Anda di halaman 1dari 2

BAB 4

IJTIHAD

A. Pengertian Ijtihad
Kata Ijtihad berasal dari kata al-juhd,yang berarti al-thaqah (daya,kemampuan,kekuatan).
Atau dari kata al-jhad yang berarti al masyaqqah (kesulitan,kesukaran).Dari itu, Ijtihad
menurut pengertian kebahasaannya “ badzl al-wus’wa al majhud” (pengerahan daya dan
kemampuan),atau pengerahan daya dan kemampuan dalam satu aktivitas dari aktivitas-
aktivitas yang berat dan sukar.
Dengan kata lain ,Ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang fiqih (pakar
fiqih islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum sesuatu melalui dalil syara.
Sedangkan Ijtihad menurut Istilah ulama’ ushul adalah mengerahkan segala daya untuk
menghasilkan hukum syara’ dari dalilnya yang rinci diantara dalil syara.
B. Hukum Melakukan Ijtihad
Menurut para ulama bagi seseorang yang sudah memenuhi persyaratan ijtihad, ada empat
hukum yang bisa dikenakan pada orang tersebut berkenan dengan Ijtihad, yaitu:
1. Orang tersebut dihukumi fardu ain untuk berjihad apabila ada permasalahan yang
menimpa dirinya dan harus mengamalkan hasil dari ijtihadnya, dan tidak boleh taqlid
kepada orang lain.Karena hukum ijtihad itu sama dengan hukum allah terhadap
permaslahan yang ia yakini bahwa hal itu termasuk hukum allah.
2. Juga dihukumi fardu ain jika ditanyakan tentang suatu permasalahan yang belum ada
hukumnya. Karena jika tidak segera dijawab dikhawatirkan akan terjadi kesalahan
dalam mengetahui kejadian tersebut
3. Dihukumi fardu Kifayah, permaslahan yang diajukan kepadanya tidak dikhawatirkan
akan habis waktunya, atau ada orang lain selain dirinya yang sama sama memenuhi
syarat syarat sebagai seorasng mujtahid.
4. Dihukumi sunah apabila ber Ijtihad kepada suatu peristiwa atau permasalahan yang
belum terjadi, baik ditanya ataupun tidak.
5. Dihukumi haram apabila ber Ijtihad terhadap permasalahan yang sudah ditetapkan
secara qathi , sehingga hasil ijtihadnya itu bertetntangan dengan dalil syara.
C. Ruang Lingkup Ijtihad
Sutrisno dalam buku Metode Istinbat Hukum Islam Kontemporer menyebutkan,Ijtihad
digunakan para ulama untuk menjawab permasalahan yang timbul diantara kaum muslim,
dan belum diketahui status hukumnya.Sehingga dapat dikatakan bahwa Ijtihad ini penting
dalam perkembangan hukum islam. Seorang ulama bahkan menyatakan Ijtihad tidak boleh
terhenti pada suatu zaman lantaran sedemikian krusialnya.Adapun cakupan Ijtihad, Imam
Al-Ghazali menegaskan bahwa Ijtihad hanya boleh dilakukan terhadap hukum syara yang
tidak terdapat dalil qath’i-nya,kecuali lingkup akal dan ilmu kalam. Terhadap persoalan yang
qath’i, tidak perlu diperselisihkan dan jangan diragukan lagi kebenarannya.
Sebagaimana Mujtahid tidak diperkenankan untuk memasukan perkara seperti kewajiban
shalat lima waktu,zakat,atau hukum lainnya yang telah disepakati para ulama.Menukil
pendapat ulama Ali Hasballaha dalam buku metode Istinbat Hukum Islam Kontemporer
untuk ruang lingkup Ijtihad yaitu permasalahan yang tidak diatur secara tegas dalam nash
Al-Quran maupun sunah nabi, dan belum ada kesepakatan ulama tentangnya. Ia juga
berpandangan bahwa kandungan Al- Qur’an terkait soal muamalah terungkap secara umum
sehingga dalilnya kebanyakan dzanni, maka yang seperti inilah termasuk lapangan bagi
Ijtihad.

Anda mungkin juga menyukai