Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS POLA ASUH ORANG TUA TERHADAP ADAPTASI PSIKOLOGI SOSIAL

REMAJA
(nama), (Fakultas), e-mail:

ABSTRAK

Tujuan penelitian untuk mengetahui pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup
tradisi dan kebudayaan, pendidikan, hingga lingkungan. Pandangan komunal tentang
pengetahuan menghadirkan tantangan besar terhadap pandangan tentang lingkungan anak yang
menginjak usia dewasa. Akibatnya, usul para konstruksionis, apa yang kita anggap nyata dan
benar tidak ditemukan di alam melainkan diciptakan dalam proses berpartisipasi dalam
lingkungan, pengalaman, hingga kebudayaan sekitar. Metode pengambilan data dalam penelitian
ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode studi kasus. Parameter yang
dieksplorasi oleh masing-masing penulis meliputi penulis dengan tahun dan tempat studi, jenis
studi, peserta studi, parameter yang dinilai, dan hasil masing-masing studi.Lingkup tradisi
memiliki hubungan antara lingkungan keluarga dan kesejahteraan psikologis remaja,
penyesuaian sekolah, dan perilaku bermasalah. Mengenai gaya pengasuhan yang dirasakan, hasil
menunjukkan bahwa ukuran gaya pengasuhan berkorelasi secara signifikan dengan beberapa
ukuran kesejahteraan psikologis, penyesuaian sekolah, dan perilaku bermasalah. Lingkup
pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi psikologi remaja. Hal ini orang tua berperan
penting dalam melakukan filter dari segi pergaulan hingga cara pembelajaran. Mempelajari
hubungan antara gaya pengasuhan dan perkembangan remaja dengan menggunakan
karakteristik pengasuhan global dan praktik pengasuhan khusus sebagai ukuran gaya
pengasuhan. Ruang lingkup pendidikan sangat berpengaruh pada konsep tata psikologis remaja.
Pendidikan dapat berpengaruh terhadap psikologis remaja menuju usia dewasa. Lingkungan
dapat berpengaruh pada kecerdasan emosional remaja. Hal ini disebabkan karena remaja
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Kata Kunci: Psikologi, Psikologi Remaja, Orang Tua, Pola Asuh, Ruang Lingkup

ABSTRACT

The aim of the study was to determine parenting styles for adolescent psychology in terms of
tradition and culture, education, and the environment. Communal views of knowledge present a
major challenge to the views of children's environment as they reach adulthood. As a result, the
constructionists suggest, what we consider real and really is not found in nature but is created in
the process of participating in the environment, experience, and the surrounding culture. The data
collection method in this study used a qualitative approach using the case study method.
Parameters explored by each author include authors by year and place of study, type of study,
study participants, parameters assessed, and results of each study. The scope of tradition has a
relationship between the family environment and adolescent psychological well-being, school
adjustment, and problematic behavior. Regarding perceived parenting style, the results show that
the parenting style measure is significantly correlated with several measures of psychological
well-being, school adjustment, and problem behavior. The scope of education plays an important

1
role in influencing adolescent psychology. In this case, parents play an important role in filtering
from the social aspect to the way of learning. relationship between parenting style and adolescent
development using global parenting characteristics and specific parenting practices as a measure
of parenting style. The scope of education is very influential on the concept of adolescent
psychological order. Education can affect the psychology of adolescents towards adulthood. The
environment has no effect on the emotional intelligence of adolescents. This is because teenagers
have a high curiosity.

Keywords: Psychology, Adolescent Psychology, Parents, Parenting, Scope

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Pola asuh dalam keluarga setiap periode dan perkembangan zaman mengalami perubahan.
Perubahan seperti itu muncul dari sikap yang tumbuh dalam konsepsi universal tentang
kebenaran, objektivitas, rasionalitas, dan prinsip moral. Ada banyak nama untuk revolusi ini
dalam pemikiran dan praktik. Istilah-istilah seperti post-foundasionalisme, postempirisme,
poststrukturalisme, post-Enlightenment, dan postmodernisme yang sering ditemukan saat ini
(Gergen et al., 2004). Beberapa berbicara tentang "giliran linguistik", yang lain tentang "giliran
budaya" atau "giliran interpretatif" yang mempengaruhi pola asuh dalam orang tua.
Kedua, pandangan komunal tentang pengetahuan menghadirkan tantangan besar terhadap
pandangan tentang lingkungan anak yang menginjak usia dewasa. Akibatnya, usul para
konstruksionis, apa yang kita anggap nyata dan benar tidak ditemukan di alam melainkan
diciptakan dalam proses berpartisipasi dalam lingkungan, pengalaman, hingga kebudayaan
sekitar. Melalui keterikatan tradisi-tradisi yang sering bersaing ini, seorang anak tidak dapat
menemukan kebenaran transenden, “hal yang pasti”. Upaya apa pun untuk menentukan
perilaku psiokolgis yang unggul dengan sendirinya akan menjadi hasil dari kesepakatan
komunitas tertentu (Williams et al., 2002).
Otonomi akademik juga ditemukan penting untuk kesejahteraan psikologis. Pengaruh
dalam menentukan institusi pendidikan pun sangat berpengaruh pada psikologi remaja saat ini
(Van Ryzin et al., 2009). Pengambilan keputusan orang tua turut andil dalam membentuk
proses adaptasi anak saat menginjak usia dewasa. Secara umum, peningkatan jumlah pilihan
dan pengarahan diri baik di dalam maupun di luar sekolah sangat penting bagi perkembangan

2
psikologis remaja (Stein-berg 1990), dan kurangnya otonomi selama periode ini dapat
menyebabkan berbagai bentuk psikopatologi (Ryan et al. 1995) dan peningkatan partisipasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup tradisi dan
kebudayaan?
2. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup pendidikan?
3. Bagaimana pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup lingkungan
sekitar?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup tradisi dan
kebudayaan
2. Mengetahui pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup pendidikan
3. Mengetahui pola asuh orang tua terhadap psikologi remaja dalam lingkup lingkungan
sekitar.

II. Metode Penelitian


Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode studi kasus. Teknik penelusuran bahan analisa menggunakan tehnik studi
dokumen yang bersumber pada jurnal, buku, maupun artikel yang relevan dan kredibel.
Pendekatan kualitatif seperti payung untuk serangkaian sikap terhadap strategi untuk
melakukan penyelidikan yang dimaksud dalam menemukan bagaimana memahami, mendapatkan
pengalaman, menafsirkan, dan menghasilkan dalam keilmuan sosial (Shek & Shek, 1997). Metode
studi kasus dapat mendeskripsikan sebuah strategi penelitian maupun desain penelitian yang harus
dilakukan oleh peneliti. Parameter yang dieksplorasi oleh masing-masing penulis meliputi penulis
dengan tahun dan tempat studi, jenis studi, peserta studi, parameter yang dinilai, dan hasil masing-
masing studi.

3
III. Hasil dan Pembahasan
3.1 Psikologi Remaja dalam Lingkup Tradisi dan Kebudayaan
Lingkup tradisi memiliki hubungan antara lingkungan keluarga dan kesejahteraan
psikologis remaja, penyesuaian sekolah, dan perilaku bermasalah. Berdasarkan model konseptual
yang ada (Maccoby & Martin, 1983) dan bukti empiris (Fine et al., 1993; Shek, 1989, 1993a),
menunjukan bahwa remaja yang memiliki persepsi lingkungan keluarga yang lebih baik akan
memiliki kesehatan mental dan penyesuaian sekolah berdasarkan lingkup norma yang berpegang
teguh pada tradisi dan kebudayaan orang tua.
Mengenai gaya pengasuhan yang dirasakan, hasil menunjukkan bahwa ukuran gaya
pengasuhan berkorelasi secara signifikan dengan beberapa ukuran kesejahteraan psikologis,
penyesuaian sekolah, dan perilaku bermasalah. Temuan umumnya konsisten dengan laporan
dalam literatur bahwa gaya pengasuhan terkait dengan kesejahteraan psikologis. Namun, temuan
ini dengan jelas menunjukkan bahwa terlepas dari bagaimana gaya pengasuhan dinilai (yaitu,
apakah dalam hal persepsi karakteristik pengasuhan global atau praktik pengasuhan khusus), ada
hubungan antara gaya pengasuhan dan penyesuaian remaja. Hal ini disebabkan karena belum ada
upaya sebelumnya yang dilakukan untuk mempelajari hubungan antara gaya pengasuhan dan
perkembangan remaja dengan menggunakan karakteristik pengasuhan global dan praktik
pengasuhan khusus sebagai ukuran gaya pengasuhan.
Selain itu, terdapat kebudayaan luar lain yang cukup berpengaruh terhadap remaja
khususnya remaja putri di Indonesia. Salah satu kebudayaan yang saat ini sedang marak utamanya
di kalangan Wanita yaitu Korean Wave yang merujuk pada penyebaran global budaya pop Korea
atau Korean wave di berbagai negara termasuk Indonesia, atau secara singkat berfokus pada
perkembangan globalisasi budaya Korea.
Di Indonesia, fenomena Korean Wave saat ini sedang melanda generasi muda khususnya
remaja Indonesia yang biasanya menyukai drama atau biasa disebut K-drama dan musik Korean
pop atau lebih tepatnya musik K-pop. Efek yang ditimbulkan dari perkembangan kpop antara lain
tone positif dan negatif. Efek positifnya termasuk kemampuan untuk menginspirasi fashion,
berpakaian, dan membuat seseorang mandiri dengan menjual barang-barang terkait kpop yang
pasti akan dicari oleh penggemar kpop. Tentu saja, selain efek positif, ada juga efek negatif,
termasuk munculnya fanatisme terhadap idola, penggemar membeli barang-barang mahal untuk
idola, dan juga efek yang paling berpengaruh adalah mengenakan pakaian yang tidak pantas untuk

4
wanita, terutama yang menentang. etika berpakaian dalam hukum Islam. Pada titik ini, orang tua
diwajibkan untuk selalu memantau anak-anak mereka dan memeriksa apakah mereka berlebihan
dalam menyukai dan mengikuti perkembangan kpop. Pada Beberapa kasus bisa menggunakan cara
yang dapat mengubah selera dan keinginan remaja wanita ketika sedang mencari hiburan baru
seperti, mengajak anak berlibur, menghabiskan waktu khusus bersama keluarga atau mengajaknya
ke konser kebudayaan Indonesia (Palembai et al., 2020).
Temuan ini menunjukkan bahwa persepsi yang lebih positif tentang fungsi keluarga
berhubungan dengan penyesuaian remaja yang lebih baik. Pengamatan ini memberikan dukungan
untuk studi sebelumnya di mana ditemukan hubungan positif antara fungsi keluarga dan
perkembangan remaja yang sehat (Bosma & Gerrits, 1985). Karena belum ada penelitian ilmiah
yang dilakukan salah satunya penelitian di masyarakat Tionghoa, temuan ini dapat dianggap
sebagai perintis. Mengingat fakta bahwa orang Tionghoa sangat menghargai keluarga, upaya lebih
lanjut harus dilakukan untuk meneliti bagaimana fungsi traidisi dan kebudayaan keluarga dapat
memengaruhi perkembangan remaja Tionghoa (Shek & Shek, 1997).
Hal ini selaras dengan sebagian besar keluarga di Asia yang sangat menjunjung tinggi pola
asuh yang melibatkan norma tradisi dan kebudayaan. Proses adaptasi dalam sosialisasi remaja
kembar bervariasi tergantung pada spesiesnya. Dalam beberapa literatur, proses adaptasi konsep
kebudayaan sangat berpengaruh secara signifikan dalam membentuk psikologi remaja. Selama
masa remaja, mereka perlu mandiri secara psikologis dan fisiologis tidak hanya dari orang tua
mereka tetapi juga dari masyarakat sekitar. Pada usia 13-15 tahun dan monozigot pada usia 16-18
tahun memiliki kecenderungan yang sama untuk menerima penilaian yang sama. VV Semenov
dalam (Shahlo Izatovna, 2022) mengatakan bahwa remaja di Asia cenderung mendapat peringkat
yang sama dalam hal pengambilan keputusan yang berasal dari tradisi orang tua.

3.2 Psikologi Remaja dalam Lingkup Pendidikan


Lingkup pendidikan berperan penting dalam mempengaruhi psikologi remaja. Salah satu
hal yang dapat mempengaruhi remaja di Indonesia masih memiliki tingkat ketenteraman
intrapersonal sedang dan tinggi, meskipun mengalami gejolak psikologis remaja, adalah konteks
perspektif orang yang melekat dalam pengambilan keputusan pada sektor pendidikan. Ditemukan
bahwa masyarakat Indonesia memiliki budaya kolektivis, yaitu budaya dengan individu-individu
yang menggambarkan diri mereka lebih menekankan pada ikatan sosial. Individu dalam budaya

5
kolektivis cenderung menaruh harapan pada kelompok dimana individu tersebut terikat dan
ditentukan identitasnya berdasarkan kelompoknya sendiri.
Di antara hasil psikologis individu, faktor pendidikan orang tua pun sangat berperan
penting dalam pembentukan karakter remaja. Namun, skala berbeda yang mengukur konstruksi
variabel digunakan dalam survei yang berbeda. Selain itu, temuan telah disintesis dari berbagai
belahan dunia dan pada titik waktu yang berbeda (segera selama penguncian hingga berbulan-
bulan setelah penguncian), sehingga menjelaskan variasi spasial, budaya, dan temporal dalam
temuan tersebut. Penting juga untuk mempertimbangkan jenis survei, kelompok usia yang
dievaluasi (anak prasekolah/sekolah/remaja), faktor orang tua (pekerjaan, pendidikan, keadaan
psikologis, hubungan dengan anak), pengaruh media sosial dan berita di daerah tersebut, dan
berbagai faktor lintas budaya lainnya (jenis keluarga, jumlah saudara kandung, tinggal bersama
kakek nenek, nilai-nilai keluarga, dan ikatan yang biasa antara anak, orang tua, dan anggota rumah
tangga lainnya) (Chawla et al., 2021).
Identitas sosial dibangun oleh tiga premis, yaitu: (1) manusia selalu berusaha menciptakan
dan memelihara konsep diri yang positif; (2) konsep diri umumnya berasal dari identifikasi
individu terhadap suatu kelompok; dan (3) individu mempertahankan identitas positif mereka
dengan membuat perbandingan antara kelompok dalam yang disukai dan kelompok luar yang tidak
disukai (Fakhri & Buchori, 2022). Satu studi identitas sosial menemukan bahwa identifikasi
kelompok menghasilkan rasa kepastian terutama saat dilakukan pembelajaran di bangku sekolah.
Sifat kritis dari interpretasi ini menyiratkan bahwa pemilihan teknik penilaian harus didasarkan,
setidaknya sebagian, pada ketersediaan norma usia tertentu. Selanjutnya, mengingat perubahan
perkembangan yang cepat dialami oleh anak-anak dan remaja, perbandingan harus dilakukan
dalam kelompok usia yang cukup terbatas. Sedangkan untuk orang dewasa yang menggunakan
kelompok pembanding yang berusia antara 25 hingga 35 tahun dapat dibenarkan, kelompok
pembanding untuk anak-anak yang berusia antara 5–15 tahun tidak akan ada artinya, mengingat
banyaknya perubahan dalam perkembangan yang dimasukkan dalam periode ini. Karena informasi
normatif yang disediakan oleh instrumen asesmen dan penggunaan yang tepat dari informasi yang
mengacu pada norma oleh asesor merupakan komponen penting untuk asesmen klinis anak (Frick
et al., 2010)
Pola asuh orang tua dapat menggambarkan dua sisi kabar yaitu menggembirakan dan
mengecewakan tentang pencegahan konsekuensi negatif dari imigrasi melalui program psikologis

6
dan pendidikan. Meskipun kita perlu menelaah lebih dekat implikasi perkembangan jangka
panjang menuju masa dewasa, ada beberapa tanda positif dari potensi peningkatan kehidupan
anak-anak dan remaja ini melalui program pencegahan. Namun, apakah efek ini cukup kuat untuk
sepenuhnya mengimbangi berbagai tekanan risiko kontekstual yang terkait dengan imigrasi tentu
saja merupakan pertanyaan terbuka. Program pencegahan di masa depan pasti akan memerlukan
pergeseran konseptual ke program yang disesuaikan dengan budaya yang lebih individual yang
ditetapkan sesuai dengan kebijakan pembangunan. Selain itu, kita mungkin juga memerlukan
perubahan sosial dan pendekatan pencegahan yang lebih sistematis dalam sistem pencegahan lokal
dan nasional (Beelmann et al., 2021).
Studi intervensi yang kami ulas juga mendukung argumen bahwa layanan kesehatan jiwa
anak dan remaja tidak terbatas pada sektor kesehatan, dan bahwa beberapa lembaga lain terkena
dampak masalah kesehatan jiwa dan memiliki peran penting dalam mendukung kesehatan jiwa.
Sistem ini mencakup pendidikan sosial, dan peradilan pidana. Misalnya, di LMIC, timbulnya
gangguan kontrol impuls dan penyalahgunaan zat menyebabkan penghentian pendidikan dini,
yang mengakibatkan marjinalisasi jangka panjang individu dan beban masyarakat. Meskipun
kolaborasi antar lembaga menghadirkan peluang untuk kerja bersama, seperti sebuah pendekatan
menimbulkan tantangan penting (Kieling et al., 2011).
Pada usia 18 dan 21 tahun, indeks episode depresi yang terjadi pada indeks episode depresi
yang terjadi selama periode tertentu. Itu terjadi selama periode yang ditentukan. Mereka yang
memenuhi kriteria diagnostik untuk suatu episode yang memenuhi kriteria diagnostik untuk
episode depresi berat selama interval depresi berat apa pun selama interval apa pun ditanyai lebih
lanjut tentang jumlah ditanyai lebih lanjut tentang jumlah episode depresi seperti episode indeks
episode depresi seperti episode indeks yang mereka alami selama episode yang mereka alami
selama periode periode sejak wawancara sebelumnya. Karena wawancara sebelumnya.
Pendidikan dapat berpengaruh terhadap psikologis remaja menuju usia dewasa. Hal ini
orang tua berperan penting dalam melakukan filter dari segi pergaulan hingga cara pembelajaran.
Efektifitas mental remaja sangatlah labil, pola asuh orang tua yang melihat proses pengembangan
diri anak sangat dibutuhkan di zaman modern saat ini.

3.3 Psikologi Remaja dalam Lingkup Lingkungan Sekitar

7
Lingkungan merupakan faktor terpenting dalam perkembangan fisik dan mental seorang
remaja. Pola asuh yang salah juga dapat mempengaruhi sifat kepribadiannya. Motivasi remaja
untuk belajar meningkat ketika ada lingkungan hidup yang menyenangkan dan gaya pendidikan
yang dapat mendorong dan meningkatkan motivasi belajar. Oleh karena itu, proses pembelajaran
yang berhasil bila motivasi belajar remaja ada, bila motivasi belajar remaja bukan berasal dari
lingkungan tempat tinggalnya atau orang tua, guru harus mendorong motivasi belajar remaja
(Handayani, 2019a).
Pengaruh lingkungan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap tindakan sehari
- hari, karakter dan sifat remaja. Jika dia dibesarkan di lingkungan yang buruk, moralnya akan
sama. Sebaliknya, jika dia berada di lingkungan yang baik, maka tumbuh kembang remaja akan
menjadi seseorang yang beretika baik. Pengaruh lingkungan muncul karena banyak remaja yang
mengikuti perilaku orang tuanya di rumah. Misalnya melihat orang tuanya merokok, maka remaja
tersebut secara tidak langsung ingin mencoba tembakau, ada juga tempat hiburan malam di dekat
sekolah, sehingga para remaja mengetahui bahwa ada juga remaja yang tinggal di sebelah tempat
hiburan malam tersebut, sehingga memudahkan akses untuk mencoba kehidupan malan bagi para
remaja. Lalu, melihat situs porno di perangkat, jika mereka melihat teman -teman di sekitarnya
mencoba hal tersebut maka akan banyak remaja yang mencoba bahkan sampai di tingkat
kecanduan terhadap situs porno (Rina & Tianingruma, 2019). Hal ini disebabkan karena remaja
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan memiliki akses yang sangat terbuka sehingga begitu
mudah untuk mencapai apa yang diinginkannya dan meniru apa yang dilihatnya.
Dampak sosial terhadap kesejahteraan mental anak muda di masa pandemi Covid-19 saat
ini patut dipertanyakan karena masa remaja adalah masa dimana masyarakat aktif berpartisipasi
dalam hubungan sosial, sedangkan remaja tidak di masa pandemi Covid-19 karena pembatasan
dan alasan yang tidak bisa mereka lakukan. melakukan. untuk keterbatasan. Hampir semua
lembaga pendidikan memiliki sistem online (Purwaradietya & Chusairi, 2018). Dukungan sosial
keluarga dapat menjadi sarana yang ampuh untuk meningkatkan prestasi akademik dan
kesejahteraan psikologis pada remaja serta mengurangi perilaku nakal.
Jika kita melihatnya dari segi agama. Pendidikan agama juga mempengaruhi agresivitas
seorang remaja. Pertama, perilaku agresif yang paling umum di kalangan anak muda adalah
tawuran, terutama di lingkungan sekolah, yang dilatarbelakangi oleh gengsi dan konflik antar
organisasi kepemudaan. Pertarungan berlangsung hampir seirama dengan aktivitas para pemuda,

8
misalnya dalam perlombaan olah raga atau perlombaan antar sekolah. Ada empat bentuk perilaku
agresif pada remaja, antara lain agresi fisik, agresi verbal, kemarahan dan permusuhan. Dalam hal
ini dapat dipengaruhi dari dalam dan sekitar remaja yang masing-masing memiliki rasa ingin tahu
yang besar untuk ikut serta dalam pertempuran. Kedua, pola asuh agresif dibagi menjadi tiga
golongan, yaitu (1) pola asuh otoriter, (2) pola asuh permisif, dan (3) pola asuh demokratis.
Pengasuhan otoritatif adalah cara membesarkan anak dengan bimbingan otoritatif. Kepemimpinan
otoritatif ditandai dengan pemimpin yang mendefinisikan semua kebijakan, langkah, dan tugas
yang harus diselesaikan. Dia mengungkapkan anggota yang patuh, agresif. Perilaku yang dapat
dibentuk oleh orang tua yang berwibawa kepada anak mengikuti aturan orang tua dan tidak dapat
dibantah. (2) pola asuh permisif (laisser faire), yaitu orang tua yang permisif meningkatkan disiplin
anak, lebih tidak berhasil karena disiplin permisif mengarahkan anak pada perilaku yang dapat
diterima secara sosial dan dengan tidak menggunakan hukuman, memungkinkan anak
menggonggong dalam situasi yang secara sosial diterima. sulit untuk bertahan hidup sendiri tanpa
bimbingan atau pengawasan. (3) Pola asuh demokratis artinya orang tua memberikan kesempatan
kepada setiap anaknya untuk menyampaikan pendapat, keluhan, keprihatinan dan orang tua
menjawab secara adil dan bila perlu dibimbing. Orang tua memahami hakikat perkembangan anak,
yaitu. H. kematangan fisik, mental, emosional dan sosial anak (Handayani, 2019).
Jika lebih difokuskan pada bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perubahan
perilaku remaja putri, terdapat beberapa poin kunci. Perubahan perilaku remaja putri dimana
remaja putri sering pergi bermain di malam hari tanpa sepengatahuan orang tua, pergaulan bebas
yang dapat menimbulkan akibat yang tidak pantas, berpakaian yang tidak pantas, berbohong
kepada orang tua, tidak sopan kepada orang yang lebih tua, mencoba alkohol, merokok dengan
teman dan bahkan orang yang belum dikenal, dan perilaku berpacaran yang tidak pantas yang
dilakukan remaja putri terhadap seseorang yang baru dikenal.
Pengaruh lingkungan sosial terhadap perubahan perilaku remaja putri adalah lingkungan
keluarga. Lingkungan keluarga yang harmonis dan pendidikan anak yang selalu baik berarti
seorang remaja putri akan memiliki kepribadian dan etika yang baik, sebaliknya, dalam lingkungan
keluarga, di mana ada masalah tertentu dan cara membesarkan anak-anaknya tidak benar, sibuk
bekerja tidak menghabiskan uang. waktu. terdapat ancaman fisik dan tekanan dari orang tua.
Lingkungan keluarga yang demikian dapat menyebabkan remaja putri kehilangan rasa percaya

9
diri, sulit bersosialisasi dengan baik, bahkan karena lingkungan keluarga dapat mempengaruhi
kepribadian seorang remaja.
Lingkungan sekolah adalah pendidikan yang berbeda, di sekolah adalah pendidikan
karakter terhadap etika dan tindakan seorang remaja putri dalam kehidupan sehari - hari, dimana
di sekolah remaja putri dapat belajar beradaptasi dengan lingkungan sekolahnya, dan di sekolah,
guru juga dapat mengajarkan kedisiplinan remaja putri. Lingkungan teman bermain berdampak
besar pada perubahan perilaku remaja putri. Di mana ada sekelompok teman yang saling menuntun
ke hal-hal baik di lingkungan pergaulan, ada juga kelompok teman yang saling menuntun ke hal-
hal yang salah. Di lingkungan sekolah, remaja putri mengalami perubahan perilaku yang
disebabkan oleh lingkungan teman bermainnya (Mensi et al., 2020).
Pengaruh lingkungan dan pola asuh juga mempengaruhi kebiasaan bermain game online
anak muda. Jika pola asuh orang tua dilakukan dengan cara yang, akan tetapi mereka merasa
kecanduan game online karena orang tua terlalu mengontrol dengan ketat setiap aktivitas anaknya,
sehingga anak merasa ketagihan, dan orang tua terlalu memanjakan anaknya. Lalu, jika pola asuh
orangtua yang kurang baik, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap rasa kecanduan remaja
terhadap game online, dapat disebabkan oleh alasan keuangan. Seorang remaja akan mengerti
bahwa dalam bermain game online akan membutuhkan uang yang cukup banyak sehingga
mengurungkan niat remaja untuk bermain game, dan akan menuruti perkataan serta nasihat dari
orang tuanya. Menurut Tridhananto (2014), pola asuh adalah suatu bentuk interaksi antara orang
tua dan anak, dimana orang tua memberikan informasi dan nilai-nilai yang paling tepat kepada
orang tua dengan harapan agar anaknya dapat mandiri dan mandiri tumbuh dan berkembang. sehat,
optimal, percaya diri, ingin tahu, ramah dan interaktif.
Pendidikan melalui metode interaksi antara orang tua dan anak, seperti Pemenuhan
kebutuhan dasar manusia seperti makan dan minum, rasa aman, kasih sayang, dan pengenalan
standar perilaku ke dalam masyarakat dengan harapan kelak anak mampu untuk hidup selaras
dengan lingkungannya. Ketika orang tua terlalu memanjakan anaknya, memberikan kebebasan
atau mengekang anak, tidak mempercayai anak, dan tidak ada komunikasi antara orang tua dengan
anak, maka orang tua salah karena berakibat sangat fatal bagi anaknya. Oleh karena itu pola asuh
mempengaruhi remaja bermain game online, dimana para remaja saat ini mengetahui bahwa
masalah pola asuh orang tua yang kecanduan atau kecanduan game internet sangat penting untuk
mencegah anaknya terjerumus ke hal yang fatal dengan menghibur diri dari hal-hal negatif. dan

10
itu berdampak buruk baginya. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pola asuh memiliki pengaruh
terhadap perilaku adiktif siswa muda bermain game online (Putri, 2020).

IV. Kesimpulan
Analisa faktor tradisi dan kebudayaan disebabkan karena belum ada upaya sebelumnya
yang dilakukan untuk mempelajari hubungan antara gaya pengasuhan dan perkembangan remaja
dengan menggunakan karakteristik pengasuhan global dan praktik pengasuhan khusus sebagai
ukuran gaya pengasuhan. Hal ini menujukan bahwa remaja yang memiliki persepsi lingkungan
keluarga yang lebih baik akan memiliki kesehatan mental dan penyesuaian berdasarkan lingkup
norma yang berpegang teguh pada tradisi dan kebudayaan orang tua. Konsistensi orang tua lebih
merujuk pada era tradisional sepenuhnya dan tidak melihat sesuai perkembangan zaman.
Ruang lingkup pendidikan sangat berpengaruh pada konsep tata psikologis remaja.
Pendidikan dapat berpengaruh terhadap psikologis remaja menuju usia dewasa. Hal ini orang tua
berperan penting dalam melakukan filter dari segi pergaulan hingga cara pembelajaran. Efektifitas
mental remaja sangatlah labil, pola asuh orang tua yang melihat proses pengembangan diri anak
sangat dibutuhkan di zaman modern saat ini.
Lingkungan dapat berpengaruh pada kecerdasan emosional remaja. Hal ini disebabkan
karena remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan memiliki akses yang sangat terbuka
sehingga begitu mudah untuk mencapai apa yang diinginkannya dan meniru apa yang dilihatnya.

DAFTAR PUSTAKA
Beelmann, A., Arnold, L. S., & Schulz, S. (2021). Buffering negative effects of immigration on
cognitive, social, and educational development: A multinational meta-analysis of child and
adolescent prevention programmes. In International Journal of Psychology (Vol. 56, Issue 3,
pp. 478–490). Blackwell Publishing Ltd. https://doi.org/10.1002/ijop.12725
Chawla, N., Tom, A., Sen, M. S., & Sagar, R. (2021). Psychological Impact of COVID-19 on
Children and Adolescents: A Systematic Review. In Indian Journal of Psychological
Medicine (Vol. 43, Issue 4, pp. 294–299). SAGE Publications Ltd.
https://doi.org/10.1177/02537176211021789
Fakhri, N., & Buchori, S. (2022). Intrapersonal Peacefulness in Indonesian Adolescents.
Frick, P. J., Barry, C. T., & Kamphaus, R. W. (2010). Clinical assessment of child and adolescent
personality and behavior. In Clinical Assessment of Child and Adolescent Personality and
Behavior. Springer US. https://doi.org/10.1007/978-1-4419-0641-0
Gergen, K. J., Lightfoot, C., & Sydow, L. (2004). Social construction: Vistas in clinical child and
adolescent psychology. In Journal of Clinical Child and Adolescent Psychology (Vol. 33,
Issue 2, pp. 389–399). https://doi.org/10.1207/s15374424jccp3302_21

11
Handayani, R. (2019a). PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DAN POLA ASUH
ORANGTUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR. In Jurnal
Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).
Handayani, R. (2019b). PENGARUH LINGKUNGAN TEMPAT TINGGAL DAN POLA ASUH
ORANGTUA TERHADAP MOTIVASI BELAJAR SISWA SEKOLAH DASAR. In Jurnal
Tunas Bangsa (Vol. 6, Issue 1).
Kieling, C., Baker-Henningham, H., Belfer, M., Conti, G., Ertem, I., Omigbodun, O., Rohde, L.
A., Srinath, S., Ulkuer, N., & Rahman, A. (2011). Child and adolescent mental health
worldwide: Evidence for action. In The Lancet (Vol. 378, Issue 9801, pp. 1515–1525).
Elsevier B.V. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(11)60827-1
Mensi, O., Sapara, M., Lumintang, J., & Paat, C. J. (2020). DAMPAK LINGKUNGAN SOSIAL
TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU REMAJA PEREMPUAN DI DESA AMMAT
KECAMATAN TAMPAN’AMMA KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD (Vol. 13, Issue 3).
Palembai, A., Nurnainah, & Jumasnatang. (2020). FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RESIKO PERILAKU ADIKSI BERMAIN GAME ONLINE PADA REMAJA SISWA.
Jurnal Keperawatan Jiwa, 9, 629–636.
Purwaradietya, M. D., & Chusairi, D. A. (n.d.). Pengaruh Dukungan Sosial terhadap
Kesejahteraan Psikologis Remaja selama Pandemi Covid-19. http://e-
journal.unair.ac.id/index.php/BRPKM
Putri, L. (2020). DAMPAK KOREA WAVE TERHADAP PRILAKU REMAJA DI ERA
GLOBALISASI. Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 3, 42–48.
Rina, E. V., & Tianingruma, N. A. (19 C.E.). Pengaruh Lingkungan Terhadap Perilaku Kenakalan
Remaja Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Harapan Baru Kota Samarinda. Jurnal
Psikologi.
Shahlo Izatovna, T. (2022). CENTRAL ASIAN JOURNAL OF SOCIAL SCIENCES AND HISTORY
Theoretical and Scientific Approach to the Psychology of Adolescent Twins in the Process of
Social Adaptation.
www.cajssh.centralasianstudies.orgJournalhomepage:www.http://cajssh.centralasianstudies.
org/index.php/CAJSSH
Shek, D. T. L., & Shek, D. Z. L. (1997). Family Environment and Adolescent Psychological Well-
Being, School Adjustment, and Problem Behavior: A Pioneer Study in a Chinese Context. In
The Journal of Genetic Psychologv (Vol. 158, Issue I).
van Ryzin, M. J., Gravely, A. A., & Roseth, C. J. (2009). Autonomy, belongingness, and
engagement in school as contributors to adolescent psychological well-being. Journal of
Youth and Adolescence, 38(1), 1–12. https://doi.org/10.1007/s10964-007-9257-4
Williams, P. G., Holmbeck, G. N., & Greenley, R. N. (2002). Adolescent health psychology.
Journal of Consulting and Clinical Psychology, 70(3), 828–842.
https://doi.org/10.1037/0022-006X.70.3.828

12

Anda mungkin juga menyukai