Anda di halaman 1dari 9

A.

Judul : Mikroskopis Telur Cacing


B. Tujuan
Mampu mengetahui dan memahami cara penggunaan mikroskop pada
mikroskopis telur cacing
C. Dasar Teori
Mikroskop pada prinsipnya adalah alat pembesar an yang terdiri dari dua
lensa cembung yaitu sebagai lensa objektif dan lensa okuler. Mikroskop ini
merupakan alat optis yang terdiri dari satu atau lebih lensa yang memproduksi
gambar yang diperbesar dari sebuah benda yang ditaruh dibidang fokal lensa
tersebut. Mikroskop sering digunakan untuk meningkatkan kemampuan daya
pisah atau kemampuan melihat seseorang sehingga memungkinkan dapat
mengamati objek yang halus dan tidak dapat dilihat dengan mata terbuka.
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi
prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit
infeksi yang disebabkan cacing itu dapat dikarenakan di daerah tropis khususnya
Indonesia berada dalam posisi geografis dengan temperature serta kelembaban
yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik (Kadarsan, 2005).
D. Alat dan Bahan
1. Mikroskop binokuler
2. Preparat awetan :
1) Telur cacing Ascaris lumbricoides tidak dibuahi
2) Telur cacing Enterobius vermicularis
3) Telur cacing Ascaris lumbricoides dibuahi
4) Telur cacing Trichuris trichiura
5) Telur cacing Taenia
E. Prosedur Kerja
1. Menggunakan APD dengan baik, benar dan lengkap
2. Menyiapkan alat dan bahan yang digunakan
1. Mencolokan kabel mikroskop ke stopkontak dan kemudian saklar
mikroskop dinyalakan
2. Meletakkan preparat yang sudah dibuat pada meja preparat
3. Mengatur intensitas cahaya sesuai dengan kebutuhan
4. Mengatur lensa objektif. Pada praktikum ini, digunakan lensa objektif
dengan perbesaran 10×
5. Mengatur jarak pupil dengan lensa okuler agar menyatu pada satu
pandang dan mencari lapang pandang
6. Mengatur tombol pengatur focus kasar dan halus agar dapat melihat
objek dengan jelas
7. Mengamati lapang pandang yang terlihat
8. Setelah mengamati, mengembalikan pengatur tegangan keposisi
minimum
9. Di akhir penggunaan mikroskop, matikan saklar mikroskop dan
mencabut kabel mikroskop pada stop kontak
10. Membersihkan lensa objektif menggunakan tisu
11. Kemudian masukan mikroskop ke dalam lemari penyimpanan
F. Hasil

(Gambar 1) (Gambar 2)
(Gambar 3) (Gambar 4)

(Gambar 5)
G. Pembahasan
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, dengan pembesaran 10 × ditemukan :
1. Telur cacing Taenia (Gambar 1)
Taenia merupakan salah satu marga cacing pita yang termasuk
kedalam kerajaan Animalia, Filum Platyhelminthes, Kelas Cestoda,
Bangsa Cyclophyllidea, suku Taeniidae. Anggota-anggotanya dikenal
sebagai parasit vertebrata penting yang menginfeksi manusia, babi, sapi,
dan kerbau (S, Kusumamihardja, 1992). Terdapat tiga spesies penting
cacing pita Taenia, yaitu Taenia solium, Taenia saginata, dan Taenia
asiatica. Ketiga spesies Taenia ini dianggap penting karena dapat
menyebabkan penyakit pada manusia yang dikenal dengan istilah
taeniasis dan sistiserkosis (S, Margono, 2003) 2.1.1 Berikut ini adalah
klasifikasi Taenia solium (Keas, 1999; CFSPH, 2005; Ideham
Pusarawati, 2007) :
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophillidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies :
Taeniasolium
Cacing pita Taenia solium dewasa hidup dalam usus manusia
yang merupakan induk semang definitif. Segmen tubuh Taenia yang
telah matang dan mengadung telur keluar secara aktif dari anus manusia
atau secara pasif bersama-sama feses manusia. Bila inang definitif
manusia (manusia) maupun inang antara yaitu babi menelan telur maka
telur yang menetas akan mengeluarkan embrio atau onchosphere yang
kemudian menembus dinding usus. Embrio cacing yang mengikuti
sirkulasi darah limfe berangsur-angsur berkembang menjadi sistiserkosis
yang infekstif di dalam otot tertentu (Sutrija, F 2005). Otot yang paling
sering terserang sistiserkus yaitu jantung, difragma, lidah, otot
pengunyah, daerah esophagus, leher dan otot anar tulang rusuk (E. C.
Bueno, 2007).

2. Telur cacing Trichuris trichiura (Gambar 2)


Cacing T. trichiura dinamakan cacing cambuk karena secara
menyeluruh cacing ini berbentuk seperti cambuk. T. trichiura merupakan
nematoda usus penyebab penyakit trikuriasis. Trikuriasis adalah salah
satu penyakit cacing yang banyak terdapat pada manusia. Diperkirakan
sekitar 900 juta orang pernah terinfeksi dengan cacing ini (Soedarmo
dkk., 2010). Cacing T. trichiura dinamakan cacing cambuk karena secara
menyeluruh cacing ini berbentuk seperti cambuk. Hospes cacing T.
trichiura ini adalah manusia. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar
manusia, terutama di daerah sekum dan kolon. Cacing ini bersifat
kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di
Indonesia (Supali, 2008). Klasifikasi T. trichiura adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Ordo : Enoplida
Famili :
Trichuridae Genus :
Trichuris
Spesies : Trichuris trichiura (Irianto, 2009).
Panjang cacing dewasa T. trichiura lebih kurang 4 cm, sedangkan
cacing betina panjangnya sekitar 5 cm. Telur yang keluar bersama tinja
merupakan telur dalam keadaan belum matang (belum membelah) dan
tidak infektif. Telur ini perlu pematangan di tanah selama 3-5 minggu
sampai terbentuk telur infektif yang berisi embrio di dalamnya. Manusia
mendapat infeksi jika telur yang infektif ini tertelan. Selanjutnya di
bagian proksimal usus halus, telur menetas, keluar larva, menetap selama
3-10 hari. Setelah dewasa, cacing akan turun ke usus besar dan menetap
dalam beberapa tahun. Jelas sekali bahwa larva tidak mengalami migrasi
dalam sirkulasi darah ke paru-paru (Rusmartini, 2009). Telur cacing T.
trichiura berbentuk seperti guci atau tempayan berukuran 50x25 mikron,
kulit luar berwarna kuning, kulit dalam transparan dan kedua kutubnya
terdapat operculum, yaitu semacam penutup yang jernih dan menonjol
yang dindingnya terdiri atas dua lapis disebut dengan mukoid plug.
3. Telur cacing Ascaris lumbricoides
Telur cacing Ascaris lumbricoides tidak dibuahi (Gambar
3) Telur cacing Ascaris lumbricoides dibuahi (Gambar 4)
Cacing Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit askariasis. Cacing
dewasa akan berhabitat di rongga usus halus. Telur infektif yang tertelan
manusia akan menetas di usus halus (Kanaan dan Raiaan, 2020). Berikut
adalah klasifikasi dari cacing Ascaris lumbricoides :
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Superfamili :
Ascaridoidea Famili :
Ascarididae Genus :
Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides (Widodo, 2013).
Ascaris lumbricoides memiliki 4 jenis telur yaitu telur fertil,
infertil, decorticated dan inaktif. Telur – telur ini dapat dibedakan secara
morfologis dengan pemeriksaan di bawah mikroskop.
1) Telur Fertil
Telur fertil merupakan telur yang dikeluarkan oleh cacing betina
sebagai hasil perkawinan. Telur ini berpotensi untuk tumbuh dan
berkembang karena itu disebut telur fertil. Telur ini berbentuk
bulat lonjong, berukuran 60x40 mikron, berwarna kuning
kecokelatan dan mempunyai dinding tebal 3 lapis. Lapisan luar
adalah albuminoid lapisan ini permukaannya kasar berfungsi
untuk melindungi telur dari gangguan dari luar. Lapisan kedua
adalah hyaline lapisan ini nampak transparan dan tebal. Lapisan
selanjutnya adalah vitelin yang berfungsi untuk melindungi calon
embrio.
2) Telur Infertil
Telur infertil adalah telur yang sejak dikeluarkan induknya tidak
berpotensi untuk berkembang karena tidak dibuahi. Telur ini
berbentuk lonjong dengan ukuran 90x40 mikron. Memiliki 2
lapisan saja yaitu lapisan albuminoid dan hyaline. Isi telur berupa
protoplasma mati.
3) Telur decorticated
Telur decorticated merupakan telur fertil yang kehilangan lapisan
albuminoid. Sehingga hanya memiliki lapisan hyaline dan vitelin.
4) Telur infektif
Telur infektif merupakan telur fertil yang selama berada di tanah
embrio berkembang menjadi larva yang bersifat infektif (Sarjono,
2017)

4. Telur cacing Enterobius vermicularis (Gambar 5)


Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh
melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang
mengandung telur yang kemudian akan bersarang di usus dan akan
dihancurkan oleh enzim usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi
larva dewasa.12 Nama umum yang dipakai untuk cacing ini ada banyak,
seperti Enterobius vermicularis, Pinworm, Buttworm, Seatworm,
Threadworm, dan dalam bahasa indonesia disebut Cacing Kremi.
Kemudian penyakit yang ditimbulkannya disebut Oxyuriasis atau
Enterobiasis. Klasifikasi Enterobius vermicularis:
Phylum : Nematoda
Kelas : Plasmidia
Ordo : Rhabditia
Genus : Enterobius
Spesies : Enterobius vermicularis
Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif, telur akan menetas
di dalam usus (daerah Sekam), dan kemudian akan berkembang menjadi
dewasa. Cacing betina mungkin memerlukan waktu kira-kira satu bulan
untuk menjadi matang dan mulai untuk produksi telurnya. setelah
membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan mungkin akan
keluar bersama tinja. Didalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh
tubuhnya dipenuhi oleh telur. Pada saat ini bentuk betina akan turun ke
bagian bawah kolon dan keluar melalui anus, telur-telur akan diletakkan
diperianal di kulit perineum. Telur cacing kremi tampak seperti bola
tangan (American Football) dengan satu sisi mendatar. Bentuknya
lonjong, bagian lateral tertekan, datar di satu sisi dan berukuran panjang
50-60µm, lebar 20-30µm.
H. Kesimpulan
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi manusia.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi
prevalensinya, terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini
merupakan masalah kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Dalam
pengamatan yang dilakukan, dapat ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides
tidak dibuahi, telur cacing Enterobius vermicularis, telur cacing Ascaris
lumbricoides dibuahi, telur cacing Trichuris trichiura dan telur cacing Taeni.

Daftar Pustaka
Purna, I Nyoman.,& Suyasa, I.B.O. 2022. “Penuntun Praktikum Mikroskopis
Teknologi Laboratorium Medis”. Makalah. Denpasar

Sapira, Bella. dkk. “Laporan Praktikum Parasitologi: Pemeriksaan Telur Cacing


Parasit pada Feses”.https://id.scribd.com/document/365825357/Laporan-
Praktikum-Telur-Cacing, diakses 2 Oktober 2023.

Universitas Muhammadiyah Semarang. “Bab II Tinjauan Pustaka”


http://repository.unimus.ac.id/2313/3/BAB%20II.pdf, diakses 2 Oktober
2023

Anda mungkin juga menyukai