Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN PADA POST PARTUM DENGAN POST

SECTIO CAESAREA ATAS INDIKASI PREEKLAMSIA BERAT


PADA Ny. W DI RSUD dr. MOEWARDI SURAKARTA

Disusun Oleh:
Nuria Adeliani
523065

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN TELOGOREJO SEMARANG
2023
BAB 1

A. KONSEP PENYAKIT
1. PENGERTIAN
Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup
bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin. Ada
dua cara persalinan yaitu persalinan lewat vagina yang disebut dengan persalinan
normal dan persalinan dengan cara operasi sectio caesar (Ramandanty, 2019).

Sectio caesarea ialah tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 g,
melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukannya sectio
caesarea pada ibu salah satu nya ialah preeklamsi. Komplikasi dari tindakan sectio
caesarea diantarannya infeksi puerperal (nifas), perdarahan yang disebabkan karena
banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka, luka kandung kemih,
kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang (Wiknjosatro, 2017).

Tindakan SC (Sectio Caesarea), akan memutuskan kontinuitas atau persambungan


jaringan karena insisi yang akan mengeluarkan reseptor nyeri terutama setelah efek
anestesi habis (Ramandanty, 2019). Umumnya klien dengan post op sectio caesarea
mengalami nyeri karena insisi pembedahan. Nyeri merupakan pengalaman sensoris
dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual
atau potensial. (Bahrudin, 2017). Dampak dari nyeri post Sectio Caesarea jika tidak
diatasi, diantaranya dampak sosial yang dapat menimbulkan kesulitan beraktifitas,
sehingga mobilisasi terganggu dan akan berakibat buruk pada proses involusi dan
penyembuhan luka. Selain itu akan mempengaruhi perawatan bayi oleh ibu sehingga
terganggunya proses bonding attachment antara ibu dan bayinya.

2. ETIOLOGI
Menurut Kasdu (2016) indikasi sectio caesarea dapat dibagi menjadi dua :
A. Indikasi pada janin
1. Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih menyebabkan bayi sulit
keluar. Umumnya pertumbuhan janin yang berlebihan karena ibu menderita
kencing manis (diabetes mellitus).
2. Kelainan letak bayi
- Letak sungsang
Keadaan janin sungsang apabila letak janin di dalam rahim memanjang
dengan kepala berada di bagian atas rahim, sementara pantat berada di bagian
bawah rongga rahim.
- Letak lintang
Letak lintang menyebabkan poros janin tidak sesuai dengan arah jalan lahir.
Pada keadaan ini, letak kepala pada posisi yang satu dan bokong pada sisi
yang lain. Pada umunya bokong akan berada sedikit lebih tinggi dari pada
kepala janin, sementara bahu berada pada bagian atas panggul.
3. Ancaman gawat janin (fetal distress)
Keadaan kurang oksigen ataupun karena gangguan tali pusat (tali pusat terjepit
tubuh bayi) dapat mengakibatkan janin tercekik karena kehabisan nafas. Kondisi
ini menyebabkan janin mengalami kerusakan otak, bahkan tidak jarang
meninggal dalam rahim.
4. Janin abnormal
misalnya kerusakan genetika, dan hidrosepalus (kepala besar karena otak berisi
cairan).
5. Faktor plasenta
- Plasenta previa
Salah satu gangguan tali pusat yang sangat di kenal adalah plasenta
previa. Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebagian
atau seluruh jalan lahir, keadaan ini akan mengakibatkan kepala janin
tidak bisa turun dan masuk ke jalan lahir.
- Plasenta lepas (solution placenta)
Kondisi ini merupakan keadaan plasenta yang lepas lebih cepat dari
dinding rahim sebelum waktunya. Apabila plasenta sudah lepas,
sementara janin masih lama lahir atau dalam tahapan tertentu maka
operasi harus segera dilakukan.
- Plasenta accrete
Plasenta accrete merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot
rahim. Hal ini jarang terjadi, tetepi pada umunya dialami ibu yang
mengalami persalinan yang berulang kali, ibu berusia rawan untuk hamil
(di atas 35 tahun) dan ibu yang pernah operasi (operasinya meninggalkan
bekas yang menyebabkan menempelnya sisa plasenta).
- Vasa previa
Keadaan pembuluh darah di bawah rahim yang apabila dilewati janin
dapat menimbulkan perdarahan banyak yang membahayakan ibu.
6. Kelainan tali pusat
- Prolapsus tali pusat (tali pusat menumbang)
Prolapsus tali pusat adalah keadaan penyembulan sebagian atau seluruh
tali pusat. Pada keadaan ini tali pusat berada di depan atau di samping
bagian bawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir sebelumnya.
- Terlilit tali pusat
Di dalam rahim tali pusat ikut berenang bersama janin dalam kantung
ketuban. Ketika janin bergerak, letak dan posisi tali pusat pun biasanya
ikut bergerak dan berubah.Kadang akibat gerak janin dalam rahim, letak
dan posisi tali pusat membelit tubuh janin, baik dibagian kaki, paha, perut,
lengan, atau lehernya.
7. Bayi kembar
Kelahiran bayi kembar memiliki risiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi dari
pada kelahiran satu bayi. Misalnya, lahir prematur atau lebih cepat dari waktunya.
Seringkali terjadi preeklamsi pada ibu yang hamil kembar karena stress.
Sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara alami.

B. Indikasi Pada Ibu


1. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kali pada usia sekitar 35 tahun, memiliki
risiko melahirkan dengan operasi. Pada usia 40 tahun ke atas, biasanya seseorang
memiliki penyakit yang berisiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, kencing manis, dan preeklamsi.
2. Ibu menderita penyakit jantung dan preeklamsi atau eklamsia Pada ibu hamil
yang mempunyai penyakit jantung, persalinan disarankan dengan caesar karena
akan berisiko saat persalinan normal nanti, yakni saat mengejan. Pada ibu yang
mengalami preeklampsia dengan tekanan darah tinggi, dokter biasanya akan
memutuskan operasi caesar jika terlalu berisiko dilahirkan secara normal demi
keselamatan ibu dan janin.
3. Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran panggul ibu tidak sesuai
dengan ukuran lingkar kepala janin.
4. Faktor hambatan jalan lahir, misalnya adanya jalan lahir yang kaku sehingga
tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan
pada jalan lahir, tali pusat pendek, dan ibu sulit bernapas.
5. Kelainan kontraksi rahim
Jika kontraksi lemah dan tidak terkoordinasi atau tidak elastisnya leher rahim
sehingga tidak dapat melebar pada proses persalinan, menyebabkan kepala bayi
tidak terdorong dan tidak dapat melewati jalan lahir dengan lancar.
6. Ketuban pecah dini
Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Kondisi ini menyebabkan air ketuban merembes keluar
sehingga tinggal sedikit atau habis. Air ketuban (amnion) adalah cairan yang
mengelilingi janin dalam rahim.
3. PATOFISIOLOGI
Perubahan pokok yang didapatkan pada preeklamsia adalah spasmus pembuluh
darah disertai dengan retensi natrium dan air. Dengan biopsy ginjal. Bila ditangkap
bahwa spasmus arteriola juga ditemukan di seluruh tubuh maka mudah dimengerti
bahwa tekanan darah yang meningkat merupakan usaha untuk mengatasai kenaikan
tahapan perifer, agar oksigenesi jaringan dapat tercukupi. Pada preeklamsi
dijumpai kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari
pada kehamilan normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan pembuluh
darah terhadap prolaktin meningkat. Penderita preeklamsi tidak dapat
mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang berlebihan. Hal ini disebabkan
oleh filtrasi glomelurus menurun sehingga penyerapan kembali tubulus tidak
berubah, Menurunnya aliran darah ke plasma mengakibatkan gangguan
fungsi plasenta kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sehingga mulai terjadi partus prematurus. Sehingga
dilakukan sectio caesarea (Wiknjosastro, 2020).

Pada sectio caesarea adanya beberapa kelainan atau hambatan pada proses
persalinan yang menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal atau spontan,
misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis, panggul sempit, disproporsi
cephalo pelvic, ruptur uteri mengancam, partus lama, partus tidak maju, pre
eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin. Pre eklamsia setidaknya
berkaitandengan fisiologis kehamilan. Adaptasi fisiologis normal pada kehamilan
meliputi peningkatan volume plasma darah, vasodilatasi, penurunan resistensi
vaskuler sistemik, peningkatan curah jantung dan penurunan tekanan osmotik
koloid pada pre eklamsia. Volume plasma yang beredar menurun, sehingga terjadi
hemokonsentrasi dan peningkatan hematokrit maternal. Perubahan Vasospasme
siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel – sel
darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal menurun menyebabkan anemia
yang dapat menyebabkan kelalahan dan menimbulkan masalah keperawatan
intoleransi aktivitas. Ada beberapa indikasi dilakukan tindakan operasi sectio
caesarea antaranya karena pre eklamsia berat. Dilakukannya operasi sectio
caesarea akan berpengaruh pada luka akibat operasi akan menyebabkan perdarahan
yang dapat menimbulkan masalah keperawatan kekurangan volume cairan,
nyeri serta proteksi tubuh kurang atau resiko infeksi. Selain itu, akibat dari
post anestesi spinal dapat menimbulkan penurunan saraf otonom yang merangsang
penurunan saraf vegetatif sehingga perilstaltik menurun dan dapat menyebabkan
masalah keperawatan konstipasi, dan pada sistem urinaria menimbulkan distensi
kandung kemih yang dapat menimbulkan masalah keperawatan perubahan
eliminasai urine. Pada masa nifas akan berpengaruh pada kontraksi uterus, lochea,
dan laktasi. Kontraksi uterus yang berlebihan akan menyebabkan nyeri hebat.
Sedangkan pada lochea yang berlebihan akan menimbulkan perdarahan. Pada masa
laktasi progesterone dan esterogen akan merangsang kelenjar susu untuk
mengeluarkan air susu ibu (ASI), jika progesterone dan esterogen menurun dapat
meneyebabkan ASI tidak keluar dan dapat menyebabkan masalah keperawatan
menyusui tidak efektif. Kondisi fisiologis yang terdiri dari tiga fase yaitu taking in,
taking hold, dan letting go akan menimbulkan masalah keperawatan defisit
perawatan diri. Pada fase taking in terjadi saat satu sampai dua hari post partum,
sedangkan ibu sangat tergantung pada orang lain. Fase yang kedua terjadi pada 3
hari post partum, ibu mulai makan dan minum sendiri, merawat diri dan bayinya.
Untuk fase yang ketiga ibu dan keluarganya harus segera menyesuaikan diri
terhadap interaksi antar anggota keluarga dan dapat menyebabkan masalah
keperawatan perubahan pola peran (Bahiyatun, 2019).
4.
5. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis sectio caesarea menurut (Suip, 2019) , antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml
f. Emosi labil / perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru.
g. Biasanya terpasang kateter urinarius h.
h. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar i.
i. Pengaruh anestesi dapat menimbu lkan mual dan muntah
j. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
k. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur
l. Bonding dan Attachment pada anak yang baru dilahirkan
6. KLASIFIKASI
Bentuk pembedahan Sectio Caesarea menurut (Ainuhikma, 2018), meliputi :
a) Sectio Caesarea Klasik
Sectio Caesarea Klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim. Pembedahan
dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri kirra- kira
sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan berikutnya melahirkan
melalui vagina apabila sebelumnya telah dilakukan tindakan pembedahan
ini (Ramandanty, 2019).
b) Sectio Caesarea Transperitonel Profunda
Sectio Caesarea Transperitonel Profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak cukup tipis
untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal. Sebagian sayatan
vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim (Ahmad, 2020).
c) Sectio Caesarea Histerektomi Sectio
Sectio Caesarea Histerektomi adalah suatu pembedahan dimana setelah
janin dilahirkan dengan Sectio Caesarea, dilanjutkan dengan pegangkatan.
d) Sectio Caesarea Ekstraperitoneal
Sectio Caesarea Ekstraperitoneal, yaitu Sectio Caesarea berulang pada
seorang pasien yang sebelumnya melakukan Sectio Caesarea. Biasanya
dilakukan di atas bekas sayatan yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan
insisi dinding dan faisa abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah
kepala untuk memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat
dibuka secara ekstraperitoneum (Suip, 2019).
7. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut (Ahmad, 2020), Pemeriksaan Diagnostik Sectio Caesarea ada 10 yaitu:
- Pemantauan EKG
- JDL dengan diferensial
- Elektrolit
- Hemoglobin/Hemotokrit
- Golongan darah
- Urinalisasi
- Pemeriksaan sinar x sesuai indikasi.
- Ultrasound sesuai pesanan
8. PENATALAKSANAAN
Perawatan post Sectio Caesarea menurut (Ainuhikma, 2018)yaitu :
a) Ruang Pemulihan
Dalam ruang pemulihan prosedur yang harus dilakukan yaitu memantau
dengan cermat jumlah perdarahan dari vagina dan palpasi fundus uteri
untuk memastikan bahwa uterus berkontraksi dengan baik.
b) Pemberian Cairan Intravena Perdarahan
Perdarahan yang tidak disadari di vagina selama tindakan dan perdarahan
yang tersembunyi di dalam uterus atau keduanya, sering menyebabkan
perkiraan kehilangan darah menjadi lebih rendah dari pada sebenarnya.
Cairan intravena yang perlu disiapkan untuk memenuhi kebutuhan klien
yaitu larutan Ringer Laktat atau larutan Kristaloid ditambah Dektros 5%.
Bila kadar Hb rendah diiberikan transfuse darah sesuai kebutuhan.
c) Tanda-Tanda Vital
Setelah pulih dari ansetesi, observasi pada klien dilakukan setiap setengah
jam setelah 2 jam pertama dan tiap satu jam selama minimal 4 jam setelah
di dapatkan hasil yang stabil. Tanda vital yang perlu dievaluasi yaitu
Tekanan darah, Nadi, Jumlah urin, Jumlah perdarahan, Status fundus uteri,
Suhu tubuh.
d) Analgesik
Pemberian analgesic dapat diberikan paling banyak setiap 3 jam untuk
mengurangi nyeri yang dirasakan. Pemberian analgesic dapat berupa
Meperidin 75-100mg intramuskuler dan morfinsulfat 10- 15mg intra
muskuler.
e) Pengawasan fungsi vesika urinaria dan usus
Kateter vesika urinaria biasanya dapat dilepas dalam waktu 12 jam setelah
operasi dilakukan. Sedangkan untuk makanan padat dapat diberikan kurang
lebih 8 jam setelah operasi, atau jikaklientidakmengalamikomplikasi.
f) Pemeriksaan laboratorium Hematrokit
Hematrokit secara rutin diukur pada pagi hari setelah pembedahan.
Pemeriksaan dilakukan lebih dini apabila terdapat kehilangan darah yang
banyak selama operasi atau menunjukkan tanda-tanda lain yang mengarah
ke hipovoemik
g) Menyusui
Menyusui dilakukan pada hari 0 post Sectio Caesarea. Apabila klien
memutuskan untuk tidak menyusui, dapat diberikan beban untuk menopang
payudara yang bias mengurangi rasa nyeri pada payudara.
h) Mobilisasai
Mobilisasai dilakukan secara bertahap meliputi miring kanan dan kiri dapat
dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi. Hari kedua post operasi penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam.
Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah
duduk. Selanjutnya dengan berturut – turut selama hari demi hari pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian
berjalan sendiri pada hari ketiga sampai hari kelima pasca operasi section
caesarea
9. KOMPLIKASI
Komplikasi-komplikasi yang dapat muncul akibat sectio caesarea (Wiknjosastro,
2020).
A. Pada ibu
- Infeksi Puerperal
Komplikasi bisa bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas; atau bersifat berat, seperti peritonitis, sepsis.
Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala-
gejala infeksi intrapartum, atau ada faktor-faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah
ketuaban pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi sangat
diperkecil dengan pemberian antibiotika. Perdarahan banyak bisa timbul
pada waktu pembedahan jika cabang-cabang arteria uterina ikut terbuka,
atau karena atonia uteri.
- Komplikasi lain seperti luka kandung kencing, embolisme paru-paru, dan
sebagainya sangat jarang terjadi.
- Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak, ialah kurang kuatnya parut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi
ruptura uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
sectio caesarea klasik.

B. Pada Anak

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio
caesarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan
sectio caesarea. Menurut statistik dinegara-negara dengan pengawasan antenatal
dan intranatal yang baik, kematian pasca sectio caesarea berkisar antara 4 dan
7%.
BAB II
A. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Suarni dan Apriyani,

2017).

2. Anamnesa

a. Pengkajian
Pada tahapan dalam pengkajian terdiri dari:
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomer register, tanggal masuk RS 25, dan
diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk dan dirawat di RS.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang dialami. Berisi mengenai kapan
mulai merasakan keluhan, upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi
masalah yang dialami tersebut.
3. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Meliputi keadaan pasien, cara berbicara, tinggi badan, berat badan, dan tanda-

tanda vital

b. Kepala dan leher


Pada pemeriksaan ini dilakukan pemeriksaan dari bentuk kepala, keadaan

rambut, adakah pembesaran pada bagian leher, keadaan telinga, adakah

pembesaran kelenjar tiroid atau pembesaran vena jugularis.

c. Sistem integumen
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat kondisi turgor kulit, ada tidaknya luka atau

ulkus.

d. Sistem pernafasan

Mengkaji apakah ada rasa sesak nafas, adanya sputum, dan nyeri dada.

e. Sistem kardiovaskular

Mengkaji apakah terdapat penurunan perfusi jaringan, apakah nadi perifer

teraba lemah, takikardi atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia,

kardiomegali.

f. Sistem gastrointestinal

Mengkaji apakah pasien mengalami polifagia, polidipsi, mual,muntah, diare,

konstipasi, dehidrasi, dan adanya perubahan BB.

g. Sistem urinari

Mengkaji keadaan Poliuria apakah pasien mengalami, retensio urinem,

inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih.

h. Sistem muskuloskeletal

Adanya penyebaran lemak, massa otot, cepat lelah, terasa lemah

i. Sistem neurologis

Mengkaji apakah ada rjadinya penurunan sensoris, parathesia, anastesia,

letargi, mengantuk, reflek lambat, kacau mental, disorientasi.

2. Penilaian tingkat kesadaran

a. Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat


menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15-14

b. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan


sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.

c. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu) memberontak,


berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
d. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang

(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban

verbal, nilai GCS: 9 – 7.

e. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.

f. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga
tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

3. Penilaian kekuatan otot

a. Kekuatan otot tidak ada = 0

b. Tidak dapat digerakkan, tonus otot ada = 1

c. Dapat digerakkan, mampu terangkat sedikit = 2

d. Terangkat sedikit <45º, tidak mampu melawan gravitasi = 3

A. Diagnosa Keperawatan

Analisa data diperlukan kemampuan dalam mengkaitkan data dan hubungan data
tersebut dengan konsep, teori dan prinsip yang relevan dalam membuat kesimpulan
menentukan masalah keperawatan yang muncul. Setelah dilakukan pengumpulan data
kemudian akan dianalisis dan digolongkan menjadi data subjektif dan data objektif
sesuai dengan masalah keperawatan yang timbul (Rohmah & Wahid, 2016). Diagnosa
keperawatan merupakan sebuah penilaian secara klinis tentang respon individu, keluarga
atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan sacara aktual ataupun
potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan guna mencapai hasil dimana
perawat bertanggungjawab (Setiawan, 2017).
1. Nyeri Akut bd Agen pencedera fisik (D.0077)
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan kosentrasi hemoglobin
ditandai dengan pengisian kapiler >3 detik,akral teraba dingin, pucat, turgor kulit
menurun, edema, penyembuhan luka lambat (D.0009)
3. Resiko infeksi bd adanya lukainsisi (D.00142)
B. Intervensi Keperawatan
NO DIAGNOSA LUARAN INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri


berhubungan
tindakan Observasi:
dengan agen
pencedera fisik keperawatan
ditandai dengan - Identifikasi lokasi karakteristik,
selama 3x 24 jam durasi, frekuensi, kualitas dan
mengeluh nyeri,
tampak diharapkan tingkat intensitasnyeri
meringis, - Identifikasi skala nyeri
nyeri menurun - Identifikasi faktor yang
bersikap
protektif, dan dengan kriteria hasil memperberat dan
gelisah memperingannyeri
- Keluhan nyeri Terapeutik:
menurun dari 2
- Berikan terapi non farmakologis
cukup meningkat untuk mengurangi rasa nyeri
ke 4 cukup - Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Gelisah menurun - Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
dari 2 cukup meredakannyeri
meningkat ke 4 Edukasi:
cukup menurun - Jelaskan penyebab, periode dan
Pemicu nyeri
- Pola naps dari 2
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
cukup memburuk - Ajarkan Teknik non farmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri
ke 4 cukup
Kolaborassi:
membaik
Kolaborasi pemberian analgetic, jika
- Pola tidur dari 2
perlu
cukup memburuk -
ke 4 cukup
membaik

2. Perfusi perifer Setelah dilakukan Perawatan sirkulasi


tidak efektif
tindakan Observasi :
berhubungan
dengan keperawatan
penurunan - Periksa sirkulasi perifer( mis.
selama 3x 24 jam Nadi perifer, edema, pengisian
kosentrasi
hemoglobin diharapkan perfusi kapiler, warna, suhu)
ditandai dengan - Identifikasi faktor risiko
perifer meningkat
pengisian gangguan sirkulasi(mis.
kapiler >3 dengan kriteria Hipertensi)
detik,akral - Monitor panas, kemerahan,
hasil
teraba dingin, nyeri, bengkak pada
pucat, turgor - Penyembuha ekstremitas.
kulit menurun,
n luka dari Terapeutik :
edema,
penyembuhan cukup
luka lambat - Lakukan pencegahan infeksi
menurun (2) - Lakukan hidrasi
ke cukup
Edukasi
meningkat
- Anjurkan menggunakan obat
(4)
penurun tekanan darah
- Kulit pucat - Anjurkan melakukan perawatan
dari cukup kulit yang tepat
- Anjurkan program diet untuk
meningkat memperbaiki sirkulasi
(2) ke cukup - Informasikan tanda gejala
darurat (mis. Rasa sakit yang
menurun (4)
tak kunjung hilang meski
- Nyeri beristirahat, luka yang tidak
ekstremitas kunjung sembuh)

dari cukup
meningkat
(2) ke cukup
menurun (4)
- Kelemahan
otot dari
cukup
meningkat
(2) ke cukup
menurun (4)
- Pengisian
kapiler dari
cukup
memburuk
(2) ke cukup
membaik (4)
- Akral dari
cukup
memburuk
(2) ke cukup
membaik (4)
- Turgor kulit
dari cukup
memburuk
(2) ke cukup
membaik (4)

3. Risiko infeksi Setelah dilakukan Observasi


berhubungan tindakan - Monitor tanda dan gejala
dengan tindakan
keperawatan infeksi lokal dan sistemik
invasih
selama 3x 24 jam Terapeutik
diharapkan tingkat - Batasi jumlah pengunjung
infeksi menurun - Cuci tangan sebelum dan
dengan kriteria sesudah kontak dengan pasien
hasil : - Pertahankan teknik aseptik
- Nyeri menurun Edukasi
dari 2 cukup - Jelaskan tanda dan gejala
menurun ke 4 infeksi
cukup - Ajarkan cara mencuci tangan
meningkat dengan benar
- Demam - Ajarkan cara memeriksa
menurun dari kondisi luka operasi
2 cukup - Anjurkan meningkatkan
menurun ke 4 asupan cairan dan nutrisi
cukup
meningkat
- Kadar sel
darah putih
dari cukup
memburuk (2)
ke cukup
membaik (4)

C. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan atau implementasi merupakan tindakan yang sudah
direncanakan dalam rencana keperawatan. Tindakan keperawatan mencakup tindakan
mandiri atau independen dan tindakan kolaborasi. Agar lebih jelas dan akurat dalam
melakukan implementasi diperlukan perencanaan keperawatan yang spesifik dan
operasional. Bentuk implementasi keperawatan seperti pengkajian untuk
mengidentifikasi masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada, pengajaran
atau pendidikan masalah kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan pasien, konsultasi atau merujuk dengan tenaga
professional secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan masalah kesehatan dan
membantu pasien dalam melakukan aktivitas sendiri (Doenges, 2013).
D. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan hasil membandingkan dari suatu tindakan

keperawatan dengan nilai normal atau kriteria hasil yang sudah disusun dalam

intervensi keperawatan dan tindakan atau implementasi keperawatan. Evaluasi

dilakukan selama proses asuhan keperawatan dan pada saat akhir shift dengan metode

yang digunakan seperti komponen SOAP/SOAPIE dalam memantau perkembangan

klien (Dermawan, 2012).

1) S (Subjektif)
Hasil pemeriksaan terakhir yang dikeluhkan pasien biasanya data ini
berhubungan dengan kriteria hasil.
2) O (Objektif)
Data berdasarkan hasil observasi atau pengukuran perawat secara langsung pada
pasien dengan memperhatikan yang dirasakan pasien setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
3) A (Assesment/analisa)
Menjelaskan apakah masalah kebutuhan pasien terpenuhi atau tidak.
4) P (Plan/rencana)
Rencana tindak lanjut yang dilakukan (intervensi) terhadap pasien berhubungan
dengan masalah pasein yang belum terpenuhi.

Daftar Pustaka

Ahmad, Y. (2020). Asuhan Keperawatan pada Klien Post Sectio Caesarea dengan
Ketidakefektifan Pemberian ASI di Ruang Kalimaya Bawah Rumah Sakit Umum
Daerah DR Slamet Garut. Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Sectio Caesarea
Dengan Ketidakefektifan Pemberian ASI, 25–28.

Ainuhikma, L. (2018). Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesarea Dengan Fokus Studi
Pengelolaan Nyeri Akut Di Rsud Djojonegoro Kabupaten Temanggung.

Ningsih, D. (2016). Proses Defekasi. Angewandte Chemie International Edition, 6(11),


951–952., 1–23.

Ramandanty, P. freytisia. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Ibu Post Operasi Sectio
Caesarea Diruang Mawar RSUD A.W Sjahranie Samarinda. Politeknik Kesehatan
Kalimantan Timur Jurursan Keperawatan, 1–125.

Suip. (2019). Laporan Pendahuluan Post Partum Dengan Sectio Caesarea.

PPNI (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan


IndikatorDiagnostik, Edisi 1, Jakarta: DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai