Anda di halaman 1dari 77

SKRIPSI

PERTUMBUHAN TEGAKAN BALANGERAN (Shorea balangeran (Korth.)


DI LAHAN RAWA GAMBUT PADA AREAL HUTAN KOTA
KABUPATEN PULANG PISAU

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN


193020404065

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023
PERTUMBUHAN TEGAKAN BALANGERAN (Shorea balangeran (Korth.)
DI LAHAN RAWA GAMBUT PADA AREAL HUTAN KOTA
KABUPATEN PULANG PISAU

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN


193020404065

Skripsi ini merupakan salah satu syarat


untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan
pada Jurusan Kehutanan

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
2023

ii
RINGKASAN

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN, 193020404065. Pertumbuhan


Tegakan Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) di Lahan Rawa Gambut
pada Areal Hutan Kota Kabupaten Pulang Pisau. Dibawah bimbingan
WAHYUDI dan JOHANNA MARIA ROTINSULU

Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) merupakan pohon lokal dan pionir di


hutan rawa gambut dari suku Dipterocarpaceae. Pohon yang mampu tumbuh pada
ketinggian 0-100 mdpl. ini sesuai untuk rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi
baik dari aspek ekologi maupun aspek ekonomis. Tanaman Balangeran juga cocok
digunakan sebagai tanaman restorasi karena kondisi area yang terdegradasi
umumnya merupakan area terbuka dengan intensitas cahaya yang tinggi. Bentuk
batang dan kualitas kayunya yang baik dapat diterima untuk industri panel dan kayu
pertukangan menyebabkan jenis ini paling banyak digunakan sebagai tanaman
reboisasi dan budidaya.
Pertumbuhan pohon merupakan proses dimana pohon meningkatkan ukurannya
secara fisik melalui penambahan sel-sel baru ini melibatkan pertambahan diameter
batang, serta cabang dan daun baru. Faktor-faktor seperti air, nutrisi, cahaya
matahari dan kondisi lingkungan dapat memepengaruhi pertumbuhan pohon. Tanah
gambut adalah jenis tanah organik terbentuk dari lapisan tumbuhan mati yang
terendam dan terurai dengan sangat lama sehingga proses dekomposisi berjalan
tidak sempurna bahkan juga sangat rentan terbakar pada saat musim kemarau, oleh
karena itu rehabilitasi lahan gambut terdegradasi merupakan suatu keharusan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan tanaman Balangeran di
lahan rawa gambut, dan membuat model pertumbuhan yang sesuai untuk
menggambarkan pertumbuhannya. Penelitian dilaksanakan di Hutan Kota dan
Hutan Tanaman Rakyat yang berada di Desa Tumbang Nusa Kabupaten Pulang
Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Metode persamaan pertumbuhan yang
digunakan adalah model polinomial dan model eksponensial. Kualitas model
ditentukan dari koefisien determinasi (R2), uji validitas menggunakan Chi Square
dan uji akurasi pertumbuhan tanaman (MAPE). Hasil penelitian menunjukan bahwa
tanaman Balangeran umur 3, 4, 8, 14 dan 15 tahun mempunyai rata-rata diameter
masing-masing sebesar 7,68 cm; 7,83 cm; 19,97 cm; 21,03 cm dan 22,02 cm; rata-
rata tinggi bebas cabang masing-masing sebesar 0,99 m; 2,83 m; 6,33 m; 9,00 m;
9,68 m dan 9,68 m dan rata-rata tinggi total masing-masing sebesar 5,65 cm; 8,73
m; 20,17 m; 21,98 m dan 24,39 m. Model persamaan pertumbuhan diameter dengan
pola polinomial adalah y= -0,1848x2 + 4,5516x – 5,5753 dengan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 96,48 % dan telah dinyatakan valid serta mempunyai
akurasi sebesar 99,39%. Dengan demikian prediksi pencapaian diameter tanaman
Balangeran yang ditanam pada lahan rawa gambut dapat menggunakan model
persamaan polinomial ini.

iii
ABSTRACT

GROWTH OF BALANGERAN (Shorea balangeran (Korth.) STANDS ON


PEAT SWAMP LANDS IN THE URBAN FOREST AREA OF PULANG
PISAU REGENCY

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN

Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) is a local and pioneer tree in peat


swamp forests from the Dipterocarpaceae family. This tree grows on the islands of
Sumatra and Kalimantan at an altitude of 0-100 meters above sea level. This type
is suitable for rehabilitation activities of degraded peat swamp forests from both
ecological and economic aspects. The aim of this research is to determine the
growth of Balangeran plants in peat swamp land and create an appropriate growth
model to describe their growth. The research was conducted in the City Forest and
Community Plantation Forest areas in Tumbang Nusa Village, Pulang Pisau
Regency, Central Kalimantan Province. The growth equation method used is a
polynomial and exponential model by taking into account the coefficient of
determination (R2) as well as through validity tests and plant growth accuracy tests.
Based on research results, Balangeran plants aged 3, 4, 8, 14 and 15 years have an
average diameter of 7.68 cm each; 7.83cm; 19.97cm; 21.03 cm and 22.02 cm; the
average free height of each branch is 0.99 cm; 2.83cm; 6.33cm; 9.00 cm and 9.68
m and the average total height is 5.65 cm respectively; 7.11cm; 20.17cm; 21.98 cm
and 24.39 m. The diameter growth equation model with a polynomial pattern is y=
-0.1848x2 + 4.5516x – 5.5753 with a coefficient of determination (R2) of 96.48%
and has been declared valid and has an accuracy of 99.39%. Thus, the predicted
diameter of Balangeran plants planted on peat swamp land can be predicted using
this polynomial equation model.

Keywords: balangeran, growth model, diameter, total height, branch height free

iv
ABSTRAK

PERTUMBUHAN TEGAKAN BALANGERAN (Shorea balangeran


(Korth.) DI LAHAN RAWA GAMBUT PADA AREAL HUTAN KOTA
KABUPATEN PULANG PISAU

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN

Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) merupakan pohon lokal dan pionir


di hutan rawa gambut dari suku Dipterocarpaceae. Pohon ini tumbuh di pulau
Sumatera dan Kalimantan pada ketinggian 0-100 mdpl. Jenis ini sesuai untuk
kegiatan rehabilitasi hutan rawa gambut terdegradasi baik dari aspek ekologi
maupun aspek ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan
tanaman Balangeran di lahan rawa gambut dan membuat model pertumbuhan yang
sesuai untuk menggambarkan pertumbuhannya. Penelitian dilaksanakan di areal
Hutan Kota dan Hutan Tanaman Rakyat yang berada di Desa Tumbang Nusa
Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah. Metode persamaan
pertumbuhan yang digunakan adalah model polinomial dan eksponensial, dengan
memperhatikan koefisien determinasi (R2) serta melalui uji validitas dan uji akurasi
pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian ini, tanaman Balangeran umur
3, 4, 8, 14 dan 15 tahun mempunyai rata-rata diameter masing-masing sebesar 7,68
cm; 7,83 cm; 19,97 cm; 21,03 cm dan 22,02 cm; rata-rata tinggi bebas cabang
masing-masing sebesar 0,99 cm; 2,83 cm; 6,33 cm; 9,00 cm dan 9,68 m dan rata-
rata tinggi total masing-masing sebesar 5,65 cm; 7,11 cm; 20,17 cm; 21,98 cm dan
24,39 m. Model persamaan pertumbuhan diameter dengan pola polinomial adalah
y= -0,1848x2 + 4,5516x – 5,5753 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
96,48 % dan telah dinyatakan valid serta mempunyai akurasi sebesar 99,39%.
Dengan demikian prediksi pencapaian diameter tanaman Balangeran yang ditanam
pada lahan rawa gambut dapat menggunakan model persamaan polinomial ini.

Kata kunci: balangeran, model pertumbuhan, diameter, tinggi total, tinggi bebas
cabang

v
LEMBAR PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa skripsi yang saya susun, sebagai syarat memperoleh gelar
sarjana merupakan hasil karya tulis saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu
dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan
ilmiah. Saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya
peroleh dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan yang berlaku, apabila
dikemudian hari ditemukan adanya plagiat dalam skripsi ini.

Palangka Raya, September 2023

Andre Permana Sulistio Bangun


193020404065

vi
PERTUMBUHAN TEGAKAN BALANGERAN (Shorea balangeran (Korth.)
DI LAHAN RAWA GAMBUT PADA AREAL HUTAN KOTA
KABUPATEN PULANG PISAU

ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN


193020404065
Program Studi Kehutanan
Jurusan Kehutanan

Disetujui Oleh:
Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof. Dr. Ir. Wahyudi, M.P. IPU. Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu, M.P.
NIP. 19680213 200112 1 002 NIP. 19620808 198903 2 006
Tanggal: Tanggal:

Mengetahui:
Fakultas Pertanian Jurusan Kehutanan
Dekan, Ketua,

Dr. Ir. Wilson Daud, M.Si. Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu, M.P.
NIP. 19651108 199302 1 001 NIP. 19620808 198903 2 006

vii
LEMBAR PERSETUJUAN TIM PENGUJI

PERTUMBUHAN TEGAKAN BALANGERAN (Shorea Balangeran (Korth.)


DI LAHAN RAWA GAMBUT PADA AREAL HUTAN KOTA
KABUPATEN PULANG PISAU

Oleh:
ANDRE PERMANA SULISTIO BANGUN
193020404065

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Skripsi


Jurusan/Program Studi Kehutanan
Fakultas Pertanian
Universitas Palangka Raya

Hari/Tanggal : Selasa, 19 September 2023


Waktu : 13.00 WIB
Tempat : Ruang Ujian Kehutanan Universitas Palangka Raya

DEWAN PENGUJI

1. Prof. Dr. Ir. Wahyudi, M.P. IPU. Ketua (…………………..)

2. Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu, M.P. Sekretaris (…………………..)

3. Dr. Penyang, S.Hut., M.P. Anggota (…………………..)

4. Dr. Ir. Herianto, M.P. Anggota (…………………..)

viii
RIWAYAT HIDUP

Andre Permana Sulistio Bangun. Putra dari Pasangan


Sopian Bangun dan Marlina, anak pertama dari dua
bersaudara. Lahir di Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah pada
tanggal 5 Agustus 2001. Penulis memulai jenjang Pendidikan
formal pertama ditempuh pada tahun 2005 s/d 2007 di TK
Dharma Wanita Dahirang, kemudian melanjutkan pendidikan
2007 s/d 2013 di SD Negeri 101814 Peria-ria, 2013 s/d 2016 di SMP Masehi Sibiru-
biru dan 2016 s/d 2019 di SMK Negeri 2 Kuala Kapuas dengan program jurusan
Akomodasi Perhotelan.
Tahun 2019 penulis melanjutkan Pendidikan Strata Satu (S1) masuk melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) Bidikmisi, dan
diterima di Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya.
Selama menempuh Pendidikan di Universitas Palangka Raya penulis telah
mengikuti PKKMB (Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru) di
Fakultas Pertanian, KP2MS (Kegiatan Pengakraban dan Pengukuhan Mahasiswa
Sylva) di Jurusan Kehutanan. Penulis memilih peminatan Silvikultur. Kegiatan
akademik yang telah dilaksanakannya yaitu: Penulis telah mengikuti Praktik
Lapangan pada 24 s/d 27 November 2021 di Hutan Pendidikan Hampangan,
Kasongan Lama, Katingan Hilir, telah melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Tematik
(KKN-T) Mandiri Periode I Universitas Palangka Raya pada tanggal 1 Maret s/d
30 April 2022 bertempat di Desa Sababilah, Kecamatan Dusun Selatan, Kabupaten
Barito Selatan. Penulis telah mengikuti Praktek Hutan Tanaman (PHT) pada
tanggal 8 s/d 14 Agustus 2022 di Perhutani Forestry Institute (PeFI), di Kota
Madiun Provinsi Jawa Timur. Penulis juga telah mengikuti Praktek Kerja Lapangan
(PKL)-Magang yang dilaksanakan pada tanggal 1 s/d 30 November 2022 di PBPH
PT. Indexim Utama Ngurit Base Camp, Kabupaten Barito Utara.
Sebagai salah satu syarat kelulusan, penulis menyusun skripsi dan
melaksanakan penelitian pada bulan Juni 2023 dengan judul “Pertumbuhan
Tegakan Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) di Lahan Rawa Gambut pada

ix
Areal Hutan Kota Kabupaten Pulang Pisau” di bawah bimbingan Bapak Prof. Dr.
Ir. Wahyudi, M.P. IPU. dan Ibu Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu, M.P.

x
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-
Nya yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Pertumbuhan Tegakan Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) di Lahan
Rawa Gambut pada Areal Hutan Kota Kabupaten Pulang Pisau”. Skripsi ini disusun
sebagai salah satu syarat Program Strata Satu (S1) untuk kelulusan dan mendapat
gelar Sarjana Kehutanan dari Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Palangka Raya.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyudi,
M.P. IPU. dan Ibu Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu M.P. yang telah memberikan
bimbingan, arahan, masukan serta saran kepada penulis dalam penyusunan skripsi
ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Dr. Penyang, S.Hut., M.P.
dan Bapak Dr. Ir. Herianto, M.P. selaku dosen pembahas skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu masukan dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk menyempurnakan
penulisan skripsi ini. Akhir kata dengan segala kerendahan hati penulis ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini
dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, September 2023

Penulis

xi
UCAPAN TERIMA KASIH

Proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan
berbagai pihak berupa bimbingan, dorongan, nasehat, kritik dan saran. Oleh sebab
itu dalam kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan dan seluruh Staf Fakultas Pertanian, Universitas Palangka Raya yang
telah memberikan pelayanan dalam proses menempuh Pendidikan di Jurusan
Kehutanan.
2. Ketua dan seluruh Dosen serta Staf Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian,
Universitas Palangka Raya yang selama ini telah memberikan pengajaran dan
pelayanan dalam proses menempuh Pendidikan di Jurusan Kehutanan.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Wahyudi, M.P. IPU. selaku dosen pembimbing utama yang
telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis dalam
penulisan proposal dan pelaksanaan penelitian hingga penyusunan skripsi ini
selesai.
4. Ibu Dr. Ir. Johanna Maria Rotinsulu, M.P. selaku dosen pembimbing
pendamping yang telah memberikan arahan, saran dan bimbingan dalam
penulisan proposal dan pelaksanaan penelitian hingga pennyusunan skripsi ini
selesai.
5. Bapak Dr. Penyang, S.Hut., M.P. selaku dosen pembimbing akademik dan juga
dosen pembahas utama atas masukan, arahan dan saran dalam penyusunan
skripsi ini, serta bimbingannya dalam konsultasi penyusunan Kartu Rencana
Studi (KRS) selama menempuh Pendidikan Strata Satu (S1).
6. Bapak Dr. Ir. Herianto, M.P. selaku dosen pembahas pendamping yang telah
memberikan masukan, saran dan bimbingan dalam penulisan proposal dan
penulisan skripsi ini.
7. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau beserta
Staf dan Jajaran yang telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian ini
di Hutan Kota Kabupaten Pulang Pisau.

xii
8. Lurah Bereng beserta Jajaran Kelurahan Bereng, Kecamatan Kahayan Hilir,
Kabupaten Pulang Pisau yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian.
9. Bapak Harnin dan Bapak Kalvin pemilik lahan Hutan Tanaman Rakyat yang
telah mengizinkan saya untuk melakukan penelitian ini di Desa Tumbang
Nusa.
10. Kepada terkasih Ayah, Ibu, seluruh keluarga serta teman seangkatan yang telah
berjuang bersama Bersama penulis selama perkuliahan memberikan dukungan
atas segala doa dan motivasinya.
11. Laban, Diki Candra Agung Sitinjak dan Ully Marta Widyawati Br. Siahaan
yang telah membantu penulis saat melaksanakan penelitian di lapangan.
12. Lentina Simorangkir, Erin Hebriana Br. Ginting, Fitri Rajagukguk, Natalia
Sitohang, Martasya Syahnun, Dormian Hutagalung, Anthonio Steven Sianipar,
Kesia Br. Tarigan, Siska, Redita Abdah, Ayalia dan Rio Carlos teman-teman
penulis yang turut saling menguatkan memberikan motivasi serta dukungan
dalam pengerjaan skripsi ini.
13. Doakan apa yang kamu kerjakan, kerjakan apa yang kamu Doakan.
“Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara
kamu.” 1 Petrus 5:7
“Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai
sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari
depan yang penuh harapan.” Yeremia 29:11
“Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang.” Amsal
23:18

xiii
DAFTAR ISI

RINGKASAN ........................................................................................................ iii


ABSTRACT ........................................................................................................... iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................... xi
UCAPAN TERIMA KASIH ................................................................................. xii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xvi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xviii
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Tujuan Penelitian......................................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian....................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 4
2.1 Deskripsi Balangeran .................................................................................. 4
2.1.1 Taksonomi Balangeran ..................................................................... 4
2.1.2 Botanis Balangeran ........................................................................... 5
2.1.3 Penyebaran dan Tempat Tumbuh ..................................................... 5
2.1.4 Manfaat Balangeran .......................................................................... 6
2.2 Lahan Rawa Gambut ................................................................................... 7
2.3 Pertumbuhan Pohon .................................................................................... 9
2.4 Hutan Kota ................................................................................................ 14
III. METODE PENELITIAN ................................................................................ 17
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 17
3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian ............................................................. 17
3.3 Pengumpulan Data .................................................................................... 18
3.4 Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik ................................................... 18
3.5 Prosedur Penelitian .................................................................................... 21
3.6 Analisis Data ............................................................................................. 23
3.6.1 Pertumbuhan Rata-Rata Tahunan ................................................... 23
3.6.2 Distribusi Diameter Tanaman ......................................................... 23
3.6.3 Pola Pertumbuhan Polinomial ........................................................ 24
3.6.4 Pola Pertumbuhan Eksponensial ..................................................... 24
3.6.5 Validasi Model ................................................................................ 24

xiv
3.6.6 Akurasi Model ................................................................................ 25
IV. KEADAAN UMUM LOKASI ....................................................................... 26
4.1 Kondisi Umum Kelurahan Bereng .......................................................... 26
4.2 Orbitasi Kelurahan Bereng ...................................................................... 27
4.3 Jumlah Penduduk .................................................................................... 28
4.4 Iklim dan Cuaca ....................................................................................... 28
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 29
5.1 Pertumbuhan Pohon .................................................................................. 29
5.2 Distribusi Diameter Tanaman ................................................................... 35
5.3 Persamaan Model Pertumbuhan Tanaman ................................................ 37
5.3.1 Persamaan Polinomial...................................................................... 37
5.3.2 Persamaan Eksponensial .................................................................. 39
5.3.3 Validasi Model Pertumbuhan .......................................................... 41
5.3.4 Uji Keakuratan Persamaan Polinomial ............................................ 42
5.3.5 Uji Validasi Persamaan Eksponensial ............................................. 43
5.3.6 Uji Keakuratan Persamaan Eksponensial ........................................ 43
5.3.7 Perbandingan Model Persamaan Polinomial dan Eksponensial ...... 44
5.3.8 Tabel Capaian Diameter .................................................................. 45
VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................... 46
6.1 Kesimpulan .............................................................................................. 46
6.2 Saran ........................................................................................................ 46
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 48
LAMPIRAN .......................................................................................................... 53

xv
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

Tabel 4. 1 Orbitasi Jarak dari Pusat Pemerintahan .............................................. 27


Tabel 5. 1 Perhitungan Riap Pertumbuhan pada Tegakan Balangeran ................ 33
Tabel 5. 2 Data Aktual dan Data Hasil Pemodelan Menggunakan Persamaan
Polinomial dan Eksponensial ............................................................. 41
Tabel 5. 3 Uji Validasi Persamaan Polinomial Menggunakan Chi-Square ......... 42
Tabel 5. 4 Uji Validasi Persamaan Eksponensial Menggunakan Chi-Square ..... 43
Tabel 5. 5 Perbandingan Model Polinomial dan Model Eksponensial ................ 44
Tabel 5. 6 Prediksi Capaian Diameter Tanaman Balangeran pada Umur Tertentu
............................................................................................................ 45

xvi
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal

Gambar 2. 1 Tanaman Balangeran ......................................................................... 4


Gambar 2. 2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pohon
(Wahyudi,2013) ............................................................................... 10
Gambar 2. 3 Hutan Kota Pulang Pisau ................................................................ 15
Gambar 3. 1 Thermometer-Hygro ........................................................................ 19
Gambar 3. 2 Digital Soil Analyzer ....................................................................... 20
Gambar 3. 3 Nomogram Harry King ................................................................... 22
Gambar 4. 1 Peta Lokasi Penelitian ..................................................................... 26
Gambar 5. 1 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran................................. 29
Gambar 5. 2 Pertumbuhan Tinggi Bebas Cabang Tanaman Balangeran ............. 30
Gambar 5. 3 Pertumbuhan Tinggi Total Tanaman Balangeran ........................... 30
Gambar 5. 4 Distribusi Diameter Tanaman Balangeran ...................................... 36
Gambar 5. 5 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran Menggunakan
Persamaan Polinomial...................................................................... 38
Gambar 5. 6 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran Menggunakan
Persamaan Eksponensial .................................................................. 40

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Lapangan ............................... 54


Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian ......................................... 56
Lampiran 3. Chi-Square (X2) Tabel ..................................................................... 57
Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian ......................................................................... 58
Lampiran 5. Hygrometric Conversion Table Dry Bulb Temperature (˚C). ......... 59

xviii
1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Lahan gambut di Kalimantan Tengah telah mengalami degradasi karena
kebakaran dan kerusakan lainnya, disebabkan oleh kurang bahkan faktor kegiatan
yang kurang bahkan tidak berwawasan bagi lingkungan, salah satunya seperti
pembakaran untuk tujuan membuka lahan. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71
Tahun 2014 Pasal 15 tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut
memberikan amanah bahwa penetapan peta fungsi ekosistem gambut ke dalam
fungsi lindung dan fungsi budidaya bertujuan untuk memberikan arahan dalam
penyusunan rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yang
meliputi pencadangan, perlindungan (konservasi), pemanfaatan, penanggulangan,
pemulihan, dan pemeliharaan berulang sejak beberapa dekade yang lalu. Kebakaran
lahan gambut yang terjadi di Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK)
Tumbang Nusa pada tahun 2015 hingga mencapai 2.500 Hektar dan perlu dilakukan
restorasi kembali untuk pemulihan vegetasinya dengan penanaman. Kondisi areal
bekas terbakar yang mengakibatkan kondisi lahan terbuka, miskin vegetasi pohon,
banyak sisa kayu roboh di permukaan lahan gambut dan terbakarnya gambut
menimbulkan cekungan-cekungan yang tergenang pada saat musim hujan. Dampak
kebakaran di lahan gambut mengakibatkan gangguan dan degradasi dan terjadinya
subsidensi gambut yang mengakibatkan banjir yang dalam dan berkepanjangan di
musim hujan (Hooijer et al., 2012). Kondisi lahan gambut pasca terbakar tersebut
tidak mendukung dan menjadi kendala bagi kegiatan penanaman di lapangan. Oleh
karena itu, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan manipulasi lahan seperti
pembuatan guludan untuk mengatasi ketergenangan (Santosa, 2011).
Pohon Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck) adalah jenis lokal
hutan rawa gambut dan termasuk kedalam suku Dipterocarpaceae yang dapat
tumbuh secara alami pada daerah hutan rawa gambut di Kalimantan Tengah (DNPI,
2012; Rahmanto, 2012; Wibisono et al., 2005). Memiliki peranan yang besar dalam
mempertahankan keberlanjutan ekosistem hutan rawa gambut (Rachmanadi, 2012;
Sampang, 2015; Yuwati et al., 2013). Pohon Balangeran termasuk dalam kategori
2

kritis (critically endangered) menurut International Union for Conservation of


Nature (IUCN) yaitu spesies yang menghadapi risiko kepunahan sehingga
diperlukan adanya konservasi yang baik serta upaya pengembangan jenis tersebut
melalui kegiatan rehabilitasi maupun pembangunan hutan tanaman produksi
(Atmoko, 2011).
Pohon Balangeran saat ini semakin langka dan sulit untuk ditemukan di
habitatnya. Kelangkaan jenis tersebut dapat disebabkan oleh adanya kebakaran
hutan maupun lahan, pencurian kayu, dan belum adanya upaya yang signifikan
untuk melestarikan jenis pohon ini (Balitan, 2012; Sampang, 2015). Beberapa
instansi telah melakukan upaya budidaya jenis ini seperti Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, Balai Penelitian
Kehutanan (BPK) Banjarbaru Unit KHDTK Tumbang Nusa serta beberapa anggota
masyarakat. Distribusi diameter tanaman merupakan salah satu cara atau indikator
untuk menilai dan mengetahui langsung kenormalan sebaran pohon (Bukhart, 2003;
Hauhs et al., 2003; Radonja et al., 2003). Distribusi diameter pohon-pohon pada
hutan alam campuran membentuk pola huruf J terbalik, yang menunjukkan bahwa
semakin besar ukuran diameter pohon maka semakin sedikit jumlahnya, sedangkan
distribusi diameter pohon-pohon pada hutan tanaman (hutan monokultur)
membentuk pola lonceng parabolik dengan jumlah pohon terbesar berada dalam
kisaran diameter pertengahan (Hauhs et al., 2003; Prijanto, 2006, Wahyudi, 2011).
Distribusi diameter dapat digunakan untuk mengetahui posisi tegakan hutan dalam
rangka penilaian kuantitas pohon dalam luasan tertentu. Data ini ini diperlukan
untuk keperluan perawatan sampai pemanenan tanaman. Distribusi diameter dapat
menentukan bentuk perlakuan yang diberikan pada suatu tegakan. Distribusi
diameter pohon menjadi penting ketika jenis yang ditanam diperuntukan untuk
kayu pertukangan, karena dapat menunjukkan besar proporsi kayu yang dapat
diolah (Permenhut No. 34 tahun 2007).
Salah satu upaya pengembangan tanaman yang berada di Kabupaten Pulang
Pisau, Provinsi Kalimantan Tengah, mengingat kayu Balangeran juga memiliki
manfaat ekonomi dan nilai ekologi yang sangat baik mempunyai potensi besar
untuk dikembangkan sebagai jenis kayu unggulan di Kalimantan Tengah
3

khususnya, dikarenakan kayu Balangeran memiliki harga jual yang tinggi serta
memiliki peranan yang besar dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem dan
pengelolaan hutan rawa gambut bahkan digunakan salah satu sebagai tanaman
pendukung restorasi lahan gambut agar kelestarian hutan dapat terjamin. Maka
penelitian tentang tanaman ini sangat diperlukan, baik dari penelitian tentang
karakteristik tanaman Balangeran, pertumbuhan tanaman Balangeran serta prediksi
hasil dan prospek tanaman Balangeran pada kawasan rawa gambut sehingga
kedepannya dapat lebih baik.

1.2 Tujuan Penelitian


Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui pertumbuhan tegakan Balangeran di lahan rawa gambut sesuai
dengan kelas umur tanamam.
2. Membuat model atau pola pertumbuhan tegakan Balangeran di lahan rawa
gambut.

1.3 Manfaat Penelitian


Adapun hasil dan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan salah satu pertimbangan pengelolaan kepada para pihak
dalam pengembangan tanaman Balangeran.
2. Memberikan data informasi dalam pengelolaan tanaman Balangeran bagi
semua pihak yang ingin mengetahui kondisi tanaman yang ditanam pada lahan
rawa gambut.
4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Balangeran


Shorea balangeran (Balangeran, Meranti Merah) merupakan jenis yang
secara alami tumbuh di rawa gambut dangkal dan di tepi sungai yang berpasir (Page
et al., 1999; Maharani et al., 2013). Jenis ini tumbuh dengan baik pada kondisi
genangan sedang dan dipengaruhi oleh air sungai (Giesen, 2004) Shorea
balangeran merupakan jenis Shorea yang relatif tahan api dan mudah membentuk
terubusan setelah terjadi kebakaran (Atmoko, 2011).

2.1.1 Taksonomi Balangeran


Martawijaya dkk, (1989) menyatakan bahwa Balangeran merupakan jenis
tanaman yang cukup potensial untuk dikembangkan di hutan rawa gambut. Kayu
Balangeran juga memiliki manfaat ekonomi dan nilai ekologi yang sangat baik
karena kayunya memiliki harga jual tinggi Jenis tersebut termasuk jenis pohon
komersial dimana pada umumnya terdapat secara berkelompok.

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian 2023


Gambar 2. 1 Tanaman Balangeran umur 15 tahun
5

Umumnya jenis tanaman Balangeran memiliki klasifikasi sebagai berikut (Suryanto


et al., 2012):
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Theales
Famili : Dipterocarpaceae
Genus : Shorea
Spesies : Shorea balangeran (Korth.) Burck

2.1.2 Botanis Balangeran


Pohon Balangeran dapat tumbuh mencapai tinggi pohon 20-25 meter,
mempunyai batang bebas cabang 15 meter, diameter dapat mencapai 50 cm,
biasanya tidak terdapat banir. Pohon Balangeran dewasa mempunyai kulit luar
berwarna merah tua sampai hitam, dengan tebal 1-3 cm, mempunyai alur dangkal,
kulit tidak mengelupas. Jika dilihat dari kayu terasnya berwarna coklat-merah atau
coklat tua, sedangkan kayu gubal berwarna putih kekuningan atau merah muda,
dengan ketebalan 2-5 cm. Tekstur kayunya agak kasar sampai kasar dan merata
kayunya mempunyai serat lurus, jika diraba pada permukaan kayunya licin dan
pada beberapa tempat terasa lengket karena adanya damar (Suryanto et al., 2012).

2.1.3 Penyebaran dan Tempat Tumbuh


Balangeran secara alami (dalam nama lokal dikenal sebagai Balangeran atau
Kahoi) tumbuh di hutan kerangas dan rawa gambut, dengan daerah penyebaran di
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, dan Kalimantan. Persebaran di Sumatera
terdapat di Sumatera Selatan yaitu Bangka Belitung, sedangkan di Pulau
Kalimantan terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah.
Nama daerah Balangeran di setiap daerah berbeda. Di Kalimantan dikenal dengan
nama Belangiran, Kahoi, Kawi dan di Sumatera dikenal dengan nama Belangeran,
Belangir, Melangir (Kessler dan Sidiyasa, 1994; Suryanto et al., 2012). Balangeran
tumbuh di rawa yang tergenang secara berkala, di pinggir sungai, tanah liat, tanah
berpasir di tepi pantai, pada ketinggian 0-100 mdpl (Suryanto et al., 2012).
6

Pohon Balangeran dapat dibudidayakan dengan permudaan buatan dengan


menanam bibit yang tingginya 30-50 cm dengan penanaman di dalam jalur dengan
lebar 2-3 meter yang telah dibersihkan. Jarak tanam 3 meter dengan jarak antara
jalur 5-6 meter. Pada tanaman muda memerlukan pemeliharaan selama 4-5 tahun.
Ketika dewasa memerlukan kondisi cahaya penuh, sehingga diperlukan
pemeliharaan dengan membuka ruang tumbuh (Hyne, 1987).
Musim berbunga dan berbuahnya tidak terjadi setiap tahun. Musim berbuah
sangat dipengaruhi oleh keadaan setempat. Biasanya buah masak seringkali
bersamaan dengan famili Dipterocarpaceae yaitu bulan Februari, April sampai Juni
Buah balangeran tergolong cepat berkecambah, dan hanya dapat disimpan selama
12 hari di dalam wadah yang diberi arang basah (Suryanto et al., 2012).
Ciri-ciri tanaman Balangeran ini adalah sebagai berikut (Martawijaya et al., 1989):
a. Warna kayu teras berwarna coklat kemerahan atau coklat tua. Kayu gubal
berwarna putih kekuningan atau merah muda, tebal 2-5 cm dan tidak sulit
dibedakan dari kayu teras.
b. Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata.
c. Arah serat lusrus agak berpadu.
d. Kesan raba, permukaan kayu licin dan pada beberapa tempat terasa lengket
karena damar.
e. Kilap, permukaan kayu agak kusam sampai mengkilap.

2.1.4 Manfaat Balangeran


Kegunaan kayu Balangeran antara lain dapat dipakai untuk balok dan papan
pada bangunan perumahan, jembatan, kayu perkakas lantai, dinding, kayu
perkapalan, rangka pintu, bantalan dan tiang listrik. Pemanfaatan kayu Shorea
balangeran dapat digunakan sebagai bahan interior rumah atau bangunan banyak
digunakan karena kekuatan dan keawetannya. Kayu ini tidak signifikan mengalami
penyusutan, retak atau terserang hama penyakit apabila menjadi bagian dari interior
rumah atau bangunan. Hasil pengamatan membuktikan kekuatan dan keawetan dari
kayu ini walau sudah mencapai umur pakai > 40 tahun. Shorea balangeran di
kawasan gambut kerap digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan Shorea
7

balangeran menjadi alternatif pengganti kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri) yang


keberadaannya juga langka dan harganya yang lebih mahal. Kalimantan sebagai
kawasan yang banyak berasosiasi dengan air tawar (sungai dan danau) memiliki
budaya air. Kehidupan sungai menuntut alat transportasi berupa sampan atau
jukung. Jukung (perahu, sampan) umumnya dibuat dari bahan-bahan yang awet dan
tahan air. Kayu Balangeran juga banyak digunakan sebagai bahan baku perahu atau
kapal. Kayu Balangeran yang utuh (tidak berlubang/growong) banyak digunakan
masyarakat sebagai bahan pembuat kelotok (perahu kecil) sampai kapal motor. Hal
ini yang menyebabkan kayu Balangeran sangat diminati masyarakat karena mampu
bertahan lama (awet) dalam kondisi basah dan kering. Besarnya pemanfaatan kayu
dan terbatasnya daerah persebaran, mengakibatkan jenis Shorea balangeran tanpa
upaya konservasi dapat punah. Peredaran kayunya di pasar-pasar tradisional
penjualan kayu wilayah Kalimantan Selatan sudah sulit ditemukan sejak tahun 2010
ke atas salah satu upaya untuk menunjang kelestarian Shorea balangeran adalah
mengeksplorasi potensi manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK), dengan asumsi
pemanfaatan berprospek nilai ekonomi tinggi yang berkelanjutan dan lestari.

2.2 Lahan Rawa Gambut


Hutan rawa gambut merupakan kombinasi tipe hutan formasi klimatis
(climatic formation) dengan tipe hutan formasi edafis (edaphic formation). Faktor
iklim yang mempengaruhi pembentukan vegetasi adalah temperatur, kelembapan,
intensitas cahaya dan angin. Hutan rawa gambut terdapat pada daerah-daerah tipe
iklim A dan B tanah organosol dengan lapisan gambut setebal 50 cm atau lebih.
Pada umumnya terletak diantara hutan rawa dengan hutan hujan (Direktorat
Jenderal Kehutanan, 1976).
Gambut memiliki kandungan C-organik yang tinggi (18%) dan dominan
berada dalam kondisi tergenang (anaerob) menyebabkan karakteristik lahan gambut
berbeda dengan lahan mineral, baik sifat fisik maupun kimianya. Kandungan
karbon yang relatif tinggi berarti lahan gambut dapat berperan sebagai penyimpan
karbon. Namun demikian, cadangan karbon dalam tanah gambut bersifat labil, jika
kondisi alami lahan gambut mengalami perubahan atau terusik maka gambut sangat
mudah rusak. Oleh karena itu, diperlukan penanganan atau tindakan yang bersifat
8

spesifik dalam memanfaatkan lahan gambut untuk kegiatan usaha tani. Selain
mempunyai karakteristik yang berbeda dibanding lahan mineral, lahan gambut
khususnya gambut tropika mempunyai karakteristik yang sangat beragam, baik
secara spasial maupun vertikal (Subiksa et al., 2011).
Lahan gambut merupakan lahan hasil akumulasi timbunan bahan organik
yang berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya dan terbentuk
secara alami dalam jangka waktu yang lama. Menurut Wahyunto dan Subiksa
(2011) Indonesia merupakan negara yang memiliki areal gambut terluas di zona
tropis, yakni mencapai 70%. Luas gambut Indonesia mencapai 21 juta ha, yang
tersebar di pulau Sumatera (35%), Kalimantan (32%), Papua (30%) dan pulau
lainnya (3%). Provinsi Riau memiliki lahan gambut terluas di Sumatera, yakni
mencapai 56,1% (Wahyunto & Heryanto, 2005).
Lahan rawa gambut secara umum memiliki kapasitas penyerapan dan
penyimpanan air yang sangat besar yaitu antara 0,8-0,9 m3/m3 gambut
(Notohadiprawira, 1997), sehingga lahan gambut merupakan suatu reservoir air
yang besar. Sebagai contoh eks Kawasan PLG Kalteng dengan dengan luas 500.000
ha Kawasan gambut tebal, paling sedikit 15 milyar m3 air ditampung di lahan
gambut tersebut. Dengan kemampuan ini air yang tersimpan dalam periode musim
hujan secara bertahap dilepaskan pada musim kemarau (Prentice, 1990; Page &
Rieley, 1998).
Menurut Wirioatmojo (1975) pada hutan rawa gambut Kalimantan ditemukan
tiga lapis tajuk pohon terdiri dari:
a. Lapisan pertama: Ramin (Gonystylus bancanus), Mentibu (Dactylocladus
stenostachys), Jelutung (Dyera costulata), Pisang-pisang (Microcos saccifera),
Nyatoh (Palaquium leiocarpum), Gerunggang (Cratoxylon arborescens),
Durian (Durio Zibethinus) dan Kempas (Koompassia malaccensis).
b. Lapisan kedua: Pelawan (Tristaniopsis merguensis), Medang (Cinnamomum
parthenoxylon), Kandis (Garcinia parvifolia), Malam-malam (Diospyros sp)
dan Mendarahan (Myristica longipes).
9

c. Lapisan ketiga: Rasau (Pandanus helicopus), Bakung (Asplenium nidus)


Kelakai (Stenochlaena palustris) Alang-alang (Imperata cylindrica) Salak
(Salacca zalacca).
Pemanfaatan lahan gambut sebagai lahan pertanian termasuk perkebunan
memerlukan perhatian khusus dan manajemen pertanian yang tepat. Pemanfaatan
sumberdaya alam berupa lahan rawa gambut secara bijaksana perlu perencanaan
yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai dan pengelolaan yang tepat (Wahyunto
& Heryanto, 2005). Hal ini karena lahan rawa gambut merupakan salah satu sumber
daya alam yang mempunyai fungsi hidrologi dan fungsi lingkungan lain yang
penting bagi kehidupan seluruh makhluk hidup. Menurut Agus & Subiksa (2008)
pada kondisi alami lahan gambut menjadi habitat bagi beberapa jenis flora dan
fauna. Namun demikian, seiring dengan perkembangan waktu lahan gambut telah
banyak yang beralih fungsi menjadi lahan pertanian.

2.3 Pertumbuhan Pohon


Tanaman merupakan makhluk hidup yang memiliki ciri yaitu
kesanggupannya untuk tumbuh dan berkembang. Tanaman akan tumbuh dan
berkembang dengan cara yang berbeda. Pertumbuhan merupakan bertambah
besarnya sel yang menyebabkan bertambah besarnya jaringan, organ dan akhirnya
menjadi keseluruhan makhluk hidup (Suarna et al., 1993).
Pertumbuhan tanaman ditunjukkan dengan adanya pertambahan ukuran sel
dan bahan kering yang mencerminkan pertambahan protoplasma (Harjadi, 1983).
Leiwakabessy (1998) menyatakan bahwa pertumbuhan ditentukan dengan
peningkatan berat kering, tinggi tanaman atau diameter batang, lebih lanjut lagi
Harjadi (1983) bahwa pada masa pertumbuhan vegetatif tanaman terdapat tiga
proses penting yaitu pembelahan sel perpanjangan sel, dan tahap awal dari
diferensiasi sel. Ketiga proses akan mengembangkan batang, daun dan sistem
perakaran. Proses pembelahan sel terjadi pada pembuatan sel-sel baru. selanjutnya
akan tumbuh membesar dan memanjang Tahap pertama dari diferensiasi terjadi
pada perkembangan jaringan primer Semua proses dalam pertumbuhan ini
memerlukan karbohidrat sebagai bahan baku energi di samping protein dan lemak
10

Kekurangan persediaan karbohidrat akan berakibat terganggunya ketiga proses


tersebut yang menyebabkan lambatnya pertumbuhan tanaman.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon dibagi menjadi
dua, yatu faktor internal dan faktor eksternal Faktor internal adalah sifat bawaan
atau genetika dari pohon, sedangkan faktor eksternal adalah lingkungan dan
perlakuan atau teknik silvikultur (Wahyudi, 2013).

Sumber: (Wahyudi, 2013)


Gambar 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Pohon

Sistem silvikultur mengandung beberapa teknik silvikultur serta serangkaian


tahapan teknis yang harus diberikan pada tanaman atau tegakan. Teknik silvikultur
meliputi regenerasi (penyiapan lahan, pembibitan, penanaman) pemeliharaan
(penyulaman, pemupukan, pembebasan, pendangiran, perempelan, penjarangan)
dan pemanenan (penebangan manual, semi mekanis dan mekanis penuh) Para
praktisi dapat mengembangkan dan merekayasa teknik silvikultur dalam ruang
lingkungan sistem yang masih diperkenankan. Dengan demikian masih terbuka
11

peluang inovasi dan kreatifitas para praktisi dan rimbawan untuk menemukan
teknis yang lebih baik dan sesuai dengan lokasi kerjanya.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari teknik silvikultur belakangan berkembang teknik
pengendalian hama terpadu (integrated pest management) yang menekankan pada
teknik pengendalian hama yang ramah lingkungan menggunakan predator, parasit
hama dan meningkatkan kualitas kesehatan pohon (biocontrol).
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan pohon adalah
iklim dan tanah. Faktor iklim banyak ditentukan oleh curah hujan, intensitas
cahaya, suhu, kelembaban, kecepatan angin dan letak geografis. Sedangkan faktor
tanah banyak dipengaruhi oleh sifat kimia, fisika dan biologi tanah serta ketinggian,
kemiringan dan arah lereng. Faktor bawaan atau genetik pohon memegang peranan
cukup penting dalam mengontrol pertumbuhan pohon. Penggunaan bibit unggul
hasil pemuliaan tanaman diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
hingga 2-4 kali (Danida & Dephut, 2001)
Pertumbuhan tanaman merupakan hasil interaksi yang kompleks antara faktor
internal dan eksternal. Faktor internal meliputi faktor gen dan faktor hormon,
sedangkan faktor eksternal meliputi cahaya, suhu, air tanah, mineral, dan
kelembapan udara (Junaedi, 2009).
Faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman yaitu:
1. Sifat Gen
Gen adalah sifat turunan yang dapat diturunkan pada keturunannya,
pembentukan protein yang merupakan bagian dasar penyusun tumbuh- tumbuhan
dikendalikan secara langsung oleh gen.
2. Sifat Hormon
Hormon adalah regulator pertumbuhan yang sangat esensial yang dibuat pada
satu bagian tumbuhan, sedangkan respon pertumbuhan terhadap hormon terjadi di
bagian tumbuhan lainnya, misalnya: Akar, batang dan daun sedangkan hormon
tumbuhan (fitohormon) antara lain auksin, sitokinin dan giberelin.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman adalah:
1. Cahaya
12

Cahaya matahari mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui tiga sifat


yaitu intensitas cahaya kualitas cahaya dan lama penyinaran. Pengaruh ketiga sifat
cahaya tersebut terhadap pertumbuhan tanaman adalah melalui pembentukan
klorofil pembentukan stomata, pembentukan anthocyanin, perubahan suhu daun
atau batang penyerapan hara, permeabilitas dinding sel, transpirasi dan gerakan
protoplasma.
2. Suhu
Suhu udara juga mempengaruhi kecepatan pertumbuhan maupun sifat dan
struktur tanaman Tumbuhan dapat tumbuh dengan baik pada suhu optimum, untuk
tumbuhan daerah tropis suhu berkisar 27-370˚C Suhu optimum berkisar antara 25-
300˚C dan suhu maksimum berkisar 35-400˚C, tetapi suhu koordinat (minimum,
optimum, dan maksimum) ini sangat dipengaruhi oleh jenis dan fase pertumbuhan
tanaman.
3. Kelembapan atau Kadar Air
Tanah dan udara yang kurang lembap umumnya dapat berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan karena meningkatkan penyerapan air dan menurunkan
penguapan atau transpirasi. Evapotranspirasi akan meningkat atau lancar apabila
kelembapan udara di sekitar tanaman rendah Transpirasi tanaman sangat erat
hubungannya dengan penyerapan unsur hara dalam tanah.
4. Air dan Unsur Hara
Air merupakan senyawa yang sangat penting bagi tumbuhan Fungsi air antara
lain sebagai media reaksi enzimatis, berperan dalam fotosintesis, menjaga turgiditas
sel dan kelembapan. Kandungan air dalam tanah mempengaruhi kelarutan unsur
hara dan menjaga suhu tanah.
5. Tanah
Berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman Tanaman
akan tumbuh dan berkembang dengan optimal bila kondisi tanah tempat hidupnya
sesuai dengan kebutuhan nutrisi dan unsur hara. Kondisi tanah ditentukan oleh
faktor lingkungan lain, misalnya suhu, kandungan mineral, air, dan derajat
keasaman atau pH.
13

Soekotjo (1995) menyatakan variabel yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman


adalah jenis, sumber benih, jenis yang dimuliakan, manipulasi atribut lingkungan,
teknik silvikultur yang dipakai serta kelas diameter. Pemilihan jenis yang tepat
untuk tujuan budidaya sangat berpengaruh terhadap nilai yang dihasilkan, jenis
unggul hasil pemuliaan pohon mempunyai riap yang lebih besar (inherent growth
rate). Pada kelas diameter yang berbeda, meskipun pada pohon yang sama, dapat
mempunyai riap yang berbeda (reit of growth) Pada lokasi yang berbeda, meskipun
jenisnya sama, dapat mempunyai riap yang berbeda pula sebagai contoh, penelitian
pertumbuhan Meranti di hutan Semengoh (Serawak) menunjukkan bahwa Shorea
stenoptera mempunyai riap 79% lebih besar dibanding Shorea pinanga pada
kondisi lingkungan yang sama. Penanaman Shorea macrophylla di Kalimantan
Barat menunjukkan riap yang lebih besar dibandingkan penanaman di Kalimantan
Selatan. Dengan demikian, informasi tentang pertumbuhan pohon harus dilengkapi
dengan data inherent growth dan reit of growth dan informasi data riap bersifat
spesifik untuk setiap tempat tumbuh sehingga tidak dapat digunakan untuk
memprediksi riap tanaman sejenis pada tempat yang berbeda Pertumbuhan atau riap
(increment) adalah pertambahan tumbuh tanaman, baik pertumbuhan diameter,
tinggi, volume, jumlah daun, berat bersih dan lain-lain dalam satuan waktu tertentu
Menurut Bettinger et al., (2009) & Nyland (1996) pertumbuhan pohon dapat
digambarkan sebagai riap tahunan berjalan (current annual increment CAI) dan
riap tahunan rata-rata (mean annual increment MAI). CAI menunjukkan
pertumbuhan tanaman setiap tahun, sedangkan MAI menunjukkan pertumbuhan
rata-rata dalam waktu tertentu, yang dihitung berdasarkan data terakhir dibagi
dengan umur Akumulasi pertumbuhan, CAI dan MAI digambarkan dalam bentuk
grafik untuk menentukan daur tanaman. Daur tanaman sebaiknya ditentukan pada
saat kurva MAI bertemu dengan CAI, setidaknya pada tahap ke-2. Pada tahap ke-3
tanaman sudah tidak memberi pertambahan pertumbuhan.
14

2.4 Hutan Kota


Hutan kota adalah suatu lingkungan biotik dan abiotik yang tersusun atas
rangkaian ekosistem dari komponen biologi, fisik, ekonomi, dan budaya yang
memiliki keterkaitan satu sama lain (Farisi et al., 2017). Dalam proses
pembangunan suatu kota yang terfokus dalam sektor ekonomi dapat berakibat pada
munculnya degradasi lingkungan di kota tersebut. Pembangunan perkotaan dapat
berakibat pada berkurangnya proporsi ruang terbuka dan mengakibatkan berbagai
gangguan terhadap proses alam dalam lingkungan suatu perkotaan (Rawung, 2015).
Pembangunan kota berkelanjutan harus diselenggarakan secara terencana dengan
memperhatikan rencana umum tata ruang dan lingkungan (Wuisang, 2015).
Pembangunan perkotaan yang terfokus pada kegiatan ekonomi dan kurang
memperhatikan aspek lingkungan dapat memberikan dampak kurang baik bagi
keseimbangan ekologi pada daerah perkotaan karena dapat menyebabkan
terjadinya degradasi lingkungan (Iswari, 2012). Oleh karena itu, pembangunan
hutan kota menjadi penting mengingat ketersediaan hutan kota diharapkan dapat
mewakili keberlangsungan fungsi ekologi di suatu kota. (Ahmad et al., 2016)
menyatakan bahwa hutan kota memiliki peran besar dalam meredam suhu
maksimum menjadi lebih rendah dengan mekanisme peredaman sinar matahari
melalui kanopi hutan, dan melalui energi neto disiang hari yang digunakan untuk
proses evaporasi atau transpirasi sehingga menyebabkan adanya kenyamanan untuk
berteduh di bawah pohon dibandingkan lokasi tanpa pepohonan. Dalam hal ini,
pengelolaan hutan kota harus dilakukan untuk dapat memperoleh manfaat yang
dapat diberikan dari ketersediaan hutan kota.
Seperti yang berada di dokumen PP No 33 tahun 1970 tentang Perencanaan
Hutan pasal 7 ayat 2, hutan lindung juga merupakan kawasan hutan yang
pengelolaannya bertujuan untuk memperoleh fungsi sebesar besarnya terhadap
pengaturan tata air, pemeliharaan kesuburan tanah serta pencegahan bencana banjir
dan erosi. Hutan Kota adalah sekelompok vegetasi berupa pepohonan dan
sejenisnya yang tumbuh di lahan kota, strukturnya menyerupai bentuk hutan alam
yang berimplementasi kenyamanan, kesejukan dan suasana yang sehat serta
memungkinkan kehidupan satwa (Ramli, 1999).
15

Hutan selain berfungsi sebagai sarana rekreasi dapat juga menjadi sarana
pendidikan, darah penyangga kebutuhan air, mencegah banjir, erosi, melindungi
sistem tata air dan sebagai sumber air minum kota yang perlu dilindungi dari segala
bentuk pencemaran. Hutan Kota tidak dapat dipisahkan dari manusia baik secara
psikologis, emosional, atau dimensional. Manusia berada di dalam ruang, bergerak,
menghayati, dan berpikir, juga membuat ruang untuk menciptakan dunianya
(Djoko, 1999).

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian 2023


Gambar 2.3 Hutan Kota Kabupaten Pulang Pisau

Fungsi hutan kota dibagi menjadi dua, yaitu fungsi ekologis, serta fungsi-
fungsi tambahan seperti ekonomi, sosial budaya dan arsitektural. Dapat juga hutan
kota kawasan perkotaan berfungsi sebagai pengamanan keberadaan kawasan
lindung perkotaan, pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara,
tempat perlindungan dan keanekaragaman hayati, pengendali tata air dan sarana
estetika kota Permendagri Nomor 1 Tahun 2007 pasal 3. Hutan Kota adalah suatu
hamparan lahan yang pertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam
16

wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan
sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. Tujuan penyelenggaraan hutan
kota adalah untuk kelestarian, keserasian dan keseimbangan ekosistem perkotaan
yang meliputi unsur lingkungan, sosial dan budaya. Penyelenggaraan hutan kota
dimaksudkan untuk:
1. Menekan atau mengurangi peningkatan suhu udara di perkotaan.
2. Mengurangi pencemaran udara, (kadar karbon monoksida, ozon,
karbondioksida, oksida nitrogen, belerang dan debu).
3. Mencegah terjadinya penurunan air tanah, dan
4. Mencegah terjadinya banjir atau genangan, kekeringan, intrusi air laut,
meningkatnya kandungan logam berat dalam air.
Keberadaan pepohonan yang dikelola dengan baik di areal kawasan hutan kota
dapat berguna menstabilisasikan kondisi lingkungan kota dari berbagai macam
polusi. Pohon-pohon terbukti berperan penting dalam areal lingkungan kota
(Tryvainen, 2004; Schwab, 2009) antara lain sebagai berikut:
1. Pembentukan iklim mikro
2. Perbaikan kualitas udara dan pengurangan karbon dioksida, dan
3. Perlindungan suplai air kota
17

III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaaan penelitian ini dilakukan di areal Hutan Kota dengan luas lahan
± 6,58 Hektar dan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas ± 10 Hektar yang berada
di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau. Lahan tersebut berisi tanaman
Balangeran. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini selama ± 4 bulan yaitu
dari Mei s/d Agustus 2023, seperti yang telihat pada Lampiran 2.

3.2 Alat, Bahan dan Objek Penelitian


Alat yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Phiband atau pita meter digunakan untuk mengukur diameter pohon jarak atau
panjang yang memiliki skala diameter dalam cm dan meter.
2. Hagameter digunakan untuk mengukur tinggi total pohon.
3. Kompas digunakan untuk menentukan arah mata angin.
4. Kamera digunakan untuk dokumentasi di lapangan.
5. GPS (Global Positioning System) digunakan untuk menentukan arah titik
koordinat.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Cat dan label pohon digunakan untuk menandai setiap pohon.
2. Tally sheet digunakan untuk mencatat data di lapangan.
3. Tali rafia digunakan untuk menentukan batas blok-blok pada areal penelitian.
4. Alat tulis kantor digunakan untuk alat tulis dan menghitung data di lapangan.
Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah tegakan Balangeran yang
ditanam di lahan rawa gambut pada areal Hutan Kota Pulang Pisau dan Hutan
Tanaman Rakyat di Desa Tumbang Nusa dengan jarak tanam 3 m x 3 m, yaitu kelas
umur 3, 4, 8, 14 dan 15 tahun. Dimana untuk timur-barat dengan jarak 3 m dan
utara-selatan berjarak 3 m, dengan menerapkan sistem Ultra High Density
Plantation (UHDP) yang diartikan sebagai sistem penerapan jarak tanam padat atau
18

rapat dengan mengacu kepada mekanisme bahwa dengan lahan yang sempit bisa
memuat tanaman yang banyak dan maksimal.

3.3 Pengumpulan Data


Data pada penelitian ini terbagi menjadi 2 jenis yaitu data primer dan data
sekunder, dimana:
1. Data primer adalah data yang dicatat dan dikumpulkan secara langsung di
lapangan. Data primer yang diambil adalah diameter batang (dbh), tinggi bebas
cabang dan tinggi total tanaman balangeran umur 14 dan 15 tahun.
2. Data sekunder adalah data yang diambil dari studi literatur atau data yang telah
ada sebelumnya. Data sekunder yang diambil mencakup risalah daerah
penelitian yang didapatkan dari hasil penelitian sebelumnya, studi literatur,
naskah publikasi ilmiah, jurnal, penelitian terdahulu dan tulisan dari instansi
yang terkait yang mencakup letak daerah, kondisi tanah, kondisi geografis
iklim, dan curah hujan. Untuk melengkapi risalah tegakan balangeran diambil
pula data dan informasi dari petugas di lapangan, pejabat instansi terkait dan
penduduk setempat yang hubungannya dengan kegiatan penelitian guna
mendukung data primer.

3.4 Pengukuran Faktor Lingkungan Abiotik


Tumbuhan yang ditanam dengan jarak tanam rapat, mempunyai ruang yang
sempit untuk berkembang dan area fotosintesis yang sempit melakukan aktivitas
fisiologis oleh karena itu untuk mengoptimalkan aktivitas fisiologisnya tumbuhan
memacu pertumbuhan tingginya. Faktor lingkungan yang besar pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman adalah suhu intensitas cahaya rendah atau
jarak tanam yang rapat (Marjenah, 2006; Sofyan et al., 2012; Wahyudi. 2012).
Pertumbuhan pohon dipengaruhi oleh faktor lingkungan, teknik silvikultur yang
ditetapkan serta kualitas genetik. Faktor lingkungan terdiri dari iklim dan kondisi
tanah. Faktor iklim terdiri atas unsur-unsur temperatur, kelembapan udara,
intensitas cahaya dan angin, sedangkan kondisi tanah meliputi sifat fisik, sifat
kimia, sifat biologi dan kelembapan tanah. Lokasi penelitian mempunyai iklim
dengan curah hujan 2.890 mm/ tahun. Kondisi tanah berupa tanah organik, yaitu
19

tanah gambut yang dapat mengalami penggenangan secara periodik. Maka


dilakukan pengukuran faktor lingkungan abiotik masing-masing blok sebanyak 4
empat kali pada tanggal 5, 12, 19 dan 26 Juni 2023 setiap hari Senin. Faktor
lingkungan abiotik tersebut meliputi:
1. Suhu Udara
Pengukuran suhu udara dilakukan menggunakan Termometer-Hygro putar
CASELLA KONDON LTD C8303/2 pada ketinggian 1 meter di atas permukaan
tanah kemudian memutar alat selama 60 detik. Suhu yang tertera pada termometer
skala dry akan dicatat. Tampilan alat yang digunakan disajikan pada Gambar
berikut ini.
2. Kelembapan Udara
Kelembapan udara diukur menggunakan Termometer-Hygro putar
CASELLA KONDON LTD C8303/2 dengan jarak 1 meter di atas permukaan tanah
kemudian memutar alat selama 60 detik dan mencatat hasil pengukuran yang tertera
pada termometer. Suhu yang tertera pada skala dry dan skala wet akan dicatat lalu
ditentukan selisihnya, kemudian selisih tersebut akan menjadi patokan untuk
mencari nilai kelembapan udara pada Hygrometric Conversion Table Dry Bulb
Temperature (˚C). Hygrometric Conversion Table Dry Bulb Temperature (˚C)
disajikan pada Lampiran 4.

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian 2023


Gambar 3. 1 Thermometer-Hygro
20

3. Kedalaman Gambut
Kedalaman gambut diukur mengukur alat kedalaman gambut atau yang
sering disebut dengan Bor tanah gambut yang berbahan besi yang terdiri dari
beberapa bagian antara lain:
a. Tangkai pemutar.
b. Bilah batang besi (terdiri dari beberapa batang yang berguna untuk
menyambung mata bor dan tangkai pemutar).
c. Mata bor (terdiri dari tempat menampung sampel berbentuk silinder dan pisau
bor).
4. Intensitas Cahaya, Kelembapan Tanah, Derajat Keasaman (pH) Tanah
Intensitas cahaya, Kelembapan tanah dan Derajat Keasaman (pH) Tanah
diukur dengan menggunakan Digital Soil Analyzer dengan memposisikan tombol
selektor yang ada di bagian belakang alat dan sensor cahaya terdapat dibagian depan
atas alat yang berwarna ungu, kemudian menancapkan ½ probe atau bagian tangkai
kedalam tanah dan menunggu selama 60 detik. Nilai angka yang keluar dapat dilihat
pada bagian layar alat tersebut. Hasil pengukuran yang ditunjukkan oleh alat, akan
dicatat. Nilai kelembapan tertera pada skala bagian bawah yang ditunjukkan oleh
alat.

Sumber: Dokumentasi Hasil Penelitian 2023


Gambar 3. 2 Digital Soil Analyzer
21

3.5 Prosedur Penelitian


Prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Studi literatur dari jurnal dan prosiding terkini serta buku-buku yang berkaitan
dengan penelitian ini.
2. Mengumpulkan data sekunder tentang pertumbuhan tanaman Balangeran
dengan tapak lahan rawa gambut.
3. Orientasi lapangan bertujuan untuk menentukan lokasi penelitian yang sesuai
dengan permasalahan yang diambil.
4. Mempersiapkan semua alat dan bahan yang akan dipergunakan dalam
penelitian.
5. Pengambilan data dilakukan dengan metode random sampling, yaitu teknik
sampel acak yang digunakan untuk memilih sampel dari populasi dengan cara
sedemikian rupa sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang
sama besar untuk diambil sebagai sampel. Umumnya cara ini digunakan
apabila populasi dari sampel yang akan diambil merupakan populasi homogen
yang hanya mengandung satu ciri dengan melakukan lotre atau undian terhadap
semua sampel yang telah ditentukan.
6. Menentukan populasi tegakan Balangeran yang ditanam pada lahan rawa
gambut tahun 2020 (umur 3 tahun), 2019 (umur 4 tahun), 2015 (umur 8 tahun),
2008 (umur 15 tahun) dan tahun 2009 (umur 14 tahun).
7. Menentukan jumlah sampel penelitian tegakan Balangeran pada masing-
masing kelas umur berdasarkan jumlah populasinya dengan menggunakan
Nomogram Harry King (Sugiyono, 2007). Penentuan jumlah sampel dengan
menggunakan Nomogram Harry King menghitung sampel tidak hanya
didasarkan atas kesalahan 5% saja, tetapi bervariasi sampai 15%. Tetapi jumlah
populasi paling tinggi hanya mencapai sebesar 2000.
22

Gambar 3. 3 Nomogram Harry King


8. Garis vertikal disebelah kanan menunjukan jumlah populasi tanaman (btg),
sedangkan garis vertikal disebelah kiri menunjukan persentase sampel
penelitian berdasarkan populasinya. Apabila ditarik garis lurus dari garis
vertikal sebelah kanan menuju garis vertikal sebelah kiri maka akan memotong
titik tingkat kesalahan. Dari gambar tersebut diberikan pula contoh bila
populasi berjumlah 200, kepercayaan sampel dalam mewakili populasi 95%,
maka jumlah sampelnya sekitar 58% dari populasi, maka jumlah sampel yang
diambil adalah n = 200 x (58%) x 1,195 = 138,6 ͂ 139. Angka 58% didapat dari
nomogram dengan menarik garik lurus melewati angka 200 dan taraf kesalahan
5%. Sedangkan angka 1,195 adalah faktor pengali dari selang kepercayaan
95%. Terlihat disini semakin besar kesalahan akan semakin kecil jumlah
sampel. Seperti yang tertera pada Gambar 3.3.
9. Sampel tegakan Balangeran ditentukan secara acak dari setiap populasinya.
10. Melakukan pengukuran terhadap sampel tanaman balangeran, dengan variabel
diameter setinggi dada (dbh), tinggi bebas cabang dan tinggi total tegakan.
23

11. Mendata semua variabel pendukung seperti perlakuan yang diberikan pada
tanaman, jenis tanah, kelembapan tanah, suhu dan kelembapan udara.

3.6 Analisis Data


Analisis data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

3.6.1 Pertumbuhan Rata-Rata Tahunan


Pertumbuhan pohon adalah pertambahan dimensi pohon dalam satuan
waktu tertentu. Peningkatan tahunan rata-rata mengacu pada pertumbuhan rata-rata
per tahun yang ditunjukkan pohon atau tegakan pohon pada umur tertentu. Karena
pola pertumbuhan khas kebanyakan pohon adalah sigmoidal, MAI dimulai dari
kecil, meningkat kenilai maksimum ketika pohon dewasa, kemudian menurun
perlahan selama sisa kehidupan pohon. Untuk mengetahui pertumbuhan rata-rata
tahunan mean annual increment (MAI) dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut:

Dt
MAI =
t
Keterangan:
Dt = Diameter dan tinggi pohon pada umur ke-t (cm)
t = Umur (tahun)

3.6.2 Distribusi Diameter Tanaman


Grafik distribusi diameter tanaman Balangeran menyerupai grafik distribusi
diameter hutan seumur (even-aged stand forest) yang berbentuk lonceng atau kurva
sebaran normal dengan jumlah pohon terbesar berada dalam kisaran diameter
pertengahan (Hauhs et al., 2003; Wahyudi,2013). Grafik ini membentuk persamaan
polinomial sebagai berikut:

y = c1 + c2+ c3x2
Keterangan:

y = Jumlah pohon ha;


x = Diameter (cm)
c1,c2,c3 = Konstanta
24

3.6.3 Pola Pertumbuhan Polinomial


Model pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman Balangeran (Shorea
balangeran) dibentuk berdasarkan fungsi riap dan waktu melalui persamaan
polinomial (Brown 1997; Burkhart 2003; Wahyudi dan Pamoengkas, 2013) dengan
persamaan:
y = c1 + c2+c3x2
Keterangan:
y = Variabel (dbh) akhir rata-rata
x = Waktu dalam tahun
c1, c2, c3 = Konstanta

3.6.4 Pola Pertumbuhan Eksponensial


Model Pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman Balangeran diprediksi
menggunakan data hasil pengukuran. Pola pertumbuhan tanaman ini akan
menyerupai model pertumbuhan hutan seumur (even-aged stand forest) yang
berbentuk sigmoid growth dengan persamaan eksponensial (Brown, 1997; Grant et
al., 1997; Radonsa et al., 2003) yaitu:

y = 𝑐1𝑒𝑐 2𝑥

Keterangan:
x = Diameter Awal
y = Diameter Akhir
e = Eksponensial = 2,7182
c1, c2 = Konstanta

3.6.5 Validasi Model


Model pertumbuhan diameter dan tinggi tanaman yang baik adalah pola
pertumbuhan yang mendekati keadaan sesungguhnya di lapangan. Untuk
mengetahui akurasi pola pertumbuhan tanaman tersebut, dengan membandingkan
kedua data tersebut dapat dilakukan Uji Chi Kuadrat (Sudjana, 1988) sebagai
berikut:
25

(𝑂𝑖−𝐸𝑖)2
𝑥2 = ∑𝑛𝑖=1 𝐸𝑖

Keterangan:
Oi = Data aktual (observed) ke-i
Ei = Data dugaan hasil/hasil pemodelan (expected) ke-i
n = Jumlah pasangan data
Jika nilai hitung 𝑥2 hitung ≥ 𝑥2 tabel (db-1 ; 0,5), maka terima H1 (Model tidak
valid) Jika nilai hitung 𝑥2 < 𝑥2 tabel (db-1 ; 0,5), maka terima H0 (Model valid).

3.6.6 Akurasi Model


Tingkat keakuratan model penelitian dihitung berdasarkan Mean Absolute
Percentage Error (MAPE) dengan persamaan (Wahyudi et al., 2011).

1 [𝑂𝑖−𝐸𝑖]
y = 100% - [ ∑𝑛𝑖=𝐼 𝑥 100%]
𝑛 𝐸𝑖

Keterangan:
y = > 85% = Sangat akurat
y = 75% - 85% = Akurat
y = 60% - 74,99% = Cukup akurat
y = < 60% = Tidak akurat
26

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1 Kondisi Umum Kelurahan Bereng


Bereng merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Kahayan
Hilir, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah dengan Luas wilayah
Kelurahan Bereng mencapai 13.800 Hektar atau setara dengan ± 60,69 km2 pada
koordinat longitude: 114˚16’36 latitude: 2˚42’0 yang terbagi menjadi 9 RT.

Sumber: BPS Kab. Pulang Pisau, 2021

Gambar 4. 1 Peta Lokasi Penelitian

Batas kelurahan merupakan batas wilayah administratif di dalam pemerintahan


Desa/Kelurahan. Batas-batas wilayah Kelurahan Bereng adalah sebagai berikut:
a. Sebelah Utara : Desa Gohong
b. Sebelah Selatan : Kelurahan Pulang Pisau
c. Sebelah Barat : Kelurahan Kalawa
d. Sebelah Timur : Desa Anjir Pulang Pisau
Kondisi pemukiman di wilayah Bereng membentuk linear yang dilihat melalui
pemukiman yang membentuk dan memanjang sepanjang jalur aliran sungai
27

Kahayan. Terbentuknya pemukiman yang berbentuk linear ini karena daerah yang
dilalui sungai dan merupakan urat nadi lalu lintas dalam sosial ekonomi
penduduknya. Pemukiman yang biasanya berada disekitar sungai bukan hanya
sebagai jalur transformasi saja tetapi juga sebagai tempat mandi, mencuci, kegiatan
menangkap ikan dan lain-lain (Data Demografi Profil Kelurahan Bereng, 2021).
Kelurahan Bereng memiliki fasilitas umum dan fasilitas sosial yang terdiri
dari gedung sekolah PAUD 2 buah, gedung sekolah TK 2 buah, gedung Sekolah
Dasar (SD) 3 buah, gedung SMP 1 buah dan gedung SMA 1 buah. Fasilitas
pelayanan publik atau sarana prasarana seperti rumah ibadah seperti: Mesjid 1 buah,
Mushola 6 buah, Gereja 6 buah, puskesmas 1 buah, Posyandu dan Polindes 3 Buah,
kantor damang (Dewan Adat Dayak) sebagai tempat pendaftaran nikah adat dan
kantor kelurahan bereng, tempat olah raga 11 buah, kesenian/buadayaa 1 buah,
balai pertemuan 1 buah, sumur desa 3 buah serta Pasar desa 2 Buah. Pada Wilayah
Kelurahan Bereng banyak ditemukan perkebunan karet, sengon, sawah dan hutan-
hutan perkebunan milik masyarakat.
Tipologi Desa/Kelurahan : Swadaya
Klasifikasi Desa/Kelurahan : Campuran
Kategori Desa/Kelurahan : Sedang
Komoditas unggulan berdasarkan luas tanam : karet, padi dan kelapa sawit rakyat
Komoditas unggulan berdasarkan nilai ekonomi : karet unggul dan padi unggul

4.2 Orbitasi Kelurahan Bereng


Kelurahan Bereng merupakan salah satu kelurahan di Kecamatan Kahayan
Hilir yang dapat diakses melaui darat dan sungai. Orbitasi Kelurahan Bereng
dapat dilihat pada Tabel 4. 1 di bawah ini.

Tabel 4. 1 Orbitasi Jarak dari Pusat Pemerintahan


No Uraian Keterangan
1 Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan 5 Km
2 Jarak dari Pusat Pemerintahan Kota 4 Km
3 Jarak dari kota/Ibukota Kabupaten 5 Km
4 Jarak dari Ibukota Provinsi 100 Km
28

Kecamatan Kahayan Hilir memiliki luas paling kecil dibandingkan Kecamatan lain,
Kahayan Hilir dilalui aliran sungai Kahayan yang menjadi salah satu sarana
transportasi masyarakat. Ketinggian wilayah di atas permukaan laut, menurut
Desa/Kelurahan di Kecamatan Kahayan Hilir semua berada antara 10-50 meter.
Kemudian untuk letak geografis menurut Desa/Kelurahan di Kecamatan Kahayan
Hilir, seluruh desa berada di daerah bukan pesisir.

4.3 Jumlah Penduduk


Penduduk Kelurahan Bereng Kecamatan Kahayan Hilir berdasarkan proyeksi
tahun 2017 sebanyak 3.279 dengan jumlah kepala keluarga 998 KK yang terdiri
atas 1.692 jiwa penduduk Laki-laki dan 1.587 jiwa penduduk Perempuan yang
banyak dulunya transmigrasi dari pulau Jawa, Nusa Tenggara Barat dan
sebagainya. Dengan mata pencaharian masyarakat Kecamatan Kahayan Hilir yaitu
terbagi menjadi beberapa golongan yaitu seperti: pertanian, peternakan, Industri
rumah tangga dan perdagangan. Jenis pekerjaan masyarakat Kelurahan Bereng
yaitu didominasi sebagai petani dan wiraswasta, ada juga yang bekerja sebagai,
Kepolisian RI, Pegawai Negeri Sipil (PNS), perawat, wartawan, tukang batu,
tukang, jahit, sopir, nelayan dan lain sebagainya.

4.4 Iklim dan Cuaca


Kabupaten pulang pisau pada umumnya termasuk daerah beriklim tropis dan
lembap, dari hasil pengurukuran temperatur secara langsung di lapangan pada saat
melakukan penelitian berkisar antara 26,5-27,5˚C dengan suhu udra rata-rata
maksimum mencapai 32,5˚C dan suhu udara rata-rata minimum 22,9-29˚C.
Kelembapan nisbi udara relatif tinggi dengan rata-rata tahunan diatas 80% sebagai
daerah yang beriklim tropis wilayah ini mendapat penyinaran matahari di atas 50%
dimana musim hujan biasanya terjadi pada bulan November s/d April sedangkan
msuim kemarau terjadi pada bulan Mei s/d Oktober (PDPG, 2018).
29

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pertumbuhan Pohon


Pertumbuhan pohon adalah pertambahan dimensi pohon yang direkam
melalui pertambahan pertumbuhan diameter, tinggi, berat kering dan lain-lain.
Pertumbuhan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total tanaman balangeran di
lahan rawa gambut tidak tergenang yang ada di Hutan Kota dan Hutan Tanaman
Rakyat yang berada di Desa Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau, mengelami
peningkatan seiring dengan berjalannya waktu serta pemeliharaan intensif tiap
tahun, seperti pemupukan, pemangkasan dan pengolahan lahan dengan
menggunakan guludan. Tanaman Balangeran yang ditanam pada lahan terbuka
sehingga tanaman memperoleh sinar matahari yang optimal untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman serta ruang tumbuh perakaran tanaman yang optimum.
Pertumbuhan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi total tanaman Balangeran
disajikan dalam disajikan dalam Gambar 5.1. Sedangkan hasil perhitungan
pertumbuhan tahunan rata-rata (mean annual increment/ MAI) tanaman Balangeran
disajikan dalam Tabel 5.1.

25
22,02
21,03
19,97
20
Diameter (cm)

15

10 7,83
7,68

0
3 4 8 14 15

Umur tanaman (th)

Gambar 5.1 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran


30

12

9,68
Tinggi bebas cabang (m) 10 9,00

8
6,33
6

4
2,83

2 0,99

0
3 4 8 14 15
Umur tanaman (th)

Gambar 5.2 Pertumbuhan Tinggi Bebas Cabang Tanaman Balangeran

30

25
24,39
Tinggi total (m)

20 21,98
20,17
15

10

5 7,11
5,65

0
3 4 8 14 15

Umur tanaman (th)

Gambar 5.3 Pertumbuhan Tinggi Total Tanaman Balangeran

Berdasarkan Gambar 5.1, 5.2 dan 5.3 di atas dapat diketahui bahwa tanaman
Balangeran umur 3, 4, 8, 14 dan 15 tahun mempunyai rata-rata diameter masing-
masing sebesar 7,68 cm; 7,83 cm; 19,97 cm; 21,03 cm dan 22,02 cm; rata-rata tinggi
bebas cabang masing-masing sebesar 0,99 m; 2,83 m; 6,33 m; 9,00 m; dan 9,68 m
dan rata-rata tinggi total masing-masing sebesar 5,65 cm; 7,11 m; 20,17 m; 21,98
m dan 24,39 m. Pengukuran faktor iklim di lokasi penelitian yang dilakukan pada
31

saat pengambilan data adalah suhu udara 29˚C, kelembapan udara 81%, suhu tanah
28˚C dan derajat keasaman tanah (pH) sebesar 5,4.
Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik dan
tindakan silvikultur yang diberikan (Wahyudi, 2013). Faktor lingkungan terdiri
dari faktor iklim seperti curah hujan, sinar matahari, kelembapan dan suhu udara.
Sedangkan faktor tanah terdiri dari sifat fisik tanah (tekstur dan struktur tanah), sifat
kimia tanah (kandungan unsur hara tanah, air tanah dan kapasitas tukar kation
tanah), dan sifat biologi tanah (makro dan mikro organisme tanah).
Curah hujan memegang peranan penting bagi pertumbuhan tanaman, karena
dapat menyuplai ketersediaan air tanah yang diperlukan untuk penyerapan unsur
hara tanah. Berdasarkan data iklim di Kabupaten Pulang Pisau, curah hujan berkisar
antara 2500-3100 mm/tahun. Sinar matahari diperlukan untuk proses fotosintesa
tanaman, yang merubah karbondioksida (CO2) dan air (H2O) menjadi karbohidrat
(C6H12O6) dan Oksigen (O2). Meskipun tanaman balangeran termasuk famili
Dipterocarpaceae namun tanaman ini dapat tumbuh pada lokasi yang terbuka dan
mendapatkan sinar matahari penuh, mengindikasikan tanaman ini mampu bersifat
intoleran. Kemampuan tanaman untuk tumbuh pada lokasi terbuka
mengindikasikan bahwa tanaman tersebut termasuk jenis pionir di lahan rawa
gambut terdegradasi. Kelembapan dan suhu udara juga menjadi faktor penting bagi
pertumbuhan tanaman. Kelembapan udara mampu menjaga tanaman tetap segar
dan terhindar dari kekeringan. Kelembapan juga dapat mempengaruhi suhu udara.
Makin tinggi suhu udara makin tinggi proses metabolisme tanaman, namun setiap
tanaman mempunyai batasan (relung) suhu tertentu dalam hidupnya. Apabila suhu
berada diluar batas (relung) tersebut, maka dapat menggangu pertumbuhan
tanaman. Data suhu dan kelembaban udara sesaat pada saat pengukuran tanaman
masih berada pada batas (relung) tanaman, yaitu masing-masing 29% dan 81%.
Lokasi penelitian berada pada tanah rawa gambut yang tidak tergenang.
Tanah ini terdiri dari campuran tanah aluvial (endapan) dan tanah organik (gambut)
yang mempunyai struktur remah dan tekstur seimbang antar fraksi tanah sehingga
sangat baik untuk pertumbuhan tanaman. Terlebih lagi dilakukan pengolahan lahan
berupa pembuatan guludan, sehingga semakin memperbaiki struktur tanah
32

sehingga aerasi udara di tanah terjadi dengan lebh baik. Tanah rawa gambut yang
tidak tergenang seperti di lokasi penelitian banyak mempunyai bahan organik dan
cukup kaya unsur hara. Kondisi tidak tergenang memungkinkan mikroorganisme
dapat hidup dan melakukan aktivitas dengan baik sehingga proses dekomposisi
unsur hara menjadi semakin baik.
Pertumbuhan diameter tanaman merupakan fungsi dari kerapatan. Semakin
rapat suatu tanaman maka semakin lambat pertambahan diameter, sehingga
tanaman tumbuh vertikal (ke atas) dengan diameter batang yang kecil. Kondisi ini
dapat dimanfaatkan untuk mengatur arsitek tanaman agar tidak terlalu banyak
percabangan dan tanaman tumbuh lurus ke atas, sampai pada batas waktunya
dilakukan penjarangan untuk meningkatkan pertumbuhan horisontal (diameter)
tanaman.
Menurut Adjie (2007) dan Sukowati (2013) penjarangan merupakan
pemberian ruang tumbuh kepada tanaman yang ditinggalkan sehingga dapat
mengembangkan tajuk dan perakaran yang memungkinkan untuk memberikan hasil
ekonomis yang maksimal.
Rata-rata pertumbuhan diameter tanaman Balangeran mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun, dimana rata-rata terbesar dicapai pada saat
tanaman berumur 15 tahun, yaitu sebesar 22,02 cm, sedangkan untuk riap
menunjukkan tidak adanya kecenderungan yang konsisten. Berdasarkan nilai
simpangan baku (SD) dapat diketahui pertumbuhan diameter Balangeran yang
memiliki tingkat keragaman tinggi yaitu saat umur tanaman 15 tahun dan tingkat
keragaman yang paling rendah yaitu saat umur tanaman 3 tahun, yaitu sebesar 7,68
cm. Dapat dikatakan bahwa nilai keragaman semakin besar seiring dengan
bertambahnya umur. Riap diameter terbesar dijumpai pada tanaman berumur 3
tahun, yaitu 2,56 cm/tahun. Rata-rata pertumbuhan tinggi tanaman Balangeran
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dimana rata-rata terbesar dicapai pada
saat tanaman berumur 15 tahun, yaitu sebesar 22,02 m, sedangkan untuk riap
menunjukkan tidak adanya kecenderungan yang konsisten (naik turun). Dapat
diketahui pertumbuhan tinggi Balangeran yang memiliki tingkat keragaman tinggi
yaitu saat umur tanaman 15 tahun dan tingkat keragaman yang paling rendah yaitu
33

saat umur tanaman 3 tahun, yaitu sebesar 7,68 cm. Dari hal tersebut dapat dikatakan
bahwa nilai keragaman semakin besar seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Model pertumbuhan adalah pola pertumbuhan tanaman, baik pertumbuhan
diameter maupun tinggi yang dipengaruhi oleh waktu, faktor lingkungan, teknik
silvikultur serta genetik (Bukhart, 2003; Wahyudi, 2012).

Tabel 5. 1 Perhitungan Riap Tahunan pada Tegakan Balangeran


No Sampel Umur Diameter Tinggi Tinggi MAI MAI MAI
Tanaman (cm) Bebas Total Diameter Tinggi Tinggi
(th) Cabang (m) (cm/th) Bebas Total
(m) Cabang (m/th)
(m/th)
1 90 3 7,68 0,99 5,65 2,56 0,33 1,88
2 90 4 7,83 2,83 7,11 1,95 0,70 1,77
3 90 8 19,97 6,33 20,17 2,49 0,79 2,52
4 90 14 21,03 9,00 21,98 1,50 0,64 1,57
5 90 15 22,02 9,68 24,39 1,46 0,64 1,62

Berdasarkan data pertumbuhan tanaman terlihat bahwa dimensi tanaman baik


diameter, tinggi bebas cabang maupun tinggi total mengalami pertambahan seiring
dengan berjalannya waktu. Keragaman pertambahan pertumbuhan tanaman ini
dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut hasil penelitian (Ekoheriyanto, 2016).
Analisis Pertumbuhan Balangeran (Shorea balangeran (Korth.) Burck) pada Lahan
Rawa Gambut di Kabupaten Pulang Pisau, menunjukkan rata-rata pertumbuhan
tinggi dan diameter Balangeran pada umur 16 tahun mencapai sebesar (13,78 m;
19,03 cm).
Menurut Wahyudi (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan
pohon adalah faktor internal yaitu bawaan atau genetik maupun faktor eksternal
adalah seperti kondisi tanah, kondisi iklim serta perlakuan silvikultur yang
diberikan terhadap tanaman tersebut. Kondisi genetik tanaman Balangeran pada
kelas umur 3, 4, 8, 14 dan 15 tahun relatif sama diambil dari sumber benih di Desa
Paduran, Kecamatan Sebangau Kuala. Lahan gambut mencakup lebih dari 60% luas
34

Kabupaten, yang meliputi sebagian besar wilayah tengah dan selatan. Dengan
kedalaman berkisar antara 0,5 m hingga lebih dari 10 m dan menyimpan cadangan
karbon dalam jumlah yang signifikan (Strategi Pertumbuhan Ekonomi Hijau
Kabupaten Pulang Pisau, 2015).
Perlakuan silvikultur yang diberikan pada tanaman meliputi penyulaman,
penebasan dari gulma pengganggu, pemupukan dan penyemprotan, pemeliharaan
yang meliputi penyiangan dan pemangkasan (pruning). Salah satu faktor yang
membentuk kondisi tempat tumbuh adalah kelerengan dikarenakan berkaitan erat
dengan pencucian hara dan erosi yang menyebabkan aliran permukaan sehingga
dapat mengurangi ketersediaan unsur hara bagi tanaman. Sementara menurut
(Danira & Dephut, 2001) faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan suatu pohon adalah iklim dan tanah. Faktor dari iklim banyak
ditentukan oleh curah hujan, intensitas cahaya, suhu, kelembapan, kecepatan angin
dan letak geografis. Sedangkan faktor tanah banyak dipengaruhi oleh sifat kimia,
fisik dan biologi dari kesuburan maupun kelerengan tanah. Faktor bawaan atau
genetik pohon memegang peranan yang sangat penting dalam mengontrol
pertumbuhannya, pengadaan bibit yang diambil dari sumber benih terseleksi
dengan penggunaan bibit unggul hasil pemuliaan tanaman diperkirakan dapat
meningkatkan pertumbuhan dan hasil yang lebih cepat dari bibit biasa.
Penetapan sistem silvikultur hendaknya sejalan dengan mekanisme
pertumbuhan, perawatan, perkembangan dan rencana pencapaian hasil hutan yang
diinginkan. Pada kondisi lingkungan yang baik dengan kesuburan tanah yang tinggi
tanaman Balangeran mampu tumbuh dengan cepat (Santoso, 1992). Hasil
rekapitulasi data pengukuran tegakan Balangeran yang berada di dua lokasi yang
berbeda tepatnya pada areal Hutan Kota dan Hutan Tanaman Rakyat di Desa
Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau, dengan kondisi tempat tumbuh berupa
lahan rawa gambut yang tidak tergenang.
35

5.2 Distribusi Diameter Tanaman


Distribusi diameter dapat digunakan untuk mengetahui kondisi tanaman.
Dalam kondisi normal, distribusi hutan tanaman berbentuk lonceng atau
menyerupai kurva sebaran normal. Distribusi diameter tanaman dapat digunakan
untuk keperluan perawatan sampai pemanenan tanaman. Sebaran diameter tanaman
dapat menentukan bentuk perlakuan yang diberikan pada tegakan. Distribusi
diameter pohon menjadi penting ketika jenis yang ditanam diperuntukkan untuk
kayu pertukangan, karena dapat menunjukkan besar proporsi kayu yang dapat
diolah (Lampiran Permenhut No. 34 tahun 2007). Distribusi diameter tanaman
menggambarkan sebaran diameter tanaman yang terdapat di areal penanaman.
Distribusi diameter tanaman Balangeran yang berumur 15 tahun pada
penelitian ini, dibagi menjadi 5 kelas umur pertumbuhan, yaitu kelas pertumbuhan
sangat kecil, kecil, sedang, besar dan sangat besar dengan interval diameter sebagai
berikut:
1. Kelompok diameter sangat kecil 18,00 cm sampai dengan 19,80 cm sebanyak
20 tanaman.
2. Kelompok diameter kecil 20,00 cm sampai dengan 22,70 cm sebanyak 34
tanaman.
3. Kelompok diameter sedang 23,00 cm sampai dengan 23,70 sebanyak 11
tanaman.
4. Kelompok diameter besar 24,00 cm sampai dengan 25,40 cm sebanyak 19
tanaman.
5. Kelompok diameter sangat besar 26,00 cm sampai dengan 28,30 cm sebanyak
5 tanaman.
Penggambaran distribusi kelas diameter pertumbuhan tanaman Balangeran
disajikan dalam Gambar 5.4
36

40
35 y = 1,25x3 - 13,036x2 + 35,714x - 2,2
R² = 0,5632
30
Jumlah tanaman

25
20
15
10
5
0
0 1 2 3 4 5 6
Kelompok diameter tanaman

Gambar 5. 4 Distribusi Diameter Tanaman Balangeran

Pada Gambar 5.4 terlihat bahwa grafik distribusi diameter tanaman


Balangeran yang berumur 15 tahun membentuk kurva seperti lonceng atau kurva
sebaran normal, dengan persamaan y= -0,0318x2 -1,00283x + 9,039. Persamaan ini
mempunyai nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,5167 atau 51,67% yang
menandakan bahwa variabel bebas (x), yaitu kelompok pertumbuhan diameter
tanaman dan variabel terikat (y), yaitu jumlah tanaman mempunyai hubungan yang
sedang. Menurut Wahyudi (2013) sebaran diameter dan tinggi tanaman pada hutan
seumur (Even-aged forest) yang baik membentuk kurva seperti lonceng atau kurva
sebaran normal. Berdasarkan grafik dalam Gambar 5.2 dapat diketahui bahwa,
tanaman Balangeran yang berumur 15 tahun dalam penelitian ini telah mengalami
pengurangan jumlah tanaman kecil sehingga bentuk kurva sebelah kiri cenderung
naik, karena diawali dengan angka yang agak besar. Pengurangan tanaman kecil
seperti ini lazim dilakukan dalam kegiatan penjarangan.
Grafik tersebut menunjukkan bahwa jumlah vegetasi tanaman Balangeran
yang dijumpai di lapangan sedikit pada kelompok diameter sangat kecil, kemudian
meningkat pada kelompok kecil dan semakin meningkat lagi pada kelompok
sedang. Selanjutnya jumlah tanaman akan kembali berkurang pada kelompok
tanaman berdiameter besar dan berkurang lagi pada kelompok tanaman berdiameter
sangat besar. Penurunan jumlah vegetasi ini dapat terjadi karena adanya seleksi
37

alam dan kompetisi beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman,


baik faktor tanah maupun iklim. Kompetisi terjadi dalam perebutan pupuk yang
diserap oleh unsur hara dan ruang untuk proses fotosintesis yang memerlukan sinar
matahari.

5.3 Persamaan Model Pertumbuhan Tanaman


Model pertumbuhan tanaman balangeran pada penelitian ini menggunakan
pola persamaan polinomial dan pola persamaan eksponensial. Uji validitas
menggunakan Uji Chi Square atau Uji Kuadrat dan Uji keakuratan menggunakan
MAPE (mean absolute percentage error) (Wahyudi dan Pamoengkas, 2013).

5.3.1 Persamaan Polinomial


Pola persamaan polinomial dapat dipakai untuk menggambarkan model
pertumbuhan tanaman (Wahyudi & Pamoengkas, 2013). Kehandalan suatu model
terletak pada kemudahan untuk digunakan, mudah disimpan dan digunakan
kembali (used repeat) (Vanclay, 1995). Model juga dapat digunakan untuk
menggambarkan dinamika hutan, perlakuan silvikultur, menentukan teknik
pengelolaan, mengetahui kondisi tegakan serta memprediksi tebangan pada akhir
daur atau siklus berikutnya (Wahyudi, 2013).
Penggambaran model pertumbuhan diameter tanaman Balangeran
menggunakan persamaan polinomial pada penelitian ini disajikan pada Gambar 5.5.
dapat dilihat di bawah ini.
38

25

20
Diameter (cm)

15
y = -0,184x2 + 4,5516x - 5,5753
R² = 0,9648
10

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Umur tanaman (th)

Gambar 5. 5 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran Menggunakan


Persamaan Polinomial
Grafik diatas menggambarkan pola pertumbuhan polinomial tanaman
Balangeran di lapangan. Persamaan polinomial yang diperoleh yaitu y = -0,1848x2
+ 4,5516x – 5,5753 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 96,48 % yang
menunjukkan bahwa variabel bebas (x), yaitu umur tanaman dan variabel (y), yaitu
diameter tanaman, mempunyai hubungan yang erat sehingga variabel x (umur
tanaman) mampu menjelaskan atau memberikan informasi tentang variabel y
(capaian diameter tanaman).
Grafik diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman bertambah dan
semakin meningkat di awal pertumbuhan, kemudian menunjukkan tanda-tanda
penurunan. Menurut Wahyudi & Pamoengkas (2013), pertumbuhan tanaman
membentuk grafik sigmoid, yaitu pertumbuhan yang lambat pada awalnya seiring
dengan masih kecilnya dimensi pohon. Kemudian mengalami percepatan sampai
akhirnya melambat kembali pada umur masak tebang. Pada penelitian ini, grafik
pertumbuhan tanaman Balangeran mengalami kenaikan dan telah menunjukkan
data perlambatan pertumbuhan pada umur 14 dan 15 tahun atau pada saat mencapai
diameter pada kisaran 21,03 dan 22,02 cm. Hal ini dapat disebabkan beberapa
faktor seperti daya dukung lingkungan atau tempat tumbuh (site) sudah menurun
39

dan tidak ada perlakuan pemupukan pada tanaman. Sebab lain adalah tanaman
tersebut memang sudah mencapai batas maksimum pertumbuhan optimumnya.
Apabila mengamati lokasi pertumbuhan tanaman Balangeran yang selalu
dibersihkan permukaan tanahnya, maka diperkirakan penyebab perlambatan
pertumbuhan tanaman ini adalah menurunkan kesuburan tanah akibat pembersihan
bahan organik (serasah) pada lantai hutan, pencucian hara, kejadian erosi dan tidak
ada penambahan unsur hara tanah.
Menurut Wahyudi (2013), ketiga grafik pertumbuhan tanaman mulai
menurun, maka grafik pertumbuhan tahunan rata-rata (Mean annual increment) dan
grafik pertumbuhan tahunan berjalan (Periodically annual increment) juga
mengalami penurunan. Jeda waktu antara titik potong grafik MAI dan CAI sampai
titik CAI menyentuh angka nol adalah waktu terbaik secara ekonomis untuk
melakukan pemanenan tanaman. Oleh karena itu penelitian analisis ekonomi sangat
diperlukan untuk melihat fenomena ini.

5.3.2 Persamaan Eksponensial


Pola persamaan polinomial dapat dipakai untuk menggambarkan model
pertumbuhan tanaman (Brown, 1997; Grant et al., 1997; Radonsa et al., 2003;
Wahyudi, 2013). Penggambaran model pertumbuhan diameter tanaman Balangeran
menggunakan persamaan eksponensial pada penelitian ini disajikan pada Gambar
5.6.
40

30

25

20
Diameter (cm)

15

10
y = 6,4483e0,0889x
R² = 0,8115
5

0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
Umur tanaman (th)

Gambar 5. 6 Pertumbuhan Diameter Tanaman Balangeran Menggunakan


Persamaan Eksponensial

Grafik diatas menggambarkan pola pertumbuhan eksponensial tanaman


Balangeran yang diperoleh dari lapangan saat penelitian terlaksana. Persamaan
eksponensial yang diperoleh yaitu y = 6,4483e0,0889x dengan nilai koefisien
determinasi (R2) sebesar 81,15 % yang menunjukkan bahwa variabel (x), yaitu
umur tanaman dan variabel terkait (y), yaitu diameter tanaman, mempunyai
hubungan yang erat, sehingga variabel x mampu menjelaskan atau memberi
informasi tentang variabel y.
Grafik diatas menunjukkan bahwa pertumbuhan tanaman selalu mengalami
kenaikan dan belum menunjukkan tanda-tanda penurunan. Menurut Wahyudi dan
Pamoengkas (2013), pertumbuhan tanaman membentuk grafik sigmoid, yaitu
pertumbuhan yang lambat pada awalnya seiring dengan masih kecilnya dimensi
pohon. Kemudian mengalami percepatan sampai akhirnya melambat kembali. Pada
penelitian ini, grafik pertumbuhan tanaman Balangeran mengalami kenaikan dan
belum menunjukkan data penurunan. Hal ini disebabkan pengamatan hanya
dilakukan sampai umur 15 tahun saja. Diduga pada umur tertentu di atas 15 tahun,
pertumbuhan tanaman Balangeran akan mengalami penurunan yang menandai
41

tanaman sudah memasuki fase masak tebang. Dengan demikian penelitian lanjutan
yang menyertakan umur tanaman balangeran di atas 15 tahun perlu dilakukan.

5.3.3 Validasi Model Pertumbuhan


Evaluasi model adalah membandingkan antara perilaku model dengan data
yang didapat dari sistem atau dunia nyata (Purnomo, 2005). Evaluasi ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat keterhandalan yang digunakan untuk menggambarkan
kondisi yang sebenarnya (Labetubun, 2004). Pada penelitian ini, model persamaan
pertumbuhan yang digunakan adalah model persamaan polinomial dan
eksponensial. Dari kedua persamaan model tersebut akan dilakukan uji validitas
dengan menggunakan data aktual disajikan pada Tabel 5.6.

Tabel 5. 2 Data Aktual dan Data Hasil Pemodelan Menggunakan Persamaan


Polinomial dan Eksponensial
No Umur Data Data dari Model Polinomial Data dari Model
Tanaman Sebenarnya/ y = -0,184x2 + 4,5516x - 5,5753 Eksponensial
(th) Aktual (cm) R² = 0,9648 y = 6,4483e0,0889x
R² = 0,8115

1 3 7,68 6,424 8,419


2 4 7,83 9,687 9,202
3 8 19,97 19,062 13,132
4 14 21,03 22,083 22,386
5 15 22,02 21,299 24,467
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2023
42

Uji validitas menggunakan metode Uji Chi Square atau Uji Kuadrat seperti
disajikan pada Tabel 5.3.

Tabel 5. 3 Uji Validasi Persamaan Polinomial Menggunakan Chi-Square


Umur Data Data Hasil
No Tanaman Aktual Model O-E (O-E)2/E
(th) (O) Polinomial (E)
1 3 7,68 6,424 1,257 0,246
2 4 7,83 9,687 -1,857 0,356
3 8 19,97 19,062 0,909 0,043
4 14 21,03 22,083 -1,053 0,050
5 15 22,02 21,299 0,721 0,024
Jumlah 78,554 -0,024 0,720
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2023

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui nilai X2 hitung (E(O-E)2//E) sebesar 0,72


yang lebih kecil dibanding nilai X2 tabel dengan taraf 95% dan dengan derajat
keragaman (db-1) sebesar 9,49 sehingga diperoleh kesimpulan terima H0, yaitu data
aktual dan hasil pemodelan pada persamaan polinomial dinyatakan tidak berbeda
nyata, sehingga model persamaan polinomial tersebut dinyatakan valid.

5.3.4 Uji Keakuratan Persamaan Polinomial


Uji keakuratan MAPE (mean absolute percentage error) menunjukkan
tingkat akurasi model yang dinyatakan dengan persentase (%) (Wahyudi, 2013).
Model ini dikembangkan Wahyudi pada tahun 2011 untuk keperluan menguji
beberapa model pertumbuhan hutan tanaman dan hutan alam tropis. Dengan
Kriteria yang ditetapkan adalah:
MAPE : 90% sampai 100% = Sangat akurat
MAPE : 80% sampai 89% = Akurat
MAPE : 65% sampai 79% = Cukup Akurat
MAPE : 56% sampai 64% = Kurang Akurat
MAPE : <56% = Tidak Akurat
Berdasarkan hasil uji akurasi diperoleh nilai Ʃ (Oi-Ei) sebesar 0,024 dan nilai
Ʃ Ei sebesar 78,554 sehingga nilai MAPE = 100% - (0,000611 x 100) = 99,39%
43

Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dapat disimpulkan bahwa model persamaan


polinomial mempunyai kriteria sangat akurat.

5.3.5 Uji Validasi Persamaan Eksponensial


Uji validitas menggunakan metode Chi Square dengan tabulasi seperti
disajikan pada Tabel 5.4.
Tabel 5. 4 Uji Validasi Persamaan Eksponensial Menggunakan Chi-Square
Data Hasil
Umur
Data Model
No Tanaman O-E (O-E)2/E
Aktual (O) Eksponensial
(th)
(E)
1 3 7,68 8,419 -0,739 0,065
2 4 7,83 9,202 -1,372 0,205
3 8 19,97 13,132 6,838 3,561
4 14 21,03 22,386 -1,356 0,082
5 15 22,02 24,467 -2,447 0,245
Jumlah 77,606 0,924 4,157
Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian 2023

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui nilai X2 hitung (E(O-E)2//E) sebesar 4,157


yang lebih kecil dibanding nilai X2 tabel dengan taraf 95% dan dengan derajat
keragaman (db-1) sebesar 9,49 sehingga kesimpulan menerima H0 atau kedua
pasangan data, yaitu data aktual dan data hasil pemodelan tidak berbeda nyata,
sehingga model persamaan polynomial tersebut dinyatakan valid.

5.3.6 Uji Keakuratan Persamaan Eksponensial


Uji keakuratan MAPE (mean absolute percentage error) menunjukkan
tingkat akurasi model yang dinyatakan dengan persentase (%) (Wahyudi, 2013).
Berdasarkan hasil uji akurasi diperoleh nilai Ʃ (Oi-Ei) sebesar 0,924 dan nilai Ʃ Ei
sebesar 77,606 sehingga nilai MAPE = 100% - (1/5 x 0,011911 x 100) = 76,17%
Berdasarkan kriteria yang ditetapkan dapat disimpulkan bahwa model persamaan
polinomial mempunyai kriteria cukup akurat.
44

5.3.7 Perbandingan Model Persamaan Polinomial dan Eksponensial


Berdasarkan hasil nilai koefisien determinasi, uji validitas dan uji akurasi
model persamaan polinomial dan eksponensial dapat diketahui bahwa model
persamaan pertumbuhan polinomial lebih baik dibanding model persamaan
polinomial (Tabel 5.5).
Tabel 5. 5 Perbandingan Model Polinomial dan Model Eksponensial
No Model Persamaan Nilai Koefisien Validasi Akurasi
Determinasi (R2) X2 tabel: 9,49 (MAPE)
1 Polinomial 96,48% 0,72 < 9,49 99,39%
Valid Sangat akurat
2 Eksponensial 81,15% 4,16 < 9,49 76,17%
Cukup akurat

Pada persamaan polinomial, nilai koefisien determinasi sangat tinggi, sebesar


96,48%, melebihi nilai koefisien determinasi pada persamaan eksponensial sebesar
81,15%. Hal ini menunjukan bahwa hubungan antara umur tanaman dengan
capaian diameternya sangat tinggi dan persamaan polinomial mampu memberi
korelasi x dan y yang lebih baik dibanding persamaan eksponensial. Berdasarkan
hasil uji validitas diperoleh nilai Chi Square (X2) hitung sebesar 0,72 untuk
persamaan polinomial dan sebesar 4,16 untuk persamaan eksponensial, dengan nilai
Chi Square tabel (db-1; 0,05) adalah 9,49. Makin kecil nilai Chi Square hitung makin
valid persamaan tersebut. Dengan demikian, meskipun kedua persamaan valid,
namun persamaan polinomial lebih baik dibanding persamaan eksponensial.
Akurasi persamaan pertumbuhan dapat ditunjukan dengan persentase
(MAPE). Berdasarkan hasil uji akurasi, persamaan polinomial mempunyai tingkat
sangat akurat, dengan nilai MAPEl sebesar 99,39 % sedangkan pada persamaan
eksponensial mempunyai tingkat akurasi cukup akurat dengan nilai MAPE sebesar
76,17 %.
45

5.3.8 Tabel Capaian Diameter


Berdasarkan hasil perbandingan antara persamaan polinomial dan
eksponensial dapat diketahui bahwa persamaan polinomial lebih baik dalam
menggambarkan pertumbuhan diameter tanaman berdasarkan umur tanaman.
Dengan demikian persamaan ini dapat digunakan untuk memprediksi capaian
diameter tanaman pada umur tertentu, seperti terlihat pada Tabel 5.6.

Tabel 5. 6 Prediksi Capaian Diameter Tanaman Balangeran pada Umur


Tertentu
Umur Tanaman Prediksi Capaian
No (Tahun) Diameter (cm)
(X) Y=-0,184x2+4,5516x-5,5753
1 1 1,00
2 2 2,79
3 3 6,42
4 4 9,69
5 5 12,58
6 6 15,11
7 7 17,27
8 8 19,06
9 9 20,49
10 10 21,54
11 11 22,23
12 12 22,55
13 13 22,50
14 14 22,08
15 15 22,29

Berdasarkan penelitian ini, Tabel 5.6 dapat direkomendasikan untuk


digunakan oleh para petani, kelompok tani dan perusahaan yang melakukan
kegiatan penanaman, penghijauan, reboisasi dan budidaya menggunakan tanaman
Balangeran pada lahan rawa gambut dalam memprediksi capaian diameter pada
waktu tertentu, khususnya tanaman balangeran yang berumur sampai 15 tahun.
46

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan tegakan Balangeran (Shorea
balangeran (Korth.) di lahan rawa gambut pada areal Hutan Kota dan Hutan
Tanaman Rakyat di Desa Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau, diperoleh
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Rata-rata pertumbuhan diameter, tinggi bebas cabang dan tinggi pucuk
tanaman Balangeran pada umur 3 tahun masing-masing sebesar 7,68 cm; 0,99
m; 5,65 m, pada umur 4 tahun masing-masing sebesar 7,83 cm; 2,83 m; 7,11
m, pada umur 8 tahun masing-masing sebesar 19,97 cm; 6,33cm; 20,17 m, pada
umur 14 tahun masing-masing sebesar 21,03 cm; 9,00 m; 21,98 m, dan pada
umur 15 tahun masing-masing sebesar 22,02 cm; 9,68 m; 24,39 m.
2. Model persamaan pertumbuhan diameter dengan pola polinomial adalah y = -
0,1848x2 + 4,5516x – 5,5753 dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar
96,48 % dan telah dinyatakan valid dengan tingkat akurasi sebesar 99,39% atau
sangat akurat. Model polinomial lebih baik dibandingkan dengan Model
persamaan pertumbuhan diameter dengan pola eksponensial adalah y =
6,4483e0,0889x dengan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 81,15 % dan telah
dinyatakan valid dengan tingkat akurasi sebesar 76,17 % atau cukup akurat
terhadap pertumbuhan diameter tanaman Balangeran yang ditanaman pada
lahan rawa gambut.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian pertumbuhan tegakan Balangeran (Shorea
balangeran (Korth.) di lahan rawa gambut pada areal Hutan Kota dan Hutan
Tanaman Rakyat di Desa Tumbang Nusa Kabupaten Pulang Pisau diperoleh saran:
Bahwa model persamaan pertumbuhan diameter tanaman Balangeran yang baik
adalah pola polinomial. Oleh karena itu, untuk memprediksi capaian diameter
tanaman Balangeran pada umur tertentu, yang ditanam pada lahan rawa gambut
kering sebaiknya menggunakan model persamaan polinomial. Serta perlu
dilakukan penelitian lanjutan untuk membuat persamaan pertumbuhan tanaman
47

Balangeran sampai umur di atas 15 tahun. erlu dilakukan penelitian tanaman


balangeran yang ditanam pada tipe lahan yang lain. Karena data yang diperoleh
sangat berguna dalam menentukan pengembangan Balangeran secara luas untuk
menstimulir perkembangan jenis tersebut di alam.
48

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, F., Arifin, H. S., Dahlan, E. N., Effendy, S., and Kurniawan, R. 2016.
Analisis Hubungan Luas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Perubahan Suhu
di Kota Palu. Jurnal Hutan Tropis 13(2): 173–180. DOI:
10.20527/JHT.V13I2.1533.
Atmoko, T. 2011. Potensi Regenerasi dan Penyebaran Shorea Balangeran (Korth.)
Burck di Sumber Benih Saka Kajang Kalimantan Tengah. Balai Penelitian
Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam. Kalimantan Timur. Jurnal
Penelitian Dipterokarpa. Vol 5 No. 2 : 21 – 36.
Badan Pusat Statistik. 2021. Kabupaten Pulang Pisau.
Balitan. 2012. Lahan Gambut Indonesia: Pengertian, Istilah, Definisi dan Sifat
Tanah Gambut. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian RI, Jakarta.
Bettinger P, Boston K, Siry JP, Grebner DL. 2009. Forest Management and
Planning. Academic Press - Elsevier.
Burkhart, H.E. 2003. Suggestion for choosing an appropriate level for modelling
forest stands. In Amaro A, Reed D, Soares P, editors. Modelling Forest
System. CABI Publishing.
Data Demografi Profil Kelurahan Bereng Bulan Januari Tahun 2021.
Dephut & Danida. 2001. Zona Benih Tanaman Hutan Kalimantan Indonesia.
Indonesia Forest Seed Project. Kerjasama Departemen Kehutanan RI dengan
Danish International Development Assistance (Danida) Denmark, Jakarta.
Direktorat Jenderal Kehutanan. 1976 Vademecum Kehutanan Indonesia.
Departemen Pertanian, Jakarta. P.142-143.
Djoko, 1999. Pengertian Hutan Kota. Jurnal Universitas Diponegoro. Semarang.
DNPI. 2012. Ringkasan Eksekutif: Definisi Gambut di Indonesia - Menjembatani
Ilmu untuk Kebijakan. Draft usulan edisi 3 Agustus 2012. Dewan Nasional
Perubahan Iklim, Jakarta.
Ekoheriyanto, 2016. Analisis Pertumbuhan Balangeran (Shorea balangeran
(Korth.) Burck) Pada Lahan Rawa Gambut di Kabupaten Pulang Pisau. Tesis
Magister Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya.
Farisi, S. Al, Ramdlani, S., & Hari pradianto, T. 2017. Pengoptimalan Fungsi Ruang
Terbuka Hijau Pada Komplek Hutan Kota Velodrom Sawojajar. Jurnal
Mahasiswa Jurusan Arsitektur 5(2).
Giesen, W. 2004. Causes of peat swamp forest degradation in Berbak National Park
and recommendations for reforestation. Water for Food & Ecosystems
49

Programme project on "Promoting the river basin and ecosystem approach


for sustainable management of SE Asian lowland peat swamp forest: Case
study for Air Hitam Laut river basin, Jambi Province, Indonesia. The
Netherlands: International Agricultural Centre in cooperation with Alterra,
Arcadis Euroconsult, Wageningen UniversityDelft Hydraulics and Wetlands
International.
Hauhs M., F.J. Knauft., dan H. Lange. 2003. Algorithmic And Interactive
Approaches To Stand Growth Modelling. In Amaro A, Reed D, Soares P,
editors. Modelling Forest System. CABI Publishing.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Jakarta: Badan Litbang
Kehutanan.
Hooijer, A., Page, S., Jauhiainen, J., Lee, W. A., Lu, X. X., Idris, A. and G. Anshari.
2012. Subsidence and carbon loss in drained tropical peatlands.
Biogeosciences 9: 1053 – 1071.
Iswari, A. N. 2012. Strategi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya
dalam Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk Mewujudkan
Pembangunan Berkelanjutan dan Berwawasan Lingkungan. Kebijakan dan
Manajemen Public Universitas Airlangga 4(4): 1–9.
Junaedi, A. 2009 Pertumbuhan dan Mutu Fisik Bibit Jabon (Anthocephalus
cadamba) di Polibag dan Politub. Balai Penelitian Hutan Penghasil Serat
Kuok Riau Jurnal Penelitian Dipterokarpa. 5(2):21-36.
Kessler, P.J.A., & Sidiyasa, K. 1994. Tree of the Balikpapan-Samarinda Area, East
Kalimantan, Indonesia. The Tropenbos Foundation. Wageningen, the
Netherlands. 446 p.
Labetubun MS. 2004. Metode Pengaturan Hasil Hutan Tidak Seumur melalui
Pendekatan Model Dinamika Sistem (Tesis) Bogor: Program Pascasarjana
IPB.
Maharani, R., Handayani, P., & Hardjana, A.K. 2013. Panduan Identifikasi Jenis
Pohon Tengkawang. Balai Besar Penelitian Dipterokarpa. Samarinda: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Kementerian Kehutanan.
Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir, & S.A. Prawira. 1989. Atlas Kayu
Indonesia Jilid I. Jakarta: Puslitbang Ditjen Kehutanan.
Notohadiprawira, T. 1997 Twenty-Five years Experience in Peatland for
Development and For Agriculture in Indonesia. In Biodiversity and
Sustainability of Tropical Peatlands (Eds Riely, JO and S.E Page). Samara
Publishing.Ltd. pp 301-309.
Nyland R.D. 1996. Silviculture. Concept and ApplicationsThe McGraw Hill
Companies, Inc. New York-Toronto.
50

Page SE, and J.O. Rieley. 1998. Tropical Peatlands : a Review of Their Natural
Resources Functions with Particular Reference to Southeast Asia.
International Peat Jurnal 8: 95-106.
Page, S.E., Rieley, J.O., Shotyk, W., & Weiss, D. (1999). Interdependence of peat
and vegetation in tropical peat swamp forest. Phil. Trans. R. Soc Lond. B.
354:1885-1897.
Peraturan Menteri Dalam Negeri.2007. Lampiran Peraturan Menteri Dalam Negeri
nomor 1 Tahun 2007. Departemen Menteri Dalam Negeri Jakarta.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman dan Pemanfaatan Ruang
Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan. Diakses dari http://www.bkpn.org/
peraturan/thefile/permen 05-2008.pdf
Peraturan Perundang-Undang. 2007. Lampiran Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia nomor 26 tahun 2007 Biro Peraturan Perundang-Undangan.
Jakarta, diakses tanggal 31 Juli 2020 http://www.bpkp.go.id//
Prentice, C. 1990. Environmental Action Plan For The North Selangor Peat Swamp
Forest. Asian Wetland Bureau/WWF Malaysia, Kuala Lumpur. Malaysia.
Prijanto P. 2016. Kajian Aspek Vegetasi dan Kualitas Tanah Sistem Silvikultur
Tebang Pilih Tanam Jalur. Studi Kasus di Areal PT Sari Bumi Kusuma,
Kalimantan Tengah (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana IPB.
Profil Desa Peduli Gambut. 2018. Profil Desa Gohong Kecamatan Kahayan Hilir
Kabupaten Pulang Pisau. Pulang Pisau.
Rachmanadi, D. 2012. Teknik Penanaman Balangeran. Hal 41-54. Dalam S. Tjuk,
S. Hadi dan E. Savitri (ed). Budidaya Shorea balangeran di Lahan Gambut.
Cetakan Pertama. Balai Penelitian Kehutanan, Kalimantan Selatan.
Rahmanto, B. 2012. Potensi jenis-jenis hama dan penyakit pada tanaman
Balangeran. Budidaya Shorea balangeran di Lahan Gambut. Kementerian
Kehutanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Banjarbaru. 76-
89.
Rawung, F. C. 2015. Efektivitas Ruang Terbuka Hijau (RTH) dalam Mereduksi
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) di Kawasan Perkotaan Boroko. Media
Matrasain 12(2): 17–32.
Sadono R, Soepridjadi D, Herningtyas W, Rachmadwiati R. 2016. Growing space
requirement, diameter and height growth of two generative teak clones in
Perhutani-the Indonesia state forest enterprise. Advances in Environmental
Biology 10(4):239-259.
Sampang, 2015. Analisis Ketahanan Beberapa Jenis Tanaman terhadap
Penggenangan di Lahan Rawa Gambut Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi
Kalimantan Tengah. Tesis. Program Pascasarjana PSDAL Universitas
Palangka Raya. Tidak Dipublikasi.
51

Santosa, P. B. 2011. Kendala dan upaya meningkatkan keberhasilan penanaman di


lahan gambut. Galam Vol 5 No.1. Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru.
Santosa, P. B., Yuwati T.W., Rachmanadi D. 2012. Long term effect of site
preparation on Growth Balangeran (Shorea balangeran) at over burn peat
swamp forest, Central Kalimantan. Proceeding INAFOR 2011. Ministery of
Forestry.
Santoso, H.B. 1992. Budidaya Sengon Penerbit Kanisius Yogyakarta. Anggota
IKAPI.
Schwab, J.C. ed (2009). Planning the Urban Forest: Ecology, Economy, and
Community Development. Chicago, I.L.: American Planning Association.
Soekotjo. 1995. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Riap Hutan Tanaman
Industri. Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, Dephut RI, Jakarta.
Soerianegara, I. dan RHMJ. Lemmens (eds.). 2002. Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 5(1): Pohon penghasil kayu perdagangan yang utama. PROSEA –
Balai Pustaka. Jakarta. ISBN 979-666-308-2. Hal. 7.
Strategi Pertumbuhan Ekonomi Hijau Kabupaten Pulang Pisau, 2015.
Subiksa, I G. M, W. Hartatik, dan F Agus. 2011 Pengelolaan lahan gambut secara
berkelanjutan. Hal.73-88 Dalam Nurida et al. (Eds.). Pengelolaan Lahan
Gambut Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah, BBSDP, Badan Litbang
Pertanian.
Sudjana, 1998. Model statistika. Tarsito Bandung.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabet.
Sukowati, M. (2013). Pengaruh Penjarangan dan Pelebaran Jarak Naungan
Terhadap Sifat Dasar Kayu Meranti Merah. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Suryanto, Sasmito T & Savitri, H. E. 2012 Budidaya Shorea balangeran di lahan
gambut Balai Penelitian Kehutanan Banjarbaru Banjarbaru.
Tyrvainen, L., H. Silvennoinen, O. Kolehmainen. (2003) Ecological and aesthetic
values in urban forest management. Urban Forestry & Urban Greening, 1(3),
135-149.
Wahyudi, 2013. Sistem Silvikultur di Indonesia, Teori dan Implementasi. Jurusan
kehutanan, Faperta UPR.
Wahyudi, Pamoengkas, P. 2013. Model Pertumbuhan Diameter Tanaman Jabon
(Anthocephalus cadamba). Jurnal Bionatura, Universitas Padjadjaran Vol. 15,
No. 1. Maret 2013.
Wahyudi. 2011. Indonesian Tropical Forest, Biodiversity Conservation and
Ecotourism Development. In the: Proceeding of the International German
52

Alumni Summer School of Biodiversity Management and Tourism


Development. Cuvillier Verlag Goettingen, Germany.
Wahyunto & Subiksa, I. G. M. 2011 Genesis Lahan Gambut Indonesia Balai
Penelitian Tanah. Bogor. 3-14 hal.
Wahyunto dan Heryanto. B. 2005 Sebaran gambut dan Status terkini di Sumatera
Dalam CCFPI. 2005. Pemanfaatan Lahan Gambut Secara Bijaksana Untuk
Manfaat Berkelanjutan. In: Prosiding Lokakarya. Indonesia Program. Bogor.
Wibisono I. T. C., Siboro L., Suryadiputra I. N.N., 2005. Panduan Rehabilitasi dan
Teknik Silvikultur di Lahan Gambut. Wetlands International.
Wirioatmojo, B. 1975. Hama Tebu. Himpunan Diktat Kursus Tanaman BP3G
Pasuruan: 169189.
Wuisang, C. E. V. 2015. Konservasi Biodiversitas di Wilayah Perkotaan: Evaluasi
Lanskap Koridor Hijau di Kota Manado. Media Matrasain 12(2): 47–60.
Yuwati, T.W., Rachmanadi, D., Santosa, P. B & Rusmana. 2013. 30 Tahun Balai
Penelitian Kehutanan Banjarbaru: Kontribusi Pada Rehabilitasi Ekosistem
Rawa Gambut. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian “30 Tahun BPK
Banjarbaru dalam Pembangunan Kehutanan. Kementerian Kehutanan Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Pusat Litbang Peningkatan
Produktivitas Hutan. 2014.ISBN: 978-602- 17334-4-8: 48-59.
53

LAMPIRAN
54

Lampiran 1. Dokumentasi Kegiatan Penelitian di Lapangan

a. Pengukuran suhu dan kelembapan b. Pengambilan titik koordinat pohon


udara di lokasi penelitian. di lokasi penelitian.

c. Pengukuran kedalaman gambut di d. Menentukan arah mata angin dalam


lokasi penelitian. pembuatan plot di lapangan.

e. Foto pada saat mengukur jarak f. Melakukan pengukuran diameter


bidikan tinggi pohon. pohon.
55

g. Tanaman yang diberi tanda setelah h. Pengukuran tinggi tegakan balangeran


diukur. di lokasi penelitian.

i. Melakukan pengukuran suhu, j. Akses lokasi penelitian di hutan kota.


kelembapan tanah dan derajat
keasaman tanah (pH) di lokasi
penelitian.

k. Diskusi dengan pemilik lahan. l. Akses lokasi penelitian di hutan


tanaman rakyat desa tumbang nusa.
56

Lampiran 2. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian


Tahun 2023
No. Rincian Kegiatan
Bulan
Mei Juni Juli Agustus September

1. Penyusunan
proposal

2. Pelaksanaan
penelitian

3. Pengumpulan
data dan Analisis
data

4. Penyusunan
Skripsi

5. Pelaporan
57

Lampiran 3. Tabel Chi-Square (X2)


58

Lampiran 4. Surat Ijin Penelitian


Lampiran 5. Hygrometric Conversion Table Dry Bulb Temperature (˚C)

59

Anda mungkin juga menyukai