Anda di halaman 1dari 9

Cermin yang hidup

DI BANGUNAN TERBENGKALAI, TERLIHAT SESEORANG TERTIDUR


LELAP. TAMPAK KUSUT DAN GELISAH. BOTOL MINUMAN KERAS
KOSONG BERSERAKAN.

(Adegan keromantisan sebuah keluarga, bunyi mobil dan ibunya ditabrak, maping 2
lokasi)

Ibu, Ibu, Ibu, jangan pergi Ibu, jangan Ibu, Ibu….. (TERBANGUN, MERENUNG.
KERINGAT BERCUCURAN) Ibu, bagaimana kabar kamu disana? Semoga selalu
baik dan selalu dalam lindungan Allah. (BERSANDAR DI TEPIAN) Ibu. Aku rindu
padamu. Aku ingin ceritakan semua perihal dunia yang kejam ini. Ayah sudah tak
bersamaku lagi. Ia telah bertekuk lutut dengan nenek sihir itu, bu. (PAUSE)

Ibu, sekarang aku menjadi tulang punggung adik-adikku. Ayah tidak mampu
menafkahi kami. Ia terlalu takut dengan wanita tercintanya. Aku harus menjajakan
ganja kepada teman-teman seperjuanganku. Ibu, jangan marah pada kami ya, mereka
bukan orang jahat kok, bu. Mereka hanyalah orang-orang yang kekurangan kasih
sayang orang tuanya dan membutuhkan tempat pelampiasan saja, Begitu juga aku.
Kami hanya dipaksa keadaan. Seandainya saja semua tak terjadi, aku tak akan seperti
ini. Ibu, aku sangat merindukanmu. (BANGKIT)

Setiap hari, aku harus berjuang, demi masa depan adik-adikku. Dipukul preman-
preman, berkelahi merebutkan daerah kekuasaan dengan anak-anak dari kampung
sebelah. Setiap saat aku harus berlari dan bersembunyi dari kejaran polisi. Rasanya
aku tak mampu menjalani ini semua. Ibu, akankah aku sanggup? (SEDIH).

(menyanyi lirik 1)

Ibu, apa kau tahu bagaimana cara kami bertransaksi?

Aku dan pelangganku tak pernah bertatap muka tapi kami saling percaya. Ketika dia
sudah mentransfer uangnya, maka aku akan meletakkan barang itu di dalam kotak
rokok kosong dekat tiang listrik atau di tumpukan plastik dekat tong sampah. Anjing!
(MURKA) Terkadang aku juga sial bu, tiba-tiba barang yang sudah kami janjikan
tidak ada di tempatnya. Tentu saja aku cemas bu (HENING). Mereka memakiku.
Kampang! anak babi! Yah demi kepercayaan pelangganku. Aku harus menggantinya.
Jika tidak, leherku akan di gorok (PAUSE).

Eh, untuk kalian disini, jangan meniru gayaku ya. Cara seperti itu sudah tidak bisa
digunakan. Tahu kenapa? Karena bapak yang duduk di kursi sudut itu adalah seorang
intel. Jadi kalian harus lebih hati-hati lagi ya (TERTAWA)

Ya, ya, ya, Jangan memaki dalam hati. Aku sebenarnya juga tidak ingin melakukan
pekerjaan ini. Tapi biaya pendidikan itu sangat mahal. Sedangkan investasi ilmu itu
penting demi masa depan adik-adikku. Jadi, mau tak mau aku harus melakukan ini.
Kalian tahu berapa keuntungan yang aku dapatkan dari pekerjaan ini. 1 linting ganja
seharga 50 ribu. Atau kalau aku jual 1 kilogram saja seharga 2-3 juta. Sehari aku bisa
menjual 5-6 kilogram ganja. Yah kira-kira cukuplah untuk biaya hidupku dan
pendidikan kedua adikku.

Eh, biasa sajalah kau melihatku (MENUNJUK PENONTON). Aku bukan tak mau
mencari pekerjaan lain. Aku pernah bekerja sebagai pelakor (MENUTUP MULUT).
Oh shitt! Pelakor bukan sebuah pekerjaan. Tapi, sebagai pelakor aku bisa
menghasilkan uang juga loh. (SENYUM SINIS) para buaya yang kehausan itu perlu
di beri sentuhan nakal. Aku cukup menggunakan baju ala-ala artis, dan mengedipkan
sebelah mata. Mereka seperti kucing kelaparan, seketika itu juga mereka tunduk
kepadaku dan memberikan apa saja yang aku mau. (TERTAWA) Dasar kadal
empang! Sangat bodoh dan tolol. Oh Tapi pernah suatu ketika, istri si hidung belang
itu menemui kami di Teabox dan dia mencaci makiku sambil menangis, menjambak
rambutku. Yah sebisa mungkin dia mencoba untuk mempermalukanku. Bodohnya,
pria brengsek itu melindungiku dari serangan istrinya (TERTAWA). (TERDIAM)
tapi dalam relung hatiku merasa iba dengan wanita itu. Dia merasa dikianati dan
sangat kecewa dengan suaminya.

Semenjak saat itu, aku putuskan untuk berhenti, aku juga hampir tergiur ingin menjadi
lonte. Permainan 1 jam bisa di bayar 2-3 juta. Jika aku bermain 3 jam saja permalam.
Ohh, lumayan juga hasilnya kan. Tapi aku mengurungkan niat karena ketika aku tiba
di Luncuk. Germonya mengatakan. “Kamu yakin mau jadi lonte? Pelanggan kita
banyak dari keturunan arab loh.” Lantas dia tersenyum genit. Sepertinya permainan
dalam waktu 1 jam akan terasa berat (BERPIKIR). Aku langsung balik kanan dan
mengurungkan niatku.

Aku juga pernah jadi pegawai loundry. Pekerjaan yang sangat berat dan melelahkan.
Aku harus bekerja dari pukul 7 pagi sampai 10 malam. Gajiku hanya 900 ribu saja.
Jangankan untuk biaya pendidikan adik-adikku, untuk bayar sewa rumah dan
makanku saja tidak cukup. Jadi, inilah pekerjaanku sekarang. Informasiku terjaga, dan
aku menghasilkan uang yang banyak. (SOMBONG)

Sebernarnya, apapun pekerjaannya pasti memiliki masalah dan resikonya masing-


masing. Ketika menjadi penjual ganja juga aku pernah berhadapan dengan pria
berbadan besar dengan parang di tangan bersama 6 orang lainnya. Mereka berjalan
menuju tempat aku dan teman-temanku bersantai. “Dasar bajingan, pergi dari sini.
Kau tak boleh merebut konsumen kami. Ini adalah daerah kekuasaanku. Silahkan
pergi atau kau akan berbicara dengan parangku.”

“Kita berbagi rezeki disini bos, tak ada yang boleh memblokir tempat. Tergantung
pada konsumen ingin memilih kualitas yang mana.”

“Siapa kau! Berani-beraninya menggurui kami. Kejar! Hajar mereka! Tebas


lehernya!”

“Lari!” (DENGAN NAFAS TERENGAH-ENGAH)

Jangan kabur kalian. Pedangku ingin merasakan hangatnya darah kalian, brengsek!

(ADEGAN PERKELAHIAN ANTARA 2 GENG)

Aaaaa tolong! Satu di antara 3 temanku, tertangkap. (ADEGAN DI PAUSE) Mereka


memukuli dengan membabi buta. Mau tak mau kami harus saling menolong. Jika
tidak mereka akan mati. Aku datang ke sana dan mencoba menyelamatkan temanku.
Sepertinya mereka ingin mempermainkan kami. Dikelilinginya aku dan temanku yang
sudah terkapar dengan muka yang memerah karena luka tonjokan. Mereka membacok
kaki temanku karena mencoba kabur, darah bercucuran dari kakinya dan temanku tak
mampu lagi melangkah. Kemudian mereka menyuruhku untuk memukul kepalanya
dengan batu. Aku tak sanggup melakukannya tapi jika tidak aku lakukan dia akan
membunuh temanku. Mau tak mau aku mengambil batunya dan aku pukul temanku
dengan pelan sambil menahan tangis, iba melihat temanku (MENANGIS) mereka
terus memaksaku memukuli dia.
“Aku tak sanggup lagi, tolong hentikan ini semua, kasihanilah kami. Kami janji tidak
akan memijakkan kaki lagi disini”

“Babi! Cuih (MELUDAH) bunuh dia maka kalian akan aku lepaskan! Jika tidak
kalian akan mati bersama disini. Cepat pukul kepalanya dengan keras, cepat pantek!”

“Aku mohon lepaskan kami, maafkan temanku karena sudah kurang ajar dengan
kalian, tolong maaf….” (MENJERIT)(kilat lighting) (PAUSE) tiba-tiba kepalaku di
tendang, di pukul dan mereka tertawa melihatku terjungkal ke tanah.

Tak ada yang bisa aku lakukan, temanku yang lain diperlakukan seperti anjing.
Mereka buat ini seperti permainan yang menyenangkan. Melempar makanan dan
menyuruh temanku memakannya di tanah menggunakan mulutnya, ketika temanku
hendak memakannya, salah satu dari mereka menerjang bokongnya hingga
tersungkur, lantas mereka terbahak-bahak. Sungguh anjing-anjing kampung kurang
hiburan. Namun, Tak lama kemudian

Ngiu ngiu ngiu (POLISI DATANG, ADEGAN KOCAR KACIR)

Sirene polisi mendekat dan kami semua kocar kacir menyelamatkan diri masing-
masing. Aku berhasil kabur dari polisi dan preman-preman kampung itu. Tapi ah sial!
Aku juga terpisah dari teman-temanku yang lain. Semoga mereka baik-baik saja.
Kami harus berlari dan terus berjalan jika ingin tetap hidup. Jika tak mampu
melangkahkan kaki maka tamatlah riwayat kami di tangan polisi atau di tangan
preman lainnya. Semua ini aku lakukan untuk menyambung hidupku dan sekolah
adik-adikku.

Kalian tahu kenapa aku selalu lolos dari kejaran maut. Aku dan Tuhan telah menjalin
perjanjian. Aku meminta kepada Tuhan, semoga aku tidak pernah tertangkap polisi
atau mati di tangan preman jahanam itu. Dengan jaminan aku harus tetap bersedekah
dan melakukan kebaikan. Selagi aku menepati janjiku, aku yakin Tuhan juga akan
menepati janjinya. Maka perjanjian apa yang akan kalian lakukan dengan Tuhan! Tapi
ingat kalian harus menepati janji. Seperti aku yang harus menepati janji agar selamat,
demi pendidikan adik-adikku dan mempertahankan hidupku. (PAUSE)

(TARIAN YANG MENCERMINKAN KESEDIHAN DAN KERINDUAN)

Ibu, aku sudah berjuang untuk menjadi mandiri dan dewasa. Tapi apalah dayaku, tak
selalu selancar harapan. Kadang aku tidak mendapatkan apa-apa karena aku harus
bersembunyi. Sedangkan adik-adikku selalu butuh biaya. Setiap aku meminta uang
untuk membayar SPP adik-adik, ayah selalu bilang aku anak yang menyusahkan. Aku
sudah mencoba melakukan yang terbaik bu. Aku melakukan semua demi adik-adikku
bu. Adik-adikku harus sekolah kan bu? Cukup hidupku yang hancur. Mereka tidak
boleh seperti aku. Mereka harus sukses. Jadi, aku harus kuat kan bu. Aku tak boleh
patah, kuatkan aku, ibu!

Kenapa ayah tidak pernah bisa menerimaku, kenapa dunia diam saja melihat generasi
muda berantakan. Ibu, apa benar, aku anak yang selalu menyusahkan. Apa benar aku
beban keluarga? Apa tak ada yang benar-benar menerimaku di dunia ini, selain
pelukanmu Ibu. Tak adakah yang mampu menolongku. Bahkan Tuhan diam juga
melihat keadaanku seperti ini.

Oh, tidak boleh menyalahkan Tuhan. Dia tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Dia
tahu aku pasti kuat. Dia tak akan memberikan cobaan di luar kemampuan hamba-Nya.
Aku harus kuat demi adik-adikku.

Sekarang bagaimana kabar mereka, ya? Apa mereka masih bisa tidur tenang atau
harus membabu, membersihkan rumah. Haruskah aku pulang agar adikku bisa
sekolah. Bagaimana Jika ada orang yang tahu posisiku? Tapi adikku harus sekolah.
Bagaimana jika polisi sudah menunggu di rumah lantas mereka membawaku ke
kantor polisi. Maka aku tak bisa menyekolahkan adikku lagi. Tapi, kalau aku berdiam
diri disisni. Adikku tidak akan sekolah dan gurunya pasti marah karena dia jarang
sekolah dan nilainya pasti merah. Gugurlah cita-citanya dan ah! Aku tak bisa
memikirkan hal lebih buruk lagi. Baiklah aku harus pulang. (BERANJAK)

“Darimana saja kau selama ini, dasar anak tak berguna” (MENAMPAR). “Ayah, aku
tadi….” (MEMOTONG) “ah! sudah tak usah banyak alasan, kamu selalu saja
menyusahkan orang tua. Lihat adikmu itu! Tak pergi sekolah karena pekerjaan rumah
sangat banyak. Bukan bantuin adiknya, malah keluyuran. Sudah besar tu, otak di
pake. Mikir! Jangan main aja kerjaannya. Dasar anak gak tahu diri.”

Aku harus sabar, bagaimanapun dia orang tuaku. Haruskah aku bercerita bahwa aku
sedang bersembunyi dari kejaran polisi. Mereka mana pernah menerima. Yang ada
malah lebih marah dan semua jadi makin kacau. (nyanyi lirik 2)

Aku tahu menjual barang haram itu dilarang. Tapi apa kau bisa memberikan aku
pilihan hidup lainnya. Sebenarnya aku terjebak dalam ruang gelap ini. Apa yang harus
kami lakukan untuk menghilangkan beban yang dibuat Para orang tua bodoh yang
mementingkan nafsunya. menikah lagi, sibuk mencari uang, tak ada waktu untuk
anaknya. Huff mau membuat tapi tak mampu bertanggung jawab. (lanjut nyanyi 2)

Jangan menikah kalau belum tahu jobdis sebagai orang tua. Akhirnya kalian hanya
menciptakan anak seperti ini. Setelah kami begini, kami yang kalian salahkan. Pernah
berfikir tidak? Pernah berkaca? Pernah bertanya apa yang terjadi pada kami?

Kita serumah tapi tak pernah kenal. Kita sedarah tapi tak saling melindungi. Kami tak
pernah bisa melarang keinginan kalian tapi kalian selalu menekan pilihan kami.
Ayolah hidup harus imbang dan adil. Bajingan!

(PAUSE, MENANGIS) Ibu aku ingin ikut padamu. Aku juga ingin mati Tuhan. Aku
ingin menemani ibu, dia sendirian di sana, pasti dia kedinginan. Tuhan aku akan
membawakan selimut tebal untuk ibu. Ayolah Tuhan, pertemukan kami

Huff (TEGAR) aku tak boleh menyerah. Ada adik-adikku yang harus aku lindungi,
harus aku jaga dan aku nafkahi. Aku harus berjuang di rimba raya, dunia nan kejam
ini. Kalau aku tidak ada, aku tak tahu apa yang akan terjadi pada adikku.

Tuhan aku tak sanggup lagi (MENCARI BENDA TAJAM) (ADEGAN RIUH DAN
FRUSTASI) aku harus pergi. Pasti sangat menyenangkan jika telah pergi dari dunia
ini. Ayahku pasti senang karena satu beban telah menghilang dari kehidupannya.
(TERTAWA) Betapa brengseknya kehidupan ini. Ada anak durhaka pada orang
tuanya tapi kenapa tidak ada orang tua yang durhaka pada anaknya. Padahal mereka
menelantarkan kami. Memberi tekanan beban mental dan pikiran. Bahkan beberapa
ada yang memaksa anak-anaknya untuk bekerja. Tanggung jawab mencari nafkah itu
pada anak atau orang tua. Dengan semua yang telah orang tua lakukan pada kami itu,
apakah kami tetap harus berbakti pada mereka?

Dunia seperti apa yang kau inginkan Tuhan? Kejutan apa lagi yang akan kau berikan
pada kami. Belum puaskah kau melihatku begini. Haruskah kawat berduri memelukku
lebih erat lagi. Izinkan, Aku ingin memeluk Ibu ku, Tuhan! Ibu aku rindu

Stop! Hentikan! Aku tak boleh melakukan ini. Ingat janjiku pada ibu. Aku harus
melindungi adik-adikku.

Namun aku tak sanggup lagi Tuhan. Keluargaku berantakan. Hidupku hancur. Masa
depanku telah sirna.
Tapi ingat masa depan adikku. Aku satu-satunya yang mereka miliki. Jika aku pergi
mereka tak punya tempat berlindung dan mengadu. Aku tak boleh egois. Memikirkan
kepentinganku sendiri. Ayo bangkit, aku harus kuat.

Apa yang aku harapkan lagi dari ini semua. Seandainya aku berjalan lebih jauh.
Mendaki lebih tinggi. Tenggelam lebih dalam. Apakah harapanku kepada adik-adikku
terwujud. Jika mereka sudah dewasa, ini dapat menjadi bom waktu yang akan
menimbun dirinya dalam ledakan dahsyat. Mereka akan lebih kacau dari pada aku.

Tidak ada yang bisa menjamin kehidupanku untuk lebih baik. Selagi monster bernama
kenangan itu masih ada. Maka kegilaan akan terus terjadi. Janji apa sih yang aku
katakan pada Tuhan sehingga aku diberikan izin hidup selama ini. Seyakin apa aku
dulu sebelum dilahirkan untuk dapat melalui semua cobaan ini. Padahal ada atau
tidaknya aku, dunia tetap berputar pada porosnya. Mungkin orang tuaku lebih
bahagia karena aku tidak menjadi anaknya.

Ah! Aku seperti telah mati rasa. Aku bisa menangis kapan saja. Aku bisa tertawa saat
aku sedang menangis. Hanya dengan melihat darah keluar dari tubuhku, aku yakin
bahwa aku masih hidup. (TARIAN FRUSTASI DAN SEDIH)

Terima kasih Tuhan telah memberikan aku kehidupan yang menyakitkan seperti ini.
Terima kasih ayah, atas beban mental ini. Terima kasih ibu telah meninggalkanku
sendirian di dunia kejam ini. Terima kasih juga pada dunia karena telah membiarkan
aku bertahan dengan luka-luka ini.

Tapi apapun itu, bagaimanapun itu, aku sudah berjanji pada ibu aku akan melindungi
adik-adikku dengan sepenuh tenagaku. Sekuat tubuhku. Kau percayakan padaku, ibu?
Apapun jalannya, bagaimanapun akhirnya aku akan melindungi adik-adikku. Ibu telah
percaya. Tuhan juga diam saja. Maka aku harus bergerak. Selamat malam

THE END
Lirik lagu 1

Ku mohon maafkan anakmu ini ibu


Bila ternyata harus putus sekolahku
Dan ku pilih gaya hidup yang tiada
Pernah, indah di matamu
Tak mampu ku mengampuni diriku ibu
Bila ku cerna harunya arti namaku
Yang kau berikan untukku saat ku bawa diriku
Semakin dalam ku terjatuh
Bila ku tak pernah sanggup untuk bangkit dari
Kegagalan yang tak seharusnya kau sesali
Karena kenyataan hidup yang aku jalani
Tak seindah saat ku lihat, senyum diwajahmu
Peluklah lelah jiwaku ibu
Yang terluka dipecundangi dunia
Hanya kasihmu yang mampu lindungi lemah hatiku
Yang tak sekuat hati mu
Peluk hati kecil yang penuh dendam ini
Ajari tuk menghapus sebuah rasa benci
Biarkan kasih lembutmu sentuh hatiku
Ubah aku jadi buah hati yang dulu
Peluklah lelah jiwaku ibu
Yang terluka dipecundangi dunia
Hanya kasihmu yang mampu lindungi lemah hatiku
Yang tak sekuat hati mu
Lirik lagu 2

Ku ingat saat ibu pergi, dan kami mulai ditinggalkan


Hal yang biasa buat aku, hidup di jalanan
Disaat ku belum mengerti, arti sebuah hubungan
Yang hancurkan semua hal indah, yang dulu pernah aku miliki
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
(Next dialog)
Mungkin sejenak dapat aku lupakan
Dengan minuman keras yang saat ini ku genggam
Atau menggoreskan kaca di lenganku
Apapun kan ku lakukan, ku ingin lupakan
Namun bila ku mulai sadar, dari sisa mabuk semalam
Perihnya luka ini semakin dalam ku rasakan
Disaat ku telah mengerti, betapa indah dicintai
Hal yang tak pernah ku dapatkan, sejak aku hidup di jalanan
Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian
Yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah
Hal yang selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan
Tiada harga diri agar hidupku terus bertahan

Anda mungkin juga menyukai