Anda di halaman 1dari 6

Peritonitis

Peritonitis adalah kondisi di mana peritoneum mengalami peradangan. Peritoneum merupakan selaput yang melapisi
dinding perut bagian dalam sebagai pembatas dari organ-organ di dalam perut.
Peritonitis dapat diklasifikasikan menjadi primer, sekunder, atau tersier.
a. Peritonitis Primer (SBP Spontaneous Bacterial Peritonitis
Jenis peritonitis ini berasal dari infeksi bakteri. Hal ini dapat terjadi pada seseorang dengan gangguan hati
seperti sirosis hati atau gangguan ginjal seperti gagal ginjal. Kondisi ini dapat menyebabkan asites yaitu
penumpukan cairan di rongga perut yang kemudian dapat memicu terjadinya infeksi di rongga peritoneum.
Peritonitis bakteri spontan biasanya terjadi tanpa ada luka di dinding perut.

b. Secondary Peritonitis
Peritonitis sekunder terjadi akibat adanya luka pada dinding perut dan menyebabkan bakteri atau jamur dapat
menyebar melalui saluran pencernaan dan menginfeksi peritoneum.

c. Tertiary Peritonitis
Peritonitis tersier terjadi pada pasien sakit kritis dan itu menetap atau berulang setidaknya 48 jam setelah
penatalaksanaan yang memadai peritonitis primer atau sekunder.

Hiperkalemia
Dalam membahas kadar kalium, kita harus memahami bahwa komposisi elektrolit di berbagai kompartemen tubuh
berbeda. Ada kondisi yang dinamakan trans-cellular shift dimana elektrolit berpindah dari satu kompartemen ke
kompartemen tubuh yang lain.

Kalium sendiri dominan di kompartemen dalam sel atau intraseluler. Adapun kadar kalium yang sehari-hari dihitung
adalah kadar kalium darah atau di kompartemen ekstraseluler. Keseimbangan asupan dan pengeluaran kalium tubuh
sehari-hari dapat kita lihat melalui gambar berikut:

Kalium (K+) merupakan kation yang paling banyak ditemukan di tubuh. Sebanyak 98% kalium berada di intrasel,
terutama pada sel otot, dan hanya 2% berada di ekstrasel. Kalium pada umumnya dipertahankan dalam batas normal
dengan kisaran yang sempit melalui mekanisme homeostasis yang secara bergantian dan efisien mengatur distribusi
kalium antara kompartemen intrasel-ekstrasel dan ekskresi kalium.

Pada kondisi fisiologis, konsentrasi kalium intrasel mencapai 140 meq/L, sedangkan pada ekstrasel 4–5 meq/L.
Distribusi kation ini diregulasi oleh Na-K-ATPase yang memompa K+ ke dalam sel dan Na+ keluar sel dengan rasio
2:3 untuk mempertahankan potensi membran istirahat yang berperan penting dalam pembentukan aksi potensial sel-
sel otot.

Kalium terutama diekskresikan di ginjal (90%) dan hanya sebanyak 10% diekskresikan pada saluran gastrointestinal.
Gangguan pada distribusi kalium intrasel-ekstrasel atau ekskresi kalium dapat menyebabkan hiperkalemia.[5,7,8]

Hiperkalemia didefinisikan kadar kalium dalam darah ≥5,5 mmol/L. Banyak kondisi yang dapat menyebabkan
hiperkalemia, yaitu sebagai berikut:

 Transcellular shift
o Asidemia, defisiensi insulin, beta blocker, intoksikasi digitalis, nekrosis sel massif (lisis tumor,
rhabdomiolisis, iskemia usus, hemolisis), hyperkalemic periodic paralysis, succinylcholine
 Penurunan GFR (fungsi ginjal)
o Apapun yang menyebabkan AKI oliguria atau anuria serta gagal ginjal terminal (end stage renal
disease)
 GFR normal namun tanpa eksreksi kalium dari ginjal
o Fungsi aldosteron masih normal
 Penurunan volume efektif arterial (ekskresi ginjal menurun karena penurunan aliran urin dan
Na ke distal tubulus ginjal): CHF, sirosis
 Asupan kalium berlebih yang disertai gangguan ekskresi kalium atau transcellular shift: misal
pada ureterojejunostomi dimana terjadi penyerapan kalium urin di usus
o Hipoaldosteronisme: sama dengan etiologi RTA hipoaldosteronisme (RTA tipe IV)
 Penurunan renin: nefrofati diabetes, NSAID, nefritis interstitial kronis, HIV normal renin,
penurunan sintesis aldosteron, ACE-inhibitor, ARB, heparin
 Penurunan respon terhadap aldosteron: diuretik hemat kalium, TMP-SMX, pentamidin,
calcineurin inhibitor, penyakit tubulointerstitial (sickle cell, SLE, amiloidosis, diabetes)
Acute Kidney Injury
Acute kidney injury (AKI) merupakan suatu sindrom yang ditandai dengan gangguan fungsi ginjal dalam mengatur
komposisi cairan dan elektrolit tubuh, serta pengeluaran produk sisa metabolisme, yang terjadi tiba-tiba dan cepat.
Definisi AKI didasarkan kadar serum kreatinin (Cr) dan produksi urin (urine output/UO). Pada tahun 2004, acute
dialysis quality initiative (ADQI) mengganti istilah acute renal failure (ARF) menjadi acute kidney injury (AKI) dan
menghadirkan kriteria RIFLE yang terdiri dari 3 kriteria akut berdasarkan peningkatan kadar serum Cr dan UO
(Risiko/Risk, Cedera/Injury, Gagal/Failure) dan 2 kategori lain menggambarkan prognosis gangguan ginjal
Cardiac Arrest
Cardiac arrest sering kali merupakan komplikasi dari penyakit jantung lain, seperti penyakit aritmia.
Penanganan Cardiac arrest :
1. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk menangani pasien sudden cardiac arrest adalah CPR atau
RJP (resusitasi jantung paru).
2. Pemberian obat-obatan dan perawatan
Dengan pertimbangan waktu, pemberian epinefrin untuk henti jantung dengan irama yang dapat didefibrilasi
diperbolehkan setelah upaya defibrilasi awal gagal. Pemberian epinefrin lebih awal didukung oleh rekomendasi
berdasarkan. Setiap obat yang meningkatkan laju ROSC dan kelangsungan hidup tetapi diberikan setelah beberapa
menit waktu henti bisa jadi meningkatkan hasil penilaian neurologis yang menguntungkan dan tidak menguntungkan.

Terapi yang diberikan


Omeprazole  terapi stress ulcer akibat tirah baring dalam waktu yang lama, mengatasi ES analgetik

Bisoprolol  selective B1 blocker  efek inotropik dan kronotropik negatif (menurunkan kontraktilitas otot dan
denyut jantung)  mengurangi konsumsi oksigen sel-sel miokardium. Reseptor B1 terdapat pada sel-sel miosit
jantung dan sel-sel jukstaglomerular. Blok reseptor B1 pada sel-sel jukstaglomerular  blok pelepasan renin.

Furosemide  mencegah reabsorpsi Na di ginjal  meningkatkan ekskresi kalium melalui urin

Ca Gluconate  menstabilisasi myocardium dengan menaikkan threshold potensial aksi  mencegah fibrilasi
ventrikel dan memproteksi jantung. Pemberian Ca gluconate tidak mengurangi konsentrasi K+ dan durasi kerja hanya
60 menit. Pemberian kalsium direkomendasikan pada pasien hiperkalemia dengan perubahan EKG atau pasien
hiperkalemia dengan kadar K+ >6.5 mmol/L tanpa pemeriksaan EKG (tidak tersedia saat itu).

Insulin  Insulin mampu menurunkan konsentrasi K+ plasma dengan memasukkan K+ ke intraseluler. Tipe insulin
yang digunakan ialah regular atau short acting. Untuk mencegah hipoglikemia, perlu diberi infus dextrose. Jika pasien
hiperglikemia (glukosa >200 mg/dL) insulin dapat diberikan tanpa glukosa dengan pemantauan ketat glukosa plasma.

Kalitake  kation exchange resin  pergantian Na+ dengan K+ pada saluran GI  meningkatkan ekskresi K+ pada
feses. Onset lama dan sulit diprediksi, dalam keadaan darurat harus dipertimbangkan alternatif dan tata laksana
lainnya.

SEPSIS
Istilah Sepsis menurut konsensus terbaru adalah keadaan disfungsi organ yang mengancam jiwa yang disebabkan
karena disregulasi respon tubuh terhadap infeksi. Penggunaan kriteria SIRS untuk mengidentifikasi sepsis dianggap
tidak membantu lagi. Kriteria SIRS tidak menggambarkan adanya respon disregulasi yang mengancam jiwa.
Disfungsi organ didiagnosis apabila peningkatan skor SOFA ≥ 2. Dan istilah sepsis berat sudah tidak digunakan.
Septik syok didefinisikan sebagai keadaan sepsis dimana abnormalitas sirkulasi dan metabolik yang terjadi dapat
menyebabkan kematian secara signifikan.
Sepsis adalah adanya respon sistemik terhadap infeksi di dalam tubuh yang dapat berkembang menjadi sepsis berat
dan syok septic. Komponen dasar dari penanganan sepsis dan syok septik adalah resusitasi awal, vasopressor/
inotropik, dukungan hemodinamik, pemberian antibiotik awal, kontrol sumber infeksi, diagnosis (kultur dan
pemeriksaan radiologi), tata laksana suportif (ventilasi, dialisis, transfusi) dan pencegahan infeksi. Karena infeksi
menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan komponen penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian
akan meningkat dengan adanya penundaan penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan keefektifitas penggunaan
antibiotik, penggunaan antibiotik berspektrum luas sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan
kuman.14 Dan hal ini dilakukan sesegera mungkin. Protokol terbaru merekomendasikan bahwa penggunaan antibiotik
harus diberikan maksimal dalam waktu 1 jam. Rekomendasi ini berdasarkan berbagai penelitian yang meunjukkan
bahwa penundaan dalam penggunaan antibiotik berhubungan dengan peningkatan resiko kematian.13 Penggunaan
vasopressor yang direkomendasikan adalah norepinefrin untuk mencapai target MAP ≥ 65 mmHg. Penggunaan cairan
yang direkomendasikan adalah cairan kristaloid dengan dosis 30 ml/kgBB dan diberikan dengan melakukan fluid
challenge selama didapatkan peningkatan status hemodinamik berdasarkan variabel dinamis (perubahan tekanan nadi,
variasi volum sekuncup) atau statik (tekanan nadi, laju nadi).
Digoxin

digoksin adalah menghambat Na/K ATase, menghasilkan peningkatan sodium intrasel yang menyebabkan
lemahnya pertukaran sodim/kalium dan meningkatkan kalsium intrasel. Hal tersebut dapat meningkatkan
penyimpanan kalsium intrasellular di sarcoplasmic reticulum pada otot jantung, dan dapat meningkatkan
cadangan kalsium untuk memperkuat /meningkatkan kontraksi otot.

Terjadinya kontraki otot jantung dikarenakan Ca++ intrasel akan mengikat suatu protein yaitu troponin.
Dalam keadaan relaks, troonin berada dalam keadaan berikatan dengan aktin-miosin yang menyebabkan
hambatan terhadap interaksi aktin-miosin yang diperlukan untuk kontraksi. Dengan terikatnya Ca++ dengan
troponin, maka troponin akan terlepa dari katannya dengan aktin-miosin sehingga memungkinkan interaksi
aktin-miosin bekerja memicu kontraksi.

Anda mungkin juga menyukai