Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas layanan konseling
dalam menyelaraskan remaja yang menjadi korban broken home. Broken home atau rumah
tangga yang terpecah merupakan kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan emosional
dan sosial remaja secara signifikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
metode studi kasus untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang pengalaman,
tantangan, dan kebutuhan remaja korban broken home. Penelitian ini bertujuan untuk
mengeksplorasi dan menganalisis efektivitas layanan konseling dalam menyelaraskan remaja
yang menjadi korban broken home. Broken home atau rumah tangga yang terpecah
merupakan kondisi yang dapat memengaruhi perkembangan emosional dan sosial remaja
secara signifikan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus
untuk mendapatkan pemahaman mendalam tentang pengalaman, tantangan, dan kebutuhan
remaja korban broken home. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
dalam pengembangan model layanan konseling yang lebih efektif dan terfokus untuk
mendukung remaja korban broken home. Implikasi praktis dari penelitian ini mencakup
penerapan strategi konseling yang dapat meningkatkan kesejahteraan emosional,
interpersonal, dan akademis remaja, serta penguatan kapasitas keluarga dalam mendukung
proses penyelarasan remaja tersebut.
Kata Kunci: Layanan Konseling, Remaja, dan Broken Home
PENDAHULUAN
Pada dasarnya, banyak keluarga yang rentan dengan broken home, persoalan
yang melatar belakangi pun semakin komplit. Faktornya tentu sangat berfariasi
sesuai dengan kondisi yang dihadapi oleh masing-masing keluarga, namun
persoalan broken home bisa dibahas dan dianalisis berdasarkan berbagai
pandangan. Antara lain dianalisis menurut pandangan yang lebih menekankan
berdasarkan nilai-nilai normatif, dan psikologi sosial sebagai disiplin ilmu terapan,
bisa dianalisis berdasarkan pandangan dan teori, demikian juga halnya bila dilihat
menurut perspektif sosialogis yang lebih bersifat fenomenal dan emperis. Artinya
2
analisisnya lebih berdasarkan apa yang terjadi, seperti faktor-faktor social yang
lebih fenomenal (Aziz &Mukhlis,2015).
Menurut Monks remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang
sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan
pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan
dan 18-21 tahun masa remaja akhir. Broken Home yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah suatu kondisi ketidakutuhan dalam sebuah keluarga yang
diakibatkan oleh faktor perceraian antara suami dan istri yang sudah tidak
harmonis lagi dimana dari hal tersebut yang menjadi korban adalah anak mereka
sendiri (Nasution & indri,2007)
Perilaku sosial merupakan prilaku yang dimiliki oleh diri manusia, namun
prilaku ini tidak dibawa ketika manusia itu dilahirkan akan tetapi perilaku sosial
ini terbentuk melalui proses interaksi antar individu dengan lingkungan sosialnya.
Soetjipto Wirosarjono mengatakan bahwa bentuk-bentuk prilaku sosial
merupakan hasil tiruan dan adaptasi dari pengaruh kenyataan sosial yang ada.
Perilaku sosial terbentuk karena manusiamemperhatikan hal-hal yang terjadi di
sekitarnya dan lingkungannya (Asrosi,2008).
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, rumusan masalah dari
pembahasan Layanan Konseling Untuk Menyelaraskan Remaja Korban Broken Home
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa pengertian perilaku sosial?
2. Apa tahapan proses perkembangan remaja?
3. Apa fungsi keluarga?
4. Apa faktor penyebab broken home?
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Macam-Macam
Metode Penelitian Kualitatif Menurut Sugiyono (2011:15), penelitian kualitatif adalah
suatu teknik penelitian yang dilandasi oleh filsafat postpositivis. Ini digunakan untuk
3
PEMBAHASAN
Dasar Pemikiran
"Filsafat BKI Anak Broken Home" adalah untuk membahas bagaimana filsafat
BKI (Bimbingan Konseling Islam) dapat membantu anak-anak yang berasal dari
keluarga broken home. Filsafat BKI adalah suatu pendekatan dalam bimbingan
konseling yang didasarkan pada ajaran Islam. Keluarga broken home adalah keluarga
yang terdiri dari orang tua yang telah bercerai atau terpisah. Dalam konteks ini, filsafat
BKI dapat membantu anak-anak dari keluarga broken home untuk mengatasi masalah
emosional, sosial, dan spiritual yang mungkin mereka alami. Dalam diskusi ini, akan
dibahas bagaimana prinsip-prinsip BKI dapat diterapkan dalam membantu anak-anak
dari keluarga broken home untuk mengembangkan kemandirian, kepercayaan diri,
dan nilai-nilai keislaman yang positif (Maulidiah, M. 2018)
Filsafat bimbingan konseling Islam (BKI) pada anak broken home melibatkan
pemahaman filosofis dan pelayanan konseling. Anak-anak dari keluarga broken home
seringkali mengalami dampak psikologis dan sosial akibat situasi keluarga mereka.
Pemikiran filosofis dapat menjadi alat yang bermanfaat dalam memberikan bimbingan
5
dan konseling kepada mereka. Studi kasus menunjukkan bahwa anak-anak dari
keluarga broken home memerlukan perhatian khusus terkait kesehatan mental dan
perilaku sosial mereka. Oleh karena itu, pendekatan bimbingan dan konseling Islam
perlu memperhatikan konteks filosofis dan pemahaman mendalam terkait situasi
anak-anak dari keluarga broken home (Dewi, 2020).
Bentuk Layanan
Layanan 1: Pemborosan Peluang Pekerjaan
Identifikasi remaja broken home yang memiliki keterampilan dan potensi:
Melakukan penelitian dan pengujian untuk menentukan remaja broken home yang
memiliki keterampilan dan potensi yang memungkinkan mereka bekerja.
Menyediakan pelatihan dan pendidikan gratis untuk remaja broken home agar
mereka menguasai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam dunia
kerja. Menyediakan bantuan pekerjaan, seperti alat bantu, peralatan, atau jaringan
yang memungkinkan anak miskin bekerja secara mandiri.
Layanan 2: Pemborosan Peluang Pendidikan
Menyediakan pelatihan dan pendidikan gratis untuk remaja broken home
agar mereka menguasai keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam
dunia kerja dan pendidikan. Menyediakan bantuan pendidikan, seperti buku,
peralatan, atau jaringan yang memungkinkan remaja broken home bertahan dalam
proses pendidikan. Membantu remaja broken home membangun jaringan sosial
dengan masyarakat dan pemangku kepentingan untuk mendukung mereka dalam
proses pendidikan dan pekerjaan.
Layanan 3: Pemborosan Kesejahteraan remaja broken home
Menyediakan sumber daya materi, seperti makanan, perawatan kesehatan,
dan linginan, untuk remaja broken home. Menyediakan pelatihan dan konseling
untuk membantu remaja broken home mengembangkan keterampilan sosial dan
emosional yang diperlukan dalam kehidupan. Menyediakan pelatihan dan
konseling untuk membantu anak miskin mengembangkan keterampilan ekonomi,
seperti pengolah lahan mata, pengelolaan keuangan, dan investasi.
Layanan 4: Koordinasi dan Keselarasan
Menyelenggarakan kerjasama dengan pemangku kepentingan, baik dalam
bentuk pemerintah, non-pemerintah, maupun organisasi lainnya, untuk
6
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Maulidiah, M. (2018). Pengaruh Dimensi Spiritual Konseling Islami Terhadap
Perkembangan Eksistensi Diri Anak Broken Home Di MTsN 3 Medan
(Doctoral dissertation, Universitas Islam Negeri Sumatea Utara Medan).
Mohammad Asrosi, 2008, Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Nasution, Indri Kemala. (2007) "Stres pada remaja." Universitas Sumatra
Utara.pektif Islam." Edukasi: Jurnal Penelitian dan Artikel Pendidikan.
Aziz, Mukhlis. (2015) "Perilaku sosial anak remaja korban broken home dalam
berbagai perspektif (Suatu penelitian di SMPN 18 kota Banda Aceh)."
Jurnal Al-Ijtimaiyyah.
Hamidah, H. M. N. H. (2022). Hubungan Antara Dukungan Sosial Dan Tingkat Stres
PAda Anak Broken Home Di Desa Ngranget Dagangan Madiun (Doctoral
dissertation, IAIN Ponorogo).
Amelia, R. (2015). Efektivitas Pelaksanaan Program Penanganan Anak Jalanan Di
Dinas Sosial Kota Makassar. Skripsi [Internet].[Diunduh Pada 28 Maret
2016]. Tersedia Pada: Http://Repository. Unhas. Ac. Id/Bitstrea
m/Handle/123456789/14610/SKRIPSI% 20RIZCAH% 20AMELIA. Pdf,
1â, 111.
M AMIN ABDULLAH, D. K. K. (2016). Implementasi Pendekatan Integratif-
Interkonektif dalam Kajian Pendidikan Islam.