Anda di halaman 1dari 52

ARYA DUTA ADIRAJASA

SANDI ADRIAN NUR R.T


SITI NURHALIZA

Laporan
Keuangan &
Perpajakan
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Daftar Isi
Hal Yang Akan Dibahas :

LAPORAN KEUANGAN ASPEK PERPAJAKAN

Neraca 01 Penghitungan Pajak Penghasilan 04

Laporan Laba Rugi 02 Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 05

Laporan Arus Kas 03 Kepatuhan Pajak 06

Laporan Perubahan Ekuitas 03 Insentif Pajak 03


Daftar Isi
Hal Yang Akan Dibahas :

PENYAJIAN INFORMASI ANALISIS LAPORAN KEUANGAN

Prinsip Akuntansi 01 Rasio Keuangan 04

Konsistensi & Kelayakan 02


ARYA DUTA ADIRAJASA
SANDI ADRIAN NUR R.T
SITI NURHALIZA

Laporan
Keuangan
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Neraca (Balance
Sheet)
Neraca adalah salah satu bagian penting
dalam laporan keuangan suatu perusahaan.
Neraca memberikan gambaran tentang posisi
keuangan perusahaan pada suatu titik waktu
tertentu. Neraca mencerminkan aset,
kewajiban, dan ekuitas pemegang saham
perusahaan. Ada dua bagian utama dalam
neraca, yaitu aset dan kewajiban & ekuitas.
Neraca
Berikut adalah penjelasan singkat mengenai masing-masing bagian neraca:
1. Aset:
Aset Lancar (Current Assets): Merupakan aset yang diharapkan akan dikonversi menjadi uang
tunai atau digunakan dalam waktu singkat, biasanya dalam satu tahun. Contohnya adalah kas,
piutang, dan persediaan.
Aset Tidak Lancar (Non-current Assets): Merupakan aset yang diperkirakan akan bertahan lebih
dari satu tahun. Contohnya adalah aset tetap seperti tanah, bangunan, dan peralatan.
2. Kewajiban & Ekuitas:
Kewajiban Lancar (Current Liabilities): Kewajiban yang harus diselesaikan dalam waktu singkat,
biasanya dalam satu tahun. Contohnya adalah utang dagang dan utang bank.
Kewajiban Tidak Lancar (Non-current Liabilities): Kewajiban yang jatuh tempo lebih dari satu
tahun. Contohnya adalah pinjaman jangka panjang.
Ekuitas Pemegang Saham (Shareholders' Equity): Representasi dari kepemilikan pemegang
saham dalam perusahaan. Ekuitas dihitung sebagai selisih antara aset dan kewajiban.
Rumus Neraca
Aset = Kewajiban + Ekuitas
Dalam rumus ini:
Aset (Assets): Menunjukkan semua properti dan klaim keuangan yang dimiliki oleh perusahaan. Ini
dibagi menjadi dua kategori utama: aset lancar (current assets) dan aset tidak lancar (non-current
assets).
Kewajiban (Liabilities): Merupakan utang dan kewajiban lainnya yang dimiliki oleh perusahaan.
Kewajiban juga dibagi menjadi dua kategori utama: kewajiban lancar (current liabilities) dan kewajiban
tidak lancar (non-current liabilities).
Ekuitas Pemegang Saham (Shareholders' Equity): Merupakan klaim pemegang saham terhadap aset
perusahaan setelah dipenuhi semua kewajiban. Ini juga dapat mencakup laba ditahan dan modal
saham.
Rumus ini mencerminkan prinsip dasar akuntansi yang menyatakan bahwa aset perusahaan dibiayai
oleh kewajiban dan ekuitas pemegang saham. Oleh karena itu, neraca selalu seimbang, artinya total aset
selalu sama dengan total kewajiban dan ekuitas pemegang saham.
Laporan Laba Rugi
Laporan Laba Rugi, juga dikenal sebagai Laporan Pendapatan dan Beban,
adalah bagian lain dari laporan keuangan suatu perusahaan. Laporan ini
memberikan gambaran tentang kinerja keuangan perusahaan selama
periode waktu tertentu, biasanya satu tahun. Laporan Laba Rugi
mencakup semua pendapatan yang diterima oleh perusahaan dan semua
biaya yang dikeluarkan selama periode tersebut.
Rumus Laporan Laba Rugi
Berikut adalah komponen utama dalam Laporan Laba Rugi:
1. Pendapatan (Revenue): Total uang yang diterima oleh perusahaan
dari penjualan produk atau jasa. Pendapatan bisa berasal dari
penjualan barang atau jasa utama perusahaan, serta sumber
pendapatan lainnya seperti bunga atau royalti.
2. Beban (Expenses): Biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk
menjalankan operasinya. Beban dapat dibagi menjadi beberapa
kategori, termasuk:
Beban Operasional (Operating Expenses): Biaya-biaya yang terkait
dengan operasi sehari-hari perusahaan, seperti biaya gaji, biaya
sewa, dan utilitas.
Beban Non-Operasional (Non-Operating Expenses): Biaya-biaya
yang tidak terkait langsung dengan operasi inti perusahaan,
seperti beban bunga.
Pajak (Taxes): Pajak yang harus dibayar oleh perusahaan.
3. Laba Bersih (Net Income): Selisih antara pendapatan dan beban. Laba
bersih mencerminkan keuntungan atau kerugian bersih yang
dihasilkan oleh perusahaan selama periode tersebut.
Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas adalah bagian lain dari laporan
keuangan suatu perusahaan dan memberikan
gambaran tentang bagaimana perusahaan
menghasilkan dan menggunakan kas selama suatu
periode waktu tertentu. Laporan ini menggambarkan
perubahan dalam posisi kas, kas setara, dan pinjaman
yang dapat dicairkan perusahaan.

Laporan Arus Kas memberikan pemahaman yang


lebih baik tentang sumber dan penggunaan kas
perusahaan, membantu pemangku kepentingan untuk
menilai kesehatan keuangan dan likuiditas perusahaan.
Laporan ini juga dapat digunakan untuk memprediksi
kemampuan perusahaan membayar utang, membiayai
investasi, dan membayar dividen.
Komponen Laporan Arus Kas
Laporan Arus Kas terdiri dari tiga bagian utama:
1. Arus Kas dari Aktivitas Operasional (Operating Activities): Ini
mencakup transaksi kas yang terkait dengan operasi inti perusahaan.
1 Aktivitas Operasional
Ini mencakup penerimaan kas dari penjualan produk atau jasa,
pembayaran kepada pemasok, pembayaran gaji karyawan, dan
pembayaran pajak.
2. Arus Kas dari Aktivitas Investasi (Investing Activities): Ini mencakup
2 Aktivitas Investasi transaksi kas yang terkait dengan investasi perusahaan dalam aset
tetap dan investasi lainnya. Contoh aktivitas ini termasuk pembelian
atau penjualan properti, pabrik, peralatan, atau investasi dalam saham
atau obligasi perusahaan lain.
3. Arus Kas dari Aktivitas Pendanaan (Financing Activities): Ini
3 Aktivitas Pendanaan mencakup transaksi kas yang terkait dengan modal perusahaan dan
utang. Ini mencakup penerimaan kas dari penjualan saham,
pembayaran dividen, penerimaan atau pembayaran utang, serta
penerimaan atau pembayaran pinjaman.
Arus Kas Bersih = 1+2+3
Laporan Perubahan
Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas adalah bagian lain dari
laporan keuangan yang menunjukkan perubahan dalam
ekuitas pemegang saham suatu perusahaan selama
suatu periode waktu tertentu. Laporan ini memberikan
gambaran tentang faktor-faktor yang menyebabkan
perubahan dalam modal sendiri atau ekuitas pemegang
saham dari satu periode ke periode lainnya.

Laporan Perubahan Ekuitas membantu pemegang


saham dan pihak lain untuk melihat bagaimana
perusahaan mengelola modalnya, apakah melalui
penambahan modal, distribusi dividen, atau melalui
perubahan laba bersih. Laporan ini membantu dalam
memahami perubahan nilai perusahaan dari perspektif
pemilik selama periode waktu tertentu.
Komponen Laporan
1 Modal Saham Awal
Perubahan Ekuitas
Laporan Perubahan Ekuitas biasanya mencakup beberapa komponen
utama:
2 Penambahan Modal Saham
1. Modal Saham Awal: Jumlah modal saham yang dimiliki oleh
pemegang saham pada awal periode.
2. Penambahan Modal Saham: Jumlah modal saham yang ditambahkan
3 Laba / Rugi Bersih ke perusahaan selama periode tersebut, misalnya melalui penjualan
saham baru.
3. Labanya atau Rugi Bersih: Laba bersih dari Laporan Laba Rugi
4 Prive ditambahkan atau dikurangkan dari ekuitas pemegang saham.
4. Prive : Pengeluaran atau biaya pribadi yang terkait dengan pemilik
atau manajemen perusahaan, dan bukan terkait dengan operasi bisnis
5 Perubahan Ekuitas Lain itu sendiri.
5. Perubahan Ekuitas Lainnya: Perubahan dalam ekuitas yang tidak
disebabkan oleh transaksi langsung dengan pemegang saham,
seperti penyesuaian atas nilai wajar aset keuangan atau perubahan
6 Ekuitas Akhir nilai tukar mata uang asing.
6. Ekuitas Akhir (Ending Equity): Jumlah ekuitas pemegang saham pada
akhir periode, yang merupakan total dari semua komponen di atas.
ARYA DUTA ADIRAJASA
SANDI ADRIAN NUR R.T
SITI NURHALIZA

Aspek
Perpajakan
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Pajak Penghasilan (PPh)
Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada pendapatan yang
diterima oleh individu atau entitas hukum. Pajak ini merupakan sumber
pendapatan penting bagi pemerintah dan digunakan untuk membiayai
berbagai program dan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan,
infrastruktur, dan lainnya. Pajak penghasilan biasanya diatur oleh hukum
pajak di suatu negara dan dapat bervariasi dalam hal tarif, kriteria
pengenaan, dan aturan pelaporan.
Tahapan Penghitungan PPh
Berikut adalah tahapan umum dalam penghitungan pajak penghasilan:
1 Pendapatan Bruto 1. Pendapatan Bruto : Hitung total pendapatan bruto yang diterima
selama periode pajak. Pendapatan bruto dapat mencakup gaji,
pendapatan bisnis, keuntungan investasi, dan sumber pendapatan
lainnya.
2 Pengurangan Pajak Khusus 2. Pengurangan Pajak Khusus: Beberapa negara menyediakan potongan
pajak atau insentif tertentu untuk jenis pendapatan tertentu atau
kondisi khusus. Hitung dan terapkan potongan atau insentif ini, jika
3 Pendapatan Bersih berlaku.
3. Pendapatan Bersih (Taxable Income): Kurangkan pengurangan pajak
khusus dari pendapatan bruto untuk mendapatkan pendapatan bersih
4 Tarif Pajak yang akan dikenakan pajak.
4. Tarif Pajak: Tentukan tarif pajak yang berlaku untuk pendapatan
bersih Anda. Tarif pajak biasanya berjenjang, artinya tarif pajak yang
lebih tinggi diterapkan pada tingkat pendapatan yang lebih tinggi.
Tahapan Penghitungan PPh
5. Pajak yang Harus Dibayar:
Hitung jumlah pajak yang harus dibayar dengan mengalikan tarif
5 Pajak yang harus dibayar pajak dengan pendapatan bersih.
6. Kredit Pajak:
Beberapa negara menyediakan kredit pajak untuk mengurangi
jumlah pajak yang harus dibayar. Hitung dan terapkan kredit pajak
6 Kredit Pajak yang berlaku.
7. Pajak yang Harus Disetor atau Dikembalikan:
Pajak Disetor / Tentukan apakah Anda harus membayar lebih banyak pajak atau
7 apakah Anda memenuhi syarat untuk pengembalian pajak. Jika
Dikembalikan
terdapat kredit pajak atau pembayaran pajak di muka, sesuaikan
jumlah pajak yang harus disetor atau dikembalikan.
Pembayaran /
8 8. Pembayaran atau Pengembalian Pajak:
Pengembalian Pajak Setelah menghitung pajak yang harus disetor atau dikembalikan,
lakukan pembayaran pajak jika Anda memiliki pajak yang harus
dibayar, atau ajukan pengembalian pajak jika Anda berhak
mendapat pengembalian.
Pajak Pertambahan Nilai
(PPn)
PPN merupakan pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli Barang
Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang memiliki
pertambahan nilai dan pungutan ini hanya boleh dilakukan dan dilaporkan
oleh PKP. Namun, pihak yang berkewajiban membayarkan PPN adalah
konsumen akhir.
Objek & Subjek PPn
OBJEK SUBJEK

Setiap pajak tentu memiliki objeknya. Berikut ini adalah objek Adapun subjek dari PPN adalah Pengusaha Kena Pajak
dari PPN: (PKP), baik orang pribadi maupun badan yang
1. Penyerahan Barang kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena melakukan penyerahan BKP atau JKP yang dikenakan
Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pajak sesuai dengan UU yang berlaku.
pengusaha.
2. Imppor BKP dan/atau pemanfaatan JKP/BKP Tak Berwujud
dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean.
3. Ekspor BKP dan/atau JKP.
4. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam
kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau
badan.
5. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menuru tujuan semula
aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN
yang dibayarkan saat perolehan dapat dikreditkan.
Contoh Soal PPn
PT. Gragas merupakan PKP yang menjual elektronik di Palembang. Selama Agustus 2022, PT Gragas melakukan berbagai
transaksi sebagai berikut:
1. Penjualan secara langsung kepada konsumen sebesar Rp1.600.000.000.
2. Penyerahan BKP, yakni barang elektronik kepada Pemerintah Kota Palembang sebesar Rp660.000.000. Harga tersebut
sudah termasuk PPN.
3. PT. Gragas juga membangun sebuah gudang elektronik seluar 500m2 di kawasan pergudangan sendiri dengan biaya
sebesar Rp550.000.000.
4. Menyumbang ke sebuah yayasan panti jompo 1 buah televisi dengan harga Rp2.000.000 termasuk keuntungan
Rp200.000.

Selain transaksi di atas, terdapat tambahan transaksi selama bulan Agustus sebagai berikut:
1. Membeli sebuah mobil box untuk mengangkut barang dengan harga Rp550.000.000 dan harga tersebut sudah termasuk
PPN.
Dari transaksi-transaksi yang terjadi di atas, maka hitunglah PPN dari transaksi tersebut? Dan berapa total PPN yang
disetorkan?
Contoh Soal PPn
PPN dan PPnBM setiap transaksi contoh PPN di atas adalah sebagai berikut.

Transaksi pertama:
PPN = 11% x Rp1.600.000.000 = Rp176.000.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi kedua:
DPP = 100/111 x Rp660.000.000 = Rp595.000.000
PPN = 11% x Rp595.000.000 = Rp65.450.000 (pajak keluaran/penjualan)

Transaksi ketiga:
DPP = 20% x Rp550.000.000 = Rp110.000.000
PPN = 11% x Rp110.000.000 = Rp12.100.000 (pajak keluaran)
Contoh Soal PPn
Transaksi keempat:
DPP = Rp2.000.000 – Rp200.000 = Rp1.800.000 (pajak keluaran)

Transaksi tambahan:
DPP = 100/111 x Rp550.000.000 = Rp496.000.000
PPN = 11% x Rp496.000.000 = Rp54.560.000 (pajak masukan)

Total PPN yang harus disetorkan:


PPN keluaranya:
Transaksi pertama + transaksi kedua + transaksi ketiga + transaksi keempat
Rp176.000.000 + Rp65.450.000 + Rp12.100.000 + Rp1.800.000 = Rp255.350.000

PPN Masukannya:
Rp54.560.000
Cara menghitung PPN yang harus disetorkan: Pajak keluaran – pajak masukan
Rp255.350.000 – Rp54.560.000 = Rp200.790.000
Jadi, total PPn yang perlu PT. Gragas setorkan atas transaksi yang dilakukan selama Agustus 2022 tersebut adalah sebesar
Rp200.790.000
Kepatuhan Pajak (Tax
Compliance)
Kepatuhan pajak merujuk pada kemampuan individu atau entitas bisnis
untuk memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku sesuai dengan
hukum pajak yang berlaku. Pada tingkat dasar, hal ini melibatkan
pembayaran tepat waktu dan penuh terhadap kewajiban pajak yang
timbul.
2 Indikator Kepatuhan Pajak
FORMAL MATERIL

Kepatuhan formal merupakan suatu upaya wajib pajak untuk Kepatuhan materiil merupakan upaya wajib pajak yang
memenuhi kewajiban perpajakan secara formal sesuai dengan secara substantif memenuhi seluruh ketentuan materiil
ketentuan formal dalam Undang-Undang Perpajakan. perpajakan (sesuai dengan Undang-Undang
Perpajakan).

Dengan demikian, wajib pajak yang telah memenuhi kepatuhan formal berarti telah memenuhi kepatuhan materiil.
Perbedaan antara kedua indikator tersebut dapat dilihat dari konteksnya, bahwa kepatuhan formal merupakan kepatuhan
wajib pajak dalam hal pelaporan, sementara kepatuhan materiil merupakan kepatuhan wajib pajak dalam hal yang lebih
luas yang mencakup perhitungan, penghitungan, pembayaran, serta pelaporan.
Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Perpajakan
Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Perpajakan
1) Prasangka negatif kepada aparat perpajakan
prasangka negatif ini akan menyebabkan para wajib pajak bersikap defensif dan tertutup. Mereka akan cenderung
menahan informasi dan tidak co operatif. Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka
dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk
membantu menghilangkan prasangka negatif tersebut.

2) Hambatan atau kurangnya kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga)


Kurangnya kerjasama dari pihak ketiga juga membuat wajib pajak menjadi mangkir dari kewajibannya atas pajak. Contoh
seorang karyawan tidak mendapat bukti potong PPh 21 menyebabkan wajib pajak pribadi (karyawan) tersebut tidak
melaporkan pajak pribadinya.

3) Bagi Calon Wajib Pajak, Sistem Self Assessment dianggap menguntungkan,


Sehingga sebagian besar mereka enggan untuk mendaftarkan dirinya bahkan menghindar dari kewajiban ber-NPWP. Data-
data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP.

4) Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan ketidaktahuan akan Pajak.
Ketidaktahuan akan pajak apa yang harus dibayarkan, bagaimana cara malaporkan pajaknya juga menjadi faktor wajib
pajak tidak membayarkan dan malporkan pajaknya
Faktor yang Memengaruhi Kepatuhan Perpajakan
5) Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik
Masyarakat merasa pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum
merata, meluas, apalagi menyentuh pelosok tanah air.

6) Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan pemerintah terhadap penggunaan uang pajak.

Sanksi Pajak
Sanksi perpajakan merupakan salah satu jaminan bahwa ketentuan perundang-undangan perpajakan akan dipatuhi atau
dengan kata lain sanksi perpajakan merupakan alat pencegahan agar wajib pajak tidak melanggar norma perpajakan.
Strategi untuk
Meningkatkan Tax
Compliance
Salah satu strategi untuk meningkatkan tax compliance adalah penerapan
program innovations in tax compliance (inovasi kepatuhan pajak).
Program ini memiliki tiga pilar inti, yakni penegakan, fasilitasi, dan
kepercayaan. Penegakan dapat berupa reformasi atau penguatan
peraturan perpajakan yang berlaku. Fasilitasi dapat dilakukan dengan
memodernisasi sistem administrasi perpajakan secara elektronik
sehingga wajib pajak dapat mengefisienkan waktu antrean di Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi
Perpajakan (KP2KP) untuk melaporkan SPT Tahunannya. Sementara itu,
kepercayaan terhadap penggunaan hasil pajak dapat dibangun dengan
pembuatan laporan hasil pajak yang bersifat akuntabel dan transparan
bagi masyarakat.
Insentif Pajak
Insentif pajak adalah kebijakan fiskal yang dirancang untuk memberikan
dorongan atau stimulasi kepada individu atau perusahaan untuk
melakukan tindakan atau investasi tertentu. Tujuan dari insentif pajak
adalah mendorong pertumbuhan ekonomi, investasi, penciptaan
lapangan kerja, atau pencapaian tujuan-tujuan sosial tertentu. Insentif
pajak dapat berupa potongan pajak, kredit pajak, atau perlakuan pajak
khusus lainnya.
Jenis Insentif Pajak

Secara umum, insentif pajak terbagi atas 4 jenis, mulai dari pengecualian
1 Pengecualian dari Pengenaan Pajak dari pengenaan pajak, pengurangan dari dasar pengenaan pajak,
pengurangan tarif pajak, hingga penangguhan pajak. Dengan berbagai
jenis insentif pajak, terdapat insentif pajak yang paling banyak diminati
2 Pengurangan dari dasar pengenaan pajak atau digunakan, yaitu insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari
pengenaan pajak.

3 Pengurangan Tarif Pajak Jenis insentif pajak memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak
dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang telah ditentukan oleh
pemerintah. Namun, dalam pemberian fasilitas tersebut, pemerintah
harus tetap harus mempertimbangkan bagaimana pemberiannya,
4 Penangguhan Pajak misalnya seperti sejauh apa atau berapa lama fasilitas pembebasan pajak
tersebut diberikan serta sampai berapa lama investasi dapat
membuahkan hasil.
Jenis Insentif Pajak
adapun beberapa contoh insentif pajak yang cukup populer di kalangan
wajib pajak, yakni tax holiday dan tax allowance. Berikut adalah
penjelasan singkat mengenai kedua contoh tersebut:
Tax Holiday
Tax holiday ini bisa diartikan sebagai suatu program insentif yang
diberikan pemerintah kepada PKP (Pengusaha Kena Pajak) dengan
mengurangi ataupun membebaskan pengenaan pajak.
Tax Allowance
Tax allowance ini diartikan sebagai keringanan pajak yang diberikan
pemerintah yang ditujukan untuk investasi. Namun dalam hal ini, terdapat
ketentuan ataupun syarat yang harus dipenuhi terkait jumlah investasi
yang sudah ditentukan sebelumnya.
Manfaat Insentif Pajak
Berikut adalah beberapa manfaat utama insentif pajak:
1. Stimulasi Investasi:
Insentif pajak dapat memberikan dorongan bagi individu atau
perusahaan untuk melakukan investasi dalam berbagai bentuk,
seperti investasi dalam aset modal, riset dan pengembangan, atau
proyek-proyek berkelanjutan.
2. Pengurangan Beban Pajak:
Wajib pajak yang memanfaatkan insentif pajak dapat mengurangi
beban pajak mereka secara signifikan. Ini dapat mencakup potongan
pajak, kredit pajak, atau perlakuan pajak khusus lainnya yang
mengurangi kewajiban pajak.
3. Pendorong Inovasi dan Riset:
Insentif pajak untuk kegiatan riset dan pengembangan dapat
mendorong inovasi dan penemuan baru. Perusahaan yang terlibat
dalam kegiatan ini dapat memperoleh manfaat pajak yang signifikan.
4. Penciptaan Lapangan Kerja:
Beberapa insentif pajak dikhususkan untuk mendorong penciptaan
lapangan kerja. Pemberian insentif dapat berupa kredit pajak atau
pengurangan pajak untuk perusahaan yang mempekerjakan sejumlah
pekerja tertentu.
Manfaat Insentif Pajak
1. Pemberdayaan Masyarakat:
Insentif pajak dapat diberikan kepada perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang memberdayakan masyarakat, seperti pelatihan
keterampilan atau program-program sosial. Ini dapat menciptakan dampak positif pada tingkat kepatuhan dan tanggung jawab sosial
perusahaan.
2. Pemberdayaan Masyarakat:
Insentif pajak dapat diberikan kepada perusahaan yang terlibat dalam kegiatan yang memberdayakan masyarakat, seperti pelatihan
keterampilan atau program-program sosial. Ini dapat menciptakan dampak positif pada tingkat kepatuhan dan tanggung jawab sosial
perusahaan.
3. Pengembangan Sektor Tertentu:
Pemerintah dapat menggunakan insentif pajak untuk mengembangkan sektor-sektor tertentu dalam perekonomian, seperti sektor energi
terbarukan, industri kreatif, atau teknologi informasi.
4. Pembebasan Pajak untuk Start-up:
Insentif pajak dapat diberikan kepada start-up atau perusahaan baru untuk membantu mereka melewati masa awal yang mungkin sulit
secara finansial.
5. Penurunan Pajak untuk Individu:
Individu juga dapat memanfaatkan insentif pajak, seperti potongan pajak untuk pendidikan atau pengurangan pajak untuk pengeluaran
tertentu (misalnya, pembelian rumah pertama).
6. Penurunan Pajak untuk Sektor Tertentu:
Beberapa insentif pajak ditujukan untuk sektor-sektor tertentu, seperti pertanian atau pariwisata, untuk merangsang pertumbuhan dan
keberlanjutan.
7. Keunggulan Kompetitif:
Insentif pajak dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi suatu wilayah atau negara dalam menarik investasi dari perusahaan-
perusahaan internasional.
ARYA DUTA ADIRAJASA
SANDI ADRIAN NUR R.T
SITI NURHALIZA

Penyajian
Informasi
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Prinsip Akuntansi
Prinsip-prinsip akuntansi adalah aturan dan pedoman yang digunakan
oleh para akuntan untuk menyusun laporan keuangan suatu entitas.
Prinsip-prinsip ini membantu menjaga konsistensi, transparansi, dan
keandalan informasi keuangan. Beberapa prinsip akuntansi yang
umumnya diterapkan melibatkan pengakuan, pengukuran, dan pelaporan
transaksi keuangan.
10 Prinsip Akuntansi
1. Prinsip Entitas Ekonomi (Economic Entity Principle)
Prinsip entitas ekonomi atau dapat diartikan sebagai konsep kesatuan usaha.
Dengan kata lain akuntansi menganggap bahwa perusahaan merupakan sebuah
kesatuan ekonomi yang berdiri sendiri dan terpisah dengan entitas ekonomi lain
bahkan dengan pribadi pemilik.
Dengan begitu konsep akuntansi ini dapat memisahkan dan membedakan
seluruh pencatatan transaksi baik kekayaan maupun kewajiban perusahaan
dengan pribadi pemilik perusahaan.

2. Prinsip Periode Akuntansi (Period Principle)


Prinsip dasar periode akuntansi atau kurun waktu adalah penilaian dan
pelaporan keuangan perusahaan yang dibatasi oleh periode waktu tertentu.
Misalnya sebuah perusahaan menjalankan usahanya berdasarkan periode
akuntansi, mulai pada tanggal 1 Januari hingga tanggal 31 Desember.

3. Prinsip Biaya Historis (Historical Cost Principle)


Prinsip ini mengharuskan setiap barang atau jasa yang diperoleh kemudian
dicatat berdasarkan semua biaya yang dikeluarkan dalam mendapatkannya.
Misalnya ketika perusahaan hendak membeli bangunan yang di iklannya
terpasang harga 150 juta namun setelah dinego hanya 100 juta maka yang
dinilai atau dicatat adalah harga yang menjadi kesepakatan yaitu 100 juta.
10 Prinsip Akuntansi
4. Prinsip Satuan Moneter
Pada prinsip dasar akuntansi ini, pencatatan transaksi hanya dinyatakan
dalam bentuk mata uang dan tanpa melibatkan hal-hal non kualitatif.
Semua pencatatan hanya terbatas pada segala yang bisa diukur dan dinilai
dengan satuan uang.
Transaksi non kualitatif (mutu, prestasi, dan sebagainya) tidak bisa dilaporkan
atau tidak bisa dinilai dalam bentuk uang.

5. Prinsip Kesinambungan Usaha (Going Concern)


Prinsip ini menganggap bahwa sebuah entitas ekonomi atau bisnis akan
berjalan secara terus-menerus atau berkesinambungan tanpa ada pembubaran
atau penghentian kecuali terdapat peristiwa tertentu yang bisa menyanggahnya.

6. Prinsip Pengungkapan Penuh (Full Disclosure Principle)


Laporan keuangan harus mempunyai prinsip pengungkapan penuh dalam
menyajikan informasi yang informatif serta dimaklumkan sepenuhnya.
Apabila terdapat informasi yang tidak dapat disajikan dalam laporan keuangan
maka diberi keterangan tambahan informasi, berupa catatan kaki atau lampiran.
10 Prinsip Akuntansi
7. Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Pendapatan timbul akibat kenaikan harta yang dihasilkan oleh kegiatan usaha
seperti penjualan, penerimaan bagi hasil dan yang lainnya.
Pendapatan diakui ketika ada kepastian tentang jumlah atau nominal baik
besar/kecil yang bisa diukur secara tepat dengan harta yang diperoleh dari transaksi
penjualan barang maupun jasa.

8. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)


Maksud dari prinsip mempertemukan (matching) dalam akuntansi dasar adalah
biaya yang dipertemukan dengan pendapatan yang diterima dengan tujuan
menentukan besar/kecilnya laba bersih setiap periode.
Contohnya pada transaksi pendapatan diterima di muka.
Prinsip ini sangat tergantung pada penentuan pendapatan, jika pengakuan
pendapatan ditunda maka pembebanan pada biaya juga tidak bisa dilakukan.

9. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)


Prinsip konsistensi diartikan sebagai prinsip akuntansi dasar yang digunakan
dalam pelaporan keuangan tetap dan digunakan secara konsisten (tidak berubah-
ubah metode dan prosedur).
Tujuannya agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat dibandingkan dengan
laporan keuangan pada periode sebelumnya sehingga bisa memberikan manfaat
lebih bagi penggunanya.
10 Prinsip Akuntansi

10. Prinsip Materialitas


Prinsip akuntansi mempunyai tujuan untuk menyeragamkan seluruh aturan.
Namun kenyataannya tidak semua penerapan akuntansi itu mentaati teori yang ada, maka tak jarang terjadi pengungkapan informasi
yang sifatnya material atau immaterial.
Maksudnya, setiap informasi akuntansi memiliki nilai nominal dan bisa dijual.
Semuanya diterapkan sesuai dengan ranah akuntansi yang orientasinya kepada pengguna laporan keuangan.
Konsistensi & Kelayakan
Konsistensi dalam konteks informasi keuangan merujuk pada
pemeliharaan dan penerapan metode akuntansi yang konsisten dari satu
periode ke periode berikutnya. Prinsip konsistensi merupakan salah satu
prinsip dasar dalam akuntansi dan berperan penting dalam memberikan
keandalan, keberlanjutan, dan perbandingan yang tepat terhadap
informasi keuangan suatu entitas dari waktu ke waktu.
ARYA DUTA ADIRAJASA
SANDI ADRIAN NUR R.T
SITI NURHALIZA

Analisis
Laporan
Keuangan
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Rasio Keuangan
Rasio keuangan adalah alat analisis yang digunakan untuk menilai
kinerja keuangan suatu entitas. Rasio ini membantu dalam mengukur
hubungan antara berbagai item dalam laporan keuangan untuk
memberikan wawasan tentang stabilitas, profitabilitas, likuiditas, dan
efisiensi operasional perusahaan.
Jenis - Jenis Rasio Keuangan

1. Rasio Likuiditas
Rasio likuiditas (liquidity ratio) adalah jenis rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangan jangka pendek.
Rasio likuiditas terbagi ke dalam 3 jenis. Antara lain yaitu:
Jenis - Jenis Rasio Keuangan
Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio yang membandingkan antara aset lancar dengan liabilitas lancar atau kewajiban jangka pendek.

Rasio Cepat (Quick Ratio)


Rasio yang menghitung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa mengandalkan persediaan.
Jenis - Jenis Rasio Keuangan
Rasio Kas (Cash Ratio)
Rasio keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar liabilitas jangka pendek dengan kas yang dimiliki.

2. Rasio Profitabilitas / Rasio Laba


Rasio profitabilitas (profitability ratio) mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari kegiatan
operasionalnya. Beberapa rasio profitabilitas yang umum digunakan antara lain:
Jenis - Jenis Rasio Keuangan
Dalam rumus-rumus di samping :

Laba Kotor (Gross Profit): Selisih antara pendapatan kotor dan


biaya pokok penjualan.

Laba Bersih (Net Profit): Selisih antara pendapatan bersih dan


semua biaya, termasuk pajak.

Laba Operasi (Operating Profit): Selisih antara pendapatan


operasional dan biaya operasional.

Ekuitas (Equity): Nilai buku ekuitas pemegang saham


perusahaan.

Investasi Awal (Initial Investment): Jumlah uang yang


diinvestasikan awal untuk suatu proyek atau bisnis.

Nilai Bersih (Net Worth): Nilai total aset minus total kewajiban.
Jenis - Jenis Rasio Keuangan
3. Rasio Solvabilitas (Gambar disamping)
Rasio solvabilitas (solvency ratio) mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka
panjangnya.

4. Rasio Aktivitas
Rasio aktivitas (activity ratio) mengukur efisiensi perusahaan
dalam menggunakan sumber daya operasionalnya. Beberapa
rasio aktivitas yang umum digunakan antara lain:

Rasio Perputaran Piutang (Accounts Receivable Turnover)


Rasio yang mengukur berapa kali piutang perusahaan berputar
dalam satu tahun.
Rumus Rasio Perputaran Piutang (Accounts Receivable
Turnover) = Penjualan / Piutang Rata-Rata X 100%
Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio)
Rasio yang mengukur berapa kali persediaan perusahaan
berputar dalam satu tahun.
Rumus Rasio Perputaran Persediaan (Inventory Turnover Ratio)
= Penjualan / Persediaan X 100%
Jenis - Jenis Rasio Keuangan
Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover)

Rasio keuangan yang mengukur dan mengevaluasi kinerja perusahaan dalam memanfaatkan aktiva tetap untuk
meningkatkan penjualan. Jika nilai yang ada semakin besar maka pengelolaan yang ada semakin efektif.

Rumus Rasio Perputaran Aktiva Tetap (Fixed Asset Turnover) = Penjualan / Aktiva Tetap X 100%

Rasio Perputaran Aktiva Total (Total Asset Turnover)

Rasio yang satu ini mengukur efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh aktiva terhadap penjualan yang
dihasilkan. Semakin besar angka yang dihasilkan maka semakin bagus.

Rumus Rasio Perputaran Aktiva Total (Total Asset Turnover) = Penjualan / Total Aktiva X 100%

Rasio Perputaran Rerata Tagihan (Average Collection Turnover)

Rasio yang digunakan untuk mengukur lamanya waktu yang dibutuhkan bagi perusahaan untuk menerima tagihan dari
konsumen dalam satu tahun.

Rumus Rasio Perputaran Rerata Tagihan (Average Collection Turnover) = Piutang X 365 / Penjualan X 100%
Jenis - Jenis Rasio Keuangan

Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)

Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat perputaran modal kerja bersih dengan cara membandingkan aktiva lancar
dengan hutang lancar terhadap penjualan selama satu periode.

Rumus Rasio Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover) = Penjualan / (Aktiva Lancar – Hutang Lancar) X 100%
Manfaat Rasio Keuangan
ARYA DUTA ADIRAJASA
SANDI ADRIAN NUR R.T
SITI NURHALIZA

Soal Latihan
BAB VII
BAB VII MANAJEMEN KEUANGAN
Apakah Ada
Pertanyaan?
Jangan ragu untuk bertanya dan
ingat kemampuan teman!

Anda mungkin juga menyukai