Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PRAKTIKUM

MK. PSIKOLOGI KONSELING

“HABISNYA UPAYA PEMBERANTASAN BULLYING DI KELAS”

Nama : Adinda Shamira Pane

NIM : 151301011

Kelompok : 10 A

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat, petunjuk, dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan laporan praktikum
Psikologi Konseling dengan judul “Habisnya Upaya Pemberantasan Bullying Di
Kelas“ ini dengan sebaik mungkin. Tidak lupa, saya mengucapkan terimakasih yang
sebesar-besarnya kepada seluruh dosen pengampu MK. Psikolohi Konseling yang
telah memberikan kesempatan belajar yang sangat berharga ini, semoga ilmu yang
telah disampaikan kepada saya bisa saya manfaatkan di masa depan. Segenap upaya
telah saya lakukan dalam penyusunan laporan ini, dan segalanya masih jauh dari kata
sempurna, karena itulah saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca. Atas perhatian, bimbingan, dan doanya, saya ucapkan terimakasih.

Medan, Juni 2018

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................................iii

BAB I......................................................................................................................................1

Latar Belakang.....................................................................................................................1

Tujuan Konseling.................................................................................................................3

BAB II.....................................................................................................................................4

Pelaksanaan Konseling.........................................................................................................4

Pendekatan Konseling yang digunakan................................................................................4

BAB III...................................................................................................................................6

Identitas Konseli..................................................................................................................6

Gambaran Setiap Tahap Konseling dan Deskripsi Data Hasil..............................................6

Information Gathering............................................................................................6

Evaluation...............................................................................................................7

Feedback..................................................................................................................8

BAB IV..................................................................................................................................10

Pembahasan Hasil..............................................................................................................10

Strategi Analisa..................................................................................................................13

BAB V...................................................................................................................................15

Kesimpulan........................................................................................................................15

Saran..................................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................16

LAMPIRAN.........................................................................................................................17

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Middle childhood atau masa kanak-kanak tengah berkisar antara usia 6 sampai
dengan 12 tahun. Menurut teori perkembangan kognitif dari Piaget, anak-anak pada
usia ini mulai memasuki tahap operasional konkret, yang artinya anak sudah bisa
menalar secara logika dengan syarat penalaran tersebut bisa diterapkan kepada contoh
yang nyata atau konkret (Santrock, 2015). Proses informasi pada tahap ini juga
meliputi bagaimana mereka menyusun, merepresentasi, dan menginterpretasi
informasi sehingga kemampuan mengingat, menalar, dan memecahkan masalah pun
meningkat, begitupun kemampuan mereka dalam ingatan autobiografi pada situasi
tertentu (Santrock, 2015).

Menurut teori perkembangan psikososial dari Erikson, anak pada masa ini
memasuki tahap keempat, yakni industry vs inferiority. Industri meliputi bagaimana
anak-anak tertarik dengan bagaimana sesuatu dibentuk atau dibangun, apakah itu
pesawat, bangunan, dan memecahkan masalah, dan inferioritas mereka berkembang
apabila ketertarikan mereka adalah sebaliknya (Santrock, 2015). Perkembangan
emosional mereka pun berkembang, diantaranya meningkatnya pemahaman
emosional, meningkatnya pemahaman emosi yang lebih dari satu dalam waktu
tertentu, meningkatnya tendensi untuk sadar tentang kejadian yang akan
menimbulkan reaksi emosional, kemampuan untuk menekan emosi negatif, memiliki
self-initiated untuk membuat strategi, dan kapasitas dalam empati (Santrock, 2015).

Middle childhood disebut juga dengan anak-anak usia sekolah atau school age
(Santrock, 2015). Pada usia ini, anak-anak mulai memasuki usia sekolah. Sekolah
adalah suatu bangunan atau lembaga untuk menerima dan memberikan ilmu atau
pelajaran (Daryanto dalam Bayu, 2011) dan suatu interaksi sosial keseluruhan
organisasi yang terdiri atas interaksi pribadi dengan hubungan organic (Wayne dalam

1
Bayu, 2011). Jadi, sekolah adalah suatu tempat untuk menerima dan memberikan
ilmu dan meliputi interaksi-interaksi antar orang di dalamnya. Tujuan dari sekolah
adalah mencerdaskan, kepribadian, ketrampilan, dan sikap peserta didik baik
intelektual maupun sosial (Mirfani, 1998).

Sekolah melibatkan interaksi anak dengan orang-orang yang ada di dalamnya,


tak terkecuali teman. Pertemanan merupakan aspek penting dalam perkembangan
anak karena beberapa fungsinya, yakni sebagai orang yang bersama-sama melakukan
aktivitas atau menghabiskan waktu, menjadi sumber berbagi informasi, dukungan
fisik dan ego, sebagai perbandingan sosial, dan kedekatan serta keintiman (Gottman
dan Parker, 1998 dalam Santrock, 2015). Namun, interaksi-interaksi ini juga
memungkinkan untuk terjadinya bullying. Bullying adalah perilaku verbal maupun
fisik yang dimaksudkan untuk menganggu orang lain yang lemah, dan pelakunya
biasanya yang memiliki power lebih tinggi atau status yang lebih tinggi (Santrock,
2015). Anak-anak yang mengalami bullying kesulitan untuk memiliki teman, prestasi
akademik yang rendah, serta mudah terjerat dengan perilaku-perilaku bebas
(Santrock, 2015).

Menurut beberapa penelitian dari para ahli, anak-anak yang cenderung


menjadi korban bullying adalah anak-anak yang pencemas, menarik diri dari sosial
dan pendiam, anak yang agresif, serta anak-anak yang overwight atau obsesitas
(Santrock, 2015). Peer group atau teman sebaya juga memainkan peran penting
dalam terjadinya bullying. Penelitian dari Salmivalli dan Peets pada tahun 2009
menghasilakan bukti bahwa 70 sampai dengan 80% korban berada dalam satu kelas
di sekolah mereka, dan teman-teman lainnya menjadi saksi (Santrock, 2015). Salah
satu upaya untuk menurunkan kemungkinan bullying adalah adanya atau memiliki
teman-teman yang suportif (Kendrick, Jutengren, dan Stattin, 2012 dalam Santrock,
2015).

Lee (2010, dalam Zakiyah, 2017) mengungkapkan beberapa upaya untuk


menegur pelaku bullying, diantaranya adalah mencari tahu alasan mereka

2
melakukannya, memastikan bahwa perilaku yang mereka lakukan adalah perilaku
yang tidak disukai, menemukan cara untuk mengubah perilaku mereka, menyuruh
mereka meminta maaf pada korban, dan memberikan mereka pujian bila mereka
berperilaku baik.

1. 2 Tujuan Konseling

Konseli pada konseling klinis anak ini merupakan salah satu dari saksi
bullying di kelasnya. Konseli berupaya untuk memberantas kasus bullying di
kelasnya dengan berbagai cara yang telah ia coba, namun tidak berhasil. Berdasarkan
fenomena dan permasalahan diatas, tujuan dari konseling klinis anak ini ialah untuk
membantu anak keluar dari masalah tersebut dan akhirnya mendapatkan insight
tentang upaya atau perilaku apalagi yang bisa dia upayakan dalam rangka melawan
kasus bullying di kelasnya dan berhasil melindungi teman-temannya yang menjadi
korban dari bullying tersebut.

3
BAB II
BAHAN DAN METODE

2.1 Pelaksanaan Konseling

Hari : Senin

Waktu : 4 Juni 2018 pukul 10.00 WIB

Tempat: Ruang Serbaguna, Gedung C, Fakultas Psikologi USU

2.2 Pendekatan Konseling yang digunakan

 Pendekatan Konseling Behaviouristik

Teori-teori behaviourisme amat popular dan memberi banyak inspirasi sebagai


usaha dan upaya untuk merubah perilaku, tak terkecuali dalam proses konseling.
Fokus perhatian dalam konseling behaviouristik adalah merubah perilaku. Tujuan dari
konseling behaviouristik adalah mengubah atau menghapus perilaku dengan cara
mempelajari perilaku baru yang diharapkan lebih baik, dan dalam konseling
behaviouristik, konselor lebih aktif dalam usaha mengubah perilaku konseli. Peran
konselor dalam proses konseling behaviouristik adalah sebagai guru atau teknisi
sebagai orang yang mengkoordinasikan upaya atau program yang didesain untuk
merubah perilaku, artinya peran konselor dominan pada konseling behaviouristik ini.
Konselor bisa juga member instruksi atau memsupervisi orang-orang di sekitar
lingkugan klien yang membantu dalam proses perubahan tersebut. Beberapa tinjauan
perkembangan teoritis dalam pendekatan konseling behaviouristik ini adalah
classical conditioning oleh Pavlov dan Watson, operant conditioning oleh Skinner,
dan social learning oleh Bandura.

Konsep-konsep dari perilaku yang dapat digunakan dalam situasi konseling


behaviouristik adalah adanya kompetensi dasar yang sama antar konselor dan
psikolog untuk menyelesaikan dan menerapkan analisis perilaku. Klien dan praktisi
mental bersama-sama mengembangkan intervensi khusus untuk merubah hidup dan

4
kondisi kehidupan klien menjadi lebih baik (applied behavioural analysis).
Keberhasilannya ditumpukan pada empat (4) landasan, yakni hubungan antara
konselor dan klien, definisi masalah operasional perilaku klien yang spesifik,
pemahaman konteks masalah penuh melalui analisis fungsional, dan pembentukan
tujuan sosial penting untuk klien. Hubungan konselor dan klien sudah disebutkan di
atas, yakni konselor berperan sebagai guru yang lebih aktif untuk merubah perilaku
dari klien. Definisi masalah operasional perilaku klien yang spesifik meliputi
bagaimana konselor membantu klien untuk berfokus pada hal-hal konkret dan
spesifik dari perilakunya, dan membantu mereka menemukan yang sebenarnya terjadi
atau apa sebenarnya masalah klien. Pemahaman konteks masalah penuh melalui
analisis fungsional meliputi analisis tentang kejadian sebelumnya, hasil dari kejadian
tersebut, dan konsekuensi dari perilaku tersebut. Pembentukan tujuan sosial penting
untuk klien meliputi meningkatkan rasa psychological well-being dari klien dengan
perilaku baru yang lebih efektif untuk mereka.

5
BAB III
HASIL

3.1 Identitas Konseli

Nama : Naurah Kirana Nasution

Umur : 9 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan :Pelajar, Kelas 3 Sekolah Dasar

Permasalahan : Melawan bullying di sekolah

3.2 Gambaran Setiap Tahap Konseling dan Deskripsi Data Hasil

1) INFORMATION GATHERING
Tahap paling awal dalam konseling ini adalah tahap pengumpulan informasi. Pada
tahap ini, konselor mengambil dan menggali informasi sebanyak-banyaknya dari
konseli dalam upaya mengetahui masalah sebenarnya yang dialami oleh konseli.
Dalam proses konseling, tahap ini bisa dilakukan dengan cara bertanya dan
memancing konseli untuk menceritakan masalahnya sedetail mungkin. Pada
praktikum konseling tahap ini, awalnya konseli tidak mau menceritakan masalah
yang sedang dia alami. Hal ini disebabkan karena anak yang menjadi konseli masih
ragu dan malu untuk meceritakannya. Akhirnya, konselor pun memancung dengan
pertanyaan “Sekolahnya gimana?” “Temen-temennya gimana?” “Ceritain aja, nggak
diceritain ke siapa-siapa kok.” Akhirnya konseli pun memastikan dengan pertanyaan
“Bener ya?? (Tidak akan diceritakan kepada siapapun)” dan akhirnya mulai
menceritakan masalahnya dengan terbuka. Setiap konseli menceritakan penggalan
dari masalahnya, konselor memancingnya untuk bercerita lagi dengan menanyakan
pertanyaan-pertanyaan tambahan untuk menggali informasi lebih dalam. Konseli
bercerita bahwa teman-teman sekelasnya melakukan bullying terhadap teman

6
sekelasnya yang lain, dan beberapa diantaranya adalah teman dekat dari si konseli.
Konseli sudah melakukan beberapa cara untuk menegur mereka, tapi mereka tidak
perduli dan tetap melakukannya di lain waktu, meski mereka akan langsung berhenti
ketika si konseli menegur mereka saat itu juga.
Pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada konseli pada tahap ini termasuk
dalam salah satu dimensi dari tahap pengumpulan informasi ini, yakni question
(pertanyaan).

2) EVALUATION
Evaluasi adalah tahapan ketika konselor mengevaluasi informasi yang didapat
dari tahap pertama dan menemukan masalah yang sebenarnya dialami oleh konseli.
Tahap ini meliputi beberapa dimensi yakni sebagai berikut:
1. Symptoms
Gejala yang dimunculkan oleh konseli adalah dia terus-terusan mengulangi cara
yang selama ini dia lakukan, walaupun tidak efektif.
2. Cause of symptoms
Penyebab dari gejala yang dimunculkan oleh konseli adalah bahwa konseli tidak
mengembangkan atau mencari cara baru untuk mengatasi masalah bullying
tersebut sehingga bingung akan melakukan cara apalagi dan mengulang-ulang
cara yang lama.
3. Relief of symptoms
Kebingungan yang dialami oleh konseli hendaknya dirubah dengan cara mencari
cara dan perilaku baru untuk menyelesaikan masalah yang dia alami dan juga
hasil yang mungkin ditimbulkan dari cara-cara baru tersebut.
4. Readiness for counseling
Konseli dalam konseling ini tidak terlalu siap untuk mengikuti konseling karena
belum siap untuk menceritakan masalahnya sebebas mungkin.
5. Person/counselor fit
Konselor menemukan kesulitan karena konseli yang menghadapi masalah
tersebut seakan-akan masalahnya tersebut bisa selesai begitu saja. Konselor juga
pada awalnya kesulitan untuk mendengarkan masalah dari konseli karena
penyampaian yang kurang jelas. Konseli juga mengeluh, namun tidak terlihat
seperti keluhan yang bermakna.

3) FEEDBACK

7
Feedback meliputi penyediaan informasi yang dibutuhkan untuk pembuatan
keputusan sebagai hasil dari konseling. Pada tahap ini, konselor melakukan banyak
melakukan refleksi mengenai masalah konseli dan apa saja upaya yang telah
dilakukan oleh konseli. Pada tahap ini juga, konselor bertanya pada konseli cara apa
yang kira-kira bisa dilakukan selanjutnya, namun cara tersebut tidak jauh berbeda
dari cara yang lama. Kemudian, konselor pun menyarankan cara baru untuk
mengatasi masalah konseli. Konseli pun setuju untuk mencoba cara tersebut. Terdapat
empat prinsip dasar yang dapat membantu konselor dalam memberikan feedback
yang bermakna dan membantu, yakni sebagai berikut:
1. Characteristics of the information
Informasi yang diberikan oleh konseli cukup sulit untuk dipahami karena
penyampaiannya yang kurang jelas, namuan karena konselor melakukan
penggalian mendalam, akhirnya informasi yang diterima pun detail dan jelas
terkumpulkan.

2. Strength and weakness


Pada dimensi ini, konselor mengutarakan dan mengajak konseli memikirkan
kekuatan dan kelemahan dari keputusan yang diambil konseli. Saran dari
konselor diterima oleh konseli, dan konseli mengatakan akan mencobanya
dulu dan melihat hasilnya, jika hasilnya tidak diinginkan, konseli mengataka
bahwa dia akan kembali melakukan cara yang lama.
3. Inviting questions
Adalah dimensi dimana konseli bisa menanyakan pertanyaan-pertanyaan pada
konselor. Pada dimensi ini, konseli cenderung pasif dan tidak menyanyakan
apapun pada konselor.
4. Recommendations
Pada dimensi ini, konselor hanya mengatakan “Kapan-kapan kita cerita lagi
ya…” dan menjadi ambigu apakah ini termasuk dalam rekomendasi apakah
hanya basa-basi dalam penutupan konseling.

Dalam konseling ini, tahap yang dilakukan hanyalah 3 tahap pertama


(information gathering, evaluation, dan feedback) yang berfokus tentang sharing atau
saling berbagi informasi-informasi penting mengingat konseling ini hanya

8
berlangsung 20 menit dan untuk kepentingan praktikum. Sementara itu, 3 tahap
terakhir tidak muncul (counseling agreement, changing behavior, dan termination)
karena sudah berfokus pada konseling lanjutan dan menolong orang yang
bersangkutan untuk mengubah perilaku untuk hidup yang lebih baik.

BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Pembahasan Hasil


Berdasarkan tahap-tahap konseling yang terdapat dalam Cavanagh (1982),
berikut yang dilakukan oleh konselor (peran konselor) dalam setiap tahapan
konseling:

9
NO. TAHAPAN PERAN KONSELOR
KONSELING
1 Information Gathering Peran konselor pada tahap ini adalah mengajukan
pertanyaan-pertanyaan dalam rangka mengumpulkan
informasi. Mengajukan pertanyaan (question) adalah
salah satu dimensi dari tahapan pertama ini. Sebelum
melakukan pengumpulan informasi, konselor terlebih
dahulu membangun rapport dengan konseli. Salah satu
tujuan dari melakukan rapport adalah agar konseli lebih
terbuka dan percaya untuk menceritakan masalah yang
sedang dia alami, sehingga informasi yang dikumpulkan
pun semakin banyak. Peran konselor disini adalah untuk
memancing konselinya bercerita sehingga informasi bisa
didapatkan, seperti menanyakan pertanyaan spesifik
seperti “Hari ini mau cerita apa?” “Temen-temennya di
sekolah gimana?” sebagai upaya, mengingat si anak
menolak untuk bercerita pada awalnya. Selanjutnya,
peran konselor pada tahap ini adalah mendengarkan
informasi dan cerita yang keluar dari konseli dan mulai
memberikan evaluasi-evaluasi.

10
Analisa teoritis: Pada tahap ini, ditemukan beberapa
informasi dan masalah konseli yakni sebagai berikut:
1. Konseli berada pada usia 9 tahun, yakni usia
kanak-kanak pertengahan (Santrock, 2015) dan
sedang bersekolah di kelas 3 SD.
2. Konseli menceritakan teman sekelasnya yang
melakukan bullying dan menjadi korban
bullying. Konseli menggunakan kemampuan
ingatan autobiografinya sebagai anak pada usia
kanak tengah untuk menceritakan kejadian pada
situasi tertentu dengan detail (Santrock, 2015)
3. Konseli pun berusaha menemukan cara-cara
untuk melawan kasus tersebut, dengan
kemampuan problem solving yang berkembang
pada usianya (Santrock, 2015)
4. Upaya-upaya yang dia lakukan adalah tidak lain
karena dia kasihan melihat temannya yang
menjadi korban, namun tidak bisa berbuat apa-
apa karena lemah. Hal ini sesuai dengan rasa
empati yang berkembang pada usianya
(Santrock, 2015)
5. Sesuai dengan hasil penelitian beberapa ahli
bahwa bullying terjadi sebagian besar dalam
peer group atau teman-teman sebaya, atau bisa
juga teman sekelas (Santrock, 2015)

11
2 Evaluation Pada tahap ini, konselor mulai menemukan masalah dari
konseli berdasarkan hal-hal yang telah konseli alami,
berkenaan juga dengan informasi yang telah didapat dari
tahap pertama. Pada tahap ini juga, konselor menggali
apa saja yang telah dilakukan oleh konseli mengenai
upayanya, sehingga konselor pun mulai mendapatkan
masalah si anak, dari gejala yang ia alami, yakni
kehabisan cara untuk mengatasi kasus bullying di
kelasnya. Pada konseling ini, masalah utama yang
dialami oleh konseli adalah kehabisan cara untuk
memberantas bullying di kelasnya, karena banyak dari
informasi terkumpul yang menyatakan bahwa si anak
mengeluhkan hal seperti “Sudah berkali-kali dibilang,
tapi masih juga.”.
Analisa teoritis:
1. Gejala (symptomps) yang dialami oleh konseli
termasuk kepada gejala yang tidak terdapat
dalam DSM, yakni marah dan bingung. Gejala-
gejala bisa menjadi distress apabila tidak
ditemukan cara untuk memfasilitasinya, karena
itulah dibutuhkan konseling (Cavanagh, 1982)
2. Basic needs dari konseli untuk menyampaikan
masalahnya adalah karena masalahnya
berhubungan dengan orang yang dekat dan
penting bagi dia (korban bullying adalah teman
dari konseli itu sendiri), dan needs tersebut
terdapat pada satu dari 4 basic needs untuk
konseling (Cavanagh, 1982).

12
3 Feedback Pada tahap ini, konselor melakukan banyak melakukan
refleksi mengenai masalah konseli dan apa saja upaya
yang telah dilakukan oleh konseli. Pada tahap ini juga,
konselor bertanya pada konseli cara apa yang kira-kira
bisa dilakukan selanjutnya, namun cara tersebut tidak
jauh berbeda dari cara yang lama. Kemudian, konselor
pun menyarankan cara baru untuk mengatasi masalah
konseli. Konseli pun setuju untuk mencoba cara
tersebut. Setelah itu, konselor pun bergerak menuju
penutupan konseling.
Analisa teoritis:
1. Saran yang didiskusikan oleh konselor dan
konseli untuk dicoba adalah menegur dan
mengingatkan pelaku bullying dengan cara yang
baik dan lembut, sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Lee (2010, dalam Zakiyah,
2017). Cara yang dilakukan oleh konseli selama
ini adalah memarahi mereka dengan kasar,
mengancam akan memukul mereka, melaporkan
mereka kepada guru (namun tidak ditanggapi
lebih lanjut), dan konseli terus mengulang cara
tersebut walaupun tidak efektif.
2. Pada tahap ini, konseli diajak untuk
mendiskusikan kelemahan dan kelebihan yang
mungkin muncul dari keputusan yang dia buat
(Cavanagh, 1982). Dalam diskusi ini, konseli
mengatakan bahwa dia akan melihat hasil dari
cara baru tersebut terlebih dahulu dan setuju
untuk mencobanya.

13
4.2 Strategi Analisa

Strategi konseling behavioural yang digunakan adalah applied behavioural


analysis, yang meliputi 4 landasan yakni sebagai berikut (Ivey dan Ivey, 2009):

1. Client-counselor relationship, yakni hubungan konselor dan konseli sebagai


guru dan murid. Konselor mengajarkan konseli dan memberikannya saran
tentang membangun dan industri cara-cara apa yang bisa dia coba dikemudian
hari, dan saran yang diberikan adalah perilaku yang lebih diharapkan (sesuai
dengan pendapat dari Lee (2010, dalam Zakiyah, 2017).

2. Operationalization of behavior. Sebelumnya, konseli bingung dan bahkan


tidak mau menceritakan tentang masalah yang dia alami. Konselor pun
membantunya untuk bercerita dengan membantu klien untuk fokus kepada hal
yang konkret dan spesifik, yakni menanyakan “Bagaimana sekolahnya?
Teman-temennya?” sehingga konseli pun lebih mudah untuk menyampaikan
masalah yang dia alami.

3. Functional analysis. Konselor menggali bagaimana tindakan bullying yang


dilakukan oleh pelaku, siapa yang menjadi target, pada waktu yang seperti
apa, dan apakah mereka melakukannya individual atau berkelompok.
Kejadian sebelum konseli melakukan upaya pencegahannya adalah adanya
perilaku bullying terhada teman sekelasnya, dan pelaku tersebut berhenti
melakukannya, namun konsekuensi lanjutannya tidak ada sehingga mereka
kembali melakukannya di lain hari.

4. Establishing behavior change goals. Konselor menyarankan perilaku baru dan


mengajak konseli untuk mencoba perilaku baru tersebut. Perubahan perilaku
yang hendak dicapai adalah pemberantasan bullying dengan cara kasar dan
mengancam menjadi lebih lembut dan bersifat menasihati.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Konseling klinis anak ini dilakukan dengan pendekatan behaviouristik, yang


bertujuan merubah atau menghilangkan perilaku anak dengan perilaku yang lebih
diharapkan melalui proses belajar. Disini, konselor lebih aktif untuk merubah perilaku
anak. Kasus yang dialami sang anak adalah kehilangan ide untuk memperingatkan
pelaku bullying dikelasnya, dan konselor membantunya memikirkan perilaku baru
yang harus dia lakukan untuk mengatasi kasus bullying tersebut. Tahap-tahap
konseling yang muncul disini adalah information gathering, evaluation, dan feedback
dan konselor menjalankan perannya di masing-masing tahap. Mengingat ini adalah
konseling behaviouristik, konselor memberikan saran-saran mengenai perilaku baru
yang harus dilakukan oleh konseli untuk mengatasi masalahnya, dan konseli setuju
untuk mencoba perilaku baru tersebut dan melihat hasil yang akan didapat dari
perilaku baru tersebut.

5.2 SARAN

Untuk praktikum konseling klinis anak, sebaiknya pastikan si anak memang


sedang bermasalah atau memiliki masalah, karena pada konseling ini, sebelumnya si
anak bercerita bahwa dia memiliki masalah yang sangat berat berkenaan dengan
bullying di kelasnya. Setelah konseling berlangsung, kenyataan kasusnya berbeda
dengan yang dia ceritakan sebelumnya sehingga konselor pun bisa terpaksa
mengganti pendekatan on the spot. Selain itu, sebaiknya dilakukan pembangunan

15
rapport yang lebih baik agar anak lebih kooperatif, percaya, dan lebih terbuka
menceritakan masalahnya.

DAFTAR PUSTAKA

Bayu, H. (2011). Upaya sekolah dalam meningkatkan status akreditasi sekolah di smp
negeri 2 kecamatan terbanggi besar kabupaten lampung tengah tahun 2011.
Jurnal Digital Reporsitory UNILA. Diakses dari www.digilib.unila.ac.id
pada tanggal 23 Juni 2018.
Cavanagh, Michael E. (1982). The Counseling Experience: A Theoritical and
Practical Approach. California: Wardsworth, Icn.
Ivey, Allen E., Ivey, Mary Bradford. (2009). Theories of Counseling and
Psychotherapyh 6th Edition. Boston: Pearson International.
Mirfani, Aceng Muhtaram. (1998). Satuan pendidikan sekolah dalam konstelasi
pembangungan nasional (kajian visi, misi, nilai, dan tujuan). Jurnal UPI.
Diakses dari www.file.upi.edu pada tanggal 23 Juni 2018.
Santrock, J.W. (2015). Life-Span Development 15th Edition. USA: McGraw Hill.
Zakiyah, Ela (2017). Faktor yang mempengaruhi remaja dalam melakukan bullying.
Universitas Padjajaran. Diakses dari www.unpad.ac.id pada tanggal 23 Juni
2018.

16
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1

Verbatim

Konselor : Adinda Shamira Pane (15-011)

Konseli: Naurah Kirana Nasution

Observer : Jeffry (15-019)

Kasus : Melawan bullying di sekolah

Verbatim Konseling

Konselor : Halo Naurah..

Konseli : Hallo, Kak..

Konselor : Ee… Naurah jam berapa tadi bangun? Hari ini puasa nggak?

Konseli : Puasa..

Konselor : Jam berapa tadi bangun?

Konseli : Ee… Jam… Jam… Jam 4..

Konselor : Jam 4? Sahur ya?

Konseli : Hmm..Hm.

Konselor : Sahur apa tadi pagi?

17
Konseli : Makan nasi.. pakai ayam..

Konselor : Ayam? Is enak ya… Eee.. Naurah sekarang kelas berapa?

Konseli : Kelas 3 naik kelas 4…

Konselor : Udah bagi raport berarti?

Konseli : Udah…

Konselor : Ranking berapa kemaren?

Konseli : Rank… king… Lupa…

Konselor : Lupa? Ehehehehe… Ya udah, Naurah suka menggambar ya?

Konseli : Iya..

Konselor : (menunjuk gambar yang sedang digambar oleh konseli) Itu gambar
apa?

Konseli : Kucing..

Konselor : Kucing… Gimana Naurah sekolahnya? Lancar?

Konseli : Lancar…

Konselor : Hmm… Naurah mau ceritain apa nih, pagi ini?

Konseli : Eee… Nggak tau…

Konselor : Ceritain aja… Nggak apa-apa.

Konseli : Nggak tau…

Konselor : Temen-temennya?

Konseli : Eeee… Ada sih….

Konselor : Kenapa temennya?

18
Konseli : Eee… Nakal gitu deh.. (ragu)

Konselor : Nggak apa-apa, ceritain aja temennya. Nggak dibilang siapa-siapa


kok.

Konseli : Betul ya…?

Konselor : Iyaa.. Mau bilang sama siapa coba? Nggak apa-apa, cerita aja…

Konseli : Jadi tu.. temennya sering marah…Banyak… yang.. suka, nyuruh-


nyuruh…

Konselor : Hmmm…

Konseli : Banyak yang suka mukul-mukulin…

Konselor : Hmmm…

Konseli : Yang main-main… kasar-kasar, lah..

Konselor : Hmmm… Cowok? Atau cewek?

Konseli : Dua-duanya…

Konselor : Dua-duanya? Suka main kayak gitu?

Konseli : Gak mau kalah…

Konselor : Naurah sering di.. Pernah jadi korban? Pernah dipukul?

Konseli : Justru… Orang itu yang takut sama Naurah.. Karena, Naurah
biasanya ngebantu yang ngomong “Woi! Kau sana woi! Kau nggak..
Sempat yang kedua kali ‘nak tepok kau!” Langsung lari.

Konselor : Ohh.. jadi mereka takut sama Naurah?

Konseli : Hmm..mm

19
Konselor : Jadi kalau ada temen-temen Naurah yang dipukulin gitu gimana?
Bikin.. Bikin… Naurah yang marahin?

Konseli : Mmmm. Dikasih tau kayak “Bu!”.. “Kenapa dipukulin Naurah?”


“Dia udah salah Bu sama temen saya yang ini!” Udalah langsung…

Konselor : Hmm.. Ya ya ya… Terus biasanya kalau di sekolah, temen-temennya


punya kelompok gitu gak? Mereka, kasar-kasarnya..?

Konseli : Mmmm… Nggak.

Konselor : Nggak? Sendiri-sendiri?

Konseli : Iya..

Konsleor : Jadi Naurah sering bilang apa sama Bu Guru?

Konseli : Eee… Nggak ada. Diam aja. Kadang kalau jam istirahat lah, kalau
ada yang nakal-nakal kejer tuh…Gak dikasih ampun, dikejer ampe
mana aja. Lantai 4 pun dikejer.

Konselor : Terus, selain temen-temen ada yang mau diceritain lagi?

Konseli : Emmm.. Ada sih kayaknya.

Konselor : Ha… Cerita apa?

Konseli : Pelajaran.

Konselor : Hm.. kenapa pelajarannya?

Konseli : Haa..?

Konselor : Kenapa pelajarannya?

Konseli : Ya kadang sih ada yang susah, gitu…

Konselor : Jadi? Kalau pelajaran susah, gimana Naurah menghadapinya?

20
Konseli : Kadang tu.. Biasanya.. Nahlah, pas ujian, ya kan…Ujian semester,
naik-naikan, pas kelas 2… Bahasa Arab, pening semuanya…Kan nama Ibunya Ibu
Ijah… Wali Kelas kelas 1 kelas 2 kelas 3 sama Ibu Ema… jadi pas itu “Napa? Susah
ya?” “Iyaa Bu…” “Yaudah, buka buku, tapi simpen laci, kalau ada guru dating
langsung sembunyiin dalam tas atau sembunyiin dalam laci, jangan dibuka, ya..” “Iya
Bu….” Yaudahlah, langsunglah dibuka bukunya…

Konselor : Oh… jadi gurunya yang suruh buka buku?

Konseli : Iya…

Konselor : Tapi jangan sampai ketahuan guru lain? Gitu?

Konseli : Iya… Hm-mm…

Konselor : Pelajaran apa itu? Selain Bahasa Arab?

Konseli : Eee… Nggak ada, cuma itu aja yang dikasigh karena yang lainnya
kalau dijelasinnya gampang, nggak terlalu susah gitu…

Konselor : Hmm… jadi pelajaran Bahasa Arab yang susah ujiannya ya?

Konseli : Iya..

Konselor : Jadi gimana Naurah Bahasa Arabnya? Nilai yang kemaren bagus
gak?

Konseli : Mmm.. Lumayan lah.. meskipun ada 5, atau 2 yang salah…

Konselor : Hm… Terus ada lagi masalah-masalah di sekolah?

Konseli : Nggak ada sih…

Konselor : Kalau pelajaran lain? Misalnya kayak PPKn gitu…

Konseli : PPKn… Sulitnya itu ngafal… tari daerah, lagu daerah… yang kayak
gitu-kayak gitulah…

21
Konselor : Hmm…

Konseli : Abis itu yang lainnya rasanya nggak ada… Bahasa Inggris sedikit,
karena kan Naurah masih belum dikasih hape gadget kan nggak punya kamus.. jadi
kalau untuk belajar kata Ibu tengok kamus, “nggak punya Bu”, “tengok hape”,
“Nggak dikasih Bu..” Ya udah, terpaksa harus nyari sendiri, kalau nggak ada
jawabannya ya udah…itulah yang terjadi…

Konselor : Tapi.. Naurah berarti Bahasa Inggris cuma masalah di kamus aja?

Konseli : Iya…

Konselor : Lainnya suka?

Konseli : Suka…

Konselor : Oke… Itu, kalau misalnya ada masalah sama temen-temen gitu, tetap
semangat kan mau ke sekolah?

Konseli : Tetep, lah…

Konselor : Karena Naurah yang marahin juga, ya, kan…

Konseli : Iya… hehehe… Kana pa salahnya gitu, kalau bantu temen…

Konselor : Iya, betul…

Konseli : Kasian juga itu loh, yang masih belum pandai ngomong sama
orang…

Konselor : Jadi Naurah sering marahin mereka yang… yang kasar, yang…
gangguin temen Naurah gitu..

Konseli : Iya, lah… sejak kapan nggak marah, palinggak cuma yang kemaren
umroh itu yang nggak.. orang itu bebas, 14 hari… abis itu, hari ke-15
udah selesai…

22
Konselor : Naurah kemaren umroh ya, 14 hari?

Konseli : Iya…

Konselor : Jadi… Izin sama guru lah, ya?

Konseli : Iya… itu nilai naik-naikan semester 2… eh, semester 1.. di Januari
sampai Maret, nah… disitu ditengok, naik-naikannya…

Konselor : Hmmm…Terus ada lagi? Yang mau diceritakan?

Konseli : Kayaknya udah habis deh…

(Berhenti sejenak, melihat kepada gambar konseli)

Konselor : Kucingnya kok warna-warni?

Konseli : Ya… Biar lucu…

Konselor : Enggak jadi kita kasih pita (kucingnya)?

Konseli : Eeem… gak usahlah, warna-warni udah cukup jadi pengganti pita..
soalnya kalau warna warni gitu kayak lucu gitu…

Konselor : Mahkotanya?

Konseli : Nanti…

Konselor : Nanti?

(Diam sejenak)

Konselor : Kalau sama temen-temen Naurah.. ada banyak temennya?

Konseli : Banyak.. 18, tapi ada 1 yang pindah ke Jakarta.. jadi 17…8 kurang 1
kan 7 tinggal timbahin 1-nya di sebelum 7.. jadi 17…

Konselor : Hmmm… Eee… Temen deket?

23
Konseli : Aprilia

Konselor : Temen deket?

Konseli : Ada…

Konselor : Sering diganggu nggak sama anak-anak yang kasar-kasar itu?

Konseli : Dia yang paling diam.. jadi kayak mau.. disuruh sama orang yang apa
itu… orang yang nakal-nakal itu…

Konsleor : Hmm.. Mau disuruh?

Konseli : Mau… Naurah nggak biarin lah… “Woi apa ku nyuruh-nyuruh?!


Beli sendiri! Kan punya kaki! Punya tangan!” Yaudah jalan sendiri
dia..

Konselor : Hmm…

(Diam sejenak)

Konselor : Kalau temen-temen Naurah yang kayak gitu, orangtua Naurah tau
nggak?

Konseli : Tau… justru Mama sama Ayah yang bilang suruh kayak gitu,
daripada dibiarin, kan kasian temen-temen…

Konselor : Ooohh.. Mama sama Ayah yang bilang?

Konseli : Iya, kan kasian juga liat teman-teman dekat dibully kayak gitu…

Konselor : Hmmm… Naurah gimana ceritanya sama Mama Ayah?

Konseli : Begitulah…

Konselor : Gimana..? “Mama… disekolah ada yang…” Gitu?

24
Konseli : Eengg… Enggak. Mama sama Ayah cuma main tebak-tebakan
beruntung…

Konselor : Oooh… mereka yang ngajak ngomong duluan?

Konseli : Hm…

(Diam sejenak)

Konselor : Mereka itu temen-temen sekelas Naurah dari kelas 1?

Konseli : Iya..

Konselor : Udah dari dulu mereka kayak gitu?

Konseli : Iya… Udah dari dulu…

Konselor : Jadi mereka sering kasar dan suka nyuruh ke kantin gitu?

Konseli : Hmm-mmm. Begitulah nasib temen-temen tersayang…

(Diam sejenak)

Konselor : Gim… Eee… Pertama kali Naurah sadar mereka suka kasar… gitu,
itu gimana?

Konseli : Ya… Nengok.. Itu kasar… ooohh… langsung kena marahin, dahh…
Kalau kasar paling pas Naurah pergi ke kantin beli makan gitu,
barulah mereka sapa-sapa… Pas balik, ada yang nangis, dia ngadu ke
Ibu.. “Sini kau. Siapa kau.” Tanya ke teman yang nangis, yaudah,
langsung kena marah..

Konselor : Jadi… mereka udah langsung kasar aja gitu, langsung suruh-suruh?

Konseli : Iya… ya begitulah nasibnya…

Konselor : Kelas 1 tuh? Waktu kelas 1?

25
Konseli : Kelas 2 kelas 3 juga kayak gitu… nggak ada berubah..

Konselor : Waktu kelas 1 mereka gimana?

Konseli : Sama aja… nggak ada beda…

(Diam sejenak)

Konselor : Sekarang masih kayak gitu juga?

Konseli : Masih…

(Diam sejenak)

Konselor : Baru sekarang kalau misalnya Naurah marahin mereka jawab


gimana?

Konseli : Em… nggak ada sih, langsung lari aja

Konselor : Banyak anak cowok itu ya?

Konseli : Hm?

Konselor : Anak-anak cowok yang banyak?

Konseli : Eee… anak-anak cowok cuma 6, perempuannya yang lumayan


banyak…

Konselor : Perempuannya yang malah sering suruh-suruh?

Konseli : Tapi cowok tingkatannya masih lebih tinggi sih…

Konsleor : Cowoknya cuma 6 yah?

Konseli : Perempuannya 12 tapi sekarang udah 5 cowoknya.

Konselor : Hmm…

(Diam sejenak, melihat ke gambar konseli)

26
Konselor : Kakinya kok nggak diwarnai?

Konseli : Bentar lagi, kan nanti sampai ke sini baru…Nanti kalau udah sampai
kesini baru diwarnai disini…

Konselor : Hmmm…

Konseli : Warna apa.. hehe…

(Diam lagi sejenak)

Konselor : Terus kalau misalnya mereka nakal gitu, nggak dipanggil ke kantor
guru gitu? Cuma dimarahin aja?

Konseli : Iya, dimarahin di kelas..

Konselor : Dimarahin di kelas… Itu Naurah juga yang ngelapor?

Konseli : Iya… Banyak juga sih temen-temen yang lainnya, kayak gitu… Pas
istirahat gurunya keluar, pas masuk “Ibuuu!” langsung semuanya
serbu kayak gitu..

Konselor : Ketua kelasnya?

Konseli : Emmm.. laki-laki, dia justru yang paling nakal…

Konselor : Nakal juga?

Konseli : Percuma aja ketua kelas tapi nakal… Ada sih satu laki-laki yang baik,
dia suka marah bercanda.. hehe..

Konselor : Hmmm..

(Diam sejenak, melihat gambar konseli lagi)

Konselor : Lanjutlah, kakinya.

Konseli : Hmmm.. Hmmm.. (Bersenandung)

27
Konselor : Tapi temen-temennya nggak ada yang sampai nangis kan karena
dijahatin?

Konseli : Banyak…

Konselor : Banyak yang sampai nangis juga?

Konseli : Iya, emang dasar temennya…

Konselor : Naurah… gimana cara Naurah selain ngelaporin mereka ke guru


gitu? Apa Naurah pernah ngajak mereka kayak “Yaudah, kita ke kantin sama-sama
aja” Atau gimana..?

Konseli : Hmmm… ya…

Konselor : Belum pernah?

Konseli : Nantilah, mau dicoba…Ada sih satu cara lain jadi “Minta duitnya”
Naurah ambil Naurah kasih ke orangnya “Nah duitmu, beli sendiri”
Jadi Naurah bawa pulang, yang disuruh tadi… Balik ke kelas biar
makan…

Konselor : Itu udah pernah Naurah coba?

Konseli : Hmmm…

Konselor : Mau dia akhirnya?

Konseli : Apa?

Konselor : Akhirnya dia mau beli sendiri? Kalau digituin?

Konseli : Mau…Maulah.

Konselor : Eee.. selain itu Naurah udah pernah nyoba cara apa lagi?

Konseli : Nggak ada, cuma itu… Sedikit keras, biar m=orang itu ngerti, kalau
nggak, kasian temen-temennya…

28
Konselor : Iya..

(Diam sejenak)

Konselor : Berarti sejauh ini Naurah udah coba beberapa cara lah ya, biar
mereka gak nakal lagi?

Konseli : Iya… paling nggak 2 atau 3 cara…

Konselor : Tapi kalaupun misalnya udah dilakukan cara-cara itu, mereka masih
mau bandel juga?

Konseli : Hmm..

Konselor : Selanjutnya setelah ini Naurah mau coba apa?

Konseli : Eemmm… Nggak tau sih…

Konselor : Belum ada kepikiran?

Konseli : Mudah-mudahan… nggak jadi lebih nakal nanti orang itu pas masuk
kelas 4…

Konsleor : Kalau nanti Naurah coba bilang sama mereka gitu… “Kan enak jajan
sama-sama”

Konseli : Eeemmm… Belum…

Konselor : Belum? Mau nggak nyobanya?

Konseli : Ya sekali aja… nengok dulu reaksinya.. kalau masih ada yang mau
gitu… ya pake cara kesatu kedua atau ketiga…

Konselor : Diulang lagi ya… Oke… Jadi sekarang Naurah lagi bingung lah ya
menghadapi teman yang suka kasar gitu…Tapi Naurah sering
membantu teman-teman Naurah yang dikasarin, yang dijahatin ya?

Konseli : Iya…

29
Konselor : Lapor ke guru, atau kadang ngasarin mereka ya biar mereka nggak
berani jahat lagi..

Konseli : Ya… Kayak… ngerti dikit kek, coba kalau mereka yang digituin,
pasti kan sedih juga…

Konselor : Ya… betul… setelah ini Naurah mau coba cara yang…

Konseli : Agak lembut…

Konselor : Agak lebih lembut.. Ya…

(Diam sejenak)

Konselor : Jadi, Naurah kalau misalnya memang… Bener sih yang udah Naurah
lakukan, Naurah membela teman yang dijahatin, gitu… Naurah juga, melindungi
teman-teman yang udah dibikin nangis, ya…

Konseli : Nggak tega gitu kak nengoknya, kayak apa gitu, kan nggak tega
juga…

Konselor : Iya…

(Diam sejenak, melihat ke gambar konseli)

Konselor : Warna-warni kucingnya, ya.

Konselor : Tapi Naurah nggak… Apa yang Naurah rasakan tentang teman-teman
itu?

Konseli : Ngg… Nggak tau. Nggak tau deh.

Konselor : Hm… Naurah habis ini ketemu Mama lagi?

Konseli : Iyalah… Masa nggak sih..

Konselor : Mau kemana abis ini?

30
Konseli : Nggak tau…

Konselor : Tapi tadi kata Mama mau ke Kumon?

Konseli : Hm…

Konselor : Bahasa Inggris? Atau matematika?

Konseli : Eeeemmm… yang mana aja boleh.

Konselor : Dua-duanya berarti?

Konseli : Iya…

Konselor : Yaudah, Naurah… Kita… Kita… Kita akhiri ya sampai disini…

Konseli : Oke…

Konselor : (menunjuk perlengkapan menggambar) Itu nanti bawa pulang aja..

Konseli : (berberes-beres)

Konselor : Nanti kapan-kapan kita ngobrol lagi ya..

Konseli : Oke..

31
LAMPIRAN 2

Hasil Observasi

1. Hasil Observasi pada Konseling Pendidikan

Konselor : Nur Fadilah Farhan (15-005)

Konseli : Jeffry (15-019)

Masalah yang dialami oleh konseli pada konseling ini adalah konseli mengalami
kebingungan tentang jadwalnya yang padat sebagai mahasiswa, sebagai anggota
organisasi, serta perlunya dia bekerja untuk mencari uang sendiri. Konseli tidak bisa
membagi waktunya untuk ketiga hal yang telah disebutkan di atas. Observasi yang
saya lakukan adalah berdasarkan beberapa tahapan konseling di bawah ini:

1) Membangun rapport

Konseli memulai konseling dengan pembangunan rapport yang sangat kaku,


sehingga terbawa ke suasana konseling. Konseling menjadi sangat kaku, tidak
santai, dan terkesan intimidatif. Namun, konseli bisa menerima situasi
tersebut dan dengan lancar menceritakan masalah yang ia alami secara bebas
terlepas dari suasana konseling yang agak ‘mencekam’. Selain itu, di awal
konseling, konselor memperkenalkan dirinya dengan sangat baik.

2) Gathering data

Tahap ini berjalan dengan lancar karena konseli menceritakan masalahnya


dengan sangat terbuka dan sejelas-jelasnya. Konselor pun aktif menanyakan

32
hal-hal dalam rangka mengumpulkan informasi tentang masalah yang dialami
oleh konseli, sehingga konselor memperoleh banyak informasi.

3) Generating alternative solutions

Pada tahap ini, solusi alternatif cenderung lebih banyak diungkapkan oleh
konselor, sehingga tujuan wal konseling untuk mendapat insight menjadi
terbatas. Pada tahap ini, konselor terlalu banyak memberikan saran, bahkan
terkesan menasihati konseli sehingga solusi alternatif tidak dipikirkan oleh
konseli.

4) Generalizing and transferring learning

Pada tahap ini, berhubungan dengan tahap sebelumnya, saran solusi alternatif
banyak diberikan oleh konselor, sehingga konseli memiliki banyak waktu
untuk berpikir tentang saran-saran yang diberikan oleh konselornya, apalagi,
konselor mengatakan hal seperti “Coba kamu begini… coba kamu begitu..”
sehingga konseli pun mengiyakan saran dari konselornya.

5) Penutup

Konselor menutup konseling dengan baik dan berpesan untuk kembali datang
bila dibutuhkan konseling lanjutan.

2. Hasil Observasi pada Konseling Pendidikan

Konselor : Jeffry (15-019)

Konseli : Adinda Shamira (15-011)

Masalah yang dialami oleh konseli pada konseling ini adalah konseli mengalami
kebingungan tentang pacarnya yang menjadi tidak memperdulikannya dan bahkan
menjauhinya, pacarnya telah berjanji akan berubah menjadi lebih baik namun
semakin parah. Konseli pun bingung apakah harus berpisah atau tidak, karena dia

33
sudah tidak tahan lagi namun sebenarnya masih ingin bertahan. Observasi yang saya
lakukan adalah berdasarkan beberapa tahapan konseling di bawah ini:

1) Membangun rapport

Rapport yang dibangun oleh konselor sangat baik, suasananya santai, dan
tidak kaku. Konselor pun tidak lupa menanyakan kabar konseli dan meminta
izin dari konseli untuk melakukan perekaman proses konseling. Pembangunan
rapport yang baik ini mengantarkan kepada suasana konseling yang baik dan
lnacar pula.

2) Gathering data

Tahap ini berjalan dengan lancar karena konseli menceritakan masalahnya


dengan sangat terbuka dan sejelas-jelasnya. Konselor pun aktif menanyakan
hal-hal dalam rangka mengumpulkan informasi tentang masalah yang dialami
oleh konseli, sehingga konselor memperoleh banyak informasi.

3) Generating alternative solutions

Pada tahap ini, solusi alternatif cenderung lebih banyak diungkapkan oleh
konseli, karena konselor terus menanyakan pertanyaan seperti “Selama ini
sudah berbuat cara apa saja?” “Gimana? Cara tersebut berhasil atau tidak?”
“Kira-kira cara lain atau cara yang belum dicoba ada tidak?” sehingga konseli
memikirkan solusi alternatif yang bisa dilakukannya. Selain itu, konselor juga
memnberikan saran-saran yang bisa dilakukan oleh konseli mengenai
masalahnya.

4) Generalizing and transferring learning

Pada tahap ini, konseli merenungkan cara-cara baru tentang solusi aternatif
yang sudah didiskusikan dengan konselornya tadi. Konseli pun setuju untuk
mencoba cara-cara yang terlah didiskusikan bersama tadi.

5) Penutup

34
Konselor menutup konseling dengan baik dan berpesan untuk kembali datang
bila dibutuhkan konseling lanjutan.

35

Anda mungkin juga menyukai