Anda di halaman 1dari 36

KEEFEKTIFITAS TEKNIK ASSERTIVE TRAINING DALAM

LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK


MENINGKATKAN SIKAP KOOPERATIF PADA SISWA SMA

oleh
Akhyana Arham

2100001118

Ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah metodologi


penelitian kuantitatif

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2023/2024
DAFTAR ISI

Cover
DAFTAR ISI.............................................................................................................................1
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................................1
B. Identifikasi Masalah..................................................................................................3
C. Pembatasan Masalah.................................................................................................4
D. Rumusan Masalah.....................................................................................................4
E. Tujuan Penelitian..........................................................................................................4
F. Manfaat Penelitian........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................6
LANDASAN TEORI................................................................................................................6
A. Deskripsi Teoritik......................................................................................................6
B. Kajian Penelitian Relavan......................................................................................19
C. Kerangka Berpikir..................................................................................................19
D. Hipotesis Penelitian.................................................................................................20
BAB III....................................................................................................................................21
METODE PENELITIAN......................................................................................................21
A. Jenis Penelitian........................................................................................................21
B. Tempat dan Waktu Penelitian...............................................................................22
C. Populasi dan Sampel Penelitian.............................................................................23
D. Variabel Penelitian..................................................................................................24
E. Definisi Operasional....................................................................................................24
F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data..............................................................25
G. Teknik dan Analisis Data........................................................................................27
H. Teknik dan Analisis Data........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................32

1
2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan sangat penting bagi kehidupan manusia, karena dengan pendidikan

seseorang akan mendapatkan pengetahuan, wawasan, keterampilan dan kepribadian untuk

mengembangkan potensi diri mereka sehingga bisa berkontribusi pada kemajuan bangsa.

Sekolah juga berfungsi sebagai tempat atau lingkungan sosial diman remaja berinteraksi

dengan teman, guru dan orang lain. Diharapkan siswa bisa bekerjasama dengan orang lain

untuk membentuk interaksi yang baik. Pendidikan harus menjadi prioritas utama dalam

mengembangkan kemampuan dan membentuk pribadi siswa yang berkualitas dan berprestasi

tinggi, tugas utama sekolah adalah mempersiapkan siswa supaya dapat mencapai hasil

kemampuan terbaik mereka. Siswa yang telah mencapai kemampuannya yang baik akan

ditunjukkan melalui hasil belajar mereka. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, siswa

harus memiliki kemampuan asertif dan kooperatif, salah satu keterampilan yang dibutuhkan

dalam kelas atau aktifitas belajar berkelompok, agar mereka dapat mencapai hasil belajar

terbaik.

Pengalaman dan cara pandang yang sempit dapat menghilangkan hambatan mental

dengan sikap kerjasama atau kooperatif. Kelompok kecil dapat bekerja sama untuk menjadi

lebih mandiri, tanggung jawab, percaya terhadap orang lain, mengeluarkan pendapat dan

membuat keputusan yang bijak. Kerjasama adalah kegiatan berkelompok yang terjadi antara

makhluk hidup yang kita kenal (Lewis Thomas dan Elaine B Johnson 2014). Kerjasama juga

dikenal sebagai beljar bersama atau berkelompok dimana orang orang bekerja sama dan

bergantung satu sama lain untuk menjapai sustu tujuan.

1
Namun kenyataannya saat ini adalah kerjasama siswa yang belum teroptimalkan,

berdasarkan pengamatan (observasi) yang dilakukan peneliti di SMA Muhammadiyah 1

Sleman terdapat beberapa masalah terkait sikap kooperatif ini seperti (1) kerjasama antar

siswa yang sudah mulai luntur, (2) siswa yang sibuk dengan diri sendiri dan gadget tanpa

mempedulikan temannya yang membutuhkan bantuan, (3) banyaknya siswa yang tidak

menghargai temannya saat menyampaikan pendapat. Masalah tersebut muncul karna diri

sendiiri atau pun dari luar. Dalam situasi ini konselor atau guru di sekolah diharapkan

memberikan bantuan layanan bimbingan kelompok.

Untuk meningkatkan kerjasama antar siswa, layanan bimbingan kelompok digunakan

untuk membantu siswa baik individu maupun kelompok memecahkan masalah mereka.

Layanan bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuak kepada individu atau

kelompok yang mencakup informasi, pengerahan, pengembangan diri, dan penyebaran dan

menerimaan pendapat orang lain untuk meningkatkan potensi diri. Bimbingan kelompok

dilakukan dalam empat tahap: tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap

pengakhiran. Menurut Bahri (2020), Guru bimbingan memiliki akses terhadap berbagai

layanan konseling untuk mendukung pembelajaran siswa. Ada beberapa layanan yang

tersedia bagi siswa, semuanya bertujuan membantu mereka dalam berbagai aspek perjalanan

pendidikan mereka.

Siswa akan dibantu dalam memecahkan masalah pribadinya dengan bimbingan

kelompok, yang akan membantu mereka berkembang dengan lebih baik. Bimbingan

kelompok adalah jenis layanan yang melibatkan berbagai metode atau pendekatan untuk

mencapai tujuan pelaksanaan layanan. Teknik pelatihan assertif adalah salah satu teknik

penting dalam menerapkan layanan bimbingan kelompok yang sesuai untuk masalah ini.

Menurut Willis (2019, p.72) berpendapat bahwa pelatihan asertif adalah suatu teknik yang

dikhususkan untuk menolong individu yang mengalami kesulitan dalam mengungkapkan isi

2
perasaannya. Menurut Corey Assertive training bisa ditetapkan terutama pada situasi

interpersonal dimana individu mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan bahwa

menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan yang layak atau benar.

Teknik pelatihan asertif adalah terapi perilaku yang bertujuan untuk membantu orang

menjdi lebih mandiri dan lebih kuat. Tujuannya adalah untuk mengajarkan orang-orang

bagaimana cara untuk mengidentifikasi dan bertindak sesuai kebutuhan, hasrat, dan pendapat

mereka sambil tetap menghargai orang lain. Teknik asertif ini juga merupakan keterampilan

dan sikap yang dapat mengembangkan atau melatih kemampuan seseorang untuk

menyampaikan

pendapat, pikiran, perasaan, keinginan, dan kebutuhannya dengan percaya diri serta dapat

berhubungan baik dan menghargai orang lain. Dengan demikian, teknik asertif ini bisa

digunakan sebagai pendekatan bimbingan kelompok untuk meningkatkan sikap kooperatif

siswa yang belumteroptimalkan.

B. Identifikasi Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah internal yang bertujuan

untuk mengidentifikasi siswa dengan sikap kooperatif yang rendah.

Masalah tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut :

1. Ditemukan siswa yang sikap kooperatif nya belum teroptimalkan

2. Ditemukan siswa yang sibuk sendiri tanpa menghargai orang lain, tidak mengahargai

pendapat atau masukan orang lain

3. Belum adanya bukti kuat mengenai keefektifan teknik assertive training dalam

layanan bimbingan kelompok untuk meningkatkan sikap kooperatif siswa.

4. Sikap kooperatif atau kerjasama dapat ditingkatkan melalui pemberian layanan BK,

seperti layanan bimbingan kelompok.

3
C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan informasi yang diberikan mengenai topik dan permasalahan yang

dihadapi, maka pembatasan masalah penelitian ini adalah “Efektivitas Teknik

Assertive Training dalam Layanan Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Sikap

Kooperatif atau Kerjasama Siswa SMA”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, dapat

dikemukakan rumusan masalah sebagai berikut: “Apakah layanan bimbingan kelompok

teknik assertive training efektif untuk meningkatkan sikap kooperatif?”.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui keefektifan

teknik assertive training dalam bimbingan kelompok untuk siswa sekolah menengah, denga

fokus khusus pada dampaknya terhadap peningkatan sikap

kooperatif.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis maupun praktis.

1. Manfaat secara teoritis

Menambah wawasan teori yang ada sehingga dapat mengembangkan disiplin ilmu

bimbingan dan konseling.. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya terkait

layanan bimbingan kelompok teknik assertive training untuk meningkatkan sikap kooperatif.

Hasil penelitian akan memberikan informasi tentang keefektifan layanan bimbingan

4
kelompok teknik assertive training untuk mningkatkan sikap kooperatif dan referensi untuk

melakukan layanan bimbingan dan konseling yang tepat.

2. Manfaat secara praktis

a. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan sikap kooperatif dan bisa lebih aktif lagi dalam mengikuti kegiatan

layanan bimbingan kelompok

b. Bagi Guru Bimbingan dan Konseling

Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan guru BK mampu merencanakan dan

melaksanakan layanan bimbingan kelompok teknik assertive training untuk meningkatkan

sikap kooperatif serta dapat menjadi bahan masukan bagi guru BK yang akan melakukan

layanan konseling terhadap siswa yang kurang aktif atau memiliki sikap kooperatif yang

rendah.

c. Bagi Peneliti

Bagi peneliti dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam pelaksanaan layanan

bimbingan kelompok dengan teknik assertive untuk meningkatkan sikap kooperatif siswa.

Dan penelitian ini diharapkan menjadi pedoman dalam usaha penyusunan dan melaksanakan

layanan bimbingan kelompok teknik assertive untuk meningkatkan sikap kooperatif

5
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Deskripsi Teoritik

1. Layanan Bimbingan Kelompok

a. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah suatu kegiatan kelompok dimana pimpinan

kelompok akan menyediakan informasi atau tema dan mengarahkan diskusi agar

anggota kelompok jadi lebih aktif dan bisa saling membantu anggota kelompok

lainnya untuk mencapai tujuan bersama. Prayitno (2008: 307) mengemukakan bahwa

Bimbingan Kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang

dengan memanfaatkan Dinamika kelompok. Artinya, semua peserta dalam kegiatan

kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, dan

memberi saran, apa yang dibicarakan itu semuanya bermanfaat untuk diri peserta

yang bersangkutan sendiri dan bukan pesereta lainnya. Hartinah (2009:14),

menyatakan bahwa “bimbingan kelompok dilakukan dengan memanfaatkan suasana

kelompok tertentu. Semua anggota kelompok mencurahkan potensinya dan

menjadikan kelompok sebagai pisau pemberdayaan layanan bimbingan kelompok

pada siswa”.

Hartinah (2009:14), menyatakan bahwa “bimbingan kelompok dilakukan dengan

memanfaatkan suasana kelompok tertentu. Semua anggota kelompok mencurahkan

potensinya dan menjadikan kelompok sebagai pisau pemberdayaan layanan

bimbingan kelompok pada siswa”. Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat

disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah suatu bentuk layanan yang dilakukan

berkelompok dan ketua kelompok akan menyediakan informasi atau tema serta

6
mengarahkan anggota kelompoknya untuk lebih aktif dalam kegiatan ini sehingga

bisa mencapai tujuan yang direncanakan secara maksimal.

b. Tujuam Layanan Bimbingan Kelompok

Tujuan layanan bimbingan kelompok yaitu agar individu mampu mengembangkan

kemampuan bersosialisasi, kemampuan komunikasi, mendorong pengembangan

pikiran, persepsi, dan wawasan individu tersebut. Kemudian ada tujuan khusus

layanan bimbingan kelompok antara lain:

1) Melatih siswa untuk berani mengemukakan pendapat di hadapan temantemannya.

2) Melatih siswa dapat bersikap terbuka di dalam kelompok

3) Melatih siswa untuk dapat membina keakraban bersama teman-teman dalam

kelompok khususnya dan teman di luar kelompok pada umumnya.

4) Melatih siswa untuk dapat mengendalikan diri dalam kegiatan kelompok.

5) Melatih siswa untuk dapat bersikap tenggang rasa dengan orang lain.

6) Melatih siswa memperoleh keterampilan social.

7) Membantu siswa mengenali dan memahami dirinya dalam hubungannya dengan

orang lain.

c. Tahap-tahap Layanan Bimbingan Kelompok

a. Tahap pembentukan

Tahap ini adalah tahap perkenalan, pada tahap ini para anggota kelompok

saling memperkenalkan diri dan mengungkapkan tujuan serta harapan yang

ingin dicapai. Kemudian memberikan penjelasan tentang bimbingan

kelompok agar anggota kelompok mengerti arti bimbingan kelompok, aturan-

aturan serta asas-asas yang terdapat dalam pelaksanaan bimbingan kelompok,

7
sehingga jika anggota kelompok tersebut mengalami masalah mereka akan

mengerti dan paham bagaimana cara menyelesaikannya.

b. Tahap Peralihan

Pada tahap ini konselor memberikan penjelasan mengenai kegiatan yang akan

dilaksanakan pada tahap berikutnya, menanyakan atau mengamati apakah

anggota kelompok siap melanjutkan kegiatan ke tahap berikutnya, membahas

suasana yang terjadi, dan meningkatkan kemampuan keikutsertaan atau

keaktifan anggota.

c. Tahap Kegiatan

Tahap ini merupakan inti dari kegiatan, pada tahap ini pemimpin kelompok

harus bisa mengatur proses kagiatan dengan sabar,aktif dan tidak terlalu

banyak bicara serta selalu mendorong anggota dengan penuh rasa empati.

Pada tahap ini anggota kelompok secara bebas mengemukakan masalah atau

topik yang di bahas, dan membahasnya secara mendalam agar dapat

terungkap masalah atau topik yang dirasakan, dipikirkan atau pun dialami

oleh anggota kelompok.

d. Tahap Pengakhiran

Pada tahap pengakhiran ini fokus utamanya adalah hasil yang telas dicapai

setelah melakukan bimbingan kelompok. Pada tahap ini pemimpin

memberitahukan bahwa kegiatan akan segera diakhiri, kemudian anggota

kelompok mengemukakan kesan dan pesan serta hasil dari kegiatan, lalu

membahas kegiatan lanjutan.

8
d. Fungsi Layanan Bimbingan Kelompok

Layanan bimbingan kelompok memiliki beberapa fungsi. Menurut Gadza,

fungsi layanan Bimbingan kelompok adalah pengembangan, pencegahan dan

pengentasan.

1. Pengembangan.

Layanan bimbingan kelompok berfungsi untuk mengembangkan keseluruhan

potensi siswa terutama keterampilan sosialisasi dan komunikasi. Anggota

kelompok diberikan kesempatan untuk menyampaikan gagasan, pandangan

ataupun pendapat terhadap permasalahan yang dibahas, dengan demikian

anggota kelompok bisa belajar dan memperlancar komunikasi agar menjadi

efektif.

2. Pencegahan.

Melalui layanan bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah

timbulnya permasalahan pada anggota kelompok. Pembahasan mengenai

permasalahan hingga didapati penyelesaian dari masalah akan memberikan

pengalaman kepada anggota kelompok dalam bertindak khususnya berkaitan

dengan bidang permasalahan yang dibahas.

3. Pengentasan.

Sesuai dengan tujuan layanan bimbingan kelompok yakni untuk

mengentaskan permasalahan. Semua bentuk tindakan dalam kelompok akan

bermuara pada penyelesaian suatu permasalahan denganmemanfaatkan

dinamika kelompok

e. Azas-azas layanan bimbingan kelompok

Azas-azas yang terdapat dalam layanan bimbingan kelompok adalah azas

kerahasiaan dan azas kesukarelaan, dan keputusan diambil oleh klien sendiri.

9
Dalam bimbingan kelompok bahwa konselor dan klien menjaga kerahasiaan

yang terdapat dalam kegiatan bimbingan kelompok. Hal ini didasarkan pada

pandangan bahwa menjaga kerahasiaan adalah hal utama untuk membangun

relasi yang berlandaskan saling percaya. Sedangkan azas kesukarelaan berarti

proses layanan bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar

kesukarelaan, baik dari pihak klien maupun dari pihak konselor.

2. Teknik Assertive Training

a. Pengertian Assertive Training

Asertivitas merupakan suatu kemampuan individu dalam

mengkomunikasikan suatu yang diinginkan dan dipikirkan dengan menjaga

perasaan dan hak orang lain tanpa menyinggung perasaan orang lain.

Menurut Alberti dan Emmons asertivitas merupakan pernyataan diri yang

positif, dengan tetap menghargai orang lain tanpa menyinggung perasaan

orang lain, sehingga akan meningkatkan kualitas hidup individu dan

hubungan yang baik dengan orang lain. Dalam hal ini seorang individu

dituntut untuk jujur terhadap apa yang dirasakannya, tanpa ada maksud

memanfaatkan ataupun merugikan orang lain. Assertive training merupakan

latihan yang digunakan untuk melatih individu yang mengalami kesulitan

dalam menyatakan dirinya untuk melakukan tindakan adalah benar dan layak.

Menurut Corey “assertive training merupakan model konseling behavior yang

bisa ditetapkan terutama pada situasi situasi interpersonal dimana individu

mengalami kesulitan untuk menerima kenyataan atau menegaskan diri adalah

tindakan yang layak atau benar. Sedangkan Hartono dalam bukunya

menyatakan bahwa “assertive training merupakan teknik yang sring kali

digunakan oleh pengikut aliran behavioristic. Teknik ini sangat efektif jika
10
dipakai untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan percaya

diri, pengungkapan diri atau ketegasan diri Menurut Alberti, assertive

training adalah prosedur latihan yang diberikan kepada klien untuk melatih

perilaku penyesuaian sosial melalui ekspresi diri dari perasaan, sikap,

harapan, pendapat dan haknya.

Assertive training adalah suatu teknik untuk membantu klien dalam

hal-hal berikut:

a) Tidak dapat menyatakan kemarahannya atau kejengkelannya

b) Mereka yang sopan berlebihan dan membiarkan orang lain mengambil

keuntungan dari padanya

c) Mereka yang mengalami kesulitan dalam berkata”tidak”

d) Mereka yang sukar menyatakan cinta dan respon positif lainnya

e) Mereka yang merasakan tidak punya hak untuk menyatakan pendapat

dan pikirannya

Tujuannya adalah dapat membantu individu dalam

menyampaikan perasaannya baik itu instruksi, arahan, serta praktek sikap

asertif dalam situasi yang lebih spesifik, kemudian hal tersebut

dilakukan secara konsisten sehingga individu akan mampu melakukannya

pada situasi yang lebih umum. Dengan adanya pelatihan asertif akan

membantu individu dalam menyatakan atau mengungkapkan perasaan

dengan lebih berani dan bebas.

b. Langkah-Langkah Teknik Assertive Training

Terdapat beberapa langkah yang dilakukan dalam assertive

training, yaitu:

11
1) Konselor dan konseli merancang dan menentukan situasi

dimana konseli merasa kesulitan dalam menyampaikan perilaku asertif

Situasi yang digambarkan harus jelas dan detil, sehingga konseli dapat

menggambarkan dan menerangkan seperti apa yang dihadapinya dalam

kenyataan.

2) Konselor dan konseli melakukan peran masing-masing pada

adegan role playing. konselor memberikan masukan dan dorongan kepada

konseli kususnya pada ekspresi wajah, sikap tubuh, nada suara, kontak mata,

dan sebagainya. Dalam tahap ini modeling juga diberikan.

3) Selanjutnya konseli mencoba mempraktikan perilaku yang

sudah dilatih pada situasi kehidupan sehari-hari. Yang harus dilakukan

konselor adalah memberikan pekerjaan rumah kepada konseli sebagai target

perilaku yang hendak dicapai.

4) Diskusi kembali terkait hasil yang dicapai klien dilakukan saat

pertemuan selanjutnya

c. Tujuan Teknik Assertive

Assertive training bertujuan untuk melatih individu agar mampu

berperilaku asertif dalam berhubungan dengan lingkungan sekitarnya serta

mengatasi kecemasan yang dialami oleh individu dan meningkatkan

kemampuan untuk bersikap jujur terhadap dirinya sendiri serta

lingkungannya sehingga mampu meningkatkan

kehidupan pribadi dan sosialnya. Menurut Zastrow assertive training

dirancang untuk memberikan bimbingan pada individu agar mampu

mengungkapkan, merasa, dan bertindak pada asumsi bahwa setiap individu

12
memiliki hak untuk mengekspresikan perasannya secara bebas dan menjadi

dirinya sendiri.

Dalam pemberian assertive training ini diharapkan dapat

meningkatkan perilaku yang efektif pada individu agar tercapai kualitas

hidup yang lebih baik, serta dapat meningkatkan kemampuan diri individu

dalam menyampaikan dan

mengekspresikan dirinya dengan baik dalam berbagai situasi dengan tetap

menjaga perasaan dan kesalahpahaman dari pihak lain.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan dari teknik assertive

training adalah untuk membantu individu yang mengalami kesulitan dalam

berperilaku asertif atau tegas terhadap dirinya serta membantu individu

untuk menjadi lebih terbuka dan tidak canggung dalam mengemukakan

perasaan dan pendapatnya sehingga individu tersebut merasa memilki hak

dalam dirinya.

d. Prosedur Teknik Assertive Training

Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pendekatan

perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutamakan tujuan-

tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan Osipow dalam A

Survey of Counseling Methode (2004):

1) Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif Dengan

penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ketidakasertifan

pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak ajakan temannya untuk

bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih menyukai berenang, hal itu

karena konseli sungkan, khawatir temannya marah atau sakit hati sehingga ia

selalu menuruti ajakan temannya.

13
2) Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan

harapanharapannya. Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli

sehubungan dengan permasalahan yang dihadapi dan harapanharapan yang

diinginkannya.

3) Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak

diperlukan. Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli

untuk menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku yang

tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya

4) Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan

yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya. Setelah

konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tidak dibutuhkan,

kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa yang seharusnya

dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaikan permasalahannya dan

memperkuat penjelasannya.

5) Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan

kesalahpahaman yang ada difikiran konseli. Konselor dapat mengungkap ide-

ide konseli yang tidak rasional yang menjadi penyebab masalahnya, sikap-

sikap dan kesalahpahaman yang mendukung timbulnya masalah tersebut.

6) Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk

menyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).

7) Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya.

Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yang

diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.

8) Melanjutkan latihan perilaku asertif

14
9) Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk

melancarkan perilaku asertif yang dimaksud. Untuk kelancaran dan

kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas kepada konseli untuk berlatih

sendiri di rumah ataupun di tempat-tempat lainnya.

10) Memberikan penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan.

Penguatan dibutuhkan untuk meyakinkan bahwa konseli harus dapat bersikap

tegas terhadap permintaan orang lain padanya, sehingga orang lain tidak

mengambil mafaat dari kita secara bebas. Selain itu yang lebih pokok adalah

konseli dapat menerapkan apa yang telah dilatihnya dalam situasi yang nyata.

3. Sikap Kooperatif

a) Pengertian Sikap Kooperatif

Sikap adalah cara seseorang mengkomunikasikan perasaanya kepada orang

lain (melalui perilaku), Inge (2007:51). sikap merupakan organisasi pendapat,

keyakinan seseorang mengenai objek disertai adanya perasaan tertentu, dan

memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau

berperilakud dalam secara tertentu yang dipilihnya.

Kooperatif atau kerjasama merupakan sifat sosial, bagian dari

kehidupan masyarakat yang tidak dapat dielakkan oleh manusia dalam

kegidupan sehari-hari. Kerjasama adalah berkerja sama untuk mencapai

tujuan yang diinginkan bersama. Kerjasama adalah pengelompokkan yang

terjadi diantara makhluk-makhluk hidup yang kita kenal, Lewis Thomas dan

Elaine B. Johson (2004:164). Kerjasama atau belajar bersama adalah proses

beregu (berkelompok) dimana anggota-anggotanya mendukung dan saling

mengandalkan untuk mencapai suatu hasil mufakat

15
Kerjasama adalah suatau kegiatan dalam berkelompok untuk

mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersama-sama, dalam

kerjasama ini biasanya terjadi interaksi antar anggota kelompok dan

mempunyai tujuan yang sama untuk dapat dicapai bersama-sama. Kerjasama

merupakan pekerjaan yang dilakukan oleh suatu kelompok sehingga terjalin

hubungan erat antar tugas anggota kelompoknya, Purwadarminta (2007:12).

Berdasarkan pernyatan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap

kooperatif atau kerjasama adalah sebuah interaksi atau hubungan antar

anggota kelompok baik siswa dengan siswa, siswa dengan guru untuk

mencapai suatu tujuan yang diinginkan bersama.

b) Tujuan Sikap Kooperatif

Tujuan kerjasama ada beberapa hal dijelaskan sebagai berikut.

1) Untuk mengembangkan berpikir kritis dalammenyelesaikan masalah.


2) Mengembangkan kemampuan bersosialisasi dan komunikasi.
3) Menumbuhkan rasa percaya diri terhadap kemampuansiswa.
4) Untuk dapat memahami dan menghargai satu sama lain antar teman

c) Manfaat Sikap Kooperatif

Ada banyak manfaat yang dapat diperoleh ddengan

menerapkan sikap kooperatif, yaitu:

1) Menghargai Setiap Individu

Dengan adanya sikap kooperatif, setiap individu akan memahami

kemampuan orang lain dalam kelompok. Hal ini membuat setiap individu

memiliki kesempatan yang sama ketika sedang melakukan diskusi

kelompok.

16
2) Setiap Individu Aktif dalam Memecahkan
Permasalahan

Setiap individu bisa lebih aktif dalam memecahkan masalah. Hal ini

dikarenakan setiap individu memiliki kesempatan yang sama dalam

mengutarakan pikiran. Dengan berbagai pemikiran, masalah yang ada cepat

teratasi.

3) Menumbuhakan Kerja dalam Tim

Menerapkan sikap kooperatif dalam sebuah tim atau kelompok akan

menumbuhkan kerja tim yang akan saling berbagi keterampilan,

pengalaman, dan lainnya. Sikap kooperatif perlu diterapkan utamanya di

rumah, sekolah, atau tempat kerja.

4) Ikatan Hubungan dan Kegembiraan

Ketika sikap kooperatif terjalin dengan orang lain, maka hubungan

antara pihak-pihak terkait akan terjadi ikatan positif. Manfaat akhir dari

sikap ini adalah rasa gembira. Sebaliknya, sifat tidak kooperatif justru

menimbulkan persaingan.

5) Keterbukaan dan Kepercayaan

Persaingan biasanya membuat seseorang tertutup dan tidak saling

mempercayai. Untuk itu, sikap kooperatif diperlukan untuk menciptakan

hubungan terbuka dan saling percaya.

6) Harga Diri dan Kekuatan Pribadi

Sikap kooperatif juga berkaitan dengan sikap diri yang lebih besar,

meliputi kedewasaan emosional dan identitas pribadi yang kuat. Sikap ini

17
membuat seseorang memiliki harga diri yang lebih tinggi dan memberikan

kekuatan diri yang lebih besar.

7) Kesejahteraan Bersama

Dalam hal ini sikap kooperatif bertujuan mencapai kesejahteraan

bersama. Untuk mencapai suatu kesejahteraan bersama, akan lebih mudah

tercapai jika dilakukan bersama-sama.

d) Faktor yang Memepengaruhi Sikap Kooperatif

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi sikap

kooperatif, yang di ungkapkan Mutiah (2010:11) sebagai berikut :

1. Hal timbal balik

Timbal balik disini dimaksudkan bahwa satu sama lain harus saling

memotivasi untuk melaksanakan tugas, untuk mencapai tujuan yang sama

dan untuk mendapatkan prestasi bersama, jadi antar individu dalam

kelompok harus bisa dan paham dalam menyelesaikan tugas.

2. Orientasi individu

Masing-masing harus mengenali dan mengetahui kemampuan/bakat

masing-masing yang dimilikinya agar mempermudah dalam menyelesaikan

tugas dan permasalahan dalam kelompok.

3. Komunikasi

Komunikasi yang baik antar individu dalam kelompok adalah kunci

utama dalam menyelesaikan tugas, anak dapat saling bertukar pikiran untuk

mengungkapkan ide dan mengungkapkan ketika ada masalah dalam

menyelesaikan tugas kelompok. Dari ketiga faktor yang mempengaruhi sikap

18
kooperatif tersebut menjelaskan bahwa timbal balik, orientasi individu dan

komunikasi penting untuk mencapai tujuan dan pembelajaran.

B. Kajian Penelitian Relavan

Terdapat beberapa penelitian yang membahas penggunaan teknik sosiodrama

sebagai layanan bimbingan dan konseling untuk menimgkatkan kepercayaan diri seorang

siswa sebagai berikut :

1. Mhd Hudzaifah Ibu dalam jurnal penelitian yang berjudul “Keefektifan

Layanan Bimbingan Kelompok Dengan Teknik Assertive Training untuk

Meningkatkan Kepercayaan Diri Siswa Kelas VIII SMP Dharmapancasila

Medan Tahun Ajaran 2020/2021. Hasil uji hipotesis menunjukkan nilai thitung sebesar 1,903

dan menghasilkan nilai ttabel sebesar 1,812. Hal ini menunjukkan bahwa nilai thitung sebesar

1,903 lebih besar dari nilai ttabel sebesar 1,812. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa

penggunaan teknik assertive training dalam layanan bimbingan kelompok efektif

meningkatkan sikap kooperatif siswa kelas VIII di SMP Dharmapancasila Medan Tahun

Ajaran 2020/2021

C. Kerangka Berpikir

Sikap Kooperatif
Layanan Bimbingan
Siswa Rendah (belum
Kelompok
optimal)

19
Meningkatkan Sikap Penerapan Teknik
Kooperatif Siswa Assertive Training

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan kerangka berpikir diatas dijelaskan bahwa siswa yang memiliki sikap

kooperatif (kerjasama) rendah dan belum teroptimalkan daat ditingkatkan melalui layanan

bimbingan kelompok dengan teknik assertive training. Layanan bimbingan kelompok teknik

assertive training ini serangkaian latihan dmana konselor membantu konseli untuk mengatasi

kesulitan yang dialami agar lebih mampu bersikap koopeeratif, lebih tegas pada diri dan lebih

berani mengemukakan pendapat, perasaan dan pikirannya. Sehingga dengan layanan

bimbingan kelompok teknik assertive training ini dapat meningkatkan sikap kooperatif pada

siswa.

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir diatas maka dapat diajukan hipotesisnya sebaagai berikut.

Ha: Layanan Bimbingan Kelompok dengan teknik assertive training efektif untuk

meningkatkan sikap kooperatif siswa.

Ho: Layanan Bimbingan Kelompok denga teknik assertive training tidak efektif untuk

meningkatkan sikap kooperatif siswa.

20
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan

metode eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah True

Experimental Design dengan metode Pretest-Posttest Control Group

Design yakni desain ini terdapat dua kelompok yang dipilih secara acak

kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah

perbedaan antara pretest dengan posttest. Metode ini dilakukan pada dua

kelompok dengan membandingkan satu kelompok yang diberikan

perlakuan dan satu kelompok yang tidak diberikan perlakuan.

Tabel 3.1 Pretest-Postest Control Group Design

Kelompok Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen R O1 X O2

Kontrol R O3 - O4

Sumber: Sugiyono, 2011

Keterangan:

R = Kelompok eksperimen dan kelompok kontrol siswa

yang diambil secara simple random sampling

O1 = Pengukuran pertama (sikap kooperatif) sebelum

subjek diberikan layanan bimbingan kelompok teknik

assertive tariining (pretest) pada kelompok eksperimen

21
O3 = Pengukuran pertama (sikap kooperatif)

sebelum subhjek diberikan layanan bimbingan kelompok

teknik assertive training (pretest) pada kelompok kontrol

X = Pemberian layanan bimbingan kelompok

teknik asertive training pada kelompok eksperimen

O2 = Pengukuran kedua (sikap kooperatif) siswa

setelah diberikan layanan bimbingan kelompok teknik

assertive training (posttest) pada kelompok eksperimen

O4 = Pengukuran kedua (sikap kooperatif) siswa

kelas kontrol tanpa diberikan layanan bimbingan kelompok

teknikassertive tarining (posttest) pada kelompok kontrol

Dengan rumusan diatas, peneliti dapat lebih mudah untuk mengetahui adakah

peningkatan sikap kooperatif siswa sebelum dilakukannya perlakuan dan sesudah

dilakukan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Tempat penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah SMA

Muhammadiyah 1 Sleman. Sekolah ini terletak di jl. Magelang Km 13 Sleman, Triharjo, Kec

Sleman Kab Sleman, D.I Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan bulan November-Desember 2023 di semester ganjil tahun ajaran

2023/2024 sesuai data yang diperlukan peneliti. Penelitian menyesuaikan dengan kondisi dan

22
keadaan situasi sekolah, agar penelitian ini dapat berjalan secara fektif sehingga

menghasilkan keakuratan data yang baik.

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

WAKTU PELAKSANAAN
NO KEGIATAN Nov - Mar- Mei - Jun -
Mar-
Okt-23 Des Jan-24 Mei Jun Jul
24
2023 2024 2024 2024
Pengajuan
1
judul

Penyusunan
2
Proposal

Seminar
3
proposal

Studi
4
Pendahuluan

5 Penelitian

Analisis dan
6 Pengolahan
Data

Penusunan
7
Skripsi

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi yang diambil pada penelitian ini adalah seluruh siswa di SMA

Muhammadiyah 1 Sleman kelas X menggunakan simple random sampling, dimana

randomisasi dilakukan pada siswa yang sudah mengisi instrument Sikap kooperatif.

Lalu, untuk mempermudah pemberian treatment peneliti mengambil subjek sebanyak

23
15 siswa, dan pengambilan sampel dilakukan dengan mengacak menggunakan roda

acak.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas : Teknik Assertive Training

Teknik Assertive Training adalah teknik bimbingan kelompok yang melibatkan

pemanfaatan metode bermain peran untuk mengeksplorasi dan mengatasi masalah sosial,

serta mendorong pengembangan keterampilan interpersonal yang efektif.

2. Variabel Terikat : Sikap Kooperatif siswa

Salah satu cara untuk menilai tingkat sikap kooperatif siswa adalah melalui penggunaan

angket sikap kerjasama. Kuesioner ini terdiri dari 20 pernyataan berbeda yang bertujuan

untuk mengukur berbagai aspek kerjasama, sikap saling menghargai, dan kemampuan

memecahkan masalah.

E. Definisi Operasional

1. Teknik Assertive Training

Asertivitas merupakan suatu kemampuan individu dalam mengkomunikasikan suatu yang

diinginkan dan dipikirkan dengan menjaga perasaan dan hak orang lain tanpa menyinggung

perasaan orang lain. Teknik Assertive training adalah latihan yang digunakan untuk melatih

individu yang mengalami kesulitan dalam menyatakan dirinya untuk melakukan/ tindakan

adalah benar dan layak.

Tujuannya adalah dapat membantu individu dalam menyampaikan perasaannya yang

berisikan instruksi, arahan, serta praktek sikap asertif dalam situasi yang lebih spesifik,

kemudian hal tersebut dilakukan secara konsisten sehingga individu akan mampu
24
melakukannya pada situasi yang lebih umum. Dengan adanya pelatihan asertif akan

membantu individu dalam menyatakan ataupun mengungkapkan perasaan, pemikiran

„dengan bebas, dan asertifitas individu akan meningkat.

2. Sikap kooperatif siswa

Sikap kooperatif atau kerjasama adalah sebuah interaksi atau hubungan antar anggota

kelompok baik siswa dengan siswa, siswa dengan guru untuk mencapai suatu tujuan yang

diinginkan bersama. Kerjasama juga merupakan suatu kegiatan dalam berkelompok untuk

mengerjakan atau menyelesaikan suatu tugas secara bersama-sama, dalam kerjasama ini

biasanya terjadi interaksi antar anggota kelompok dan mempunyai tujuan yang sama untuk

dapat dicapai bersama-sama

F. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dengan menggunakan angket

mengenai sikap kooperatif. Angket kooperatif dirancang untuk mengukur sikap kooperatif

pada diri siswa. Alternatif jawaban dari angket kooperatiif menggunakan skala likert.

Tabel 3.2 Skala Likert Sikpa Kooperatif

Skor Positif Skor Negatif


No Pernyataan
(Favorable) (Unfavorable

1 SS (Sangat Sesuai) 4 1

2 S (Sesuai) 3 2

3 TS (Tidak Sesuai) 2 3

STS (Sangat Tidak


4 1 4
Sesuai)

25
Penelitian ini menggunakan instrument adaptasi dari hasil penelitian yang

dilakukan oleh Muhammad Hudzaifah Ibu pada tahun 2021. Adapun penyusunan kisi

-kisi skala kooperatif berdasarkan aspek sikap kooperatif sebagai berikut.

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Instrumen Kooperatf

Variabel Aspek Descriptor Favorable Unfavorable Jumlah Item

Melakukan
kegiatan
Kerjasama bersama sama 6 4 2
dengan teman
sekelompok

Membantu
teman
Tenggang
Rasa
menyelesaikan 9 1 2
tugas
kelompok

Sikap
Berinteraksi
Kooperati Penyesuaian
f diri
dengan teman 8 5 2
sekelompok

Menghargai
Menghargai pendapat
orang lain teman
3 10 2
sekelompok

Membantu
teman
sekelompok
Kepedulian
yang sedang
12 2 2
membutuhkan
bantuan

26
Berbagi ketika
Saling
Berbagi
teman 11 7 2
membutuhkan

Jumlah 6 6 12

G. Teknik dan Analisis Data

1. Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengetahui alat ukur yang berisi pernyataan-

pernyataan yang ada dalam skala psikologis valid atau tidak valid. Skala psikologis

dinyatakan valid jika pernyataan-pernyataan skala tersebut dapat mengungkapkan

sesuatu yang terukur. Uji validitas penelitian ini dengan korelasi Pearson Product

Moment dengan menggunakan program komputer SPSS (Statistic Package for Social

Science) 22.0 for windows dengan rumus sebagai berikut.

Gambar 3.1 Rumus Product Moment

Sumber: Sugiyono, 2012

Keterangan

rxy = Korelasi product moment

X = Jumlah skor masing-masing item (total)

Y = Jumlah skor seluruh item (total)

X2 = Kuadrat dijumlah skor tiap item

Y2 = Kuadrat dari skor total


27
XY = Jumlah keseluruhan X dikalikan Y

X = Skor item variable bebas (layanan bimbingan kelompok

menggunakan teknik problem solving)

Y = Skor item variable terikat (Overthinking)

N = Jumlah Peserta didik

Hasil perhitungan tersebut, ditentukan koefesien korelasi

untuk setiap item skala. Perhitungan ini dapat digunakan

untuk menentukan apakah skala Overthinking valid atau

tidak. Item dinyatakan valid jika r ≥ 0,7, dan item tidak valid

jika r ≤ 0,7. Berdasarkan hasil dari uji validitas maka

diperoleh 8 dari 12 item valid yaitu 1,6,7,8,9,10,11,12.

Sedangkan 4 item dinyatakann tidak valid yaitu item 2,3,4,5,.

Sehingga table kisi-kisi instrument selepas uji coba yakni.

Tabel 3.5 Kisi-Kisi Instrumen Skala Overthinking Setelah Uji

Coba

Variabel Aspek Descriptor Favorable Unfavorable Jumlah Item

Melakukan
kegiatan
Kerjasama bersama sama 6 (4) 1
dengan teman
Sikap sekelompok
Kooperati
f

Membantu
teman
Tenggang
Rasa
menyelesaikan 9 1 2
tugas
kelompok

28
Berinteraksi
Penyesuaian
diri
dengan teman 8 (5) 1
sekelompok

Menghargai
Menghargai pendapat
orang lain teman
(3) 10 1
sekelompok

Membantu
teman
sekelompok
Kepedulian
yang sedang
12 (2) 1
membutuhkan
bantuan

Berbagi ketika
Saling
Berbagi
teman 11 7 2
membutuhkan

Jumlah 5 3 8
Item yang dikurung ( ) adalah item yang gugur

2. Uji Reliabilitas

Analisis reliabilitas skala body dissatisfaction menggunakan


program komputer SPSS (Statistic Package for Social
Science) 22.0 for windows dengan Cronbach’s Alpha.
Berikut rumus Cronbach’s Alpha.

Gambar 3.2 Rumus Cronbach’s Alpha

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

29
.908 8

Perhitungan dengan menggunakan rumus Cronbach’s

Alpha diterima jika r hitung > r tabel 5%. Hasil uji reliabilitas

skla kooperatif yang diberikan kepada 15 responden

dinyatakan reabel.

H. Teknik dan Analisis Data

1. Uji Asumsi

Uji asumsi pada penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji

homogenitas dengan menggunakan bantuan SPSS (Statistic

Package for Social Science) 22.0 for windows.

a. Uji Nomalitas

Uji normalitas adalah sebuah uji yang bertujuan untuk

menilai sebaran data variabel penelitian berdistribusi

normal atau tidak berdistribusi normal. Kriteria yang

menentukan dalam uji normalitas adalah apabila nilai sig.

> 0,05 artinya data dapat dikatakan berdistribusi normal.

Namun, apabila nilai sig. < 0,05 maka data dinyatakan

tidak berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah

beberapa kelompok data penelitian menunjukkan varians

yang sama atau tidak. Kriteria yang menentukan untuk uji

homogenitas adalah jika nilai siginifikansi < 0,05 maka

varian dari dua kelompok data atau lebih adalah tidak sama

30
(tidak homogen). Namun, jika nilai signifikansi > 0,05

maka varian dari dua kelompok data atau lebih adalah

sama (homogen).

c. Uji Hipotesis

Analisis data hasil layanan bimbingan kelompok dengan teknik

sosiodrama untuk meningkatkan komunikasi interpersona; menggunakan

SPSS (Statistic Package for Social Science) 22.0 for windows. Uji

independent sampel t-test adalah uji parametrik yang digunakan untuk

menentukan apakah ada perbedaan antara dua kelompok independent pada

skala data interval. Uji independent sample t-test dipilih karena menguji

perbedaan posttest antara kelompok siswa yang mendapatkan layanan

konseling kelompok dengan model mode deactivation dan kelompok siswa

yang tidak mendapatkan layanan konseling kelompok dengan model mode

deactivation. Pedoman pengambilan keputusan yakni jika Ho diterima

(tidak ada perbedaan) jika Sig. > alpha (α) (0,05). Ha diterima (ada

perbedaan) jika Sig. < alpha (α) (0,05).

31
DAFTAR PUSTAKA

Amalia Yunia Rahmawati. (2020). EFEKTIVITAS TEKNIK ASSERTIVE TRAINING


DALAM LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN
SELF ESTEEM SISWA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI 1
TAMBANG

C.A Kearneydan dan W.K Silverman. (2020). Bimbingan Kelompok

Nadialista Kurniawan, R. A. (2021). Efektifitas Layanan Bimbingan Kelompok Teknik


Assertive Training untuk Peningkatan Sikap Kooperatif Siswa Kelas VIII SMP
Dharmapancasila Medan Tahun Ajaran 2020/2021

(Tanjungpura, 2023)Tanjungpura, U. (2023). Volume 12 Nomor 2 Tahun 2023 Halaman 779-


786 EEFEKTIVITAS BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK ASSERTIVE TRAINING.
12, 779–786. https://doi.org/10.26418/jppk.v12i2.63496

(Simbolon, 2020)Simbolon, J. (2020). Penerapan Metode Layanan Bimbingan Kelompok


Untuk Meningkatkan Disiplin Belajar Siswa. Jurnal Teknologi Pendidikan (JTP),
13(1), 77.
https://doi.org/10.24114/jtp.v13i1.18002

(Anonim, 2010)Anonim. (2010). Pembaelajaran Kooperatif. Sugiyanto, 37, 9–


49.
http://eprints.uny.ac.id/7734/3/bab 2 - 08108241038.pdf

Azmi, W., & Nurjannah, N. (2022). Teknik Assertive Training Dalam Pendekatan
Behavioristik Dan Aplikasinya Konseling Kelompok: Sebuah Tinjauan Konseptual
[Assertive Training Techniques in Behavioristic Approaches and Its Applications
Group Counseling: a Conceptual Review]. Journal of Contemporary Islamic
Counselling, 2(2), 101–112. https://doi.org/10.59027/jcic.v2i2.155

Faradita, R. M., Elita, Y., & Sinthia, R. (2018). Pengaruh Konseling Kelompok Dengan
Teknik
Assertive Training Terhadap Kemampuan Asertivitas Siswa Smpn Kota Bengkulu.
Consilia : Jurnal Ilmiah Bimbingan Dan Konseling, 1(2), 49–57.
https://doi.org/10.33369/consilia.1.2.49-57

Yelvita, F. S. (2022). Penerapan Layanan Bimbingan Kelompok Terhadap Peningkatan


Kemampuan Kerjasama dalam Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Bambel
Kutacane Tahun Pelajaran 2021/2022

Riansyah, H., & Wulandari, W. (2017). Layanan bimbingan kelompok dalam meningkatkan
interaksi sosial siswa. TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(1), 47.
https://doi.org/10.26539/1110
Ermanto, P. (2020). Model pembelajaran kooperatif sebagai upaya penerapan layanan
bimbingan
konseling belajar siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wongsorejo.
TERAPUTIK: Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 3(3), 114–119.
https://doi.org/10.26539/teraputik.33278

Pendidikan, S. (2021). No: skrps/mpi/ftk/Uin.173/21. Keefektifan Teknik


Assertive training meningkatkan self esteem

Anda mungkin juga menyukai