Suatu hari ada sepasang suami istri yang hidup miskin. Mereka membeli seekor ayam betina.
Mereka merawat ayam betina itu dengan sangat baik. Suatu ketika, ayam betina itu merasa
kasihan dengan sepasang suami istri yang merawatnya, sebab suami-istri itu sudah tak
memiliki sepeser uang pun untuk nembeli makan.
“Aku akan bertelur agar mereka bisa membeli nakanan,” pikir Ayam Betina.
Hari itu ayam betina bertelur. Bukan sembarang telur, melainkan telur emas! Tentu saja
suami istri itu sangat senang. Mereka lalu menjual elur emas itu. Mereka mendapatkan
banyak uang dari telur emas tersebut. Mereka nenghabiskan uang itu untuk keperluan
mereka.
Melihat majikannya senang, Ayam Betina juga senang. Hampir setiap hari ia bertelur. Suami
istri pun menjadi kaya raya. Mereka tak perlu lagi mencari uang dengan susah payah. Mereka
juga memiliki makanan yang banyak dan enak.
“Semua itu berkat telur emas ayam kita. Dia harus bertelur tiap hari agar kita tak menjadi
orang susah lagi,” ucap istrinya.
Semakin hari, mereka semakin boros. Mereka menghambur-hamburkan harta yang mereka
peroleh dari telur emas. Hingga mereka lupa memperhatikan ayam betina yang mereka
miliki. Ayam itu jarang diberi makan. Tidak heran jika ayam itu menjadi jengkel.
“Kalian sungguh tak bersyukur. Aku sudah bertelur emas setiap hari, kalian justru
menghambur-hamburkan uang yang kalian miliki. Kalian juga melupakanku.” dengus Ayam
Betina.
Keesokan harinya, Ayam Betina benar-benar tak bertelur lagi. Begitupun hari-hari
berikutnya. Suami-istri itu menjadi khawatir. Semakin lama, harta mereka juga semakin
menipis. Itu karena mereka sangat boros.
Suami istri itu pun kembali miskin. Mereka jadi kesal dengan ayam betina.”Harusnya kau
bertelur setiap hari agar kami tak kembali miskin!” dengus sang suami.
“Lebih baik kita potong saja ayam itu. Di dalam perutnya pasti banyak telur emasnya,” balas
suaminya.
Mata istrinya berbinar. Mereka sepakat untuk menyembelih ayam tersebut. Tetapi setelah
disembelih, rupanya di dalam perut ayam itu tak terdapat telur emas. Suami istri itu tentu saja
sangat kecewa. Kini, ayam bertelur emas milik mereka telah mati. Mereka tak bisa lagi
berharap pada telur emas itu. Ini semua terjadi karena ketamakan mereka. Kalau saja mereka
tetap menyayangi ayam itu, pasti ayam betina tersebut akan tetap terus bertelur emas.
Kisah Anak Tikus
Seekor anak tikus tak pernah keluar rumah. Ya, itu karena ibunya tak pernah mengizinkannya
keluar rumah. Ibunya takut kalau anaknya dimangsa oleh kucing yang ganas.
Setiap malam, ibunya selalu bercerita tentang kucing yang nakal. Kucing yang selalu
mengejar tikus. Hal itu dilakukannya agar anaknya tahu bahwa ada binatang yang siap
memangsanya di luar sana.
Sebenarnya Ibu Tikus merasa kasihan. Anaknya selalu ingin pergi keluar. Sepertinya di luar
sana ada banyak hal yang belum ia tahu. Hingga suatu hari, ibunya mengizinkannya untuk
keluar rumah.
Alangkah senang hati Anak Tikus. Ia langsung berlari ke bukit. Wah, pemandangan di atas
bukit sungguh indah. Ia juga melihat banyak binatang yang terbang.
Anak tikus itu melihat seekor ayam jago. Ayam jago itu sedang mencakar-cakar tanah. Anak
tikus itu merasa ketakutan.
Kucing mengerjapkan matanya ke Anak Tikus. Anak Tikus hendak mendekati kucing itu.
Namun, ayam jago mendekatinya. Anak tikus pun langsung lari ketakutan.
“Binatang apakah yang menyeramkan itu, Bu? Aku takut melihatnya. Makanya aku lari, Bu.”
ucap Anak Tikus.
“Itu adalah ayam jago, Nak. Dialah yang telah menolongmu,” ujar ibunya.
“Padahal aku ingin sekali mendekati binatang berbulu lembut itu. Mata binatang itu sangat
cantik. Bulu ekornya juga indah,” kisah Anak Tikus.
Ibunya tersenyum. Rupanya, anaknya mengira bahwa kucing adalah binatang yang baik
padanya.
“Itu adalah kucing, Nak. Untunglah ada ayam jago. Kalau tidak, kau pasti sudah diterkam.
Kucing memang terlihat manis saat kau melihatnya. Tapi, itu hanya tipu muslihatnya.” ucap
ibunya.
“Begitu ya, Bu. Aku telah salah menilai ayam ago itu.” sesal Anak Tikus.
“Itu pelajaran untukmu. Jangan menilai sesuatu dari penampilannya. Hatinyalah yang
terpenting,” kata ibunya.
Sejak saat itu, Anak Tikus mengerti. Ia telah nendapatkan satu pelajaran berharga. Sesuatu
yang terlihat galak dan menakutkan, belum tentu ia buruk. Begitupun sebaliknya, sesuatu
yang terlihat manis dan baik, belum tentu ia baik.