Anda di halaman 1dari 3

PENANGGULANGAN COVID-19 DI INDONESIA

Tidak terasa, virus COVID-19 sudah hampir setahun penuh bersarang di negara
Indonesia. Dari 2 kasus pertama pada bulan Maret 2020, hingga tembus 1 juta kasus pada akhir
bulan Januari 2021 ini. Jika kita melihat data statistik, kita dapat melihat naik turunnya angka
kasus positif di Indonesia. Namun melihat garis belakangan ini, terjadi lonjakan kasus yang
begitu tajam. Apakah akibat dari lonjakan ini? Apakah kita sudah mengevaluasi penanggulangan
dan upaya-upaya pemerintah dalam memutuskan rantai penyebaran virus mematikan ini?

Melihat pertambahan kasus setiap harinya, kami yakin bahwa penanggulangan


COVID-19 di Indonesia belum terlalu efektif. Hal ini bisa dipastikan dengan melonjaknya kasus
COVID-19 belakangan ini. Puncaknya adalah pada hari Sabtu, tanggal 16 Januari dimana
tercatat sebanyak 14,224 kasus dalam 24 jam. Menurut Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan
COVID 19, lonjakan kasus ini dikontribusikan oleh 5 daerah dengan kasus terbanyak yaitu, Jawa
Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi.

Salah satu bukti bahwa Indonesia masih gagal dalam menanggulangi COVID-19 adalah
pelonjakan kasus positif corona di provinsi Bali. Bali yang awalnya dinilai sebagai salah satu
provinsi yang dapat menanggulangi dengan efisien sekarang berbalik menjadi salah satu provinsi
dengan tingkat kasus terbanyak dan lonjakan kasus yang tajam. Berdasarkan artikel yang ditulis
oleh idntimes.bali, kasus-kasus COVID-19 jika di transmisi antara lokal dan impor, persentase
imported case adalah 82,67 persen. Hal ini berarti mayoritas kasus COVID-19 yang terjadi di
Bali berasal dari luar negeri ataupun luar daerah. Pemprov Bali juga mengaku bahwa mereka
telah mengutamakan screening yang sangat ketat di pintu masuk Bandar Udara I Gusti Ngurah
Rai, Pelabuhan Genoa, dan Gilimanuk. Namun, pada kenyataannya, kita bisa melihat bahwa data
yang tercantum adalah kasus impor COVID-19 jauh lebih tinggi dibanding lokal. Dari sini, kita
dapat menyimpulkan bahwa screening yang dilakukan/kebijakan pemerintah belum begitu ketat
sehingga masih terdapat kasus COVID-19. Dapat dilihat juga bahwa kasus COVID-19 terbanyak
di provinsi Bali berpusat pada pusat-pusat pariwisata Bali, yaitu kabupaten Denpasar, Badung,
Tabanan dan Gianyar. Ini membuktikan bahwa akar dari penyebaran virus COVID-19 adalah
terbukanya dan bebasnya akses keluar masuk pada wilayah-wilayah pariwisata.
Gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 provinsi Bali juga menyatakan bahwa
setiap hari jumlah angka positif karena transmisi lokal terus menunjukkan peningkat yang tajam.
Bali juga memecahkan rekor terbaru lagi pada tanggal 25 Januari, yaitu lebih dari 540 kasus
dalam sehari. Ketidakefektifitasan penanggulangan ini membuat Ketua DPRD Gianyar
mengusulkan pemerintah untuk melakukan lockdown. I Wayan Tagel Winarta pun menyatakan
bahwa pemerintah masih setengah-setengah dalam penanganan COVID, sehingga lebih baik
dilakukan lockdown selama 2 minggu untuk meredakan kasus positif corona di Bali.

Pemerintah sendiri mengeluarkan himbauan, harus memakai masker, menjaga jarak, dan
lain lain namun pada kenyataannya, mereka tetap mengijinkan mall-mall dan tempat-tempat
umum untuk tetap beroperasi. Jika sudah tahu bahwa social distancing sejauh 1,5 meter tidak
mungkin bisa ditaati oleh masyarakat di tempat umum, mereka seharusnya mengeluarkan
kebijakan yang lebih keras dan memungkinkan. Bahkan di tengah musibah ini, menteri sosial
Juliari Batubara masih mengambil keuntungan dari dana bantuan sosial covid 19. Ia diduga
mengambil keuntungan sebesar 17 miliar untuk menyewa jet pribadi dan memenangkan calon
kepala daerah. Dari kasus ini dapat dilihat bahwa seorang menteri Sosial yang bertanggung
jawab dan berperan sangat besar atas penanggulangan wabah nasional ini bahkan tidak memiliki
rasa kemanusiaan dan telah gagal dalam melaksanakan tugasnya.

Selain itu, sosialisasi vaksin juga dinilai kurang jelas, sehingga masyarakat memiliki
banyak pandangan yang salah. Menurut pengamat kesehatan, Marius Wijajarta, pemerintah
sangat lambat dalam menyampaikan indikasi, kontra indikasi, dan banyak informasi penting lain
mengenai vaksin ini. Bahkan banyak dari masyarakat sudah mulai bersikap santai sejak
dimulainya vaksinasi, padahal orang yang sudah divaksin tidak berarti 100% kebal dari virus ini.

Dari sebuah survei yang diadakan oleh change.org (dijawab oleh 100.000 responden) ,
42,8% responden menilai pemerintah kurang cepat dan efektif dalam menangani penyebaran
virus corona dan 16.4% menganggap pemerintah sangat mengecewakan dari awal. Ini berarti
lebih dari setengah responden setuju bahwa penanggulangan covid 19 di Indonesia masih kurang
dan belum efektif. Ini adalah bukti bahwa lebih dari 50.000 orang sepemikiran dengan kami.
Kami menyimpulkan bahwa penanggulangan COVID 19 di Indonesia belum efektif, dan
dapat terbukti dari bertambahnya dan melonjaknya kasus positif hari demi hari. Menurut kami,
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah belum tegas dan efektif untuk mengatasi musibah
ini. Pemerintah juga belum memberikan solusi terbaik baik dalam bidang sosial, kesehatan,
maupun ekonomi. Kami berharap dengan adanya bukti bahwa masyarakat belum puas dengan
usaha pemerintah, maka pemerintah akan lebih serius dan sigap dalam menangani pandemi
seperti ini di lain waktu.

Anda mungkin juga menyukai