Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

PERMASALAHAN ANAK DI SEKOLAH PERUNDANGAN DAN KEKERASAN


FISIK

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Implementasi Pendidikan Ramah
Anak

Dosen Pengampu: Dwi Putri Fatmawati, M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 1

1. Dewi Noor Ahadiyah 19144600034


2. Arini Sriyuni Nur’aini 19144600040
3. C. Khoiria Ulfa 19144600055
4. Namirahtul Nur Hasna 19144600074
5. Hasyim Munawar 19144600105
6. Alvin Dewana Andaru 19144600180

Kelas PGSD IPRA ALL-1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PGRI YOGYAKARTA

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadiran Allah SWT, atas segala limpahan rahmat
dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
“Permasalahan Anak Di Sekolah Perundangan Dan Kekerasan Fisik”. Tanpa pertolongan-Nya
kami tidak akan bisa menyelesaikan tugas ini dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi
tugas mata kuliah Implementasi Pendidikan Ramah Anak. Kami mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran atas penyusunan tugas ini,
antara lain kepada:

1. Ibu Dwi Putri Fatmawati, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah Implementasi
Pendidikan Ramah Anak.
2. Semua rekan sekelas program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar kelas ALL-1
PGSD Universitas PGRI Yogyakarta, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan
namanya satu persatu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan. Semoga makalah ini
dapatbermanfaat baik bagi penyusun maupun para pembaca.

Permasalahan Anak Di Sekolah Perundangan Dan Kekerasan Fisik.

Yogyakarta, 04 Oktober 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................ i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

BAB I ......................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 1

C. Tujuan ............................................................................................................................. 2

BAB II........................................................................................................................................ 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 3

A. Pengertian Permasalahan Anak Di Sekolah .................................................................... 3

B. Jenis-jenis permasalahan anak di sekolah ....................................................................... 3

C. Pengertian Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak............................................. 4

1. Pengertian Perundangan .............................................................................................. 4

2. Pengertian Kekerasan Fisik Pada Anak ...................................................................... 5

D. Sebab Terjadinya Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak.................................. 6

1. Sebab Terjadinya Perundangan ................................................................................... 6

2. Sebab Terjadinya Kekerasan Fisik Pada Anak ........................................................... 7

E. Akibat Dari Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak ........................................... 9

1. Dampak Perundangan (Bullying) ................................................................................ 9

2. Dampak Kekerasan Fisik Pada Anak ........................................................................ 11

F. Cara Menanggulangi Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak .......................... 12

1. Cara Menanggulangi Perundangan ........................................................................... 12

2. Cara Menanggulangi Kekerasan Fisik Pada Anak Di Sekolah ................................. 13

BAB III .................................................................................................................................... 15

PENUTUP................................................................................................................................ 15

ii
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 15

B. Saran ............................................................................................................................. 16

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbicara mengenai anak, maka tidak aka nada hentinya dengan berbagai
permasalahan hukum yang berkaitan dengannya. Anak yang secara harfiah memang belum
dapat berfikir secara dewasa dan matang, serta kekuatan fisiknya tidak sebanding dengan
orang dewasa, sering megalami berbagai macam perlakuan buruk dari orang dewasa.
Perlakuan-perlakuan yang terkadang terlihat sepele, justru menjadi titik awal kekerasan
terhadap anak. Hal ini dikarenakan kekerasan terhadap anak bukan hanya secara fisik,
melainkan juga secara mental atau psikis. Dalam berbagai macam kasus, baik yang
terpublikasi melalui surat kabar atau layer televisi, merupakan sedikit contoh dari ribuan
kasus yang tidak terpublikasi ke masyarakat.
Bimbingan yang dilanjutkan di rumah juga merupakan kunci penting agar harmonisasi
antara guru dengan murid dapat berjalin dengan nyaman. Maka dari untuk dapat menjadikan
hubungan yang harmonis antara guru dan murid maka dibutuhkan adanya aturan hukum.
Salah satu aturan atau dasar hukum yakni diantaranya adalah Undang-Undang RI No. 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak (Perubahan UU RI No. 23 Tahun 2002) dan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Kemudian untuk dapat meneliti dan mengkaji suatu permasalahan kekerasan yang
dilakukan oleh guru, siswa maupun pihak sekolah lainnya terhadap murid. Lebih tepatnya
lagi, kasus kekerasan tersebut haruslah yang sudah diputus oleh hakim sebagai sebuah
tindak pidana yang memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini dikarenakan dalam hukum
pidana, dikenal dengan adanya asas Presumption of Innoncence, dimana seseorang tidaklah
boleh dianggap bersalah sebelum adanya suatu putusan hakim yang telah berkekuatan
hokum tetap.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka rumusan masalah yang dapat
dikembangkan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengertian permasalahan anak, perundangan dan kekerasan fisik pada
anak?
2. Bagaimana jenis-jenis permasalahan yang terjadi pada anak di sekolah dasar?

1
3. Bagaimana sebab akibat terjadinya sebuah perundangan dan kekerasan fisik pada
anak di sekolah dasar?
4. Bagaimana cara menanggulangi perundangan dan kekerasan fisik pada anak di
sekolah?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang diangkat maka penulis dapat menyimpulkan tujuan dari
penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari permasalahan anak, perundangan dan kekerasan
fisik pada anak.
2. Untuk mengetahui jenis-jenis permasalahan yang terjadi pada anak di sekolah dasar.
3. Untuk mengetahui sebab akibat terjadinya sebuah perundangan dan kekerasan fisik
pada anak di sekolah dasar.
4. Untuk mengetahui cara menanggulangi perundangan dan kekerasan fisik pada anak
di sekolah dasar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Permasalahan Anak Di Sekolah


Masalah merupakan sesuatu atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan.
Ini merupakan kesenjangan antara kenyataan dengan suatu yang diharapkan dengan baik,
agar tercapai tujuan dengan hasil yang maksimal. Masalah yang menimpa seseorang bila
dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan dapat menggangu kehidupan, baik
dirinya sendiri maupun orang lain.
Permasalahan anak-anak adalah sesuatu yang mengganggu kehidupan anak, yang
timbul karena ketidakselarasan pada perkembangannya (Anonim, 2006:9). Pada anak-anak
sekolah prilaku yang dapat dipandang sebagai normal untuk usia tertentu juga sulit
dibedakan dari perilaku yang bermasalah. Perilaku bermasalah mungkin digunakan untuk
mengidentifikasikan membesarnya frekuensi atau intensitas perilaku tertentu sampai pada
tingkatan yang mengkhawatirkan (Campbell, dalam Rita Eka Izzaty: 2005). Ada tiga kriteria
yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk melihat apakah perilaku itu normatif atau
bermasalah, yaitu kriteria statistik rata-rata, kriteria sosial dan kriteria penyesesuaian diri.
Menurut (Rita Eka Izzaty:2005) menyatakan bahwasanya yang dimaksud dengan
kriteria statistik adalah perkembangan rata-rata fisik seseorang yang sesuai dengan norma
statistik. Sedangkan kriteria sosial adalah tingkah laku seorang anak yang dianggap
menyimpang dari aturan sosial dari pada suatu daerah. Kemudian yang dimaksud dengan
kriteria penyesesuaian diri adalah kemampuan individu menyesuaiakan diri. Perilaku yang
dianggap meresahkan atau mengganggu diri sendiri ataupun orang lain dianggap tidak
mampu menyesuaiakan diri denagn lingkungan sekitar.

B. Jenis-jenis permasalahan anak di sekolah


Sikap dan perilaku anak-anak yang menyimpang karena adanya suatu masalah dapat
juga menggangu tugas-tugas dari perkembangan pada fase berikutnya yaitu fase dimasa
puber dan sebagai akibatnya, anak akan mengalami gangguan dalam menjalani
kehidupannya.
Jenis-jenis masalah yang dialami murid di sekolah dasar nisa bermacam-macam.
Priyatno (1985) menyusun serangkaian masalah anak-anak sekolah dasar. Masalah-masalah
itu dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Kemampuan Akademik

3
Kemampuan akademik yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi
yang cukup tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal.
2. Ketercepatan Dalam Belajar
Ketercepatan dalam belajar yaitu keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi
masih memerlukan tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan
belajar yang amat tinggi itu.
3. Sangat Lambat Dalam Belajar
Dikatakan bahwa seorang anak tersebut lambat dalam belajar yaitu keadaan siswa yang
memiliki akademik yang memadai atau kurang optimal dan perlu dipertimbangkan
untuk mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus.
4. Kurang Motivasi Dalam Belajar
Kurangnya motivasi dalam belajar yaitu keadaan siswa yang kurang bersemangat dalam
belajar mereka seolah-olah tampat jera dan malas dalam belajar.
5. Bersikap Dan Berkebiasaan Buruk Dalam Belajar
Yaitu kondisi siswa yang perbuatan dan kegiatan belajarnya sehari-hari antagonistic
dengan yang seharusnya, seperti suka menunda-nunda tugas, mengulur waktu,
membenci guru, tidak mau bertanya untuk hal-hal yang tidak diketahuinya dan
sebagainya.

C. Pengertian Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak


1. Pengertian Perundangan
Perundungan atau Bullying adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara
verbal, visik, ataupun sosial dunia nyata maupun dunia maya yang membuat seseorang
merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan baik dilakukan oleh perorangan ataupun
kelompok. perundungan di anggap telah terjadi bila seseorang merasa tidak nyaman dan
sakit hati atas perbuatan orang lain padanya.
Menurut (Sullvan, 2003& Heath & Sheen, 2005) Perundungan merupakan
perilaku agresif yang dilakukan secara sengaja dan sadar oleh sekelompok pelaku yang
lebih kuat terhadap kelompok lain yang lebih lemah, dilakukan dalam bentu verbal,
fisik, psikologis, seksual dan relasional yang terjadi dalam waktu yang cukup Panjang
dan berulang. Menurut Rigby (2005: dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa
Perundungan atau Bullying merupakan sebuah Hasrat untuk menyakiti. Hasrat
diperlihatkan dalam aksi, menyebabakn seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara

4
langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertangung
jawab, biasanya berulang dilakukan dengan perasaan senang.
Sedangkan menurut psikolog Andrew Mellor, Bullying adalah pengalaman yang
terjadi Ketika seseorang merasa teraniaya oleh Tindakan orang lain dan ia takut apabila
perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi, sedangkan korban merasa berdaya untuk
mencegahnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Tindakan
Perundungan atau Bullying merupakan keinginan menyakiti orang lain secara fisik,
psikologis, sosial ataupun verbal dengan cara berulang.
2. Pengertian Kekerasan Fisik Pada Anak
Kekerasan anak di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya. Tahun 2007
dilaporkan 1.510 anak mengalami kekerasan, tahun 2008 ada 1826, tahun 2009
sebanyak 1998, dan di tahun 2010 semakin meningkat yaitu 2044 jumlah kasus
kekerasan terhadap anak di Indonesia(http://metro.vivanews.com). Tahun 2011
dilaporkan dari bulan Januari hingga April, jumlah korban kekerasan anak sudah
mencapai 435 jiwa. Data ini diperoleh dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia
(http://nasional.kompas.com).
Kekerasan merupakan tindakan yang disengaja yang mengakibatkan cidera fisik
atau tekanan mental (Carpenito, 2009). Campbell dan Humphrey mendefinisikan
kekerasan anak sebagai berikut “setiap tindakan yang mencelakakan atau dapat
mencelakakan kesehatan dan kesejahteraan anak yang dilakukan oleh orang yang
seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan dan kesejahteraananak tersebut”
(Yani, S.A. 2008).
Terry E. Lawson, psikiater anak membagi kekerasan anakmenjadi 4 (empat)
macam, yaitu emotional abuse, verbal abuse, physical abusedan sexual abuse. Verbal
abuse, terjadi ketika Ibu, mengetahui anaknya meminta perhatian, menyuruh anak
itu untuk “diam” atau “jangan menangis”. Anak mulai berbicara dan Ibu terus
menggunakan kekerasan verbal seperti, “kamu bodoh”, “kamu cerewet”, “kamu kurang
ajar”, dan seterusnya (Solihin, 2004).
Kekerasan fisik pada anak adalah kekerasan yang melibatkan kontak langsung
seperti, melukai, memukul, melempar, mencekik, mendorong, menarik rambut,
menedang, menggigit, menonjok, membakar, melukai dengan benda, dan jenis
kekerasan fisik lain terhadap anak, kekerasan fisik pada anak dapat di tandai dengan
luka, cedera, dan lebam. Kekerasan fisik terhadap anak merupakan kekerasan yang
kemungkinan besar terjadi. Termasuk dalam kekerasan fisik adalah ketika seseorang
5
menggunakan anggota tubuhnya atau obyek yang bisa membahayakan seorang anak
atau mengontrol kegiatan/tindakan anak.

D. Sebab Terjadinya Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak


1. Sebab Terjadinya Perundangan
a. Faktor Individu
Faktor individu termasuk di dalamnya kekuatan fisik dan reaksi agresif yang dimiliki
pelaku bullying dan korban. Olweus (1978) menemukan bahwa secara fisik pelaku
memiliki fisik yang kuat, sementara itu korban secara fisik lebih lemah. Tidak semua
anak laki-laki kuat adalah pelaku bullying, hanya merek yang memiliki
kecenderungan agresif yang memiliki potensi besar untuk menjadi pelaku. Kristi dan
Fardana (2012) berpendapat bahwa individu yang memiliki keyakinan diri mampu
secara optimal berperilaku kreativitas, baik itu dalam hal apapun.
b. Faktor Keluarga
Dimensi fungsi keluarga, antara lain yakni adalah faktor gaya pengasuhan permisif,
kurangnya keterlibatan dan kehangatan (Olweus, 1980), disiplin keras (Weiss,
Dodge, Bates, & Pettit, 1992), dan pengalaman kekerasan, semua tampaknya
merupakan faktor keluarga yang relevan dalam melarkan pelaku bullying. Orang tua
memiliki peran dalam perkembangan emosi anak yang dapat membentuk pola
perilaku dalam kehidupan sehari-hari (Hartini, Suminar & Handoyo, 2001).
c. Media Masa
Derksen dan Strasburger (1996) berpendapat bahwa penyebab meningkatnya
kekerasan pemuda terletak pada kekerasan yang ditayangkan media. Seseorang
memiliki perasaan yang ingin diakui untuk memenuhi kebutuhan psikososial pada
ruang media massa (Ardi, 2016). Mereka berpendapat bahwa pengaruh media sangat
halus dan mendarah daging dari waktu ke waktu termasuk dalam kekerasan.
Kekerasan selalu ditunjukkan sebagai cara penyelesaian konflik yang dapat diterima
di media. Anak-anak dapat secara tidak sadar memodelkan perilaku yang tidak
diinginkan (Bandura, Ross, & Ross, 1963; Heusmann, 1982). Keterampilan
berbicara meningkat Ketika individu mampu memaksimalkan media saat ini (Muna,
Degeng & Hanurawan, 2019).
d. Faktor Teman Sebaya
Penelitian pada anak jalanan menunjukkan bahwa kelompok teman sebaya memiliki
efek mendalam pada perilaku manusia (Spergel, 1967; Whyte; 1943). Tekanan
6
kelompok, norma kelompok, dan identitas kelompok adalah faktor kunci yang
berpengaruh terhadap perilaku teman sebaya. Arah pengaruh dari kelompok ke
individu tidak hanya melalui satu cara. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang
paling sering memilih untuk bergabung dengan kelompok yang sesuai dengan
dirinya; yang memiliki nilai dan sikap yang sama (Collins, Maccoby, Steinberg,
Hetherington, & Bornstein, 2000; Kass, 1999).
e. Faktor Lingkungan Sekolah
Olweus (1993) menemukan bahwa jumlah guru yang ditugaskan untuk mengawasi
waktu istirahat siswa secara negatif dikaitkan dengan jumlah insiden bullying.
Peneliti lain fokus pada dampak iklim sekolah. Licata (1987) menunjukkan bahwa
sikap positif di antara siswa dan staf dapat menyebabkan perilaku positif, sehingga
mengurangi perilaku merusak. Menilik konteksnya, penelitian perundungan pada
awalnya banyak dilakukan di sekolah umum atau nonboarding. Padahal terdapat
penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa perundungan tidak hanya terjadi di
sekolah umum, namun juga terjadi di sekolah asrama (Pfeiffer & Pinquart, 2014;
Edling & Francia, 2017). Penelitian lain menyebutkan faktor lingkungan akademik
mampu memediasi kontrak psikologis seseorang dalam melakuakan aktivitasnya
(Suhariadi, 2018).
2. Sebab Terjadinya Kekerasan Fisik Pada Anak
Gelles Richard J. (1982) mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak (Child Abuse)
terjadi akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
a. Pewarisan kekerasan antar generasi (Intergenerational transmission of violence)
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh
menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya. Dengan
demikian, perilaku kekerasan diwarisi (transmitted) dari generasi ke generasi. Studi-
studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30% anak-anak yang diperlakukan dengan
kekerasan menjadi orang tua yang bertindak keras pada anak-anaknya. Sementara
itu, hanya 2 sampai 3 persen dari semua individu menjadi orang tua yang tidak
memperlakukan kekerasan kepada anak-anaknya. Anak-anak yang mengalami
perlakuan salah dan kekerasan mungkin menerima perilaku ini sebagai model
perilaku mereka sendiri sebagai orang tua. Tetapi sebagian besar anak-anak yang
diperlakukan dengan kekerasan tidak menjadi orang dewasa yang memperlakukan
kekerasan kepada anak-anaknya.
b. Stres Sosial (social stress)
7
Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko kekerasan
terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi ini mencakup pengangguran
(unemployment), penyakit (illness), kondisi perumahan yang buruk (poor housing
condition) ukuran keluarga besar dari rata-rata (a larger than average family size),
kelahiran bayi baru (the presence of a new baby), orang cacat (disable person) di
rumah. Dan kematian (the death) seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus
dilaporkan tentang tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang
hidup dalam kemiskinan. Tindakan kekerasan terhadap anak juga terjadi dalam
keluarga kelas menengah dan kaya. Tetapi tindakan yang dilaporkan lebih banyak
di antara keluarga miskin karena beberapa alasan.
c. Isolasi sosial dan keterlibatan masyarakat bawah Orang tua dan pengganti orang tua
yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anak cenderung terisolasi secara
sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi
masyarakat dan kebanyakan mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau
kerabat.
d. Struktur keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko yang meningkat untuk
melakukan tindakan kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya orang tua
tunggal lebih memungkinkan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak
dibandingkan dengan orang tua utuh. Selain itu, keluarga-keluarga di mana baik
suami atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti di mana
bertempat tinggal, pekerjaan apa yang mau diambil, bilamana punya anak, dan
beberapa keputusan lainnya, mempunyai tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih
tinggi dibandingkan dengan keluargakeluarga yang suami-istri sama-sama
bertanggung jawab atas keputusan-keputusan tersebut.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besar atau kecilnya dampak dari
kekerasan Disamping segala bentuk penganiayaan yang dialami anak sebagaimana
tercantum di atas, ada beberapa hal yang ikut andil dalam besar atau kecilnya dampak
yang diderita anak, antara lain:
a. Faktor usia anak. Semakin muda usia anak maka akan menimbulkan akibat yang
lebih fatal.
b. Siapa yang terlibat. Jika yang melakukan penganiayaan adalah orang tua, ayah atau
ibu tiri, atau anggota keluarga maka dampaknya akan lebih parah daripada yang
melakukannya orang yang tidak dikenal.

8
c. Seberapa parah. Semakin sering dan semakin buruk perlakuan yang diterima anak
akan memperparah kondisi anak d. Berapa lama terjadi. Semakin lama kejadian
berlangsung akan semakin meninggalkan trauma yang membekas pada diri anak.
d. Jika anak mengungkapkan penganiayaan yang dialaminya, dan menerima dukungan
dari orang lain atau anggota keluarga yang dapat mencintai, mengasihi dan
memperhatikannya maka kejadiannya tidak menjadi lebih parah sebagaimana jika
anak justru tidak dipercaya atau disalahkan.
e. Tingkatan sosial ekonomi, anak pada keluarga dengan status sosial ekonomi rendah
cenderung lebih merasakan dampak negatif dari penganiayaan anak.

Dalam beberapa kasus, anak-anak yang mengalami penganiayaan tidak


menunjukkan gejala-gejala seperti di atas. Banyak faktor lain yang berpengaruh seperti
seberapa kuat status mental anak, kemampuan anak mengatasi masalah dan penyesuaian
diri. Ada kemungkinan anak tidak mau menceritakan karena takut diancam, atau bahkan
dia mencintai orang yang melakukan penganiayaan tersebut. Dalam hal ini anak
biasanya menghindari adanya tindakan hukum yang akan menimpa orang-orang yang
dicintainya, seperti orang tua, anggota keluarga atau pengasuh.

E. Akibat Dari Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak


1. Dampak Perundangan (Bullying)
Dampak bullying termudah dikenali dalam jangka pendek. Sebagai korban, baik
pada orang dewasa maupun anak-anak yang kemudian akan mengalami hal-hal di bawah
ini sebagai akibat bullying yang dilakukan orang-orang di lingkungannya. Berikut di
bawah ini adalah dampak-dampak bullying yang perlu diwaspadai.
a. Masalah Psikologis
Korban bully seringkali menunjukkan berbagai gejala masalah psikologis, bahkan
setelah perundungan berlangsung. Kondisi yang paling sering muncul ialah depresi
serta gangguan kecemasan. Selain itu, pengaruh bullying pada kesehatan mental
pada remaja dan anak ialah rasa sedih, rendah diri, kesepian, serta hilangnya minat
pada hal yang biasa mereka sukai, serta perubahan pada pola tidur ataupun pola
makan. Efek bullying juga kemudian akan menyebabkan gejala psikosomatis,
diantaranya masalah psikologis yang memicu gangguan pada kesehatan fisik. Hal
ini tak hanya berlaku pada orang dewasa, tapi juga pada anak-anak. Sebagai contoh,

9
saat waktunya masuk sekolah, anak kemudian akan merasa sakit perut serta sakit
kepala meski secara fisik tak ada yang salah di tubuhnya.
b. Masalah Fisik
Bullying juga akan menyebabkan anak mengalami gangguan pencernaan Bukan
hanya pada memar ataupun rasa terluka akibat kekerasan fisik yang dialaminya,
korban bullying juga sering mengalami kecemasan yang kemudian akan memicu
stres pada tubuh. Kondisi ini juga akan menyebabkan berbagai masalah kesehatan,
serta sering sakit, terkena gangguan pencernaan, juga berbagai masalah lainnya.
Bullying pada anak juga akan memperburuk masalah kesehatan yang kemudian
mereka derita sebelumnya. Misalnya saja pada masalah kulit, masalah perut, ataupun
masalah jantung pada anak yang menjadi lebih parah akibat stres.
c. Gangguan Tidur
Dampak negatif bullying kemudian juga terlihat jelas ialah gangguan tidur. Para
korban bullying juga sering kali mengalami kesulitan untuk tidur yang nyenyak.
Sekalipun dapat tidur, tidak jarang waktu tersebut justru dihiasi oleh berbagai mimpi
buruk.
d. Pikiran untuk Bunuh Diri
Dampak bullying bagi korban yang satu ini juga tidak hanya akan menghampiri
pikiran pada orang dewasa. Korban bullying yang berusia anak-anak serta pada
remaja juga berisiko memiliki pikiran untuk mengakhiri hidup. Takjarang ada
laporan kejadian tentang anak-anak berusia sekolah yang kemudian meninggal dunia
akibat bunuh diri setelah dirundung oleh teman-temannya. Inilah bahaya bullying
yang harus orangtua waspadai.
e. Tidak Dapat Menyatu dengan Orang-Orang di Sekitar
Salah satu akibat dari bullying yang kemudian perlu diwaspadai ialah kesulitan
untuk menyatu dengan orang-orang di sekitar. Anak pada orang dewasa yang
mengalami bullying, secara tak langsung ditempatkan pada status sosial yang
kemudian lebih rendah dari rekan-rekannya. Hal ini juga akan membuat korban bully
menjadi sering merasa kesepian, terabaikan, serta berujung pada turunnya rasa
percaya diri.
f. Gangguan Prestasi
Dampak dari bullying lainnya ialah anak yang cenderung akan mengalami kesulitan
dalam mencapai prestasi belajar. Mereka juga akan merasa kesulitan untuk

10
berkonsentrasi di kelas, sering tidak masuk sekolah, serta tidak diikutsertakan dalam
berbagai kegiatan yang ada di sekolah.
g. Sulit Percaya dengan Orang Lain
Dampak bullying bagi korban yang tak boleh diremehkan ialah rasa sulit percaya
dengan orang lain. Saat seorang anak menjadi korban bully, mereka kemudian akan
menjadi sulit untuk mempercayai orang lain di sekitarnya. Salah satu dampak buruk
akibat dari bullying akan terlihat pada saat korban masih kecil. Namun, ketika
beranjak dewasa, mereka akan merasa untuk membangun hubungan dengan orang
lain.
2. Dampak Kekerasan Fisik Pada Anak
Ada beberapa efek negatif yang dapat dialami seorang anak saat ia menjadi
korban kekerasan, di antaranya:
a. Sulit Mengendalikan Emosi
Anak yang menjadi korban kekerasan akan kesulitan mengelola emosinya dengan
baik. Oleh sebab itu, emosi yang dirasakan sering kali muncul secara berlebihan,
misalnya anak menjadi lebih mudah merasa marah, sedih, atau sering merasa
ketakutan. Ketidakmampuan anak untuk mengendalikan emosi ini bisa saja menetap
hingga ia dewasa dan mempengaruhi perilaku serta aktivitas hariannya, seperti
menjadi sulit memaafkan kesalahan orang lain dan tidak mampu bekerja secara
efektif.
b. Mengalami Penurunan Fungsi Otak
Anak yang menjadi korban kekerasan juga dapat mengalami penurunan fungsi otak.
Hal ini menyebabkan ia sulit memusatkan perhatian dan mempelajari hal-hal baru.
Dalam jangka panjang, kondisi ini dapat menyebabkan prestasi akademik anak
tersebut menurun. Tak hanya itu, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
pengalaman traumatis, termasuk kekerasan pada anak, dapat meningkatkan risiko
terjadinya demensia saat lanjut usia.
c. Sulit Membangun Hubungan Dengan Orang Lain
Pengalaman seorang anak sebagai korban kekerasan dapat membuat ia tumbuh
menjadi orang yang mudah merasa curiga dan sulit percaya pada orang lain.
Akibatnya, ia sulit mempertahankan hubungan dengan orang di sekitarnya dan
rentan mengalami kesepian. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa
korban kekerasan anak memiliki risiko lebih besar untuk mengalami kegagalan
dalam membina hubungan asmara dan pernikahan saat sudah dewasa.
11
d. Berisiko Lebih Tinggi Untuk Mengalami Masalah Kesehatan
Trauma akibat tindak kekerasan pada anak dapat meningkatkan risiko terjadinya
berbagai macam masalah kesehatan, baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental,
seperti asma, diabetes, penyakit jantung koroner, stroke, serangan panik, dan
depresi. Korban kekerasan pada anak juga memiliki kecenderungan yang lebih
tinggi untuk mengonsumsi alkohol secara berlebihan dan menggunakan narkoba
sebagai coping mechanism atau cara mengatasi trauma yang ia rasakan. Bahkan,
keinginan untuk bunuh diri juga dapat muncul bila trauma karena tindak kekerasan
pada anak tidak kunjung teratasi.
e. Menjadi Pelaku Kekerasan Pada Anak
Orang tua yang pernah menjadi korban kekerasan selama masa kecilnya dapat
melakukan hal yang sama pada anaknya. Siklus ini dapat terus berlanjut bila korban
kekerasan anak tidak mendapatkan penanganan yang tepat untuk mengatasi trauma
yang dialami. Seperti yang telah dijelaskan di atas, tindak kekerasan pada anak dapat
menimbulkan efek, bahkan masalah yang berkelanjutan. Korban tetap
membutuhkan bantuan dan penanganan yang tepat, meski pengalaman traumatis
karena tindak kekerasan anak telah lama berlalu. Oleh karena itu, jika Anda pernah
menjadi korban kekerasan anak atau menyadari bahwa kondisi yang sama pernah
terjadi pada orang terdekat Anda, janganlah ragu untuk mencari bantuan psikolog
atau psikiater.

F. Cara Menanggulangi Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak


1. Cara Menanggulangi Perundangan
Ekosistem sekolah yang baik dan kondusif dapat mendorong peserta didik
mengembangkan potensi terbaiknya. Oleh karenanya sekolah diharapkan menjadi
tempat yang nyaman dan aman untuk peserta didik menimba ilmu.
Namun pada kenyataannya masih ada saja permasalahan perundungan di sekolah,
baik dalam bentuk kekerasan fisik maupun psikis. Bahkan ada kasus kekerasan seksual
yang terjadi di lingkungan sekolah. Salah satu yang kerap terjadi adalah di jenjang
sekolah dasar (SD). Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
mengungkapkan kasus perundungan terhadap anak-anak paling banyak dialami oleh
siswa SD. Berdasarkan hal tersebut Kemendikbudristek melalui Direktorat Sekolah
Dasar memandang perlu memberikan edukasi kepada guru, orang tua, maupun
stakeholder tentang bentuk-bentuk kekerasan di sekolah.
12
Sri Wahyuningsih mengingatkan agar setiap sekolah, khususnya jenjang SD,
memastikan bahwa kegiatan belajar mengajar berjalan dalam situasi yang kondusif.
Lingkungan satuan pendidikan terjaga dengan baik dari kekhawatiran terjadinya
kekerasan dan bullying yang merupakan bagian dari 3 dosa yang sangat meresahkan.
“Mendikbudristek telah menegaskan bahwa ada 3 dosa pendidikan yang harus kita
tangani dengan serius dan penuh tanggung jawab. Yaitu perundungan, kekerasan
seksual, dan intoleransi. Kekerasan yang terjadi di sekolah tidak harus ditutup-tutupi,
tetapi harus kita selesaikan. Dan semua ini bisa terjadi apabila terbangun suasana yang
kondusif di satuan pendidikan,” kata Direktur Sekolah Dasar. Kolaborasi yang bagus
diantara kepala sekolah, guru, tenaga pendidik, orang tua, dan peserta didik adalah kunci
utama dalam menghindari terjadinya kekerasan di lingkungan sekolah. Di era Merdeka
Belajar ini peserta didik menjadi sentra dalam kegiatan belajar mengajar. Oleh karena
itu tidak boleh ada toleransi terhadap tindak kekerasan di satuan pendidikan.
Jenjang PAUD dan SD merupakan pondasi dasar pendidikan yang harus kita
literasikan sedini mungkin terkait pencegahan kekerasan di sekolah. Terlebih anak-anak
kita sudah belajar tatap muka 100%. Kasandra Putranto menjelaskan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko perilaku kekerasan pada anak. Diantaranya perilaku agresif,
riwayat kekerasan fisik atau kekerasan seksual. Hal tersebut dapat terpapar baik di
rumah maupun di komunitas, seperti menjadi korban bullying. Selain itu juga ada faktor
genetik. Risiko perilaku kekerasan juga perlu dihitung karena sangat memungkinkan
dalam pemeriksaan psikologi ada kombinasi faktor sosial ekonomi keluarga, ada pula
karena kerusakan otak akibat cedera kepala tanpa sadar. Ini menjadi warning signs
potensi perilaku kekerasan pada anak.
Orangtua maupun pendidik harus memahami anak-anak yang memiliki beberapa
faktor resiko dan menunjukkan perilaku harus dievaluasi dengan cermat. Ciri-cirinya
antara lain menunjukan kemarahan atau kekecewaan yang berlebihan, sering kehilangan
kesabaran atau terjadi ledakan emosional, sangat mudah tersinggung, impulsif ekstrim,
mudah frustasi, tidak mau mengalah atau tidak mau kalah saing.
2. Cara Menanggulangi Kekerasan Fisik Pada Anak Di Sekolah
Selain harus memahami jenis-jenis kekerasan, masyarakat juga perlu memahami
dan mengetahui cara mencegah kekerasan pada anak atau peserta didik di satuan
pendidikan. Pertama peserta didik memiliki hak untuk berpendapat dan berpartisipasi,
bukan sebagai objek penerima semata. Oleh karena itu hargai dan dengarkan
pandangannya. Kemudian yang kedua peserta didik perlu dilindungi karena merupakan
13
kelompok rentan yang masih dalam masa tumbuh kembang, dan bergantung pada orang
dewasa. “Orangtua atau pendidik harus bisa menahan ego serta harus memahami
kebutuhannya sesuai perkembangan usia peserta didik. Selanjutnya, pahami bahwa
setiap peserta didik memiliki kemampuan, kekuatan dan bakat yang unik. Sehingga
setiap tindakan pendidikan bertujuan untuk membangun kemampuan dan kapasitas
peserta didik. Yang keempat melibatkan peserta didik dalam membuat keputusan terkait
kebutuhan dalam pembelajarannya. Berikan bimbingan dan kehangatan tanpa
merendahkan martabatnya.
Selanjutnya, Prima Dea, pendidik juga harus mampu menerapkan disiplin positif.
a. Mulailah dengan berpikir positif bahwa peserta didik dapat berubah dengan
pemberian kehangatan dan bimbingan yang berulang.
b. Memiliki pola pikir bahwa peserta didik mampu memahami bagaimana berperilaku
yang pantas, perlu dilatih berulang kali sehingga anak mampu mengendalikan
dirinya.
c. Pendidik harus memperlakukan peserta didik dengan kehangatan selayaknya mereka
manusia. Membantu peserta didik saat menghadapi masalah, memotivasi mereka
saat mengalami kesulitan, mengakui dan mengapresiasi usaha dan capaian peserta
didik, meminta maaf jika melakukan kesalahan, humoris dan mendengarkan
pendapat peserta didik dan mempertimbangkannya dengan serius,” paparnya.
d. Berikan bimbingan dengan membangun komunikasi yang baik, serta memahami
kebutuhan bimbingannya sesuai perkembangan usia. Contoh penerapannya seperti
disiplin positif, saat ada peserta didik membuang sampah sembarangan, pendidik
harus mengambil sampah dan membuang ke tempat sampah, lalu menjelaskan
konsekuensinya dan contoh yang lainnya.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah yang menimpa seseorang bila dibiarkan berkembang dan tidak segera
dipecahkan dapat menggangu kehidupan, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Pada
anak-anak sekolah prilaku yang dapat dipandang sebagai normal untuk usia tertentu juga
sulit dibedakan dari perilaku yang bermasalah. Perilaku bermasalah mungkin digunakan
untuk mengidentifikasikan membesarnya frekuensi atau intensitas perilaku tertentu sampai
pada tingkatan yang mengkhawatirkan (Campbell, dalam Rita Eka Izzaty: 2005). Ada tiga
kriteria yang bisa dijadikan sebagai acuan untuk melihat apakah perilaku itu normatif atau
bermasalah, yaitu kriteria statistik rata-rata, kriteria sosial dan kriteria penyesesuaian diri.
Sikap dan perilaku anak-anak yang menyimpang karena adanya suatu masalah dapat juga
menggangu tugas-tugas dari perkembangan pada fase berikutnya yaitu fase dimasa puber
dan sebagai akibatnya, anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupannya.
Kemampuan akademik yaitu keadaan siswa yang diperkirakan memiliki intelegensi yang
cukup tinggi, akan tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara optimal. Ketercepatan dalam
belajar yaitu keadaan siswa yang memiliki IQ 130 atau lebih tetapi masih memerlukan
tugas-tugas khusus untuk memenuhi kebutuhan dan kemampuan belajar yang amat tinggi
itu. Dikatakan bahwa seorang anak tersebut lambat dalam belajar yaitu keadaan siswa yang
memiliki akademik yang memadai atau kurang optimal dan perlu dipertimbangkan untuk
mendapatkan pendidikan atau pengajaran khusus.
Pengertian Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak Perundungan atau Bullying
adalah perilaku tidak menyenangkan baik secara verbal, visik, ataupun sosial dunia nyata
maupun dunia maya yang membuat seseorang merasa tidak nyaman, sakit hati dan tertekan
baik dilakukan oleh perorangan ataupun kelompok. perundungan di anggap telah terjadi
bila seseorang merasa tidak nyaman dan sakit hati atas perbuatan orang lain padanya.
Menurut (Sullvan, 2003& Heath & Sheen, 2005) Perundungan merupakan perilaku agresif
yang dilakukan secara sengaja dan sadar oleh sekelompok pelaku yang lebih kuat terhadap
kelompok lain yang lebih lemah, dilakukan dalam bentu verbal, fisik, psikologis, seksual
dan relasional yang terjadi dalam waktu yang cukup Panjang dan berulang.
Menurut Rigby (2005: dalam Anesty, 2009) merumuskan bahwa Perundungan atau
Bullying merupakan sebuah Hasrat untuk menyakiti. Aksi ini dilakukan secara langsung

15
oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertangung jawab, biasanya
berulang dilakukan dengan perasaan senang. Sedangkan menurut psikolog Andrew Mellor,
Bullying adalah pengalaman yang terjadi Ketika seseorang merasa teraniaya oleh Tindakan
orang lain dan ia takut apabila perilaku buruk tersebut akan terjadi lagi, sedangkan korban
merasa berdaya untuk mencegahnya. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa Tindakan Perundungan atau Bullying merupakan keinginan menyakiti orang lain
secara fisik, psikologis, sosial ataupun verbal dengan cara berulang. Pengertian Kekerasan
Fisik Pada Anak Campbell dan Humphrey mendefinisikan kekerasan anak sebagai berikut
“setiap tindakan yang mencelakakan atau dapat mencelakakan kesehatan dan kesejahteraan
anak yang dilakukan oleh orang yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesehatan
dan kesejahteraananak tersebut” (Yani, S. A. 2008).
Kekerasan fisik terhadap anak merupakan kekerasan yang kemungkinan besar terjadi.
Termasuk dalam kekerasan fisik adalah ketika seseorang menggunakan anggota tubuhnya
atau obyek yang bisa membahayakan seorang anak atau mengontrol kegiatan/tindakan anak.
Sebab Terjadinya Perundangan Dan Kekerasan Fisik Pada Anak Faktor individu termasuk
di dalamnya kekuatan fisik dan reaksi agresif yang dimiliki pelaku bullying dan korban.
Tidak semua anak laki-laki kuat adalah pelaku bullying, hanya merek yang memiliki
kecenderungan agresif yang memiliki potensi besar untuk menjadi pelaku. Kristi dan
Fardana (2012) berpendapat bahwa individu yang memiliki keyakinan diri mampu secara
optimal berperilaku kreativitas, baik itu dalam hal apapun.

B. Saran
Dalam makalah ini penulis menyarankan agar menjadi mahasiswa serta warga negara
yang baik maka perlunya mempunyai pengetahuan dan pemahaman tentang Implementasi
Pendidikan Ramah Anak terhadap kemajuan-kemajuan yang terjadi dilingkungan sekitar
atau di Indonesia khususnya. Permasalahan Anak Di Sekolah, Perundangan dan Kekerasan
Fisik Pada Anak tentunya perlu kita perhatikan kembali sebagai tenaga pengajar atau guru
yang menentukan penjaminan mutu pendidikan bagi anak-anak.

16
DAFTAR PUSTAKA

Dra. Rosmala Dewi, M.Pd. Berbagai Masalah Anak Taman Kanak-Kanak. Departemen
Pendidikan Nasional, Dirjen Dikti. Jakarta 2005.

Dr. Martini Jamaris, M.Sc. Ed. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia Taman Kanak-
kanak. Program PAUD PPS UNJ. Jakarta 2005.

Supriyanto. (2021). STOP Perundungan/Bullying Yuk! Jakarta : Direktorat Sekolah Dasar.

Sapta, S. (2018). KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK. Sulawesi Selatan:


Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Theodore, W. (2019). FAKTOR-FAKTOR PERILAKU PERUNDUNGAN PADA PELAJAR


USIA REMAJA DI JAKARTA. Jurnal Psibernetika, 61-79.

Sigit Nugroho, Seger Handoyo, dan Wiwin Hendriani: Identifikasi Faktor Penyebab Perilaku
Bullying Di Pesantren: Sebuah Studi Kasus Al-Hikmah: Jurnal Agama dan Ilmu
Pengetahuan P-ISSN 1412-5382 Vol. 17 No. 2, Oktober 2020 http://
file:///C:/Users/user/Downloads/5212-Article%20Text-17385-1-10-20201103.pdf

Thathit Manon Andini1), Tutik Sulistyowati2), Aini Alifatin3) , Rahmad Pulung Sudibyo4) ,
Wildan Suharso5), Diana Savitri Hidayati6), Dini Kurniawati7) , Nur Hayatin8) , Erna
Retna Rahadjeng9) , Dyah Worowirastri Ekowati10) : Identifikasi Kejadian Kekerasan
pada Anak di Kota Malang ; Jurnal Perempuan dan Anak (JPA), Vol. 2 No. 1, Februari
2019 ISSN 2442-2614
http://file:///C:/Users/user/Downloads/aalifatin,+2019_Vol+2+No+1_Artikel+2_Ident
ifikasi+Kekerasan+Baru_versi7.pdf

https://www.google.com/amp/s/www.gramedia.com/literasi/dampak-bullying/amp/

https://www.alodokter.com/efek-kekerasan-pada-anak-bisa-berlanjut-hingga-dewasa

Putri, A. M., & Santoso, A. (2012). Persepsi orang tua tentang kekerasan verbal pada
anak. Jurnal Keperawatan Diponegoro, 1(1), 22-29.

17

Anda mungkin juga menyukai