Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN

EFEKTIVITAS LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK DALAM


MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA KELAS X IPS
DI SMA NEGERI 2 TARAKAN

Disusun Oleh :
Nama : Abidah Ulya
NPM : 1940606062

LOKAL A2
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BORNEO TARAKAN
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya, sehingga “Proposal Efektivitas Layanan Bimbingan
Kelompok Dalam Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X IPS di
SMA Negeri 2 Tarakan” dapat saya selesaikan. Tidak lupa pula saya panjatkan
shalawat serta salam kepada junjungan dan penuntun kita Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan proposal ini, disadari bahwa masih terdapat kekurangan
karena saya juga masih belajar. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat saya harapkan. Walaupun demikian, saya tetap berharap
proposal ini dapat memberikan manfaat.

Tarakan, 11 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG..................................................................... 1
B. RUMUSAN MASALAH................................................................. 3
C. TUJUAN PENELITIAN.................................................................. 3
D. MANFAAT PENELITIAN.............................................................. 3

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. KAJIAN TEORI.............................................................................. 5
B. PENELITIAN-PENELITIAN RELEVAN...................................... 16
C. KERANGKA BERFIKIR................................................................ 16
D. HIPOTESIS...................................................................................... 19

BAB III METODE PENELITIAN


A. JENIS PENELITIAN....................................................................... 20
B. DESAIN PENELITIAN................................................................... 20
C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN........................................ 20
D. POPULASI DAN SAMPEL............................................................ 21
E. VARIABEL PENELITIAN............................................................. 21
F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA............................................... 22
G. TEKNIK ANALISIS DATA........................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sekolah merupakan sistem pendidikan yang dapat memfasilitasi seluruh
kecerdasan insan manusia secara komprehensif. Salah satu jenjang
pendidikan formal saat ini adalah SMA. Berdasarkan pengertian yang ada di
Wikipedia, Sekolah Menengah Atas (disingkat SMA; bahasa Inggris: Senior
High School atau High School), adalah jenjang pendidikan menengah pada
pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama
(atau sederajat). Sekolah menengah atas ditempuh dalam waktu 3 tahun,
mulai dari kelas 10 sampai kelas 12.
Menurut Donna, Hackenberry & Wilson (2009) remaja merupakan
periode perkembangan dari kehidupan manusia, pada periode ini terjadi
perubahan pada bentuk fisik, kognitif dan sosial. Tugas perkembangan yang
menjadi fokus dalam hal ini terkait dengan kecerdasan emosional, karena
pada tahap ini remaja sedang mengalami perkembangan emosional. Seorang
remaja selain memiliki kemampuan mengenali emosional, mereka juga perlu
mampu mengatur dan mengelola emosionalnya sendiri. Kemampuan men-
gatur dan mengelola emosional ini dikenal dengan istilah emotional intelli-
gence.
Menurut Goleman (2009) kemampuan seseorang mengatur kehidupan
emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence),
menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness of
emotion and its expression) melalui mengenali emosi diri, mengelola emosi,
memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan.
Salah satu perilaku yang dapat muncul akibat rendahnya kecerdasan
emosional adalah bullying. Berdasarkan data KPAI pada tahun 2014 terdapat
5.666 kasus bullying di sekolah dan pada tahun 2015 menurun menjadi 3890.
Penurunan ini terjadi akibat keputusan radikal presiden untuk pemberatan
hukum pelaku, akan tetapi belum diimbangi oleh langkah sigap dan cepat

1
dalam menanggulanginya. Dan dalam kurun waktu 9 tahun terakhir, sejak
2011 hingga 2019, ada 37.381 aduan yang masuk ke Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI). Dari jumlah tersebut, pelaporan kasus bullying atau
perundungan, di dunia pendidikan maupun media sosial mencapai 2.473 lapo-
ran.
Berdasarkan wawancara kepada guru mata pelajaran di SMA Negeri 2
Tarakan terungkap bahwa banyak siswa kelas X IPS yang memiliki
kecerdasan emosional yang rendah. Hal tersebut terlihat dari masih
kurangnya siswa tersebut mengenali potensi dirinya, masih ditemukan siswa
yang kurang menghargai teman maupun guru di sekolah, perilaku bullying,
dikucilkan bahkan pernah terjadi perkelahian sesama teman. Untuk
menghadapi fenomena tersebut, seorang guru atau pendidik memiliki peran
yang sangat penting agar kecerdasan emosional siswa dapat berkembang
dengan baik. Salah satu guru atau pendidik yang dapat membantu
meningkatkan kecerdasan emosional siswa adalah guru BK/ Konselor.
Prayitno (2016) menjelaskan bahwa layanan bimbingan kelompok yang
diselenggarakan guru BK berfungsi untuk memberi pemahaman kepada siswa
tentang pengelolaan emosi yang baik bagi dirinya, kondisi dan keadaan
lingkungan, perencanaan masa depan sehingga akan menimbulkan
peningkatkan kecerdasan emosional siswa. Layanan bimbingan kelompok
dipilih karena semua individu bisa berperan lebih aktif sehingga terjadi
dinamika kelompok karena memungkinkan terjadi pertukaran pemikiran,
pengalaman, mendengar dan memahami pendapat teman.
Winarlin, Lasan & Widada (2016) menjelaskan bahwa layanan
bimbingan kelompok dengan metode sosiodrama dapat mengurangi perilaku
agresif verbal dan membantu pemecahan masalah sosial siswa. Sahputra,
Syahniar, & Marjohan (2016) juga menjelaskan semakin tinggi komunikasi
interpersonal siswa maka akan tinggi juga kecerdasan emosional siswa. Hal
ini berarti kecerdasan emosional sangat menentukan komunikasi interpersonal
seseorang.

2
Berdasarkan hasil pembahasan dalam kelompok tersebut maka anggota
kelompok (siswa) dapat belajar dari pengalaman baru dalam meningkatan
kecerdasan emosional. Secara umum tujuan penelitian ini untuk menguji
efektivitas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan kecerdasan
emosional siswa.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah : Apakah Layanan Konseling Kelompok Efektif Dalam Meningkatkan
Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X IPS di SMA Negeri 2 Tarakan?

C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah :
Untuk mengetahui apakah Layanan Konseling Kelompok Efektif Dalam
Meningkatkan Kecerdasan Emosional Siswa Kelas X IPS di SMA Negeri 2
Tarakan.

D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu menambah dan
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang bimbingan dan
konseling. Khususnya yang berkaitan dengan pengembangan strategi
layanan konseling kelompok untuk meningkatkan kecerdasan emosional
siswa.

2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini secara praktis bermanfaat bagi :
a.) Bagi Sekolah

3
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan agar kiranya dapat mengetahui kecerdasan emosional
siswa.

b.) Bagi pendidik


Sebagai bahan pertimbangan dalam proses pembelajaran agar dapat
membantu siswa meningkatkan kecerdasan emosionalnya.
c.) Bagi siswa
Sebagai bahan acuan dalam usaha meningkatkan kecerdasan emosion-
alnya.
d.) Bagi peneliti selanjutnya
Menambah wawasan dan pengetahuan sehingga dapat dikembangkan
lebih luas dan lebih baik lagi.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. KAJIAN TEORI
1. Bimbingan Kelompok
a. Pengertian Bimbingan Kelompok
Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh
sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok
(Prayitno, 1995). Menurut Prayitno dan Amti (1999) bimbingan
kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan dalam suasana
kelompok.
Sedangkan menurut Romlah (2001) bimbingan kelompok adalah salah
satu teknik bimbingan yang berusaha membantu individu agar dapat
mencapai perkembangannya secara optimal sesuai dengan
kemampuan, bakat, minat, serta nilai-nilai yang dianutnya dan
dilaksanakan dalam situasi kelompok. Layanan bimbingan kelompok
dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya masalah atau kesulitan
pada diri konseli (siswa). Bimbingan kelompok dapat berupa
penyampaian informasi atau aktivitas kelompok membahas masalah-
masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi, dan masalah sosial.
Berdasarkan definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa
bimbingan kelompok merupakan layanan bimbingan yang
dilaksanakan dalam suatu kelompok dengan memanfaatkan dinamika
kelompok sehingga anggota dapat mengembangkan potensi diri
sekaligus memperoleh manfaat dari pembahasan topik masalah.

b. Tujuan Bimbingan Kelompok


Menurut Helena tujuan dari layanan bimbingan kelompok yaitu untuk
mengembangkan langkah-langkah bersama untuk mengatasi
permasalahan yang dibahas di dalam kelompok sehingga dapat
menumbuhkan hubungan yang baik antar anggota kelompok,

5
kemampuan berkomunikasi antar individu, pemahaman berbagai
situasi dan kondisi lingkungan, dapat mengembangkan sikap dan
tindakan nyata untuk mencapai hal-hal yang diinginkan sebagaimana
yang dibicarakan dalam kelompok.
Sedangkan menurut Bennet tujuan layanan bimbingan kelompok
adalah sebagai berikut;
1.) Memberikan kesempatan-kesempatan pada siswa belajar hal-hal
yang berkaitan dengan masalah pendidikan, karir, pribadi dan
sosial.
2.) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan
kelompok.
3.) Bimbingan secara kelompok lebih ekonomis daripada melalui
kegiatan bimbingan individual.
4.) Untuk melaksanakan layanan konseling individu secara lebih
efektif.
Dari beberapa tujuan layanan bimbingan kelompok menurut beberapa
ahli dapat disimpulkan bahwa layanan bimbingan kelompok
merupakan sebuah layanan bimbingan konseling yang bertujuan untuk
membentuk pribadi individu yang dapat hidup secara harmonis,
dinamis, produktif, kreatif dan mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya secara optimal.

c. Fungsi Bimbingan Kelompok


Menurut Prayitno (2004) menyatakan beberapa fungsi layanan
bimbingan kelompok, yaitu :
1.) Agar setiap anggota mampu berbicara didepan orang banyak
2.) Mampu mengeluarkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan
kepada banyak orang
3.) Belajar menghargai pendapat orang lain
4.) Bertanggung jawab atas pendapat yang dikemukakannya
5.) Mampu mengendalikan diri dan menahan emosi

6
6.) Dapat bertenggang rasa
7.) Menjadi akrab satu sama lainnya
8.) Membahas masalah atau topik-topik umum yang dirasakan atau
menjadi kepentingan bersama

d. Komponen Bimbingan Kelompok


Dalam bimbingan kelompok ada tiga komponen yang harus dipenuhi,
yaitu pemimpin kelompok, anggota kelompok dan dinamika
kelompok (Prayitno, 2004).
1.) Pemimpin kelompok
Pemimpin kelompok adalah konselor yang terlatih dan berwenang
menyelenggarakan praktik konseling profesional. Sebagaimana
jenis layanan konseling lainnya, konselor memiliki keterampilan
khusus untuk menyelenggarakan bimbinan kelompok. Pemimpin
kelompok berkewajiban menghidupkan dinamika kelompok
antarsemua peserta seintensif mungkin yang mengarah kepada
pencapaian tujuan-tujuan umum bimbingan kelompok.
2.) Anggota kelompok
Tidak semua kumpulan atau individu dapat dijadikan anggota
bimbingan kelompok. Untuk terselenggaranya bimbingan
kelompok seorang konselor harus membentuk kumpulan individu
menjadi sebuah kelompok yang memiliki persyaratan
sebagaimana tersebut diatas. Sebaiknya jumlah kelompok tidak
terlalu besar dan tidak terlalu kecil. Kekurang efektifan kelompok
akan terasa jika jumlah kelompok melebihi sepuluh orang.
3.) Dinamika kelompok
Bimbingan kelompok memanfaatkan dinamika kelompok sebagai
media dalam upaya membimbing anggota kelompok dalam
mencapai tujuan. Dinamika kelompok unik dan hanya dapat
ditemukan dalam suatu kelompok yang benar-benar hidup.
Kelompok yang hidup adalah kelompok dinamis, bergerak dan

7
aktif berfungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan dan mencapai
suatu tujuan.
Dalam bimbingan kelompok, anggota dapat memanfaatkan
dinamika kelompok, para anggota kelompok mengembangkan diri
dan memperoleh keuntungan lainnya. Arah pengembangan diri
yang terutama adalah dikembangkan kemampuan-kemampuan
sosial secara umum yang selayaknya dikuasai oleh individu yang
berkepribadian mantap. Keterampilan berkomunikasi secara
efektif, sikap tenggang rasa, memberi dan menerima toleransi,
mementingkan musyawarah untuk mencapai mufakat dan sikap
demokratis, dan memiliki rasa tanggung jawab sosial seiring
dengan kemandirian yang kuat, merupakan arah pengembang
pribadi yang dapat dijangkau melalui diaktifkannya dinamika
kelompok. Melalui dinamika kelompok, setiap anggota kelompok
diharapkan mampu tegak sebagai seorang yang sedang
mengembangkan kediriannya dalam berhubungan dengan orang
lain. Ini tidak berarti bahwa kedirian sesorang lebih ditonjolkan
dari pada kehidupan kelompok secara umum.

e. Tahapan-Tahapan Bimbingan Kelompok


Menurut Prayitno (1995) ada empat tahap pada pelaksanaan
bimbingan kelompok yaitu pembentukan, peralihan, pelaksanaan
kegiataan dan tahap pengakhiran..
1.) Tahap pembentukan
Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan keterlibatan anggota
ke dalam kelompok dengan tujuan agar anggota kelompok
memahami maksud bimbingan kelompok, saling menumbuhkan
suasana saling mengenal, percaya, menerima dan membantu
teman-teman yang ada dalam anggota kelompok. Pemahaman
anggota kelompok memungkinkan anggota kelompok aktif

8
berperan dalam kegiatan bimbingan kelompok yang selanjutnya
dapat menumbuhkan minat pada diri mereka untuk mengikutinya.
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengungkapan
pengertian dan tujuan kegiatan kelompok dalam rangka pelayanan
bimbingan kelompok, menjelaskan cara-cara dan azas kegiatan
kelompok, anggota kelompok saling memperkenalkan diri dan
mengungkapkan diri, dan melakukan permainan keakraban.
2.) Tahap Peralihan
Pada tahap ini transisi dari pembentukan ke tahap kegiatan. Dalam
menjelaskan kegiatan yang harus dilaksanakan, pemimpin
kelompok dapat menegaskan jenis kegiatan bimbingan kelompok
yaitu tugas dan bebas. Setelah jelas kegiatan apa yang harus
dilakukan maka tidak akan muncul keraguan atau belum siapnya
anggota dalam melaksanakan kegiatan dan manfaat yang diperoleh
setiap anggota kelompok.
3.) Tahap Kegiatan
Tahap ini merupakan tahap inti dari kegiatan bimbingan kelompok
dengan suasana yang akan dicapai, yaitu terbahasnya secara tuntas
permasalahan yang dihadapi anggota kelompok dan terciptanya
suasana untuk mengembangkan diri, baik menyangkut
pengembangan kemampuan berkomunikasi maupun menyangkut
tentang pendapat yang dikemukakan oleh anggota kelompok.
Kegiatan dilakukan pada tahap ini untuk topik tugas adalah
pemimpin kelompok mengemukakan topik untuk dibahas oleh
kelompok, kemudian terjadi tanya jawab antar anggota kelompok
dan pemimpin kelompok tentang hal-hal yang belum jelas
mengenai topik yang akan dikemukakan oleh pemimpin
kelompok. Selanjutnya anggota membahas topik terserbut secara
mendalam dan tuntas, serta dilakukan kegiatan selingan bila
diperlukan. Sedangkan untuk topik bebas, kegiatan yang akan
dilakukan adalah masing-masing anggota secara bebas

9
mengemukakan topik bahasan, menetapkan topik yang akan
dibahas dulu, kemudian anggota membahas secara mendalam dan
tuntas, serta diakhiri kegiatan selingan bila perlu.
4.) Tahap Pengakhiran
Pada tahap ini terdapat dua kegiatan yaitu penilaian (evaluasi) dan
tindak lanjut. Tahap ini merupakan tahap penutup dari serangkaian
kegiatan bimbingan kelompok. Dalam kegiatan kelompok
pemimpin kelompok berperan untuk memberikan penguatan
(reinforcement) terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh
kelompok tersebut.
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah pemimpin
kelompok mengemukakan bahwa kegiatan akan segera diakhiri,
pemimpin kelompok dan anggota mengemukakan pesan an kesan
dari hasil kegiatan, membahas kegiatan lanjutan dan kemudian
mengemukakan pesan dan harapan.

2. KECERDASAN EMOSI
a. Definisi Kecerdasan Emosi
Kata emosi berasal dari Bahasa latin yaitu emovere yang artinya
bergerak menjauh. Arti kata ini menyiratkan bahwa kecendrungan
bertindak merupakan hal mutlak dalam emosi. Menurut Goleman
(2915:11-15) kecerdasan emosi merupakan kemampuan pengendalian
diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi
diri sendiri. Kecerdasan emosi berarti mengetahui emosi secara efektif
untuk mencapai tujuan membangun hubungan produktif dan meraih
keberhasilan ditempat kerja.
Hariwijaya (2005:120), mendefiniskan kecerdasan emosi sebagai
kemampuan seseorang untuk memotivasi diri, bertahan menghadapi
frustasi, mengendalikan dorongan hati, tidak melebihlebihkan
kesenangan, mengatur suasana hati, dan mengelola suatu komunitas.
Salovie dan Mayer sebagaimana yang dikutip oleh Shapiro (2003:8)

10
mula-mula mendefinisikan kecerdasan emosi sebagai “himpunan
bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain,
memilah-milah semuanya, dan menggunakan informasi ini untuk
membimbing pikiran dan tindakan”.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disarikan bahwa
kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
dalam mengatur perasaan dan emosi, dapat memotivasi diri dan
mengelola suasana hati secara tepat, baik pada diri sendiri maupun
pada orang lain untuk membimbing pikiran dan tindakan sehari-hari.
Kemampuan tersebut termasuk dalam komponen kecerdasan emosi
yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri,
mengenali emosi orang lain (empati), dan membina hubungan dengan
orang lain.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosi


Goleman (2015:257) menjelaskan bahwa ada dua faktor yang
mempengaruhi kecerdasan emosi :
1.) Lingkungan Keluarga
Kehidupan keluarga merupakan sekolah pertama dalam
mempelajari emosi, kecerdasan emosi dapat diajarkan pada saat
masih bayi melalui ekspresi. Pristiwa emosi yang terjadi pada
masa kanak-kanak akan melekat dan menetap secara permanen
hingga dewasa. Kehidupan emosi yang dipupuk dalam keluarga
sangat berguna bagi setiap individu kelak kemudian hari.
2.) Lingkungan Non Keluarga
Hal ini yang terkait adalah lingkungan masyarakat dan pendidikan,
kecerdasan emosi, ini berkembang sejalan dengan perkembagan
fisik dan mental. Pembelajaran ini biasanya ditujukan dalam suatu
aktivitas seseorang diluar dirinya dengan emosi yang menyertai
keadaan orang lain.

11
c. Aspek-Aspek Kecerdasan Emosi
Aspek-aspek kecerdasan emosi seseorang menurut Goleman
(2001:57-59) adalah sebagai berikut :
1.) Kemampuan Mengenali Emosi Diri
Yaitu kemampuan mengenali atau menyadari perasaan sendiri
pada saat perasaan itu muncul dari waktu ke waktu, kesadaran diri
merupakan prasyarat dari keempat wilayah kecerdasan emosi.
Menurut Goleman (2001:64) kesadaran diri berarti “waspada baik
terhadap suasana hati maupun pikiran kita tentang suasana hati”.
Seseorang cenderung menganut gaya khas dalam menangani dan
mengatasi emosi mereka, seperti :
a.) Sadar diri, peka akan suasana hati ketika mengalami suatu
kejadian. Umumnya individu yang mempunyai kecenderungan
ini memiliki kejernihan pikiran tentang emosi. Bila suasana
hati sedang jelek, maka tidak risau dan tidak larut didalamnya
dan mampu melepaskan diri dengan cepat.
b.) Tenggelam dalam permasalahan, yaitu individu seringkali
merasa dikuasai oleh emosi dan tidak berdaya untuk
melepaskan diri. Mudah marah dan amat tidak peka akan
perasaan sehingga larut dalam perasaan, akibatnya kehidupan
emosinya lepas kendali.
c.) Pasrah, yaitu kecenderungan menerima begitu saja suasana
hati sehingga tidak berusaha untuk mengubahnya, kendati
peka terhadap perasaan dan suasana hati yang jelek tetapi
menerima dengan sikap tidak hirau dan tidak melakukan
apapun meskipun tertekan.
2.) Mengelola Emosi
Kemampuan menangani atau mengatur perasaannya,
menenangkan dirinya, melepaskan diri dan kemurungan dan
kebingungan sehingga emosi yang merisaukan tetap terkendali.
Kemampuan mengelola emosi dapat dikatakan sebagai

12
penguasaan diri, yaitu kemampuan untuk menghadapi badai emosi
yang dibawa oleh suasana lingkungan dan bukannya menjadi
budak nafsu.
Goleman (2001:404) bahwa seseorang yang mampu mengelola
emosi mempunyai kemampuan diantaranya :
a.) Toleransi yang lebih tinggi terhadap frustasi dan pengelolaan
amarah.
b.) Lebih mampu mengungkapkan amarah dengan tepat.
c.) Berkurangnya perilaku agresif.
d.) Perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri, sekolah dan
keluarga.
e.) Lebih baik dalam menangani ketegangan jiwa.
f.) Berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan.
3.) Motivasi
Menurut Goleman (2001:111) motivasi diri terdiri dari kumpulan
perasaan antusiasme, gairah dan keyakinan diri dan harapan.
Dalam hal ini optimisme merupakan motivator utama. Goleman
(2001:123) bahwa orang optimis memandang kegagalan atau
nasib buruk merupakan hal yang dapat diubah sehingga mereka
dapat berhasil dimasa-masa mendatang, sementara orang yang
pesimis menerima kegagalan sebagai kesalahannya sendiri dan
menganggap sifatnya permanen.
4.) Mengenali Emosi Orang Lain
Yaitu kemampuan untuk mengenali apa yang dirasakan oleh orang
lain disebut juga dengan empati. Empati dibangun berdasarkan
pada kesadaran diri emosi yang merupakan “ketrampilan bergaul”.
Menurut Goleman (2001:136) berempati yaitu kemampuan untuk
mengetahui bagaimana perasaan orang lain, serta
mengkomunikasikan pemahaman perasaan tersebut kepada orang
lain.

13
5.) Membina Hubungan Dengan Orang Lain.
Kemampuan individu untuk mengetahui perasaan orang lain dan
bertindak dalam mengelola emosi orang lain. Kemampuan
membina hubungan sebagian besar merupakan ketrampilan
mengelola emosi orang lain. Untuk dapat memanifestasikan
kemampuan antara pribadi, seorang individu terlebih dahulu
mencapai tingkat pengendalian diri tertentu yaitu dimulainya
kemampuan untuk menyimpan kemarahan serta beban stres
mereka serta dorongan hati. Menurut Goleman (2001:158)
menangani emosi orang lain adalah seni yang mantap untuk
menjalin hubungan yang membutuhkan kematangan dua
keterampilan yaitu manajemen diri dan empati. Dengan landasan
ini ketrampilan hubungan dengan orang lain akan matang. Dengan
ketrampilan ini pula seseorang akan sukses dan mereka adalah
bintang-bintang pergaulan dalam masyarakat.
Tujuh unsur utama kemampuan yang sangat penting semuanya
yang berkaitan dengan kecerdasan emosi :
a.) Keyakinan. Perasaan terkendali dan penguasaan seseorang
terhadap tubuh, prilaku dan dunia, perasaan anak bahwa ia
lebih cenderung berhasil daripada tidak dalam apa yang
dikerjakannya, dan bahwa orang-orang dewasa akan bersedia
menolong.
b.) Rasa ingin tahu. Perasaan bahwa menyelidiki segala sesuatu
itu bersifat positif dan menimbulkan kesenangan.
c.) Niat. Hasrat dan kemampuan untuk berhasil dan untuk
bertindak berdasarkan niat itu dengan tekun. Ini berkaitan
dengan perasaan terampil, perasaan efektif.
d.) Kendali diri. Kemampuan untuk menyesuaikan dan
mengendalikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia,
suatu rasa kendali batiniah.

14
e.) Keterkaitan. Kemampuan untuk melibatkan diri dengan orang
lain berdasarkan pada perasaan saling memahami.
f.) Kecakapan berkomunikasi. Keyakinan dan kemampuan verbal
untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang
lain, ini ada kaitannya dengan rasa percaya pada orang lain dan
kenikmatan terlibat dengan orang lain, termasuk orang dewasa.
g.) Koperatif. Kemampuan untuk menyeimbangkan kebutuhannya
sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan
kelompok.

d. Dimensi dan Indikator Kecerdasan Emosi


Goleman (2006:58) mengungkapkan lima indikator kecerdasan emosi
yang dapat menjadi pedoman bagi individu untuk mencapai
kesuksesan, yaitu :
1.) Kesadaran diri, yaitu kemampuan individu yang berfungsi untuk
memantau perasaan diri waktu ke waktu, mencermati perasaan
yang muncul. Ketidak mampuan untuk mencermati perasaan yang
sesungguhnya mendadak bahwa orang berada dalam kekuasaan
emosi.
2.) Pengaturan diri, yaitu kemampuan untuk menghibur diri sendiri,
melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat
akibat yang timbul karena kegagalan keterampilan emosi dasar.
Seseorang yang mempunyai kemampuan yang rendah dalam
mengelola emosi akan terus menerus bernaung melawan perasaan
murung. Sementara mereka yang memiliki tingkat pengelola
emosi yang tinggi akan dapat bangkit lebih cepat dari
kemurungannya. Kemampuan mengelola emosi meliputi
kemampuan penguasan diri dan kemampuan menennangkan diri.
3.) Motivasi, yaitu kemampuan untuk mengatur emosi menjadi alat
untuk mencapai tujuan dan menguasi diri. Seseorang yang
memiliki keterampilan ini cendrung lebih produktif dan efektif

15
dalam upaya apapun yang dikerjakannya. Kemampuan ini didasari
oleh kemampuan mengendalikan emosi yaitu menahan diri
terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati.
4.) Mengenali emosi orang lain (empaty), yaitu kemampuan yang
bergantung pada kesadaran, kemampuan ini merupakan
keterampilan dasar dalam bersosial. Seorang yang empati lebih
mampu menangkap sinyal-sinyal social tersembunyi yang
mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki orang lain.
5.) Keterampilan sosial, yaitu merupakan keterampilan mengelola
emosi orang lain,mempertahankan hubungan dengan orang lain
melalui keterampilan social, kepemimpinan dan keberhasilan
hubungan antar pribadi.

B. PENELITIAN-PENELITIAN RELEVAN
1.) Penelitian pendahuluan yang berkaitan dengan peningkatan kecerdasan
emosi diantaranya adalah Sutisna, Yusmansyah dan Andriyanto (2020)
yang menunjukkan bahwa kecerdasan emosi seseorang dapat
ditingkatkan dengan Client Cantered menigkat 42,4.
2.) Hal serupa juga ditemukan oleh Khaerudin (2018) bahwa dari hasil
penelitian menunjukkan ada peningkatan rata-rata kecerdasan emosi dari
rata-rata pre-test 123,63 menjadi 167,75.
3.) Penelitian dari Aisyah (2019) menunjukkan bahwa kecerdasan emosi
remaja panti asuhan memiliki peningkatan skor skala kecerdasan
emosional sebesar 82,4.

C. KERANGKA BERPIKIR
Kecerdasan emosi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
pengendalian diri dan pengendalian emosi untuk menghadapi segala situasi
yang ada didalam kehidupannya. Individu dengan kecerdasan emosi yang
baik mampu menyalurkan emosi-emosi yang dimiliki secara asertif sehingga
individu tersebut mampu memotivasi dan menjaga semangat disiplin diri

16
dalam usaha mencapai tujuan. Pada kenyataannya banyak dari remaja peserta
didik kelas X IPS di SMA Negeri 2 berada pada taraf kecerdasan emosi yang
rendah sehingga menimbulkan tidak seimbangnya emosi diantara mereka.
Kecerdasan emosi yang rendah masih menjadi permasalahan dalam
kehidupan peserta didik di SMA Negeri 2, khususnya kelas X IPS.
Permasalahan yang sering timbul seperti mudah tersinggung, pendendam,
suka menyalahkan orang, mengatai orang denga sebutan hewan, mudah
marah terkadang menjadi masalah serius hingga berujung pada perilaku
negatif. Kasus rendahnya kecerdasan emosi sekarang ini banyak dialami
khususnya pada pelajar SMA atau remaja. Banyak sekali peserta didik di
SMA Negeri 2 yang mengalami permasalahan akibat kecerdasan emosi yang
rendah dikarenakan berbagai faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan
keluarga dan non keluarga. Banyak yang mengalami hal seperti malu dengan
keadaannya sendiri, mudah tersinggung, mudah marah, egois, pendemdam,
sering merasa tidak dipahami, sehingga mereka tidak bisa bangkit dari
keterpurukannya.
Berdasarkan uraian di atas peserta didik di SMA Negeri 2 Tarakan
memerlukan pelatihan-pelatihan untuk membentuk kecerdasam emosi yang
baik. Pelatihan tersebut dapat dilakukan melalui konseling kelompok.
Konseling kelompok adalah kegiatan pemberian bantuan oleh konselor
kepada konseli dalam situasi kelompok yang membahas beberapa topik untuk
mewujudkan tujuan bersama dalam kelompok tersebut.

17
Berikut merupakan bagan dari kerangka berpikir :

Kecerdasan Emosi Ren- Pelatihan Konseling Bimbingan


dah : Kelompok, berupa :

1. Kemampuan mengenali 1. Tahap Pembentukan, agar


kelompok memahami maksud
emosi diri rendah.
bimbingan kelompok, saling
2. Kurang mampu
Ditangani menumbuhkan rasa percaya.
mengenali emosi orang
lain. 2. Tahap Peralihan, pemimpin kelom-
3. Hubungan dengan orang pok dapat menegaskan jenis kegiatan
lain kurang baik. bimbingan kelompok yaitu tegas dan
4. Kurang mampu bebas.
mengelola emosi
5. Motivasi rendah. 3. Tahap Kegiatan, merupakan tahap
inti dari kegiatan bimbingan kelom-
pok dengan suasana yang akan dica-
pai.

4. Tahap Pengakhiran, terdapat dua


kegiatan yaitu penilaian dan tindak
lanjut
Hasil siswa penerima manfaat :

1. Memiliki kesadaran diri yang baik


: Paham akan dirinya sendiri Hasil

2. Mengenali emosi orang lain


(empaty) : Mampu merasakan
perasaan orang lain

3. Keterampilan sosial yang baik

4. Mampu dalam pengaturan emosi :


Tidak mudah tersinggung, sabar,
tidak pendendam

5. Memotivasi diri sendiri : Lebih


percaya diri

18
D. HIPOTESIS
Berdasarkan latar belakang masalah, landasan teori, dan kerangka berfikir yang
telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian yang diajukan penulis adalah:
Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Dalam Meningkatkan Kecerdasan
Emosional Siswa Kelas X IPS di SMA Negeri 2 Tarakan.

19
BAB III
METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data yang dikembangkan untuk memperoleh pengetahuan
dengan mengajukan prosedur yang reliabel dan terpercaya. Penelitian ini
menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif. Penelitian kuantitatif
merupakan metode-metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara
meneliti hubungan antar variabel. Variabel-variabel ini diukur sehingga data
yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur-prosedur
statistik (Creswell, 2012). Menurut Azwar (2011) pada dasarnya pendekatan
kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian
hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas
kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif akan
diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi pengaruh antar
variabel yang diteliti.

B. DESAIN PENELITIAN
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan desain penelitian
eksperimental. Desain penelitian eksperimental adalah penelitian yang
didalamnya melibatkan manipulasi terhadap kondisi subjek yang diteliti,
disertai upaya kontrol yang ketat terhadap faktor-faktor luar serta melibatkan
subjek pembanding atau metode ilmiah yang sistematis yang dilakukan untuk
membangun hubungan yang melibatkan fenomena sebab akibat (Atifin,
2009).
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah disebutkan,
penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif untuk mengukur efektivi-
tas layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan kecerdasan emosional
siswa kelas X IPS di SMA Negeri 2 Tarakan.

20
C. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2021 di SMA Negeri 2
Tarakan, Kalimantan Utara.

D. POPULASI DAN SAMPEL


1) Populasi
Populasi merupakan keseluruhan individu atau objek yang diteliti
yang memiliki beberapa karakteristik yang sama (Latipun, 2011).
Sedangkan menurut Azwar populasi didefinisikan sebagai kelompok
subjek yang hendak dikenai generalisasi hasil penelitian. Kelompok
subjek ini harus memiliki ciri-ciri atau karakteristik-karakteristik bersama
yang membedakannya dari kelompok subjek yang lain (Azwar, 2011).
Adapun populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X IPS SMA
Negeri 2 Tarakan yang berjumlah 90 siswa.

2) Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan diteliti
(Arikunto, 2006). Apabila subjek penelitian kurang dari 100, lebih baik
diambil semua, sedangkan untuk subjek yang lebih dari 100 maka dapat
diambil antara 10-15% atau 20-25% (Arikunto, 2006). Dalam penelitian
ini, populasi yang berjumlah 90 siswa, maka penelitian ini merupakan
penelitian sampel. Dengan berbagai pertimbangan, penelitian ini
mengambil sampel dari kelas X (sepuluh) IPS SMA Negeri 2 Tarakan
yang berjumlah 90 subjek.

No. Kelas Jumlah


1 IPS 1 30
2 IPS 2 30
3 IPS 3 30

21
E. VARIABEL PENELITIAN
Menurut Sugiyono (2015), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang
berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga
diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.
Variabel merupakan indikator terpenting yang menentukan keberhasilan
penelitian, sebab variabel penelitian merupakan objek penelitian atau menjadi
titik perhatian suatu penelitian. Dalam hal ini peneliti menggunakan 2
variabel, yaitu :
1) Variabel Independen
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi perubahan dari
variabel dependen (terikat) adapun yang menjadi variabel independen
dalam penelitian ini adalah “Bimbingan Kelompok”.
2) Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya tergantung dari
variabel lain, dimana nilainya dapat berubah atau dipengaruhi oleh
variabel independen. Adapun yang menjadi variabel dependen dalam
penelitian ini adalah “Kecerdasan Emosional Siswa”.

F. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Arikunto menjelaskan metode pengumpulan data adalah cara bagaimana
data mengenai variabel-variabel dalam penelitian dapat diperoleh.
Pengumpulan data merupakan langkah yang amat penting dalam penelitian
karena data ini akan digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada
dalam penelitian.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan menggunakan
teknik non-tes, yaitu dengan angket dan wawancara.
1. Angket atau kuesioner
Angket merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

22
responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2014). Sementara Suharsimi
(1995) mengatakan angket tertutup adalah angket yang disajikan dalam
bentuk sedemikian rupa sehingga responden dapat memberikan isian
sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Angket campuran yaitu
gabungan antara angket terbuka dan tertutup. Angket atau kuesioner yang
digunakan dalam penelitian ini berupa angket tertutup.
2. Wawancara
Menurut Sugiyono (2016) wawancara digunakan sebagai teknik
pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang harus diteliti
dan juga apabila peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam tentang perilaku, dan makna dari perilaku tersebut.

G. TEKNIK ANALISIS DATA


1. Uji normalitas
Penggunaan statistik parametris menyaratkan bahwa data setiap variabel
akan dianalisis harus berdistribusi normal. Oleh karena itu sebelum
pengujian hipotesis, maka terlebih dulu akan dilakukan pengujian
normalitas data (Sugiyono, 2011: 199).
Uji normalitas dikatakan normal jika nilai signifikansi lebih besar atau
sama dengan nilai probabilitas (Sig>0,05). Pengujian normalitas distribusi
data populasi dilakukan dengan menggunakan kolmogorov-smirnov.
Rumus Kolmogrov-Smirnov adalah sebagai berikut :

Keterangan :
KD = jumlah Kolmogorov-Smirnov yang dicari
n1 = jumlah sampel yang diperoleh
n2 = jumlah sampel yang diharapkan
(Sugiyono, 2013:257)

23
Data dikatakan normal, apabila nilai signifikan lebih besar 0,05 pada
(P>0,05). Sebaliknya, apabila nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 pada
(P<0,05), maka data dikatakan tidak normal.

2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
yang signifikan antara kecerdasan emosional sebelum dan sesudah diberi
perlakuan. Teknik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah dengan
uji-t.

µ : adalah hipotesis nol (nilai mean) yang akan diuji


σ : adalah deviasi standar yang diberikan
n : adalah jumlah sampel
x̄n : adalah rata-rata sampel
z : adalah statistik yang diuji

24
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti. (2019). Peningkatan Kecerdasan Emosional Melalui Konseling


Kelompok pada Remaja Panti Asuhan dan Pesantren Putri Sinar Melati Al-
Qudduus Yogyakarta. Universitas Negeri Yogyakarta.
Ali, M. dan Asrori, M. 2010. Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik.
Cetakan ke 6. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: PT Rineka Cipta.Emda, Amna. 2017.
Agustian, Ary Ginanjar. 2001. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi
dan Spiritual– ESQ. Jakarta: Penerbit Arga.
Al-Mighwar. 2010. Psikologi Remaja. Bandung: CV. Pustaka Setia.

Anda mungkin juga menyukai