Anda di halaman 1dari 21

MATERI

PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL (PPH FINAL)

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Audit Perpajakan


Dosen Pengampu : Nurdina, S.E., M.SA.

Disusun Oleh :
2019/C
Kelompok 7 :
1. Gresya Puspita Dewi (191600057)
2. Rizka Anggrainy (191600066)
3. Aulia Rahmayanti (191600104)
4. Erna Nur Yuli Ana (191600172)
5. Indah Fitriana Putri (191600174)
6. Meita Ais Vikadanty (191600228)
7. Yunia Salasa Tri I.R. (191600255)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA SURABAYA
2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2

1. PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL (PPH FINAL).....................................3

1.1 PENGERTIAN..........................................................................................................3

1.2 PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DAN DEPOSITO LAINNYA...........3

1.3 BUNGA OBLIGASI DAN SURAT UTANG NEGARA........................................6

1.4 BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN KOPERASI KEPADA


ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI....................................................................7

1.5 HADIAH UNDIAN....................................................................................................8

1.6 TRANSAKSI SAHAM DAN SEKURITAS LAINNYA........................................8

1.7 PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN.....................10

1.8 USAHA JASA KONSTRUKSI..............................................................................13

1.9 PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN............................................15

1.10 WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU.....16

1.11 CONTOH KASUS...................................................................................................18

2
1. PAJAK PENGHASILAN BERSIFAT FINAL (PPH FINAL)

1.1 PENGERTIAN
Pajak penghasilan bersifat final adalah pajak yang tidak dapat dikreditkkan
(dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak. PPh final
merupakan pajak penghasilan yang sifatnya langsung diberikan kepada Wajib Pajak
(WP) pada saat menerima penghasilan dan tidak akan dihitung lagi dalam SPT
Tahunan PPh, hanya melaporkannya. Jadi, WP langsung menyetorkan PPh Final,
tetapi tetap perlu untuk melaporkannya secara tertulis dalam formulir SPT Tahunan.
Berdasarka Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang PPh (Direktorat Jenderal Pajak, 2009),
pajak penghasilan yang bersifat final terdiri atas :
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota
koperasi orang pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan
penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan
modal ventura.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.
e. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.

1.2 PAJAK PENGHASILAN ATAS BUNGA DAN DEPOSITO LAINNYA


1.2.1 Pengenaan Pajak Penghasilan dan Tarif Pajak
1. Pemotongan Paja Penghasilan atas bunga dari Deposito dan Tabungan serta
Diskonto SBI bersifat final adalah sebagai berikut.
a. Bunga dari Deposito DHE dalam mata uang dolar Amerika Serikat yang
ditempatkan di dalam negeri pada bank yang didirikan atau bertempat
kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak
Penghasilan bersifat final dengan tarif sebagai berikut.

3
1) Tarif 10% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangkan waktu
satu bulan;
2) Tarif 7,5% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu tiga
bulan;
3) Tarif 2,5% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu
enam bulan; dan
4) Tarif 0% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu lebih
dari enam bulan.
b. Bunga dari deposito DHE dalam mata uang rupiah yang ditempatkan di dalam
negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat
final dengan tarif sebagai berikut.
1) Tarif 7,5% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu satu
bulan;
2) Tarif 2,5% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu tiga
bulan; dan
3) Tarif 0% dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan jangka waktu enam
bulan atau lebih dari enam bulan.
c. Bunga dari Tabungan dan Diskonto SBI, serta bunga dari Deposito dikenai
Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut.
1) Tarif 20% dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk
usaha tetap; dan
2) Tarif 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku, terhadap Wajib Pajak luar
negeri
2. Ketentuan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari Deposito
sebagaimana yang dimaksud pada poin 1 huruf a dan b diatas tidak berlaku dalam
hal Devisa Hasil Ekspor yang atas bunga Depositonya telah dikenai Pajak
Penghasilan dengan tarif sebagaimana yang dimaksud pada poin 1 huruf a dan b
ditempatkan kembali sebagai Deposito, termasuk melalui mekanisme perpanjangan
Deposito.
3. Terhadap Deposito yang ditempatkan kembali sebagai Deposito termasuk melalui
mekanisme perpanjangan Deposito sebagaimana yang dimaksud pada poin 2, atas

4
bunga dari Deposito dimaksud dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif 20% dari
jumlah bruto.
4. Bunga Deposito yang dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin
1 huruf a dan b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut.
a. Sumber dana Deposito merupakan dana Devisa Hasil Ekspor yang diperoleh
setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 123 Tahun 2015 yang
dibuktikan dengan dokumen berupa laporan penerimaan Devisa Hasil Ekspor
melalui bank devisa sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia
yang mengatur mengenai penerimaan Devisa Hasil Ekspor;
b. Sumber dana Deposito berasal dari pemindahbukuan dana Devisa Hasil Ekspor
yang ditempatkan pada rekening milik eksportir pada bank tempat diterimanya
Devisa Hasil Ekspor dari luar negeri dan rekening milik eksportir dimaksud
hanya digunakan untuk menampung dana Devisa Hasil Ekspor;
c. Depositor ditempatkan pada bank yang sama dengan bank tempat diterimanya
Devisa Hasil Ekspor dari luar negeri; dan
d. Harus dilampiri surat pernyataan dari eksportir yang paling sedikit memuat:
1) Identitas eksportir antara lain nama, alamat, NPWP, dan nomor rekening
penempatan dana Devisa Hasil Ekspor;
2) Data dana Devisa Hasil Ekspor antara lain nilai ekspor, saat diperolehnya
dana Devisa Hasil Ekspor, nomor dan tanggal Pemberitahuan Ekspor Barang,
dan jenis valuta;
3) Pernyataan bahwa sumber dana rekening sebagaimana dimaksud pada poin 4
huruf b berasal dari Devisa Hasil Ekspor; dan
4) Pernyataan bahwa sumber dana Deposito bukan berasal dari penempatan
kembali Deposito termasuk melalui mekanisme perpanjangan Deposito.
5. Apabila deposito yang dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor sebagaimana
yang dimaksud pada poin 1 huruf a dan b dicairkan sebelum jangka waktu deposito
bersangkutan, atas bunga deposito tersebut dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif
20% dari jumlah bruto.
6. Apabila sumber dana Deposito sebagian atau seluruhnya bukan berasal dari dana
Devisa Hasil Ekspor, atas bunga Deposito bersangkutan seluruhnya dikenai Pajak
Penghasilan dengan tarif 20% dari jumlah bruto.
1.2.2 Pemotong PPh

5
1. Bank yang membayar bunga tabungan dan/atau Deposito serta Bank Indonesia
yang menerbitkan SBI.
2. Dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan atau yang telah
mendapatkan izin dari OJK dan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas
diskonto apabila menjual SBI kepada:
a. Lembaga bukan bank; atau
b. Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan atau
belum mendapat pengesahan dari OJK.
1.2.3 Dikecualikan dari Pemotong PPh
1. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI, untuk jumlah Deposito dan
Tabungan serta SBI yang tidak melebihi Rp 7.500.000.
2. Bunga dan Diskonto SBI yang diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri Indonesia.
3. Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh
Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah
mendapat izin dari OJK yang dananya diperoleh dari sumber pendapatan
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1992 tentang Dana Pensiun; atau
4. Bunga Tabungan pada bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka pemilikan
rumah sederhana dan sangat sederhana, kavling siap bangun untuk rumah
sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sesuai dengan ketentuan yang
berlaku, untuk dihuni sendiri.

1.3 BUNGA OBLIGASI DAN SURAT UTANG NEGARA


Obligasi adalah surat utang dan surat utang negara yang berjangka waktu lebih
dari dua belas bulan. Bunga obligasi adalah imbalan yang didapat oleh pemegang
obligasi dalam bentuk bunga dan/atau diskonto.
1.3.1 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan atas bunga obligasi adalah:
1. Bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi WP Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap; dan
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi WP Luar Negeri selain bentuk usaha tetap,

6
dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan obligasi.
2. Diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
a. 15% bagi WP Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap; dan
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
berganda bagi WP Luar Negeri selain bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi,
tidak termasuk bunga berjalan.
3. Diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
a. 15% bagi WP Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap; dan
b. 20% atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak
4. Bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh WP
reksadana yang terdaftar pada OJK sebesar:
a. 5% untuk tahun 2014 sampai 2020; dan
b. 10% untuk tahun 2021 dan seterusnya.
1.3.2 Pemotongan PPh
Pemotongan PPh bunga obligasi adalah :
1. Penerbitan obligasi dan kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk, atas
bunga dan/atau diskonto yang diterima pemegang obligasi dengan kupon pada saat
jatuh tempo bunga obligasi, dan diskonto yang diterima pemegang obligasi tanpa
bunga pada saat jatuh tempo obligasi; dan/atau
2. Perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku pedagang perantara dan.atau pembeli,
atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi pada saat transaksi.
1.3.3 Dikecualikan dari Pemotongan PPh
Tidak dilakukan pemotongan PPh bersifat final atas bunga obligasi yang diterima
oleh:
1. WP dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan; dan
2. WP bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.

1.4 BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN KOPERASI KEPADA


ANGGOTA KOPERASI ORANG PRIBADI
1.4.1 Objek dan Tarif Pajak

7
Yang menjadi objek pajak kali ini yaitu penghasilan berupa simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada anggota koperasi orang
pribadi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Besarnya pajak penghasilan
adalah :
1. 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000/bulan;
atau
2. 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih dari
Rp 240.000/bulan.
1.4.2 Saat Terutang, Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Dipotong oleh koperasi yang melakukan pembayaran bunga simpanan kepada
anggota koperasi orang pribadi pada saat pembayaran.
2. Koperasi memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4
ayat (2) kepada WP orang pribadi yang dipotong Pajak Penghasilan setiap
melakukan pemotongan.
3. Kewajiban memberikan tanda bukti pemotongan Pajak Penghasilan Final Pasal 4
ayat (2) tetap dilakukan terhadap penghasilan dari bunga simpanan yang dikenai
tarif pemotongan sebesar 0%.
4. Pajak Penghasilan yang telah dipotong oleh koperasi wajib disetor ke Kas Negara
melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama
tanggal 10 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan
SSP.
5. Koperasi wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan penyetoran Pajak
Penghasilan paling lama 20 hari setelah masa pajak berakhir menggunakan Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 ayat (2).

1.5 HADIAH UNDIAN


Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan melalui suatu undian. Hadiah undian ini nantinya yang akan menjadi suatu
objek pajak. Yang tidak termasuk dalam pengertian hadian dan penghargaan yang
dikenakan Pajak Penghasilan adalah hadiah langsung dalam penjualan barang dan jasa
sepanjang diberikan kepada semua pembeli atau konsumen akhir tanpa diundi dan
hadiah tersebut diterima langsung oleh konsumen akhir pada saat pembelian barang
atau jasa.

8
Hadiah undian dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) yakni sebesar 25%
dari jumlah bruto hadiah yang bersifat final oleh penyelenggara kegiatan. Pihak
pemotong PPh yaitu pnyelenggara undian baik orang pribadi, badan, kepanitiaan,
organisasi (termasuk organisasi internasional) atau penyelenggara lainnya termasuk
pengusaha yang menjual barang atau jasa yang memberikan hadiah dengan cara
diundi.

1.6 TRANSAKSI SAHAM DAN SEKURITAS LAINNYA


1.6.1 Pengertian
1. Termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah :
a. Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang
dikeluarkan setelah penawaran umum perdana (initial public offering);
b. Saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
2. Tidak termasuk dalam pengertian saham pendiri adalah :
a. Saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam
bentuk saham;
b. Saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana (initial public
offering) yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu
(right issue), waran, obligasi konversi, dan efek konversi lainnya;
c. Saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksadana.
3. Pendiri adalah orang pribadi atau badan yang namanya tercatat dalam daftar
pemegang saham Perseroan Terbatas atau tercantum dalam Anggaran Dasar
Perseroan Terbatas sebelum pernyataan pendaftaran yang diajukan kepada Badan
Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dalam rangka penawaran umum perdana
(initial public offering) menjadi efektif.
4. Termasuk dalam pengertian pendiri adalah orang pribadi atau badan yang
menerima pengalihan saham dari pendiri karena warisan, hibah yang memenuhi
syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-Undang PPh, cara lain yang tidak
dikenakan Pajak Penghasilan pada saat pengalihan tersebut.
1.6.2 Objek dan Tarif Pajak
Yang menjadi objek pajak kali ini yaitu penghasilan yang diterima atau diperoleh
orang pribadi atau badan dari transaksi penjualan saham di bursa efek. Besarnya tarif
Pajak Penghasilan adalah 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan. Pemilik

9
saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari nilai saham
perusahaan pada saat penutupan bursa di akhir tahun 1996. Dalam hal saham
perusahaan diperdagangkan di bursa efek setelah 1 Januari 19977, maka nilai saham
ditetapkan sebesar harga saham pada saat penawara umum perdana.
1.6.3 Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Pengenaan Pajak Penghasilan dilakukan dengan cara pemotongan oleh
penyelenggaraan bursa efek melalui perantara pedagang efek pada saat pelunasan
transaksi penjualan saham.
2. Penyelenggara bursa efek wajib menyetor Pajak Penghasilan kepada bank persepsi
atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya tanggal 20 setiap bulan atas transaksi
penjualan saham yang dilakukan dalam bulan sebelumnya.
3. Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan tentang pemotongan dan
penyetoran Pajak Penghasilan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat
selambat-lambatnya tanggal 25 pada bulan yang sama dengan bulan penyetoran.

1.7 PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


1.7.1 Pengertian
Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan meliputi hal-hal berikut :
1. Hak atas tanah dan/atau bangunan adalah semua hak atas tanah dan/atau bangunan
antara lain dapat berupa:
a. Hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai, sebagaimana
diatur dalam undang-undang mengenai peraturan dasar pokok-pokok agraria;
b. Hak milik atas satuan rumah susun dan kepemilikan bangunan gedung satuan
rumah susun sebagaimana diatur dalam undang-undang mengenai rumah susun.
2. Perjanjian pengikatan jual-beli atas tanah dan/atau bangunan merupakan
kesepakatan jual-beli antara para pihak yang dapat berupa surat perjanjian
pengikatan jual-beli, surat pemesanan unit, kwitansi pembayaran uang muka, atau
bentuk kesepakatan lainnya antara pihak yang menjual atau bermaksud menjual
tanah dan/atau bangunan dan pihak yang membeli atau bermaksud membeli tanah
dan/atau bangunan.
3. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan adalah penghasilan
yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau

10
bangunan melalui penjualan, tukar penukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang,
hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak.
4. Penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh:
a. Pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli
pada saat perjanjian dimaksud pertama kali ditandatangani; atau
b. Pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual-beli
sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual-beli,
dalam hal terjadi perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual-beli
tersebut.
1.7.2 Objek dan Subjek Pajak
Yang menjadi objek Pajak Penghasilan kali ini adalah penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau dari perjanjian
pengikatan jual-beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya. Subjek
pajaknya adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh
penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan atau perjanjian
pengikatan jual-beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya.
1.7.3 Dikecualikan dari Subjek Pajak
Pihak-pihak yang dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan Pajak
Penghasilan dengan diberikan penerbitan Surat Keterangan Bebas adalah :
1. Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah PTKP yang melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya
kurang dari Rp 60.000.000 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
2. Orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
3. Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan
cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk
yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan,

11
sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
4. Pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris;
5. Badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan oleh
Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
6. Orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan
dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna,
atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau
7. Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.
1.7.4 Tarif Pajak
1. Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
adalah sebesar:
a. 0% atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah,
BUMN yang mendapat penugasan khusus dari pemerintah atau BUMD yang
mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud dalam
undang-undang yang mengatur tentang pengadaan tanah bagi pembangunan
untuk kepentingan umum;
b. 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa
rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh WP yang
usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
c. 2,5% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan,
selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan huruf b di atas.
Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud di
atas adalah:
1) Nilai berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, dalam hal pengalihan
hak kepada pemerintah;
2) Nilai menurut risalah lelang, dalam hal pengalihan hak sesuai dengan
pengaturan lelang;
3) Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak
atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual-beli yang tidak

12
dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud
pada angka 1) dan angka 2);
4) Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual-beli yang dipengaruhi
hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada angka 1)
dan angka 2);
5) Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar,
dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melakuki
tukar menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain
yang disepakati antara para pihak.
2. Besarnya Pajak Penghasilan atau penghasilan dari perjanjian pengikatan jual-beli
atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya dihitung berdasarkan tarif
sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas dari jumlah bruto, yaitu:
a. Nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah
dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi
hubungan istimewa; atau
b. Nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam
hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan
yang dipengaruhi hubungan istimewa.
3. Rumah sederhana dan rumah susun sederhana sesuai dengan kriteria rumah
sederhana dan rumah susun sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Menteri Keuangan yang mengatur mengenai batasan rumah sederhana dan rumah
susun sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
1.7.5 Tata Cara Pelunasan dan Pelaporan
1. Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, dipungut Pajak
Penghasilan oleh bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran
atau pejabat yang menyetujui tukar-menukar.
2. Bendahara pemerintah atau pejabat wajib menyetor Pajak Penghasilan yang telah
dipungut ke kas negara, sebelum melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau
badan yang berhak menerimanya atau sebelum tukar-menukar dilaksanakan.

13
3. Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan SSP atau sarana
administrasi lain yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar menukar.
4. Dalam hal penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada
pemerintah dikenai tarif 0%, bendahara pemerintah atau pejabat tidak perlu
mengisi SSP.
5. Pelunasan Pajak Penghasilan yang terutang atas penghasilan dari perjanjian
pengikatan jual-beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya wajib
dilakukan melalui penyetoran sendiri ke kas negara oleh orang pribadi atau badan
yang merupakan pihak penjual atau pihak pembeli.

1.8 USAHA JASA KONSTRUKSI


Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi,
layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi
pengawasan konstruksi.
1.8.1 Objek dan Tarif Pajak
Objek pajak atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dikenakan penghasilan yang
bersifat final. Tarif pajak untuk WP dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT)
yang menerima penghasilan dari jasa konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan sebagai
berikut.

Tabel Memiliki Kualifikasi Usaha


Bentuk Usaha Klasifikasi Usaha Tarif
2% dari penerimaan pembayaran
Kecil
Pelayanan tidak termasuk PPN
Konstruksi 3% dari penerimaan pembayaran
Menengah dan Besar
tidak termasuk PPN
Perencanaan dan Kecil, Menengah, dan 4% dari penerimaan pembayaran
Pengawasan Besar tidak termasuk PPN

Tabel Tidak Memiliki Kualifikasi Usaha


Bentuk Usaha Tarif
4% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk
Pelaksana Konstruksi
PPN

14
6% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk
Perencanaan dan Pengawasan
PPN

1.8.2 Pemotongan dan Penyetoran


1. Pajak Penghasilan dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal
pengguna jasa merupakan pemotong pajak.
2. Pajak Penghasilan disetor sendiri oleh penyedia jasa, dalam hal pengguna jasa
bukan merupakan pemotong pajak
3. Dalam hal:
a. Terdapat selisih kekurangan PPh yang terutang berdasarkan nilai kontrak jasa
konstruksi dengan PPh berdasarkan pembayaran yang telah dipotong atau
disetor sendiri, selisih kekurangan tersebut disetor sendiri oleh penyedia jasa.
b. Nilai kontrak jasa konstruksi tidak dibayar sepenuhnya oleh pengguna jasa atas
nilai kontrak jasa konstruksi yang tidak dibayar tersebut dicatat sebagai piutang
yang tidak dapat ditagih.

1.9 PERSEWAAN TANAH DAN/ATAU BANGUNAN


1.9.1 Objek Pajak
Penghasilan termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau
badan pemegang hak atas tanah dari investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian
Bangun Guna Serah, meliputi:
a. Penghasilan atas pembayaran berkala selama masa yang diserahkan sebelum
perjanjian Bangun Guna Serah;
b. Penghasilan dalam bentuk bangunan yang diserahkan atau seharusnya diserahkan
pada saat perjanjian Bangun Guna Serah berakhir; dan/atau
c. Penghasilan lain terkait perjanjian Bangun Guna Serah, termasuk pembayaran
terkait bagi hasil penggunaan bangunan dan denda perjanjian Bangun Guna Serah.
1.9.2 Tarif Pajak
Besarnya Pajak Penghasilan yang terutang bagi WP orang pribadi maupun WP badan
yang menerima atau memperoleh penghasilan dari persewaan tanah adalah 10% dari
jumlah bruto nilai persewaan tanah dan bangunan. Jumlah bruto nilai persewaan
adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau

15
bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya
keamanan, dan service charge, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun
yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.
1.9.3 Tata Cara Pelunasan
Tata cara pelunasan Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan
dilakukan melalui:
1. Pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah Badan Pemerintah, Subjek
Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap,
kkerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi
yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Penyetoran sendiri oleh orang yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang
pribadi atau bukan subjek pajak.
1.9.4 Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
1. Dalam melaksanakan pemotongan Pajak Penghasilan, pihak penyewa wajib:
a. Memotong Pajak Penghasilan yang terutang pada saat pembayaran atau
terutangnya sewa, tergantung peristiwa mana yang lebih dahulu terjadi;
b. Menyetor Pajak Penghasilan yang terutang di Bank Persepsi atau Kantor Pos
dan Giro paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;
c. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan yang terutang ke
Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.
2. Dalam melaksanakan penyetoran sendiri Pajak Penghasilan, pihak yang
menyewakan wajib:
a. Menyetor Pajak Penghasilan yang terutang ke Bank Persepsi atau Kantor Pos
dan Giro paling lambat tanggal 15 bulam takwim berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa;
b. Melaporkan pemotongan dan penyetoran Pajak Penghasilan yang terutang ke
Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya
setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa.

1.10 WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU


1.10.1 Objek Pajak

16
Penghasilan dari ysaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki
peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka
waktu tertentu. Jangka waktu tertentu pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat
final yaitu paling lama:
1. Tujuh tahun pajak bagi WP orang pribadi,
2. Empat tahun pajak bagi WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer,
atau firma; dan
3. Tiga tahun pajak bagi WP badan berbentuk perseroan terbatas
1.10.2 Subjek Pajak (Wajib Pajak)
WP orang pribadi dan WP badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma,
atau PT, yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp 4.800.000.000.
1.10.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak (Wajib Pajak)
1. WP memilih untuk dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum pajak penghasilan.
2. WP badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma dibentuk oleh beberapa
WP orang pribadi yang memiliki keahlian khusus menyerahkan jasa sejenis dengan
jasa sehubungan dengan pekerjan bebas, seperti pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, pemain musik, olahragawan, agen iklan, perantara, pengawas atau
pengelola proyek, agen asuransi, dan masih banyak lagi.
3. WP badan memperoleh fasilitas PPh berdasarkan:
a. Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan; atau
b. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan
Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan beserta
perubahan atau penggantinya; dan
c. WP berbentuk Badan Usaha Tetap.
1.10.4 Tarif dan Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh yang bersifat final adalah sebesar 0,5%. Jumlah peredaran bruto atas
penghasilan dari usaha setiap bulan merupakan dasar pengenaan pajak yang
digunakan untuk menghitung PPh yang bersifat final. Peredaran bruto yang dijadikan
dasar pengenaan pajak merupakan imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai
uang yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan,
potongan tunai, dan/atau potongan sejenis.
1.10.5 Penghitungan Pajak Penghasilan Terutang

17
PPh terutang dihitung berdasarkan tarif pajak dikalikan dengan dasar pengenaan pajak
yang dapat dirumuskan sebagai berikut.
PPh Terutang = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= 0,5% x Jumlah peredaran bruto tiap bulan

Contoh:
CV Bahari memiliki usah apenjualan gerabah berdasarkan pembukuan atau catatan
pada tahun pajak 2018 (Januari-Desember 2018), memiliki peredaran bruto sebesar
Rp 4.000.000.000. Dengan demikian, atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh
CV Bahari pada tahun 2018 dikenai PPh bersifat final sebesar 0,5%.
Jika CV Bahari pada bulan Agustus 2019 memperoleh penghasilan dari usaha
penjualan gerabah sebesar Rp 50.000.000, maka PPh bersifat final yang terutang
untuk bulan Agustus 2019 dihitung sebagai berikut.
PPh yang bersifat final = 0,5% x Rp 50.000.000 = Rp 250.000
1.10.6 Penyetoran dan Pelaporan
1. PPh yang terutang berdasarkan PP No. 23 Tahun 2018 dilunasi dengan cara:
a. Disetor sendiri oleh WP yang memiliki peredaran bruto tertentu untuk setiap
tempat kegiatan usaha. Penyetoran PPh dilakukan setiap bulan paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir dan wajib
menyampaikan SPT Masa Pajak Penghasilan paling lama 20 hari setelah masa
pajak berakhir.
b. Dipotong atau dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak yang ditunjuk
sebagai pemotong atau pemungut pajak dalam kedudukan sebagai pembeli atau
pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan PPh berdasarkan PP
No. 23 Tahun 2018 dengan tarif sebesar 0,5% terhadap WP yang memiliki surat
keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Dilakukan untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang
merupakan objek pemotongan atau pemungutan PPh sesuai ketentuan yang
mengatur mengenai pemotongan atau pemungutan PPh; dan
2) WP bersangkutan harus menyerahkan fotocopy Surat Keterangan dimaksud
kepada Pemotong atau Pemungut Pajak.
2. WP yang telah melakukan penyetoran PPh dianggap telah menyampaikan SPT
Masa Pajak Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi nomor transaksi

18
penerimaan negara yang tercantum pada SSP atau sarana administrasi lain yang
dipersamakan dengan SSP.
3. Dalam hal WP tidak memiliki peredaran usaha pada bulan tertentu, WP tidak wajib
menyampaikan SPT Masa.

1.11 CONTOH KASUS


1. Agus Hidayat menjalankan usaha bengkel reparasi motor sekaligus menjual suku
cadangnya. Agus Hidayat yang telah terdaftar sebagai WP sejak tahun 2009
memiliki dua buah bengkel yang berada di wilayah yang berbeda, yakni bengkel A
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) X dan bengkel B terdaftar di KPP Y.
Berdasarkan pencatatannya selama tahun 2018 masing-masing bengkel tersebut
memiliki peredaran bruto sebagai berikut.
Peredaran bruto bengkel A = Rp 100.000.000
Peredaran bruto bengkel B = Rp 150.000.000
Ditanya: hitung besarnya PPh final yang dikenakan!
Dijawab:
Peredaran bruto yang dijadikan dasar penentuan tarif PPh yang bersifat final adalah
jumlah peredaran bruto bengkel A dan bengkel B yakni sebesar Rp 250.000.000.
Karena total peredaran bruto selama tahun 2018 kurang dari Rp4.800.000.000
maka atas penghasilan dari usaha yang diterima oleh Agus Hidayat pada tahun
2018 dikenai PPh yang bersifat final sebesar 0,5% dari peredaran bruto.
Misalkan pada bulan Januari 2019, Agus Hidayat memperoleh peredaran bruto dari
bengkel A sebesar Rp 10.000.000 dan dari bengkel B sebesar Rp 15.000.000, maka
paling lambat pada tanggal 17 Februari 2019 (karena tanggal 15 Februari jatuh
pada hari Sabtu), Agus Hidayat wajib menyetorkan PPh yang bersifat final sebesar:
a. Bengkel A
PPh = 0,5% x Rp 10.000.000 = Rp 50.000 (Dilaporkan ke KPP X)
b. Bengkel B
PPh = 0,5% x Rp 15.000.000 = RP 75.000 (Dilaporkan ke KPP Y)

2. PT Berdikari yang bergerak di bidang industri terigu beralamat di Jl. Dahlia No.
100, Ternate. Perusahaan tersebut telah terdaftar sebagai WP, sehingga diwajibkan

19
untuk memotong PPh atas pembayaran yang dilakukan. Berikut data-data terkait
dengan PT Berdikari:
1) Data Perusahaan
Nama Perusahaan : PT Berdikari
NPWP : 16.184.300.8-942.000
Telepon : (0921) 8587888
Jenis Usaha : Industri Terigu
Nama Pimpinan : Rusdan Hanafi
2) Transaksi
Pada bulan Agustus 2018 melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) atas
pembayaran yang dilakukan sebagai berikut:
3 Agustus Membayar imbalan jasa pelaksana konstruksi kepada PT Archi
sebesar Rp 75.000.000. PT Archi beralamat di Jl. Nusa Indah
No. 1, Ternate, NPWP 16.184.222.8-942.000 dan bergerak
sebagai penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil.
15 Agustus Menyelenggaraakan undian berhadiah dalam rangka
memperingati 30 tahun berdirinya PT Berdikari. Undian
berhadiah dilakukan atas pelanggan yang mengirimkan
kemasan terigu selama 6 bulan pertama di tahun 2018. Pada
undian tersebut berhadiah uang tunai sebesar Rp 100.000.000
yang dimenangkan oleh Zaky Badrol. Zaky Badrol beralamat di
Jl. Mawar No. 12, Ternate
25 Agustus Membayar sewa tanah dan bangunan di Jl. Ahmad Dahlan No.
1, Ternate kepada Algra Syafi sebesar Rp 30.000.000. Algra
Syafi beralamat di Jl. Dukuh Timur No. 15, Ternate.

Ditanya: Hitung PPh yang harus dipotong oleh PT Berdikari!


Dijawab:
PPh Pasal 4 Ayat (2) Wajib Pajak PPh yang Dipotong
Jasa Pelaksana
PT Archi Rp 75.000.000 x 2% = Rp 1.500.000
Konstruksi
Hadiah Undian Zaky Badrol Rp 100.000.000 x 25% = Rp 25.000.000

20
Sewa Tanah dan
Algra Syafi Rp 30.000.000 x 10% = Rp 3.000.000
Bangunan

21

Anda mungkin juga menyukai