Anda di halaman 1dari 5

behavior

Contoh ini berdasarkan pengalaman pribadi ketika saya memasuki sekolah menengah pertama.
Saya bukanlah murid yang berprestasi di bidang akademik sewaktu duduk di bangku SD.
Mengamati anak perempuan semata wayang tak becus dalam urusan sekolah, ibu saya
menawarkan sebuah perjanjian yang rupanya dapat menumbuhkan motivasi belajar saya.
Apabila saya bisa memperoleh peringkat sepuluh besar, saya akan terbebas dari segala urusan
rumah tangga, seperti mengepel, menyapu, mencuci, dan lain sebagainya. Alhasil, saya pun giat
belajar demi terbebas dari kewajiban membantu ibu. Dan tanpa disangka, saya berhasil
memperoleh peringkat pertama. Senyuman penuh kebahagian, syukur, dan rasa bangga pun yang
terukir di wajah ibu setelah pulang mengambil rapor. Hal ini menyebabkan saya menjadi kian
kalut dalam usaha mempertahankan juara kelas dari tahun ke tahun. Dan banyak hal positif yang
saya rasakan setelah itu, seperti lebih dihargai teman dan guru dan yang paling penting adalah
tidak lagi dibanding-bandingkan dengan kakak saya yang merupakan murid teladan dan tak
diragukan kepandaiannya. Sayangnya, ketika saya gagal menjaga konsistensi tersebut, maka saya
akan mendapatkan beberapa hal sebagai ganjaran, seperti berkurangnya waktu bermain dan
sudah tentu harus tetap mengerjakan tugas bersih-bersih rumah.

Dari contoh kasus di atas, dapat dijabarkan beberapa hal sebagai berikut :

Penguatan (reinforcement) atau penghargaan (reward), yaitu suatu konsekuensi yang


meningkatkan peluang terjadinya sebuah perilaku, seperti usaha belajar yang meningkat
setelah diberi stimulus.
Penguatan negatif (Negative reinforcer) merupakan penguatan yang didasarkan pada
prinsip bahwa frekuensi dari respons meningkat diikuti oleh stimulus yang tidak
menyenangkan, misalnya usaha belajar meningkat dikarenakan untuk menghindari tugas-
tugas rumah..
Hukuman (punishment) adalah suatu konsekuensi yang menurunkan peluang, contohnya
tugas bersih-bersih dan kuantitas waktu bermain dikurangi.

Kognitif

teori psikology kognitif selalu kita terapkan dalam kehidupan sehari hari kita. Mulai dari
bangun tidur samapi tidur lagi. Contohnya . pada saat kita terbangun oleh deringnya jam
beker,kita bisa memutuskan tindakan apa yang kita lakukan, mematikan jam beker lalu bangun ,
apa mematikan jam beker kemudian tidur lagi. Kemudian kita melakukan mematikan jam beker
dan melanjutkan tidur. Disinilah kita sudah melakukan proses kognisi, dimana kita bisa
menerima informasi,mengolah, dan memutuskan suatu informasi tersebut. Dalam kehidupan
sehari-hari sangat jelas, untuk memutuskan hal yang terkecil sampai dengan yang terbesar kita
menggunakan teori psikology kognitif. Salah satu syaraat menjadi makhluk hidup adalah kita
dituntut untuk berfikir.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/lulukrosidah/teori-kognitif-kita-terapkan-sehari-
hari_5528d3f66ea834db508b46fc

humanism

Kasus
Kesulitan Penyesuaian Diri Mahasiswi S dalam kehidupan kampus
S, berusia 22 tahun, mahasiswi tingkat 1, mengalami ancaman DO. Dari hasil evaluasi 7 minggu pertama
`ternyata nilai dari semua mata kuliah yang di ambilnya tidak memenuhi persyaratan lulus ke tingkat 2.
PA memebritahu hal ini dengan tujuan dia bias mengejar nilainya, dengan belajar yang lebih alkif agar
tidak terancam DO.
Dari hasil evaluasi 4 mata kuliahnya, S memperoleh 2 nilai C dan 2 nilai D. Dia sangat menyadari bahwa
dia akan sulit untuk mendapat nilai yang baik untuk ke dua mata kuliahnya tersebut. Kenyataannya ini
membuat S merasa sangat stress, hingga kadang dia merasa ingin bunuh diri, karena merasa takut gagal.
Dalam pergaulan dengan teman2nya S selalu merasa minder. Ketika kuliah di kelas besar, dia selalu
memilih duduk di barisan yang paling belakang dan dia jarang bergaul dengan teman-teman
seangkatannya. Dia selalu merasa dirinya kuno, karena menurutnya S selalu berpakaian yang tidak
fashionable . Akibatnya S selalu menyendiri dan lebih senang berada di perpustakaan daripada bergaul
dengan teman-temannya.
S lebih nyaman ketika masih duduk di bangku SMA, dimana kelasnya lebih kecil dan hubungan di antara
siswa di rasakannya lebih akrab. S, merupakan anak ke 2 dari dua bersaudara (keduanya wanita).
Kakaknya berusia 2 tahun lebih tua darinya, dan mempunyai prestasi akademis yang cukup cemerlang
di fakultas yang sama. Walaupun orangtua tidak pernah membandingkan kemampuan ke dua anaknya,
tetapi S merasa bahwa kakaknya mempunyai kelebihan di segala bidang, di bandingkan dengan dirinya.

https://dithafitriyan.wordpress.com/2015/03/16/kasus-teori-dan-analisa-teori-humanistik/

konstruktivisme
Konstruktivisme Dalam Pembelajaran Bidang Studi

1) Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA

Contoh Proses Pembelajaran Fisika

Berikut ini adalah pengalaman pembelajaran yang dilakukan oleh Pak Adam ketika membahas pokok
bahasan 'gerak, kecepatan dan bidang' dalam mata pelajaran fisika. (Diadaptasi dari Leonard & Garace,
1996)

Digunakan dua pipa yang sejajar sama tinggi, meskipun panjangnya tidak sama karena pada pipa 2
terdapat lekukan yang dalam. Pada ujung pipa 1 dan 2 diluncurkan bola yang sama besar dan beratnya.
Pertanyaannya adalah apabila kedua bola tersebut dilepaskan pada saat yang sama, bola pada pipa
manakah yang akan mencapai ujung pipa atau garis finish lebih dulu?

Pada awalnya banyak siswa yang menjawab bahwa bola pada pipa 1 akan lebih cepat mencapai ujung
pipa. Pipa 2 lebih panjang sehingga jarak yang ditempuh bola juga lebih lama.

Siswa lainnya memperkirakan kedua bola akan mencapai ujung pipa pada saat yang sama, karena bola
pada pipa 2 meskipun akan bergerak lebih cepat pada bidang yang menurun, akan melambat ketika
sampai pada bidang yang menanjak.

Tidak ada seorang pun yang memperkirakan bahwa bola pada pipa 2 akan lebih cepat daripada pada
pipa 1.

Ketika dicobakan, anak-anak menjadi terheran-heran, karena setiap kali dilakukan percobaan bola pada
pipa 2 setalu mendahului bola pipa 2. Apa yang ada di dalam pikiran mereka tentang apa yang terjadi?
Mengapa demikian? Apa ini rahasianya?

Saya sampaikan kepada mereka bahwa ini bukan sulap, dan saya minta mereka untuk berpikir ulang
mencermati apa yang terjadi pada bola tersebut ketika mencapai bagian-bagian pipa tertentu.

Pada mulanya mereka merasa segan mengemukakan pendapat, mungkin karena merasa diuji guru
sehingga takut memberi jawaban yang salah.

Tapi saya katakan kepada mereka bahwa yang saya inginkan adalah mereka mau berbagi pendapat
dengan teman-temannya yang lain, mendiskusikan dengan bebas apa yang terjadi. Satu dua siswa mulai
berbicara dan akhirnya menjadi riuh karena hampir semua ikut bicara. Ada yang mengoreksi, ada yang
menyatakan setuju, mereka merasa bebas mengemukakan apa yang mereka pikirkan. Dan akhirnya
mereka sampai pada kesimpulan sebagai berikut.

Kedua bola mencapai titik A pada saat yang sama dengan kecepatan yang sama. Bidang miring dari titik
A ke B mempercepat gerak bola sehingga mencapai titik B lebih cepat daripada bola pipa 2.

Ketika mencapai titik C bola mana yang lebih cepat? Ananda menjawab bahwa keduanya akan tiba pada
saat yang sama. "Mengapa kamu berpikir begitu?" "karena bola pipa 2 meskipun bergerak cepat pada
bidang menurun, akan. melambat ketika melalui bidang yang menanjak," sahutnya. Pendapat ini
ternyata mengundang pendapat pro dan kontra, karena hasil pengamatan menunjukkan bola pada pipa
2 selalu mendahului bola pipa 2.

Melalui pertanyaan-pertanyaan saya berusaha mengarahkan pemikiran mereka pada panjang pipa yang
merupakan jarak yang ditempuh bola. Dan pada akhirnya mereka dapat menemukan kuncinya, yaitu
bahwa bola pipa 2 bergerak lebih cepat daripada bola pada pipa 1, dan kecepatan itu memungkinkan dia
untuk melalui jarak yang lebih panjang dengan waktu lebih pendek, sehingga sampai lebih cepat. Ada
yang langsung menerima, ada juga yang tidak mudah percaya. Nah, terjadilan debat dan diskusi di
antara siswa. Yang penting adalah bahwa pada akhirnya anak-anak dapat memahami bagaimana proses
berpikir seorang ahli fisika ketika berusaha menjelaskan suatu fenomena.

(Diadaptasi dari Leonard, W. & Gerace, W. (1996)

Berdasarkan pembahasan pada Kegiatan Belajar 1 dan 2, menurut Anda karakteristik pembelajaran
konstruktivistik apa saja yang Anda temukan pada contoh pembelajaran di atas?

Kasus pembelajaran di atas merupakan contoh pembelajaran konstruktivisme yang cukup baik. Guru
nampaknya menggunakan pendekatan pembelajaran melalui menemukan. Siswa aktif berpikir dan
mendiskusikan pemikirannya untuk dapat memahami fenomena fisika yang dihadapi. Kita akan
mencermati strategi yang digunakan guru dalam proses pembelajaran tersebut.

Dalam proses pembelajaran tersebut guru melakukan kegiatan sebagai berikut.

(1) Guru memberi suatu kasus untuk dianalisis oleh siswa secara bersama.

(2) Guru menugaskan siswa untuk mfngamati suatu fenomena yang merupakan perwujudan konsep
atau prinsip terter.tu.

(3) Guru mengundang dan mendorong siswa untuk be-pendapat.

(4) Guru meminta siswa menjelaskan pendapatnya melalui pertanyaanpertanyaan, tanpa memberikan
penilaian bahwa suatu pendapat `salah' atau `benar'.

(5) Guru memberikan bimbingan sampai siswa akhirnya dapat membuat kesimpulan sendiri.

Dalam melaksanakan pembelajaran diskoveri guru perlu memperhatikan beberapa saran sebagai
berikut.

(1) Pastikan siswa telah mengenal dan memahami beberapa konsep dasar yang diperlukan yang
relevan dengan tugas yang diberikan guru.

(2) Perlu menyusun struktur kegiatan sebagai acuan siswa. Hat ini diperlukan misalnya untuk kegiatan
lab ipa, kalau tidak ada prosedur yang jelas percobaan yang dilakukan siswa dapat menjadi tidak
bermakna atau bahkan berbahaya.
(3) Bimbing siswa untuk menghubungkan hasil pengamatan dan analisis mereka dengan berbagai
konsep dan prinsip lain. Dengan ini guru menggunakan `pembelajaran tematik' (thematic instruction)
untuk mendorong.siswa membuat kaitan hubungan dan berpikir makro.

2) Pembelajaran Konstruktivistik dalam Bidang IPS

Dalam suatu pelajaran IPS guru menugaskan siswa untuk membentuk kelompok. Guru kemudian
memberi foto kopi peta provinsi Lampung kepada setiap kelompok. Setelah beberapa saat memberi
kesempatan setiap anggota mencermati peta tersebut, guru bertanya "Coba, apa yang menarik dari
nama-nama tempat di peta itu?" Siswa bergantian menjawab bahwa banyak nama desa berbahasa
Jawa, di 'antaranya seperti 'Pringsewu', `Sukohardjo', dan 'Kalirejo'. 'Menurut kalian mengapa terjadi
demikian?'.

Guru berusaha untuk membimbing arah berpikir siswa, mengaitkan kenyataan tersebut dengan aspek
sosial, ekonomi dan budaya, seperti 'transmigrasi', 'hubungan sosial antar budaya' atau multikultural,
dan sebagainya.

Dalam kesempatan berdiskusi dengan kelompok, siswa berusaha mengembangkan pemahaman tentang
interaksi berbagai konsep IPS melalui nama desa.

Menurut Anda dapatkah pembelajaran di atas dikategorikan sebagai pembelajaran tematik, yaitu
pembelajaran yang dikembangkan dari suatu tema/topik? Apabila ya, kira-kira tema apa yang sesuai
dengan contoh pembelajaran di atas?

Perhatikan pula contoh berikut ini!

Dalam suatu pembelajaran matematika, guru bertanya kepada siswa. Saya perlu mengisi bensin mobil
saya, dan saya hanya mempunyai uang Rp100.000,00. Harga bensin sekarang Rp4000,00 per liter.
Dengan uang tersebut berapa liter bensin yang akan saya peroteh?' Siswa sibuk menghitung dan sating
mengecek hasil hitungan dengan teman di dekatnya. `Mirna, jawabnya bagaimana?"

Hampir 23 liter, Pak," sahut Mirna. 'Tepatnya berapa?' "2,222 liter, Pak. "

"Bagus. Nah, sekarang, menurut kalian harga bensin saat ini mahal atau murah?"

Melalui pertanyaan ini Pak Guru membawa siswa berpikir tentang berbagai penyebab perubahan harga
bensin, kaitannya dengan ketersediaan sumber daya alam, dan sebagainya. Dalam pembelajaran ini
siswa mendapat kesempatan untuk berhitung, membahas prinsip ekonomi (naik turunnya harga
merupakan fungsi permintaan dengan persediaan barang), dan . pentingnya pengelolaan sumber daya
alam dengan baik.

Dalam pembelajaran ini siswa dilatih berpikir lintas disiplin (interdisipliner) dan multi disiplin. Kedalaman
dan kompleksitas tujuan pembelajaran tentunya akan bervariasi sesuai dengan jenjang pendidikan.

Anda mungkin juga menyukai