Anda di halaman 1dari 21

EFEKTIVITAS LAYANAN KONSELING KELOMPOK TEKNIK ASSERTIVE

TRAINING UNTUK MENINGKATKAN PERILAKU ASERTIF DALAM MENOLAK


AJAKAN MEMBOLOS

OLEH
DANTY ISMI HARVA FIRSTILIA, S.Pd
NIP. 199401102022212014

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


SMP NEGERI 1 PEMALANG
TAHUN 2022

1
2
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala limpahan rahmat,
hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan best practice ini. Karya tulis
ini merupakan karya inovasi tentang “Efektivitas Layanan Konseling Kelompok Teknik
Assertive Training Untuk Meningkatkan Perilaku Asertif Dalam Menolak Ajakan
Membolos”.
Melalui penyusunan best practice ini, penulis mencoba menjelaskan pengalaman
pembejaran bimbingan dan konseling yang pernah dilakukan di sekolah. Dalam best practice
ini disajikan apakah layanan konseling kleompok teknik assertive training untuk
meningkatkan perilaku asertif.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak yang telah mendukung dalam
penulisan best practice ini, penulis juga menyadari bahwa di dalam penyusunan best practice
ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan penulis.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi penyempurnaan
karya tulis ini.

Pemalang, Desember 2022


Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ...................................................................................................... 2

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 3

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 4

BAB I. PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 5

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 6

B. Tujuan ............................................................................................................................. 6

C. Manfaat ........................................................................................................................... 6

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................... 7

A. Layanan Konseling Kelompok ....................................................................................... 7

B. Teknik Assertive Training ............................................................................................ 10

B. Perilaku Membolos ....................................................................................................... 12

BAB III. PELAKSANAAN KEGIATAN ............................................................................... 15

A. Metode Pelaksanaan...................................................................................................... 15

B. Instrumen Kegiatan ....................................................................................................... 16

C. Wantuk dan Tempat Kegiatan ...................................................................................... 16

BAB IV. HASIl DAN PEMBAHASAN ................................................................................. 17

A. Hasil .............................................................................................................................. 17

B. Pembahasan................................................................................................................... 18

C. Masalah Yang Dihadapi ................................................................................................ 18

D. Solusi Dari Masalah Yang Dihadapi............................................................................. 19

BAB V. PENUTUP ................................................................................................................. 20

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 20

B. Saran ............................................................................................................................. 20

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 21

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Masa remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menju fase pendewasaan. Pada
masa remaja kerap kali pengaruh teman jauh lebih besar dibandingkan pengaruh yang
diberikan oleh keluarga. Karenanya, terkadang apa yang dikatakan teman-temannya
dalam pergaulan selalu berusaha untuk diikuti termasuk pada saat teman-teman
pergaulannya mengajak untuk melakukan aksi membolos. Perilaku membolos
merupakan bentuk perilaku meninggalkan aktivitas yang seharusnya dilakukan dalam
waktu tertentu dan tugas/ peranan tertentu tanpa pemberitahuan yang jelas.
Fakta di lapangan banyak terjadi siswa yang melakukan aksi membolos dikarenakan
diajak oleh temannya yang lain, dari satu sekolah atau bahkan sekolah lain, mereka segan
untuk menolak karena yang mengajak merupakan teman dekatnya atau kakak kelas. Ada
pula yang mendapat perilaku tidak menyenangkan seperti diejek atau tidak lagi diajak
bermain sehingga mereka dengan terpaksa menuruti apa yang dikehendaki oleh
temannya itu.
Konseling kelompok adalah konseling kelompok adalah suatu bentuk layanan atau
bantuan oleh seorang konselor kepada individu yang membutuhkan untuk menyelesaikan
masalah yang sedang dihadapi yang dilaksanakan dalam situasi kelompok dengan
melibatkan fungsi saling mempercayai, saling pengertian, saling menerima dan saling
mendukung.
Latihan asertif adalah salah satu teknik dalam konseling behavioral. Dimana hakikat
konseling menurut Behavioral adalah proses pemberian bantuan dalam situasi kelompok
belajar untuk menyelesaikan masalah masalah interpersonal, emosional, dan mengambil
keputusan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri dan mempelajari tingkah laku
baru yang sesuai. Tujuan dari latihan asertif ini adalah agar seseorang belajar bagaimana
mengganti respons yang tidak sesuai dengan respons baru yang sesuai.
Assertive training (latihan ketegasan) banyak dibutuhkan orang yang selama hidupnya
acap kali diperdaya orang lain atau terlalu lemah untuk memperoleh kejelasan batasan
diri dan pengambilan sikap lugas, tegas, dalam berhubungan dengan orang lain. Sikap
asertif atau tegas yang berada diantara submisif (dikendalikan, pasif) dan agresif untuk
5
sebagian orang sulit ditentukan posisinya untuk disikapi sehingga pemberian wawasan
dan pengenalan prosedur pelatihannya diperlukan. Idealnya assertive training diterapkan
dalam proses kelompok sebab dengan begitu dapat dihadirkan situasi yang mendekati
situasi nyata sebagaimana situasi sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Dari permasalahan tersebut guru bimbingan dan konseling mencari alternatif solusi
agar peserta didik mampu mengekspresikan apa yang dia rasakan termasuk untuk
menolak hal-hal yang dirasa kurang sesuai dengan norma dan aturan bersekolah,
berkeluarga dan bermasyarakat..

B. RUMUSAN MASALAH
Dari permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang timbul adalah:
1. Apakah layanan konseling kelompok teknik assertive training efektif untuk
meningkatkan perilaku asertif ?
2. Apakah layanan konseling kelompok teknik assertive training efektif untuk
meminimalisir perilaku membolos ?

C. TUJUAN
Berdasarkan latar belakang, maka penulis dapat merumuskan tujuan dari best practice
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apakah layanan konseling kelompok teknik assertive training
unuk meningkakan perilaku aserif .
2. Untuk mengetahui keefektifan layanan konseling kelompok eknik asertif training
untuk meminimaslisir perilaku membolos.

D. MANFAAT
Adapun manfaat penulisan best practice adalah:
1. Bagi guru, diharapkan laporan best practice ini sebagai referensi untuk dapat
meningkatkan mutu pendidikan disekolah khususnya layanan bimbingan dan
konseling
2. Bagi sekolah, tulisan ini dapat dijadikan sebagai salah satu refensi yang dapat
digunakan untuk meminimalisir jika ditemukan masalah serupa .

6
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Layanan konseling kelompok


1. Pengertian Layanan Konseling Kelompok
Menurut Wibowo (2019:59) Konseling kelompok adalah suatu proses interpersonal
yang dinamis yang menitikberatkan (memusatkan) pada kesadaran berfikir dan tingkah
laku, melibatkan fungsi terauputis, berorientasi pada kenyataan, ada rasa saling percaya
mempercayai, ada pengertian, penerimaan dan bantuan. Sementara itu, Prayitno & Amti
(2015: 311) menyatakan bahwa layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah
layanan konseling perorangan yang dilaksanakan dalam suasana kelompok yang
beranggotakan konselor dan klien, yaitu para anggota kelompok. Dalam konseling
kelompok terjadi hubungan konseling yang hangat, terbuka, permisif, dan penuh
keakraban. Terdapat pula pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran
sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah, kegiatan evaluasi, dan
tindak lanjut.
Konseling kelompok merupakan upaya pemberian bantuan yang memiliki tujuan
untuk membantu individu melalui proses interaksi yang dilakukan oleh konselor dan
konseli yang bersifat pribadi, agar konseli dapat memahami akan dirinya sendiri dan
lingkungannya, mampu untuk membuat keputusan dan mampu untuk menentukan tujuan
berdasarkan nilai-nilai yang selama ini diyakininya sehingga konseli mampu untuk
merasa bahagia dan efektif perilakunya, menurut Achmad Juntika dalam bimbingan dan
konseling dalam berbagai latar belakang (2007:10).
Selanjutnya Gazda (1978) bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antara
pribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari. Proses
itu mengandung ciri-ciri terapeutik seperti percaya, saling perhatian, saling pengertian
dan saling mendukung. Semua ciri terapeutik tersebut diciptakan dan dibina dalam
sebuah kelompok kecil dengan cara mengemukakan kesulitan dan empati pribadi kepada
sesama anggota kelompok dan kepada konselor. Para konseli adalah orang-orang yang
pada dasarnya tergolong orang normal, yang menghadapi berbagai masalah yang tidak
memerlukan perubahan secara klinis dalam struktur kepribadian untuk mengatasinya.
Para konseli dapat memanfaatkan suasana komunikasi antarpribadi dalam kelompok
untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai kehidupan dan
7
segala tujuan hidup, serta untuk belajar dan/atau menghilangkan suatu sikap dan perilaku
tertentu.
Achmad Juntika (2007:10) menyatakan konseling kelompok merupakan upaya
pemberian bantuan yang memiliki tujuan untuk membantu individu melalui proses
interaksi yang dilakukan oleh konselor dan konseli yang bersifat pribadi, agar konseli
dapat memahami akan dirinya sendiri dan lingkunganya, mampu untuk membuat
keputusan dan mampu untuk menentukan tujuan berdasarkan nilai-nilai yang selama ini
diyakininya sehingga konseli mampu untuk merasa bahagia dan efektif perilakunya.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli, maka dapat disimpulkan
bahwa konseling kelompok merupakan upaya pemberian bantuan kepada para anggota
kelompok yang mengikuti kegiatan konseling, dengan tujuan pengentasan masalah dan
memandirikan para anggota kelompok sehingga jika suatu saat para anggota kelompok
mengalami permasalahan yang sama atau hampir sama atau masalah yang lainya, mampu
diselesaikan secara mandiri, bijaksana dan efektif.

2. Tujuan Konseling Kelompok


Corey (dalam Wibowo, 2019: 136) menyebutkan bahwa secara umum tujuan
konseling kelompok adalah untuk memperbaiki sikap serta perilaku anggota kelompok
yang tidak efektif atau yang tidak bermanfaat. Marshal (dalam Wibowo, 2019: 137)
menyatakan bahwa konseling kelompok dapat membantu anggota kelompok untuk :
Mengembangkan keyakinan yang kuat terhadap pendapat pendapatnya sendiri, belajar
memahami orang lain, belajar mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh,
mengintergrasikan perasaan dan pikiran yang dimilikinya, menjadi lebih efektif dalam
situasi- situasi sosial, mempersiapkan iklim yang aman bagi penjelajahan perasaan-
perasaan dan mengontrol perasaan-perasaannya itu, belajar bagaimana menjadi lebih
bertanggung jawab dengan tingkah laku sendiri, menjelajahi hubungan seseorang dengan
orang lain.
Menurut Prayitno (2004: 2-3) ujuan terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan
tujuan khusus. Tujuan umum konseling kelompok yaitu mengembangkan kemampuan
sosialisasi peserta didik, khususnya kemampuang komunikasi peserta layanan. Dalam
kaitan ini, sering menjadi kenyataan bahwa kemampuan bersosialisasi/berkomunikasi
seseorang sering terganggu oleh perasaan, pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang
tidak objektif, sempit dan terkungkung serta tidak efektif. Melalui layanan konseling

8
kelompok hal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapat diungkapkan,
dilonggarkan, diingankan melalui berbagai cara.
Menurut Wibowo (2019:139) tujuan konseling kelompok adalah memenuhi
kebutuhan dan menyediakan pengalaman nilai bagi setiap anggotanya secara individu
yang menjadi bagian kelompok tersebut. Konseling kelompok bisa menyediakan lingkup
sosial relistik yang didalamnya klien bisa berinteraksi dengan rekan sebaya, yang tidak
hanya memiliki pemahaman mirip dengan problematau kekhawatiran yang dibawa klien
kekelompok namun juga banyak kasus, menghadapi problem yang sama.

3. Kelebihan dan Kelemahan Konseling Kelompok


a. Kelebihan konseling kelompok
Kelebihan konseling kelompok menurut Wibowo (2019: 172- 176) adalah:
1) Kepraktisan. Dalam waktu yang relative singkat konselor dapat berhadapan
dengan sejumlah siswa didalam kelompok dalam upaya untuk membantu
memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan pencegahan, pengembangan pribadi
dan pengentasan masalah.
2) Didalam konseling kelompok anggota akanbelajar bersikap tenang.
3) Anggota akan memperoleh pembelajaran pengalaman. Untuk belajar bertahan,
agar pendidikan memiliki makna dalam kehidupan seseorang, ia harus berakibat
pada penggunaan, tindakan dan pengalaman.
4) Kesempatan luas untuk berkomunikasi dengan teman- teman mengenai segala
kebutuhan yang terfokus pada pengembangan pribadi, pencegahan, dan
pengentasan masalah yang dialami setiap anggota.
5) Konseling kelompok memberi kesempatan para anggota kelompok untuk
mempelajari keterampilan sosial.
6) Anggota kelompok mempunyai kesempatan untuk saling memberi bantuan dan
berempati dengan tulus didalam konseling kelompok.
7) Setiap usaha untuk mengubah perilaku manusia diluar lingkungan alam dimana
individu bekerja dan hidup sangat tergantung pada efektifitas tingkat transfer
pelatihan yaitu: perilaku-perilaku baru, pemahaman, dan sikap yang harus
ditransfer secara sukses dari setting konseling kelompok kekehidupan siswa

9
8) Konseling kelompok mempunyai manfaat besar sebagai miniatur situasi sosial,
atau laboratorium yang mana individu- individu tidak hanya mempelajari
perilaku baru tetapi bisa mencoba dan mempraktekan.
9) Konseling kelompok mempunyai manfaat untuk pembentukan nilai. Melalui
konseling kelompok individu-individu mencapai tujuannya dan berhubungan
dengan lain dengan cara yang produktif dan inovatif.
10) Konseling kelompok lebih sesuai untuk yang membutuhkan belajar lebih
memahami oranglain dan lebih menghargai kepribadian orang lain.
b. Kelemahan Konseling Kelompok:
Winkel dan Sri Hastuti (2010: 594)mengemukakan kelemahan dalam konseling
kelompok adalah sebagai berikut:
1) Ada konseli yang tidak mampu berinteraksi dalam kelompok sehingga ia
membutuhkan pengalaman berkomunikasi dengan konselor sendiri.
2) Suasana kelompok boleh jadi dirasakan oleh beberapa anggota kelompok sebagai
paksaan moral untuk membuka isi hatinya.
3) Persoalan pribadi sebagian anggota kelompok mungkin kurang mendapat
perhatian dan tanggapan sebagaimana mestinya karena perhatian kelompok
terfokus pada masalah umum.
4) Sebagian anggota kelompok kurang merasa puas karena perhatian kelompok
kadang-kadang terpusat pada anggota lain.
5) Konselor akan kesulitan memberikan perhatian penuh pada masing- masing
konseli dalam kelompok

B. Teknik Assertive Training


1. Pengertian Teknik Assertive Training
Menurut Corey (dalam Lilis, 2013) asertif training adalah ekspresi langsung,
jujur, pada pikiran, perasaan, kebutuhan atau hak-hak seseorang tanpa kecemasan
yang beralasan. Teknik asertif juga dapat diartikan sebagai sebuah ketrampilan
mempertahankan hak-hak pribadi tanpa melanggar hak-hak orang lain. Menurut L,
Kristy,. Larsen & Jordan, S.S. Teknik assertive training adalah terapi perilaku yang
efektif yang bisa digunakan untuk menumbuhkan lebih produktif interaksi

10
interpersonal yang menghormati hak antara satu sama lain. Pelatihan asertif
merupakan salah satu teknik dalam terapi behavioural.
Menurut Latipun (2003: 217). Pelatihan asertif merupakan suatu proses
membantu orang yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan
mengatakan kata tidak, kesulitan mengungkapkan afeksi dan respon positif lainnya.
Pendapat lain dikemukakan oleh Walter, et.al. (Edi Purwanta, 2005: 193) pelatihan
asertivitas adalah prosedur pengubahan perilaku yang mengajarkan, membimbing,
melatih, dan mendorong klien untuk menyatakan dan berperilaku tegas dalam situasi
tertentu. Teknik Assertive training idealnya dilakukan dalam format grup, yang
terdiri atas 6-10 anggota, dalam kelompok lebih efektif dibandingkan dengan
pelatihan secara individu, karena dalam kelompok individu itu dapat menggunakan
teknik assertive training satu sama lain. Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa Assertive Training adalah salah satu teknik yang digunakan
untuk melatih kemampuan individu dalam menyampaikan pikiran, perasaan,
keinginan dan haknya secara langsung dan tegas.

2. Tujuan Teknik Assertive Training


Menurut Ratna, Lilis (2013 : 36), berikut merupakan tujuan dari teknik konseling
dengan menggunakan teknik Assertive Training.
a. Mengajarkan individu untuk menyatakan diri mereka dalam suatu cara sehingga
memantulkan kepekaan kepada perasaan dan hak-hak orang lain.
b. Meningkatkan keterampilan behavioralnya sehingga mereka bisa menentukan
pilihan apakah pada situasi tertentu perlu berperilaku seperti apa yang diinginkan
atau tidak.
c. Mengajarkan pada individu untuk mengungkapkan diri dengan cara sedemikian
rupa sehingga terefleksi kepekaannya terhadap perasaan hak orang lain.
d. Meningkatkan kemampuan individu untuk menyatakan dan mengekpresikan
dirinya dengan enak dalam berbagai situasi social.
e. Menghindari kesalahpahaman dari pihak lawan komunikasi.

11
3. Kelebihan dan Kelemahan Teknik Assertive Training
a. Kelebihan
Menurut Lilis Ratna (2013 : 37), ada beberapa kelebihan dari Teknik Assertive
Training, yaitu :
1) Teknik ini tidak membutuhkan alat yang mahal
2) Konseli berfikir untuk dapat mengatur perilaku mereka
3) Tidak sulit untuk dipelajari dan dipraktekan
4) Dengan berlatih keterampilan sosial dan perbaikan gaya komunikasi akan
meningkatkan keterampilan assertive individu meskipun dari segala budaya
yang mendukung.
b. Kelemahan
1) meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sedikit, ini juga
tergantung dari kemampuan individu itu sendiri
2) bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan teknik
lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan baik atau bahkan
akan membuat jenuh dan bosan konselipeserta, atau juga membutuhkan
waktu yang cukup lama.

C. Perilaku membolos
1. Pengertian Perilaku Membolos
Perilaku membolos disebut juga perilaku yang tidak disiplin. Disiplin merupakan
cara masyarakat mengajarkan kepada anak tentang perilaku moral yang disetujui
kelompok. Disiplin ini digunakan bila anak melanggar peraturan dan perintah yang
diberikan oleh orang tua, guru atau orang dewasa yang berada di sekitar siswa
(Hurlock, 1999:82).
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (2003 : 170) membolos merupakan
tidak masuk sekolah, sebenarnya tidak libur tetapi banyak siswa yang meliburkan diri
atau melarikan diri.
Kartono (1985:77) mendefinisikan membolos adalah ketidakhadiran anak didik
tanpa alasan yang tepat, meninggalkan sekolah atau pelajaran tertentu sebelum
waktunya dan selalu datang terlambat. menurut Kinder et al (dalam Reid, 2002:162)
menyatakan bahwa perilaku membolos adalah siswa yang berusia sekolah yang telah
tiga kali berturut-turut tidak masuk atau telah lima kali tidak masuk tanpa adanya izin
dari sekolah.

12
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
membolos adalah situasi atau kegiatan saat peserta didik tidak masuk sekolah tanpa
alasan tertentu yang tidak diketahui oleh orang tua maupun sekolah dan mereka
melakukan kegiatan di luar kegiatan belajar.

2. Bentuk-Bentuk Perilaku Membolos


Menurut Prayitno dan Atmi (dalam Izazakia& Sari, 2017 : 1045) terdapat beberapa
bentuk perilaku membolos, antara lain :
a. Berhari – hari tidak masuk sekolah
b. Tidak masuk sekolah tanpa izin
c. Sering keluar pada jam pembelajaran
d. Tidak masuk kembali setelah meminta izin
e. Masuk sekolah berganti hari
f. Mengajak teman – teman untuk keluar pada mata pelajaran yang tidak disenangi
g. Minta izin keluar dengan berpura – pura sakit
h. Mengirimkan surat izin tidak masuk dengan alasan yang dibuat – buat
i. Tidak masuk kelas lagi setelah jam istirahat
Menurut Mogulescu dan Segal (dalam Pravitasari, 2013 : 2) ada beberapa bentuk
membolos, yaitu :
a. Bosan dengan pelajaran
b. Terpengaruh teman – teman yang membolos
c. Tugas – tugas sekolah yang terlalu berat

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Membolos


Menurut Gunarsa (dalam Defriyanto& Rahayu, 2015 : 41) menyatakan bahwa
ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku membolos, antara lain :
a. Faktor internal Kondisi di dalam diri siswa yang erat kaitannya dengan
kecakapan potensial maupun aktual, kematangan perkembangan, sikap dan
kebiasaan, minat, kestabilan emosional, pengalaman kemandirian, kualitas
kepribadian.
b. Faktor eksternal Kondisi di luar diri siswa yang dipengaruhi oleh lingkungan
keluarga, sekolah, masyarakat, dan pergaulan sebaya. Lingkungan keluarga
menjadi salah satu timbulnya perilaku membolos yaitu suasana kurangnya

13
kudungan orang tua, keterbatasan sarana dalam keluarga, kurangnya
keharmonisan hubungan dalam keluarga.
Kearney (dalam Pravitasari, 2013 : 2) menyebutkan bahwa terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi perilaku membolos, antara lain:
a. Faktor sekolah
Salah satu faktor yang beresiko meningkatkan munculnya perilaku membolos
pada siswa antara lain kurangnya kebijakan sekolah dalam penanganan perilaku
membolos, interaksi yang minim antara orang tua dengan sekolah, guru – guru
yang tidak suportif, dan tugas – tugas sekolah yang kurang menantang bagi siswa.
b. Faktor personal
Terkait dengan menurunnya motivasi atau hilangnya minat akademik siswa,
siswa ketinggalan pelajaran, dan kenakalan remaja sseperti mengkonsumsi
alkohol.
c. Faktor keluarga
Faktor keluarga yang meliputi pola asuh orang tua atau kurangnya partisipan
orang tua dalam pendidikan siswa.

14
BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN

A. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam praktek best practice pada pembelajaran bimbingan
dan konseling dengan menggunakan layanan konseling kelompok teknik assertive
training. Pelaksanaan konseling kelompok dilaksanakan selama 2 siklus dengan siklus
pertama digunakan untuk identifikasi masalah kemudian siklus 2 digunakan sebgaai
pengaplikasian teknik assertif training.
Berikut ini langkah-langkah pelaksaan best practice yang telah dilakukan, antara
lain:
1. Guru BK mengundang peserta didik yang akan diajak unuk mengikuti kegiatan
konseling kelompok
2. Guru BK menanyakan apakah pesera didik bersedia mengikuti kegiatan konseling
kelompok
3. Guru bk membagikan lembar informed consent yang harus diisi dan ditandangani oleh
pesera didik yang menjadi anggota kelompok
4. Guru bk melaksanakan kegiatan konseling kelompok dimulai dengan kegiatan
pembentukan, diantaranya mengucapkan salam, berdoa, membina hubungan baik ,
5. Guru bk melaksanakan kegiatan transisi diantaranya melakukan ice breaking dan
menanyakan kesiapan konseli
6. Guru bk melaksanakan kegiatan inti diantaranya masing-masing anggota
mengutarakan masalahnya, kemudian dipillih masalah anggota yang dianggap urgent
(penting) untuk dibahas setelah itu dilakukan penggalian informasi perihal masalah
tersebut.
7. Guru bk melakukan menerapkan teknik dalam proses konseling kelompok
8. Guru bk meminta anggota kelompok untuk bermainp eran dalam penerapa teknikt
tersebut.
9. Setelah itu guru bk meminta anggota kelompok untuk berlatih dalam kelompok
dengan teman-teman yang lain.

15
B. Insrumen kegiatan
Instrumen kegiatan yang dilakukan dengan membagikan kuesioner angket evaluasi hasil
kepada anggota kelompok dan menjawab beberapa pertanyaan. Instrumen digunakan
untuk melihat apakah penggunaan teknik assertive training efektif untuk meningkatkan
perilaku asertif guna mengurangi perilaku membolos peserta didik.

C. Bentuk dan Tempat Kegiatan


Benyuk kegiatannya adalah konseling kelompok yang dilakukan dengan anggota
berjumlah 6 orang. Kegiatan ini dilaksanakan di lab kompuer 2 pada siklus 1 dan di
ruang kelas IXA pada siklus yang kedua.

16
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL
Hasil yang diperoleh dari analisis angket evaluasi hasil dapat diketahui sebagai berikut :
1. Apakah anda merasakan manfaat dari kegiatan ini ?

Dari pertanyaan angket yang diberikan kepada anggota kelompok maka didapat hasil
grafik tersebut yang menunjukkan bahwa 93% anggota sudah dan 7% menjawab
belum.
2. Apakah kegiatan ini menarik bagi anda ?

Pada grafik diketahui bahwa skor 89% menjawab ya, dan sisanya menjawab tidak

3. Apakah teknik assertive training efektif untuk meningkatkan perilaku asertif?

Dari grafik di atas diketahui bahwa teknik asertif training efektik dalam meningkatkan
perilaku asertif

17
B. Pembahasan
Dari beberapa pertanyaan pada angket yang dibagikan kepada peserta didik untuk di
jawab, hasilnya menunjukkan bahwa layanan konseling kelompok teknik assertive
training efektik untuk meningkatkan perilaku asertif untuk menolak ajakan membolos.
Dari kgiatan konseling kelompok ini dpilih anggota kelompok yang homogeny atau
memiliki masalah serupa. Kemudian dalam teknik asertif training ini anggota kelompok
saling mengutarakan masalahnya kemudian disepakati membahas masalah yang mana,
lalu pembahasan masalah dan penerapam teknik dimana didalamnya terdapat beberapa
tahapan yaitu penyampaian rasional, identifikasi maslaah, membedakan perilaku pasif
dan asertif, bermain peran, mengulang latihan, aksi nyata dan tindak lanjut serta
terminasi atau penutupan latihan aserif.

C. Masalah yang dihadapi

Masalah yang dihadapi pada saat pelaksaan best practice ini adalah kendala waktu
yang sesuai, dimana pelaksaannya berbarengan dengan persiapan penilaian akhir
semester dan pelaksaan penilaian akhir semester itu sendiri. Sehingga banyak bapak ibu
guru yang kejar materi dan latihan-latihan soal untuk persiapan PAS tersebut.

1. Waktu pelaksanaan konseling kelompok yang


bersamaan dengan persiapan PAS 1 dan
pelaksanaan PAS 1.
2. Anggota kelompok yang kurang aktif
3. Anggota kelompok yang masih malu-malu
dalam menerapkan teknik asertif terutama saat
bermain peran.
Masalah Yang Dihadapi 4. Kurang keterampilan dasar konseling karna
sering terlewat tidak memberikan penguatan dan
melakukan paraphrase

18
D. Solusi Dari Masalah Yang Dihadapi

Solusi dari maslah-masalah yang terjadi pada saat pelaksanaan best practice ini
adalah :

Guru BK harus berusaha keras untuk membangun dinamika


kelompok agar anggota kelompok dapat berpartisipasi aktif dan
Solusi
tidak malu-malu dalam mengemukakan pendapat serta dalam
menerapkan teknik asertif khususnya saat bermain peran.

19
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Layanan konseling kelompok tknik asertif training dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku asertif. Hal ini terlihat dari hasil angket yang telah
dibagikan.

2. Layanan konseling kelompok dengan teknik assertive training efektif untuk


meningkatkan perilaku asertif untuk menolak ajakan membolos. Hal ini terlihat
dari angket yang telah dibagikan.

B. Saran
Sebaiknya guru sering melakukan pengembangan diri dengan mengikuti
pelatihan, diklat tentang inovasi pembelajaran sehingga apabila ada eperubahan dalam
metode pengajaran maka guru tidak kebingungan dan dapat memilih inovasi
pembelajaran yang tepat bagi peserta didik agar pembelajaran tetap bisa berjalan
dengan baik serta materi tetap bisa disampaikan kepada peserta didik dengan cara
yang menarik dan tidak membosankan.

20
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang
Kehidupan. Alih bahasa: Istiwidayati & Soedjarwo. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga

Kartono, K. (2005). Patologi Sosial 2 Kenakalan Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Prayitno & Erman Amti. 2015. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta : Rineka
Cipta

Prayitno. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling . Jakarta: Rineka. Cipta

Nurihsan A. Juntika. 2007. Stategi Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT. Refika
Aditama

Ratna, Lilis. 2013. Teknik – Teknik Konseling. DIY : Deepublish

Wibowo, Mungin. 2019. Konseling kelompok perkembangan. Semarang:UNNES PRESS

Winkel, W.S dan M.M. Sri Hastuti. 2010. Bimbingan dan konseling di Institusi Pendidikan.
Yogyakarta: Media Abadi

Pravitasari, T. (2013). Pengaruh Persepsi Pola Asuh Permisif Orang Tua Terhadap Perilaku
Membolos. Educational Psychology Journal, Vol. 1 Nomer 1 hal 1-8

Izazakia, & Sari, K. (2017). Hubungan Social Bond dengan Perilaku Membolos Pada Siswa
Menengah Atas Negeri (SMAN) di Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP
Unsyiah, Vol. 2 Nomer 2 hal 1038-1056.

Defriyanto, & Rahayu, D. J. (2015). Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling dalam
Mengatasi Perilaku Membolos Peserta Didik di Sekolah Menengah Atas (SMA) YP
UNILA Bandar Lampung. Konseli: Jurnal Bimbingan dan Konseling , Vol. 2 Nomer 2
hal 38-45.

21

Anda mungkin juga menyukai