net/publication/339078077
CITATION READS
1 1,396
16 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Pani Aswin on 06 February 2020.
Pani Aswin ABSTRAK: Vegetasi riparian adalah vegetasi yang terletak di sepanjang tepian sungai.
Universitas Bengkulu Vegetasi ini berperan penting dalam mendukung komposisi biota dan kualitas air sungai.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi vegetasi riparian di Sungai Kampai,
Lolita Sri Anggrini, Kabupaten Seluma – Bengkulu. Metode yang digunakan untuk menentukan lokasi adalah
systematic purposive sampling, yaitu lokasi sampling dibagi atas hulu, tengah dan hilir,
Universitas Bengkulu
lalu pada masing-masing lokasi dilakukan sampling secara acak. Pengambilan sampel
dilakukan pada Maret 2019 dengan dua plot berukuran 25 x 25 m di setiap stasiun. Data
Moh. Aziz Pathori yang diambil berupa keragaman jenis dan jumlah individu untuk masing-masing jenis.
Universitas Bengkulu Data dianalisis secara deskriptif berdasarkan indeks keragaman jenis Shannon - Wiener
(H’) dan nilai kelimpahan relatif. Hasil penelitian menunjukan indeks keragaman jenis (H’)
Dewi Jumiarni vegetasi perdu-pohon di stasiun hulu, tengah dan hilir berturut-turut adalah 2,51; 2,51 dan
Universitas Bengkulu 2,46; dengan kategori sedang. Vegetasi perdu-pohon dominan di hulu, tengah dan hilir
berturut-turut adalah Elaeis guineensis, Syzygium aqueum dan Leucaena sp. Indeks
keragaman vegetasi semak-herba di stasiun hulu, tengah dan hilir berturut-turut adalah
Abdul Rahman
2,99; 2,65 dan 2,56. Vegetasi semak-herba dominan di stasiun hulu, tengah dan hilir
Singkam* berturut-turut adalah Tibouchina urvilleana, Pennisetum purpureum dan Mimosa pudica.
Universitas Bengkulu
KEYWORDS: Keragaman, vegetasi riparian, Sungai Kampai
* Corresponding Author: Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universtas Bengkulu Jl. W.R Supratman
Kandang Limun Bengkulu, Indonesia, 38122, e-mail: arsingkam@unib.ac.id 873
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara megabiodiversitas dengan keragaman hayati
tertinggi kedua didunia setelah Brazil. Sekitar 30% koleksi original Asia Tenggara
yang tercatat di Global Biodiversity Information Facility (GBIF) berasal dari
Indonesia (Webb et al., 2010). Angka tersebut menunjukkan bahwa Indonesia
merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi di Asia Tenggara.
Biodiversitas di Indonesia terkumpul dalam beberapa ekosistem. Salah satu
jenis ekosistem yang diharapkan memiliki keragaman yang tinggi adalah kawasan
riparian. Kawasan riparian merupakan daerah di pinggiran perairan rawa, danau,
sumber air, atau sungai (Suhendang, 2002). Tuheteru dan Mahfudz (2012)
mengungkapkan bahwa kawasan ini merupakan vegetasi rawa musiman, bertanah
alluvial dan terletak di sepanjang sungai besar. Hutan jenis ini memliki peranan
sebagai filter laju erosi dan sedimentasi (Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia,
2008), mempertahankan kualitas air (Siahaan, 2014) dan tempat hidup hewan
teresterial (Mitsh dan Gosselink, 1993).
Meski memiliki peran penting dalam ekosistem dan keragaman biota, kawasan
riparian rentan untuk dieksploitasi karena letaknya yang strategis. Kawasan ini banyak
dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai lahan perkebunan (Mubarrak, 2018). Tingkat
kesuburan yang tinggi, ketersediaan air yang cukup dan ketersediaan material organik-
anorganik menjadi alasan masyarakat memanfaatkan daerah riparian. Apabila keadaan
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
ini berlangsung secara masif maka akan menyebabkan terganggunya vegetasi riparian,
sehingga perlu dilakukan pencegahan terjadinya penurunan vegetasi riparian.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaman jenis vegetasi riparian di
Sungai Kampai, Kabupaten Seluma, Provinsi Bengkulu. Sungai Kampai memiliki
hulu di hutan lindung bukit barisan dengan ketinggian lebih dari 1000 m dpl dan
bermuara di pantai Desa Pasar Talo, Kabupaten Seluma. Aliran sungai melewati
kontur landai dengan akses yang dekat ke jalan utama Bengkulu-Lampung. Hal ini
mengakibatkan Sungai Kampai mengalami perubahan habitat yang signifikan dalam
beberapa dekade terakhir, terutama untuk perkebunan, persawahan dan pemukiman.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar untuk memetakan
hubungan vegetasi riparian dengan struktur komunitas biota dan kualitas perairan di
Sungai Kampai. Siahaan (2014) menyatakan bahwa vegetasi riparian berperan penting
dalam menjaga kualitas perairan. Vegetasi riparian juga berperan sebagai pakan bagi
kelompok invertebrata yang memiliki fase dewasa di darat, namun fase larva dan
nimfa di perairan. Kelompok invertebrata ini antara lain adalah Coenagriodae,
Gerridae, Gyrinidae dan Culcidae (Asyari, 2006). Kualitas yang baik pada vegetasi
riparian terbukti berhubungan positif dengan keragaman dan kelimpahan makro-
invertebrata perairan (Leatemia et al., 2016; Singkam et al., 2019). Makro-
invertebrata perairan juga merupakan pakan penting bagi biota predator tingkat atas
874 seperti ikan dan kelompok Crustacea.
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
∑( )
Keterangan :
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
Nilai Indeks Kesamaan terbagi ke dalam dua kriteria yaitu jika nilai indeks >
50% maka kesamaan spesies tinggi pada habitat yang dibandingkan. Sebaliknya jika
nilai Indeks Kesamaan <50% maka kesamaan spesies rendah.
876
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Keranekaragaman Jenis Vegetasi Riparian Kelompok Perdu-pohon di
Sungai Kampai
Vegetasi riparian Sungai Kampai yang berhasil diidentifikasi dalam penelitian
ini adalah kelompok perdu-pohon dan herba-semak. Tumbuhan perdu-pohon di ketiga
stasiun Sungai Kampai teridentifikasi sebanyak 26 jenis yang berasal dari 11 famili.
Famili dengan keragaman jenis tertinggi yaitu Malvaceae (19,23%) dan
Phyllanthaceae (19,23%).
Vegetasi di stasiun hulu didominasi oleh pinang (Areca catechu) sebanyak 30%,
tengah oleh kenidai (Bridelia tomentosa) sebanyak 12%, dan hilir oleh sawit (Elaeis
guineensis) sebanyak 16%. Beberapa tumbuhan konsisten ditemukan di tiga stasiun
pengamatan yaitu Elaeis guineensis, Syzygium aqueum, dan Leucaena sp. Vegetasi
perdu-pohon yang ditemukan di riparian Sungai Kampai sebagian besar merupakan
kelompok tumbuhan buah, pekarangan dan perkebunan. Tidak ada perbedaan
keragaman jenis yang signifikan pada komunitas perdu-pohon di stasiun hulu, tengah
dan hilir. Stasiun hulu dan tengah memiliki nilai indeks keanekaragaman jenis (H’)
yang sama yaitu 2,51, sedangkan H’ di stasiun hilir adalah sebesar 2,46 (Tabel 1).
Tabel 1. Keragaman dan Kelimpahan Perdu-Pohon di Riparian Sungai Kampai
No Spesies Famili Habitus* Hilir Tengah Hulu Total
1. Elaeis guineensis Arecaceae A 1 3 7 11
2. Areca catechu Arecaceae A 6 1 7
3. Arenga pinnata Arecaceae A 1 2 3
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
purpureum (tengah), dan Mimosa pudica (hulu). Kelimpahan jenis tumbuhan ini dapat
disebabkan oleh kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan (Indriyanto, 2009).
Analisis indeks kesamaan jenis antar stasiun menunjukkan tingkat kemiripan
yang berbeda. Menurut Odum (1996), semakin tinggi nilai indeks kesamaan jenis
maka semakin tinggi pula tingkat kemiripan antara komunitas yang dibandingkan.
Antara stasiun hulu dengan stasiun tengah menunjukkan tingkat kemiripan jenis yang
tinggi pada kelompok vegetasi semak-herba (56%). Vegetasi semak-herba jenis yang
sama yang ditemukan di kedua stasiun ini berjumlah 11 jenis yang berasal dari 11
famili. Vegetasi semak-herba yang ditemukan antara lain Mimosa pudica, Tibouchina
urvilleana, Imperata cylindrica, Bambusa sp dan lain-lain. Jenis terbanyak terutama
berasal dari famili Poaceae dan Asteraceae (Tabel 2). Famili ini merupakan kelompok
vegetasi bawah yang umum ditemukan di tepi sungai, selain di tempat terbuka, tepi
jalan, lantai hutan, lantai pertanian dan perkebunan (Aththorick 2005). Hasil yang
sama dilaporkan Drastistiyana (2017), bahwa vegetasi riparian di hulu dan tengah
Sungai Gajah didominasi oleh famili Asteraceae (16%), Poaceae (13%) dan Araceae
(9%).
Kemiripan komunitas semak-perdu di stasiun hulu dan tengah ini menunjukkan
bahwa kedua stasiun ini memiliki karakteristik fisika-kimia yang serupa, terutama
intensitas cahaya matahari. Menurut Andika et al. (2017), intesitas cahaya
880 mempengaruhi kelimpahan tumbuhan di lantai hutan. Pada stasiun hulu dan tengah
cahaya matahari dapat menembus hingga permukaan tanah, sehingga vegetasi semak-
herba dapat tumbuh dengan baik. Selain itu waktu penelitian yang dilakukan di musim
kemarau menyebabkan permukaan tanah daerah riparian dalam keadaan kering (tidak
tergenang), menyebabkan vegetasi semak herba yang tumbuh lebih bervariasi.
Sementara itu stasiun hilir merupakan daerah perkebunan yang didominasi sawit
(16%), sehingga pertumbuhan semak-herba terbatas karena ada intervensi manusia.
Antara stasiun tengah dengan stasiun hilir menunjukkan tingkat kemiripan jenis
yang tinggi pada kelompok vegetasi perdu-pohon (61%). Vegetasi perdu-pohon yang
sama-sama ditemukan di kedua stasiun ini antara lain Elaeis guineensis, Areca
catechu, Arenga pinata, dan lain-lain. Jenis terbanyak terutama berasal dari famili
Arecaceae (37%) dan Phyllantaceae (25%) (Tabel 1). Kemiripan vegetasi perdu-
pohon ini disebabkan kedua stasiun ini masih merupakan daerah perkebunan,
sehingga banyak diitemukan jenis tumbuhan perkebunan.
Komunitas vegetasi yang berbeda ditunjukkan antara stasiun hulu dan stasiun
hilir, baik pada komunitas semak-herba maupun perdu-pohon. Hal ini disebabkan
faktor lingkungan yang berbeda disebabkan perbedaan ketinggian, yaitu stasiun hulu
berada di ketinggian 93 m dpl, sedangkan stasiun hilir berada di ketinggian 15 m dpl.
Menurut Damanik et al. (1984), vegetasi bawah akan berbeda seiring dengan
bertambahnya ketinggian. Hal ini dipengaruhi perubahan struktur pohon pembentuk
tajuk. Selain itu dengan bertambahnya ketinggian terjadi perubahan suhu yang drastis.
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
SIMPULAN
1. Vegetasi riparian kelompok perdu-pohon di stasiun hulu, tengah dan hilir
memiliki nilai Indeks Keanekaragaman (H’) eertururt-turut 2,46; 2,51 dan
2,51, yang termasuk kategori sedang. Jenis perdu-pohon yang dominan di
masing-masing stasiun hulu, tengah dan hilir berturut-turut yaitu Leucaena sp,
Elaeis guineensis dan Syzygium aqueum.
2. Vegetasi riparian kelompok semak-herba di stasiun hulu, tengah dan hilir
memiliki nilai Indeks Keanekaragaman (H’) eerturut-turut 2,56; 2,99 dan 2,65,
yang termasuk kategori sedang. Jenis semak-herba yang dominan di masing-
masing stasiun berturut-turut yaitu Mimosa pudica, Tibouchina urvilleana dan
Pennisetum purpureum.
3. Indeks Kesamaan jenis antara stasiun hulu dengan stasiun tengah
menunjukkan tingkat kemiripan jenis yang tinggi pada kelompok vegetasi
semak-herba (56%), tetapi rendah pada kelompok perdu-pohon (29%).
Sebaliknya Indeks Kesamaan jenis antara stasiun tengah dengan stasiun hilir
menunjukkan tingkat kemiripan jenis yang tinggi pada kelompok vegetasi
perdu-pohon (61%), tetapi rendah pada kelompok semak-herba (47%).
Sementara itu antara stasiun hulu dan hilir menunjukkan Indeks Kesamaan
jenis yang rendah, baik pada kelompok vegetasi semak-herba (41%), maupun 881
pada kelompok perdu-pohon (44%)
REFERENSI
Andika, E.D., Nugroho, E.K, Enni, S.R. 2017. Struktur dan Komposisi Tumbuhan
Lantai Hujan Jati di Kawasan Bogorejo BKPH Tanggel Blora. Jurnal Life
Science 6 (1) hal. 25-30
Asmaruf, M. A., 2013. Struktur dan Komposisi Vegetasi Manggrove pada Kawasan
TahitiPark Kota Bintuni. Skripsi Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua,
Manokwari
Drastistiyana, R. 2017. Keanekaragaman dan Kelimpahan Vegetasi Riparian di Hulu
dan Tengah Sungai Gajah Wong Yogyakarta. Skripsi (Tidak dipublikasikan).
UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta
Fachrul, M. F., 2007. Metode Sampling Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta
Indriyanto, S. P. Harianto. 2009. Komposisi Jenis dan Pola Penyebaran Tumbuhan
Bawah pada Komunitas Hutan yang Dikelola Petani di Register 19 Provinsi
Lampung. Lampung: Seminar Hasil Penelitian & Pengabdian Kepada
Masyarakat. Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian. Universitas Lampung
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019
P. Aswin, L.S. Anggrini, M.A. Pathori, D. Jumiarni, A.R. Singkam
Irwanto. 2007. Analisis Vegetasi untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau
Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. Tesis Sekolah
Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Karno, R., Mubarrak, J. 2018. Analsis Spasial (Ekologi) Pemanfaatan Daerah Aliran
Sungai di Sungai Batang Lubuh Kecamatan Rambah Kabupaten Rokan Hulu.
Jurnal Ilmiah Edu Research: 1 (7) 59-62
Krebs, C.J. 1978. Ecology The Experimental Analysis of Distribution andAbundance.
Harper & Row Publisher. New York
Konsorsium Revisi HCV Toolkit Indonesia. 2008. Panduan Identifikasi Kawasan
Bernilai Konservasi Tinggi Di Indonesia. Jakarta
Kusmana, C. 1977. Metode Survey Vegatasi. Bandung : Penerbit ITB
Gosselink, J.G., Bayley, S.E., Conner, W.H., and Turner, R.E. 1980. Ecological
Factors in the Determination of Riparian Wetland Boundaries. Di dalam:Clark,
J.R., Benforado J. editor. Wetlands of Bottomland Hardwood Forets. New
York: Elsevier. Hal. 197 – 219
Saihaan, R., Ai, S.N. 2014. Jenis-jenis Vegetasi Riparian Sungai Ranoyapo, Minahasa
Selatan. Jurnal LPPM Bidang Sains dan Teknologi (1) : 7-14
Soerianegara, I., Indrawan A. 2008. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi
Hutan, Fakultas Kehutanan
882 Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor
Sulistyowati. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Epifit di Kawasan Wisata
Gonoharjo Kabupaten Kendal Provinsi Jawa Tengah. Skripsi Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam. IKIP PGRI Semarang
Tuheteru, F.D., Mahfudz, 2012. Ekologi, Manfaat & Rehabilitasi, Hutan Pantai
Indonesia. Balai Penelitian KehutananManado. Manado
Webb, C.O., Ferry Slik, J.W., Triono, T. 2010. Biodiversity inventory and
informatics in Southeast Asia. Biodivers Conserv. DOI10.1007/s10531-010-
9817-x
Prosiding Seminar dan Rapat Tahunan BKS PTN Wilayah Barat Bidang MIPA
Bengkulu, 6-7 Juli 2019