Anda di halaman 1dari 14

Review Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang

Pedoman Konservasi Keanekaragaman Hayati di Daerah

Mata kuliah konservasi dan keanekaragaman hayati

Nama : Nurhayati
NIM : 08082682024004
DosenPengampu : Dr. Indra, M.Si.

Konservasi keanekaragaman hayati yang didasarkan pada Peraturan Menteri Negara


Lingkungan Hidup Nomor 29 Tahun 2009 tentang Pedoman konservasi keanekaragaman
hayati di daerah, merupakan langkah awal dalam melestarikan keanekaragaman hayati yang
ada di negara Indonesia. Pada dasarnya konservasi merupakan kegiatan melestarikan
keanekaragaman hayati, baik yang masih melimpah di alam maupun hampir punah yang
kemudian bias dikelola oleh lembaga tertentu untuk diambil manfaatnya. Pedoman konservasi
ini lengkap dan terperinci siapa saja/Lembaga apa saja yang berwenang dalam konservasi,
spesies yang akan dikonservasi, hingga pemanfaatannya dalam skala besar yang berorientasi
kepada kelestarian dan kearifan lokal Indonesia. Berikut merupakan ringkasan Pedoman
konservasi keanekaragaman hayati. Pedoman ini membantu dalam penyusunan profil
keanekaragaman hayati daerah, penyusunan rencana induk pengelolaan (RIP)
keanekaragaman hayati, dan identifikasi kawasan bernilai penting bagi konservasi
keanekaragaman hayati.

PEDOMAN PENYUSUNAN PROFIL KEANEKARAGAMAN HAYATI DAERAH

Pendahuluan
Keanekaragaman hayati merupakan kekayaan alam yang dimiliki oleh suatu daerah,
dari tingkat genus sampai spesies yang membentuk suatu ekosistem. Ekosistem ini menjadi
ciri khas suatuwilayah dan dapatdimanfaatkan oleh manusia baik untuk kepentingan pribadi
atau lebih besar (daerah dan Negara).
Tahapan Penyusunan Profil
Penyusunan profil keanekaragaman hayati daerah ini ditempuh melalui beberapa
tahapan yaitu identifikasi dan inventarisasi keanekaragaman hayati oleh lembaga daerah,
analisis kesenjangan data/informasi, inventarisasi data/informasi baru, analisis dan sintesis,
serta konsultasi publik.
Identifikasi dan inventarisasi dilakukan oleh Lembaga Pemerintah Daerah (komisi
daerah plasnutfah), Lembaga Pemerintah Pusat yang ada di daerah, Perguruan Tinggi dan
Lembaga Pendidikan lain, Industri dan Perusahaan yang menggunakan bahan baku
keanekaragaman hayati, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (tingkatlokal, nasional, maupun
internasional). Semua unsure tersebut bekerja sama dalam mendapatkan informasi,
mengumpulkan, melestarikan/konservasi, dan memanfaatkan keanekaragaman hayati dalam
skala kecil maupun besar (industri) untuk kepentingan masyarakat sekitar, daerah, dan
nasional.
Analisis kesenjangan data, dilakukan untuk menganalisis data yang dimiliki oleh
lembaga-lembaga di atas guna penyusunan profil keanekaragaman hayati. Tahap selanjutnya
yaitu inventarisasi data baru dilakukan untuk melengkapi jika ada data yang kurang pada
inventarisasi. Selanjutnya analisis dan sintesis dilakukan untuk mengetahui nilai keterkaitan
dan validitas data/informasi keanekaragaman hayati. Dan konsultasi public bertujuan untuk
mensosialisasikan profil keanekaragaman hayati, memvalidasi data, dan mendapatkan saran
dari lembaga di atas atau public guna penyusunan profil keanekaragaman hayati.

Metode Pengumpulan Data


data dikumpulkan dengan mempertimbangkan beberapa factor yaitu bentang alam
(topografi, fisiografi, iklim, sumber air), keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman
spesies, keanekaragaman genetik, dan pengetahuan tradisional masyarakat.

Format profil keanekaragaman hayati daerah


Profil ini menitikberatkan pada ekosistem lintas daerah, flora-fauna yang mempunyai
nilai penting bagi konservasi, flora-fauna unggulan provinsi, area penting bagi konservasi,
dan kearifan tradisional.
PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGELOLAAN
KEANEKARAGAMAN HAYATI

Pendahuluan
Indonesia mendapatkan predikat sebagai negara megabiodiversity, baik dari segi
keanekaragaman ekosistem, keanekaragaman spesies dan keanekaragaman genetik. Kekayaan
ini menuntut tanggung jawab yang besar untuk menjaga keseimbangan pelestarian (ekologi)
dan pemanfaatan bagi masyarakat (ekonomi). Karena itu Indonesia menyusun IBSAP
(Indonesia Biodiversity Strategy and Action Plan) 2003-2020, agar menjadi acuan bagi semua
pihak dalam pengelolaan keanekaragaman hayati. Sasaran yang ingin dicapai dalam pedoman
ini adalah pemerintah daerah dapat menyusun Rencana Induk Pengelolaan (RIP) sesuai
dengan status dan prioritas pengelolaan keanekaragaman hayati.

Penyusunan Rencana Induk Pengelolaan (RIP) Keanekaragaman Hayati Daerah


Penyusunan ini meliputi tahap persiapan, analisis dan sintesis, formulasi RIP kehati,
konsultasi publik, dan integrasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
(RPJMD).Tahap persiapan berupa pembentukan tim penyusun RIP Kehati yang dilakukan
oleh kepala daerah. Tim ini dapat dibantu oleh pihak ketiga (konsultan), baik dari perguruan
tinggi maupun swasta, dan bertangung jawab terhadap isi dan kualitas dokumen bersangkutan.
Analisis dan sintesis terhadap profil keanekaragaman hayati, bertujuan untuk mengetahui
potensi di daerah, factor penyebab kerusakan, dan kebijakan pengelola keanekaragaman
hayati.
Formulasi RIP Kehati untuk menentukan arah dan kebijakan pengelolaan
keanekaragaman hayati pada masa lalu dan masa yang akan dating. Konsultasi public
bertujuan untuk sosialisasi draft RIP Kehati dan mendapatkan saran dari public sehingga
diperoleh kesepakatan dari semua pihak mengenai RIP Kehati dan selanjutnya substansi
dokumen RIP ini diintegrasikan kedalam RPJMD. Integrasi ini di perlukan untuk
mewujudkan upaya konservasi keanekaragaman hayati.

Format RIP keanekaragaman hayati


Substansi dalam format RIP keanekaragaman hayati menitikberatkan kepada
pengelolaan keanekaragaman hayati lintas batas kabupaten/kota, jenis flora-fauna yang
mempunyai nilai penting bagi konservasi, pengembangan nilai tambah dan bentuk/pola
pemanfaatan keanekaragaman hayati berkelanjutan, jenis flora fauna unggulan provinsi,
kawasan penting bagi konservasi konservasi) maupun kawasan budidaya, dan perlindungan
terhadap kelestarian kearifan tradisional.

Pemantauan dan evaluasi


Pemantauan dan evaluasi ini dilakukan oleh Bappeda, instansi lingkungan hidup,
masyarakat dan swasta, yang bertujuan untuk :
1. Menentukan derajat keberhasilan dalam pelaksanaan pengelolaan keanekaragaman
hayati daerah.
2. Memastikan bahwa berbagai rencana aksi/program kerja yang telah disusun dapat
diimplementasikan dengan baik
3. Mengukur bagaimana rencana aksi yang telah disusun berkontribusi dalam mencapai
tujuan RIP keanekaragaman hayati
4. Mengidentifikasi penyebab rencana aksi gagal dilaksanakan
5. Sebagai bahan masukan bagi proses perencanaan dan peningkatan kualitas RIP di
masa yang akan datang.

PEDOMAN IDENTIFIKASI KAWASAN BERNILAI PENTING BAGI KONSERVASI


KEANEKARAGAMAN HAYATI
Pendahuluan
Setiap pembangunan tidak lepas dari ekplorasi atau pemanfaatan lahan, dan di setiap
lahan selalu ada Kawasan penting bagi keanekaragaman hayati. Pembangunan ini juga dapat
menimbulkan kerusakan dan membawa dampak bagi turunnya keanekaragaman hayati di
suatu wilayah. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah memerlukan suatu perangkat dalam
rangka melestarikan keanekaragaman hayati, sehingga keanekaragamannya tetap terjaga dan
mempunyai nilai tambah bagi ekonomi negara. Pemerintah menyusun perangkat tersebut dan
dikenal dengan Pedoman Pengelolaan Kawasan Bernilai Penting Bagi Konservasi
Keanekaragaman Hayati (KBPKKH). Pedoman ini menjadi acuan bagi para pemangku
kepentingan dalam menetapkan dan mengelola kawasan yang memiliki nilai penting bagi
konservasi keanekaragaman hayati.

Kriteria
Kriteria ini untuk menetapkan kawasan bernilai penting bagi konservasi
keanekaragaman hayati, baik pada tingkat ekosistem, spesies, maupun genetik. Pada tingkat
ekosistem, criteria ini untuk mengetahui keunikan/ kekhasan, potensi dan kondisi nilai dukung
tatanan ekosistem wilayah, tingkat keanekaragaman spesies, keterwakilan/representativeness
(ekosistem alam yang tersisa tetapi kondisinya relative masih baik). Pada tingkat spesies,
criteria ini untuk mengetahui keunikan/kekhasan spesies, tingkat keterancaman spesies dan
kekhususan pada daur hidupnya. Dan pada tingkat genetik, criteria ini untuk mengetahui
keunikan varietas tanaman, rumpun hewan/ternak, dan strain ikan yang secara local bernilai
spesifik, nilai keunggulan (contoh: ketahanan terhadap hama/penyakit, ketahanan terhadap
cekaman lingkungan, produktivitas), kekhasan (keindahandll), nilai pilihan, nilai ekonomi,
tingkat keterancaman, dan nilai sosial.

Identifikasi dan penetapan kawasan bernilai penting bagi konservasi keanekaragaman


hayati
Identifikasi dan penetapan Kawasan Bernilai Penting bagi Konservasi
Keanekaragaman Hayati (KBPKKH) bertujuan untuk mengetahui keberadaan, kondisi, status,
dan kebijakan pengelolaan kawasan tersebut di setiap wilayah kerja administrative pemerintah
kabupaten/kota. Sehingga kebijakan penetapan pemanfaatan suatu kawasan dalam
pengelolaan bentang alam di masing-masing kabupaten/kota disusun berdasarkan tata nilai
unsure penentu kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Penetapan kawasan yang memiliki nilai penting bagi konservasi keanekaragaman
hayati dilakukan melalui verifikasi berdasarkan unsur/elemen keanekaragaman hayati, yaitu
tingkat ekosistem, spesies, dan genetik. Penetapan ini dengan memperhatikan keunikan,
kelangsungan hidup/kemampuan adaptasi, dan manfaat (ekonomi, sosial, agama)
keanekaragaman hayati.
Selanjutnya proses identifikasi KBPKKH ini meliputi 6 (enam) tahap yaitu desk
study; persiapan verifikasi lapangan; verifikasi lapangan; analisis, evaluasi, dan deliniasi;
konsultasi public; dan penetapan Kawasan penting.
Desk study (kajian data dan informasi) bertujuan untuk mengetahui status kawasan
dan potensi keanekaragaman hayati, data/informasi diperoleh dari BAPPEDA, dinas-dinas
terkait termasuk BAPEDALDA, LSM, Perguruan Tinggi, LIPI dan pihak terkait lainnya.
Persiapan verifikasi lapangan bertujuan untuk mengetahui kondisi ekosistem, spesies, dan
sumber daya genetik di kawasan yang berpotensi untuk konservasi. Verifikasi lapangan ini
bertujuan untuk memverifikasi data yang sudah diperoleh. Selanjutnya analisis, evaluasi, dan
deliniasi bertujuan untuk mendeliniasi (memberikan gambaran) kawasan penting untuk
keanekaragaman hayati di dasarkan data/informasi hasil verifikasi lapangan yang terkumpul
dari dinas/instansi terkait.
Konsultasi public bertujuan untuk mendapatkan masukan dari public guna klarifikasi
dan pengayaan kawasan-kawasan yang memiliki nilai penting bagi konservasi serta untuk
mensosialisasikan temuan dan deliniasi kawasan penting yang telah ditentukan. Tahap
terakhir yaitu penetapan kawasan penting yang bertujuan untuk menetapkan kawasan penting
bagi konservasi keanekaragaman hayati. Penetapan ini dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan dan/atauevaluasi tata ruang wilayah Provinsi atau Kabupaten/Kota. Penetapan ini
pula yang memungkinkan pengelolaan keanekaragaman hayati daerah jangka Panjang.

IMPLEMENTASI PEDOMAN KONSERVASI KEANEKARAGAMAN HAYATI DI


DAERAH
Sebagai upaya dalam konservasi sumber daya hayati di sumatera selatan, pemerintah
membentuk taman nasional Siberut.
1. Letak dan Topografi

Gambar 1. Peta Taman Nasional Siberut.


(Sumber: Google Maps, 2020)

Secara administratif kawasan Taman Nasional Siberut terletak di Pulau Siberut,


Kabupaten Kepulauan Mentawai, Provinsi Sumatera Barat. Pulau Siberut merupakan
pulau terbesar dan berada paling ujung dari Kepulauan Mentawai, tepatnya 150 km dari
Sumatera yang terpisah sejak 500.000 juta tahun lalu. Sedangkan secara geografis TN
Siberut berada di 01°05’ – 01° 05’ Lintang Selatan dan 98° 36’ – 99° 03’ Bujur Timur.
Kondisi topografi taman nasional cukup beragam mulai dari datar, bergelombang, sampai
dengan berbukit-bukit. Beberapa area juga merupakan lereng dan lembah. Total luas TN
Siberut dan Kepulauan Menatawai adalah 400.000 hektar.
2. Iklim dan Hidrologi

Iklim di TN Siberut adalah iklim khatulistiwa yang panas dan lembab. Meskipun
begitu, curah hujannya tergolong tinggi dan musim kemarau berlangsung dalam waktu
yang relatif singkat dengan curah hujan rata-rata 3.320 mm per tahun. Suhu rata-rata
berada pada kisaran 22° – 31° Celcius serta kelembaban relatif konstan antara 91 sampai
95.

3. Geologi dan Tanah

Kawasan Siberut terbentuk dari serpihan, endapan, dan juga marmer yang berusia
cukup muda. Beberapa area mengandung sista, kuarsa, dan juga karang kapur sebagai
hasil dari masa Miocene. Ada pula bebatuan vulkanis yang merupakan hasil dari ledakan
vulkanis.

4. Ekosistem dan Zonasi

Taman Nasional Siberut mempunyai tujuh tipe ekosistem, antara lain:

a. Ekosistem hutan primer Dipterocarpaceae yang berada di areal perbukitan. Pada


ekosistem ini tinggi kanopi hutan antara 40 sampai 50 meter. Jenis pohon yang
dominan antara lain Dipterocarpus, Shorea, Vatica, Palaquium dan Hopea.
Berdasarkan data dari LIPI pada tahun 1995 tercatat adanya 81 spesies dan 59
dikawasan hutan primer TN Siberut.
b. hutan primer campuran yang dijumpai di sekitar perbukitan rendah dan lereng, tepat
di bawah hutan primer Dipterocarpaceae. Famili tumbuhan yang umum dijumpai
yaitu Euphorbiaceae, Myristicaceae, Dilleniaceae, Dipterocarpaceae dan Fabaceae.
c. Ekosistem hutan sekunder Dipterocarpaceae yang merupakan hasil dari regenerasi
bekas tebangan. Wilayahnya berada di bagian utara, selatan dan timur Siberut. Disini
banyak ditumbuhi oleh Macaranga, Trema dan Neolamarkis.
d. Ekosistem hutan rawa air tawar merupakan lahan basah yang berada di lembah dan
sekitar aliran sungai. Ekosistem ini merupakan habitat bagi tumbuhan palem, rotan,
pandan dan aroid.
e. Ekosistem hutan mangrove yang berada di sepanjang garis pantai. Menurut catatan
petugas TN Siberut apda tahun 2011 setidaknya terdapat 23 spesies mangrove
dimana 14 diantaranya merupakan jenis khas taman nasional.
f. Ekosistem hutan rawa sagu di Siberut memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat,
yakni mencapai 12 meter dalam 8 tahun dan 18 meter lebih tinggi banding sagu di
kawasan lain.
g. Ekosistem ketujuh adalah ekosistem pantai disebelah barat Siberut.

Sementara itu, tutupan hutan di kawasan ini terdiri dari 76% hutan primer, 6,5% sekunder
yang telah tereksploitasi, 5% hutan rawa, 5,97% belukar yang berada di daerah dataran, dan
sisanya sebanyak 4,53% merupakan lahan pertanian.

Pengelolaan taman nasional menerapkan sistem zonasi diantaranya adalah zona inti yang
berada di Siberut Utara dan Siberut Selatan, zona rimba yang mengelilingi zona inti, zona
pemanfaatan tradisional di sebelah barat daya sampai sebelah barat laut Pulau Siberut, serta
zona pemanfaatan intensif di Simabugai tepatnya antara Dudun Sirisurak dan Dusun Limau.

Flora dan Fauna Taman Nasional Siberut

Taman Nasional Siberut memiliki kondisi alam yang masih asri dan jarang tersentuh
oleh tangan manusia. Oleh sebab itu, berbagai spesies flora dan fauna dapat membentuk
habitat dengan baik di kawasan ini. Termasuk juga tumbuhan dan hewan endemik hingga
langka.

1. Flora

Ada lebih dari 896 spesies tumbuhan berkayu di Taman Nasional Siberut.
Beberapa diantaranya adalah kelompok herba, semak belukar, ephypit, dan liana.
Persebaran jenis flora tersebut juga mengikuti tipe ekosistem dari Taman Nasional
Siberut.

Beberapa diantaranya adalah spesies dari famili Euphorbiaceae, Myristicaceae,


Dilleniaceae, Dipterocarpaceae, dan Fabaceae. Ada juga Terminalia phellocarpa, aneka
jenis palem, bulu rotan (10 spesies Calamus, seperti Calamus manan dan Calamus
scipionum, 3 spesies Daemonorops, dan 2 spesies Korthalsia), dan aroid.
Gambar 2. Flora di Taman Nasional Siberut
(Sumber: https://dtechnoindo.blogspot.com, 2016)

Dapat pula dijumpai kelompok Rhizophora, Metroxylon (Metroxylon


sagu  dan Metroxylom rumphii) dengan ketinggian fantastis mencapat 12-18 meter, 18
spesies pakis, 5 spesies jamur dan lumut, serta beberapa spesies lain seperti Casuarina
equsetifolia, Hibiscus tiliaceus, Baringtonia sp., dan Pandanus sp.

Kawasan ini juga mempunyai beberapa jenis anggrek sejumlah 25 spesies yang
terbagi menjadi 22 anggrek epifit dan 3 anggrek tanah. Beberapa diantaranya adalah
anggrek bulan putih (Phalaenopsis amabilis), Coelogyne incrasata, Eria
nutans, Dendrobium paphyllum, dan lain sebagainya.

Tercatat ada 6 spesies flora yang merupakan jenis endemik di kawasan ini.
Keenam spesies tersebut adalah Mesua cathairinae, Diospyros brevicalyx, Aporusa
quadrangularis, Baccaurea dulcis, Drypetes subsymmetrica, dan Horsfieldia
macrothyrsa. 

2. Fauna

Terdapat 31 spesies mamalia yang hidup di Taman Nasional Siberut dengan


empat jenis merupakan primata endemik dan terancam punah seperti siamang Mentawai
(Hylobates klossii), lutung (Presbytis potenziani), monyet Mentawai (Simias concolor),
dan beruk (Macaca pagensis).

Kelompok aves atau burung yang berhasil tercatat sejumlah 135 spesies dan satu-
satunya jenis endemik di kawasan ini yaitu celepuk Mentawai (Otus mentawai).
Gambar 3. Flora di Taman Nasional Siberut
(Sumber: https://dtechnoindo.blogspot.com, 2016)

Kegiatan dan Potensi Wisata

Berbagai kegiatan dapat dilakukan di Taman Nasional Siberut mulai dari yang
sederhana sampai dengan yang menguji adrenalin. Untuk memenuhi hal tersebut pengunjung
dapat mengunjungi beberapa spot wisata di kawasan ini.

1. Trecking

Salah satu kegiatan paling menyenangkan di Taman Nasional Siberut


adalah trecking. Kegiatan ini dilakukan dengan berjalan kaki menyusuri hutan-hutan
primer dengan tanah berlumpur. Sepanjang perjalanan mata akan disuguhi pemandangan
seperti pepohonan Dipterocapaceae, berbagai spesies anggrek hutan, dan satwa liar.

Selain hutan, sungai juga menjadi lokasi yang tepat untuk disusuri. Pengunjung
akan melihat pondok atau sapou yang merupakan tempat masyarakat lokal beternak dan
berladang. Penyusuran sungai biasanya dilakukan dengan menggunakan sampan,
sehingga pengunjung lebih leluasa mengamati kehidupan masyarakat setempat di
sepanjang aliran sungai.

2. Air Terjun Ulukubuk


Lokasi yang juga menarik untuk dikunjungi adalah Air Terjun Ulukubuk yang
berlokasi di Desa Madobak. Di sini pengunjung dapat menikmati panorama yang
masih natural dan begitu indah.

3. Hutan Mangrove

Gambar 2. Hutan Mangrove di Teluk Katurei


(Sumber: https://rimbakita.com/taman-nasional-siberut, 2019)

Di Teluk Katurei terdapat hutan mangrove yang merupakan objek wisata


potensial. Apalagi dengan hutan bakau yang masih cukup asli dan membentang luas
tersebut berpadu dengan Teluk Katurei yang begitu tenang.

4. Mengunjungi Pulau Sekitar

Ada beberapa pulau kecil di bagian selatan Pulau Siberut seperti Pulau Karang
Bajat dan Pulau Nyang-Nyang. Pulau-pulau tersebut menjadi tujuan untuk wisata bahari
yang menyenangkan. Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain snorkeling, berenang,
memancing, atau sekadar menikmati pesona dari pantai berpasir putih.

Pulau lainnya adalah Pulau Bugei yang berada di Teluk Saibi Sarabua. Pulai ini
memiliki pasir pantai yang berwarna putih diterpa gulungan ombak. Ada juga padang
lamun dan gugusan terumbu karang yang tergolong sangat luas.

5. Wisata Budaya

Wisata budaya selalu memiliki tempat tersendiri di hati para penikmat keragaman
di Indonesia, termasuk bagi pengunjung Taman Nasional Siberut. Di sekitar kawasan ini
terdapat budaya khas warga setempat yang unik, seperti membuat tato dan
membuat kabit yang merupakan celana tradisional masyarakat Mentawai.
Selain itu, pada waktu tertentu juga diadakan upacara adat dengan menampilkan
tarian khas Mentawai yang disebut turuk. Ada juga prosesi pengobatan yang dilakukan
oleh sikerei yang merupakan dukun Mentawai.

Ancaman Terhadap TN Siberut

Penjagaan kawasan taman nasional bertujuan untuk melindungi kawasan dari ancaman-
ancaman kerusakan sebagai berikut:

 Pembukaan lahan untuk kepentingan komersial


 Pembalakan liar dan pencurian hasil hutan
 Erosi, banjir dan kekeringan
 Alih fungsi pemukiman

 Pengembangan wilayah (pemekaran kecamatan)


 Dikeluarkannya sejumlah HPH  oleh Menteri Kehutanan dan beberapa
tahun IPK (Izin Pemanfaatan Kayu) oleh Pemerintah Daerah Kabupaten
Kepulauan Mentawai.
 Konversi hutan menjadi lahan perkebunan seperti kelapa hibrida, kelapa
sawit, dan nilam
Selain itu, daerah disekitar Kepulauan Mentawai dan Siberut merupakan kawasan rawan
gempa dan tsunami sehingga konservasi harus dilakukan dengan lebih hati-hati.

Cara mencapai lokasi ;


Dari Padang (Muara Padang) ke Muara Siberut/Muara Sikabaluan/Muara Saibi dengan
menggunakan kapal laut reguler (3 kali seminggu). Biasanya berangkat dari pelabuhan Muara
Padang pada malam hari (jam 19.00), dan membutuhkan waktu perjalanan sekitar 10 jam.

PENGELOLAAN
Taman Nasional Siberut dikelola oleh Balai Taman Nasional Siberut sebagai Unit
Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen
Kehutanan.
Balai ini terbagi atas dua Seksi Wilayah Konservasi, yaitu ;
Seksi Konservasi Wilayah I, di Muara Sikabaluan, dan
Seksi Konservasi Wilayah II, di Muara Siberut.
Kawasan dikelola dengan sistem zona dan pembagian zona Taman Nasional Siberut telah
ditetapkan sebagai berikut :
– Zona Inti, terletak dibagian Siberut Utara dan Siberut Selatan seluas ± 46.533 Ha.
– Zona Rimba, terletak di sekeliling zona inti dengan luas ± 99.555 Ha.
– Zona Pemanfaatan Tradisional, terletak di sebelah Barat Daya sampai sebelah Barat Laut
Pulau Siberut dengan luas ± 44.392 Ha.
– Zona Pemanfaatan Intensif, terletak di Simabugai antara Dusun Sirisurak dan Dusun Limau
dengan luas 20 Ha.
Daftar Pustaka

Anonim. 2019. https://rimbakita.com/taman-nasional-siberut/

DLHBantul.2009. https://dlh.bantulkab.go.id/filestorage/dokumen/2020/01/PerMen%20LH%
20No. %2029%20Tahun%202009.pdf

Firmansyah, Saca. 2006. https://sacafirmansyah.wordpress.com/2006/11/08/taman-nasional-


siberut/

TFCA. 2016. http://tfcasumatera.org/bentang-alam-taman-nasional-siberut-dan-kepulauan-


mentawai/

Anda mungkin juga menyukai