Anda di halaman 1dari 8

LAYANAN KONSELING UNTUK MENYELARASKAN

REMAJA KORBAN BROKEN HOME


Rita Rismayanti, 22301300432
1,2 Jurusan Bimbingan Konseling Islam I C Non Reguler, Universitas Islam Negeri
Sunan Gunung Djati Bandung

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas layanan konseling
dalam menyelaraskan remaja yang menjadi korban broken home. Broken home atau rumah
tangga yang terpecah merupakan kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan emosional
dan sosial remaja secara signifikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode studi kasus untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang pengalaman,
tantangan, dan kebutuhan remaja korban broken home. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas layanan konseling dalam menyelaraskan remaja
yang menjadi korban broken home. Broken home atau rumah tangga yang terpecah
merupakan kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan emosional dan sosial remaja
secara signifikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus
untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang pengalaman, tantangan, dan kebutuhan
remaja korban broken home. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan model layanan konseling yang lebih efektif dan terfokus untuk
mendukung remaja korban broken home. Implikasi praktis dari penelitian ini mencakup
penerapan strategi konseling yang dapat meningkatkan kesejahteraan emosional,
interpersonal, dan akademis remaja, serta penguatan kapasitas keluarga dalam mendukung
proses penyelarasan remaja tersebut.
Kata Kunci: Layanan Konseling, Remaja, dan Broken Home

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, banyak keluarga yang rentan dengan broken home, persoalan
yang melatar belakangi pun semakin komplit. Faktornya tentu sangat berfariasi
sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing keluarga, namun
persoalan broken home bisa dibahas dan dianalisis berdasarkan berbagai
pandangan. Antara lain dianalisis menurut pandangan yang lebih menekankan
berdasarkan nilai-nilai normatif, dan psikologi sosial sebagai disiplin ilmu terapan,
bisa dianalisis berdasarkan pandangan dan teori, demikian juga halnya bila dilihat
menurut perspektif sosialogis yang lebih bersifat fenomenal dan emperis. Artinya
2

analisisnya lebih berdasarkan apa yang terjadi, seperti faktor-faktor social yang
lebih fenomenal (Aziz &Mukhlis,2015).
Menurut Monks remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang
sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan
pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan
dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Broken Home yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah suatu kondisi ketidakutuhan dalam sebuah keluarga yang
diakibatkan oleh faktor perceraian antara suami dan istri yang sudah tidak
harmonis lagi dimana dari hal tersebut yang menjadi korban adalah anak mereka
sendiri (Nasution & indri,2007)
Perilaku sosial merupakan prilaku yang dimiliki oleh diri manusia, namun
prilaku ini tidak dibawa ketika manusia itu dilahirkan akan tetapi perilaku sosial
ini terbentuk melalui proses interaksi antar individu dengan lingkungan sosialnya.
Soetjipto Wirosarjono mengatakan bahwa bentuk-bentuk prilaku sosial
merupakan hasil tiruan dan adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada.
Perilaku sosial terbentuk karena manusiamemperhatikan hal-hal yang terjadi di
sekitarnya dan lingkungannya (Asrosi,2008).

RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah dari
pembahasan Layanan Konseling Untuk Menyelaraskan Remaja Korban Broken Home
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian perilaku sosial?
2. Apa tahapan proses perkembangan remaja?
3. Apa fungsi keluarga?
4. Apa faktor penyebab broken home?

METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Macam-Macam
Metode Penelitian Kualitatif Menurut Sugiyono (2011:15), penelitian kualitatif adalah
suatu teknik penelitian yang dilandasi oleh filsafat postpositivis. Ini digunakan untuk
3

mengeksplorasi keadaan naturalistik suatu objek, berbeda dengan eksperimen, dan


peneliti bertindak sebagai instrumen utama dalam proses pengumpulan data ketika
melakukan penelitian kualitatif. Tempat penelitian adalah tempat peneliti melakukan
penelitian guna mengumpulkan pengetahuan tentang kejadian atau keadaan tertentu
yang berhubungan langsung dengan topik penelitian.
Kajian penelitian ini bertujuan untuk mendalami pendekatan penelitian kualitatif
dalam konteks layanan konseling untuk menyelaraskan remaja yang menjadi korban
broken home. Broken home atau rumah tangga yang terpecah menjadi fokus utama
penelitian ini karena kondisi ini dapat berpengaruh signifikan terhadap perkembangan
emosional dan sosial remaja.
Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan fokus pada analisis
mendalam mengenai pengalaman, persepsi, dan kebutuhan remaja yang mengalami
broken home. Teknik pengumpulan data melibatkan wawancara mendalam dengan
remaja, observasi, dan analisis dokumen terkait. Proses analisis data dilakukan dengan
menggunakan pendekatan tematik untuk mengeksplorasi pola-pola umum, tantangan
khusus, dan strategi yang efektif dalam menyelaraskan remaja korban broken home
melalui layanan konseling.
Menurut Moleong (2002, halaman 103), metode analisis data dalam penelitian ini
meliputi langkah-langkah sebagai berikut: (1) Meneliti semua data yang dapat diakses
dari berbagai sumber, termasuk wawancara, observasi tertulis dalam catatan
lapangan, pribadi makalah, dokumen resmi, foto, foto, dan sebagainya. (2) Proses
abstraksi, yaitu merangkum dengan tetap menjaga esensi dasar, proses, dan
penegasan, digunakan untuk menyelesaikan tugas melakukan reduksi data, yang
memerlukan pemilihan bagian-bagian penting yang relevan dengan penekanan
penelitian. Langkah kedua adalah mengorganisasikan data yang telah direduksi
menjadi unit-unit. Keempat, memvalidasi data dan menafsirkan fakta guna
menerjemahkan temuan awal menjadi hipotesis yang signifikan. Dalam penelitian
kualitatif, istilah “keabsahan data” mengacu pada informasi yang digunakan untuk
memberikan penjelasan mengenai hal tersebut di atas. Menurut Moelong (2011,
halaman 173), penggunaan metode pemeriksaan sangat diperlukan guna
membuktikan keaslian data. Eksekusi pendekatan ini ditentukan oleh kualitas yang
digunakan, yang meliputi tingkat kepercayaan, keterlibatan, ketergantungan, dan
4

jaminan bagi para peserta.


Data yang terkumpul kemudian dianalisasi. Teknik analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis kualitatif menggunakan teori Sugiyono dalam Buku Metode
Peneltian Kualitatif Tahun 2014 Dalam rangka menjawab rumusan masalah yang
ditetapkan peneliti maka teknik analisis data yang diperlukan sebagai berikut mengacu
pada beberapa tahapan:

Gambar 1.1: Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman

PEMBAHASAN
Dasar Pemikiran
"Filsafat BKI Anak Broken Home" adalah untuk membahas bagaimana filsafat
BKI (Bimbingan Konseling Islam) dapat membantu anak-anak yang berasal dari
keluarga broken home. Filsafat BKI adalah suatu pendekatan dalam bimbingan
konseling yang didasarkan pada ajaran Islam. Keluarga broken home adalah keluarga
yang terdiri dari orang tua yang telah bercerai atau terpisah. Dalam konteks ini, filsafat
BKI dapat membantu anak-anak dari keluarga broken home untuk mengatasi masalah
emosional, sosial, dan spiritual yang mungkin mereka alami. Dalam diskusi ini, akan
dibahas bagaimana prinsip-prinsip BKI dapat diterapkan dalam membantu anak-anak
dari keluarga broken home untuk mengembangkan kemandirian, kepercayaan diri,
dan nilai-nilai keislaman yang positif (Maulidiah, M. 2018)
Filsafat bimbingan konseling Islam (BKI) pada anak broken home melibatkan
pemahaman filosofis dan pelayanan konseling. Anak-anak dari keluarga broken home
seringkali mengalami dampak psikologis dan sosial akibat situasi keluarga mereka.
Pemikiran filosofis dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam memberikan bimbingan
5

dan konseling kepada mereka. Studi kasus menunjukkan bahwa anak-anak dari
keluarga broken home memerlukan perhatian khusus terkait kesehatan mental dan
perilaku sosial mereka. Oleh karena itu, pendekatan bimbingan dan konseling Islam
perlu memperhatikan konteks filosofis dan pemahaman mendalam terkait situasi
anak-anak dari keluarga broken home (Dewi, 2020).
Bentuk Layanan
Layanan 1: Pemborosan Peluang Pekerjaan
Identifikasi remaja broken home yang memiliki keterampilan dan potensi:
Melakukan penelitian dan pengujian untuk menentukan remaja broken home yang
memiliki keterampilan dan potensi yang memungkinkan mereka bekerja.
Menyediakan pelatihan dan pendidikan gratis untuk remaja broken home agar
mereka menguasai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam dunia
kerja. Menyediakan bantuan pekerjaan, seperti alat bantu, peralatan, atau jaringan
yang memungkinkan anak miskin bekerja secara mandiri.
Layanan 2: Pemborosan Peluang Pendidikan
Menyediakan pelatihan dan pendidikan gratis untuk remaja broken home
agar mereka menguasai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam
dunia kerja dan pendidikan. Menyediakan bantuan pendidikan, seperti buku,
peralatan, atau jaringan yang memungkinkan remaja broken home bertahan dalam
proses pendidikan. Membantu remaja broken home membangun jaringan sosial
dengan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mendukung mereka dalam
proses pendidikan dan pekerjaan.
Layanan 3: Pemborosan Kesejahteraan remaja broken home
Menyediakan sumber daya materi, seperti makanan, perawatan kesehatan,
dan linginan, untuk remaja broken home. Menyediakan pelatihan dan konseling
untuk membantu remaja broken home mengembangkan keterampilan sosial dan
emosional yang diperlukan dalam kehidupan. Menyediakan pelatihan dan
konseling untuk membantu anak miskin mengembangkan keterampilan ekonomi,
seperti pengolah lahan mata, pengelolaan keuangan, dan investasi.
Layanan 4: Koordinasi dan Keselarasan
Menyelenggarakan kerjasama dengan pemangku kepentingan, baik dalam
bentuk pemerintah, non-pemerintah, maupun organisasi lainnya, untuk
6

menciptakan jaringan yang kuat dan mempersiapkan sumber daya yang


diperlukan. Melakukan evaluasi dan penilaian secara berkelanjutan untuk menilai
efektivitas program dan membuat perbaikan yang diperlukan.
Metode dan Teknik
Penggunaan metode kualitatif untuk memahami pengalaman dan persepsi
anak-anak dari broken home, serta metode kuantitatif untuk menganalisis data
terkait dampaknya. Melakukan observasi terhadap anak-anak dari broken home
dan wawancara untuk memahami pengalaman dan tantangan yang mereka hadapi.
Menggunakan pendekatan konseling yang sesuai untuk membantu anak-anak dari
broken home mengatasi dampak psikologis dari situasi keluarga yang rumit.
Panduan layanan
Dalam konteks penelitian dan kebijakan yang ada, penuntun "Filsafat Bki
Anak Broken Home" bertujuan untuk mengatasi masalah "broken home" yang
dialami oleh anak-anak di berbagai pelakuarga. Penelitian ini mencakup beberapa
aspek penting, seperti:
a. Identifikasi faktor penyebab "broken home" dan dampaknya terhadap
kesehatan mental anak-anak.
b. Pengembangan layanan yang efektif untuk membantu anak-anak yang
mengalami "broken home", seperti pelatihan dan pendidikan gratis, bantuan
pekerjaan, dan konseling.
c. Pengembangan sumber daya dan jaringan yang kuat untuk anak-anak yang
mengalami "broken home", seperti koordinasi dengan pemangku kepentingan
dan lainnya (Hamida, 2022).
Kerjasama pihak terkait
Pemerintah dapat berperan dalam memberikan dukungan dan sumber daya
untuk program-program yang bertujuan untuk membantu anak-anak dari keluarga
broken home. Pemerintah juga dapat memfasilitasi kerjasama antara berbagai
pihak terkait, seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi keagamaan, dan
sebagainya. Lembaga swadaya masyarakat dapat berperan dalam memberikan
layanan dan dukungan bagi anak-anak dari keluarga broken home, seperti
pelatihan dan pendidikan, bantuan pekerjaan, dan konseling.
7

Organisasi keagamaan dapat berperan dalam memberikan dukungan moral


dan spiritual bagi anak-anak dari keluarga broken home, serta memberikan
layanan konseling dan pendidikan. Sekolah dapat berperan dalam memberikan
layanan konseling dan pendidikan bagi anak-anak dari keluarga broken home,
serta memberikan dukungan dan sumber daya untuk program-program yang
bertujuan untuk membantu anak-anak tersebut.
Masyarakat dapat berperan dalam memberikan dukungan moral dan sosial
bagi anak-anak dari keluarga broken home, serta membantu memfasilitasi
program-program yang bertujuan untuk membantu anak-anak tersebut
(Amelia,2015). Dalam kerjasama antara pihak terkait, perlu dilakukan koordinasi
dan keselarasan dalam program-program yang dilakukan, serta evaluasi dan
penilaian secara berkelanjutan untuk menilai efektivitas program dan membuat
perbaikan yang diperlukan.
Evaluasi
Dalam konteks filsafat bimbingan konseling Islam (BKI) untuk anak-anak
dari keluarga broken home, terdapat beberapa aspek yang perlu dievaluasi.
Pertama, penting untuk mengevaluasi pemahaman filosofis yang mendasari
pendekatan konseling terhadap anak-anak tersebut, termasuk bagaimana filsafat
hidup Islam dapat diintegrasikan ke dalam proses konseling. Selain itu, evaluasi
juga perlu dilakukan terkait peran guru bimbingan konseling dan ustaz-ustazah
dalam membimbing anak-anak broken home, serta efektivitas metode bimbingan
dan konseling yang diterapkan, seperti rational emotive therapy. Selanjutnya,
evaluasi terhadap dampak kesehatan mental dan perilaku sosial anak-anak dari
keluarga broken home juga menjadi aspek penting dalam konteks ini. Melalui
evaluasi yang komprehensif terhadap aspek-aspek tersebut, dapat dikembangkan
pendekatan BKI yang lebih holistik dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak dari
keluarga broken home (Amin, 2016).

KESIMPULAN

Manusia, sebagai makhluk sosial, menunjukkan perilaku sosial sebagai


tanggapan terhadap lingkungan. Perilaku ini melibatkan evaluasi terhadap obyek
sosial dengan arah yang bisa menyenangkan atau tidak. Interaksi sosial menjadi
8

kunci penting dalam merealisasikan potensi individu. Proses perkembangan


remaja, dibagi menjadi tiga tahap, menghadirkan perubahan fisik, emosional, dan
sosial dengan fokus pada identitas dan interaksi dengan teman sebaya. Keluarga,
sebagai satuan kekerabatan mendasar, terdiri dari ibu, bapak, dan anak-anak, serta
memiliki peran besar dalam mendidik anak. Faktor penyebab broken home,
seperti komunikasi buruk, sikap egosentris, masalah ekonomi, dan rendahnya
pemahaman, dapat menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga.
Memahami dinamika perilaku sosial, tahapan perkembangan remaja, peran
keluarga, dan faktor penyebab masalah keluarga penting untuk mengelola
hubungan sosial dan keluarga dengan lebih baik

DAFTAR PUSTAKA
Maulidiah, M. (2018). Pengaruh Dimensi Spiritual Konseling Islami Terhadap
Perkembangan Eksistensi Diri Anak Broken Home Di MTsN 3 Medan
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sumatea Utara Medan).
Mohammad Asrosi, 2008, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Nasution, Indri Kemala. (2007) "Stres pada remaja." Universitas Sumatra
Utara.pektif Islam." Edukasi: Jurnal Penelitian dan Artikel Pendidikan.
Aziz, Mukhlis. (2015) "Perilaku sosial anak remaja korban broken home dalam
berbagai perspektif (Suatu penelitian di SMPN 18 kota Banda Aceh)."
Jurnal Al-Ijtimaiyyah.
Hamidah, H. M. N. H. (2022). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Tingkat Stres
PAda Anak Broken Home Di Desa Ngranget Dagangan Madiun (Doctoral
dissertation, IAIN Ponorogo).
Amelia, R. (2015). Efektivitas Pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Di
Dinas Sosial Kota Makassar. Skripsi [Internet].[Diunduh Pada 28 Maret
2016]. Tersedia Pada: Http://Repository. Unhas. Ac. Id/Bitstrea
m/Handle/123456789/14610/SKRIPSI% 20RIZCAH% 20AMELIA. Pdf,
1â, 111.
M AMIN ABDULLAH, D. K. K. (2016). Implementasi Pendekatan Integratif-
Interkonektif dalam Kajian Pendidikan Islam.

Anda mungkin juga menyukai