

7. Hak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.

8. Setiap anak yang dirampas kebebasannya hak untuk :

a. mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya

dipisahkan dari orang dewasa;

55
b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam

setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan

c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang

objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.

9. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang

berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan.

10. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak

mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.

C. Asas-Asas Pembinaan Terhadap Narapidana

Asas-asas yang terdapat pada Lembaga Pemasyarakatan adalah sebagai

berikut :

1. Pengayoman, yaitu perlakuan terhadap Narapidana dalam rangka

melindungi masyarakat dari kemungkinan diulangnya tindak pidana oleh

para Narapidana tersebut.

2. Persamaan perlakuan dan pelayanan, yaitu pemberian perlakuan dan

pelayanan yang sama kepada Narapidana tanpa membeda- bedakan orang.

3. Pendidikan dan pembimbingan, yaitu bahwa penyelenggaraan pendidikan

dan bimbingan dilaksanakan berdasarkan Pancasila , antara lain penanaman

jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan kesempatan

untuk menunaikan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-

masing para Narapidana.

4. Penghormatan harkat dan martabat manusia, yaitu bahwa sebagai orang

yang tersesat para Narapidana harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

56
5. Narapidana harus berada dalam LAPAS untuk jangka waktu tertentu,

sehingga negara mempunyai kesempatan untuk memperbaikinya.

6. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang

tertentu, dengan maksud agar para Narapidana tetap didekatkan dan

dikenalkan dengan masyarakat dalam bentuk kunjungan, hiburan ke dalam

LAPAS dari anggota masyarakat yang bebas, dan kesempatan berkumpul

bersama sahabat dan keluarga seperti program cuti mengunjungi keluarga.

D. Tinajuan Umum Tentang Tindak Pindana Anak

Tindak pidana anak adalah tindak pidana yang dilakukan oleh anak-anak.

Tindak pidana anak dapat dihubungkan dengan istilah Juvenile Deliquency, yang

dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan beragam istilah, yaitu kenakalan anak,

kenakalan remaja, kenakalan pemuda, taruna tersesat, ataupun jalin quersi anak.

Secara etimologis dapat dijabarkan bahwa “Juvenile” berarti “anak” sedangkan

“Deliquency” berarti “kejahatan”. Dengan demikian “Juvenile Deliquency”

adalah “Kejahatan Anak ”, sedangkan apabila menyangkut subjek atau pelakunya,

maka Juvenile Deliquency berarti penjahat anak atau anak jahat.60 Romli

Atmasasmita yang dikutib oleh Wagiati Soetodjo menyebutkan bahwa yang

dimaksud juvenile delinquency adalah: Setiap perbuatan atau tingkah laku

seseorang anak di bawah umur 18 tahun dan belum kawin yang merupakan

pelanggaran terhadap norma-norma yang berlaku serta dapat membahayakan

perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.61

60
Tholib Setiady, Op..Cit, hlm 176
61
Wagiati Soetodjo, Pidana Anak, Liberty, Yogyakarta 2010 hlm 11

57
Selain itu, Dr. Fuad Hasan dalam Sudarsono juga merumuskan bahwa

juvenile delinquency, adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak

remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak

pidana.62 Kartini Kartono dalam Tholib Setiady juga merumuskan bahwa yang

dikatan sebagai juvenile delinquency adalah: Perilaku jahat/dursila, atau

kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara

sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian

social sehingga mereka itu mengembangkan bentuk pengabaian tingkah laku yang

menyimpang.63

A Qiram SM dalam Rusli Muhammad dan Hanafi menyatakan bahwa

tingkah laku orang dewasa adalah tingkah laku yang sempurna, sedangkan

perangai anak si anak apabila diselidiki adalah merupakan suatu kritik nilai saja,

karena dalam proses pertumbuhan ke masa remaja, sedang dalam proses mencari

identitas diri.64 Dalam proses pencarian jati diri tersebut, terkadang anak-anak

tidak dapat mengendalikan diri sehingga mudah melakukan kenakalan yang

menjurus pada tindak kejahatan.

1. Bentuk Tindak Pidana Anak

Menurut Sudarsono, norma-norma hukum yang sering dilanggar oleh anak-

anak remaja pada umumnya adalah pasal-pasal tentang:

1. Kejahatan-kejahatan kekerasan

a. Pembunuhan

62
Sudarsono,Tindak Pidana Kejahatan, Liberty, Jakarta,2004 hlm 11
63
Tholib Setiady, Op..Cit hlm 177
64
Rusli Muhammad dan Hanafi, Perlindungan Terhadap Anak, Pustaka, Jakarta, 1994
hlm 91

58
b. Penganiayaan

2. Pencurian

a. Pencurian biasa

b. Pencurian dengan pemberatan

3. Penggelapan

4. Penipuan

5. Pemerasan

6. Gelandangan

7. Anak sipil

8. Remaja dan narkotika.65

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, dinyatakan bahwa tindak

pidana anak merupakan salah satu dari pelanggaran terhadap pasal 489, 490, 492,

497, 503, 505, 514, 517, 518, 519, 526, 531, 532,536, dan 540, yaitu:

1. Pelanggaran keamanan umum, seperti:

a. Mabuk di muka umum dan merintangi lalu lintas, menganggu

ketertiban, atau mengancam keamanan orang lain.

b. Menyebabkan kebakaran di muka umum.

2. Melakukan pelanggaran terhadap ketertiban, meliputi:

a. Membuat kegaduhan, keramaian sehingga mengaganggu masyarakat.

b. Menggelandang.

c. Penadah.

d. Pemalsuan.

65
Sudarsono,Jenis Pidana Anak, Press, Yogyakarta 2004 hlm 32

59
e. Perusakan informasi di muka umum.

3. Melakukan pelanggaran kesusilaan, meliputi:

a. Menyanyikan lagu, berpidato, dan menyebarkan tulisan yang

melangggar kesusilaan di muka umum.

b. Mabuk di muka umum.

Sri Widowati Wiratmo Soekito yang dikutib oleh Tholib Setiady

mengatakan bahwa pada umumnya terdapat empat macam kenakalan anak-anak

(remaja) yaitu:66

1. Delik kriminal yang dilakukan anak-anak (para remaja)

2. Delik lain yang tidak dicantumkan dalam peraturanperaturan yang berlaku

bagi orang dewasa

3. Pre-deliquency atau pelanggaran terhadap norma educative

4. Anak-anak yang berada (in need of care and protection) atau memberikan

ketentuan-ketentuan kesejahteraan anak

Dr. Wagiati Soetodjo, S.H., M.S yang dikutib oleh Tholib Setiady,

menyatakan bahwa gejala kenakalan anak (remaja) akan terungkap apabila kita

meneliti bagaimana cirri-ciri khas atau ciri umum yang amat menonjol pada

tingkah laku dari anak-anak puber:

1. Rasa harga diri yang semakin menguat dan gengsi yang terlalu besar serta

kebutuhan untuk memamerkan diri, sementara lingkungan masyarakat

dewasa ini sedang demam materiil di mana orang mendewakan kehidupan

luk atau kemewahan, sehingga anak-anak muda usia yang emosi dan

66
Tholib Setiady, Loc Cit hlm 179

60
mentalnya belum matang serta dalam situasi labil maka dengan mudah ia

ikut terjangkit nafsu serakah dunia materiil. Apabila anak tidak mampu

mengendalikan emosi-emosi yang semakin menekan, kemudian pengawasan

dan pendidikan dari orangtua kurang, maka akan mudah sekali anak muda

(remaja) terjerumus dengan melakukan kriminal misalnya mencuri,

menodong, dan menggarong demi mendapatkan penghasilan tanpa harus

mengeluarkan banyak tenaga dan cucuran keringat.

2. Energi yang berlimpah-limpah memanifestasikan diri dalam bentuk

keberanian yang condong melebih-lebihkan kemampuan diri sendiri

misalnya terefleksi pada kesukaan anak muda untuk kebut-kebutan di jalan

raya.

3. Senang mencari perhatian dengan jalan menonjolkan diri, misalnya dengan

jalan mabuk-mabukan minuman keras.

4. Corak hidupnya bercorak asocial dan keluar daripada dunia objektif kearah

dunia subjektif sehingga ia tidak lagi suka pada kegunaan-kegunaan teknis

yang sifatnya pragmatis, melainkan lebih suka bergerombol dengan kawan

sebaya.

5. Pencarian suatu identitas kedewasaan cenderung melepaskan diri dari

identitas maupun identifikasi lama dan mencari aku “ideal” sebagai identitas

baru serta substitusi identifikasi yang lama.67

Hal-hal tersebut, dapat dimengerti dimana fase remaja merupakan fase

transisi dimana tingkah laku anti sosial yang potensial menimbulkan kehilangan

67
Ibid

61
kontrol dan kendali emosi. Apabila tidak diiringi dengan tanpa adanya pembinaan

dan pengawasan yang tepat dari semua pihak, anak gejala kenakalan ini akan

menjadi tindakan-tindakan yang mengarah kepada tindakan yang bersifat

kriminalitas. Lebih tegas lagi dinyatakan oleh Adler yang dikutib oleh Tholib

Setiady, yang menyatakan bahwa tingkah laku yang menjurus kepada masalah

juvenile delinquency menurutnya adalah:68

1. Kebut-kebutan di jalananan mengganggu keamanan lalu lintas yang

membahayakan jiwa sendiri dan orang lain.

2. Perilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan ketentraman

lingkungan sekitarnya. Tingkah laku ini bersumber pada kelebihan energi

dan dorongan primitive yang tidak terkendali serta kesukaan menteror

lingkungan.

3. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku

(tawuran), sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa.

4. Membolos sekolah lalu bergelandang sepanjang jalan atau bersembunyi di

tempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam

kedurjanaan dan tindakan a-susila.

5. Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan

mengancam, intimidasi, memeras, mencuri, mencopet, merampas,

menjambret, menyerang, merampok, menganggu, menggarong, melakukan

pembunuhan dengan jalan menyembelih korbannya, mencekik, meracun,

tindak kekerasan, dan pelanggaran lainnya.

68
Ibid, hlm 180-181

62
6. Berpesta pora sambil mabuk-mabukkan, melakukan hubungan seks bebas

atau orgi (mabuk-mabukan yang menimbulkan keadaan kacau balau) yang

menganggu sekitarnya.

7. Perkosaan.

Kenakalan remaja dapat terjadi karena beberapa sebab, hal tersebut timbul

karena ada motivasi dari remaja itu sendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, motivasi adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang secara sadar

atau tidak sadar untuk melakukan suatu perbuatan dengan tujuan tertentu.

Motivasi juga sering diartikan sebagai usaha-usaha yang menyebabkan seseorang

atau kelompok tertentu tergerak untuk melakukan suatu perbuatan karena ingin

mencapai tujuan yang dikehendakinya atau membuat kepuasan dengan

perbuatannya.69

Motivasi tersebut dapat berbentuk motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Dr Wagiati Soetodjo dalam Tholib Setiady, menyatakan bahwa motivasi motivasi

intrinsik adalah dorongan atau keinginan pada diri seseorang yang tidak perlu

disertai perangsang dari luar, sedangkan motivasi ektrinsik adalah dorongan yang

datang dari luar diri seseorang.70

Selanjutnya Romli Atmasamita, menyatakan bahwa:

1. Yang termasuk motivasi intrinsik dari kenakalan remaja

a. Faktor intelegensia

b. Faktor usia

c. Faktor kelamin
69
Wagiati Soetodjo, Tindak Pidana dalam persektif Hukum, Press, Yogyakarta, 2010,
hlm 167
70
Tholib SetiadyLoc..Cit hlm 182

63
d. Faktor kedudukan anak dalam keluarga

2. Yang termasuk motivasi ektrinsik dari kenakalan remaja

a. Faktor keluarga

b. Faktor pendidikan dan sekolah

c. Faktor pergaulan anak

d. Pengaruh mass-media.

Berdasarkan ketentuan Pasal 69 Undang-Undang No. 11 tahun 2012

Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dinyatakan bahwa seorang anak dapat

dijatuhi pidana setelah berumur 14 tahun, sedangkan anak yang belum berusia 14

tahun hanya dapat dikenai tindakan. Selanjutnya jenis pidana dan tindakan yang

dapat dijatuhkan bagi anak berkonflik dengan hukum, yakni:

1. Jenis Pidana Bagi Anak Nakal. Selanjutnya dalam Pasal 71 Undang-Undang

No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, anak dapat dijatuhi

pidana sebagai berikut:

a. Pidana Pokok

b. pidana peringatan

2. pidana dengan syarat:

a. pembinaan di luar lembaga

b. pelayanan masyarakat, atau

c. pengawasan.

3. pelatihan kerja

4. pembinaan dalam lembaga, dan

5. penjara.

64
c. Pidana tambahan terdiri atas:

1. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, atau

2. pemenuhan kewajiban adat.

Selanjutnya apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif

berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

Pelaksanaan pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan

martabat anak.

Tindakan yang dapat dijatuhkan kepada anak menurut Pasal 82 ayat (1)

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak,

meliputi:

1. pengembalian kepada orang tua/Wali

2. penyerahan kepada seseorang

3. perawatan di rumah sakit jiwa

4. perawatan di LPKS

5. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan

oleh pemerintah atau badan swasta

6. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. perbaikan akibat tindak

pidana

E. Tinjauan Umum Tentang Narapidana Anak

Seorang manusia dapat disebut memiliki atau mempunyai hak, lantaran

ditimbulkan dari adanya presepsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial atau

disebut oleh Aristoteles pada tahun 384-322 sebelum masehi dengan sebutan Zoon

Politicon. Eksistensi sebagai makhluk sosial menghendaki adanya atau jalinan

65
hubungan dengan sesama. Hidup berdampingan membutuhkan satu sama lain.

Atau lebih dikenal dengan istilah hidup bermasyarakat yang pada hakikatnya

semata-mata untuk kepentingan manusia itu sendiri.

Hak adalah segala sesuatu yang harus di dapatkan oleh setiap orang yang

telah ada sejak lahir bahkan sebelum lahir. Di dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia dijelaskan bahwa hak memiliki pengertian tentang sesuatu hal yang

benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan untuk berbuat sesuatu (karena

telah ditentukan oleh undang-undang, aturan, dsb), kekuasaan yang benar atas

sesuatu atau untuk menuntut sesuatu, derajat atau martabat.

Maulana Hassan Wadong memberikan pengertian beberapa pakar sarjana

hukum sebagai bahan perbandingan, seperti :71

1. Bernard Winscheid, hak ialah suatau kehendak yang dilengkapi dengan

kekeuatan dan yang diberikan oleh tertib hukum atau sistem hukum kepada

yang bersangkutan.

2. Van Apeldoorn, hak adalah sesuatu kekuatan yang diatur oleh hukum.

3. Lamaire, hak adalah sesuatu izin bagi yang bersangkutan untuk berbuat

sesuatu.

4. Leon Duguit, hak adalah diaganti dengan fungsi sosial yang tidak semua

manusia mempunyai hak, sebaliknya tidak semua manusia menjalankan

fungsi-fungsi sosial (kewajiban) tertentu.

Pengertian hak-hak tersebut, sebagai suatu pengantar untuk memahami atau

meletakkan makna dari yang sebenarnya tentang anak. Hak anak dapat dibangun

71
Maulana Hassan Wadong. Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak, PT.
Gramedia, Jakarta, 2000 hlm 29.

66
dari pengertian sebagai berikut; “Hak anak adalah suatu kehendak yang dimiliki

oleh anak yang dilengkapi dengan kekuatan dan yang diberikan oleh sistem

hukum/tertib hukum kepada anak yang bersangkutan.

Hak Asasi Manusia merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang

mencerminkan martabatnya, yang harus mencerminkan jaminan hukum, sebab

hak-haknya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Melindungi

hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu merupakan jaminan dari hukum, yang

memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut. HAM merupakan

alat utnuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan

bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik.

Tentang pengertian Hak Asasi Manusia :72

1. Defenisi Yuridis Hak Asasi Manusia menunjuk pada Hak Asasi Manusia

yang dikodifikasikan dalam naskah atau dokumen yang secara hukum

mengikat, baik secara kostitusi nasiaonal maupun dalam perjanjian

internasional;

2. Defenisi politis Hak Asasi Manusia, yang menunjuk pada pengertian politik,

yaitu proses dinamis dalam arti luas berkembangnya masyarakat suatu

masyarakat tertentu. Termasuk didalamnya keputusan-keputusan yang

diambil dalam rangka kebijaksanaan pemerintah dalam upaya-upaya

mengorganisir sarana-sarana atau sumber-sumber untuk mencapai tujuan

tersebut. Hukum merupakan salah satu hasil terpenting dari proses politik,

hukum berakar dalam keadaan politik konkret masyarakat.

72
A. Gunawan Setiardja. Hak-Hak Asasi Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila.
Yogyakarta: Kanisius.1993, hlm. 89-90.

67
3. Defenisi moral Hak Asasi Manusia yang menunjuk pada dimensi moral Hak

Asasi Manusia. Makna etis Hak Asasi Manusia justru menyangkut problem

esensial, klaim individual harus diakui sebagai hak-hak yuridis atau hak-hak

politik.

Hak Asasi Manusia menyangkut segala aspek manusia yang merupakan

pencerminan hakekat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan makhluk

Tuhan yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum.

Deklarasi seduania tentang Hak Asasi Manusia, Perserikatan Bangsa-

Bangsa telah menyatakan bahwa setiap orang berhak atas segala hak dan

kemerdekaan sebagaimana yang tercantum dalam deklarasi ini tanpa membeda-

bedakan suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pandangan

politik dan pendapat lainnya, asal usul bangsa, atau tingkatan sosial, kaya atau

miskin, keturunan atau status. Kebutuhan akan perlindungan khusus anak telah

tercantum dalam deklarasi Jenewa tentang Hak Anak-Anak Tahun 1924 dan telah

diakui dalam deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia serta undang-undang

yang telah dibuat untuk badan khusus dan organisasi-organisasi internasional yang

memberi perhatian tentang kesejahteraan anak-anak.

Majelis umum Perserikatan Bangsa-Bangsa memaklumkan Deklarasi Hak

Anak-Anak ini dengan maksud agar anak-anak dapat menjalani masa kecil yang

membahagiakan, berhak menikmati hak-hak dan kebebasan, baik kepentingan

mereka sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat. Bahwa untuk menjalankan

hak-hak tersebut diatas secara bertahap, baik melalui Undang-undang maupun

68
peraturan lainnya harus sesuai dengan asas-asas yang diberlakukan, terutama pada

asas ke-7, yang berbunyi:73

Anak-anak berhak mendapatkan peendidikan wajib secara cuma-cuma

sekurang-kurangnya di tingkat sekolah dasar. Mereka harus mendapatkan

pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan umumnya dan memungkinkan

mereka, atas dasar kesempatan yang sama, untuk mengembangkan

kemampuannya, pendapat pribadinya, dan perasaan tanggung jawab moral dan

sosialnya, sehingga mereka dapat menjadi anggota masyarakat yang berguna.

Kepentingan-kepentingan anak haruslah dijadikan dasar pedoman oleh mereka

yang bertanggungjawab terhadap pendidikan dan bimbingan anak yang

bersangkutan. Anak-anak harus mempunyai kesempatan yang leluasa untuk

bermain dan berkreasi yang diarahkan untuk tujuan pendidikan, masyarakat dan

penguasa yang berwenag harus berusaha meningkatkan pelaksanaan hak ini.

Dengan adanya asas ini maka diharapkan bagi pemerintah untuk lebih

memperhatikan hak-hak asasi anak khususnya dalam upaya mendapatkan

pendidikan, agar selalu disediakan wadah dan fasilitas untuk tetap dapat

merasakan hak mereka sebagai anak walaupun mereka dalam keadaan dihadapkan

dengan pengadilan.

Sehubungan dengan seorang narapidana anak. Anak pidana yang sedang

menjalani vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan, hak-haknya sebagai narapidana

akan dibatasi. Namun meskipun terpidana kehilangan kemerdekaannya, ada hak-

hak narapidana anak/anak pidana yang tetap di lindungi dalam Sistem

73
Wagiati sutedjo. Hukum Pidana Anak. Cetakan III. PT. Refika Aditama. Bandung,
2010, hlm. 78

69
Pemasyarakatan Indonesia. Hak-hak anak pidana di atur oleh Pasal 22 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, sebagai berikut:

1. Melakukan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya;

2. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun perawatan jasmani;

3. Mendapat pendidikan dan pengajaran;

4. Mendapat pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;

5. Menyampaikan keluhan;

6. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang

tidak dilaranag;

7. Menerima kunjungan keluaraga, penasehat huku, atau orang tertentu

lainnya;

8. Mendapat pengurangan masa pidana (remisi);

9. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi

keluaraga;

10. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

11. Mendapatkan cuti menjelang bebas;

12. Mendapatkan hak-hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku;

Hak-hak narapidana yang dijelaskan berdasarkan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, maka setiap anak pidana berhak

mendapatkan apa yang dimaksud oleh UUP tersebut termasuk hak untuk

mendapatkan pendidikan.

70
F. Tinajaun Umum Tentang Lembaga Pemasyarakatan

Lembaga Pemasyarakatan berasal dari dua kata yaitu lembaga dan

pemasyarakatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian lembaga dan

pemasyarakatan adalah sebagai berikut:

1. Lembaga adalah organisasi atau badan yang melakukan suatu penyelidikan

atau usaha.

2. Pemasyarakatan adalah nama yang mencakup semua kegiatan yang

keseluruhannya dibawah pimpinan dan pemilikan Departemen Hukum dan

Hak Asasi Manusia, yang berkaitan dengan pertolongan bantuan atau

tutuntan kepada hukuman/bekas tahanan, termasuk bekas terdakwa atau

yang dalam tindak pidana diajukan kedepan pengadilan dan dinyatakan ikut

terlibat, untuk kembali kemasyarakat.

Dari uraian di atas, yang dimaksud dengan Lembaga Pemasyarakatan

(Lapas) adalah suatu badan hukum yang menjadi wadah/menampung kegiatan

pembinaan bagi narapidana, baik pembinaan secara fisik maupun pembinaan

secara rohaniah agar dapat hidup normal kembali di tengah masyarakat.

Lapas adalah suatu tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana

dan atau anak didik pemasyarakatan di Indonesia. Sebelum dikenal istilah lapas di

Indonesia, tempat tersebut disebut dengan istilah penjara. Lembaga

Pemasyarakatan merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal

Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penghuni

Lembaga Pemasyarakatan bisa narapidana atau Warga Binaan Pemasyarakatan

(WBP) bisa juga yang statusnya masih tahanan, maksudnya orang tersebut masih

71
berada dalam proses peradilan dan belum ditentukan bersalah atau tidak oleh

hakim.

Konsep pemasyarakatan pertama kali digagas oleh Menteri Kehakiman

Sahardjo pada Tahun 1962, di mana disebutkan bahwa tugas jawatan kepenjaraan

bukan hanya melaksanakan hukuman, namun tugas yang jauh lebih berat adalah

mengembalikan orang-orang yang dijatuhi pidana ke dalam masyarakat. Lembaga

Pemasyarakatan lahir dari suatu realitas yang kedengarannya sangat angker yaitu

penjara.

Berdasarkan asal-usul (etimologi) kata penjara berasal dari kata penjoro

(bahasa jawa) yang artinya tobat, atau jera di penjara dibuat tobat atau di buat

jera.,74 Lembaga Pemasyarakatan adalah gagasan konsepsi sebagai kebijaksanaan

yang bersifat mengayomi masyarakat dari gangguan kejahatan dan segaligus pula

mengayomi warga binaan itu sendiri yang dianggap telah salah jalan hidupnya,

sehingga telah menjalani masa pidanannya ia akan menjadi anggota masyarakat

yang dapat menyesuaikan dirinya dalam lingkungan pergaulan sosialnya secara

wajar.75

Dalam Pasal 1 Poin 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, ditentukan bahwa: “Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan

mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan

berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang

dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan

Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak


74
R.A. Koesnan. Politik Penjara Nasional.Bandung. Sumur Bandung.1961 hlm 9.
75
Suharjo Widiada. Negara Tanpa Penjara (sebuah renungan). Montas. Jakarta, 1988,
hlm 13

72
mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara

wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab”.

Kemudian dalan Pasal 2 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan ditegaskan bahwa: “Sistem pemasyarakatan diselenggarakan

dalam rangka membentuk Warga Binaan Pemasyarakatan agar menjadi manusia

seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak

pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif

berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang

baik dan bertanggung jawab”.

Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dilihat bahwa pemerintah telah

memberikan sebuah upaya yang signifikan untuk melakukan perubahan terhadap

kondisi terpidana melalui proses pembinaan dan pendidikan dan memperlakukan

narapidana dengan sangat manusiawi, melalui hak-hak terpidana.

Pelaksanaan pidana penjara dengan Sistem Pemasyarakatan di Indonesia

saat ini mengacu pada Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan. Dwidja Piyatno menyatakan bahwa :76Penjelasan umum

Undang-undang Pemasyarakatan yang merupakam dasar yuridis filosofis tentang

pelaksanaan sistem Pemasyarakatan di indonesia dinyatakan bahwa:

1. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi

juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan registrasi sosial warga binaan

76
Dwidja Priyatno.Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT. Refika
Aditama. Bandung, 2006, hlm. 102.

73
pemasyaraktan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang lebih dari 30

tahun yang dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan

2. Walaupun telah diadakan berbagai perbaikan mengenai tatanan (stelsel)

pemidanaan seperti pranata pidana bersyarat (Pasal 14a KUHAP), pelepasan

bersyarat (Pasal 15 KUHAP) , dan pranata khusus penentuan serta

penghukuman terhadap anak (Pasal 45, 46, dan 47 KUHAP), namun pada

dasarnya sifat pemidanaan masih berrtolak dari asas dan sistem

pemenjaraan. Sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas

dendam dan penjeranaan, sehingga institusi yang dipergunakan sebagai

temapat pembinaan adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah

pendidikan negara bagi anak yang bersalah.

3. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan

penjeraan yang disertai dengan lembaga “rumah penjara” secara berangsur-

angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan

kinsep rehabilitasi dan registrasi sosial, agar narapidana menyadari

kesalahannya, tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan

kembali menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri,

keluarga, dan lingkungannya.

Berdasarkan pemikiran tersebut, maka sejak Tahun 1964 sistem pembinaan

narapidana dan anak pidana telah berubah secara mendasar, yaitu dari sistem

kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Begitu pula institusinya yang semula

disebut rumah penjara dan rumah pendidikan negara berubah menjadi Lembaga

74
Pemasyarakatan berdasarkan Surat Instruksi Kepala Direktorat Pemasyarakatan

Nomor J/H/G/8/506 tanggal 17 Juni 1964.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 5 UUP menyatakan bahwa sistem

pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas-asas

berikut :

1. Asas Pengayoman.

Perlakuan terhadap warga binaan pemasyarakatan adalah dalam rangka

melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh

warga binaan pemasyarakatan, juga memberi bekal kepada kehidupan warga

binaan pemasyarakatan menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

2. Asas Persamaan Perlakuan dan Pelayanan.

Warga binaan pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang

sama di dalam Lembaga Pemasyarakatan tanpa membedakan orangnya.

3. Asas Pendidikan.

Di dalam Lembaga Pemasyarakatan warga binaan pemasyarakatan

mendapat pendidikan yang dilaksanakan berdasarkan pancasila. Antara lain

dengan menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan

kerohaniandan kesempatan menunaikan ibadah sesuai dengan agamanya

masing-masing.

4. Asas Pembimbingan.

Warga binaan pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan juga mendapat

pembinaan yang diselenggarakan berdasarkan pancasila dengan

75
menanamkan jiwa kekeluargaan, keterampilan, pendidikan kerohanian, dan

kesempatan untuk menunaikan ibadah agama.

5. Asas Penghormatan Harkat dan Martabat Manusia.

Warga binaan pemasyarakatan tetap diperlakukan sebagai manusia dengan

menghormati harkat dan martabatnya.

6. Asas Kehilangan Kemerdekaan Satu-Satunya Penderitaan.

Warga binaan pemasyarakatan harus berada didalam Lembaga

Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan

keputusan/penetapan hakim. Maksud penempatan itu adalah untuk memberi

kesempatan kepada negara untuk memperbaikinya, melaui pendidikan dan

pembinaan. Selama dalam Lembaga Pemasyarakatan warga binaan

pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain sebagaimana

layaknya manusia. Atau dengan kata lain hak-hak perdatanya tetap

dilindungi, seperti hak memperoleh perawatan kesehatan, makan, minum,

pakaian, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga atau rekreasi. Warga

binaan pemasyarakatan tidak boleh diperlakukan diluar ketentuan undang-

undang, seperti dianiaya, disiksa, dan sebagainya. Akan tetapi penderitaan

satu-satunya yang dikenakan kepadanya hanyalah kehilangan kemerdekaan.

7. Asas berhubungan dengan keluaraga atau orang-orang tertentu.

Warga binaan pemasyarakatan harus tetap didekatkan dan dikenalakan

dengan masyarakat serta tidak boleh diasingkan dari masyarakat. Untuk itu ,

ia tetap harus dapat berhubungan dengan masyarakat dalam bentuk

kunjungan, hiburan ke dalam Lapas dari anggota masyarakat yang bebas

76
dan kesempatan berkumpul dengan bersama sahabat dan keluaraga seperti

program cuti mengunjungi keluarga.

Sistem pembinaan lembaga pemasyarakatan anak penempatan secara khusus

dalam lembaga pemasyarakatan anak berarti pembinaan narapidana anak

dilakukan dalam sistem pemasyarakatan. Menurut ketentuan Pasal 60 Undang-

Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, bahwa Anak didik

pemasyarakatan ditempatkan di Lapas yang terpisah dari narapidana dewasa.

Anak yang ditempatkan di lembaga pemasyarakatan anak, berhak memperoleh

pendidikan dan latihan baik formal maupun informal sesuai bakat dan

kemampuan, serta memperoleh hak lain.

Guna melaksanakan pemasyarakatan dan sistem pemasyarakatan tersebut

dilakukan oleh suatu lembaga, yaitu Lembaga Pemasyarakatan yang merupakan

tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan Anak Didik

Pemasyarakatan (vide Pasal 1 angka 3 Undang-undang Pemasyarakatan Nomor 12

Tahun 1995). Mengacu ketentuan dalam Undang-undang No. 3 Tahun 1997

tentang Pengadilan Anak pada Bab VI dengan judul Lembaga Pemasyarakatan

Anak Pasal 60, menentukan:

1. Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di Lapas Anak harus terpisah

dari orang dewasa.

2. Anak yang ditempatkan di lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

berhak memperoleh pendidikan dan latihan sesuai dengan bakat dan

kemampuannya serta hak lain berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

77
Melalui pelaksanaan pembinaan dengan sistem pemasyarakatan maka Anak

Didik Pemasyarakatan diharapkan menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan

tidak mengulangi tindak pidana lagi. Pada akhirnya diharapkan dapat diterima

kembali oleh lingkungan masyarakat, dan dapat ikut aktif berperan dalam

pembangunan, dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung

jawab.77

Untuk pelaksanaan pembinaan terhadap anak pelaku tindak pidana diLapas

Anak diatur di Pasal 20 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan, bahwa dalam rangka pembinaan terhadap anak pidana di Lapas

Anak dilakukan penggolongan berdasarkan umur, jenis kelamin, lamanya pidana

yang dijatuhkan, jenis kejahatan, dan kriteria lainnya sesuai dengan kebutuhan

atau perkembangan pembinaan.

Dalam melaksanakan pembinaan terhadap Anak Didik Pemasyarakatan

sesuai dengan sistem pemasyarakatan maka Lembaga Pemasyarakatan Anak

terlebih dahulu telah mempertimbangkan bahwa usia kematangan jiwa antara

terpidana dewasa berbeda dengan terpidana anak dengan ciri khas yang masih

bersifat labil dan belum memiliki kematangan jiwa, sehingga terhadap terpidana

anak perlu diterapkan metode pendekatan yang tepat dan terbaik bagi

pertumbuhan dan perkembangan mental anak tersebut.

Metode pembinaan atau bimbingan yang ada di dalam Lapas, sebagai

berikut:

77
Darwan Print.Hukum Anak Indonesia. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung 2005 hlm. 58.

78
1. Pembinaan berupa interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan antara

pembinaan dengan yang dibina.

2. Pembinaan bersifat persuasif edukatif yaitu berusaha merubah

tingkahlakunya melalui keteladanan dan memperlakukan adil diantara

sesama mereka sehingga menggugah hatinya untuk hal-hal yang terpuji.

Dengan menempatkan anak didik pemasyarakatan sebagai manusia yang

memiliki potensi dan harga diri dengan hak-hak dan kewajiban yang sama

dengan manusia lain.

3. Pembinaan berencana secara terus menerus dan sistematis.

4. Pemeliharaan dengan peningkatan langkah-langkah keamanan yang

disesuaikan dengan keadaan yang dihadapi.

5. Pendekatan individual dan kelompok.

6. Untuk menambah kesungguhan, keikhlasan, dan tanggung jawab

melaksanakan tugas serta menanamkan kesetiaan dan keteladanan dalam

pengabdian terhadap negara, hukum, dan masyarakat. Petugas

pemasyarakatan sebaiknya memiliki kode perilaku dan dirumuskan dalam

bentuk “Etos Kerja”, yang berisi petugas Pemasyarakatan adalah abdi

hukum, pembina narapidana atau anak didik dan pengayom masyarakat,

wajib bersikap bijaksana dan bertindak adil dalam pelaksanaan tugas,

bertekad menjadi suri tauladan dalam mewujudkan tujuan sistem

pemasyarakatan yang berdasarkan Pancasila.

Gasti Rhamawati dalam hasil penelitiannya mengungkapkan ruang lingkup

pembinaan terbagi ke dalam dua bidang yaitu bidang pembinaan kepribadian dan

79
pembinaan kemandirian. Pembinaan dan pendidikan kepribadian yang ada di

dalam Lapas Anak, sebagai berikut:78

a. Pembinaan dan pendidikan kesadaran beragama.

b. Pembinaan dan pendidikan kesadaran berbangsa dan bernegara.

c. Pembinaan dan pendidikan kemampuan intelektual (kecerdasan).

d. Pembinaan dan pendidikan kesadaran hukum.

e. Pembinaan dan pendidikan mengintegrasikan diri dengan masyarakat.

Sedangkan pembinaan kemandirian diberikan melalui program-program,

sebagai berikut:

a. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha mandiri.

b. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri kecil.

c. Keterampilan yang disesuaikan dengan bakat masing-masing.

d. Keterampilan untuk mendukung usaha-usaha industri atau kegiatan

pertanian.

Setiap Warga Binaan atau anak didik wajib mengikuti semua program

pendidikan yang diberikan yang meliputi:

a. Pendidikan umum, Kejar Paket A, Kejar Paket B, dan Kejar Paket C

b. Pendidikan ketrampilan, misalnya pembuatan keset, kursi atau meja,

dan lain- lain.

c. Pembinaan Mental Spiritual, pendidikan Agama dan budi pekerti.

d. Sosial dan Budaya, kunjungan keluarga dan belajar kesenian (nasional

dan tradisional).

78
Gasti Ratnawati. Pola Pembinaan NAPI Anak sebagai Salah Satu Upaya Pemenuhan
Kebutuhan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Malang.PDF.2010, hlm.21-22

80
e. Kegiatan Rekreasi, diarahkan pada pemupukan kesegaran jasmani dan

rohani melalui olah raga, nonton TV, perpustakaan, dan sebagainya.

Semua program pembinaan tersebut dilaksanakan oleh Lembaga

Pemasyarakatan Anak dengan dibantu dan mendapat daya dukung dari pihak-

pihak yang memiliki kompetensi dan sesuai dengan bidang yang ada dalam

program pembinaan tersebut, dengan melakukan kerjasama baik dengan lembaga

swadaya masyarakat maupun dengan lembaga pemerintahan seperti Dinas

Pendidikan, Dinas Sosial, Dinas Perdagangan dan Perindustrian dan lembaga-

lembaga lain.

Sistem pemasyarakatan merupakan suatu rangkaian kesatuan penegakan

hukum pidana, oleh karena itu pelaksanaannya tidak dapat dipisahkan dari

pengembangan konsepsi umum mengenai pemidanaan. Anak yang bersalah

pemidanaannya ditempatkan di Lemabaga Pemasyarakatan Anak. Penempatan

anak yang salah ke dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, dipisah-pisahkan

sesuai dengan status mereka masing- masing.

Lemabaga Peamasrakatan sebagai ujung tombak pelaksanaan asas

pengayoman merupakan tempat untuk mencapai tujuan tersebut diatas melalui

pendidikan, rehabilitasi, dan reintegrasi. Sistem Pemasyarakatan disamping

bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga

yang baik juga bertujuan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan

diulanginya tindak pidana oleh Warga Binaan Pemasyarakatan, serta merupakan

penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam

Pancasila.

81
Tujuan dari sistem pemasyarakatan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan adalah untuk

membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi:

1. Seutuhnya;

2. Menyadari kesalahan;

3. Memperbaiki diri;

4. Tidak mengulangi tindak pidana;

5. Dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat;

6. Dapat aktif berperan dalam pembangunan; dan

7. Dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Selanjutnya dijelaskan juga bahwa Sistem pemasyarakatan berfungsi

menyiapkan Warga Binaan Pemasyrakatan agar dapat berintegrasi secar sehat

dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat

yang bebas dan bertanggung jawab.

G. Gambaran Umum Instansi Lembaga Pemasyarakatan Klas Iia Tembilahan

1. Visi dan Misi Organisasi

VISI

Pemulihan kesehatan hubungan hidup, kehidupan (Reintegrasi

Sosial)dengan menjunjung tinggi prinsip pengayoman kepada masyarakat dan

individu.

MISI

a. Memberi layanan prima kepada Warga Binaan Pemasyarakatan dan

Keluarga Warga Binaan Pemasyarakatan

82
b. Menciptakan kondisi Lapas yang kondusif dan produktif

c. Membangun WBP yang beriman dan bertaqwa

d. Menciptakan Lapas yang bebas narkoba, HP dan BPU

e. Menciptakan Lapas yang bebas Pungli dan KKN

2. Struktur dan Organisasi Lapas

Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Tembilahan dikepalai oleh Kepala

Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) yaitu Agus Pritiatno, Bc.IP, S.H., M.H.

Dibawah Kalapas adalah Kasubag Tata Usaha, membawahi Kepala Urusan

Umum dan Kepala Urusan Kepegawaian & Keuangan. Kepala Seksi Bimbingan

Narapidana / Anak Didik membawahi Kasubsi Bimbingan Kemasyarakatan dan

Perawatan dan Kasubsi Registrasi. Kepala Seksi Administrasi Kamtib

membawahi Kasubsi Keamanan dan Kasubsi Pelaporan & Tata Tertib. Kepala

Seksi Kegiatan Kerja membawahi Kasubsi Sarana Kerja dan Kasubsi Bimbingan

Kerja dan Pengelolaan Hasil. Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga

Pemasyarakatan membawahi Petugas Pengamanan. Saya sendiri bertugas sebagai

Petugas Pengamanan sehingga saya dibawah Pimpinan Kasi KPLP.

83
KALAPAS
AGUS PRITIATNO, BC.IP, S.H., M.H.

SUBAG TATA USAHA

Kaur Umum Kaur Kepeg & Keu


Sahrin Fery Kustian

Kasi Binadik Kasi Adm Kamtib Kasi Kegiatan Kerja Ka. KPLP
Marjohan S.H Dahrul, S.Sos Jonter Aritonang Armaita S.H

Kasubsi Kasubsi Keamanan Kasubsi Sarana Petugas


Bimkemaswat Martin L. Nainggolan Kerja Pengamanan
Nursiti Gultom Rustam Effendi

Kasubsi Kasubsi Pelaporan Kasubsi Bimker &


Registrasi &Tata tertib Pengolaan Hasil
Zulkaimi Sukur S.Sos Saut Nainggolan

Gambar 1. Struktur Organisasi Lapas Kelas IIA Tembilahan

3. Sejarah Singkat

Pada zaman Kolonial Belanda Kantor Kepenjaraan dahulu terletakdi Jalan

M. Boya Tembilahan dengan luas tanah kurang lebih 20 x 34,5 M 2. Baru berganti

lagi menjadi Binana Tuna Warga yang masa dulu berdampingan dengan Gedung

Bioskop atau Gedung Hiburan karna berada didalam kota dibangun semenjak

Zaman Belanda, karna bangunan sudah tua dan tidak layak dihuni (ditempati)

sekaligus penghuninya semakin lama semakin bertambah.

84
Pada tahun 1979/1980 dibangunlah gedung baru yang terletak di Jalan Prof.

M. Yamin, SH Tembilahan Hilir dengan luas tanah kurang lebih 22,971 M x 693

M, dan luas bangunan Kantor Lapas IIB Tembilahan 86 M x 7 M. Pada tahun

2004 Kantor Lapas Klas IIB Tembilahan berubah menjadi Kantor Lapas Klas IIA

Tembilahan sesuai dengan Nomor : M.01.PR.07.07 Tahun 2004.

4. Jumlah Pegawai

Saat ini jumlah pegawai di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Tembilahan

adalah 81 Orang.

5. Jumlah Tahanan Anak

Pada tahun 2017 Jumlah tahanan anak di Lembaga Pemasyarakatan Klas

IIA Tembilahan Adalah 17 Orang, tahun 2018 ada 21 orang anak, tahun 2019 ada

43 orang anak dan 2020 sampai saat ini ada 26 orang anak yang bermasalah

dengan hukum.

85
BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di


Lembaga Permasyarakatan Klas IIA Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.

Anak di Lembaga Pemasyarakatan disebut juga dengan Anak Didik

Pemasyarakatan dimuat dalam bagian kedua Undang-undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan. Adapun pengertian tentang Anak Didik

Pemasyarakatan dimuat pada Bab I Ketentuan Umum Udang-undang

Pemasyarakatan point 8, yaitu Anak didik pemasyarakatan adalah:

1. Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani

pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas)

tahun;

2. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan keputusan pengadilan diserahkan

pada negara untuk dididik dan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan

anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

3. Anak sipil yaitu anak yang atas pemintaan orang tua atau walinya

memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di lembaga

pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

dan

4. Anak-anak yang menjadi Anak didik pemasyarakatan sebenarnya adalah

anak–anak yang berhadapan dengan hukum yang mereka itu ada yang

diputus oleh pengadilan dengan hukuman penjara, karena mereka telah

melakukan tindak pidana dan perbuatannya dinilai membahayakan

86
mayarakat. Mereka ini ditempatkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak

(LPKA).

Pada Pasal 81 Udang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan pada Anak, dijelaskan bahwa: ”Pidana penjara untuk anak hanya

digunakan sebagai upaya terahir dan pidana penjara yang dapat dijatuhkan pada

anak paling lama separo dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang

dewasa. Jika tindak pidana yang dilakukan anak merupakan tindak pidana yang

diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang

dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun.”

Penempatan anak di Lembaga Pemasyarakatan Khusus Anak ini, dipisah-

pisahkan sesuai dengan status masing–masing dan penggolongan atas dasar umur,

jenis kelamin, lama pidana dijatuhkan, jenis kejahatan, serta kriteria lainnya sesuai

dengan kebutuhan atau perkembangan pembinaan guna dijadikan dasar

pembedaan pembinaan yang dilakukan terhadap mereka. Tindak pidana yang

dilakukan oleh anak dengan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa bila

dilihat dari perbuatan maka tidak ada perbedaan.

Perbedaan akan terlihat bila dilihat dari persoalan motivasi atas tindak

pidana yang dilakukannya. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak pada

umumnya bukan didasarkan kepada motif yang jahat (evil will atau evil mind),

maka anak yang melakukan penyimpangan dari norma-norma sosial oleh para ahli

kemasyarakatan disebut dengan kenakalan.79 Undang-undang Dasar 1945, pada

Pasal 34 mengamanatkan bahwa: Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar

79
Nandang Sambas,Peradilan Piadana Anak di Indonesia dan Instrument International
Anak serta Penerapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013 hlm. 19

87
dipelihara oleh negara ayat 1. Negara mengembangkan sistem Undang-undang

Dasar 1945, pada pasal 34 mengamanatkan bahwa: Fakir miskin dan anak-anak

yang terlantar dipelihara oleh negara ayat 1. Negara mengembangkan sistem

jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah

dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan ayat 2.

Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan

dan fasilitas pelayanan umum yang layak ayat 3. Amanat ini merupakan jaminan

bagi anak karena ia belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri baik secara

rohani, jasmani maupun sosial menjadi kewajiban baik dari orang tua, keluarga,

masyarakat maupun bangsa dan negara dalam memenuhi kebutuhan-

kebutuhannya terutama aspek kesejahteraannya. Dengan dipenuhi aspek

kesejahteraannnya, maka anak akan tumbuh dan berkembang menjadi generasi

penerus yang dapat diandalkan dalam membangun keluarga, masyarakat bangsa

dan negara.80

Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999 tentang hak azasi manusia,

menyebutkan tentang perlindungan terhadap anak di Lapas pada Pasal 52 dan

Pasal 66. Pasal 52 ayat 1 menyatakan bahwa: Hak anak adalah hak azasi manusia

dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan

sejak dalam kandungan. Ayat 2. Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk

hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya. Dalam hal

kekerasan pasal 66 menjelaskan bahwa:Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan

sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak

80
R Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, Hukum Perlindungan Anak, PTIK, Jakarta,
2014 hlm. 22-23

88
manusiawi ayat 1. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat

dijatuhkan untuk pelaku pidana yang masih anak ayat 2.

Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan

hukum ayat 3. Penagkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh

dilakukan sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilaksanakan

sebagai upaya terahir ayat 4. Setiap ank yang dirampas kebebasannya berhak

mendapatkan perlakuan yang manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan

pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan diri dari orang

dewasa, kecuali demi kepentingannya ayat 5. Setiap anak yang dirampas

kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara

efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku ayat 6.

Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan

memperoleh keadilan didepan pengadilan anak yang obyektif dan tidak memihak

dalam sidang yang tertutup untuk umum ayat 7.

Lembaga Pembinaan Khusus bagi Anak merupakan istilah untuk Lembaga

Pemasyarakatan bagi Anak berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012

tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang pelaksanaannya dilakukan menurut

UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyrakatan yang termuat dalam Pasal 1

sampai dengan Pasal 38. Pertama, Bab I Ketentuan Umum, Pasal 1 angka 1, 2, 3,

4, 5, 8 dan 9, yang mana pada angka 2 dijelaskan bahwa: Sistem Pemasyarakatan

adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan

Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara

pembina dan yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga

89
Binaan pemasyrakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak

mengulang tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan

masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara

wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Kedua, Bab II

Pembinaan, Pasal 5 menjelaskan, bahwa sistem pembinaan pemasyarakatan di

laksanakan berdasarkan azas:

a. pengayoman;

b. persamaan perlakuan dan pelayanan;

c. pendidikan;

d. pembimbingan;

e. penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu- satunya penderitaan;

g. terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang–

orang tertentu.

Bagi anak yang menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Khusus

Anak prosedurnya telah diatur pada bagian dua paragraf 1 dan 2 Undang-undang

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, pada Pasal 18 sampai dengan

Pasal 38. Pelaksanaan pembinaan ini sejalan dengan tujuan pemidanaan anak

yaitu tercapainya Keadilan Restoratif (Penyelesaian perkara tindak pidana yang

melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban , dan pihak lain yang terkait

untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan

pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pembalasan). Sebelum anak

menjalani hukuman pidana karena kejahatannya, maka ia diproses terlebih dahulu

90
melalui pengadilan untuk membuktikan perbuatannya. Proses peradilan anak

tentunya berbeda dengan peradilan orang dewasa. Di Indonesia telah ada Undang-

undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Pelaksanaan Undang–undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak dan

Undang–undang tentang Pemasyarakatan di Indonesia tidak boleh bertentangan

dengan Udang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan anak dan

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pada proses

pemidanaan anak, hakim yang menanganinya adalah hakim khusus bagi anak dan

tatacaranya berbeda Mengacu pada: rule 10.2 The Beijing Rules: A judge or other

competent official or body shall, without delay, consider the issue of release.

rule 14.1 The Beijing Rules: Where the case of a juvenile offender has not

been deverted (under rule 11), she or he shall be dealt with by the competent

authority (court, tribunal, board, council, etc). According to the prinsiples of a

fair and just trial.

rule 14.2 The Beijing Rules: The proceedings shall be condicive to the best

interests of the juvenile and shall be conducted in an atmosphere of under-

standing, which shall allow the juvenile to participate there in and to express

herself or himself freely.81

Pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap perkara anak dilakukan oleh

Hakim yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau

pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul ketua

pengadilan negeri yang bersangkutan melalui pengadilan tinggi. Syarat untuk

81
Sri Sutatiek, Hakim Anak Indonesia: Siapa dan bagaimana Figur Idealnya pada Masa
Depan, Aswaja Pressindo,Yogyakarta, 2013 hlm. 16

91
dapat ditetapkan sebagai Hakim sebagaimana dimaksud pada (ayat (1) meliputi: a.

Telah berpengalaman sebagai hakim dalam lingkungan peradilan umum; b.

Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak; dan c.

Telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan Anak. (2) Dalam hal belum

terdapat Hakim yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada (ayat

(2), tugas pemeriksaan di sidang Anak dilaksanakan oleh hakim yang melakukan

tugas pemeriksaan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa.

Selanjutnya, Pasal 44 menyebutkan: (1) Hakim memeriksa dan memutuskan

perkara Anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal; (2) Ketua pengadilan

negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam

hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih

atau sulit pembuktiannya; (3) Dalam setiap persidangan Hakim dibantu oleh

seorang panitera atau panitera pengganti. Adapun Pasal 45 menjelaskan: Hakim

Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul

ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan. Pasal 46: Untuk dapat ditetapkan

sebagai Hakim Banding, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43

(ayat (2). Pasal 47: (1) Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara Anak

dalam tingkat banding dengan hakim tunggal (2) Ketua pengadilan tinggi dapat

menetapkan pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak

pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya; (3) Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Banding dibantu oleh

seorang panitera panitera pengganti.

92
Pasal 48 menyebutkan: Hakim Kasasi ditetapkan berdasarkan Keputusan

Ketua Mahkamah Agung. Pasal 49: Untuk dapat ditetapkan sebagai Hakim

Kasasi, berlaku syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43(ayat (2). Pasal 50:

(1) Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara Anak dalam tingkat kasasi

dengan hakim tunggal; (2) Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan

pemeriksaan perkara Anak dengan hakim majelis dalam hal tindak pidana yang

diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit

pembuktiannya; (3) Dalam menjalankan tugasnya, Hakim Kasasi dibantu oleh

seorang panitera panitera pengganti. Hukum yang boleh dijatuhkan ditentukan

dalam Undang-undang Peradilan Anak yaitu:

a. Tindakan

b. Kurungan.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

menyebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancaasila

dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

serta prinsip-prinsip dasar konvensi hak-hak yang meliputi Pasal 2:

a. Non diskriminasi,

b. Kepentingan yang terbaik bagi anak adalah dalam semua tindakan yang

menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, badan

legeslatif dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi

anak harus menjadi pertimbangan utama,

93
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan adalah hak

azasi yang paling mendasar bagi anak yang dilindungi oleh negara,

pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua,

d. Penghargaan terhadap pendapat anak adalah penghormatan atas hak-

hak anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam

pengambilan keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang

memepengaruhi kehidupannya. Perlindungan anak bertujuan untuk

menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh,

berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan

diskriminasi, demi terwujudnya anak mulia dan sejahtera Pasal 3.

Adapun Pasal-pasal yang terkait dengan hak-hak dan kewajiban adalah

sebagai berikut: Pasal 4 s/d 19 menjelaskan: (1) Setiap anak berhak untuk dapat

hidup, tumbuh, kembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan

martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan

diskriminasi (Pasal 4); (2) Seorang anak berhak atas suatu nama sebagai identitas

diri dan status kewarganegaraan Pasal 5 ayat (3) Setiap anak berhak untuk

beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat

kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua Pasal 6 ayat (4) :

1. Setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh

oleh orangtuanya sendiri.

2. Dalam hal suatu sebab orangtuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang

anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh

94
atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai

dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku Pasal 7 ayat (5)

Setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial

sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual dan sosial Pasal 8.

Selanjutnya, dijelaskan: ayat 6 :

1. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka

pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat

dan bakatnya.

2. Selain hak anak sebagaimana dimaksud dalam (ayat (1), khusus bagi anak

yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa,

sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan

pendidikan khusus Pasal 9 ayat (7) Setiap anak berhak menyatakan dan

didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi

sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya

sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan Pasal 10 ayat (8) Setiap

anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul

dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi, dan berkreasi sesuai dengan

minat, bakat dan tingkat kecerdasannya demi pengembangan diri Pasal 11

ayat (9) Setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh

rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial

Pasal 12 ayat (10)

3. Setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali atau pihak lain

manapun yang bertanggungjawab atas pengasuhan, berhak mendapat

95
perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi ekonomi maupun seksual,

penalaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidaladilan dan

perlakuan salah lainnya.

4. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk

perlakuan sebagaimana dimaksud dalam (ayat (1), maka pelaku dikenakan

pemberatan hukuman (Pasal 13); (11) Setiap anak berhak untuk diasuh oleh

orangtuanya sendiri, kecuali jika ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah

menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi

anak dan merupakan pertimbangan terakhir.

(Pasal 14); (12) Setiap anak berhak untuk mendapatkan perlindungan dari:

a. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik,

b. Pelibatan dalam sengketa bersenjata,

c. Pelibatan dalam kerusuhan sosial,

d. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan,

e. Pelibatan dalam peperangan (Pasal 15).

Lebih lanjut dijelaskan sebagai berikut: Pasal (13) a. Setiap anak berhak

memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, b. penyiksaan, atau

penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi, c. Setiap anak memperoleh

kebebasan sesuai dengan hukum, dan d. Penangkapan, penahanan atau tindak

pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku

dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir (Pasal 16); (14) a. Setiap anak

yang dirampas kebebasannya berhak untuk mendapatkan perlakuan secara

manusiawi dan penempataannya dipisahkan dari orang dewasa; memperoleh

96
bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya

hukum yang berlaku; dan membela diri dan memperoleh keadilan didepan

pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam setiap sidang tertutup

untuk umum. b. Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual

atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan (Pasal 17); (15) Setiap

anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan

hukum dan bantuan lainnya (Pasal 18); (16) Setiap anak berkewajiban untuk: a.

Menghormati orang tua, wali, dan guru; b. Mencintai keluarga, masyarakat, dan

menyayangi teman; c. Mencintai tanah air, bangsa dan negara; d. Menunaikan

ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e. Melaksanakan etika dan ahlak yang

mulia (Pasal 19).

Adapun kewajiban dan pertanggung jawaban perlindungan terhadap anak

dibebankan kepada: negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua,

sebagaimana diamanatkan oleh pasal 20 Undang-undang perlindungan anak.

Lebih lanjut Pasal 64 menyatakan: Perlindungan khusus bagi anak yang

berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 meliputi anak

yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana, merupakan

kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat (ayat (1).

Ayat (2) menyatakan sebagai berikut: Perlindungan khusus bagi anak yang

berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam (ayat (1)) dilaksanakan

melalui

1. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak-hak

anak;

97
2. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini;

3. penyediaan sarana dan prasarana khusus;

4. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yangterbaik bagi anak;

5. pemantauan dan pencatatan terus menerus terhadap perkembangan anak

yang berhadapan dengan hukum;

6. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau

keluarga;

7. perlindungan dari pemberitaan identitas mellui media massa dan untuk

meghidari labelisasi.

Lebih lanjut dalam UU No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

menyebutkan perlindungan anak yang menyangkut akan hak-haknya, sebagai

berikut:

1. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.

2. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan

kehidupan sosialnya, sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa,

untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

3. Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik semasa dalam

kandungan maupun sesudah dilahirkan.

4. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat

membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya

dengan wajar.

98
Bila Perlindungan Anak ini dilalaikan maka sanksi bagi orang tua bisa

dicabut hak perwaliannya dan jika sifatnya kriminal maka dapat dipidanakan.

Pada 26 Januari 1990 di New York, Amerika Serikat, Pemerintah Indonesia telah

menandatangani Konvensi Hak- Hak Anak 1989 (Resolusi MU PBB 44/25).

Selanjutnya pada 25 Agustus 1990 telah dikeluarkan Keputusan Presiden No. 36

Tahun 1990 tentang ”Pengesahan Convention on the Rights of the Child”. Dengan

demikian, dalam upaya melakukan perlidungan anak di pemasyarakatan, perlu

memperhatikan prinsip-prinsip yang tertuang dalam Konvensi Hak- Hak Anak

tersebut, khususnya yang dinyatakan dalam artikel 37- 40.82

Berdasarkan ketentuan The Beijing Rules tersebut, sebagai upaya

menciptakan implementasi hukum, Indonesia telah menetapkan UU Sistem

Perlindungan Anak yang diharapkan agar penanganan anak yang berkonflik

dengan hukum melalui sistem pidana dapat melindungi masa depan anak. Salah

satu faktor penting dalam sistem peradilan anak adalah hakim anak. Berkaitan

dengan Hakim Anak, Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem

Peradilan Pidana Anak telah mengaturnya pada Pasal 43: (1)

Negara - negara peserta akan memastikan bahwa:

1. Tidak seorang anakpun mengalami penyiksaan, atau kekejaman –

kekejaman lainnya, perlakuan atau hukuman yang tidak manusiawi atau

yang menurunkan martabat. Baik hukuman mati maupun hukuman seumur

hidup tanpa kemungkinan dibebaskan tidak akan dikenakan untuk kejahatan

– kejahatan yang dilakukan oleh orang berusia dibawah delapan belas tahun;

82
Lukman Hakim Nainggolan, Masalah Perlindungan Hukum terhadap Anak, Jurnal
Equality, Vol. 10 No. 2, 2005

99
2. Tidak seorang anakpun akan kehilangan kebebasannya secara tidak sah dan

sewenang-wenang, penangkapan, penahanan atau penghukuman anak akan

disesuaikan dengan undang-undang dan akan digunakan hanya sebagai

langkah terakhir dan untuk masa yang paling singkat dan layak;

3. setiap anak yang dirampas kebebasannya akan diperlakukan secara

manusiawi dan dengan menghormati martabat seorang manusia, dan dengan

cara yang memberi perhatian kepada kebutuhan seusianya. Secara khusus,

setiap anak yang dirampas kebebasannya akan dipisahkan dari orang dewasa

kecuali bila tidak melakukannya dianggap sebagai kepentingan yang terbaik

dari anak yang bersangkutan dan anak akan mempunyai hak untuk terus

mengadakan hubungan dengan keluarganya melalui surat menyurat atau

kunjungan, kecuali dalam keadaan luar biasa;

4. Setiap anak yang dirampas kebebasannya akan mempunyai hak untuk

segera mendapat bantuan hukum dan bantuan – bantuan lain yang layak, dan

mempunyai hak untuk menantang keabsahan perampasan kebebasan itu

didepan pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, bebas dari

memihak, dan berhak atas keputusan yang cepat mengenai tindakan

tersebut.

Konvensi tersebut telah diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia melalui

Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990 tentang ”Pengesahan

Convention on the Rights of the Child” dan telah diterjemahkan kedalam Bahasa

Indonesia. Adapun terjemahan Pasal 40 dari Konvensi Hak-Hak Anak adalah

sebagai berikut:

100
1. Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak yang dinyatakan sebagai

tertuduh, atau diakui sebagai telah melanggar hukum pidana, untuk

diperlakukan dalam suatu cara yang sesuai dengan peningkatan rasa

penghormatan dan harga diri anak, yang memperkuat kembali

penghormatan anak terhadap hak-hak asasi manusia dan kebebasan-

kebebasan dasar orang-orang lain, dan yang memperhatikan umur anak dan

keinginan untuk meningkatkan intregrasi kembali anak dan pengambilan

anak pada peran kontruktif dalam masyarakat.

2. Untuk tujuan ini, dan dengan memperhatiakan ketentuan-ketentuan dalam

instrumen-instrumen internasional yang relevan, maka Negara-negara Pihak,

terutama, harus menjamin bahwa:

a. Tidak seorang anak pun dapat dinyatakan, dituduh, atau diakui telah

melanggar hukum pidana, karena alasan berbuat atau tidak berbuat yang

tidak dilarang oleh hukum nasional atau internasional pada waktu

perbuatan-perbuatan itu dilakukan;

b. Setiap anak dinyatakan sebagai atau dituduh telah melanggar hukum

pidana, paling sedikit memiliki jaminan-jaminan berikut:

1. Dianggap tidak bersalah sampai terbukti bersalah menurut hukum;

2. Diberi informasi dengan segera dan langsung mengenai tuduhan-

tuduhan terhadapnya, dan kalau tepat, melalui orang tuanya atau wali

hukumnya, dan mempunyai bantuan hukum atau bantuan lain yang

tepat dalam mempersiapkan dan menyampaikan pembelaannya;

101
3. Masalah itu diputuskan tanpa penundaan, oleh suatu penguasa yang

beerwenang, mandiri dan adil, atau badan pengadilan dalam suatu

pemeriksaan yang adil menurut hukum, dalam kehadiran bantuan

hukum atau bantuan lain yang tepat, dan kecuali dipertimbangkan tidak

dalam kepentingan terbaik si anak, terutama, dengan memperhatikan

umurnya atau situasinya, orang tuanya atau wali hukumnya;

4. Tidak dipaksa untuk memberikan kesaksian atau mengaku salah; untuk

memeriksa para saksi yang berlawanan, dan untuk memperoleh

keikutsertaan dan pemeriksaan para saksi atas namanya menurut syarat-

syarat keadilan;

5. Kalau dianggap telah melanggar hukum pidana, maka putusan ini dan

setiap upaya yang dikenakan sebagai akibatnya, ditinjau kembali oleh

penguasa lebih tinggi yang berwenang, mandiri dan adil atau oleh

badan pengadilan menurut hukum;

6. Mendapat bantuan seorang penerjemah dengan cuma-cuma kalau anak

itu tidak dapat mengerti atau berbicara dengan bahasa yang digunakan;

7. Kerahasiaannya dihormati dengan sepenuhnya pada semua tingkat

persidangan.

Negara-negara Pihak harus berusaha meningkatkan pembuatan undang-

undang, prosedur-prosedur, para penguasa dan lembaga-lembaga yang berlaku

secara khusus pada anak-anak yang dinyatakan sebagai, dituduh, atau diakui

melanggar hukum pidana, terutama: Pembentukan umur minimum; di mana di

bawah umur itu anak-anak dianggap tidak :

102
a. mempunyai kemampuan untuk melanggar hukum pidana;

b. Setiap waktu yang tepat dan diinginkan, langkah-langkah untuk menangani

anak-anak semacam itu tanpa menggunakan jalan lain pada persidangan

pengadilan dengan syarat bahwa hak-hak asasi manusia dan perlindungan

hukum dihormati sepenuhnya;

c. Berbagai pengaturan, seperti perawatan, bimbingan dan pengawasan,

perintah, penyuluhan, percobaan, pengasuhan anak angkat, pendidikan dan

program-program pelatihan kejuruan dan pilihan-pilihan lain untuk

perawatan kelembagaan harus tersedia untuk menjamin bahwa anak-anak

ditangani dalam suatu cara yang sesuai dengan kesejahteraan mereka dan

sepadan dengan keadaan-keadaan mereka maupun pelanggaran itu.

Dijelaskan di dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 bahwa terdapat

kewajiban memberikan perlindungan terhadap anak berdasarkan asas-asas berikut:

1. Non diskriminasi

2. Kepentingan yang terbaik demi anak

3. Hak untuk hidup

4. Penghargaan hak anak

Asas non diskriminasi adalah setiap anak harus dilindungi dari segala

perlakuan diskriminasi baik dari suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,

budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik

dan/atau mental.

Asas kepentingan yang terbaik bagi anak adalah bahwa dalam semua

tindakan yang menyangkut anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat,

103
badan legislative, dan badan yudikatif, maka kepentingan yang terbaik bagi anak

harus menjadi pertimbangan utama. Asas hak untuk hidup, kelangsungan

hidup,dan perkembangan adalah hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang

dilindungi oleh Negara, pemerintah, masyarakat,keluarga, dan orang tua.

Asas penghargaan terhadap hak anak adalah penghormatan atas hak-hak

anak untuk berpartisipasi dan menyatakan pendapatnya dalam pengambilan

keputusan terutama jika menyangkut hal-hal yang mempengaruhi kehidupannya.

Asas-asas tersebut juga berlaku terhadap narapidana anak sebab walaupun mereka

telah berbuat salah mereka harus tetap diperlakukan selayaknya manusia

oleh para

petugas lembaga pemasyarakatan anak. Lembaga Pemasyarakatan Anak

punya kewajiban untuk melaksanakan pemenuhan hak narapidana anak seperti

memperoleh perlindungan dari perlakuan yang tidak manusiawi, disediakan

petugas pendamping khusus anak, tersedianya sarana dan prasarana khusus,

dipantaunya perkembangan sang anak, dijaminnya hubungan anak dengan

keluarganya. Untuk mengetahui apakah Lembaga Pemasyarakatan Anak telah

memenuhi hak-hak yang dimiliki oleh narapidana anak maka dilakukan penelitian

pada Lembaga Pemasyarakatan Klas Ii A Tembilahan dalam memenuhi kewajiban

untuk melaksanakan pemenuhan hak narapidana anak.

Berdasarkan Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan

anak dijelaskan bahwa Negara, Pemerintah, Masyarakat, dan Keluarga

berkewajiban untuk merealisasikan perlindungan anak. Negara dan Pemerintah

berkewajiban untuk menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa

104
membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan

bahasa, status hukum anak, kondisi fisik maupun mental. Negara dan Pemerintah

bertanggung jawab dan berkewajiban untuk memfasilitasi sarana dan prasarana

demi terwujudnya perlindungan anak.

Tabel III.1
Jawaban responden atas pertanyaan Apakah Anak
Mengetahui Tentang Perlindungan Anak
NO Responden Jumlah Responden

1 Mengetahui 0

2 Tidak Mengetahui 6

Jumlah 6

Sumber: Data Pertanyaan Quisioner 2021

Berdasarkan tabel III.1 diatas dapat diuraikan bahwa berdasarkan

pertanyaan yang peneliti sebarkan melalui quisioner dengan jumlah responden

sebanyak 6 orang dengan pertanyaan Apakah Mengetahui Tentang Keberadaan

Undang-Undang Yang mengatur terhadap Perlindungan Anak, dengan hasil yang

menjawab sudah mengetahui sebesar 0 responden dengan jumlah persentase 0 %

dari jumlah keseluruhan yang mengetahui, sedangkan yang menjawab ada tidak

mengetahui sebanyak 6 responden dengan jumlah persentase 100 % yang peneliti

sebarkan melalui angket quisioner. Artinya masih banyak lagi Pelaku anak yang

belum mengetahui akan keberadaan peraturan tersebut.83

Kewajiban Pelaksanaan Pemenuhan Hak Narapidana Anak berdasarkan

UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak. Berdasarkan Undang-

83
Hasil Kuisioner dengan Orang Tua dan Anak Pecandu Shabu, Tembilahan 1 Desember
2019, pada Pukul 12.30 Wib

105
Undang nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak pasal 2

dijelaskan Sistem Peradilan Pidana Anak dilaksanakan berdasarkan asas:

a. pelindungan;

b. keadilan;

c. nondiskriminasi;

d. kepentingan terbaik bagi Anak;

e. penghargaan terhadap pendapat Anak;

f. kelangsungan hidup dan tumbuh kembang Anak;

g. pembinaan dan pembimbingan Anak;

h. proporsional;

i. perampasan kemerdekaan dan pemidanaan sebagai upaya terakhir;

j. penghindaran pembalasan

Dari asas tersebut pemerintah dan negara wajib untuk melindungi setiap

narapidana anak dari perlakuan yang tidak manusiawi, memberi keadilan bagi

setiap narapidana anak, tidak melakukan tindakan diskriminatif kepada narapidana

anak, menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh kembang narapidana anak,

membina dan membimbing setiap narapidana anak sebab tujuan pemidanaan

terhadap anak adalah agar si anak tidak menjadi pelaku tindak pidana di kemudian

hari. Tujuan dari asas tersebut sesuai dengan isi dari pasal 3 yaitu memperlakukan

setiap narapidana anak secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan

sesuai dengan umurnya.

106
Tabel III.2
Jawaban responden atas pertanyaan Apakah Anak
Mengetahui Tentang Sitem Peradilan Anak

NO Responden Jumlah Responden


1 Tidak 4
2 Ya 2
Jumlah 6
Sumber: Data Pertanyaan Quisioner 2021

Berdasarkan tabel III.2 diatas dapat diuraikan bahwa berdasarkan

pertanyaan yang peneliti sebarkan melalui quisioner dengan jumlah responden

sebanyak 6 orang dengan pertanyaan Apakah Mengetahui Tentang Keberadaan

Undang-Undang Yang mengatur terhadap Sitem Peradilan Anak, dengan hasil

yang menjawab sudah mengetahui sebesar 2 responden dengan jumlah persentase

66,67 % dari jumlah keseluruhan yang tidak mengetahui, sedangkan yang

menjawab ada mengetahui sebanyak 2 responden dengan jumlah persentase 33,33

% yang peneliti sebarkan melalui angket quisioner. Artinya masih banyak lagi

Pelaku anak yang belum mengetahui akan keberadaan peraturan tersebut.84

Jumlah keseluruhan narapidana anak yang menghuni LPKA kelas II A

Tembilahan adalah 6 anak. Berikut adalah rincian tindak pidana yang mereka

lakukan dan jumlah mereka yang melakukannya:

a. Pembunuhan: berjumlah 1 anak

b. Pencurian: berjumlah 3 anak

c. Narkotika: berjumlah 2 anak

84
Hasil Kuisioner dengan Orang Tua dan Narapidan Anak, Tembilahan 1 Desember
2019, pada Pukul 12.30 Wib

107
Lama mereka menjalani masa pidana dari kisaran 3 bulan sampai dengan

10 tahun. Diperlukan pembinaan yang baik agar kelak setelah menjalani masa

pidana mereka berubah menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan dari hasil

wawancara dengan Petugas Pembinaan. Tugas Pembinaan membawahi Kegiatan

Pendidikan.

Pendidikan yang baik adalah kunci dalam membentuk generasi penerus

bangsa sehingga program pendidikan wajib dijalankan dengan baik lalu ada dua

bentuk kegiatan pendidikan yaitu pendidikan formal dan informal.

1. Kegiatan Pendidikan Formal

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan sudah berusaha

untuk mendukung agar kegiatan pendidikan di sana berjalan dengan baik.

Fasilitas seperti ruang kelas, perpustakaan, ruang komputer, lab praktikum,

dan lainnya. Apabila mereka kekurangan tenaga pengajar terkadang pihak

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan memanggil tenaga

pengajar dari luar agar kegiatan belajar mengajar berjalan lancar. Program

wajib belajar dua belas tahun sudah dijalankan disini. Anggaran pendidikan

dibantu oleh dinas pendidikan. Standar dan kurikulum pendidikan formal di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan sama dengan

sekolah pada umumnya sehingga apabila mereka telah menempuh pendidikan

di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan maka mereka

mendapat ijazah seperti siswa menempuh pendidikan di sekolah negeri.

108
2. Kegiatan Pendidikan Informal

Selain mendapat pendidikan formal anak-anak di Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan mereka juga mendapat pelatihan keterampilan

yang sesuai dengan minat dan bakat mereka agar setelah mereka bebas mereka

mempunyai keahlian yang bisa digunakan sebagai mata pencaharian. Ada

berbagai macam kegiatan pendidikan informal di Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan yaitu:

a. Kegiatan Komputer: pembelajarannya meliputi word,power point,excel

setelah dianggap mampu mereka dapat membantu petugas Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan sebagai juru ketik

b. Kegiatan Menjahit: mereka yang telah pandai menjahit dapat menjadi

instruktur di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan

c. Kegiatan Perbengkelan: alat-alat praktiknya sudah tersedia sehingga

mereka bisa dididik menjadi montir yang handal

3. Kegiatan Pendidikan Jasmani

Kesehatan jasmani sangat diperhatikan oleh pihak Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan dengan disediakannya lapangan basket, lapangan

sepakbola, lapangan bulu tangkis, lapangan futsal, lapangan voli. Tersedianya

instruktur yang siap melatih walaupun bukan instruktur professional sehingga

apabila ada anak binaan yang mempunyai bakat olahraga bisa tersalurkan

dengan baik dan bahkan pihak Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan akan mendukung dan mendampingi apabila sang anak binaan ikut

lomba.

109
4. Kegiatan Pendidikan Agama

di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan pendidikan agama

sangat diperhatikan dengan disediakannya tempat ibadah dan guru agama,

tersedianya kitab-kitab dan buku-buku ilmu keagamaan.Pembinaan agama

sangat diutamakan agar anak binaan menjadi pribadi yang lebih baik.Bagi anak

binaan yang beragama islam sudah menjadi kewajiban bagi mereka untuk

menjalankan salat 5 waktu dan salat jumat bagi yang melanggar maka akan

diberikan sanksi dan saat memasuki bulan suci ramadhan anak binaan yang

beragama islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa dan ada sanksi

bagi yang tidak menjalankannya. Sanksi berupa teguran akan diberikan dengan

harapan tidak mengulangi perbuatan tersebut. Anak binaan yang bukan muslim

diperhatikan juga hak untuk beribadahnya dan mereka diajarkan untuk toleransi

dan hidup berdampingan.

5. Kegiatan Pendidikan di Bidang Kesenian

Bagi anak binaan yang mempunyai minat dan bakat di bidang kesenian maka di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan telah menyediakan

kelas kesenian seperti melukis, kerajinan tangan, music, nyanyi dan

disediakannya kesempatan bagi anak binaan untuk menampilkan karyanya

apabila pihak Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan

mengadakan acara selain tampil karya lukis dan karya kerajinan tangan bisa

juga diperdagangkan dan hasilnya bisa dijadikan modal untuk membuat karya

selanjutnya. Kemudian di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan terdapat petugas kemasyarakatan yang terdiri atas pembimbing

110
kemasyarakatan, pekerja social professional, tenaga kesejahteraan sosial.

Pembimbing kemasyarakatan bertugas menentukan program pembinaan dan

pembimbingan terhadap narapidana anak. Pekerja social professional dan

Tenaga kesejahteraan sosial mereka bertugas sebagai advokasi narapidana

anak.

Dari hasil wawancara dengan petugas klinik Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan. Dibahas dalam skripsi ini mengenai pelayanan

kesehatan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan. Ada 2

tenaga kesehatan yang bekerja di klinik kemudian ada 1 dokter walaupun

kekurangan dokter pihak klinik dapat meminta bantuan kepada dokter dari Rumah

Sakit Setempat. Klinik buka setiap hari dan ada 2 shift yaitu shift pagi jam 8-3 dan

shift sore jam 12-6 kemudian klinik tutup pada malam hari namun walaupun tutup

pekerja klinik tetap siaga apabila ada anak binaan yang sakit mendadak. Apabila

ada anak binaan yang memerlukan perawatan khusus maka bisa dirawat di rumah

sakit diluar Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan dan akan

diantar oleh ambulan milik pihak Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan namun apabila keadaan mendesak anak binaan yang sakit bisa diantar

dengan memakai mobil pribadi.

Klinik Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan punya

program penyuluhan tentang bahaya HIV dan AIDS, bahaya Narkoba,dll yang

diadakan empat kali dalam setahun. Selanjutnya setiap anak yang baru masuk

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan akan dicek medis lalu

setiap hari sebelum para petugas pulang. Petugas klinik juga memberi ilmu

111
pengetahuan medis kepada anak binaan agar bisa menolong temannya. Walaupun

sudah mendapat anggaran dari dinas kesehatan dan sudah disediakan fasilitas

seperti alat-alat medis, ruang perawatan, ruang periksan, dan ruang inap.

Fasilitas kesehatan yang ada di klinik masih terbilang sederhana dan

mereka masih kekurangan dokter umum, psikolog, dokter gizi, dokter tht, dan

dokter mata sehingga harus ditingkatkan lagi pelayanan kesehatannya. Terakhir

adalah data dari anak binaan yang akan diwawancarai berhubung narasumber

ingin dirahasiakan namanya maka yang akan ditampilkan hanya umur dan

pendidikannya. Narasumber 1 umur 17 tahun pendidikan SMK, Narasumber 2

umur 18 tahun pendidikan SMA, Narasumber 3 umur 16 tahun pendidikan SMP.

Dari hasil wawancara dengan anak binaan tersebut yang berada di Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan mereka merasa dibina selama

tinggal di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan. Mereka

diperlakukan secara manusiawi dengan diperhatikan hak untuk beribadah, hak

untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, hak untuk menyampaikan keluhan, hak

untuk dikunjungi keluarganya, hak untuk mendapatkan pendidikan, hak untuk

remisi, hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat.

Narapidana anak merasa lebih baik tinggal di Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan sebab kehidupan mereka terjamin. Mereka bisa

sekolah, belajar wirausaha, diingatkan untuk beribadah oleh petugas bahkan

mereka dibimbing oleh rohaniawan yang ada disana. Mereka bisa berolahraga dan

berkesenian sebab sudah disediakan fasilitasnya dan pengajarnya. Apabila sakit

112
mereka tinggal pergi ke klinik, diperhatikan waktu makan dan nutrisi yang

terkandung di makanannya.

Untuk hiburan mereka bisa menikmati film, menonton TV, membaca

komik.Mendapat kunjungan dari keluarga dan penasihat hukum mereka, Dan

mereka juga tidak pernah mendapat perlakuan kasar dari petugas Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan dan dari sesama anak binaan

sebab mereka diajarkan untuk saling menghargai dan menghormati antar sesama

berdasarkan pengakuan mereka.

Namun ada hal-hal yang kurang menyenangkan selama tinggal di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan seperti jarang bertemu

keluarga, mendapat label mantan penjahat oleh masyarakat umum, dibatasinya

kebebasan mereka, tidak bisa bermain dengan teman-teman yang tidak berada di

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan, terpaksa harus

mengikuti aturan yang ada sebab apabila tidak diikuti mereka akan mendapat

hukuman, hiburan yang terbatas hanya sekedar tv dan radio tidak bisa main video

game atau internetan. Sehingga mereka masih berharap agar segera bebas.

Meskipun begitu mereka merasa mendapatkan pelajaran berharga selama tinggal

di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan

Lembaga Pembinaan Khusus Anak adalah tempat khusus yang berfungsi

untuk membina anak agar kemudian bisa memperbaiki diri sehingga bisa kembali

menjadi warga Negara yang baik. Menurut Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia nomor 31 tahun 1999 tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga

Binaan Pemasyarakatan, pembinaan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas

113
ketaqwaan kepada Tuhan, intelektual, sikap dan perilaku, professional, kesehatan

jasmani dan rohani anak binaan.

Prinsip pembinaan yang diterapkan di Lembaga Pembinaan Khusus Anak

Klas II A Tembilahan merupakan suatu bentuk pelaksanaan rehabilitasi terhadap

anak pidana. Selain melaksanakan pembinaan Lembaga Pembinaan Khusus Anak

Klas II A Tembilahan juga melaksanakan pemenuhan hak anak binaan yang diatur

pada Undangundang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan seperti hak

untuk beribadah, hak untuk akses kesehatan, hak untuk akses pendidikan, hak

untuk menyampaikan keluhan, hak untuk mendapat informasi, hak untuk

mendapatkan kunjungan keluarga, hak remisi, hak untuk bebas bersyarat, hak

untuk cuti kunjungan keluarga, hak cuti menjelang bebas.

Tabel III.3
Jawaban responden atas pertanyaan Apakah Anak
Mengetahui Tentang Peraturan Pemasyarakatan

NO Responden Jumlah Responden


1 Ya 6
2 Tidak 0
Jumlah 6
Sumber: Data Pertanyaan Quisioner 2021
Berdasarkan tabel III.3 diatas dapat diuraikan bahwa berdasarkan

pertanyaan yang peneliti sebarkan melalui quisioner dengan jumlah responden

sebanyak 6 orang dengan pertanyaan Apakah Mengetahui Tentang Keberadaan

Undang-Undang Yang mengatur terhadap Peraturan Pemasyarakatan, dengan

hasil yang menjawab sudah mengetahui sebesar 6 responden dengan jumlah

persentase 100 % dari jumlah keseluruhan yang mengetahui, sedangkan yang

114
menjawab ada yang tidak mengetahui sebanyak 0 responden dengan jumlah

persentase 0 % yang peneliti sebarkan melalui angket quisioner. Artinya masih

banyak lagi Pelaku anak yang belum mengetahui akan keberadaan peraturan

tersebut.85

Berikut adalah bentuk implementasi dari pelaksanaan pemenuhan hak-hak

anak binaan yang ada di pasal 4 Undang-undang nomor 11 tahun 2012 tentang

SPPA jo pasal 22 Undang-undang nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan:

1. Implementasi terhadap hak untuk beribadah

Dengan disediakannya fasilitas ibadah, kitab suci, buku-buku keagamaan, dan

rohaniawan. Adanya kesempatan untuk menjalankan ibadah salat dan puasa

bagi yang muslim. Diajarkannya untuk hidup saling toleransi, saling

menghargai, dan menghormati antar umat beragama. Setiap adzan

berkumandang anak-anak binaan yang beragama muslim mulai pergi ke

masjid untuk melaksanakan ibadah salat sehabis ibadah salat kemudian

dilanjutkan dengan dzikir dan ceramah begitu juga dengan anak-anak binaan

yang beragama non muslim saat waktunya mereka ibadah mereka segera

mereka pergi rumah ibadah untuk melakukan ibadah. Kita bisa melihat bahwa

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan telah melakukan

pemenuhan atas hak ibadah bagi setiap anak binaan yang menjadi penghuni

Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan.

2. Implementasi terhadap hak kesehatan

85
Hasil Kuisioner dengan Orang Tua dan Narapidan Anak, Tembilahan 1 Desember
2020, pada Pukul 12.30 Wib

115
Tersedianya dokter dan petugas kesehatan, alat-alat medis, obat-obatan,

vaksin, dan mobil ambulan selama 24 jam. Walaupun fasilitas dan

pelayanannya masih terbatas pihak Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas

IIA Tembilahan dapat meminta bantuan rumah sakit umum apabila ada anak

binaan yang sakit parah. Semua pelayanan kesehatan yang ada di Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan tidak dikenai biaya dan setiap

narapidana yang menghuni di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan telah mendapat makanan yang sehat dan bergizi.

3. Implementasi terhadap hak pendidikan

Dengan disediakannya ruang kelas untuk sekolah, lab praktikum,

perpustakaan,tenaga pengajar. Sehingga para anak binaan masih bisa menimba

ilmu selama berada di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan selain pendidikan formal para anak binaan diajarkan ilmu

keterampilan seperti Pelatihan Komputer, Penjahitan, Pengelasan,

Perkebunan, Perikanan, Budidaya Lele, Sablon, Kerajinan Batok Kelapa,

Steam Motor. Tujuannya adalah setelah bebas anak binaan tidak hanya

mendapatkan ijazah saja tetapi punya keahlian untuk mencari uang dan

membantu orang tua.

4. Implementasi terhadap hak untuk menyampaikan keluhan.

Setiap anak binaan berhak untuk menyampaikan keluhannya kepada penasihat

hukumnya, Komnas Anak, KPAI. Apabila hak-haknya tidak dipenuhi dan

diperlakukan tidak manusiawi. Hal ini diatur oleh Peraturan Pemerintah RI

116
nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

Binaan Pemasyarakatan.

5. Implementasi hak untuk mendapat informasi.

Disediakannya fasilitas berupa perpustakaan yang berisikan buku ensiklopedia

dan cerpen kemudian terdapat buku-buku dari hasil hibah. Kemudian terdapat

televise sehingga anak binaan bisa mendapat akses informasi yang menghibur

dan edukatif.

6. Hak untuk mendapat kunjungan keluarga dan penasehat hukum.

Seorang anak binaan dalam menjalani masa pidananya masih perlu dukungan

orang tua dan penasehat hukumnya sehingga Lembaga Pembinaan Khusus

Anak Klas II A Tembilahan tidak boleh melarang setiap anak binaan untuk

bertemu dan berkonsultasi dengan penasehat hukumnya maupun keluarganya.

7. Hak untuk remisi.

Remisi adalah pengurangan masa pidana dan itu merupakan hak setiap anak

binaan. Remisi diberikan kepada anak binaan yang berkelakuan baik dan telah

menjalani setengah masa pidannya. Remisi diberikan pada hari kemerdekaan

Indonesia dan hari raya keagamaan. Pihak Lembaga Pembinaan Khusus Anak

Klas II A Tembilahan harus membantu anak binaan untuk mendapatkan remisi

apabila anak binaan itu berhak.

8. Hak untuk bebas bersyarat.

Pembebasan bersyarat diberikan apabila anak binaan telah menjalani masa

pidana sekurangnya 2/3 dari masa pidananya dengan ketentuan 2/3 masa

pidananya tidak kurang dari 9 bulan.

117
9. Hak untuk cuti mengunjungi keluarga

Setiap anak binaan yang berkelakuan baik dan telah menjalani ½ masa

pidananya berhak mendapatkan cuti mengunjungi keluarga

10. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

Diberikan kepada setiap anak binaan yang telah menjalani 2/3 masa pidana

sekurangnya 9 bulan dan lama cuti sama dengan remisi terakhir yang

diterimanya paling lama 6 bulan.

Perlindungan anak menurut Undang-undang nomor 23 tahun 2002 adalah

segala aktivitas yang menjamin dan melindungi anak dan haknya agar tetap hidup,

tumbuh,berkembang, dan diperlakukan sesuai harkat dan martabat kemanusiaan

serta mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Berikut adalah hak-

hak anak yang disebutkan oleh Undang-undang nomor 23 tahun 2002 jo Undang-

undang nomor 35 tahun 2014 dan yang sudah dilaksanakan oleh Lembaga

Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan:86

1. Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang, dan diperlakukan

sesuai harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari

segala bentuk kekerasan.Dilaksanakan melalui dengan program pembinaan

yang diberikan dan penyediaan sarana dan prasarana yang menunjang tumbuh

kembang anak.

2. Setiap anak berhak untuk beribadah menurut agamanya. Hak ini sudah

dipenuhi oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan

dengan menyediakan tempat ibadah dan rohaniawan.

86
hasil wawancara dengan anak binaan dan petugas LPKA. Anak-anak binaan LPKA
Kelas IA Tembilahan pada 2 Januari 2021 pukul 11.30wib

118
3. Setiap anak berhak memperoleh layanan kesehatan. Hak ini sudah dipenuhi

oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan dengan

menyediakan klinik dengan fasilitas yang layak.

4. Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dalam rangka pengembangan

kepribadiannya dan tingkat kecerdasan sesuai minat dan bakatnya. Hak ini

sudah dipenuhi oleh Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A Tembilahan

dengan mengadakan program pendidikan wajib belajar 12 tahun dan

pendidikan keterampilan.

5. Setiap anak berhak menyatakan, didengarkan, menerima pendapat sesuai

kepatutannya. KPAI dan Komnas anak terbuka terhadap pendapat setiap anak

binaan yang menghuni Lembaga Pembinaan Khusus Anak Klas II A

Tembilahan.

6. Setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari perlakuan yang tidak

manusiawi.

B. Kendala Dan Upaya Dalam Melakukan Pelaksanaan Pemenuhan Hak


Pendidikan Bagi Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA
Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir.

Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Tembilahan merupakan tempat

yang diperuntukan untuk menampung narapidana dewasa. Sistem pelaksanaan

pembinaan di atur berdasarkan kebutuhan narapidana dewasa untuk memenuhi

hak dan melaksanakan kewajiban sebagai seorang narapidana dewasa. Namun

pada kenyataannya, di dalam Lapas Klas II Tembilahan juga menampung

narapidana anak dan tahanan titipan. Menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku, narapidana anak harus ditempatkan di Lapas Anak. Untuk di daerah

119
Kabupaten Indragiri Hilir, Lapas Anak terdapat di kota Tembilahan yaitu

Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Tembilahan. Lapas ini diperuntukan

bagi narapidana anak yang berada di Tembilahan. Pemisahan tempat seperti ini

sangat penting dilakukan guna menghindarkan narapidana anak dari pengaruh

pergaulan narapidana dewasa yang dapat membawa dampak negatif bagi

perkembangan kepribadian narapidana anak.

Lapas Klas II A Tembilahan sendiri terdapat beberapa narapidana anak yang

menjalani masa hukumannya di dalam Lapas yang disediakan untuk narapidana

dewasa ini. Untuk keperluan tersebut, pihak Lapas menyediakan suatu Blok

khusus untuk anak agar terpisah dari narapidana dewasa. Namun, tetap saja hal ini

melanggar prosedur yang telah ditetapkan.

Ada bebrapa pertimbangan mengapa para narapidana anak di tempatkan di

Lapas Klas II A Tembilahan. Klein Anak87 menjelaskan bahwa alasan utama yang

menyebabkan anak ditempatkan pada Lapas ini adalah tentang permasalahan

psikologi anak. Dimana anak membutuhkan orang tuanya sebagai pendamping

untuk tetap menjaga stabilitas emosional anak. Anak selalu membutuhkan

kunjungan dari orang tua dan orang-orang terdekatnya untuk menemaninya dalam

masa-masa sulit seperti ini. Apabila dia (anak) di tempatakan di Lapas Pekanbaru,

kemungkinan orang tua anak akan sedikit terkendala untuk melakukan

pendampingan rutin terhadap anaknya. Ini disebabkan karena jarak tempuh yang

jauh. Karena sebagian besar narapidana anak yang terdapat di dalam Lapas Klas II

A Tembilahan berasal dari Kecamatan yang ada di Kabupaten Indragiri Hilir.

87
Wawancara dengan Klien Anak., sebagai staf seksi bimbingan kemasyarakatan Lapas
Klas II A Tembilahanr, 1 Januari 2021 pukul 10.30wib.

120
Menurut Surya Wijaya 88, pelaksanaan pendidikan di dalam Lapas Klas II A

Tembilahan mendapat banyak hambatan. Patokan kurikulum pada pendidikan

sederajat masih belum mampu dijalankan secara maksimal mengingat kurangnya

sarana penunjang kegiatan pendidikan tersebut.

Pembimbing Klien Anak89 menjelaskan bahwa beberapa kendala yang

dihadapi dalam pemberian Perlindungan Hukun Terhadap Narapidana Anak di

Lembaga Pemasyarakatan Klas II Tembilahan antara lain:

1. Kendala dari aspek yuridis, yaitu belum adanya peraturan

pelaksana/Peraturan Pemerintah yang mengatur secara khusus mengenai

pelaksanaan pendidikan sekolah formal bagi Narapidana Anak di dalam

Lembaga Pemasyarakatan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun

1999 hanya menerangkan tentang kewajiban melaksanakan pendidikan

formal di dalam Lapas. Namun teknis pelaksanaan untuk menunjang

kegiatan tersebut tidak diatur secara mendetail. Keadaan ini yang membuat

pihak Lembaga Pemasyaraktan kesulitan untuk melaksanakan peratuuran

tersebut.

2. Keterbatasan penyediaan sarana untuk melakukan proses pendidikan seperti

alat tulis kantor, kursi, buku, dan peralatan-peralatan penunjang lainnya.

Keadaan ini tentu saja membuat para narapidana tidak dapat melakukan

pendidikann dengan baik sesuai standarisasi yang ditetapkan oleh peraturan

pemerintah.

88
Wawancara dengan Bagian BINADIK sebagai staf seksi bimbingan kemasyarakatan
Lapas Klas II A Tembilahan, 1 Januari 2021 Pukul 12.30 wib
89
Wawancara dengan Pembimbing Klein Anak, sebagai staf seksi bimbingan
kemasyarakatan Lapas Klas II A Tembilahan, 2 Januari 2021

121
3. Kurangnya motivasi para narapidana anak untuk melakukan dan mengikuti

pelajaran dengan baik dan sungguh-sungguh. Keadaan ini tentu saja sangat

disesalkan oleh petugas Lapas, khususnya dari para pengajar. Kesungguhan

untuk memenuhi hak narapidana anak untuk mendapatkan pendidikan tidak

sejalan lurus dengan minat para narapidana untuk mendapatkan apa yang

menjadi hak mereka tersebut.

4. Kurangnya tenaga pendidik yang terdapat di dalam Lapas Klas II A

Tembilahan. Hal ini juga dirasakan memberi pengaruh yang besar bagi

keberlangsungan proses pendidikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan.

Jumlah tenaga pendidik yang terdapat di dalam Lapas Klas II A Tembilahan

sangat berbanding terbalik dengan narapidana anak yang terdapat di dalam

Lapas tersebut. Pada dasarnya, jumlah narapidana anak yang terdapat di

dalam Lapas klas II A Tembilahan hanya berjumlah 6 orang. Dengan jumlah

seperti itu maka dibutuhkan tenaga pendidik untuk bisa memberikan

pendidikan yang merata bagi seluruh anak yang terdapat di dalam Lapas.

Menurut pertauran yang berlaku, Kepala Lapas dapat bekerjasama dengan

instansi pemerintah yang lingkup tugasnya meliputi bidang Pendidikan dan

Kebudayaan, dan atau badan-badan kemasyarakatan yang bergerak di

bidang pendidikan dan pengajaran. Namun berdasarkan kenyataan sekarang

hal tersebut belum bisa terlaksana dengan baik. Banyak tenaga pendidik

seperti guru yang enggan untuk hadir di Lapas dalam rangka pemberian

pendidikan kepada narapidana anak karena alasan-alasan tertentu. Keadaan

seperti ini dapat menghambat pendidikan anak dalam upaya pembentukan

122
karakter landasan berfikir, serta kemampuan akademik bagi para narapidana

anak. Hal ini tentu saja harus lebih mendapatkan perhatian dari pihak Lapas

maupun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, mengingat sangat pentingnya

pendidikan bagi anak.

5. Kurangnya suplay anggaran untuk pendidikan. Anggaran untuk pendidikan

merupakan salah satu faktor penunjang dalam proses pendidikan anak di

dalam Lapas. Hal ini juga merupakan sesuatu yang urgen. Terdapat

keterkaitan yang erat antara anggaran atau biaya dengan pemenuhan

kebutuhan lainnya guna kelancaran proses pendidikan. Di dalam Lapas

pendidikan personal bisa dilakukan di luar Lapas dengan terlebih dahulu

memenuhi apa yang menjadi persyaratan yang ditetapkan oleh Lapas.

Misalnya untuk mendapatkan pendidikan di luar, ada biaya tunjangan lebih

yang harus dikeluarkan oleh orang tua. Biaya tersebut di gunakan untuk

memfasilitasi anak dalam melakukan proses tersebut.

6. Kurangnya Pengawalan terhadap narapidana. Pengawalan terhadap

narapidana wajib dilakukan apabila narapidana anak melakukan proses

pendidikan di luar Lapas. Pengawalan ini bertujuan untuk mengawasi

narapidana dalam melakukan pendidikan diluar Lapas agar tidak melakukan

perbuatan atau tindakan diluar yang salah menurut pearturan yang

ditetapkan, misalnya melarikan diri, melakukan tindak pidana, dan lain

sebagainya.

7. Kekurangan Mitra kerja dalam upaya melakukan pemenuhan hak

narapidana anak untuk mendapatkan pendidikan di Dalam Lembaga

123
Pemasyarakatan. Kurangnya partisipasi dari instansi terkait ini seperti

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal ini penyediaan tenaga

pendidik. Mitra kerja sangat dibutuhkan untuk memfasilitasi kebutuhan

Anak Pidana. Pihak Lapas selalu menyambut baik kesediaan para pengajar

atau guru. Bukan hanya pengajar, dibutuhkan juga partisispasi aktif dari

berbagai elemen penggiat anak, lembaga-lembaga lainnya yang

berhubungan dengan anak untuk menyukseskan program dan

peenyelenggaraan pendidikan di dalam Lapas. Apabila banyak instansi atau

mitra kerja yang dapat terlibat langsung dalam pemenuhan hak ini, maka

Lapas akan sangat terbantu dalam melakukan proses pemenuhan pendidikan

tersebut.

8. Rendahnya kepedulian masyarakat, pemerintah daerah baik propinsi

maupun Kota/Kabupaten serta organisasi-organisasi kemasyarakatan

terhadap masa depan pendidikan narapidana anak di Lembaga

Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan. Keadaan ini merupakan kondisi

terkini dari Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan. Keadaan

seperti ini dapat membuat pemenuhan hak-hak anak didalam Lapas

terbengkalai. Narapidana anak biasa melakukan pembelajaran secara

autodidak dan berdasarkan bahan bacaan yang tersedia. Kualiatas

Pendidikan terhadap anak, yang tidak lain merupakan generasi penerus

bangsa di masa yang akan datang patut di pertanyakan. Pendidikan dan

pembinaan yang dilakukan didalam Lapas akan sangat mempengaruhi

perkembangan anak kedepaannya. Oleh karena hal tersebut maka sudah

124
sepatutnya hal-hal yang berhubungan dengan pendidikan harus selalu di

jadikan prioritas utama dalam upaya meningkatkan kualitas kecerdasan

bangsa kedepannya

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar anak didik

pemasyarakatan kurang mendapatkan perlindungan hukum. Hal tersebut

disebabkan karena terdapat beberapa narapidana anak tidak mampu baca tulis atau

buta huruf. Sebagian besar anak hanya belajar secara autodidak dan materi

pembinaan praktek oleh para petugas. Sebagai seorang narapidana anak, Yusran90

juga menambahkan bahwa “didalam lembaga pemasyarakatan terdapat waktu-

waktu atau jadwal yang telah ditetapkan oleh petugas lembaga pemasyarakatan

untuk melakukan proses pendidikan. Namun proses pendidikan tersebut tidak

mencakup seluruh pendidikan seperti yang terdapat dalam sekolah pada

umumnya. Disini kami sering belajar tentang keagaam seperti mengaji, shalat, dan

olahraga. Kami belum bisa mendapatkan pelajaran teknologi misalnya komputer

karena mungkin fasilitasnya belum ada di sini”.

Minimnya ketersediaan tenaga pendidik, khususnya pada pendidikan

akademik bagi para narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II

Tembilahan harus segera diatasi. Pendidikan dasar serta pengetahuan akademik

sangat dibutuhkan oleh narapidana anak guna memperluas wawasan dalam

berfikir.

Pendidikan dan pengajaran di dalam Lapas seharusnya diselenggarakan

menurut kurikulum yang berlaku pada lembaga pendidikan yang sederajat.

90
Wawancara dengan Yusran, Narapidana Anak Lembaga Pemasyarakatan Klas II A
Tembilahan

125
Namun akibat adanya kendala-kendala untuk merealisasikan program tersebut,

maka sampai saat ini kegiatan pendidikan di dalam Lapas dilaksanakan dengan

sarana dan prasarana seadanya.

Lapas Klas II A Tembilahan, pemenuhan hak untuk mendapatkan

pendidikan bagi para narapidana anak terus dilakukan agar dapat berjalan dengan

maksimal. Namun hal tersebut tidak dapat dilimpahkan secara keseluruhan sistem

pelaksanaannya kepada pihak Lapas. Di dalam pertauran pemerintah sendiri, tidak

menjelaskan secara penuh petunjuk teknis pelaksanaan dari pendidikan.

Kepala seksi pembinaan anak91 mengatakan Hal tersebut juga menjadi

kendala untama dalam pelaksanaan pemenuhan perlindungan hukum bagi

narapidana anak. Pihak Lapas sebagai pelaksana tugas berupaya semaksimal

mungkin untuk melakukan pemenuhan tersebut, salah satunya dengan cara

melakukan sinkronisasi antara metode pengajaran pendidikan dengan proses

pembinaan yang ada di dalam lembaga pemasyarakatan. Walaupun dinilai masih

belum maksimal, namun ini merupakan suatu upaya maksimal yang dapat

dilakukan.

Pendidikan merupakan sarana yang mendukung keberhasilan negara

menjadikan anak-anak negara sebagai anggota masyarakat. Lembaga

Pemasyarakatan sangat berperan dalam pembinaan dan pendidikan narapidana

agar menjadi lebih baik. Yang sesungguhnya sangat penting untuk di bina adalah

pribadi narapidana anak, meembangkitkan harga diri dan mengembangkan rasa

tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan

91
Wawancara dengan, Kepala Seksi Bimbingan Kemasyarakatan Lembaga
Pemasyarakatan Klas II A Tembilahan pada tanggal 5 Januari 2021 pukul 10.45wib

126
sejahterah dalam masyarakat, sehingga potensial untuk menjadi manusia yang

berpribadi dan bermoral tinggi.

Upaya yang harus dilakukan agar tidak terjadinya kendala-kendala yang

dihadapi di lapangan maka perlu dilakukan diantaranya adalah :

1. Mengingat petugas pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A

Tembilahan memiliki tugas ganda yaitu melayani dan merawat tahanan serta

membina narapidana, maka petugas pemasyarakatan melalui latihan teknis

petugas pemasyarakatan perlu memiliki kemampuan dan keterampilan yang

cukup sehingga dapat melaksanakan tugasnya secara efektif. Selain itu,

perlu adanya kualifikasi sertifikat bagi pegawai Rutan sebagai acuan

profesionalitas dalam hal memberikan pendidikan dan pengajaran bagi

warga binaan pemasyarakatan.

2. Agar pelaksanaan pendidikan dan pengajaran bagi narapidana dapat berjalan

secara maksimal dan tidak terhambat, pihak LAPAS perlu menyediakan

sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.

3. Perlunya peningkatan keterlibatan pihak-pihak tertentu, seperti Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan dalam hal menyediakan tenaga pendidik di

dalam LAPAS agar narapidana anak yang sedang menjalani pemidanaan

tetap mendapatkan pendidikan seperti yang bisa didapatkan di sekolah

formal.

4. Pihak LAPAS Klas II A Tembilahan perlu meningkatkan kerjasama dengan

instansi- instansi penegak hukum dan istansi lainnya dalam hal pemberian

pendidikan dan pengajaran seperti kegiatan penyuluhan dari Kepolisian,

127
Kejaksaan Negeri, Pengadilan Negeri, Kantor, Keagamaan, Dinas Tenaga

Kerja dan Dinas Kesehatan serta perlunya kerjasama dengan pihak swasta

baik secara perorangan, kelompok, maupun perusahaan agar keterampilan

yang dihasilkan oleh narapidana dapat mendukung usaha-usaha mandiri

maupun industri.

128
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pemenuhan Hak Narapidana Anak Di Lembaga Permasyarakatan Klas IIA

Tembilahan. Pelaksanaan pemenuhan hak pendidikan Bagi narpidana anak

di Lapas Klas II A Tembilahan sudah dijalankan tetapi belum sepenuhnya

terpenuhi. Namun upaya pelaksanaan pendidikan terus dilakukan sebaik

mungkin mengingat sangat urgennya perlindungan hukum bagi seseorang

(anak) walaupun sedang menjalani masa pidana. Hak mendapatkan

pendidikan tersebut merupakan sesutu yang harus dipenuhi karena telah di

atur dalam Peraturan Pemerintah.

2. Hambatan dan Upaya dalam Pelaksanaan Hak Pendidikan Narapidana Anak

Di Lembaga Permasyarakatan Klas II A Tembilahan. Ada beberapa faktor

yang menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Faktor-faktor tersebut antara

lain kurangnya mitra kerja untuk melakukan proses pemenuhan hak

mendapatkan pendidikan, sarana yang tersedia di Lapas belum memadai,

keterbatasan tenaga pendidik yang disediakan oleh Dinas Pendidikan

setempat, pengawalan terhadap narapidana anak apabila menempuh

pendidikan di luar Lapas, serta alokasi anggaran yang minim untuk

pendidikan didalam Lapas. Selain itu terdapat juga kendala dari aspek

yuridis, dimana belum adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara

khusus mengenai pelaksanaan pendidikan sekolah formal bagi Narapidana

Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Di dalam Peraturan Pemerintah

129
Nomor 32 Tahun 1999 hanya menerangkan tentang kewajiban

melaksanakan pendidikan formal di dalam Lapas. Namun teknis

pelaksanaan untuk menunjang kegiatan tersebut tidak diatur secara

mendetail. Keadaan ini yang membuat pihak lembaga pemasyaraktan

kesulitan untuk melaksanakan peratuuran tersebut.

B. Saran

Berdasarkan Kesimpulan di atas, maka saran yang dapat disampaikan oleh

Penulis adalah sebagai berikut:

1. Agar pihak lapas dan Kementrian Hukum Dan HAM, melakukan kerjasama

terutama pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Indragiri Hilir

terutama dalam pemenuhan hak pendidikan bagi narapidana anak harus

diperlukan peranan langsung dari pemerintah setempat dalam hal ini

Kementrian Hukum dan HAM untuk melakukan evaluasi terhadap

perencanaan program-program kerja yang telah di buat. Fungsi pengawasan

terhadap seluruh penyelenggaraan program-program pendidikan dan

pembinaan juga penting untuk dilakukan. Pengawasan dilakukan dalam

upaya mengawasi program-program yang dilakukan dalam Lapas. Hal ini

penting untuk mengetahui permasalahan yang dapat menghambat

keberlangsungan hak-hak narapidana anak, khususnya mengenai

pendidikan.

2. Mitra kerja sangat diperlukan pihak Lapas untuk memberikan atau

memfasilitasi proses pendidikan dan pengajaran di dalam Lapas Klas II A

Tembilahan. Kerja sama dengan pihak-pihak tersebut dapat membantu

130
mengatasi kendala-kendala yang terdapat di dalam Lapas. Dinas Pendidikan

dan Kebudayaan juga harus berperan aktif dalam memfasilitasi kebutuhan

yang di butuhkan oleh narapidana anak melalui lembaga pemasyarakatan.

Partisipasi dari organisasi kemasyarakatan, mahasiswa, serta aktifis penggiat

anak juga sangat dibutuhkan didalam proses ini mengingat sangat

pentingnya pendidikan untuk narapidana anak khususnya di Lapas Klas II A

Tembilahan.

131
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-Buku

Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, Sistem Peradilan Pidana, (PTIK, Jakarta,


2012).

Amirul Hadi dan Haryono, Metodologi Statistik Penelitian Hukum, Pustaka Setia,
Bandung, 2005.

Asshiddiqie, Jimly. Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan


Keempat UUD Tahun 1945. Jakarta : Mahkamah Konstitusi. 2014.

Bahri, Perlindungan Hukum Warga Binaan Pemasyarakatan di Rumah Tahanan


Negara, Tesis, Perpustakaan FH-UH, Makassar, 2009.

Bambang Sanggono, Metodologi penelitian Hukum, Cetakan kedua, Penerbit Raja


Grafindo Persada, Jakarta 1998.

Departemen Pendidikan Nasional, “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta:


Pusat Bahasa, 2008.

Dwidja Priyanto, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika


Aditama, Bandung, 2006.

Dwidja Priyatno.Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia. PT. Refika


Aditama. Bandung, 2006, hlm. 102.

Lukman Santoso, Negara Hukum dan Demokrasi, Ponorogo : IAIN Po PRESS,


2016.

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV Maju Mundur, Bandung, 1994.
Mahfud MD, et al., Satjipto Rahardjo dan hukum progresif: Urgensi dan kritik,
Jakarta : HuMA Press, 2016.

Maidin Gultom. Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan


Anak di Indonesia.Bandung; PT. Rafika Aditama. 2008.

Maulana Hassan Wadong. Pengantar Advokasi dan Perlindungan Anak, PT.


Gramedia, Jakarta, 2000.

Mukti Fajar ND & Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010.

132
Nandang Sambas,Peradilan Piadana Anak di Indonesia dan Instrument
International Anak serta Penerapannya, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2013.

Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam


Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2010.

Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei 2004.

Pemegang Paten Perlu Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei 2004.

R Abdussalam dan Andri Desasfuryanto, Hukum Perlindungan Anak, PTIK,


Jakarta, 2014.

R. Achmad, S. Soemadipradja, et al,Sistem Pemasyarakatan di Indonesia, Bina


Cipta, Bandung, 2010.

R.A. Koesnan. Politik Penjara Nasional.Bandung. Sumur Bandung.1961.

Rahayu, Pengangkutan Orang, Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2002


tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 2009.

Rahayu, Pengangkutan Orang, Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2002


tentang Tatacara Perlindungan Korban dan Saksi Dalam Pelanggaran Hak
Asasi Manusia Yang Berat Undang-Undang RI, Nomor 23 Tahun 2004
Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, 2009.

Raoul Wallenberg, Negara Hukum,The Hague, Belanda : The Hague Institute for
the Internationalisation of Law, 2012.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimntri, Ghalia


Indonesia, Jakarta, 1990.

Sahardjo, Pohon Beringin Pengayoman, Pusat Penelitian dan Pengembangan


Departemen Kehakiman, Jakarta, 2006.

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta,


2003.

Satjipto Rahardjo, Sisi-Sisi Lain dari Hukum di Indonesia, Kompas, Jakarta,


2003.

Setiono, “Rule of Law”, Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret,


Surakarta, 2004.

133
Setiono, “Rule of Law”, Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret,
Surakarta, 2004.

Soerjono Soekanto dan Srimamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan


Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011.

Sri Sutatiek, Hakim Anak Indonesia: Siapa dan bagaimana Figur Idealnya pada
Masa Depan, Aswaja Pressindo,Yogyakarta, 2013.

Suharjo Widiada. Negara Tanpa Penjara (sebuah renungan). Montas. Jakarta,


1988.

Syaiful Sagala Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan


Problematika Belajar dan Mengajar. Alfabeta.Bandung, 2005.

Tim Penyusun, Panduan dan Pedoman Penulisan Tesis Fakultas Hukum


Universitas Isalm Riau, Pekanbaru,UIR, 2015.

Wagiati sutedjo. Hukum Pidana Anak. Cetakan III. PT. Refika Aditama. Bandung,
2010.

B. Jurnal

Muchsin, Perlindungan dan Kepastian Hukum bagi Investor di Indonesia,


Disertasi, Fakultas Hukum, Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2003.

Hilda Hilmiah Diniyati, “Perlindungan Hukum bagi Investor dalam Pasar Modal
(Studi pada Gangguan Sistem Transaksi di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2013, h. 19

Lukman Hakim Nainggolan, Masalah Perlindungan Hukum terhadap Anak,


Jurnal Equality, Vol. 10 No. 2, 2005

Salim HS dan Erlies Septiana Nurbaini, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian
Tesis dan Disertasi”, cet. 1, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2013,
hlm.261.

Gasti Ratnawati. Pola Pembinaan NAPI Anak sebagai Salah Satu Upaya
Pemenuhan Kebutuhan Pendidikan di Lembaga Pemasyarakatan Anak.
Malang.PDF.2010, hlm.21-22

Tatik Mei Widari, Pemenuhan Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan Di


Lembaga Pemasyarakatan Anak, Jurnal Ilmu Hukum, Februari 2012, Vol.
8, No. 15, Hal. 28 – 47

134
Rusman, Pemenuhan Hak-Hak Narapidana Di Rutan Barru Ditinjau Dari
Perspektif Ham, Program Magister Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar.

C. Internet

Hetty Hasanah, “Perlindungan Konsumen dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumenatas


Kendaraan Bermotor dengan Fidusia”, Artikel diakses pada 1 Juni 2021
darihttp://jurnal.unikom.ac.id/vol3/perlindungan.html.

Nurdin Usman, Konteks Implementasi Berbasis Kurikulum, PT. Raja Grafindo Persada,
2002, hlm.70

https://id.wikipedia.org/wiki/Hak. diakses di Tembilahan pada tanggal 12 November


2021 jam 10.00PM

https://saintif.com/pengertian-pendidikan/ diakses di Tembilahan pada tanggal 12


November 2021 jam 10.30PM

D. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan

Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pokok Kesejahteraan Anak, UU No. 4


Tahun 1979, Pasal 1 angka 1

Peraturan P Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat dan Tatacara Pelaksanaan Hak warga
Biemerintahnaan Pemasyarakatan

135

Anda mungkin juga menyukai