Anda di halaman 1dari 9

Jurnal CARE September 2020, Vol.

5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

INVENTARISASI KEANEKARAGAMAN HAYATI SEBAGAI MODAL


PENGELOLAAN WISATA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI
WANA WISATA GUNUNG PUNTANG
(Biodiversity Inventory as Capital for Tourism Management and
Community Empowerment in Gunung Puntang Tourism Area)
Shinta Nur Rahmasari1), Widya Yulastri2)
1) Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan,
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor
2) PT Pertamina EP Asset 3 Subang Field
Penulis Korespondensi : shintarahmasari@apps.ipb.ac.id

ABSTRAK
Selain pemerintah dan masyarakat, pihak swasta/perusahaan juga wajib terlibat dan mengambil
peran untuk melakukan perlindungan terhadap lingkungan sebagai upaya konservasi terhadap dampak
dari kegiatan yang dilakukan. Salah satu lokasi stategis yang memerlukan kajian keanekaragaman hayati
secara berkelanjutan adalah Kawasan Wana Wisata Gunung Puntang, di Kabupaten Bandung.
Kolaborasi pengelolaan kawasan ini dilakukan oleh Perhutani, Yayasan Owa Jawa, Pemerintah Daerah,
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Bukit Amanah, Institut Pertanian Bogor dan PT. Pertamina EP
Asset 3 Subang Field. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menginventarisasi keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa liar (kupu-kupu, burung, dan herpetofauna) di Kawasan Gunung Puntang. Hasil
invetarisasi keanekaragaman hayati menunjukkan bahwa hanya terdapat tingkat pertumbuhan tumbuhan
bawah dan semai di petak pengambilan data. Hasil analisis vegetasi menunjukkan indeks
keanekaragaman (H’) = 2,94; indeks kekayaan (Dmg) = 5,52; indeks kemerataan (E) = 0,82. Ditemukan
sebanyak 36 jenis dari 24 famili pada lokasi penelitian. Pada kupu-kupu ditemukan sebanyak 21 jenis
yang dari 4 famili. Hasil analisis dengan H’ = 2,73; Dmg = 4,69; E = 0,90. Jumlah jenis burung yang
ditemukan sebanyak 12 jenis dari 10 famili dengan H’ = 2,27; E = 0,91; Dmg = 3,27. Hasil pengamatan
herpetofauna ditemukan 6 jenis dari 5 famili dengan H’ = 1,68; E = 0,52; Dmg = 1,55. Pemanfaatan
kawasan dan sumberdaya hayati perlu dilakukan secara berkelanjutan, baik itu untuk kegiatan wisata
maupun kegiatan produksi. Pengembangan potensi dari sektor wisata harus selaras dengan
perlindungan keanekaragaman hayati agar terwujud pertumbuhan ekonomi lokal yang berkelanjutan.

Kata Kunci : Berkelanjutan, Keanekaragaman hayati, Kekayaan, Kemerataan

ABSTRACT
Apart from the government and the community, the private sector / company is also obliged to be
involved and take a role in protecting the environment as an effort to conserve the impacts of the activities
carried out. One strategic location that requires a sustainable biodiversity study is the Mount Puntang
Tourism Area, in Bandung Regency. The collaborative management of this area was carried out by
Perhutani, the Owa Jawa Foundation, the Local Government, the Bukit Amanah Forest Village
Community Organization (LMDH), the Bogor Agricultural Institute and PT. Pertamina EP Asset 3 Subang
Field. The purpose of this study was to make an inventory of the diversity of wild plants and animals
(butterflies, birds and herpetofauna) in the Mount Puntang area. The results of the inventory of
biodiversity showed that there was only growth rates of understorey and seedling in the data collection
plots. The results of the vegetation analysis showed the diversity index (H ') = 2.94; wealth index (Dmg) =
5.52; evenness index (E) = 0.82. There were 36 species from 24 families at the research location. In
butterflies found as many as 21 species from 4 families. The results of the analysis with H '= 2.73; Dmg =
4.69; E = 0.90. The number of bird species found were 12 species from 10 families with H '= 2.27; E =
0.91; Dmg = 3.27. The results of herpetofauna observations found 6 types from 5 families with H '= 1.68;
E = 0.52; Dmg = 1.55. Utilization of the area and living resources needs to be carried out in a sustainable
manner, both for tourism and production activities. The potential development of the tourism sector must
be in line with the protection of biodiversity in order to achieve sustainable local economic growth.
Keywords: Sustainable, Biodiversity, Species richness, Equity

13
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

PENDAHULUAN Mengingat lokasi Gunung Puntang


sebagai tempat konservasi Owa Jawa dan
Latar Belakang obyek wisata, maka sangat diperlukan kajian
Berbagai pihak memiliki kewajiban keanekaragaman hayati secara
untuk berkontribusi dalam upaya konservasi berkelanjutan terhadap berbagai taksa, tidak
keanekaragaman hayati baik yang terdapat hanya mamalia. Hal ini perlu dilakukan untuk
di kawasan konservasi maupun kawasan mendukung monitoring keanekaragaman
yang ditetapkan dan memiliki potensi hayati kawasan dan mengetahui dampak
keanekaragaman hayati yang tinggi. kegiatan yang dikembangkan terhadap
Utamanya yang perlu dilakukan terhadap 25 keanekaragaman hayati. Selain itu
satwa prioritas untuk peningkatan jumlah konsistensi agar dapat mengontrol dampak
populasi sebesar 0-10%, salah satunya dari pembangunan agar tidak hanya
adalah Owa Jawa (Hylobates moloch). Hal berkembang dari sektor ekonomi tetapi
ini sesuai dengan SK Dijen KSDAE Nomor mengalami penurunan pada sektor ekologi.
180 Tahun 2015. Kawasan Gunung Puntang Keanekaragaman hayati telah diakui secara
merupakan salah satu wilayah di Kabupaten global sebagai salah satu faktor penentu
Bandung, Provinsi Jawa Barat yang kelestarian suatu ekosistem (Pant et al.
difungsikan sebagai salah satu pusat 2015). Selanjutnya menurut Bishop (2003),
konservasi Owa Jawa. Walaupun hanya kondisi terkini keanekaragaman hayati perlu
sebagai laboratorium alam yang sifatnya diketahui secara berkelanjutan agar dapat
hanya sementara, kawasan Gunung dijadikan indikator keberlanjutan
Puntang diharapkan dapat mendukung pembangunan atau pengelolaan suatu
upaya konservasi Owa Jawa sejalan dengan kawasan. Ketika pembangunan fisik
Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dianggap memberikan dampak kurang baik
dan Kehutanan (Permen LHK) No. terhadap keberadaan keanekaragaman
P.57/menlhk/Setjen/Kum.1/7/2016 tentang hayati, maka kajian terkait keanekaragaman
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Owa hayati menjadi semakin penting untuk
Jawa (Hylobates moloch) Tahun 2016-2026. dilakukan.
Potensi yang ada dapat dikelola Inventarisasi keanekaragaman hayati
menjadi strategi untuk dikembangkan guna perlu dilakukan sebagai data awal dan data
mendukung upaya konservasi yang acuan untuk pengelolaan suatu kawasan.
dilakukan dalam suatu kawasan, termasuk Berdasarakan hasil kegiatan tersebut juga
Gunung Puntang. Mengingat potensi dapat dilakukan monitoring dan evaluasi dari
sebagai obyek wisata yang sangat besar dampak kegiatan wisata yang telah
maka pengelolaan dan rencana dilakukan di Kawasan Wana Wisata Gunung
pengembangan ekowisata atau wisata Puntang. Kegiatan monitoring dapat
bertanggungjawab perlu dirumuskan. dilakukan secara berkala pada tiap tahunnya
Pengelolaan berkelanjutan diperlukan untuk mengetahui kondisi keanekaragaman
Gunung Puntang dalam rencana hayati yang menjadi modal fisik dan
pengelolaannya, agar dapat dicapai maka sumberdaya dari kegiatan wisata dan
diperlukan juga kolaborasi dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang selama ini
pengelolaan tersebut. Keterlibatan berbagai dilakukan di Gunung Puntang.
pihak menjadikan lebih banyaknya
perhatian yang diberikan terhadap suatu
kawasan dan keanekaragaman hayati Tujuan Penelitian
didalamnya, sehingga meningkatkan fokus Secara khusus penelitian ini bertujuan
dan prioritas akan keberlanjutannya. Selain untuk menginventarisasi keanekaragaman
pemerintah dan masyarakat, pihak jenis tumbuhan dan satwa liar (kupu-kupu,
swasta/perusahaan juga diwajibkan burung dan herpetofauna) yang ada di
melakukan perlindungan terhadap Kawasan Wana Wisata Gunung Puntang.
lingkungan dan keanekaragaman hayati
sebagai upaya konservasi terhadap dampak
dari aktivitas yang muncul, sesuai dengan
Undang-Undang No. 32 tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup.
14
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

METODE E=

Waktu dan Tempat Penelitian Keterangan:


Pengambilan data dilakukan di E : Indeks kemerataan
Kawasan Wana Wisata Gunung Puntang, S : Jumlah jenis
Kabupaten Bandung, Jawa Barat. H’ : Indeks keanekaragaman jenis
Penelitian dilakukan pada bulan Agustus
2020 untuk pengumpulan data tumbuhan
dan satwa. c. Indeks Kekayaan Jenis (Dmg)

Metode Pengumpulan Data Nilai kekayaan jenis dapat digunakan untuk


Pengumpulan data dilakukan dengan mengetahui kekayaan jenis dalam setiap
studi pustaka pada sebelum dan sesudah spesies di komunitas yang dijumpai. Rumus
penelitian dilakukan serta pengamatan yang digunakan adalah sebagai berikut
langsung di lokasi penelitian. Pengamatan (Magurran 2004):
langsung dilakukan dengan berbagai
metode sesuai kebutuhan data. Seperti Dmg =
pengumpulan data tumbuhan
menggunakan metode transek dengan Keterangan:
garis berpetak, Time-Search untuk
pengumpulan data kupu-kupu, MacKinnon Dmg : Diversitas Margalef
dan Point Count untuk pengumpulan data N : Jumlah individu
burung dan Visual Encounter Survey untuk S : Jumlah jenis yang diamati
pengumpulan data herpetofauna. Ln : Logaritma natural

Metode Analisis Data d. Indeks Nilai Penting (INP)


Metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah deskriptif Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008)
kuantitatif dengan beberapa indeks. perhitungan analisis vegetasi dapat
menggunakan rumus Indeks Nilai Penting
a. Indeks Keanekaragaman Jenis (H’) (INP) pada tingkat pertumbuhan semai dan
Nilai keanekaragaman jenis satwa liar tumbuhan bawah adalah sebagai berikut :
didapatkan dengan menggunakan indeks
Kerapatan (Ind/ha) =
keanekaragaman Shannon-Wiener
(Magurran 2004) dengan rumus:
Kerapatan Relatif /KR (%) =
H’ = -Σ Pi. Ln (Pi) = -Σ (ni/N). ln (ni/N)
Keterangan:
Frekuensi =
H’ : Indeks keanekaragaman
Ni : Jumlah individu jenis i Frekuensi Relatif/FR (%) =
N : Jumlah individu seluruh jenis

b. Indeks Kemerataan (E) INP tumbuhan bawah = KR+FR


Indeks kemerataan berfungsi untuk
mengetahui kemerataan setiap jenis dalam
setiap komunitas yang dijumpai, dengan
rumus sebagai berikut (Magurran 2004):

15
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

HASIL DAN PEMBAHASAN nilai INP yang besar dibandingkan jenis


lainnya. Pada lokasi pengambilan data jenis
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan tumbuhan bawah atau semai yang paling
Struktur tumbuhan di lokasi mendominasi adalah babadotan (Ageratum
penelitian hanya terdapat tingkat conyzoides). Tumbuhan ini termasuk
pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah tanaman berbunga yang berasal dari
dengan jumlah 36 jenis dari 24 famili Amerika, tumbuh di daerah tropis. Babadotan
(Gambar 1). Hal ini dikarenakan lokasi merupakan salah satu tumbuhan
pengambilan data di Kawasan Gunung pengganggu/gulma yang dapat hidup di
Puntang hanya seluas 0.02 ha dan masih berbagai tempat seperti ladang, halaman
berada di area camping ground, sehingga kebun, tepi jalan hingga tepi air (Grainge dan
tidak terdapat tingkat pertumbuhan tiang Ahmed 1988). Walaupun demikian
dan pohon. babadotan mempunyai nilai INP yang besar,
yang artinya jenis ini mempunyai peranan
penting dalam kawasan tersebut. Jenis ini
mempunyai pengaruh paling dominan
terhadap perubahan kondisi lingkungan
maupun keberadaan jenis lainnya dalam
kawasan tersebut. Selain itu Calincing
Gambar 1 Komposisi Tumbuhan (Oxalis corniculata) dan Bayam Merah
(Amaranthus tricolor) juga memiliki nilai INP
Menurut Olson dan Kabrick (2014),
yang melebihi 10%. Menurut Irwan (2009),
keberadaan tumbuhan bawah dipengaruhi
jenis yang memiliki peran besar dalam
oleh beberapa faktor seperti kerapatan
pohon, naungan, dan karakteristik lantai komunitas tertentu apabila INP jenis tersebut
hutan. Tingginya heterogonitas di tempat lebih 10% untuk tingkat semai dan pancang
penelitian dipengaruhi oleh banyaknya serta 15% untuk tingkat tiang dan pohon.
sinar matahari yang masuk sampai ke
lantai hutan. Tumbuhan bawah berperan
penting dalam siklus hara, pengurangan
erosi, peningkatan infiltrasi, sumber
plasma nutfah, sumber obat, satwa hutan,
dan pakan ternak (Abdiyani 2008).

Tabel 1 Dominansi Jenis Tumbuhan


INP
Nama Ilmiah Famili
(%)
Ageratum Asteraceae 25.87 Gambar 2 Nilai Indeks dari Tumbuhan
conyzoides
Oxalis Oxalidaceae 15.59 Hasil analisis indeks keanekaragaman
corniculata (H’) tumbuhan sebesar 2.94. Nilai indeks
kekayaan (Dmg) tumbuhan memiliki nilai
Amaranthus Amaranthaceae 12.05
sebesar 5.52. Menurut Maguran (1988), nilai
tricolor
kekayaan yang lebih dari 5.0 menunjukan
kekayaan jenis yang tergolong tinggi. Nilai
kekayaan yang tinggi menunjukan tingginya
Indeks nilai penting (INP) merupakan heterogonitas jenis pada kawasan tersebut.
nilai yang dapat menjadi parameter dalam Tingginya kekayaan jenis juga mengambil
mengukur tingkat dominansi suatu jenis peran penting dalam suatu ekosistem salah
pada area tertentu. Menurut Prasetyo satunya sebagai penyedia sumber pakan
(2016), spesies yang dominan pada suatu bagi satwa liar di wilayah tersebut. Nilai
komunitas tumbuhan tentu saja memiliki kemerataan jenis (E) sebesar 0,82 yang
16
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

dapat menggambarkan keseimbangan Famili / Nama Jenis Nama Umum


suatu komunitas. Nilai indeks kemerataan
berkisar antara 0-1, semakin besar nilai Pieridae
indeksnya atau mendekati satu, maka Eurema hecabe The common grass
organisme dalam suatu komunitas tersebut yellow
menyebar secara merata (Krebs 1986).
Eurema sari The chocolate grass
yellow
Keanekaragaman Jenis Kupu-Kupu Delias belisama -
Kupu-kupu memiliki peranan penting Cepora nerissa The common gul
dalam ekosistem, antara lain sebagai agen
pembantu penyerbukan (pollinator), Appias libythea Striped albatross
makanan untuk hewan karnivor (prey), dan
nilai estetika tinggi (Coulson dan Witter Nymphalidae
1984). Menurut Hamidun (2003) Mycalesis sudra -
penyerbukan oleh kupu-kupu membantu
proses terbentuknya buah dan biji dari Ypthima nigricans -
suatu tanaman berbunga sehingga secara
tidak langsung kupu-kupu berperan dalam Ideopsis juventa The wood nymph
mempertahankan keseimbangan ekosistem
Neptis hylas The common sailor
(lingkungan) dan memperkaya
keanekaragaman tumbuhan. Hasil Neptis miah The small yellow sailer
inventarisasi kupu-kupu di kawasan
Gunung Puntang ditemukan sebanyak 21 Ariadne specularis Commonly called castors
jenis kupu-kupu dari 4 famili, yaitu
Papilionidae (8 jenis), Pieridae (5 jenis), Cyrestis nivea Straight line mapwing
Nymphalidae (7 jenis), Lycaenidae (1 Lycaenidae
jenis).
Jamides celeno Common cerulean
Tabel 2 Daftar Kupu-Kupu di Gunung
Puntang

Famili / Nama Jenis Nama Umum Kondisi kawasan Gunung Puntang


dinilai cukup sesuai untuk menunjang
Papilionidae keberlangsungan hidup kupu-kupu.
Khususnya lokasi dilakukannya survey
Troides helena Kupu-kupu raja helena
karena ditemukan berbagai jenis komponen
Atrophaneura priapus White-head batwing habitat sebagi penunjang hidup kupu-kupu
antara lain tumbuhan pakan baik hostplant
Papilio helenus The red Helen maupun foodplant (hostplant = pakan ulat
Papilio memnon Kupu-kupu Pastur kupu-kupu; foodplant = pakan imago atau
kupu-kupu dewasa), tempat istirahat
Papilio polytes The common Mormon (umumnya di bawah daun), serta air. Aidid
(2001) menyebutkan bahwa karakteristik
Papilio peranthus -
habitat yang optimal bagi kupu-kupu yaitu
Graphium sarpedon The common bluebottle cahaya yang cukup, udara yang bersih, dan
air sebagai materi yang dibutuhkan untuk
Graphium The tailed jay
kelembaban lingkungan tempat kupu-kupu
agamemnon hidup. Keberadaan kupu-kupu juga dibatasi
oleh faktor-faktor geologi, ekologi dan
sebaran tumbuhan pakan larva dan kupu-
kupu dewasa (Amir et al. 2003).

17
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

Nama jenis Famili Nama ilmiah

biasa chinensis
Collocalia
Walet linci Apodidae
linchi
Cekakak Halcyon
Alcedinidae
sungai chloris
Gambar 8 Nilai Indeks dari Kupu-kupu
Dendrocopo
Caladi ulam Picidae
s macei
Nilai keanekaragaman jenis (H’)
Kupu-kupu di kawasan Gunung Puntang Cucak Pycnonotus
Pycnonotidae
sebesar 2.73 dengan nilai kekayaan jenis kutilang aurigaster
(Dmg) sebesar 4.69. Jenis Kupu-kupu di
Cucak Pycnonotus
Kawasan Gunung Puntang cenderung Pycnonotidae
gunung bimaculatus
tersebar merata dengan nilai kemerataan
(E) sebesar 0.90. Nymphalidae merupakan Bentet
famili yang paling umum ditemukan di Laniidae Lanius schah
kelabu
Kawasan Gunung Puntang karena famili
tersebut merupakan jenis-jenis polyfag Pelanduk- Pellorneum
Timaliidae
(hostplan beragam). Sifat polyfag topi hitam capistratum
memungkinkan Nymphalidae tetap dapat Cinenen Orthotomus
memenuhi kebutuhannya meskipun Sylviidae
gunung cuculatus
tumbuhan pakan utamanya tidak tersedia
(Lestari et al. 2018). Preferensi tumbuhan Cinenen Orthotomus
Sylviidae
pakan dari famili Nymphalidae yaitu famili kelabu ruficeps
Asteraceae, Verbenaceae,
Srigunting Dicrurus
Melastomaceaea, Araceae, Athiriceae, Dicruridae
kelabu leucophaeus
Solaneceae, Poaceae, Uticaceae dan
Mimosaceae (Syaputra 2015). Jenis yang
umum dimanfaatkan oleh jenis dari fimili
Nymphalidae ditemukan di lokasi penelitian Nilai indeks keanekaragaman jenis
antara lain famili Aracaceae, Asteraceae, burung yang didapatkan di Kawasan Gunung
Melastomaceae, Moraceae, Solaneceae, Puntang sebesar 2.27. Jenis burung yang
Poaceae, dan Verbenaceae. ditemukan di lokasi penelitian sebagian besar
merupakan jenis burung yang hidup sesuai
dengan tipe habitat yang ada yaitu pada
ketinggian 1200 mdpl. Jenis tersebut
Keanekaragaman Jenis Burung
diantaranya adalah Cucak gunung
Jenis burung yang ditemukan di (Pycnonotus bimaculatus), Cinenen gunung
Kawasan Gunung Puntang menggunakan (Orthotomus cuculatus), dan Elang-ular bido
metode list jenis MacKinnon adalah (Spilornis cheela) sedangkan jenis burung
sebanyak 12 jenis yang terdiri dari 10 famili lain yang ditemukan memiliki relung habitat
dari 6 ordo. yang lebih luas dan beragam. Rohiyan et al.
(2014) menyatakan bahwa satwa akan
Tabel 3 Daftar Burung di Gunung Puntang memilih habitat yang memiliki kelimpahan
Nama jenis Famili Nama ilmiah sumberdaya bagi kelangsungan hidupnya,
sebaliknya jarang atau tidak ditemukan pada
Elang-ular Spilornis lingkungan yang kurang menguntungkan
Accipitridae
bido cheela baginya. Nilai keanekaragaman jenis burung,
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
Tekukur Columbidae Spilopelia

18
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

salah satunya habitat dan pakan yang jenis, terdiri dari 4 jenis amfibi dari 3 famili
didapatkan. dan 2 jenis reptil dari 2 famili. Semua jenis
herpetofauna yang ditemukan masuk dalam
kategori Least Concern (LC) atau risiko
rendah berdasarkan daftar merah IUCN.

Tabel 4 Daftar Herpetofauna


Nama
Famili Nama Lokal
Ilmiah

Amfibi
Megophrys Katak
Gambar 4 Nilai Indeks dari Burung Megophrydae
montana Tanduk
Microhyla
Indeks kemerataan (E) jenis burung Microhylidae Percil Jawa
achatina
di Kawasan Gunung Puntang sebesar 0.91.
Menurut Odum (1993), sebaran fauna Chalcorana Kongkang
Ranidae
merata apabila mempunyai nilai indeks chalconota Kolam
kemerataan jenis yang berkisar antara 0.6
Huia Kongkang
sampai 0.8 kemudian penyebaran jenis Ranidae
masonii Jeram
berkaitan erat dengan dominasi jenis, bila
nilai indeks kemerataan jenis kecil (kurang Reptil
dari 0.5) menggambarkan bahwa ada
beberapa jenis yang ditemukan dalam Bronchocela Bunglon
Agamidae
jumlah yang lebih banyak dibanding jubata Surai
dengan jenis yang lain. Sedangkan dari Eutropis Kadal
nilai kemerataan yang didapatkan, Scincidae
multifasciata Kebun
diketahui bahwa jenis burung yang ada di
Kawasan Gunung Puntang tersebar merata
dan berkaitan erat satu jenis dengan jenis
Nilai keanekargaman jenis (H’)
yang lain dan jumlah jenis yang
herpetofauna di kawasan Gunung Puntang
mendominasi lebih kecil. Kurnia et al.
sebesar 1.68 dengan nilai kekayaan jenis
(2005) menyatakan bahwa semakin tinggi
(Dmg) sebesar 1.55. Terdapat dominasi jenis
nilai dari indeks kemerataan,
herpetofauna di Kawasan Gunung Puntang
mengindikasikan bahwa dalam suatu
dengan ditandai nilai kemerataan (E) yang
komunitas tidak terdapat jenis yang
hanya sebesar 0.52 (Gambar 5). Jeffries
dominan.
(1997) menyatakan faktor yang
mempengaruhi tinggi rendahnya
keanekaragaman adalah luas areal dan
Keanekaragaman Jenis Herpetofauna keberagaman habitat.
Herpetofauna (kelompok amfibi dan
reptil) menjadi salah satu keanekaragaman
fauna yang penting sebagai penyusun
ekosistem dalam lingkup ekologis. Menurut
Larson (2014), herpetofauna merupakan
taksa animalia yang sangat rentan
terhadap perubahan lingkungan yang
terjadi sehingga herpetofauna juga dapat
dijadikan sebagai bio-indikator kondisi
lingkungan. Jumlah herpetofauna yang
ditemukan dalam penelitian ini sebanyak 6 Gambar 5 Nilai Indeks dari Herpetofauna

19
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

Berdasarkan kriteria tingkat 3,27. Hasil pengamatan herpetofauna


keanekaragaman Shannon-Wiener, ditemukan 6 jenis dari 5 famili dengan H’ =
keanekaragaman herpetofauna termasuk 1,68; E = 0,52; Dmg = 1,55.
ke dalam tingkat sedang (1<H’<3). Tingkat Pemanfaatan kawasan dan sumberdaya
kemerataan herpetofauna tergolong rendah hayati perlu dilakukan secara berkelanjutan,
karena hanya sebesar 0.52. Hal tersebut baik itu untuk kegiatan wisata maupun
kegiatan produksi. Keterlibatan berbagai
mengindikasikan bahwa adanya dominasi
stakeholder menjadi penting untuk
jenis yang cukup signifikan. Adanya
mengemas potensi yang ada di Kawasan
dominasi terhadap suatu spesies di suatu Gunung Puntang, mengingat lokasi ini yang
lokasi dipengaruhi beberapa faktor sangat strategis. Upaya konservasi tetap
diantaranya faktor klimatik, edafik, fisiografi, perlu dilakukan, utamanya dengan
dan biotik (Utoyo 2009). Secara umum kolaborasi banyak pihak. Pengembangan
amfibi dan reptil dapat ditemukan di semua potensi dari sektor wisata juga harus selaras
habitat namun karena adanya proses dengan perlindungan keanekaragaman
seleksi dan adaptasi terhadap lingkungan, hayati agar terwujud pertumbuhan ekonomi
beberapa jenis memiliki mikrohabitat lebih lokal yang berkelanjutan.
spesifik daripada jenis lainnya, dimana
jenis tersebut hanya dapat ditemukan pada
habitat tertentu pada suatu wilayah tertentu SARAN
(Brown & Iskandar 2000). Sedangkan
Beberapa saran dari hasil kajian :
menurut indeks kekayaan margalef 1. Penyadartahuan dan pelibatan program
Kawasan Gunung Puntang tergolong konservasi kepada masyarakat dan
rendah (Dmg < 3.5). Rendahnya kekayaan pengunjung wisata perlu dilakukan
jenis herpetofauna di Kawasan Gunung agar tidak melakukan kegiatan yang
Puntang disebabkan oleh beberapa faktor. merugikan lingkungan.
Kusrini (2008) menyatakan bahwa 2. Manajemen habitat perlu disesuaikan
beberapa faktor yang mempengaruhi yakni dengan kondisi pemanfaatan lahan
ukuran daerah pengamatan, tingkat isolasi, oleh pengelola guna menjaga
ketinggian, keragaman vegetasi, cuaca, keanekaragaman jenis yang ada.
dan bencana alam. Selain faktor internal, 3. Melestarikan jenis tumbuhan asli
terdapat faktor eksternal yang sebagai habitat dan tempat berlindung
(shelter) Elang ular-bido sebagai
mempengaruhi efektivitas inventarisasi
satwa dilindungi seperti Pinus (Pinus
yakni fluktuasi harian, pola pergerakan
merkusii) dan Damar (Agathis
satwa, pola distribusi satwa, pola cuaca, dammara).
dan sejarah hidup (Kusrini 2008). 4. Perlu dilakukan penanaman tumbuhan
inang (hostplant) seperti sirih hutan
(Aristolochia tagala) dan Thottea
SIMPULAN tomentosa. Penanaman tumbuhan
Hasil inventarisasi terhadap pakan (foodplant) untuk kupu-kupu
keanekaragaman hayati di Kawasan yang banyak mengandung nectar
Gunung Puntang menunjukkan bahwa seperti bunga Pagoda (Clerodendrum
hanya terdapat tingkat pertumbuhan japonicum), bunga asoka (Saraca
tumbuhan bawah dan semai di petak asoca) dan jenis bunga berwarna
pengambilan data. Hasil analisis pada terang lainnya.
tumbuhan menunjukkan indeks
keanekaragaman (H’) = 2,94; indeks
kekayaan (Dmg) = 5,52; indeks DAFTAR PUSTAKA
kemerataan (E) = 0,82. Pada kupu-kupu
ditemukan sebanyak 21 jenis yang dari 4 Abdiyani S. 2008. Keanekaragaman jenis
famili. Hasil analisis dengan H’ = 2,73; tumbuhan bawah berkhasiat obat di
Dmg = 4,69; E = 0,90. Jumlah jenis burung dataran tinggi dieng. Jurnal Penelitian
yang ditemukan sebanyak 12 jenis dari 10 Hutan dan Konservasi Alam. 5(1): 79-
famili dengan H’ = 2,27; E = 0,91; Dmg = 92.
20
Jurnal CARE September 2020, Vol. 5 (1): 13 – 21
Jurnal Resolusi Konflik, CSR, dan Pemberdayaan ISSN: 2528-0848, e-ISSN: 2549-9483

Aidid L. 2001. Studi penangkaran kupu- Larson DM. 2014. Grassland fire and cattle
kupu di Bantimurung Kabupaten grazing regulate reptile and amphibian
Maros Propinsi Sulawesi Selatan assembly among patches.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Environmental Management. 54: 1434-
Bogor. 1444.
Amir M, Wono AN, Sih K. 2003. Serangga Lestari VC, Erawan TS, Melanie, Kasmara H,
Taman Nasional Gunung Halimun Hermawan W. 2018. Keanekaragaman
Jawa Bagian Barat: Kupu jenis kupu-kupu familia nymphalidae
(Lepidoptera). Bogor (ID): BCP-JICA. dan pieridae di kawasan Cirengganis
dan Padang rumput Cikamal Cagar
Coulson RN, Witter JA. 1984. Forest
Alam Pananjung Pangandaran. Jurnal
Entomology Ecology and
Agrikultura. 29 (1): 1-8.
Management. Minnesota (US):
University of Minnesota Magurran AE. 1988. Ecologycal Diversity.
London (UK): Black Well Publishing
Dendang B. 2009. Keragaman kupu-kupu
Company.
di resort Selabintana Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango, Jawa Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Edisi
Barat. Jurnal Penelitian Hutan dan Ketiga. Yogyakarta (ID): Universitas
Konservasi Alam. 4(1): 25-36. Gajah Mada Press.
Grainge M dan Ahmed S. 1988. Handbook O’Connell TJ, Jackson LE, Brook RP. 2000.
of Plants with Pest-Control Bird guilds as indicators of ecological
Properties. Canada (CA). John Wiley conditions in the Central Appalachians.
& Sons. Inc. Ecological Application. 10 (6): 1706-
1721.
Hamidun MS. 2003. Penangkaran kupu-
kupu oleh masyarakat di Kecamatan Prasetyo f. 2016. Petunjuk Praktek
Bantimurung Kabupaten Maros Pengelolaan Hutan Tanaman.
Sulawesi Selatan [Tesis]. Makassar Yogyakarta (ID): Fakultas Kehutanan
(ID): Program Pascasarjana Universitas Gajah Mada.
Universitas Hasanuddin.
Rohiyan M, Setyawan A, Rustiati EL. 2014.
Jeffries MJ. 1997. Biodiversity and Keanekaragaman jenis burung di hutan
Conservation. Routledge, London. pinus dan hutan campuran
Hlm. 43. Muarasipongi Kabupaten Mandailing
Natal Sumatera Utara. Jurnal Sylva
Kurnia A, Fadly H, Kusdinar U, Gunawani
Lestari. 2(2):89-98.
WG, Idaman DW, Dewi RS, Yandhi
D, Saragih GS, Ramdhan GF, Syaputra M. 2015. Pengukuran
Risnawati, Firdaus M. 2005. keanekaragaman kupu-kupu
Keanekaragaman jenis burung di (Lepidoptera) dengan menggunakan
Taman Nasional Betung Kerihun metode time search. Media Bina Ilmiah.
Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan 9 (4): 68-72.
Barat. Media Konservasi. 10(2): 37-
Utoyo B. 2009. Geografi Membuka
46.
Cakrawala. Bandung (ID): Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan.

21

Anda mungkin juga menyukai