TINJAUAN PUSTAKA
11
gizinya adalah dengan dilakukan perkecambahan (Anggrahini,
2007).
Kacang hijau (Phaseolus radiatus) merupakan sumber
antioksidan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kandungan
gizi kacang hijau (Phaseolus radiatus) sebelum
dikecambahkan berbentuk tidak akif (terikat), setelah
mengalami perkecambahan bentuk gizi tersebut aktif sehingga
dapat meningkatkan daya cerna bagi manusia. Kacang hijau
mempunyai nilai gizi yang tinggi dan dapat digunakan
sembagai sumber vitamin dan mineral. Vitamin yang
terkandung dalam tauge adalah vitamin C, thiamin, riboflavin,
niasin, asam pantothenik, vitamin B6, float, kolin, β-karoten,
vitamin A, vitamin E (α-tokoferol), dan vitamin K. Mineral
yang terkandung dalam tauge adalah kalsium (Ca), besi (Fe),
tembaga (Cu), magnesium (Mg), fosfor (P), potasium (K),
sodium (Na), zinc (Zn), mangan (Mn), dan selenium (Se)
(Aditiya, 2010). Kekurangan vitamin E (α-tokoferol) pada
hewan dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat,
degenerasi embrio, tingkat penetasan telur yang rendah,
degenerasi dan pelepasan sel epitel germinatif dari testis dan
terjadinya kemandulan, menurunkan produksi prostaglandin
oleh mikrosom dari testis, otot dan limpa, memacu kematian
dan kerusakan syaraf (Lehninger, 1982; dalam Maftuh 2013).
12
Perkecambah dapat meningkatkan nilai gizi kacang
hijau terutama beberapa kandungan vitamin pada kacang
hijau. Berdasarkan penelitian Anggrahini (2007) menunjukkan
bahwa dalam perkecambahan kacang hijau akan memproduksi
vitamin E atau α-tokoferol setelah perkecambahan selama 36-
48 jam karena pada waktu inkubasinya 0-24 jam menunjukkan
bahwa α-tokoferol belum diproduksi. Kandungan α-tokoferol
pada perkecambahan selama 36 jam sebesar 0,21 µg/g
kecambah kacang hijau dan pada waktu inkubasi 48 jam
sebesar 0,53 µg/g kecambah kacang hijau. Proses
perkecambahan juga dapat menurukan kandungan lemak pada
kacang hijau. Lemak digunakan sebagai sumber energi dan
sintesis α-tokoferol selama proses perkecambahan, sehingga
kandungan lemak menurun selama proses perkecambahan.
Vitamin E merupakan senyawa yang berfungsi sebagai
antioksidan. Antioksidan merupakan zat yang dalam jumlah
sedikit mampu mempengaruhi secara langsung proses oksidasi
lemak sehingga dapat menghambat terbentuknya off flavor
(Gunston dan Norris, 1983 dalam Anggrahini, 2007).
Kecambah kacang hijau mempunyai beberapa
kandungan antioksidan. Kandungan antioksidan terbanyak
yang terkandung dalam kecambah kacang hijau adalah
fitosterol dan vitamin E selain fenol dan mineral lainnya.
Fitosterol banyak terkandung dalam minyak nabati yang
mempunyai sifat hipokolestromia. Fitosterol secara kimiawi
berfungsi sebagai antioksidan, scavenger radikal bebas, dan
secara fisik sebagai penstabil membran (Ferretti, et al., 2010).
Kandungan fitosterol dalam kecambah kacang hijau 23mg/100
gr (USDA, 2009).
13
2.2 Ayam Petelur dan Ayam Kampung (Jawa) Super
2.2.1 Ayam Petelur
Klasifikasi ayam petelur menurut Achmanu dan
Muherlien (2011) sebgai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Aves
Ordo : Galliformes
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Species : Gallus domesticus
Gambar 3. ISA-Brown
(http://www.chickensales.com.au/isa-brown-for-sale-st-ives-
nsw-2075-id1409628900/)
14
bobot badan 1500 g dan kebutuhan protein 17,00%. Selama 32
minggu dari periode 18-50 minggu diharapkan ayam mencapai
puncak produksi ±90-95%, bobot badan sampai ±1955 g dan
berat telur naik dari 43 g/butir menjadi 63 g/butir (ISA, 2008).
Fase pemeliharaan ayam petelur berdasarkan kebutuhan zat
makanannya ada tiga yaitu fase starter mulai umur 0-6
minggu, fase grower mulai umur 6-18 minggu dan fase layer
di atas umur 18 minggu (NRC, 1994).
15
permintaan daging ayam kampung. Keunggulan ayam ini
dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan umur yang
seragam dan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan ayam lokal. Umur 60 hari memiliki rata-rata
bobot badan 0,85 kg, sedangngkan ayam kampong hanya 0,50
kg (Muryanto, 2005). Penerapan teknologi persilangan antara
ayam lokal dan ayam strain adalah untuk meningkatkan
produktivitas, hal tersebut dilakukan karena produktivitas
ayam kampung/ ayam lokal rendah.
Keunggulan lain dari ayam hasil persilangan pejanatan
ayam lokal dengan betina ISA-Brown adalah mudah
beradaptasi dengan lingkungan dan apabila diusahakan dalam
jumlah besar tidak menutup kemungkinan dapat mendukung
program pencukupan daging ayam dimasyarakat.
Pemeliharaan ayam hasil persilangan sampai umur 2-2,5 bulan
kemudian ayam hasil persilangan pejanatan ayam lokal dengan
betina ISA-Brown dapat dipanen, sehingga pemeliharaannya
tidak membutuhkan waktu yang relatif lama. pemeliharaan
yang relatif singkat menjadikan pengembangbiakan ayam hasil
persilangan pejanatan ayam lokal dengan betina ISA-Brown
tidak memberikan dampak negatif secara teknis terhadap
kelestarian genetik ayam jawa. Ayam petelur yang digunakan
untuk persilangan dapat digunakan sebagaimana funsinya
yaitu sebagai penghasil telur konsumsi apabila permintaan
ayam hasil persilangan berkurang (Pramono, 2011).
16
2.3 Pakan Ayam Petelur
Konsumsi pakan dan kebutuhan protein ayam petelur
dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, tahap produksi,
perkandangan, pemotongan paruh, kepadatan kandang, air
minum, tingkat penyakit dalam kandang dan kandungan energi
dalam pakan (Wahju, 2004).
17
pakan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan tata
laksana pemeliharaan (Tugiyanti dan Iriyanti, 2012).
2.4.1 Vitamin E
Vitamin E merupakan vitamin yang larut dalam lemak
yang terdiri dari campuran dan substansi tokoferol tokotrienol.
Penambahan vitamin E dalam pakan diperlukan karena
18
vitamin E tidak dapat disintesis oleh tubuh. Fungsi vitamin E
dalam reproduksi adalah untuk perkembangan embrio,
meningkatkan kematangan sperma pada pejantan dan
meningkatkan kesuburan organ reproduksi pada betina (Dutta-
Roy et al., 1994 dalam Fauziah, dkk., 2013). Kandungan
lemak dalam pakan akan mempengaruhi penyerapan vitamin E
dalam tubuh. Vitamin E diabsorbsi bersama lipid dalam pakan.
Penyerapan vitamin E disebarkan ke Hati dalam bentik misel,
dimana misel tersebut serupa dengan misel asam lemak yang
terdiri dari campuran monogliserida dan asam lemak rantai
panjang. Tinggi rendahnya penyerapan vitamin E ditentukan
oleh banyaknya lipid yang diserap oleh tubuh dalam bentuk
misel dan garam-garam empedu (Fauziah, dkk., 2013).
Ketersediaan vitamin E dapat membantu proses
metabolisme nutrien pakan lainnya, seperti karbohidrat,
protein dan lemak sehingga dapat lebih mudah diserap oleh
tubuh (Sihaloho, dkk., 2013).
Kebutuhan vitamin E dalam pakan unggas bervariasi
dan tergantung pada konsentrasi dan jenis lemak dalam pakan,
konsentrasi selenium, adanya pro-oksidan dan antioksidan.
Kebutuhan vitamin untuk ayam adalah 10 IU vitamin E per kg
pakan (1 IU = 0,67 mg dl-α-tokoferil asetat) untuk ayam
berumur enam minggu, 5 IU/kg pakan untuk ayam berumur
lebih dari 6 minggu (NRC, 1994). Vitamin E merupakan salah
satu nutrisi penting dalam pakan unggas, defisiensi vitamin E
menyebabkan berbagai macam gangguan pada unggas.
Gangguan tersebut diantaranya adalah distrofi otot yang
mempengaruhi otot lurik, pecahnya membran eritrosit yang
mempengaruhi sirkulasi sel darah merah, diathesis eksudatif
(pengumpulan cairan dibawah jaringan kulit, dada, sayap dan
leher) yang mempengaruhi dinding kapiler. Kekurangan
19
vitamin E dapat menyebabkan lapisan lemak teroksidasi yang
dapat menyebabkan kerusakan mitokondria dan mikrosom
hati, penumpukan ceroid dalam jaringan adiposa dan
encephalomalacia tocerbellar (pelunakan otak) pada ayam.
Kekurangan vitamin E dapat mengganggu perkembangan bulu
ayam (Rengaraj and Hong, 2015).
Vitamin E dalam sistem metabolisme berfungsi
sebagai antioksidan biologis dan menjaga struktur lipida dalam
mitokondria terhadap kerusakan oksidatif, serta berperan
dalam reaksi fosforilasi normal, sintesis asam askorbat, dan
metabolisme sulfur asam amino (Wahju, 2004). Vitamin E
merupakan antioksidan kuat yang berfungsi melindungi zat
nutrisi seperti vitamin A dan asam lemak tidak jenuh-ganda
dari kerusakan oksidasi (Anggordi, 1995 dalam Sihaholo,
dkk., 2013).
20
perkembangan embrio sehinga dapat meningkatakan derajat
penetasan (Yulfiperius, 2009).
Vitamin E berperan sebagai antioksidan yang
diperlukan untuk menghindari perioksidasi dari asam lemak
yang terdapat dalam asam linoleat atau asam lemak tak jenuh
ganda yang terkandung dalam pakan. Vitamin E sebagai
antioksidan berperan untuk mencegah pemecahan asam
linoleat yang berdampak pada volume dan konsentrasi sperma
dalam semen, daya tetas dan melindungi ayam terhadap
encephalomlacia (pelunakan pada otak atau kerusakan pada
selubung myelin sel saraf), selain defisiensi vitamin E
encephalomlacia dibabkan karena defisiensi selenium.
Interaksi vitamin E dan selenium dalam pakan berperan untuk
pemeliharaan fungsi reproduksi dan mengurangi oksidasi serta
pengaruh radikal bebas (Rengaraj and Hong, 2015).
Vitamin E berfungsi untuk meningkatkan fertilitas,
pertumbuhan embrio dan sebagai antioksidan. Vitamin juga
berfungsi untuk melindungi embrio dari kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh radikal bebas serta meningkatkan daya
tahan tubuh sampai menetas. Vitamin E berperan sebagai
antioksidan yang berfungsi melindungsi membran jaringan
dari peroksida lipid serta radikal bebas. Vitamnin E sebagai
antioksidan mampu menangkal radikal bebas dan
menghentikan tahap awal pembebasn 1 atom hindrogen dari
gugus hidroksil kemudian berikatan dengan 1 radikal bebas
(Sihaloho, Suthama dan Sukamto, 2013). Fungsi vitamin E
selain sebagai antioksidan juga berfungsi untuk meningkatkan
kekebalan tubuh dari serangan bakteri patogen. Bakteri asam
laktat menghasilkan komponen atimokrobia yaitu asam
organik (asam laktat dan asam asetat), karbondioksida,
21
hidrogen peroksida, diasetil, reuterin, dan bakteriosin
(Amezquita dan Brashears, 2002).
Vitamin E dapat mempertahankan spermatogenesis
pada ternak jantan dari kerusakan dan menjaga zigot pada
ternak betina. Fertilitas dapat terjadi apabila spermatozoa
bertemu dengan sel telur dan kemudian kedua sel tersebut
akan berkembang menjadi suatu embrio (Kismiati, 1999 dalam
Sihaholo, dkk., 2013). Sekema penambahan dan kekurangan
vitamin E dalam pakan terhadap unggas jantan dan betina
(Rengaraj and Hong, 2015), sebagai berikut:
22
2.5 Inseminasi Buatan
Inseminasi Buatan (IB) dapat dilakukan melalui dua
cara, yaitu intravagina dan intrauterine. Teknik inseminasi
buatan melalui intrauterine sangat bermanfaat meningkatkan
fertilitas semen yang mempunyai daya hidup spermatozoa
yang rendah seperti pada semen beku dan semen yang telah
disimpan. Teknik inseminasi buatan yang umum digunakan
pada unggas adalah teknik inseminasi buatan intravagina,
teknik tersebut selain dapat meningkatkan fertilitas,
pelaksanaannya relatif mudah, semen yang digunakan dalam
bentuk segar sehingga masih memiliki tingkat mortalitas yang
tinggi (Rahayu, Suherlan dan Supriatna, 2005). Inseminasi
buatan pada ayam kampung menggunakan semen cair yang
diperbanyak volumenya dengan menambahkan pengencer
(Lubis, Dasrul, Hamdan dan Fauziah, 2012).
Teknik Inseminasi Buatan (IB) membutuhkan semen
yang dikumpulkan dalam jumlah sperma yang cukup. Ayam
lokal yang berumur antara 10-20 bulan memiliki kualitas dan
fertilitas yang baik. Kualitas semen dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah individu pejantan, bangsa/jenis
ayam, umur, pakan, operator penampung/kolektor, frekuensi
penampungan dan kontaminasi dengan carairan transparan
(Sastrodihardjo dan Resnawati, 2002 dalam Rahayu, dkk.,
2005). Volume semen pada ayam kampung per ejakulasi
berkisar antara 0,2-0,35 ml/ejakulasi. Derajat keasamaan (pH)
semen ayam lokal adalah 7-7,5. Warna dan konsistensi semen
menentukan konsentrasi sperma. Konsentrasi sperma tinggi
jika semen yang dihasilkan kental dan berwarna putih keruh,
sedangkan kosentrasi sperma rendah jika semn yang
dihasilkan encer dan berwarna bening (Sopiyana, Iskandar,
Susanti, dan Yogaswara, 2006). Faktor lain yang dapat
23
mempengaruhi keberhasilan IB adalah dosis dan interval IB.
Interval dan dosis IB menentukan tingkat fertilitas telur.
Keberhasilan inseminasi buatan diukur dari fertilitas telur yang
ditetaskan. Ferttilitas merupakan persentase telur yang
memiliki perkembangan embrio dari jumlah telur yang
ditetaskan tanpa memperhatikan telur tersebut menetas atau
tidak (Sinabutar, 2009).
24
meningkatkan daya tetas. Tingginya kandungan karotenoid
dalam embrio ayam dapat menurunkan kerentanan jaringan
untuk perioksidasi lipid. Komposisi telur termasuk selenium,
vitamin E dan karotenoid dapat mempengaruhi ekspresi gen
dalam perkembangan embrio didalam sel telur, yang
berdampak pada perkembangan ayam setelah menetas (Surai,
Sparks and Speake, 2006).
Daya tetas merupakan angka yang menunjukkan tinggi
rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas
dipengaruhi oleh tingkat fertilitas. Daya tetas adalah
perbandingan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur
yang fertil. Daya tetas dapat dipengaruhi oleh bobot telur,
bobot telur yang terlalu besar atau terlalu kecil dapat
mempengaruhi daya tetas (Dewanti, Yuhan, dan Sudiono,
2014). Faktor lain yang dapat mempengaruhi daya tetas adalah
nutrisi dan genetik (Pratiwi, dkk., 2013). Daya tetas telur
dipengaruhui oleh kelangsungan hidup embrio. Kelangsungan
hidup embrio tersebut dipengaruhi oleh fertilitas, temperatur
dan kelembapan sebelum dan selama penetasan, imbangan
CO2 dan O2 dalam mesin tetas dan energi yang bersumber
dari kuning telur (Blakely dan Bade, 1992).
25
embrio yang disebabkan oleh radikal bebas (Kusumasari,
Mangisah, dan Eatiningdriati, 2013).
Candling merupakan cara yang dapat dilakukan untuk
melihat perkembangan emrio didalam telur tetas. Embrio yang
normal memiliki ciri-ciri antara lain pembuluh darah nampak
jelas, terjadi beberapa gerakan tubuh jika dirangsang oleh
cahaya candling, secara umum penampilannya sehat.
Perkembangan embrio dipengaruhi oleh suhu, kelembapan,
komposisi udara dalam mesin tetas, posisi dan pembalikkan
telur serta sanitasi (Ernst, et al., 2004).
26
penetasan.lama penetasan yang rendah karena semakin tinggi
suhu penetasan dan rendahnya kelembapan menyebabkan
banyak cairan yang menguap sehingga bobot tetas akan
menurun sedangkan lama penetasan akan bertambah yang
mengakibatkan penurunan bobot tetas yang disebabkan
banyak cairan dalam telur tetas yang menguap (Bachari,
2006).
27
28