Anda di halaman 1dari 14

Pertanyaan Reflektif

Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan cobalah jawab pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan:
Iva kurang menguasai pelajaran Matematika, sehingga pada saat pelajaran
tersebut berlangsung, dia lebih banyak berdiam diri atau menggambar di
buku pelajarannya. Pada saat guru Matematikanya, Pak Seno, menanyakan
pertanyaan Iva menjadi gugup, dan tak sengaja menjatuhkan tasnya dari
kursi, serta tiba-tiba menjadi gagap pada saat berupaya menjawab. Seluruh
kelas pun tertawa melihat perilaku Iva yang bicara tergagap dan terkejut
tersebut. Pak Seno pada saat itu membiarkan teman-teman Iva menertawakan
Iva yang tergagap dan malu luar biasa, dan malahan minta Iva untuk maju ke
depan dan berdiri di depan kelas sambil menunjuk hidungnya karena tidak
bisa menjawab pertanyaan Pak Seno. Kelas makin gaduh, dan anak-anak pun
tertawa melihat Iva di depan kelas memegang ujung hidungnya.

Jawablah kedua pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap


jawaban rekan Anda.

1. Apakah Anda setuju dengan tindakan pak Seno terhadap Iva? Mengapa?
2. Menurut Anda, tindakan Pak Seno terhadap Iva adalah sebuah hukuman
atau konsekuensi? Mengapa?

3.Hukuman, Konsekuensi dan Restitusi


4.
Dalam menjalankan peraturan ataupun keyakinan kelas/sekolah, bilamana
ada suatu pelanggaran, tentunya sesuatu harus terjadi. Untuk itu kita perlu
meninjau ulang tindakan penegakan peraturan atau keyakinan kelas/sekolah
kita selama ini. Tindakan terhadap suatu pelanggaran pada umumnya
berbentuk hukuman atau konsekuensi. Dalam modul ini akan diperkenalkan
program disiplin positif yang dinamakan Restitusi.
5. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki
kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka,
dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004). Restitusi juga merupakan
proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk
masalah mereka, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa
yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang
lain (Chelsom Gossen, 1996).
6. Sebelum kita membahas lebih mendalam tentang penerapan Restitusi, kita
perlu bertanya dahulu, adakah perbedaan antara hukuman dan konsekuensi?
Bila sama, di mana persamaannya? Bila berbeda, bagaimana perbedaannya?
Di bawah ini Anda akan diberikan suatu gambaran perbedaan antara
Hukuman, Konsekuensi, dan Restitusi itu sendiri.

7. Bila kita melihat bagan di bawah ini, kata disiplin tanpa tambahan kata
‘positif’ di belakangnya, sesungguhnya sudah merupakan identitas sukses
dan hukuman merupakan identitas gagal. Disiplin yang sudah bermakna
positif terbagi dua bagian yaitu Disiplin dalam bentuk Konsekuensi, dan
Disiplin dalam bentuk Restitusi, yang selanjutnya akan dijelaskan dengan
lebih rinci di pembelajaran 2.2 dan 2.6.
8. Berdasarkan bagan diatas, maka kita bisa menyimpulkan bahwa hukuman
bersifat tidak terencana atau tiba-tiba. Anak atau murid tidak tahu apa yang
akan terjadi, dan tidak dilibatkan. Hukuman bersifat satu arah, dari pihak
guru yang memberikan, dan murid hanya menerima suatu hukuman tanpa
melalui suatu kesepakatan, atau pengarahan dari pihak guru, baik sebelum
atau sesudahnya. Hukuman yang diberikan bisa berupa fisik maupun psikis,
murid/anak disakiti oleh suatu perbuatan atau kata-kata.
9. Sementara disiplin dalam bentuk konsekuensi, sudah terencana atau sudah
disepakati; sudah dibahas dan disetujui oleh murid dan guru. Umumnya
bentuk-bentuk konsekuensi dibuat oleh pihak guru (sekolah), dan murid
sudah mengetahui sebelumnya konsekuensi yang akan diterima bila ada
pelanggaran. Pada konsekuensi, murid tetap dibuat tidak nyaman untuk
jangka waktu pendek. Konsekuensi biasanya diberikan berdasarkan suatu
data yang umumnya dapat diukur, misalnya, setelah 3 kali tugasnya tidak
diselesaikan pada batas waktu yang diberikan, atau murid melakukan
kegiatan di luar kegiatan pembelajaran, misalnya mengobrol, maka murid
tersebut akan kehilangan waktu bermain, dan harus menyelesaikan tugas
karena ketertinggalannya. Peraturan dan konsekuensi yang mengikuti ini
sudah diketahui sebelumnya oleh murid. Sikap guru di sini senantiasa
memonitor murid.
Mencatat 100 kali di dalam buku kalimat, “Saya tidak akan terlambat lagi”,
karena terlambat ke sekolah.k
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat hadir di sekolah.h
Membersihkan coretan yang dibuatnya di meja tulis.k
Murid diminta untuk ‘push up’ 15 kali karena tidak menggunakan masker ke
sekolah.h
Menggantikan kertas tugas teman yang telah dicoret-coret.k
Berjemur di lapangan basket pukul 12:00 siang karena mengobrol dengan
teman.h
Murid diminta bertelanjang kaki sepanjang hari karena tidak menggunakan
sepatu warna hitam sesuai peraturan sekolah.h
Berdiri di depan kelas sambil mengangkat kaki satu, karena tidak bisa
menjawab pertanyaan.h
Membersihkan tumpahan air di meja tulis karena tersenggol pada saat
belajar.k
Kehilangan 10 menit jam istirahat untuk mengerjakan tugas, karena
terlambat datang dan tertinggal pelajaran selama 10 menit.k
Duduk di bangku di pinggir lapangan pada jam istirahat, tidak diizinkan
bermain oleh guru piket, karena mencederai teman saat bermain di
lapangan.k
Terlambat hadir di pembelajaran daring 15 menit, dan diminta untuk tinggal
15 menit sesudah kelas usai untuk membahas ketertinggalan
pembelajaran.k
Lari mengelilingi lapangan basket 2 kali karena terlambat 10 menit untuk
pelajaran PJOK.k
Membersihkan WC sekolah karena mematahkan pensil kawannya.h

Pertanyaan Reflektif

Bacalah kasus Ibu Anas di bawah ini dan jawablah pertanyaan-pertanyaan yang
diberikan:

Ibu Anas guru kelas 2 SD, mendapatkan masalah. Murid-muridnya tidak bisa
tertib berdiri antri di depan pintu kelas, dan selalu berebutan masuk ke dalam
kelas setelah jam istirahat usai. Ini tentunya sangat mengganggu proses
pembelajaran dimana kelas tidak dapat mulai tepat waktu karena Ibu Anas
sibuk menenangkan murid-muridnya untuk waktu cukup lama. Akhirnya Bu
Anas berpikir cepat, dan mengandalkan stiker bintang. Setiap murid-muridnya
akan masuk kelas usai jam istirahat, Bu Anas akan mengiming-imingi murid-
muridnya dengan stiker bintang. “Siapa yang dapat berdiri lurus dan berbaris
rapi antri di depan pintu, dapat bintang dari Bu Anas!” Sebagian besar murid-
muridnya menyambut tantangan tersebut, dan langsung berdiri rapi di depan
pintu agar mendapatkan stiker bintang. Hal ini terus dilakukan Bu Anas
selama beberapa minggu, karena cukup berhasil membuat murid-muridnya
berdiri rapi antri di depan pintu. Sampai pada suatu saat Bu Anas sakit, dan
terpaksa digantikan Pak Heru. Pak Heru tidak mengetahui tentang stiker
bintang, dan benar saja, pada saat mau masuk ke kelas usai jam istirahat
murid-murid kelas 2 kembali berebutan masuk kelas. Apa yang terjadi,
mengapa?

Jawablah ketiga pertanyaan ini, dan berilah minimal 2 tanggapan terhadap


jawaban rekan Anda.
1. Berdasarkan teori motivasi yang telah Anda pelajari pada
pembelajaran sebelumnya, kira-kira apa motivasi murid-murid kelas 2 untuk
bersedia berdiri antri sebelum masuk kelas?
2. Adakah cara lain agar murid-murid kelas 2 bersedia antri di depan kelas
tanpa diberi penghargaan stiker bintang? Jelaskan.

Bertanggung jawab Saling menghormati Komitmen Keamanan


Kesehatan

Penghukum

Seorang penghukum bisa menggunakan hukuman fisik maupun verbal. Orang-orang


yang menjalankan posisi penghukum, senantiasa mengatakan bahwa sekolah
memerlukan sistem atau alat yang dapat lebih menekan murid-murid lebih dalam
lagi. Guru-guru yang menerapkan posisi penghukum akan berkata:

“Patuhi aturan saya, atau awas!”

“Kamu selalu saja salah!”

“Selalu, pasti selalu yang terakhir selesai”

Guru seperti ini senantiasa percaya hanya ada satu cara agar pembelajaran bisa
berhasil, yaitu cara dia.

Penghukum (Nada suara tinggi, bahasa tubuh: mata melotot, dan jari menunjuk-
nunjuk menghardik):

“Terlambat lagi, pasti terlambat lagi, selalu datang terlambat, kapan bisa datang
tepat waktu?”

Tanyakan kepada diri Anda:


Bagaimana perasaan murid bila guru berbicara seperti itu pada saat muridnya
datang terlambat?

Hasil:

Kemungkinan murid marah dan mendendam atau bersifat agresif. Bisa jadi sesudah
kembali duduk, murid tersebut akan mencoret-coret bukunya atau meja tulisnya.
Lebih buruk lagi, sepulang sekolah, murid melihat motor atau mobil bapak/ibu guru
dan akan menggores kendaraan tersebut dengan paku.

Pembuat Merasa Bersalah

Pada posisi ini biasanya guru akan bersuara lebih lembut. Pembuat rasa bersalah
akan menggunakan keheningan yang membuat orang lain merasa tidak nyaman,
bersalah, atau rendah diri. Kata-kata yang keluar dengan lembut akan seperti:

“Ibu sangat kecewa sekali dengan kamu”

“Berapa kali Bapak harus memberitahu kamu ya?”

“Gimana coba, kalau orang tua kamu tahu kamu berbuat begini?”

Di posisi ini murid akan memiliki penilaian diri yang buruk tentang diri mereka, murid
merasa tidak berharga, dan telah mengecewakan orang-orang disayanginya.

Pembuat Merasa Bersalah (Nada suara memelas/halus/sedih, bahasa tubuh:


merapat pada anak, lesu):

“Adi, kamu ini bagaimana ya? Kamu sudah berjanji dengan ibu tidak akan terlambat
lagi. Kamu kenapa ya senang sekali mengecewakan Ibu. Ibu benar-benar kecewa
sekali.”

Bagaimana perasaan murid bila ditegur seperti cara ini?

Hasil:

Murid akan merasa bersalah. Bersalah telah mengecewakan ibu atau bapak
gurunya. Murid akan merasa menjadi orang yang gagal dan tidak sanggup
membahagiakan orang lain. Kadangkala sikap seperti ini lebih berbahaya dari sikap
penghukum, karena emosi akan tertanam rapat di dalam, murid menahan perasaan.
Tidak seperti murid dalam dengan guru penghukum, di mana murid bisa
menumpahkan amarahnya walaupun dengan cara negatif. Murid tertekan seperti
inilah yang tiba-tiba bisa meletus amarahnya, dan bisa menyakiti diri sendiri atau
orang lain.

Teman
Guru pada posisi ini tidak akan menyakiti murid, namun akan tetap berupaya
mengontrol murid melalui persuasi. Posisi teman pada guru bisa negatif ataupun
positif. Positif di sini berupa hubungan baik yang terjalin antara guru dan murid. Guru
di posisi teman menggunakan hubungan baik dan humor untuk mempengaruhi
seseorang. Mereka akan berkata:

“Ayo bantulah, demi bapak ya?”

“Ayo ingat tidak bantuan Bapak selama ini?”

“Ya sudah kali ini tidak apa-apa. Nanti Ibu bantu bereskan”.

Hal negatif dari posisi teman adalah bila suatu saat guru tersebut tidak membantu
maka murid akan kecewa dan berkata, “Saya pikir bapak/Ibu teman saya”. Murid
merasa dikecewakan, dan tidak mau lagi berusaha. Hal lain yang mungkin timbul
adalah murid hanya akan bertindak untuk guru tertentu, dan tidak untuk guru
lainnya. Murid akan tergantung pada guru tersebut.

Teman (nada suara: ramah, akrab, dan bercanda, bahasa tubuh: merapat pada
murid, mata dan senyum jenaka)

“Adi, ayolah, bagaimana sih kamu. Kemarin kamu sudah janji ke bapak bukan,
kenapa terlambat lagi? (sambil tertawa ringan). Ya, sudah tidak apa-apa, duduk dulu
sana. Nanti Pak Guru bantu. Kamu ini.” (sambil senyum-senyum).

Bagaimana perasaan murid dengan sikap guru seperti ini?

Hasil:

Murid akan merasa senang dan akrab dengan guru. Ini termasuk dampak yang
positif, hanya saja di sisi negatif murid menjadi tergantung pada guru tersebut. Bila
ada masalah, dia merasa bisa mengandalkan guru tersebut untuk membantunya.
Akibat lain dari posisi teman, Adi hanya akan berbuat sesuatu bila yang menyuruh
adalah guru tersebut, dan belum tentu berlaku yang sama dengan guru atau orang
lain.

Pemantau

Memantau berarti mengawasi. Pada saat kita mengawasi, kita bertanggung jawab
atas perilaku orang-orang yang kita awasi. Posisi pemantau berdasarkan pada
peraturan-peraturan dan konsekuensi. Dengan menggunakan sanksi/konsekuensi,
kita dapat memisahkan hubungan pribadi kita dengan murid, sebagai seseorang
yang menjalankan posisi pemantau. Pertanyaan yang diajukan seorang pemantau:

“Peraturannya apa?”

“Apa yang telah kamu lakukan?”


“Sanksi atau konsekuensinya apa?”

Seorang pemantau sangat mengandalkan penghitungan, catatan, data yang dapat


digunakan sebagai bukti atas perilaku seseorang. Posisi ini akan menggunakan
stiker, slip catatan, daftar cek. Posisi pemantau sendiri berawal dari teori stimulus-
respon, yang menunjukkan tanggung jawab guru dalam mengontrol murid.

Pemantau (nada suara datar, bahasa tubuh yang formal):

Guru: “Adi, tahukah kamu jam berapa kita memulai?”

Adi: “Tahu Pak!”

Guru: “Kamu terlambat 15 menit, apakah kamu sudah mengerti konsekuensi yang
harus dilakukan bila terlambat?”

Adi: “Paham Pak, saya harus tinggal kelas pada jam istirahat nanti dan
mengerjakan tugas ketertinggalan saya.”

Guru: “Ya, benar, nanti pada saat jam istirahat kamu harus tinggal di kelas untuk
menyelesaikan tugas yang tertinggal tadi. Saya tunggu”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Hasil:

Murid memahami konsekuensi yang harus dijalankan karena telah melanggar salah
satu peraturan sekolah. Guru tidak menunjukkan suatu emosi yang berlebihan,
menjadi marah atau membuat merasa berbuat salah. Murid tetap dibuat tidak
nyaman yaitu dengan harus tinggal kelas pada waktu jam istirahat dan mengerjakan
tugas. Guru tetap harus memantau murid pada saat mengerjakan tugas di jam
istirahat karena murid tidak bisa ditinggal seorang diri.

Manajer

Posisi terakhir, Manajer, adalah posisi di mana guru berbuat sesuatu bersama
dengan murid, mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya,
mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri.
Seorang manajer telah memiliki keterampilan di posisi teman maupun pemantau,
dan dengan demikian, bisa jadi di waktu-waktu tertentu kembali kepada kedua posisi
tersebut bila diperlukan. Namun bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi
manusia yang merdeka, mandiri dan bertanggung jawab, maka kita perlu mengacu
kepada Restitusi yang dapat menjadikan murid kita seorang manajer bagi dirinya
sendiri. Di manajer, murid diajak untuk menganalisis kebutuhan dirinya, maupun
kebutuhan orang lain. Disini penekanan bukan pada kemampuan membuat
konsekuensi, namun dapat berkolaborasi dengan murid bagaimana memperbaiki
kesalahan yang ada. Seorang manajer akan berkata
“Apa yang kita yakini?” (kembali ke keyakinan kelas)
“Apakah kamu meyakininya?”

“Jika kamu meyakininya, apakah kamu bersedia memperbaikinya?”


“Jika kamu memperbaiki ini, hal ini menunjukkan apa tentang dirimu?”

“Apa rencana kamu untuk memperbaiki hal ini?”

Tugas seorang manajer bukan untuk mengatur perilaku seseorang. Kita


membimbing murid untuk dapat mengatur dirinya. Seorang manajer bukannya
memisahkan murid dari kelompoknya, tapi mengembalikan murid tersebut ke
kelompoknya dengan lebih baik dan kuat.

Bisa jadi dalam praktik penerapan disiplin sehari-hari, kita akan kembali ke posisi
Teman atau Pemantau, karena murid yang ditangani belum siap diajak berdiskusi
atau diundang melakukan restitusi. Namun perlu disadari tujuan akhir dari 5 posisi
kontrol seorang guru adalah pencapaian posisi Manajer, di mana di posisi inilah
murid dapat menjadi pribadi yang mandiri, merdeka, dan bertanggung jawab atas
segala perilaku dan sikapnya, yang pada akhirnya dapat menciptakan lingkungan
yang positif, nyaman, dan aman.

Manajer (nada suara tulus, bahasa tubuh tidak kaku, mendekat ke murid):

Guru: “Adi, apakah kamu mengetahui jam berapa sekolah dimulai?”

Adi: “Tahu Pak, jam 7:00!”

Guru: “Ya, jadi kamu terlambat, kira-kira bagaimana kamu akan memperbaiki
masalah ini?”

Adi: “Saya bisa menanyakan teman saya Pak, untuk mengejar tugas yang
tertinggal.”

Guru: “Baik, itu bisa dilakukan. Apakah besok akan ada masalah untuk kamu agar
bisa hadir tepat waktu ke sekolah?”

Adi: “Tidak Pak, saya bisa hadir tepat waktu.”

Guru: “Baik. Saya hargai usahamu untuk memperbaiki diri”

Bagaimana perasaan murid diperlakukan seperti ini?

Pada posisi Manajer maka suara guru sebaiknya tulus. Tidak perlu marah, tidak
perlu meninggikan suara, apalagi menunjuk-nunjuk jari ke murid, berkacak
pinggang, atau bersikap seolah-olah menyesal, tampak sedih sekali akan perbuatan
murid ataupun bersenda gurau menempatkan diri sebagai teman murid.

Fokus ada pada murid, bukan untuk membahagiakan guru atau orang tua. Murid
sudah mengetahui adanya suatu masalah, dan sesuatu perlu terjadi. Bila guru
mengambil posisi Pemantau, guru akan melihat apa konsekuensinya apa
peraturannya? Namun pada posisi Manajer, guru akan mengembalikan tanggung
jawab pada murid untuk mencari jalan keluar permasalahannya, tentu dengan
bimbingan guru.

Lihatlah kedua garis posisi kontrol di bawah ini. Garis yang pertama adalah posisi
kontrol Anda di rumah, mungkin sebagai seorang ibu/ayah/kakak/paman/bibi, dan
garis kedua adalah posisi kontrol Anda di tempat kerja sebagai guru/kepala sekolah.

Bagaimana posisi kontrol Anda selama ini menjalankan disiplin positif di kedua
tempat tersebut. Isi dan refleksikan posisi Anda selama ini di kedua garis tersebut.

Setelah mengisi di mana posisi kontrol Anda selama di rumah maupun di sekolah,
tanyakan diri, “Apakah saya berbeda menghadapi anak/keponakan dengan
menghadapi murid-murid saya?” Mengapa berbeda?

Setelah pelatihan ini, cobalah mengisi garis posisi kontrol ini, dan bandingkan
dengan posisi Anda setelah mengikuti pelatihan. Adakah perbedaan? Mengapa?
Bagaimana untuk sampai di posisi Manajer, apa yang perlu terjadi?

3 Sisi Segitiga Restitusi

Bapak/Ibu calon guru penggerak,


Setelah Anda mengetahui tentang apa itu restitusi, tentunya Anda ingin
mengetahui bagaimana cara melakukannya. Diane Gossen
dalam bukunya Restitution; Restructuring School Discipline, (2001) telah merancang
sebuah tahapan untuk memudahkan para guru dan orangtua dalam melakukan
proses untuk menyiapkan anaknya untuk melakukan restitusi, bernama segitiga
restitusi/restitution triangle. Sebelumnya marilah kita tonton dahulu video sebuah
penanganan kasus yang dilakukan guru dengan menggunakan pendekatan Segitiga
Restitusi.
Setelah melihat video tersebut silakan Anda melihat bagan berikut tentang 3 sisi
dari Segitiga Restitusi. Proses tiga tahapan tersebut didasarkan pada prinsip-prinsip
utama dari Teori Kontrol, yaitu:

Ketiga strategi tersebut direpresentasikan dalam 3 sisi segitiga restitusi. Langkah-


langkah tersebut tidak harus dilakukan satu persatu secara kaku. Banyak guru yang
sudah menggunakannya dalam berbagai versi menurut gaya mereka masing-
masing bahkan tanpa mengetahui tentang teori restitusi.

Segitiga Restitusi
Sisi 1. Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)

Bagian dasar dari segitiga bertujuan untuk mengubah identitas anak dari orang yang
gagal karena melakukan kesalahan menjadi orang yang sukses. Anak yang
melanggar peraturan karena sedang mencari perhatian adalah anak yang sedang
mengalami kegagalan. Dia mencoba untuk memenuhi kebutuhan dasarnya namun
ada benturan. Kalau kita mengkritik dia, maka kita akan tetap membuatnya dalam
posisi gagal. Kalau kita ingin ia menjadi reflektif, maka kita harus meyakinkan si
anak, dengan cara mengatakan kalimat-kalimat ini:

o Berbuat salah itu tidak apa-apa.

o Tidak ada manusia yang sempurna

o Saya juga pernah melakukan kesalahan seperti itu.

o Kita bisa menyelesaikan ini.

o Bapak/Ibu tidak tertarik mencari siapa yang salah, tapi Bapak/Ibu ingin
mencari solusi dari permasalahan ini.

o Kamu berhak merasa begitu.

o Apakah kamu sedang menjadi teman yang baik buat dirimu sendiri?
Kalau kita mengatakan kalimat-kalimat diatas, akan sangat sulit, bahkan hampir
tidak mungkin, buat anak untuk tetap membangkang. Para guru yang bertugas
mengawasi anak-anak saat mereka bermain di halaman sekolah, menyatakan
bahwa bila mereka mengatakan kalimat tersebut yang mungkin hanya butuh 30
detik, bisa mengubah situasi yang sulit menjadi kooperatif.

Ketika seseorang merasa sedih dan emosional, mereka tidak bisa mengakses
bagian otak yang berfungsi untuk berpikir rasional, seperti yang Bapak Ibu CGP
telah pelajari di modul 1.2 tentang konsep otak 3-in-1 (Triune). Saat itulah ketika kita
harus menstabilkan identitas anak. Sebelum terjadi hal-hal lain yang bisa
memperburuk keadaan, kita sebaiknya membantu anak untuk tenang dan kembali
ke suasana hati dimana proses belajar dan penyelesaian masalah bisa dilakukan.

Tentu akan sulit melakukan restitusi bila, anak yang berbuat salah terus berfokus
pada kesalahannya. Ada 3 alasan untuk ini, pertama rasa bersalah menguras
energi. Rasa bersalah membutuhkan energi yang sama dengan energi yang
dibutuhkan untuk mencari penyelesaian masalah. Kedua, ketika kita merasa
bersalah, kita mengalami identitas kegagalan. Dalam kondisi ini, orang akan
cenderung untuk menyalahkan orang lain atau mempertahankan diri, daripada
mencari solusi. Ketiga, perasaan bersalah membuat kita terperangkap pada masa
lalu dimana kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kita hanya bisa mengontrol
apa yang akan terjadi di masa kini dan masa datang.

Sisi 2. Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh...

Setiap tindakan kita dilakukan dengan suatu tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan
dasar. Kalau kita memahami kebutuhan dasar apa yang mendasari sebuah
tindakan, kita akan bisa menemukan cara-cara paling efektif untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.

Menurut Teori Kontrol semua tindakan manusia, baik atau buruk, pasti memiliki
maksud/tujuan tertentu. Seorang guru yang memahami teori kontrol pasti akan
mengubah pandangannya dari teori stimulus response ke cara berpikir proaktif yang
mengenali tujuan dari setiap tindakan. Kita mungkin tidak suka sikap seorang anak
yang terus menerus merengek, tapi bila sikap itu mendapat perhatian kita, maka itu
telah memenuhi kebutuhan anak tersebut. Kalimat-kalimat di bawah ini mungkin
terdengar asing buat guru, namun bila dikatakan dengan nada tanpa menghakimi
akan memvalidasi kebutuhan mereka.

o “Padahal kamu bisa melakukan yang lebih buruk dari ini ya?”

o “Kamu pasti punya alasan mengapa melakukan hal itu”

o “Kamu patut bangga pada dirimu sendiri karena kamu telah melindungi
sesuatu yang penting buatmu”.

o “Kamu boleh mempertahankan sikap itu, tapi kamu harus menambahkan


sikap yang baru.”
Biasanya guru menyuruh anak untuk menghentikan sikap yang tidak baik, tapi teori
kontrol menyatakan bahwa resep itu tidak manjur. Mungkin tindakan guru dengan
memvalidasi sikap yang tidak baik seperti bertentangan dengan aturan yang ada,
namun sebetulnya tujuannya untuk menunjukkan bahwa guru memahami alasan di
balik tindakan murid.

Restitusi tidak menyarankan guru bicara ke murid bahwa melanggar aturan adalah
sikap yang baik, tapi dalam restitusi guru harus memahami alasannya, dan paham
bahwa setiap orang pasti akan melakukan yang terbaik di waktu tertentu. Sebuah
pelanggaran aturan seringkali memenuhi kebutuhan anak akan penguasaan/power
walaupun seringkali bertabrakan dengan kebutuhan yang lain, yaitu kebutuhan akan
kasih sayang dan rasa diterima/love and belonging. Kalau kita tolak anak yang
sedang berbuat salah, dia akan tetap menjadi bagian dari masalah, namun bila kita
memahami alasannya melakukan sesuatu, maka dia akan merasa dipahami.

Para guru yang telah menerapkan strategi ini mengatakan bahwa anak-anak yang
tadinya tidak terjangkau, menjadi lebih terbuka pada mereka. Strategi ini
menguntungkan bagi murid dan guru karena guru akan berada dalam posisi siswa,
dan karena itu akan memiliki perspektif yang berbeda.

Sisi 3. Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)

Teori kontrol menyatakan bahwa kita pada dasarnya termotivasi secara internal.
Ketika identitas sukses telah tercapai (langkah 1) dan tingkah laku yang salah telah
divalidasi (langkah 2), maka anak akan siap untuk dihubungkan dengan nilai-nilai
yang dia percaya, dan berpindah menjadi orang yang dia inginkan. Pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini menghubungkan keyakinan anak dengan keyakinan kelas
atau keluarga.

o Apa yang kita percaya sebagai kelas atau keluarga?

o Apa nilai-nilai umum yang kita telah sepakati?

o Apa bayangan kita tentang kelas yang ideal?

o Kamu mau jadi orang yang seperti apa?

Penting untuk menanyakan ke anak, kehidupan seperti apa nantinya yang mereka
inginkan?

Apakah kamu ingin menjadi orang yang sukses, bertanggung jawab, atau bisa
dipercaya?

Kebanyakkan anak akan mengatakan “Iya,” Tapi mereka tidak tahu bagaimana
caranya menjadi orang seperti itu. Guru dapat membantu dengan bertanya, seperti
apa jika mereka menjadi orang seperti itu. ketika anak sudah mendapat gambaran
yang jelas tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, guru dapat membantu
anak-anak tetap fokus pada gambaran tersebut.
Pak Joko : Mario, Adi, Bapak tadi dengar laporan dari guru piket di kantin, sepertinya kalian dalam
masalah ya. Ada yang bisa Bapak bantu? Apa yang terjadi? Mario dan Adi : Iya Pak. Tadi pada jam
istirahat pagi, kami main lempar-lemparan makanan di kantin, tapi tidak sengaja malah kelempar
kena wajah Ibu Dina, kepala sekolah, ketika beliau sedang berjalan. Pak Joko : Kalian main lempar-
lemparan makanan di kantin kena wajah Ibu Dina ketika beliau sedang lewat? Mario dan Adi : Iya Pak
(Dengan wajah sedih dan muka menunduk) Pak Joko : Adi, ada informasi yang kamu mau
tambahkan? Adi : Kami tidak bermaksud melakukannya, tapi ... Pak Joko : Tapi.. Adi : Tapi kami tidak
sengaja Pak Joko : Apakah kalian tahu kalau kalian berada dalam masalah sekarang? Mario dan Adi :
Iya Pak Joko : Baiklah. Bapak disini bukan untuk mencari siapa yang salah, Bapak disini untuk mencari
penyelesaian sama-sama, berpikir sama-sama tentang apa yang bisa kita lakukan untuk memperbaiki
situasi ini. Kalian pasti melakukan itu ada alasannya ya. Pasti seru ya main lemparlemparan makanan
begitu Mario dan Adi : Iya Pak. Pak Joko : Ya Bapak bisa lihat kalian merasa senang melakukannya,
tetapi yang kalian lakukan merugikan orang lain, sehingga sekarang kalian dalam masalah. Mario dan
Adi : Iya pak Pak Joko : Sekarang mari kita bicara tentang keyakinan kelas dan keyakinan sekolah kita.
Apa yang kita percaya? Yang mana yang kalian belum tunjukkan? Mario : Kita harus bersikap baik
satu sama lain Adi : Menghormati orang lain dan menghormati dirimu sendiri. Pak Joko : Kalian
berdua ingat dengan baik keyakinan kelas kita Kita kembali pada ketika kalian main lempar-lemparan
makanan dan mengenai Ibu Dina, apakah ketika kalian melakukan itu kalian menghormati orang lain
dan lingkungan? Mario dan Adi : Tidak Pak Joko : Tapi kalian mendapatkan rasa senang. Menurut
Bapak, ada cara untuk mendapatkan rasa senang, tanpa merugikan orang lain. Bagaimana menurut
kalian? Mario dan Adi : Iya Pak Pak Joko : Nah sekarang mari kita selalu mengindahkan keyakinan
kelas kita. besok kita ke kantin, dan kalian bisa berperilaku lebih baik lagi.

Bertahan hidup kasih sayang dan rasa diterima kebebasan kesenangan penguasaan

Anda mungkin juga menyukai