Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN PRAKTIKUM METODE ANALISIS INSTRUMEN

PERCOBAAN 5
ANALISIS KUALITATIF BAHAN BAKU PARASETAMOL
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH
Praktikan:
Kelompok 1-F
1. Khansa Difa Ufairah (10060321162)
2. Nisrina Az Zahra Al Ansori (10060321163)
3. Maimanah Salsabila Rahmatika (10060321164)
4. Rifa Fadhilah (10060321165)
5. Adilah Nurhaliza (10060321166)
6. Fatika Hira Winda Sabaha (10060321168)

Asisten Penanggung Jawab : Nur Annisa,S.Farm

Tanggal Praktikum : 27 Oktober 2022

Tanggal Penyerahan : 3 November 2022

LABORATORIUM FARMASI TERPADU


UNIT A PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
1444 H/2022 M
PERCOBAAN 5
ANALISIS KUALITATIF BAHAN BAKU PARASETAMOL
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI INFRA MERAH

I. TUJUAN PERCOBAAN
1.1 Melakukan analisis kualitatif bahan baku dengan metode
spektofotometri UV- sinar tampak.
1.2 Menyimpulan mutu bahan baku dengan spektrum IR.

II. PRINSIP PERCOBAAN


2.1 Analisis kualitatif berdasarkan pada keberadaan sampel bahan baku
parasetamol.
2.2 Interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada
daerah panjang gelombang 0,75 – 1000 μm, interaksi tersebut
menyebabkan regangan, rutasi, dan vibrasi molekul.

III. TEORI DASAR

3.1 Spektrofotometri Inframerah

Spektroskopi adalah ilmu yang mempelajari materi dan atributnya


berdasarkan cahaya, suara atau partikel yang dipancarkan, diserap atau
dipantulkan oleh materi tersebut. Spektroskopi juga dapat didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari interaksi antara cahaya dan materi. Dalam catatan
sejarah, spektroskopi mengacu kepada cabang ilmu dimana “cahaya tampak”
digunakan dalam teori-teori struktur materi serta analisa kualitatif dan
kuantitatif. Dalam masa modern, definisi spektroskopi berkembang seiring
teknik-teknik baru yang dikembangkan untuk memanfaatkan tidak hanya
cahaya tampak, tetapi juga bentuk lain dari radiasi elektromagnetik dan non-
elektromagnetik seperti gelombang mikro, gelombang radio, ating , fonon,
gelombang suara, sinar x dan lain sebagainya. (Suarsa, 2015).
Salah satu jenis spektroskopi adalah spektroskopi infra merah (IR).
Spektroskopi ini didasarkan pada vibrasi suatu molekul. Spektroskopi
inframerah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul
dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang
0.75 – 1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000 – 10 cm-1. Radiasi
elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark Maxwell, yang
menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang
elektromagnetik, artinya mempunyai ating listrik dan ating ating yang
keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan. (Suarsa, 2015)

Metode spektroskopi inframerah merupakan suatu metode yang


meliputi teknik serapan (absorption), teknik emisi (emission), teknik
fluoresensi (fluorescence). Komponen medan listrik yang banyak berperan
dalam spektroskopi umumnya hanya komponen medan listrik seperti dalam
fenomena transmisi, pemantulan, pembiasan, dan penyerapan. Penyerapan
gelombang elektromagnetik dapat menyebabkan terjadinya eksitasi tingkat-
tingkat energi dalam molekul. Dapat berupa eksitasi elektronik, vibrasi, atau
rotasi (Yudhapratama, 2010).

Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari


sumber sinar inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang
berbedabeda. Sinar yang melalui interferometer akan difokuskan pada tempat
sampel. Sinar yang ditransmisikan oleh sampel difokuskan ke detektor.
Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu gelombang interferens.
Gelombang ini diubah menjadi sinyal oleh detektor, diperkuat oleh penguat,
lalu diubah menjadi sinyal digital. Pada sistem optik FTIR, radiasi laser
diinterferensikan dengan radiasi inframerah agar sinyal radiasi inframerah
diterima oleh detektor secara utuh dan lebih baik. (Khopkar, 2008)

Umumnya daerah infra merah terbagi dalam infra merah dekat, infra
merah tengah dan infra merah jauh. Daerah spektrum infra merah dapat dilihat
pada Tabel berikut
Tabel 1.1 Daerah Spektrum Inframerah (Suarsa, 2016)

Panjang Bilangan
Gelombang Gelombang
Frekuensi
(m) (cm-1) (Hz)
Daerah

Dekat 0,78 – 2,5 12800 – 4000 3,8x1014 – 1,2x1014

Tengah 2,5 – 50 4000 – 200 1,2x1014 – 6,0x1014

Jauh 50 – 1000 200 – 10 6,0x1014 – 3,0x1014

3.2 Teori Absorpsi Inframerah

Pada temperatur diatas temperatur nol absolut, semua atom di dalam


molekul bervibrasi antara satu dengan lainnya. Ketika frekuensi dari vibrasi
spesifik sama dengan frekuensi dari radiasi inframerah yang mengenai
langsung pada molekul, molekul tersebut akan menyerap radiasi. Setiap
molekul mempunyai darajat kebebasan sebesar jumlah derajat kebebasan
atom-atomnya. Setiap atom di dalam koordinat cartesius mempunyai tiga
derajat kebebasan yang menyatakan kedudukan relatifnya terhadap atom-
atom lainnya di dalam molekul. Syarat suatu gugus fungsi dalam suatu
senyawa dapat terukur pada spektra IR adalah adanya perbedaan momen
dipol pada gugus tersebut. Vibrasi ikatan akan menimbulkan fluktuasi
momen dipol yang menghasilkan gelombang listrik. Untuk pengukuran
menggunakan IR biasanya berada pada daerah bilangan gelombang 400-
4500 cm-1. Daerah pada bilangan gelombang ini disebut daerah IR sedang,
dan merupakan daerah optimum untuk penyerapan sinar IR bagi ikatan-
ikatan dalam senyawa organik ( Harjono, 2018).

Suatu ikatan kimia dapat bervibrasi sesuai dengan level energinya


sehingga memberikan frekuensi yang spesifik. Hal inilah yang menjadi
dasar pengukuran spektroskopi inframerah. Jenis-jenis vibrasi molekul
biasanya terdiri dari enam macam, yaitu symmetrical stretching,
assymmetrical stretching, scissoring, rocking, wagging, dan twisting.
Daerah inframerah dibagi menjadi tiga sub daerah, yaitu inframerah dekat
(14000-4000 cm-1), inframerah sedang (4000- 400 cm-1), dan inframerah
jauh (400-10 cm-1) (Oscik, 2014).

3.3 Kegunaan Spektrofotometri Inframerah

Karena setiap tipe ikatan memiliki sifat frekuensi yang berbeda, dan
karena tipe ikatan yang sama dalam dua senyawa berbeda terletak dalam
lingkungan yang sedikit berbeda, maka tidak ada dua molekul yang berbeda
bentuknya akan mempunyai serapan inframerah yang sama. Dengan
membandingkan serapan dari dua senyawa yang diperkirakan identik, baru
dapat diperoleh kesimpulan apakah senyawa itu identik atau tidak.
Pelacakan ini biasa disebut/ dikenal dengan bentuk sidik jari dari dua
spektrum inframerah. Manfaat lain dari spektrum inframerah adalah
memberikan keterangan tentang molekul.

Kisaran serapan yang kecil dapat digunakan untuk menentukan tipe


ikatan. Untuk memperoleh interpretasi lebih jelas dibutukan tabel korelasi
dari inframerah. Pada saat menentukan puncak dari gugus spesifik dalam
daerah spectrum inframerah biasanya vibrasi ulur lebih bermanfaat
(Grifftish, 2008).

Tabel 2.3: Tabel korelasi inframerah (Grifftish, 2008)

Rentang (cm-1) Jenis Ikatan

3700-2500 Ikatan tunggal ke hidrogen


2300-2000 Ikatan rangkap tiga

1900-1500 Ikatan rangkap dua

1400-650 Ikatan tunggal selain ke hidrogen

Berikut ini beberapa kelebihan menggunakan spektroskopi


inframerah :

a. Merupakan teknik yang cepat

b. Dapat digunakan untuk identifikas gugus fungsi tertentu dari


suatu molekul

c. Spektrum inframerah yang diberikan untuk suatu senyawa


bersifat unik sehingga dapat digunakan sebagai sidik jari dari
senyawa tersebut.

Tabel 2.3 : Tabel korelasi inframerah (Griffthis, 2008)

Ikatan Jenis ikatan Bilangan Gelombang (cm-1) Keterangan


tunggal ke
hidroge C-H 3000-2850 Alkana jenuh
n
=C-H 3100-3000 Alkana tak jenuh atau
aromatik

O=C-H 2800-2700 Aldehid,dua puncak


lemah

O-H 3400-3000 Alkohol,air,fenol.

O-H bebas 3600


N-H 3450-3100 Amina,

Rangka C=O 1840-1800 dan 1780-1740 Anhidrida


p dua

C=O 1750-1715 Ester

C=O 1740-1680 Aldehid

C=O 1725-1665 Asam karboksilat

C=O 1690-1630 Amida

C=C 1675-1600

C=N 1690-1630

N=O 1650-1510 dan 1370-1330 Senyawa nitro

Ikatan C-C Tak tetap


tunggal
C-O, C-N 1400-1000
(bukan
hydroge
n)

Rangka C rangkap tiga 2260-2120


p tiga
CN rangkap 2260-2220

tiga
3.4 Etanol

melalui proses biologi seperti enzimatik dan fermentasi (Dewi, 2016).


Etanol merupakan zat kimia yang tidak sulit ditemui dalam kehidupan sehari hari.
Disekitar kita umumnya dapat ditemui wujud etanol yang berupa cairan jernih
(mirip seperti air mineral) tidak memiliki warna, etanol juga memiliki sifat yang
mudah untuk menguap dan sangat sensitif sehinnga mudah terbakar. Wujud etanol
mirip seperti yang tidak memiliki warna dan jernih (air mineral) sehingga terkadang
agak sulit membedakannya dengan zat kimia lain yang memiliki wujud serupa
dengan etanol seperti air, methanol, eter, kloroform dan aseton. Etanol juga sering
dijuga dikenal dengan nama etil alkohol yang mana memiliki rumus kimia C2H5OH
atau CH3CH2OH dimana memiliki titik didih 78,4° C (Rama, 2008).

Etanol dapat dikelompokan menjadi 2 salah satunya adalah etanol sintetik


seperti methanol. Methanol terbuat dari etilen yang merupakan salah satu dervat
minyak bumi atau batubara yang dapat hasilkan dari proses sintesis zat kimia dengan
nama hidrasi. Kemudian selanjutnya Bioetanol, bioethanol dapat dibuat dari bahan
berupa tanaman. Sesuai dengan namanya etanol jenis ini dihasilkan melalui proses
biologi yaitu peragian karbohidrat yang terdapat pada malt dan beberapa buah-
buahan seperti hop, anggur dan sebagainya oleh mikroba atau melalui sintesis dari
etilen dan alkohol

Gambar 1 Struktur Molekul Etanol (Arif, 2011)


3.5 Benzaldehid

Benzaldehyde merupakan komponen organik yang penting dalam bidang


industri yang digunakan dalam produksi pewarna, obat- obatan dan parfum.
Benzaldehida adalah senyawa organik yang rumus kimianya adalah C6H5CHO.
Pada suhu kamar itu adalah cairan tidak berwarna yang dapat menguning dengan
penyimpanan. Benzaldehida mewakili aldehida aromatik yang paling sederhana dan
paling banyak digunakan secara industri. Dalam hal ini gugus formil dihubungkan
langsung dengan cincin benzene (Sopyana, 2022)

Benzaldehida terkonjugasi dengan asam glukuronat atau glisin, dan


diekskresikan dalam urin. Benzaldehida digunakan sebagai penyedap untuk
beberapa makanan, di industri parfum dan di industri farmasi. Kepentingan
terbesarnya terletak pada kenyataan bahwa senyawa seperti asam benzil, asam
sinamat, asam mandelat, dll, diperoleh dari benzaldehida. struktur benzaldehida
menunjukkan karakter aromatiknya – cincin benzena di sebelah kiri – dan juga
gugus formil (-CHO), di sebelah kanan, bertanggung jawab atas karakter polar dari
molekul. Jadi benzaldehida adalah senyawa organik, aromatik dan polar (Sopyana,
2022).

Gambar 2 Struktur Molekul Benzaldehid


3.6 Asam Asetat

Asam asetat merupakan senyawa kimia asam organik yang dikenal


sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki
rumus empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH. Asam
cuka murni adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku
16,7oC. Asam cuka merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi.
Fermentasi glukosa secara anaerob menggunakan khamir Saccharomyces
cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi etanol secara aerob menggunakan
bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka (Buckle et al., 2010).

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Asetat

Asam asetat (acetic acid) atau sering dikenal dengan nama asam cuka
memiliki rumus kimia C2H4O2. Rumus kimia ini juga sering ditulis dengan
CH3COOH, CH3CO2H atau pun CH3-COOH. Asam asetat berasa asam,
berbentuk cair jernih, berbau menyengat, larut dalam alkohol, air dan ester, tidak
berwarna, memiliki titik didih 118,10 derajat celsius, titik beku 16,60 derajat
celsius, dan memiliki berat molekul 60,05 g/mol. Asam asetat tidak larut dalam
karbon disulfida. Pembuatannya melalui fermentasi alkohol yang dibantu oleh
bakteri acetobacter seperti dalam pembuatan cuka untuk bahan makanan
(Buckle. 2010).
3.7 Asam Benzoat

Asam benzoat merupakan bahan tambahan yang diizinkan oleh


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, penggunaannya pada produk bahan
pangan sebagai bahan pengawet atau sebagai antimikroba sebanyak 1 gram tiap
kg bahan pangan. Asam benzoat (Acidum benzoicum atau flores benzoes atau
benzoic acid) yang biasa diperdagangkan dalam bentuk garam natrium benzoat.
(Desrosier, 2013)

Gambar 4. Struktur Kimia Asam Benzoat

Asam benzoat paling banyak digunakan sebagai bahan pengawet pada


bahan pangan karena memiliki sifat toksisitas yang relative rendah. Asam
benzoat banyak digunakan pada bahan pangan yang bersifat asam, untuk
mencegah pertumbuhan jamur (Desrosier, 2013).

3.8 Kloroform

Kloroform merupakan nama umum untuk triklorometana (CHCl3) (Bahl,


2011). Senyawa kloroform adalah senyawa haloalkana yang mengikat tiga
atomhalogen klor (Cl) pada rantai C-nya. Kloroform (CHCl3) atau
trikloromeanasering digunakan sebagai bahan pembius, pelarut untuk lemak dan
pelarutnonpolar di laboratorium atau industri. Wujudnya pada suhu ruang berupa
cairan,namun mudah menguap (Halim, 2011)

Senyawa kloroform dapat dibuat dengan bahan dasar berupa


senyawaorganik yang memiliki gugus metil (-CH3) yang terikat pada atom C
karbonil atauatom C hidroksi yang direaksikan dengan pereaksi halogen (Cl2).
Beberapasenyawa yang dapat membentuk kloroform dan senyawa haloform
lainnya adalahetanol, 2-propanol, 2-butanol, etanol, propanon, 2-butanon
(Pudjaatmaka, 2009).

Gambar 5. Struktur Kimia Kloroform

3.9 Paracetamol

Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan


antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun
1950 (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara
termasuk Indonesia baik dalam bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi
dengan obat lain seperti dalam obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual
secara bebas. Oleh karena itu, risiko untuk terjadinya keracunan akibat overdosis
parasetamol menjadi lebih besar akibat mudahnya mendapat parasetamol dan
perilaku masyarakat yang cenderung mengonsumsi obat sendiri tanpa melalui
resep dokter (Apparavoo, 2012).

Menurut Food and Drug Administration (FDA), dosis aman penggunaan


parasetamol untuk dewasa dan anak yang lebih dari 12 tahun adalah maksimal 4
gram/hari. Konsumsi parasetamol dosis toksik sebesar 15 gram akan
menyebabkan kerusakan hati (hepatotoxicity) dan kerusakan hati ini akan diiringi
kerusakan organ lain, salah satunya adalah ginjal berupa nekrosis tubulus akut
(Rini et al, 2013).

Gambar 5. Struktur Kimia Paracetamol

3.10 Etil Asetat

Etil Asetat merupakan senyawa organik berumus molekul


CH3COOCH2CH3 adalah zat sintesis dari ethanol dan asam asetat dengan katalis
asam sulfat melalui proses esterifikasi. Etil asetat atau juga sering disebut sebagai
EtOAc mempunyai massa molar 88,12g/mol. Senyawa ini berwujud cairan tidak
berwarna dan memiliki aroma yang khas (Dutia, 2004).

Sifat etil asetat adalah pelarut volatil, biasanya sebagai pelarut organik,
pelarut dalam makanan dan ekstraksi produk farmasi. Dalam industri, etil asetat
digunakan sebagai pelarut untuk memproduksi resin, tinta dll (Chien et al., 2005).
Gambar 6. Struktur Kimia Etil Asetat

3.11 Eter

Eter adalah nama senyawa kimia yang memiliki gugus eter (atom oksigen
yang diikat 2 substituen (alkil/aril)). Senyawa eter biasanya dipakai sebagai pelarut
dan obat bius. Molekul eter tidak dapat membentuk ikatan hidrogen sehingga titik
didihnya rendah. Eter sedikit 183 polar (lebih polar dari alkena). Eter dapat
dikatakan sebagai basa lewis dan dapat membentuk polieter (Kiagus, 2021).

Gambar 7. Struktur Kimia Eter

3.12 Asam Salisilat

Asam salisilat dikenal juga dengan Asam 2,hidroksi-benzoat merupakan


senyawa golongan fenol (Warrier, 2013). Pemerian hablur, biasanya berbentuk
jarum halus atau serbuk halus; putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara.
Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Kelarutannya sukar larut dalam air
dan dalam benzena. Mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Larut dalam air
mendidih dan agak sukar larut dalam kloroform. Khasiat dan penggunaan sebagai
keratolitikum (menipiskan selaput kulit/meratakan kulit) dan anti fungi.

Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan


bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam
sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan (Astuti, 2007).

Asam salisilat sebagai zat aktif utama maupun tambahan tersedia dalam
berbagai produk dengan beragam vehikulum. Penggunaan asam salisilat harus tetap
berhati-hati dan tidak boleh diberikan pada area yang luas dalam jangka panjang
(Sulistyaningrum, 2012).

Gambar 7. Struktur Asam Salisilat

IV. ALAT DAN BAHAN


Pada percobaan ini alat yang digunakan adalah alat-alat gelas yang lazim
digunakan di laboraturium analisis, mortar dan alu granit, pompa hidraulik, dan
spektrofotometer IR.
Dan bahan yang digunakan untuk percobaan ini adalah bahan baku
parasetamol, baku pembanding parasetamol yang diperoleh dari industry farmasi,
dan KBr untuk spektrum IR.
V. PROSEDUR PERCOBAAN
5.1 Baku Pembanding
Untuk pengujian IR dicampurkan KBr dengan baku pembanding
parasetamol sebanyak ± 10 mg. Kemudian, dipompa dengan pompa hidraulik
hingga terbentuk tablet. Lalu, diukur dengan spektrofotometer IR dan direkam
spektrum IR baku pembanding.
5.2 Bahan Baku Uji
Untuk pengujian IR dicampurkan KBr dengan bahan baku parasetamol
sebanyak ± 10 mg. Kemudian, dipompa dengan pompa hidraulik hingga terbentuk
null atau tablet. Lalu, diukur dengan menggunakan spektrofotometer IR dan
direkam spektrum IR baku pembanding. Dan dibandingkan spektrum IR baku
pembanding dan uji. Setelah itu, ditentukan % keasaman (similarity factor)
spektrum IR uji dengan baku pembanding (syarat minimal similarity factor adalah
0,95).

VI. DATA PENGAMATAN


6.1 Etanol

Keterangan :
Seharusnya O-H terletak pada C-H begitu pun sebaliknya C-H terletak pada O-H
NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C-H 3000-2850 Ada

2. O-H 3400-3200 Ada

3. C-O 1300-1000 Ada

6.2 Benzaldehid
NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang gelombang
gelombang teoritis percobaan
(cm-1)
1. C-H 900-690 Ada

2. C=C 1600 dan 1475 Ada

3. C=O 1740-1720 Ada

6.3 Asam asetat


NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang gelombang
gelombang teoritis percobaan
(cm-1)
1. C-H 1450 dan 1375 Ada

2. C=O 1725-1700 Ada

3. C-O 1300-1000 Ada

4. O-H 3400-2400 Ada

6.4 Toluena
NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C=C 1600 dan 1475 Ada
2. C-H 900-690 Ada

6.5 Etil Asetat


NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C-H 1450 dan 1375 Ada
2. C=O 1725-1700 Ada
3. C-O 1300-1000 Ada
4. O-H 3400-2400 Ada

6.6 Asan Salisilat


NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C=C 1600 dan 1475 Ada
2. C=O 1725-1700 Ada
3. C-O 1300-1000 Ada
4. O-H 3400-2400 Ada

5. C-H 900-690 Ada

6.7 Eter

NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang


gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C-O 1300-1000 Ada
2. C-H 3000-2850 Ada
6.8 Klorofom

NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang


gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C-H 1450 dan 1375 Ada
2. C-O 785-540 Ada

6.9 Asam Benzoat


NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C=C 1600 dan 1475 Ada
2. C=O 1725-1700 Ada
3. C-O 1300-1000 Ada
4. O-H 3400-2400 Ada

6.10 Parasetamol
NO Ikatan Bilangan Panjang Bilangan Panjang
gelombang teoritis gelombang percobaan
(cm-1)
1. C-H 3150-3000 Ada
2. C=C 1600 dan 1475 Ada
3. C=O 1300-1000 Ada
4. C-O 3400-2400 Ada

5. O-H 1350-1000 Ada

6. C-N 1350-1000 Ada

7. N-H 3500-3100 Ada

VII. PEMBAHASAN

Pada percobaan kali ini dilakukan analisis kualitatif bahan baku parasetamol
dengan metode spektrofotometri infra merah. Tujuannya yaitu dapat melakukan
analisis kualitatif bahan baku paracetamol dengan metode spektrofotometri UV-sinar
tampak dan dapat menyimpulkan mutu bahan dengan data spektrum IR.
Spektrofotometri infra merah (IR) merupakan salah satu alat yang digunakan untuk
menganalisa senyawa kimia, dengan mengukur absorbsi radiasi, refleksi atau emisi di
daerah IR (Shecter, 1997). Spektrum infra merah (IR) terletak pada daerah dengan
bilangan gelombang 12800 sampai 10cm cm-1 atau panjang gelombang
0,78-1000 µm. Umumnya daerah infra merah terbagi dalam infra merah dekat,
inframerah tengah, dan infra merah jauh (Suarsa, 2016). Spektrofotometri infra merah
umumnya digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organic dan
mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah
sidik jarinya (Dachriyanus, 2004).
Pada percobaan kali ini kita menggunakan teknologi inframerah, yang
bertujuan sebagai interpretasi spektrum IR pada berbagai golongan senyawa. Tahapan
pertama yaitu disiapkan 10 sampel yang akan digunakan, sampel tidak perlu
dipanaskan. Untuk sampel yang berbentuk padatan, sebelumnya dilakukan
penggerusan dan dihomogenkan. Untuk sampel yang akan kita amati yaitu, etanol,
benzaldehid, asam asetat, etil asetat, dietil eter, kloroform, toluene, asam salisilat, asam
benzoat, dan parasetamol. Kemudian serbuk atau cairan sampel diambil dan disimpan
di atas kristal ATR.
Menurut Sun (2008), ATR atau Attenuated Total Reflectance adalah teknik
reflektan yang sederhana, dan merupakan teknik yang baik serta tangguh untuk
sampling IR. Pada penggunaan ATR, sampel akan bersentuhan dengan kristal dengan
indeks reflaksi yang tinggi. Kristal ATR dapat terbuat dari Zinc Selenide (ZnSe),
Germanium (Ge) atau berlian dimana dapat mengabsorpsi energi pada tingkat yang
rendah dan sebagian besar kristal tersebut memiliki batasan pH. Kontak antara sampel
dan kristal ATR harus baik agar data yang dihasilkan bersifat akurat. Sistem ATR
mengukur perubahan yang terjadi pada berkas IR yang direflaksikan secara
keseluruhan saat berkas bersentuhan dengan sampel (Sun, 2008). Tahapan selanjutnya
ialah perekaman spektra IR pada bilangan gelombang 400 − 4000 𝑐𝑚−1 . Kemudian
interpretasikan spektra IR yang diperoleh, dengan menentukan gugus yang ada,
menentukan ikatan-ikatan yang ada, menentukan posisi dan karakteristik gugus atau
ikatan yang mungkin muncul, serta membandingkan dengan spekrum hasil percobaan.

7.1 Etanol
Etanol disebut juga etil alkohol dengan rumus kimia C2H5OH atau
CH3CH2OH dengan titik didihnya 78,4° C. Etanol memiliki sifat tidak berwarna,
volatil dan dapat bercampur dengan air (Kartika dkk., 1997). Ada 2 jenis etanol
menurut Rama (2008), etanol sintetik sering disebut metanol atau metil alkohol atau
alkohol kayu, terbuat dari etilen, salah satu derivat minyak bumi atau batu bara. Bahan
ini diperoleh dari sintesis kimia yang disebut hidrasi, sedangkan bioetanol direkayasa
dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi (enzimatik dan fermentasi).
Etanol sering digunakan sebagai pelarut obat, pengawet dalam dunia medis,
desinfektan serta digunakan sebagai antidotum (senyawa yang mengurangi atau
menghilangkan toksisitas) keracunan metanol dan etilen glikon, hal tersebut
dikarenakan etanol merupakan pelarut polar (Simanjuntak, 2009). Penggunaan etanol
sebagai minuman keras sudah dikenal luas diberbagai kalangan dan dikemas dalam
berbagai variasi. Minuman beralkohol dengan kadar etanol melebihi 55% tidak
diijinkan beredar oleh BPOM, sehingga BPOM sering melakukan operasi ke lapangan
dan mengujinya langsung di di laboratoroium, sehingga dapat diketahui apakah
minuman beralkohol tersebut layak beredar atau tidak (Budiastra, 2009).
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi gugus C-H, O-H, dan C-
O. Rentang bilangan panjang gelombang gugus menurut Pavia (2001) gugus C-H yaitu
3000-2850 cm-1, gugus O-H 3400-3200 cm-1, dan gugus C-O 1300-1000 cm-1. Hasil
bilangan panjang gelombang gugus C-H berada pada rentang 3000 cm-1 sesuai dengan
bilangan panjang gelombang teoritis, gugus O-H berada pada rentang 3300 cm-1 sesuai
dengan bilangan panjang gelombang teoritis, dan gugus C-O berada pada rentang 1050
cm-1 sesuai dengan bilangan panjang gelombang teoritis. Maka dapat disimpulkan
bahwa gugus C-H, O-H, dan C-O ada didalam senyawa etanol.
7.2 Benzaldehid
Benzaldehid (C6H5CHO) adalah senyawa organic yang terdiri dari cincin
benzene dengan substituent formil. Benzaldehid adalah senyawa yang paling sederhana
dari aldehid aromatic dan salah satu yang paling berguna dalam industry. Cairan tidak
berwarna memiliki karakteristik menyenangkan. Bahkan, benzaldehid adalah
komponen utama dari minyak almond yang pahit dan dapat diperoleh dari sejumlah
sumber alam lainnya. Benzaldehid pertama kali diekstrak dari kacang almond pahit
pada tahun 1803 oleh Matres yaitu apoteker Perancis. Pada 1832 kimiawan Jerman,
Friedrich Wohler dan Justus von Liebig pertama kali mensintesis benzaldehid (Praja,
2015).
Benzaldehyde memiliki banyak manfaat antara lain (Kirk & Othmer,1989):
1. Digunakan pada industri makanan dan minuman sebagai flavoring agent dan
odorant.
2. Pada industri farmasi sebagai komposisi dalam bahan campuran atau
tambahan sebagai flavoring agent. Juga sebagai bahan intermediet pembuatan
obat-obatan. Benzaldehyde dan bahan kimia serupa terjadi secara alami
dibanyak makanan. Sebagian besar benzaldehyde yang dimakan orang adalah
dari makanan nabati alami, seperti almond. Benzaldehida sintetis adalah zat
penyedap dalam ekstrak almond imitasi, yang digunakan untuk membumbui
kue dan makanan panggang lainnya.
3. Sebagai bahan pemberi aroma wangi dan segar pada industri sabun.
4. Pada industri parfum dan kosmetik sebagai flavoring agent seperti bau
bunga-bungaan atau buah-buahan yang harum dan sangat kuat.
5. Dapat digunakan sebagai solven untuk minyak, resin, ester dan eter.
6. Pada industri pertanian, sebagai bahan dasar pembuatan senyawa benzoat
(herbisida).
7. Sebagai bahan intermediet pada pewarna, benzylbenzoat dan cinamicacid.
8. Sebagai bahan baku pada industri penil propil alkohol, penil aseton, penil
asetaldehid, asam maleat, benzoic oxime, dan sodium derivatif dari dipenil
hidrotoinat.
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi gugus C-H, C=C, dan
C=O. Rentang bilangan panjang gelombang gugus menurut Pavia (2001) gugus C-H
yaitu 900-690 cm-1, gugus C=C 1600 dan 1475 cm-1, dan gugus C=O 1740-1720 cm-1.
Hasil bilangan panjang gelombang gugus C-H berada pada rentang 750 cm-1 sesuai
dengan bilangan panjang gelombang teoritis, gugus C=C berada pada rentang 1600 cm-
1
sesuai dengan bilangan panjang gelombang teoritis, dan gugus C=O berada pada
rentang 1720 cm-1 sesuai dengan bilangan panjang gelombang teoritis. Maka dapat
disimpulkan bahwa gugus C-H, C=C, dan C=O ada didalam senyawa benzaldehid.
7.3 Asam Asetat
Asam asetat atau asam cuka merupakan senyawa kimia asam organic yang
dikenal sebagai pemberi asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus
empiris C2H4O2. Rumus ini sering ditulis dalam bentuk CH3COOH. Asam cuka murni
adalah cairan higroskopis tak berwarna dan memiliki titik beku 16,7°C. Asam cuka
merupakan hasil olahan makanan melalui fermentasi. Fermentasi glukosa secara
anaerob menggunakan Saccharomyces cerevicae menghasilkan etanol. Fermentasi
etanol secara aerob menggunakan bakteri Acetobacter aceti menghasilkan asam cuka
(Buckle et al., 2010).
Asam cuka memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, salah satunya
menurut Awad et al (2012) yaitu sebagai pengatur keasaman pada makanan, sebagai
pereaksi kimia untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia, dan digunakan untuk
memproduksi anhidrida asetat, aspirin, dan ester. Menurut Setyaningsih et al (2013)
asam asetat dibidang kesehatan dalam konsentrasi rendah digunakan sebagai
antiseptik, antibakteri, dan deodorant alami yaitu zat penghilang bau.
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi gugus C-H, C=O, C-O,
dan O-H. Rentang bilangan panjang gelombang gugus menurut Pavia (2001) gugus C-
H yaitu 1450 dan 1375 cm-1, gugus C=O 1725-1700 cm-1, gugus C-O 1300-1000 cm-1
dan gugus O-H 3400-2400. Hasil bilangan panjang gelombang gugus C-H berada pada
rentang 1400 cm-1 sesuai dengan bilangan panjang gelombang teoritis, gugus C=O
berada pada rentang 1700 cm-1 sesuai dengan bilangan panjang gelombang teoritis,
gugus C-O berada pada rentang 1300 cm-1 sesuai dengan bilangan panjang gelombang
teoritis, dan gugus O-H berada pada rentang 3400 cm-1 sesuai dengan bilangan panjang
gelombang teoritis. Maka dapat disimpulkan bahwa gugus C-H, C=O, C-O, dan O-H
ada didalam senyawa asam asetat.
7.4 Toluene
Toluen dikenal dengan istilah toluol, tolu-sol, methylbenzene, methacide,
phenylmetana, methylbenzol. Toluen merupakan bahan kimia hidrokarbon aromatik
yang berasal dari golongan organic solvent. Toluen memiliki sifat khas seperti benzen,
yaitu cairan yang tidak berwarna, berbau manis, pedas dan mudah menguap (BPOM
RI, 2012). Toluen merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus molekul C7H8
(C6H5CH3) (BPOM RI, 2012). Menurut International Programme on Chemical Safety
(IPCS) tahun 2000, toluen dapat berasal dari dua sumber, yaitu alamiah dan aktivitas
manusia. Sumber alamiah toluen berasal dari pohon tolu, aktivitas vulkanik, kebakaran
hutan, dan komponennya terdapat dalam minyak mentah. Minyak mentah mengandung
metilsikloheksana yang melalui proses dehidrogenasi katalitik menghasilkan toluen.
Adapun sumber yang berasal dari aktivitas manusia adalah berasal dari industri dan
limbahnya. Cat dan bahan pelarut serta asap rokok adalah penyumbang utama dari
toluen di dalam ruangan (IPCS, 2000). Kegunaan toluen selain sebagai proses pada
industri kimia, juga sebagai bahan baku dalam sintesa organik untuk produk kimia
lainnya seperti benzaldehid, fenol, xylene, asam benzoat dan resin dalam konsentrasi
yang berbeda. Selain itu, toluen juga digunakan dalam sintesa bahan peledak
Trinitrotoluena (TNT), vynil toluene dan cresol (IPCS, 2000).
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi adanya ikatan C=C dan
C-H. Kedua pita yang dimiliki berada pada uluran yang sama yaitu pada daerah sidik
jari atau fingerprint. Menurut Pavia (2001) untuk gugus C=C memiliki bilangan
gelombang sekitar 1600 𝑑𝑎𝑛 1475 𝑐𝑚−1 , dan untuk gugus C-H memiliki bilangan
gelombang 900 − 690 𝑐𝑚−1 . Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, gugus C=C
berada pada rentang 1500 𝑐𝑚−1 dengan tipe stretch. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat gugus C=C didalam senyawa toluene ini, karena berada pada rentang
yang sesuai pada literatur yaitu, lebih dari 1475 𝑐𝑚−1 dan kurang dari 1600𝑐𝑚−1 .
Kemudian Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat gugus C-H berada pada
rentang 750 𝑐𝑚−1 Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus C=H di dalam
senyawa toluene ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada literatur yaitu, lebih
dari 690 𝑐𝑚−1 dan kurang dari 900𝑐𝑚−1 .
7.5 Etil Asetat
Etil asetat, atau yang sering disebut dengan nama dagang etil asetat memiliki
rumus berbobot (CH3COOCH2CH3) atau (C4H8O2), dengan berat molekul 88,106
g/mol (Mackay, D., et al., 2006). Etil asetat adalah termasuk larutan sangat polar,
mudah menguap, dan memiliki keuntungan karena relatif tidak beracun dan tidak
beracun, tidak higroskopis. Etil asetat umumnya diproduksi oleh esterifikasi etanol dan
asam asetat (Johnston, V.J., et al. 2011). Etil asetat umumnya digunakan sebagai
pelarut industri cat, pernis, noda kayu, pernis minyak dan pernis, perekat, selulosa,
tinta, plastik atau minyak. Selain itu, etil asetat dapat digunakan di dunia industri
perfilman dan pelat fotografi sebagai zat antara obat atau penghilang warna kuku
(Johnston, V.J., et al. 2011).
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi adanya ikatan C-H, C=O,
C-O, dan O-H. Etil asetat memiliki satu pita karakterisitik O-H uluran yang berada
pada daerah gugus fungsi dengan rentang bilangan gelombang menurut Pavia (2001)
sekitar 3400 𝑑𝑎𝑛 2400 𝑐𝑚−1 . Ikatan C-H, C=O, C-O, ketiga pita yang dimiliki berada
pada uluran yang sama yaitu pada daerah sidik jari atau fingerprint. Menurut Pavia
(2001) untuk gugus C-H memiliki bilangan gelombang sekitar 1450 𝑑𝑎𝑛 1375 𝑐𝑚−1 ,
untuk gugus C=O memiliki bilangan gelombang 1725 − 1700 𝑐𝑚−1 , dan untuk gugus
C-O memiliki bilangan gelombang 1300 − 1000 𝑐𝑚−1 . Berdasarkan hasil
spektrofotometri IR, gugus O-H berada pada rentang 3000 𝑐𝑚−1 dengan tipe stretch,
sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus O-H di dalam senyawa etil asetat
ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada literatur yaitu, lebih dari 2400 𝑐𝑚−1
dan kurang dari 3400𝑐𝑚−1 . Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat
gugus C-H berada pada rentang 1320 𝑐𝑚−1 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat gugus C-H di dalam senyawa etil asetat ini, karena berada pada rentang yang
sesuai pada literatur yaitu, lebih dari 1375 𝑐𝑚−1 dan kurang dari 1450𝑐𝑚−1 .
Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat gugus C=O berada pada
rentang 1750 𝑐𝑚−1 Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus C=O di dalam
senyawa etil asetat ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada literatur.
Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat gugus C-O berada pada
rentang 1245 𝑐𝑚−1 dan 900 𝑐𝑚−1 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus
C-O di dalam senyawa etil asetat ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada
literatur.
7.6 Asam Salisilat
Asam salisilat dikenal juga dengan Asam 2-hidroksi-benzoat merupakan
senyawa golongan fenol (Warrier, 2013). Pemerian hablur, biasanya berbentuk jarum
halus atau serbuk halus; putih; rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk
sintetis warna putih dan tidak berbau. Kelarutannya sukar larut dalam air dan dalam
benzena. Mudah larut dalam etanol dan dalam eter. Larut dalam air mendidih dan agak
sukar larut dalam kloroform. Khasiat dan penggunaan sebagai keratolitikum
(menipiskan selaput kulit/meratakan kulit) dan anti fungi. Asam salisilat merupakan
senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan bakteriostatis lemah. Asam salisilat
bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam sediaan obat luar terhadap infeksi jamur
yang ringan (Astuti, 2007).
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi adanya ikatan C=C, C=O,
C-O, O-H, dan C-H. Asam salisilat memiliki tiga pita karakterisitik C=C, C=O, C-O,
dan C-H uluran yang berada pada daerah sidik jari atau fingerprint. Menurut Pavia
(2001) untuk gugus C=C memiliki bilangan gelombang sekitar 1600 𝑑𝑎𝑛 1475 𝑐𝑚−1 ,
untuk gugus C=O memiliki bilangan gelombang 1725 − 1700 𝑐𝑚−1 , untuk gugus C-
O memiliki bilangan gelombang 1300 − 1000 𝑐𝑚−1 , dan untuk gugus C-H memiliki
bilangan gelombang 900 − 690 𝑐𝑚−1 . Asam salisilat juga memiliki satu pita
karakterisitik O-H uluran yang berada pada daerah gugus fungsi. Menurut Pavia (2001)
untuk gugus O-H memiliki bilangan gelombang sekitar 3400 𝑑𝑎𝑛 2400 𝑐𝑚−1 .
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, gugus C=C berada pada rentang 1600 𝑐𝑚−1
dengan tipe stretch, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus C=C di dalam
senyawa asam salisilat ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada literatur yaitu
1600𝑐𝑚−1 . Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat gugus C=O
berada pada rentang 1700 𝑐𝑚−1 dengan tipe stretch. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terdapat gugus C=O di dalam senyawa asam salisilat ini, karena berada pada
rentang yang sesuai pada literatur yaitu 1700 𝑐𝑚−1 . Kemudian berdasarkan hasil
spektrofotometri IR, terlihat gugus C-O berada pada rentang antara 1050 𝑐𝑚−1 sampai
1250 𝑐𝑚−1 dengan tipe stretch. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat gugus C-
O di dalam senyawa asam salisilat ini, karena berada pada rentang yang sesuai pada
literatur. Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat gugus C-H berada
pada rentang antara 650 𝑐𝑚−1 dan 900 𝑐𝑚−1 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa
terdapat gugus C-H di dalam senyawa asam salisilat ini, karena berada pada rentang
yang sesuai pada literatur. Kemudian berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terlihat
gugus O-H berada pada rentang 2400 𝑐𝑚−1 dengan tipe stecrh. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat gugus O-H di dalam senyawa asam salisilat ini, karena
berada pada rentang yang sesuai pada literatur.
7.7 Eter
Selanjutnya sampel yang diidentifikasi adalah senyawa eter. Menurut
Fessenden (1986) Eter terdiri dari sebuah atom oksigen yang dua gugus organik terikat
pada atom oksigen tersebut dan tidak mengandung atom H yang terikat pada oksigen.
Akibat dari tidak adanya atom H ini, titik didih eter lebih mendekati suatu alkana
daripada alkohol. Meskipun eter tidak memiliki gugus H, eter memiliki kemampuan
untuk membentuk ikatan hidrogen dengan air, alkohol, atau fenol. Eter ini berfungsi
sebagai pelarut, metil propil eter digunakan sebagai obat bius pada operasi dan MBTE
atau Metil ters-butik eter digunakan untuk menaikkan angka oktan bensin. Pada
konsentrasi rendah, eter bisa menyebabkan pusing dan pada konsentrasi tinggi dapat
menyebabkan tidak sadarkan diri. Sehingga penggunaan eter ini perlu diperhatikan
secara teliti.
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, teridentifikasi ikatan C-O dan C-H. Eter
memiliki satu pita karakterisitik C-O uluran yang berada pada daerah sidik jari atau
fingerprint dengan rentang bilangan gelombang menurut Pavia (2001) sekitar 1300-
1000 𝑐𝑚−1 . berdasarkan hasil spektrofotometri IR, ikatan C-O berada pada rentang
1100 𝑐𝑚−1 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada ikatab C-O didalam senyawa eter
ini. Selanjutnya pada daerah gugus fungsional terdeteksi adanya C-H dengan bilangan
panjang gelombang sekitar 2750 𝑐𝑚−1 . Hal ini sudah sesuai dengan rentang panjang
bilangan gelombang C-H pada alkana dengan sebesar 3000-2850 𝑐𝑚−1 dengan tipe
stretch. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada gugus C-H didalam senyawa eter.
7.8 Kloroform
Selanjutnya sampel kloroform diidentifikasi menggunakan Spektroskopi IR.
Klroform memiliki rumus 𝐶𝐻𝐶𝑙3 . Kloroform merupakan pelarut organik yang berbau
khas, selain sebagai pelarut kloroform digunakan sebagai bahan anastesi. Berdasarkan
hasil spektrofotometri IR didapatkan ikatan C-H dengan C-Cl yang kedua nya berada
di daerah fingerprint. Bilangan panjang gelombang yang didapatkan ikatan C-H ada
pada rentang teoritis yaitu 1450𝑐𝑚−1 dan 1375𝑐𝑚−1 . Selanjutnya ikatan C-Cl
ditemukan pada rentang 750𝑐𝑚−1 . Hal ini sudah sesuai menurut Pavia (2001) ikatan
C-X yang dimana X nya adalah Chloride ada pada retang 785-540𝑐𝑚−1 . Kesimpulan
yang dapat diambil adalah kloroform memiliki ikatan C-H dengan ikatan khas nya yaitu
ikatan C-Cl.
7.9 Asam Benzoat
Asam benzoat memiliki gugus karboksil yang terikat pada cincin aromatik 6
karbon(benzena) sehingga asam benzoat termasuk kedalam gugus fungsi asam
karboksilat. Fungsi asam dalam dunia industri biasanya digunakan sebagai pengawet
karena memiliki sifat toksisitas yang relatif lebih rendah (Desrosier,1988). Aktivitas
asam benzoat sebagai antimikroba ini dengan cara dapat menghambat serta membunuh
jamur dan bakteri.
Berdasarkan hasil spektrofotometri IR, terdeteksi adanya ikatan C=C, C=O, C-
O dan O-H. Ikatan C=C, C=O,dan C-O berada pada daerah fingerprint dan O-H berada
pada daerah gugus fungsi. Ikatan pertama yaitu ikatan C=C yang terlihat hasil
spektrumnya berdekatan dengan ikatan C=O. Ikatan C=C berada pada rentang
1600𝑐𝑚−1 , hal ini sesuai dengan literatur (Pavia,2001) bahwa ikatan C=C pada cincin
aromatik berada pada rentang 1600 dan 1475𝑐𝑚−1 . Selanjutnya C=O berdasarkan hasil
spektrofotometri IR berada pada rentang 1700𝑐𝑚−1 hal ini sesuai dengan bilangan
panjang gelombang secara teoritis yang dikemukakan oleh Pavia (2001) sebesar 1725-
1700 𝑐𝑚−1 . Ikatan selanjutnya adalah ikatan C-O yang berada pada rentang
1300𝑐𝑚−1 , hal inipun sesuai dengan bilangan panjang gelombang secara teoritis yaitu
pada rentang 1300-1000𝑐𝑚−1 . Ikatan terakhir yang tedeteksi adalah ikatan O-H yang
berada pada daerah gugus fungsi. Hasil panjang bilangan gelombangnya adalah pada
rentang 2400-3150𝑐𝑚−1 , sehingga hal ini sesuai dengan panjang gelombang teoritis
pada rentang 3400-2400𝑐𝑚−1 . Berdasarkan seluruh hasil panjang gelombang teoritis
masing-masing ikatan, dapat disimpulkan bahwa asam benzoat memiliki gugus
karboksil dan ikatan yang sesuai dengan strukturnya.
7.10 Parasetamol
Sampel terakhir yang digunakan adalah parasetamol yang memiliki gugus
amina dan gugus hidroksi. Menurut Katzung (2011) Parasetamol berfungsi sebagai
analgesik yang bekerja dengan cara mengurangi dan menghilangkan nyeri ringan
hingga sedang. Dalam hasil identifikasi, diddapatkan ikatan C-N, C=C, C=O, dan C-O
yang berada pada daerah fingerprint serta O-H,C-H, dan N-H yang ada pada daerah
gugus fungsi.
Dimulai dari daerah fingerprint dengan ikatan C=C, didapatkan hasil ikatan
C=C berada pada rentang 1600 dan 1475 𝑐𝑚−1 , menururt Pavia (2001) ikatan C=C ini
berada para rentang 1600 dan 1475 𝑐𝑚−1 sehingga hal ini menunjukan bahwa
parasetamol memiliki ikatan C=C. Ikatan ketiga yang teridentifikasi adalah ikatan C=O
yang rentang hasil bilangan panjang gelombang berada dekat hasil C=C yaitu pada
rentang 1700-1725𝑐𝑚−1 . Ini sesuai dengan teoritis yang dikemukakan Pavia (2001),
sehingga dapat disimpulkan bahwa parasetamol memiliki ikatan C=O. Selanjutnya
adalah ikatan C-O yang berada pada rentang 1300-1000 𝑐𝑚−1 . Ini sesuai dengan
teoritisnya bahwa ikatan C-O pada alkohol sebesar 1300-1000𝑐𝑚−1 sehingga
paracetamol tebukti memiliki ikatan C-O. Selanjutnya dalam rentang yang mirip
ditemukan ikatan C-N dengan rentang 1000-1350, hal ini juga sesuai dengan
teoritisnya.
Daerah gugus fungsi dimulai dari ikatan C-H yang termasuk kedalam cincin
aromatik dengan tipe vibrasi stretch dan didapatkan panjang bilangan gelombang pada
rentang 3150-3000 𝑐𝑚−1 , hal ini menandakan bahwa sesuai dengan literatur
(Pavia,2001) yang menyatakan bahwa ikatan C-H pada cincin aromatik tipe stretch
berada pada rentang 3150-3000 𝑐𝑚−1 . Selanjutnya adalah gugus hidroksi atau O-H
yang terdeteksi, ikatan O-H ada pada rentang 2400𝑐𝑚−1 , hal ini menunjukan bahwa
hasil sesuai dengan literatur (Pavia,2001) yang menyatakan bilangan panjang
gelombang O-H pada asam karboksilat sebesar 3400-2400𝑐𝑚−1 sehingga dapat
dibuktikan bahwa parasetamol memiliki gugus hidroksil. Ikatan yang terdeteksi
selanjutnya adalah N-H bilangan panjang gelombang pada rentang 3400𝑐𝑚−1 . Ini
sesuai dengan literatur yang menyatakan N-H ada pada panjanggelombang 3500-
3100𝑐𝑚−1 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa seluruh ikatan parasetamol terdeteksi
dalam spektrofotometri IR ini.
VIII. KESIMPULAN

1. Percobaan kali ini dilakukan percobaan menggunakan metode


spektrofotometri UV- sinar tampak dengan menggunakan berbagai sampel
yang meliputi etanol, benzildehid, asam asetat, etil asetat, eter, asam salisilat,
parasetamol, kloroform, asam benzoat, dan toluen.
2. Hasil mutu dari bahan baku dengan menggunakan data spektrum IR masuk
dalam syarat minimal persentase kesamaan yaitu sebesar 0,95%.
DAFTAR PUSTAKA

Angga Sopyana. (2022). Benzaldehida adalah-Kegunaan, sifat, struktur dan


pembentukan. Kimia

Apparavoo P (2012). Penggunaan parasetamol oleh pelajar SMA dan tukang becak.
Universitas Sumatera Utara.

Arif Yudiarto, (2011), Balai Besar Teknologi Pati (B2TP) – BPPT Lampung.

Astuti, Y.I., Sudirman, I., dan Hidayati, U. (2007): Pengaruh Konsentrasi Adaps Lanae
Dalam Dasar Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat,
Pharmacy, Vol. 05, Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Awad, H.M., R. Diaz, R.A. Malek, N. Zalina, Othman, R.A. Aziz, & H.A. El Ensilazy.
(2012). Efficient Production Process For Food Grade Acetic Acid By
Acetobacter Aceti In Shake Flask And In Bioreaktor Kultures. E-journal of
chemistry. IX (4) : 2275-2286.
Bahl A, Bahl BS. (2011). A Textbook of Organic Chemistry (for B.Sc Students). New
Delhi: S. Chand & Company.

Bahl, A. dan B. S. Bahl. (2007). A Textbook of Organic Chemistry (For B.Sc. Student).
New Delhi: S. Chand & Company Ltd.

Buckle.K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet And M. Wooton. (2010). Food Science.
Penerjemah Hari Purnomo Dan Adiono Dalam Ilmu Pangan. UI Press: Jakarta.

Chien a, I.L., Teng Y.., Huang, H.P., Tang, Y.T. (2004). Design and Control of an
Ethyl Acetate Process: Coupled Reactor/Column Configuration, Journal of
Process Control 15 (2005), pp: 435–449.

Dachriyanus. (2004). Analisi Struktur Senyawa Organik Secara Spektrskopi. Padang:


Lembaga Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Andalas.
Desrosier, N.W. (2013). Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan: Mulyohardjo,
M. UI. Press. Jakarta.

Dewi, N.N.D., Trisna, L.P., Wrasiati, G., Putra, G.P. (2016). Pengaruh Konsentrasi
Pelarut Etanol dan Suhu Maserasi Terhadap Rendemen dan Kadar Klorofil
Produk Enkapsulasi Ekstrak Selada Laut (Ulva lactuca, L.) Jurnal Rekayasa
dan Manajemen Agroindustri 4(3): 59-70.

Dutia, P. (2004). Ethyl Acetate: A Techno-Commercial Profile, Chemical Weekly, pp:


179-186.

Fessenden, R.J., dan J.S. Fessenden. (1986). Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga Jilid
2, Terjemahan Oleh A.H. Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga.
Griffiths, D.J. (2008). Introduction to Electrodynamics, Edisi Ketiga, Library of
Congress Cataloging, United States.

Halim. (2011). Analisis Kimia Kuantitatif Edisi 1. Jakarta : Erlangga

Hardjono. (2018). Spektrofotometri, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

IPCS, (2000). Air Quality Guidelines-Toluene. 2nd Penyunt. Geneva: World Health
Organization.
Johnston, V. J., dkk. (2011). Process For Producing an Ethyl Acetate Solvent and
CoProduction Of Ethanol.
Kartika, B., Guritno, A. D., dan Ismoyowati. (1997). Petunjuk Evaluasi Produk
Industri Hasil Pertanian. Yogyakarta: PAU Pangan dan Gizi UGM.
Katzung, B.G. (2011). Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: Penerbit EGC.
Khopkar, S.M. (2008). Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta.

Kiagus Ahmad Roni Legiso. (2021). Kimia Organik. ISBN : 978-602-447-694-6. Hak
penerbit Noerfikri Offset. 183-184

Mackay, D., dkk. (2006). Handbook of Physical Chemical Properties and


Environmental Fate for Organic Chemicals. CRC Press Taylor & Francis Group
New York
Oscik, J. (2014). Adsorption, Ellis Harwood Limited Publisher. Cheester, John Willey
and Sons. New York.

Pavia et al. (2001). Introduction to Spectroscopy. Washington: Thomson Learning.


Praja, D. I. (2015). Zat Aditif Makanan Manfaat Dan Bahayanya. Yogyakarta:
Garudhawaca.
Pudjaatmaka, A.H. (2009). Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta: Erlangga

Rama. P. (2008). Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: Penerbit
Agro Media.
Rini AS, Hairrudin, Sugiyanta (2013). Efektivitas ekstrak putri malu (Mimosa pudica
Linn.) sebagai nefroprotektor pada tikus wistar yang diinduksi parasetamol
dosis toksik. Jurnal Pustaka Kesehatan, 1 (1): 15-19.

Sari PM (2007). Pengaruh pemberian asetaminofen berbagai dosis peroral terhadap


gambaran histopatologi tubulus proksimal ginjal tikus wistar. Universitas
Diponegoro

Schechter, I., Barzilai I. L., Bulatov V. (1997). Online Remote Prediction of Gasoline
Properties by Combined Optical Method. Analytica Chimica Acta, 339: 193-199.
Suarsa, I. Wayan., (2016). Analisis Gugus Fungsi Pada Bensin Dengan
Spektrofotometri Infra Merah. Bali: Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana.
Suarsa, I.Wayan. (2015). Spektroskopi, Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Udayanan, Bali.

Sulistyaningrum, K.S., Nilasari, H., dan Effendi, H.E. (2012): Penggunaan Asam
Salisilat dalam Dermatologi, J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 7.

Sun,D. (2008). Modern Technique for Food Authentication. Kanada: Elsevier Inc.
Yudhapratama, Ersan dkk. (2010). Penentuan Keberadaan Zat Aditif pada Plastik
Kemasan Melalui Perlakuan Pemanasan pada Spektrometer IR. Bandung :
UPI.

Anda mungkin juga menyukai