Anda di halaman 1dari 206

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI

STANDAR PENILAIAN KEPATUHAN


(STUDI PADA OMBUDSMAN RI PERWAKILAN JAWA TIMUR)

SKRIPSI
Diajukan untuk Menempuh Ujian Skripsi
pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya

MUHAMMAD FAQIH ANNSHORI

NIM. 165030101111091

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI
JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
MALANG
2020
MOTTO

Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang


demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang khusyu’.
-QS. Al Baqarah/2:45-

Raihlah ilmu. Untuk meraih ilmu, belajarlah untuk tenang dan sabar.
-Umar Bin Khattab-

Pengalaman dan Ilmu dicari pada masa muda,


Kesuksesan dan Kenangan didapat pada masa tua.
-MFaqihannshori-

i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Judul : Reformasi Pelayanan Publik Melalui Standar Penilaian

Kepatuhan (Studi pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur)

Disusun Oleh : Muhammad Faqih Annshori

NIM : 165030101111091

Fakultas : Ilmu Administrasi

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Konsentrasi/ Minat :-

Malang, 24 April 2020

Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

Dr. Mochammad Rozikin, M.Si Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA


NIP. 19630505 198802 1 001 NIP. 201107 850421 1 001

ii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI

Telah dipertahankan di depan majelis penguji skripsi Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya, pada:

Hari : Selasa

Tanggal : 02 Juni 2020

Jam : 09.00 WIB

Skripsi Atas Nama : Muhammad Faqih Annshori

Judul : Reformasi Pelayanan Publik Melalui Standar Penilaian

Kepatuhan (Studi Pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur).

Dan dinyatakan LULUS


Majelis Penguji

Ketua Anggota

Dr. Mochammad Rozikin, M.Si Andhyka Muttaqin, S.AP., MPA


NIP. 19630503 198802 1 001 NIP. 201107 850421 1 001

Anggota Anggota

Dr. Tjahjanulin Domai, MS I Gede Eko Putra Sri Sentanu, Ph.D


NIP. 19531222 198010 1 001 NIP. 201107 831204 1 001

iii
PERNYATAAN ORSINALITAS SKRIPSI

iv
LEMBAR PERSEMBAHAN

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Kepada Mbah Satiyem, Ayah, Bunda, Bulek, Mas, dan ketiga adik yang kukasihi.
Kepada kalian kupersembahkan karya tulisku ini.
Terima kasih atas segala waktu kebersamaan kalian, Allah akan selalu
senantiasa membersami keluarga kita hingga akhir hayat.
Terima kasih atas doa, di setiap penghujung shalat kalian.
.
Salam cinta kasihku,
Muhammad Faqih Annshori

v
RINGKASAN

Muhammad Faqih Annshori. 2020. Reformasi Pelayanan Publik Melalui


Standar Penilaian Kepatuhan (Studi pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa
Timur). Ketua Dosen Pembimbing: Dr. Moch. Rozikin, M.Si Anggota Dosen
Pembimbing: Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA. 188 Hal + xviii

Penilaian kepatuhan adalah program Ombudsman Republik Indonesia


dalam rangka perbaikan kualitas pelayanan publik serta mendukung percepatan
Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) 2010-2025 berpedoman pada Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 dengan fokus pemeriksaan pada standar pelayanan
publik, karena menjadi ukuran baku yang wajib sebagai bentuk asas transparansi
dan akuntabilitas pemerintah daerah. Permasalahan layanan berbelit, standar waktu
dan biaya serta maklumat layanan tidak terpampang mengakibatkan penurunan
kredibilitas. Hal ini mendorong agar pemerintah senantiasa memperbaiki kualitas
layanan dengan reformasi pelayanan publik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif melalui pendekatan
kualitatif dengan fokus penelitian: aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan,
aspek sumber daya manusia, serta faktor pendukung, dan faktor penghambat.
Sumber dan jenis data diperoleh dari data primer dan data sekunder. Lokasi
penelitian dilakukan di Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan metode wawancara, observasi, dan
dokumentasi, sedangkan teknik analisis data menggunakan model Spradley.
Keabsahan data menggunakan teknik pemeriksaan kredibilitas, transferbilitas,
dependabilitas, dan konfirmabilitas.
Hasil penelitian menunjukan bahwa penilaian kepatuhan terhadap standar
pelayanan publik yang dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur
dalam reformasi pelayanan publik, bahwa dalam aspek kelembagaan Pemerintah
Daerah di Jawa Timur spesifik dari tahun 2018 hingga 2019 sebanyak 50% telah
melakukan perubahan yang baik guna kesadaran pemenuhan standar layanan dari
tahun sebelumnya, aspek ketatalaksanaan dilihat dari sistem dan mekanisme
prosedur yang simple/ringkas serta penggunaan teknologi informasi sebagai
instrument kegiatan, dan aspek sumber daya manusia ditunjukan oleh perilaku
petugas/pegawai penyelenggara pelayanan publik di daerah yang semakin tahun
semakin peduli dengan pelaksanaan penilaian kepatuhan. Sehingga kedepan perlu
adanya optimalisasi program penilaian kepatuhan dari segi sosialisasi serta
pemerataan di seluruh pemerintah daerah di Jawa Timur.
Kata Kunci : Penilaian Kepatuhan, Reformasi Pelayanan Publik, Pemerintah
Daerah.

vi
SUMMARY

Muhammad Faqih Annshori. 2020. Reform of Public Service Through


Compliance Assessment Standars (Study of the Indonesian Ombudsman
Representative in East Java). Head of Supervising Lecturer: Dr. Moch. Rozikin,
M.Si. Advisor Lecturer: Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA. 188 Pages + xviii

Compliance Assessment is a program of Ombudsman Republic Indonesia


to improve public service quality and accelerate the improvement of the National
Bureaucracy Reform (RBN) 2010-2025 under the 2009 statute no. 25 with focusing
on standard public service. Because it is an obligatory measurement of transparency
and local government accountability. Complicated service issues, time and standard
cost service are not covered, resulting in a reduced credibility. This is prompted the
government to always improving the quality of service with public service reform.
This type of research is a descriptive qualitative approach through research
focus, namely: institutional aspect, management aspect, aspect of human resources,
and supporting factors until inhibiting factors. Sources and types of data obtained
from primary data and secondary data. The location of the study was conducted at
Indonesian Ombudsman Representative in East Java. Data collection techniques
were carried out using interviews, observation, and documentation, while data
analysis techniques used the Spradley model. Data validity that used in techniques
of checking were credibility, transferability, dependency, and confirmability.
The result showed that the assessment of compliance with public service
standards conducted by the Indonesian Ombudsman Representative of East Java
has provided in public service reforms, for the institutional aspect of the Regional
Government in East Java specifically from 2018 to 2019 as much as 50% has made
a good changes in order to realize compliance with standard service from the
previous year, the management aspect is seen from the system and mechanism of
simple procedures and the use of technology information as an instrument activities,
and the aspect of human resources is shown by the behavior of the officers / public
service in the regions who are increasingly concerned with the implementation of
compliance assessments. Therefore, in the future it is necessary to optimize the
compliance evaluation program in terms of socialization and equity in all local
governments in East Java.
Keywords : Compliance Assessment, Public Service Reform, Local
Government.

vii
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur senantiasa tercurah kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan kekuatan, kelancaran, serta anugerah-Nya kepada penulis,

shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW,

keluarganya, sahabatnya dan seluruh umatnya hingga akhir zaman. Skripsi ini

merupakan sebuah pencapaian yang luar biasa bagi penulis dalam proses

penyelesaian studi S1 di Universitas Brawijaya, Fakultas Ilmu Administrasi, Prodi

Ilmu Administrasi Publik. Perjalanan merantau yang penulis lakukan sebagai

bentuk perjuangan menuntut ilmu yang kelak akan menjadi kebanggan orang tua

serta keluarga, karya tulis skripsi ini berjudul “Reformasi Pelayanan Publik

Melalui Standar Penilaian Kepatuhan (Studi Pada Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur)”.

Dalam menyelesaikan karya tulis skripsi ini, penulis banyak mendapatkan

dukungan baik secara moril maupun financial, masukan, saran, maupun saran

diskusi, dan do’a dari pihak-pihak terdekat penulis selama ini. Untuk menghargai

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis skripsi, penulis

mengucapkan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Supriyono, MS selaku Dekan Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya.

2. Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA, Ph.D selaku Ketua Jurusan

Adminsitrasi Publik Universitas Brawijaya.

3. Dr. Fadillah Amin, M.AP, Ph.D selaku Ketua Program Studi

Administrasi Publik Universitas Brawijaya.

viii
4. Dr. Mochammad Rozikin, M.Si selaku Komisi Pembimbing Utama

sekaligus Wakil Dekan 3 FIA UB yang selama ini telah memberikan

dukungan baik secara teoritis, moral dan motivasi-motivasi yang sangat

penulis jadikan pedoman ketika berada diposisi tidak stabil serta disela

kesibukan untuk memenuhi tanggung jawab sebagai bapak bagi seluruh

kegiatan kemahasiswaan di FIA pun masih menyempatkan waktu untuk

membimbing penulis hingga karya tulis skripsi ini terselesaikan tepat

pada waktunya.

5. Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA selaku Komisi Pembimbing Anggota

yang selama ini memberikan dukungan baik secara teoritis, teknis, dan

pemberian buku-buku referensi yang selalu penulis jadikan bahan

wawasan keilmuan serta waktu beliau yang telah menyempatkan untuk

bersedia membimbing hingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis

skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

6. Bapak, Ibu Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu

Administrasi Universitas Brawijaya yang telah banyak memberikan

ilmu, pengetahuan, pelajaran hidup selama proses perkuliahan selama

ini bagi penulis.

7. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur Bapak Agus Widiyarta

S.Sos., M.Si beserta seluruh insan Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur (Bapak Muslih, Ibu Silvia, Bapak Agus, Mas Wisnu, dan Mas

Fikri) yang telah membantu memperlancar proses penelitian yang

penulis lakukan.

ix
8. Orang tua tercinta Bunda Jumiati SE, M.E dan Ayah Lasmiran SE.,

M.Kes, serta Mas Wahid, Adik Aulia, Zidan, Nadia dan Bule Erni yang

selalu memberikan dukungan lengkap dengan do’a disetiap penghujung

solat.

9. Kakak dan Abang di “Kopi Aming”, kak Tata, bang Mawan, kak Lia,

kak Dini, bang Ridho, Aurel kalian baik penuh perhatian, teman

pertamaku di Malang yang akan selalu teringat dalam pikiranku hingga

kapanpun.

10. “The Laper”, sahabatku yang selalu penuh cerita suka duka, penuh

kenangan, penuh kebahagiaan Mba Asha, Tessa, Rheny, Indah, Ega dan

“BIR (Bacot Is Real)”, teman-temanku semasa SMA Putra, Bayu,

Viorel, Cikal, Rifki, Sherly, Anggie, Nadia, Ca’a, Iqbal, Ina yang telah

memberikan cerita-cerita dalam hidupku, serta mengisi waktu liburanku

selama di Kota Kelahiranku, kalian akan selalu menjadi bagian dari

hidupku hingga usia lanjut menghampiriku.

11. “Keluarga Cemara”, sebutan bagi ketujuh sahabat pertamaku di kota

Rantauan, Arifin, Shela, Rima, Intan, Novia, Arfian, kalian baik,

makasih buat semuanya! Tetap jaga hubungan silahturahmi hingga kita

berhasil menggapai kesuksesan dan satu lagi sahabat sekaligus teman

penuh kasih sekarang hingga kelak Feby Agustin, orang di keluarga

cemara yang selalu tau baik burukku sejak maba.

12. Keluarga besar IMKALBAR UB, khusus teman berjuang pada titik awal

tahun 2016 Ridzaty, Owen, Mawan, Noval, Angel, Nada kalian hebat

x
hingga saat ini ditanah rantau. Serta adik-adik generasiku lainnya! YUK

pulang dan mengabdi demi tanah kelahiran.

13. Squad Magang Ombudsman RI, Maher, Edy, dan Dani yang sudah

berjuang bersama untuk mencari pengalaman kerja di kantor lembaga

pengawas pelayanan publik terbaik yang Indonesia miliki, terkhusus

kepada kalian, Rifky si anak visioner, Oktav si anak boba, dan

Muhammad si anak tambang nan rendah hati bahwa kalian baik, teman

penuh kenangan nantinya. Anggota Tim kajian sistemik batch awal

hingga akhir, beserta Asisten Ombudsman di Tim Ekonomi 3 Pak

Dadan, Bu Aat, Bang Fatir, Bang Andi, Mba Indah, Mba Tika, Mba Ana

dan Mba Feffa yang senantiasa mendampingi serta memberikan ilmu,

dan sebuah pengalaman berharga kelak.

14. “SERASI” sebutan yang sungguh berharga dalam masa perkuliahanku,

terimakasih kalian akhi dan ukhti atas kesempatannya yang diberikan,

Bang Izar panutanku, Sangaji pasanganku sebagai calon presiden,

beserta Tim sukses lainnya, semoga Allah senantiasa memberikan

perlindungan dan kekuatan pada kalian semua.

15. “Lumba-lumba”, grup yang selalu memberikan support sekaligus

sahabat terbaik dan termurah hati kalian Tata, Wanda, Maher, Yuliana,

Nabila dan Nanda.

16. Tim penumpangku Umi Kak Hafsah, Kak Angkasa Pura, Kak Acoh

beserta keluarganya yang telah memberikan secarik kesenangan bagi

xi
penulis dalam hal financial tambahan serta pengalaman yang luar biasa

ini akan selalu penulis jadikan kenangan hidup kedepannya.

17. Squad Lentera Akademika Nusantara, Pak Aulia dan Pak Andhyka

terimakasih telah memberikan tambahan pengalaman di akhir masa

studi S1 beserta tim solidnya Indri, Velda, Farid, dan Fandik, kalian luar

biasa baiknya yang penuh semangat untuk mengapai ilmu bersama

LEKANTARA.

18. Teman-teman MAFIA Publik 2016, teman seperjuangan bimbingan pak

Rozikin dan Pak Andhyka, terimakasih telah menemani berjuang kuliah

bersama selama 4 tahun dan selalu memberikan cerita untuk

menyelesaikan study ini.

Penulis menyadi bahwa tulisan ini masih jauh dari kata sempurna, karena

pada hakikatnya kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Namun, penulis akan

merasa senang jika mendapat kritik dan saran yang konstruktif untuk

menyempurnakan karya tulis skripsi ini. Pesan dari penulis semoga karya tulis ini

bermanfaat dan dapat memberikan sumbangsih bagi pihak manapun sebagai

referensi dalam menambah wawasan ilmu pengetahuan.

Malang, 24 April 2020

Peneliti

xii
DAFTAR ISI

MOTTO .................................................................................................................. i
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI ................................................................... ii
TANDA PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................... iii
PERNYATAAN ORSINALITAS SKRIPSI ...................................................... iii
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................................................................... v
RINGKASAN ....................................................................................................... vi
SUMMARY ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xvii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
I.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 11
I.3 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 12
I.4 Kontribusi Penelitian.................................................................................... 12
I.5 Sistematika Pembahasan .............................................................................. 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 16
II.1 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 16
II.2 Dinamika Administrasi Publik ................................................................... 26
II.2.1 Pengertian Administrasi Publik............................................................ 26
II.2.2 Perkembangan Administrasi Publik ..................................................... 27
II.2.3 Paradigma Administrasi Publik............................................................ 28
II.2.3.1 Old Public Administration............................................................. 29
II.2.3.2 New Public Management (NPM) .................................................. 30
II.2.3.3 New Public Service (NPS) ............................................................ 32
II.3 Reformasi Administrasi .............................................................................. 34
II.3.1 Definisi dan Konsep Reformasi Administrasi...................................... 34
II.3.2 Strategi Reformasi Administrasi .......................................................... 36
II.3.3 Tujuan Reformasi Administrasi ........................................................... 39
II.4 Pelayanan Publik ........................................................................................ 40
II.4.1 Definisi dan Konsep Pelayanan Publik ................................................ 40
II.4.2 Jenis-jenis Pelayanan Publik ................................................................ 42
II.4.3 Standar Pelayanan Publik..................................................................... 44
II.4.4 Kualitas Pelayanan Publik.................................................................... 46
II.5 Reformasi Pelayanan Publik ....................................................................... 49
II.6 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI ......................................................... 52
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 55
III.1 Jenis Penelitian .......................................................................................... 55
III.2 Fokus Penelitian ........................................................................................ 56

xiii
III.3 Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian ...................................................... 57
III.4 Sumber Data .............................................................................................. 58
III.4.1 Sumber Data Primer............................................................................ 59
III.4.2 Sumber Data Sekunder ....................................................................... 60
III.5 Jenis Data .................................................................................................. 61
III.5.1 Data Primer ......................................................................................... 61
3.5.2 Data Sekunder ....................................................................................... 62
III.6 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 62
III.7 Instrumen Penelitian .................................................................................. 66
III.8 Keabsahan Data ......................................................................................... 68
III.9 Analisis Data ............................................................................................. 70
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................... 72
IV.1 Gambaran Umum Lokasi dan Situs Penelitian ......................................... 72
IV.1.1 Gambaran Umum Jawa Timur ........................................................... 72
IV.1.2 Gambaran Umum Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur .............. 74
IV.2 Penyajian Data .......................................................................................... 80
IV.2.1 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Dalam Memberikan Reformasi
Pelayanan Publik Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur ............ 80
IV.2.1.1 Aspek Kelembagaan .................................................................... 87
1) Legal Standing ................................................................................... 87
2) Konsistensi ......................................................................................... 89
3) Struktur Organisasi ............................................................................ 91
IV.2.1.2 Aspek Ketatalaksanaan ................................................................ 98
1) Sistem dan Prosedur ........................................................................... 98
2) Informasi .......................................................................................... 106
IV.2.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia .................................................... 108
1) Pegawai ............................................................................................ 108
IV.2.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Penilaian Kepatuhan Ombudsman
RI Dalam Memberikan Reformasi Pelayanan Publik Bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Timur ................................................................... 110
IV.2.2.1 Faktor Pendukung ...................................................................... 110
1) Komitmen Pemimpin Daerah ........................................................... 110
2) Terjalin Kesepahaman ...................................................................... 111
3) Instrument sudah lengkap ................................................................ 113
IV.2.2.2 Faktor Penghambat .................................................................... 114
1) Keterjangkauan Wilayah .................................................................. 114
2) Keterbatasan Anggaran .................................................................... 116
IV.3 Pembahasan ............................................................................................. 117
IV.3.1 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Dalam Memberikan Reformasi
Pelayanan Publik Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur .......... 117
IV.3.1.1 Aspek Kelembagaan .................................................................. 120
IV.3.1.2 Aspek Ketatalaksanaan .............................................................. 123
IV.3.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia .................................................... 125

xiv
IV.3.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Penilaian Kepatuhan Ombudsman
RI Dalam Memberikan Reformasi Pelayanan Publik Bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota di Jawa Timur ................................................................... 127
IV.3.2.1 Faktor Pendukung ...................................................................... 127
1) Komitmen Pemimpin Daerah ........................................................... 128
2) Terjalin Kesepahaman ...................................................................... 128
3) Instrumen Sudah Lengkap................................................................ 129
IV.3.2.2 Faktor Penghambat .................................................................... 130
1) Keterjangkauan Wilayah .................................................................. 130
2) Keterbatasan Anggaran .................................................................... 131
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 132
V.1 Kesimpulan ............................................................................................... 132
V.2 Saran ......................................................................................................... 135
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 137
LAMPIRAN ....................................................................................................... 140

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Laporan/Pengaduan masyarakat ke ORI Jawa Timur 2018 .................... 5


Tabel 1.2 Persentase penyelesaian laporan di seluruh kantor perwakilan
Ombudsman diseluruh Indonesia ............................................................................ 5
Tabel 1.3 Hasil penilaian kepatuhan dari ORI Jatim kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota 2016-2018 .................................................................................... 9
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ............................................................................. 22
Tabel 2.2 Strategi Reformasi Administrasi ........................................................... 38
Tabel 2.3 Tipe Reformasi dan Tujuan Reformasi ................................................. 40
Tabel 2.4 Area Perubahan Reformasi Birokrasi ................................................... 50
Tabel 3.1 Fokus Penelitian .................................................................................... 57
Tabel 4.1 Total Jumlah Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilakukan Penilaian
Kepatuhan 2018-2019 ........................................................................................... 82
Tabel 4.2 Komponen Standar Penilaian Kepatuhan ............................................. 84
Tabel 4.3 Organisasi Pemerintah Daerah yang dilakukan Penilaian .................... 92
Tabel 4.4 Data Jumlah Perubahan Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah ....... 94
Tabel 4.5 Data Jumlah Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah......................... 95

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Laporan Masuk dan Telah Diselesaikan Perbulan
Selama 2015 ............................................................................................................ 4
Gambar 4.1 Peta Adminitratif Jawa Timur ........................................................... 73
Gambar 4.2 Logo Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur ................................. 77
Gambar 4.3 Bagan Organisasi Perwakilan Ombudsman Prov. Jawa Timur ........ 80
Gambar 4.4 Anggaran Operasional Kegiatan Penilaian Kepatuhan 2018 .......... 116
Gambar 4.5 Anggaran Operasional Kegiatan Penilaian Kepatuhan 2019 .......... 117

xvii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian .................................................................. 140


Lampiran 2. Pedoman Wawancara ..................................................................... 145
Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas ........................................ 147
Lampiran 4. Formulir Persetujuan sebagai Informan ......................................... 148
Lampiran 5. Petunjuk Teknis Penilaian Kepatuhan ............................................ 153
Lampiran 6. Curriculum Vitae ............................................................................ 188

xviii
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Di era pasca pemerintah orde baru 1998, kata reformasi menjadi sangat

diperhatikan oleh masyarakat. Tuntutan perubahan sering disuarakan bagi mereka

yang ingin terbebas dari belenggu kekuasaan. Perspektif reformasi sering ditujukan

kepada aparatur pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik. Secara

terminologi Caiden (1969) mengatakan bahwa kata “reform” dapat dirumuskan

melalui berbagai pendekatan seperti dalam konteks sektor publik, reformasi

merupakan “artificial inducement against resistance” (merujuk pada posisi sebuah

sikap untuk berperilaku bertahan dengan memberikan pemahaman yang lebih

kompleks). Dari teori tersebut, Caiden telah menawarkan pembeda kata “reform”

secara tegas daripada sekedar kata “change” dikarenakan reformasi memerlukan

langkah-langkah untuk menghasilkan perubahan yang lebih baik.

Tujuan dari reformasi administrasi pada dasarnya adalah untuk menciptakan

birokrasi pemerintah yang professional dengan karakteristik adaptif, berintergritas,

berkinerja tinggi, bersih dan bebas korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Birokrasi

sebagai penyelenggara pelayanan publik sepatutnya memberikan hak layanan

kepada masyarakat secara utuh sesuai prosedur yang sah, namun dilihat dari segi

proses pelayanan publik sekarang ini masih terdapat anomali masyarakat yang

berakibat masih rendahnya mutu terhadap kualitas pelayanan publik. Anomali

tersebut seperti pelayanan publik yang terus identik dengan layanan berbelit-belit,

1
2

adanya biaya tambahan atau biaya pungutan, dan keterangan waktu yang tidak

tersedia sehingga membuat kejelasan layanan cenderung tidak transparan. Proses

pelayanan publik akan menjadi suatu produk birokrasi publik yang diterima oleh

warga pengguna maupun masyarakat secara luas, karena itu pelayanan publik dapat

didefinisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh intansi pemerintah

untuk memenuhi kebutuhan warga pengguna (Dwiyanto, dkk 2006: 136). Mengenai

reformasi bahwa berdasarkan keputusan Menteri Aparatur Pendayagunaan Negara

dan Reformasi Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis

Penyusunan, Penetapan, dan Penerapan Standar Pelayanan, dimana pengertian

secara umum dari pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang

dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan

kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Pendekatan reformasi birokrasi yang perlu dilakukan untuk memperbaiki

perilaku dan kinerja birokrat (pelayan publik) di Indonesia adalah pendekatan yang

bersifat holistik (holistic approach), yaitu reformasi yang mencangkup semua unsur

birokrasi seperti unsur pengetahuan, keterampilan, mindset SDM aparatur, struktur

birokrasi, budaya birokrasi, sarana dan prasarana birokrasi. Hal ini sejalan dengan

roadmap reformasi birokrasi yang ditetapkan melalui regulasi Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 tahun 2015.

Dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi tersebut ditetapkan 8 (delapan) area reformasi birokrasi yang salah


3

satunya melalui perspektif area pelayanan publik, dimana harapannya adalah

pelayanan prima sesuai standar pelayanan kebutuhan dan harapan masyarakat.

Lebih dalam sebagaimana Undang-undang No. 37 Tahun 2008 tentang

Ombudsman Republik Indonesia, bahwa Indonesia telah memiliki lembaga negara

pengawas eksternal yang menjadi bagian dari proses percepatan roadmap reformasi

birokrasi dalam hal peningkatan kualitas pelayanan publik yaitu Ombudsman

Republik Indonesia (ORI). Ombudsman Republik Indonesia merupakan lembaga

Pemerintah Non-Departemen yang memiliki peran pengawasan pelayanan publik

terhadap Pemerintah, BUMN, BUMD dan BHMN serta badan swasta atau

perorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu

menggunakan seluruhnya atau sebagian dana dari APBN atau APBD. Pada tahun

2015 Ombudsman Republik Indonesia telah menerima laporan/pengaduan

masyarakat atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 6.859

(enam ribu delapan ratus lima puluh sembilan) beradasarkan data base

(simple.ombudsman.go.id) Ombudsman Republik Indonesia telah menerima

laporan/pengaduan sebagai mana grafik berikut ini:


4

Laporan/Pengaduan
1600
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
Januar Februa Agustu Septe Oktob Nove Desem
Maret April Mei Juni Juli
i ri s mber er mber ber
Masuk 818 610 653 600 547 597 411 502 532 657 487 445
Ditutup 566 371 388 335 267 328 187 207 210 216 135 45

Ditutup Masuk

Gambar 1.1 Grafik Jumlah Laporan Masuk dan Telah Diselesaikan Perbulan
Selama 2015
Sumber : simple.ombudsman.go.id, 2015

Berdasarkan grafik laporan Ombudsman RI 2015 diatas, laporan yang masuk

mengalami fluktuasi meskipun tidak begitu signifikan. Namun dalam hal ini

kesadaran masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik telah memberikan respon

positif kepada Ombudsman RI. Selain berasal dari Kantor Ombudsman RI pusat

dari jumlah seluruh laporan, 5 kantor perwakilan Ombudsman RI dengan

laporan/pengaduan masyarakat terbanyak antara lain Nusa Tenggara Timur 7,35%,

Sulawesi Utara 6,65%, Jawa Timur 5,13%, Sulawesi Selatan 4,01% dan Sumatera

Barat 3,95%.

Daerah Jawa Timur yang masuk dalam kategori jumlah laporan/pengaduan

masyarakat terbanyak telah memberikan dampak trend positif kepada Ombudsman

bahwa kepercayaan publik terhadap kualitas pelayanan publik besar. Sehingga

sebagai salah satu bentuk reformasi pelayanan publik melalui standar penilaian
5

kepatuhan kepada penyelenggara negara, maka Ombudsman Perwakilan Jawa

Timur menjalankan tugas, pokok, dan fungsinya sebagai lembaga pengawas

pelayanan publik kepada Pemerintah Kabupaten/kota. Berikut disajikan beberapa

jumlah laporan/pengaduan masyarakat yang masuk ke Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur sepanjang tahun 2018:

Tabel 1.1 Laporan/Pengaduan masyarakat ke ORI Jawa Timur 2018


No Intansi Terlapor Jumlah Laporan
1 Dinas Administrasi Kependudukan 83
2 Dinas Pertanahan 73
3 Dinas Kepegawaian 41
4 Kepolisian Republik Indonesia 58
5 Dinas Pendidikan 19
Sumber: Diolah dari Data Ombudsman Perwakilan Jawa Timur, 2020

Berdasarkan data laporan/pengaduan masyarakat diatas bahwa pengaduan

yang paling sering dilaporkan terkait dengan proses pelayanan publik adalah

administrasi kependudukan. Terkadang kebanyakan prosedur layanan yang tidak

jelas menjadi akibat dari tidaknya transparasi pemerintah sehingga hal tersebut

menyebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik dan mengakibatkan terjadinya

tindakan maladministrasi. Keterangan lebih lanjut dijelaskan berdasarkan hasil

analisa penyelesaian laporan/pengaduan masyarakat dari Kantor/Perwakilan

Ombudsman RI diseluruh Indonesia berikut ini:

Tabel 1.2 Persentase penyelesaian laporan di seluruh kantor perwakilan


Ombudsman diseluruh Indonesia
Jumlah Penyelesaian
No Kantor/Perwakilan Laporan Keterangan
1 Sulawesi Tengah 89,54%
2 Kepulauan Bangka Belitung 86,67%
3 Nusa Tenggara Barat 84,81% Sangat Baik
4 Kalimantan Timur 83,53%
5 Bengkulu 83,46%
6

Jumlah Penyelesaian
No Kantor/Perwakilan Laporan Keterangan
6 Sulawesi Utara 81,14%
7 Kalimantan Tengah 77,98%
8 Bali 75,92%
9 Maluku Utara 68,27%
10 Lampung 65,74%
11 Jambi 62,39%
12 Kalimantan Selatan 62,39%
13 Banten 58,33% Baik
14 Jawa Timur 56,53%
15 Riau 56,22%
16 Sumatera Selatan 53,60%
17 Nusa Tenggara Timur 53,17%
18 Gorontalo 50,00%
19 Aceh 49,71%
20 Sulawesi Barat 45,67%
21 Jawa Barat 44,25%
22 Sulawesi Tenggara 43,45%
23 Kalimantan Barat 40,19%
24 Sumatera Utara 40,00% Kurang
25 Sulawesi Selatan 39,27%
26 Sumatera Barat 35,06%
27 DI Yogyakarta 35,33%
28 Maluku Utara 29,63%
29 Kepuluan Riau 29,09%
30 Papua 26,35%
31 DKI Jakarta 15,06%
32 Jawa Tengah 6,35% Buruk
33 Papua Barat 4,96%
Sumber: simple.ombudsman.go.id

Hasil persentase penyelesaian laporan diatas menyatakan Ombudsman

Perwakilan Jawa Timur masuk dalam kategori penyelesaian laporan yang “Baik”.

Sehingga hal tersebut telah membawa trend positif pada masyarakat, dikarenakan

kesadaran masyarakat dalam melaporkan proses pelayanan publik yang dinilai

masih rendah kualitas layanannya. Kemudian sepanjang kurun waktu tahun 2018
7

Ombudsman RI Jawa Timur kembali merekapitulasi hasil laporan/pengaduan

masyarakat terhadap pelayanan publik. Kota Surabaya tercatat sebagai kota dengan

jumlah pelapor tertinggi, melalui instansi yang dilaporkan tidak terbatas

dilingkungan pemerintah kota tapi juga unit pelayanan publik lain yang ada di

Surabaya.

Total laporan yang diterima ORI Jatim selama setaun mencapai 1480
pengaduan dari seluruh jatim “tetapi, setelah penerimaan dan verifikasi, yang kami
proses 405 laporan” jelas ketua Ombudsman RI Jatim Agus Widiarta dikantornya
kamis, 10/01/2019 (ombudsman.go.id)
Hal tersebut dinilai cukup tinggi atas laporan/pengaduan masyarakat terhadap

malaadministrasi pelayanan publik di Jawa Timur, terbukti ratusan laporan tersebut

mencakup 3.000 (tiga ribu) penerima manfaat pelayanan publik. Khusus dari kota

Surabaya saja pengaduan yang masuk mencapai 205 laporan atau sekitar 50,65%

(ombudsman.go.id). Namun disisi lain, pihak Ombudsman menilai bahwa adanya

kencenderungan yang positif dari warga karena sudah mulai menyadari transparansi

dan keinginan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik sehingga ketika ada

yang kurang memuaskan, warga segera melapor kepada pihak yang berwenang

yaitu Ombudsman.

Sehingga melalui Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman

Republik Indonesia memperkuat langkah-langkah dalam menjalankan fungsi

pengawasannya, melalui program Ombudsman Republik Indonesia yaitu penilaian

dan pemeriksaan tingkat kepatuhan di Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah

Daerah terhadap standar pelayanan publik. Kegiatan pengawasan tersebut sejalan

dengan tujuan mempercepat penyempurnaan dan peningkatan kualitas Reformasi

Birokrasi Nasional (RBN) 2010-2025. Hal tersebut diperkuat oleh PerPres No. 2
8

tahun 2015 tentang Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-

2019, yang menuntut Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk mematuhi

Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Banyak penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya tentang peningkatan

pelayanan publik melalui penilaian kepatuhan, faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan penyelenggara pelayanan publik bahkan kepatuhan terhadap

penyelenggaraan pelayanan publik yang telah dilakukan oleh Ombudsman

Republik Indonesia itu sendiri, namun penelitian-penelitian tersebut masih

menganalisis tentang proses implementasi dan evaluasinya saja. Namun demikian,

penelitian mengenai penilaian kepatuhan dalam memberikan reformasi pelayanan

publik bagi pemerintah daerah masih belum ada. Sehingga perlu dilaksanakan

penelitian guna memberikan ruang akademik terhadap penyelenggara pelayanan

publik.

Bahwa kemudian pemerintah menargetkan RPJMN 2015-2019 tingkat

kepatuhan penyelenggara pelayanan publik terus meningkat sehingga menjadi

bentuk dari bagian reformasi pelayanan publik yang mengarah pada perbaikan

pemenuhan kebutuhan standar pelayanan masyarakat. Penilaian kepatuhan

bertujuan pula mengingatkan kewajiban penyelenggara negara agar memberikan

kualitas layanan terbaik kepada masyarakat berbasis fakta dan metodologi

pengumpulan data yang kredibel. Penilaian kepatuhan menggunakan variable dan

indikator berbasis pada kewajiban pejabat pelayanan publik dalam memenuhi

komponen standar pelayanan publik sesuai Pasal 15 dan Bab V Undang-undang

No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Survei penilaian kepatuhan


9

Ombudsman Republik Indonesia berfokus pada atribut standar layanan yang wajib

disediakan pada setiap unit pelayanan publik dan apa yang sudah terpasang serta

terlihat di ruang pelayanan, hal ini yang akan dinilai dan akan memudahkan

masyarakat luas untuk mengakses layanan publik yang diinginkan sehingga suatu

kualitas pelayanan publik akan terjamin. Penilaian kepatuhan Ombudsman

Republik Indonesia menggunakan skema zona merah, kuning, dan hijau (traffic

light system), yang diberikan kepada penyelenggara pelayanan publik.

Berikut disajikan data hasil Penilaian Kepatuhan di beberapa Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Timur:

Tabel 1.3 Hasil penilaian kepatuhan dari ORI Jatim kepada Pemerintah
Kabupaten/Kota 2016-2018
Kabupaten
Hijau Kuning Merah Tahun
Zona
Pasuruan 83,96%
Kediri 79,73% 2016
Surabaya 95,71%
Malang 62,96%
Blitar 69,30%
Bojonegoro 57,77%
Kediri 30,88%
2017
Tulungagung 41,92%
Lumajang 22,04%
Malang 60,29%
Kediri 99,49%
Tulungagung 97,11%
Bojonegoro 88,20%
Sumenep 73,89%
Lumajang 71,49%
2018
Tuban 70,76%
Madiun 64,27%
Pamekasan 61,92%
Jember 57,42%
Ponorogo 55,30%
10

Kabupaten
Hijau Kuning Merah Tahun
Zona
Banyuwangi 52,34%
Jombang 45,71%
Mojokerto 25,17%
Batu 93,18%
Probolinggo 88,45%
Malang 73,08%
Sumber: Diolah dari Data Ombudsman Republik Indonesia, 2020

Berdasarkan data diatas, hasil penilaian kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur terkait penyelenggara pelayanan publik di beberapa

Kabupaten/Kota tersebut diatas pada tahun 2016-2018 ada yang mengalami

stagnasi maupun fluktuasi. Fenomena ini dapat menjadi suatu indikator yang

kemudian dapat diperhatikan sebagai bentuk reformasi pelayanan publik terhadap

pemerintah daerah di Jawa Timur selama pengawasan standar penilaian kepatuhan

ini dilaksanakan sepanjang kurun waktu yang telah ditentukan. Hal ini sebagai

bentuk proses pelayanan publik, melalui terpenuhi atau tidak indikator-indikator

standar penilaian kepatuhan oleh penyelenggaraan layanan publik dalam hal

peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh intansi atau unit pelayanan

publik (Pemerintah Kabupaten/Kota) kepada masyarakat. Salah satu contoh yang

dapat diperhatikan melalui indikator-indikator kasat mata misalnya, dengan tidak

terdapatnya maklumat pelayanan yang dipampang, maka nantinya potensi

ketidakpastian hukum terhadap pelayanan publik akan sangat besar selain itu

muncul calo (petugas yang tidak bertanggung jawab) memanfaatkan ‘moment’

tersebut, selain itu pula seperti standar biaya yang tidak dipampang, maka praktek

pungli, calo, dan suap menjadi lumrah di kantor layanan publik tersebut.
11

Dampak jangka panjang, pengabaian terhadap standar penilaian kepatuhan

akan berpotensi mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik dan

penurunan kredibilitas peranan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Sehingga perlu analisis atas diselenggarakannya pengawasan dari Ombudsman

Republik Indonesia mengenai standar penilaian kepatuhan dalam perspektif

reformasi birokrasi area perubahan pada pelayanan publik bagi Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Timur spesifik 2018-2019. Sejalan dengan hal tersebut

bahwa pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur merupakan bagian dari

fasilitator, regulator, dan katalisator layanan bagi masyarakat. Didasarkan pada

latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas, maka peneliti tertarik mengangkat

judul “Reformasi Pelayanan Publik Melalui Standar Penilaian Kepatuhan

(Studi Pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur)”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana penilaian kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia dalam

reformasi pelayanan publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa

Timur?

2. Apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat dari penilaian

kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia dalam reformasi pelayanan

publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur?


12

I.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui, mendeksripsikan, dan menganalisis penilaian kepatuhan

Ombudsman Republik Indonesia dalam reformasi pelayanan publik bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

2. Mengetahui, mendeskripsikan, dan menganalisis faktor pendukung dan

faktor penghambat dari penilaian kepatuhan Ombudsman Republik

Indonesia dalam reformasi pelayanan publik bagi Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

I.4 Kontribusi Penelitian

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan teoritis dan praktis. Berikut

kontribusi penelitian ini:

1. Kontribusi Teoritis

a. Bagi Mahasiswa, agar mampu menerapkan ilmu yang diperoleh selama

menempuh masa kuliah, terutama bidang administrasi publik yang

bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan interpretasi masalah

yang dihadapi selama penelitian ini dilakukan.

b. Bagi Perguruan Tinggi Universitas Brawijaya, khusus pada Fakultas

Ilmu Administrasi, agar dapat memberikan sumbangsih bagi

perkembangan ilmu pengetahuan, terutama dalam lingkup keilmuan

administrasi publik.
13

c. Bagi Pemerintah atau Instansi lain, penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi atau dijadikan referensi terkait reformasi

dibidang pelayanan publik dalam hal standar penilaian kepatuhan.

2. Kontribusi Praktis

Hasil penelitian dijadikan sebagai sumbangan pemikiran atau sumber

informasi bagi pihak lain yang melakukan penelitian lebih lanjut tentang

Reformasi Pelayanan Publik Melalui Standar Penilaian Kepatuhan Studi

Pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur.

I.5 Sistematika Pembahasan

Secara garis besar sistematika pembahasan skripsi terbagi menjadi 5 (lima)

bab, dengan susunan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan tentang penjelasan sub bab pendahuluan yang

meliputi: latar belakang masalah yang menjelaskan tentang

pentingnya penelitian yang merupakan bentuk pernyataan secara

ringkas tentang apa yang akan dituju sesuai dengan permasalahan

dalam penelitian yang dilakukan dan dilengkapi penelitian

terdahulu, rumusan masalah sebagai bentuk pertanyaan yang harus

dijawab dalam pembahasan karya tulis ini, kontribusi penelitian

sebagai bentuk pernyataan hasil penelitian, dan sistematika

pembahasam yang berisi pemadatan isi dari masing-masing bab

yang ditulis.
14

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang penelitian terdahulu, kajian teoritis

administrasi publik, konsep reformasi administrasi, pelayanan

publik, reformasi pelayanan publik dan standar penilaian

kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia yang melandasi

penulisan dan pembahasan yang berkaitan dengan judul penelitian.

Sehingga dapat mendukung dalam menganalisa serta

menginterpretasikan data yang diperlukan peneliti.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan tentang jenis penelitian, fokus penelitian,

pemilihan lokasi dan situs penelitian, jenis dan sumber data, teknik

pengumpulan data, instrumen pengumpulan data, keabsahan data,

dan analisis data.

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan tentang gambaran umum Jawa Timur dan

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur. Hasil

penelitian yang telah peneliti peroleh di lapangan, serta analisis

aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan dan aspek sumber daya

manusia serta faktor pendukung dan penghambat.

BAB V : PENUTUP

Bab ini menjadi bagian terakhir dari penulisan skripsi yang berisi

kesimpulan hasil penelitian serta saran.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Terdahulu

Sebuah gambaran mengenai penelitian terdahulu sebagai upaya pembanding

dalam mendalami penelitian yang dilakukan. Dengan adanya kajian penelitian

terdahulu merupakan upaya dalam menggambarkan dan memetakan penelitian saat

ini. Berikut beberapa penelitian terdahulu sebagai gambaran yang mewakili kajian

terhadap penelitian yang berjudul Reformasi Pelayanan Publik Melalui Standar

Penilaian Kepatuhan (Studi Pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur).

Pertama, jurnal oleh Anifah Putri Cahyanti pada tahun 2018 dengan judul

Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik Melalui Penilaian Kepatuhan Terhadap

Standar Pelayanan Sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang

Pelayanan Publik (studi di Dinas Kesehatan Kota Salatiga Tahun 2016-2017).

Dalam penelitian ini menggunakan mix method dengan hasil bahwa penilaian

kepatuhan yang dilakukan oleh Ombudsman di Dinas Kesehatan Kota Salatiga

belum dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh

OPD ini, hal tersebut dapat diketahui dari hasil survey kepuasan masyarakat yang

dilakukan, pelayanan yang diselenggarakan tahun 2016-2017 masih buruk.

Penyebabnya adalah buruknya pemenuhan standar pelayanan publik di Dinas

Kesehatan Kota Salatiga yaitu pengetahuan sumber daya manusia yang kurang

dalam hal pelayanan publik sehingga tidak mengimplementasikan standar

pelayanan publik yang diamanatkan oleh undang-undang.

16
17

Dalam hal ini Ombudsman dapat membangun komunikasi yang baik dengan

lebih gecar mensosialisasikan standar pelayanan dan bagaimana penilaian

dilakukan serta mengimbau masyarakat agar turut aktif mengawasi apakah standar

pelayanan publik oleh penyelenggara pelayanan telah lengkap atau hanya sekedar

pajangan saat dilakukan penilaian. Meskipun terjadi peningkatan dari zona merah

ke zona kuning, namun dari hasil survey kepuasan yang dilakukan masyarakat

merasa tidak puas dan mengganggap pelayanan yang diberikan masih buruk atau

tidak baik. Karena penilaian kepatuhan yang diharapkan dapat membuka perihal

hak-hak yang harus dilayani mengenai keterbukaan informasi kepada masyarakat

agar masyarakat tidak perlu banyak bertanya saat menggunakan layanan juga belum

dapat berhasil, hal ini karena masyarakat lebih memilih banyak bertanya kepaa

petugas penyelenggara daripada mencari informasi secara mandiri. Dalam

meningkatkan kualitas pelayanan tidak cukup hanya melihat pemenuhan standar

pelayan publik saja, melainkan harus dari semua unsur seperti kepuasan

masyarakat, kinerja aparatur negara, serta efektivitas dari penyelenggara itu sendiri.

Kedua, jurnal oleh Ali Abdul Wakhid, dosen Fakultas Ushuluddin UIN Raden

Intan Lampung pada tahun 2017 dengan judul Reformasi Pelayanan Publik di

Indonesia. Dalam jurnal ini dikatakan bahwa negara berkewajiban melayani setiap

warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam

kerangka pelayanan publik. Membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan

publik yang dilakukan penyelenggara merupakan kegiatan yang harus dilakukan

seiring dengan harapan dan tuntutan seluruh warga negara dan penduduk tentang

peningkatan pelayanan publik.


18

Persoalan dalam pelayanan publik dalam jurnal ini pada dasarnya yang

berhubungan dengan peningkatan kualitas pelayanan itu sendiri. Pelayanan yang

berkualitas sangat tergantung pada berbagai aspek, yaitu bagaimana pola

penyelenggaraannya (tatalaksana), dukungan sumber daya manusia, dan

kelembagaan. Dari aspek sumber daya manusia, kelemahan utama terletak pada

profesionalisme, komptensi, empathy, dan etika penyelenggara pelayanan publik.

Sedangkan dari aspek kelembagaan, kelemahaan utamanya adalah design

organisasi yang tidak dirancang khusus dalam rangka pemberian pelayanan kepada

masyarakat, penuh dengan hirarki sehingga pelayanan menjadi berbeliti-belit dan

tidak terkoordinasi dengan baik. Hal-hal tersebut dapat diatasi dengan cara, adanya

penetapan standar pelayanan, pengembangan standard operasional prosedur, survey

kepuasan pelanggan, dan sistem pengelolaan pengaduan yang baik. Kualitas

pelayanan yang sangat diperlukan adalah suatu harapan yang didapatkan

masyarakat haruslah terbaik, serta tidak merugikan masyarakat. karena tuntutan

reformasi birokrasilah sebagai tujuan mengoreksi dan memperbaharui terus-

menerus arah pembangunan bangsa, dan wajib dilakukan supaya pemerintah dan

negara ini tidak tertinggal oleh arus globalisasi.

Ketiga, jurnal oleh Ardi Nugroho pada tahun 2016 dengan judul Reformasi

Administrasi Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan

Jawa Tengah). Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif-diskriptif

dengan Analisa data melalui tahap reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan. Pelaksanaan Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan (PATEN)

merupakan tindaklanjut upaya reformasi administrasi yang dilakukan oleh


19

Kemendagri dalam Permendagri No. 4 Tahun 2010 tentang pedoman pelayanan

administrasi terpadu kecamatan. Kebijakan reformasi administrasi yang

dirumuskan sejalan dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

publik, Perpres tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025 dan

mengatas permasalahan-permasalahan dalam pelayanan publik. Hasil penelitian

dari pelaksanaan PATEN di Jawa Tengah sebagai bentuk reformasi administrasi

publik memiliki dampak pada aspek: 1) Kelembagaan, yaitu adanya pendelegasian

sebagian kewenangan bupati/walikota kepada camat sebaai persyaratan subtantif

PATEN, adanya perubahan peran dan fungsi Kecamatan yang pada awalnya

sebagai SAtuan Kerja Perangkat Daerah dan pelaksanaan tugas pemerintahan

umum bertambah menjadi unit pelayanan publik, 2) Ketatalaksanaan, yaitu

memberikan manfaat bagi kecamatan untuk membuat dan menetapkan SOP dalam

pelayanan di kecamatan, sehingga memberikan kejelasan mengenai biaya, waktu

dan kelengkapan administrasi yang ahrus dicukupi dalam permohonan pelayanan

perizinan, 3) Sumber daya manusia, yaitu adanya peningkatan kualitas sumber daya

aparatur kecamatan dalam pelayanan publik, dan perubahan budaya kerja dari

aparatur di kecamatan. Pada kesimpulannya bahwa PATEN di Jawa Tengah masih

terus ditingkatkan komitmen kepada daerah baik Provinsi, Kabupaten dan Kota

yang telah memberikan perbaikan pada reformasi administrasi pelayanan publik

pada sisi kelembagaan, ketatalaksanaa, dan sumber daya manusia.

Keempat, jurnal oleh Meri Enita Puspita Sari, Yustinus Farid Setuobudi, dan

Diah Ayu Pratiwi pada tahun 2016 dengan judul Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik Pemerintah Kota Batam (Pada Dinas


20

Kesehatan dan Dinas Pendidikan Kota Batam). Penelitian ini merupakan penelitian

deskriptif kualitatif menghasilkan faktor perilaku kepatuhan yaitu dalam

memberikan layanan terhadap masyarakat, kemudian kepatuhan penyelenggara

pelayanan publik yang sesuai dengan UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik, dan penelitian ini menggunakan Analisa reduksi data, penyajian data, dan

penarikan kesimpulan/verifikasi. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan

dibutuhkan sebuah standar pelayanan yang mampu memberikan akses kemudahan

bagi masyarakat dan makulmat pelayanan, sistem informasi pelayanan publik,

sarana, prasaranadan/atau fasilitas pelayanan publik, pelayanan khusus,

pengelolaan pengaduan dan sistem pelayanan terpadu harus sesuai dengan

peraturan undang-undang tentang pelayanan publik tersebut.

Faktor perilaku kepatuhan dilihat secara pengetahuan, sikap, dan tindakan

dalam meberikan layanan dengan mengacu pada peraturan daerah Kota Bata, No.

1 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Sedangkan terdapat pula

faktor pelaksanaan pelayanan yaitu terhadap masyarakat, dinas pendidikan dan

kesehatan telah melaksanakan sesuai dengan standar pelayanan yang ditentukan

oleh pemerintah Kota Batam. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan

mulai dari faktor kesadaran, faktor organisasi, faktor aturan, faktor pendapatn,

kemampuan dan keterampilan, serta faktor sarana pelayanan mendapay respon

yang berbeda-beda dari pengguna layanan. Faktor aturan dan faktor sarana

pelayanan mendapat sorotan dari masyarakat, karena masih terdapat banyak

keluhan masyarakat betapa jauhnya pemberi layanan dalam memberikan layanan


21

yang belum sesuai dengan standar pelayanan yang terpampang sesuai dengan

standar yang ada.

Kelima, jurnal oleh Solechan pada tahun 2018 dengan judul Memahami Peran

Ombudsman Sebagai Badan Pengawas Penyelenggaraan Pelayanan Publik di

Indonesia. Dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan menghasilkan

bahwa Ombudsman sebagai badan pengawas penyelenggara pelayanan publik

dalam pelaksanaan perannya untuk mendukung good governance, menjalankan

tugasnya dengan cara menerima Laporan/Pengaduan setiap Warga Negara

Indonesia atau penduduk terhadap dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh

penyelenggara negara.

Dalam melakukan fungsi pengawasan pelayanan publik, selain menerima

laoran dari masyarakat, Ombudsman juga dapat melakukan atas insiatif sendiri

melalui systemic review yang hasilnya dapat berupa rekomendasi/saran. Untuk

memastikan ditaatinya upaya penyelesaian Ombudsman oleh terlapor atau atasan

terlapor, maka Ombudsman melakukan monitoring langsung maupun melalui

media/publikasi serta menyampaikan laporan berkala dan tahunan kepada Presiden

dan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu juga, sebenarnya Ombudsman memiliki

fungsi pencegahan maladministrasi dalam hal tindakan preventif yaitu penilaian

kepatuhan yang belum disebutkan dalam penelitian ini. Sehingga optimalisasi

fungsi Ombudsman sebagai badan pengawas penyelenggara pelayanan publik

semakin baik.
22

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


Nama Peneliti/
No Tahun/ Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian
1 Anifah Putri Hasil dari Membahas Lebih
Cahyanti tahun penelitian ini mengenai menekankan
2018 dengan membuktikan penilaian pada aspek
judul bahwa penilaian kepatuhan perubahan dari
Peningkatan kepatuhan yang Ombudsman dilakukannya
Kualitas dilakukan oleh Republik penilaian
Pelayanan Ombudsman di Indonesia yang kepatuhan
Publik Melalui Dinas Kesehatan diselenggaraka Ombudsman
Penilaian Kota Salatiga n oleh Republik
Kepatuhan belum dapat organisasi Indonesia
Terhadap meningkatkan perangkat kepada
Standar kualitas daerah. Pemerintah
Pelayanan pelayanan publik Kabupaten/Kot
Sesuai Undang atau dapat a, sehingga
Undang Nomor dikatakan masih dapat
25 Tahun 2009 buruk, meskipun mempertimban
Tentang telah mengalami gakan
Pelayanan peningkatan dari keberhasilan
Publik. (Studi di zona merah ke dan kegagalan
Dinas Kesehatan zona kuning. program dalam
Kota Salatiga Penyebabnya memberikan
Tahun 2016- adalah belum reformasi
2017) memahami pelayanan
indikator apa saja publik, tetapi
yang termasuk ke berdasarkan
dalam standar metode yang
pelayanan publik digunakan
yang telah peneliti,
ditetapkan oleh program ini
undang-undang. lebih
mengarah pada
perubahan atas
peningkatan
kategori/zonasi
kepada seluruh
pemerintah
daerah yang
dilakukan
penilaian
kepatuhan.
2 Sulistyo Ardi Hasil dari Membahas Lebih
Nugroho, penelitian ini mengenai menekankan
23

Nama Peneliti/
No Tahun/ Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian
Kismartini, dan membuktikan kajian teoritis pada titik
Hartuti bahwa reformasi keberhasilan
Purnaweni tahun Pelaksanaan pelayanan suatu program
2016 dengan PATEN di Jawa publik dengan dalam
judul Reformasi Tengah menjadi melihat pada memberikan
Administrasi pendorong dalam aspek reformasi
Pelayanan melakukan suatu kelembagaan, pelayanan
Publik (Studi reformasi ketatalaksanaan publik bagi
Pelayanan administrasi , dan sumber pemerintah
Administrasi pelayanan publik, daya manusia. daerah
Terpadu dengan melihat
Kecamatan Jawa pada sisi
Tengah). kelembagaan,
ketatalaksanaan,
dan sumber daya
manusia ditingkat
kecamatan di
Jawa Tengah.
3 Ali Abdul Hasil dari Membahas Lebih
Wakhid tahun penelitian ini mengenai memperjelas
2017 dengan membuktikan peningkatan mengenai titik
judul Reformasi bahwa pelayanan kualitas keberhasilan
Pelayanan publik yang pelayanan suatu program
Publik di berkualitas publik sangat dalam
Indonesia. sangat tergantung tergantung memberikan
pada berbagai pada reformasi reformasi
aspek, yaitu pelayanan pelayanan
bagaimana pola publik yang publik bagi
penyelenggaraan dilakukan, pemerintah
ya (tatalaksana), dengan melihat daerah di
dukungan sumber berbagai aspek Indonesia
daya manusia,
dan
kelembagaan.
Sehingga
kredibilitas
pemerintah
sangat ditentukan
oleh
kemampuannya
mengatasi
berbagai
permsalahan dan
24

Nama Peneliti/
No Tahun/ Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian
mampu
menyediakan
pelayanan publik
yang memuaskan
masyarakat
sesuai dengan
kemampuan yang
dimilikinya.
4 Meri Enita P.S, Penelitian ini Membahas Lebih
Yustinus F.S., membuktikan mengenai menekankan
Diah Ayu dengan adanya pekatuhan pada aspek
Pratiwi tahun faktor perilaku penyelenggara reformasi
2016 tentang kepatuhan dalam pelayanan pelayanan
Faktor-Faktor memberikan publik di publik yang
yang layanan terhadap daerah terhadap mengalami
Mempengaruhi masyarakat harus standar perubahan dari
Kepatuhan secara pelayanan tahun ketahun
Penyelenggara pengetahuan, publik. dilihat dari sisi
Pelayanan sikap dan pengawasan
Publik tindakan sesuai penilaian
Pemerintah Kota dengan legal kepatuhan dari
Batam. (pada standing yang Ombudsman
Dinas Kesehatan ada. Namun, ada RI kepada
dan Dinas faktor lain yang pemerintah
Pendidikan Kota tidak sesuai daerah di Jawa
Batam) seperti autran dan Timur.
sarana pelayanan
yang masih jauh
dari apa yang
masyarakat
harapkan dan
belum sesuai
dengan standar
pelayanan yang
terpampang
dalam objek
penelitian.
5 Solechan pada Hasil penelitian Membahas Dalam
tahun 2018 ini membuktikan mengenai penelitian ini
dengan judul bahwa peran dari Ombudsman terdapat
Memahami Ombudsman sebagai perbedaan
Peran adalah sebagai lembaga penelitian yang
Ombudsman lembaga pengawas berada diatas,
25

Nama Peneliti/
No Tahun/ Judul Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan
Penelitian
Sebagai Badan pengawas penyelenggara karena spesifik
Pengawas penyelenggara pelayanan membahas
Penyelenggaraan pelayanan publik publik mengenai
Pelayanan dalam fungsi
Publik di mendukung good ombudsman
Indonesia. governance, yaitu
menjalankan melakukan
tugasnya dengan tindakan
cara menerima preventif dari
laporan maladministras
pengaduan i. Sehingga
masyarakat Ombudsman
terhadap tidak hanya
penyelenggara menerima
negara serta laporan
melakukan pengaduan
systemic review masyarakat
sebagai upaya saja, tetapi
tindakan insiatif memiliki
Ombudsman program
sebagai lembaga penilaian
pengawas. kepatuhan
sebagai
fungsinya
sebagai
lembaga
pengawas
penyelenggara
pelayanan
publik Pusat
maupun
Daerah.

Sumber: Jurnal dan skripsi penelitian terdahulu 2016-2018


26

II.2 Dinamika Administrasi Publik

II.2.1 Pengertian Administrasi Publik

Ilmu Administrasi Publik adalah sebuah ilmu terapan dari berbagai gabungan

disiplin ilmu seperti ilmu politik, ekonomi, sosiologi, hukum, manajemen dan

sebagainya (Mindarti 2016: 7-8). Administrasi publik memiliki ruang lingkup

kegiatan penyelenggaraan atas segenap kepentingan publik dan masalah publik

(public interest and public affairs) yang ada dalam suatu negara maju maupun

berkembang. Ruang lingkup administrasi publik menurut Nicholas Henry (1975)

dalam Keban (2014: 8) adalah dilihat dari topik-topik yang dibahas selain

perkembangan ilmu administrasi publik itu sendiri, antara lain: (1) organisasi

publik, pada prinsipnya berkenaan dengan model-model organisasi dan perilaku

birokrasi, (2) manajemen publik, yaitu berkenaan dengan sistem dan ilmu

manajemen, evaluasi program dan produktivitas, anggaran publik dan manajemen

sumber daya manusia, dan (3) implementasi yaitu menyangkut pendekatan terhadap

kebijakan publik dan implementasinya, privatisasi, administrasi antar pemerintah

dan etika birokrasi.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa administrasi publik

merupakan kegiatan dalam penyelenggaraan publik yang meliputi kerjasama dua

orang atau lebih dalam suatu pemerintahan yang dikoordinasikan untuk mendorong

kebijakan publik agar lebih responsif. Administrasi publik berperan untuk

mencapai tujuan secara efektif dan efisien oleh karena itu, setiap kegiatan dalam

administrasi publik diupayakan mencapai tujuan.


27

II.2.2 Perkembangan Administrasi Publik

Perkembangan dan perubahan tentang administrasi publik sebagai disiplin

ilmu sehingga dalam pemecahan masalahnya bersifat ilmu pengetahuan

multidisiplin dan interdisiplin. Artinya bahwa dalam pemikiran administrasi tidak

hanya menghubungkan tentang administrasi saja, tetapi tentang diluar adminitrasi,

sehingga sekrang dikenal dengan administrasi pembangunan, sosiologi

administrasi, ekologi administrasi, teknologi administrasi, etika administrasi dan

lain sebagainya (Sedarmayanti, 2009: 6).

Sebagaimana dalam perkembangan ilmu pengetahuan, administrasi publik

telah tumbuh dan dikenal dengan sejumlah “paradigma” yang menggambarkan

adanya perubahan dan perbedaan dalam tujuan, teori, serta metodologi.

Perkembangan adminitrasi publik tidak lekang oleh seorang ilmuwan yang bernama

Nicholas Henry (1975) dalam (Sedarmayanti, 2009: 7) yang membagi

perkembangan ilmu pengetahuan administrasi negara meliputi 5 paradigma

langsung dari tahun 1927 hingga 1970 khususnya di daerah negara Eropa dan

Amerika Serikat antara lain:

1. Dikotomi antara Politik dan Adminitrasi (1900 – 1927)

2. Prinsip-prinsip Administrasi (1927 – 1950)

3. Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950 – 1956)

4. Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1956 – 1970)

5. Administrasi Negara sebagai Administrasi Negara (1970 – (?))

Kemudian, ilmuwan lain pada tahun (1976) dalam Sedarmayanti (2009: 7)

berbeda setahun yang bernama G. Frederickson mengungkapkan adanya paradigma


28

dalam bidang ilmu pengetahuan administrasi negara yang telah berkembang,

namun menambahkan 1 paradigma lain dari pendapat Nicholas Henry sebelumnya

yaitu administrasi negara baru. Perkembangan tersebut adalah:

1. Birokrasi Klasik

2. Biorkrasi Neo Klasik

3. Kelembagaan

4. Hubungan Kemanusiaan

5. Pilihan Publik

6. Administrasi Baru

Berdasarkan kedua ilmuwan diatas dapat disimpulkan bahwa memandang

administrasi sebagai konsep keilmuan dalam perspektif interaksi dengan

lingkungannya, maka paradigma ini membuka kemungkinan adanya gabungan

sejumlah teori dan metodologi yang berpendapat dalam berbagai paradigma,

misalnya dalam paradigma klasik sampai dengan paradigma administrasi negara

baru Frederickson, dan dari paradigma 2 sampai dengan 5 Nicholas Henry.

II.2.3 Paradigma Administrasi Publik

Paradigma keilmuan Administrasi Publik telah dibagi menjadi tiga konsep

dasar yaitu, Old Public Administration (OPA), New Public Management (NPM),

dan New Public Service (NPS) menurut Denhart & Denhart (2003: 28). Konsep

awal dari paradigma administrasi publik adalah Old Public Administration yang

memiliki basis dari segala gagasan tentang paradigma-paradigma klasik dalam

administrasi negara yang dikemukakan oleh Woodrow Wilson. Wilson berpendapat

jika administrasi publik harus dipisahkan dengan politik artinya bahwa para
29

legislator atau pembuat kebijakan hanya sebatas merumuskan kebijakan serta para

eksekutor hanya mengimplementasikan kebijakan, sehingga konsep ini dikenal

sebagai “dikotomi politik”. Wilson juga menuntut agar para administrator

mengutamakan nilai efisiensi dan ekonomis yang lebih cenderung untuk

mengadopsi konsep bisnis dalam pemerintahan. Sedangkan gagasan mengenai New

Public Management dikemukakan oleh David Osborne and Ted Gaebler.

Kemudian telah dikembangkan kembali paradigma selanjutnya adalah New Public

Service yang menawarkan ide bahwa kepentingan publik dengan dilandasi oleh hak

asasi masyarakat, partisipasi masyarakat, dan demokrasi. Secara lebih dirinci

sebagai berikut:

II.2.3.1 Old Public Administration

Dalam paradigma Old Public Administration (OPA), pemerintah

seharusnya melakukan pelayanan publik sebagai berikut: (Thoha 2012: 193)

a. Perhatian pemerintah pada jasa pelayanan diberikan langsung

melalui berbagai intansi pemerintah yang berwenang

menyelenggarakan pelayanan

b. Kebijakan publik dan administrasi saling berkaitan dengan

merancang dan melaksanakan kenijakan-kebijakan untuk mencapai

suatu tujuan politik

c. Administrasi publik hanya berperan kecil pada proses pembuatan

kebijakan publik dibandingkan upaya untuk mengimplementasikan

kebijakan tersebut
30

d. Dalam memberikan pelayanan dilakukan oleh administrator yang

bertanggung jawab kepada pejabat politik yang diberikan diskresi

terbatas untuk melaksanakan tugasnya

e. Para administrator bertanggung jawab kepada pejabat pimpinan

politik yang dipilih secara demokratis

f. Program kegiatan dikelola secara administratif dengan baik dan

dikontrol oleh pejabat dari hierarki atas organisasi

g. Nilai-nilai utama administrasi publik adalah efisiensi dan

rasionalitas

h. Administrasi publik dijalankan dengan efisien dan terkadang secara

tertutup sehingga keterlibatan warga negara sangat terbatas

i. Peran admnistrasi publik dirumuskan secara luas dalam

POSDCROB (Planning, Organizing, Staffing, Directing,

Controlling, and Budgeting).

II.2.3.2 New Public Management (NPM)

Kritik terhadap konsep dasar ilmu administrasi melalui Old Public

Administration (OPA), memunculkan perkembangan paradigma selanjutnya

yaitu New Public Management (NPM). Konsep New Public Management

yang dikembangkan oleh ilmuan salah satunya dalam konsep “reinventing

government” Osborne and Gaebler (1992). Konsep pendekatan manajemen

publik baru ini, dilandasi dan diwarnai oleh corak pemikiran dari Teori Pasar

dan Teori Pilihan Publik (Mindarti 2016: 139). Secara tegas dan spesifik
31

Owen E. Huges (1994) dalam (Islamy 2003: 58) berpendapat ada 6 (enam)

alasan munculnya manajemen publik yaitu:

a) Administrasi Publik tradisional telah gagal mencapai tujuannya

secara efektif dan efisien sehingga perlu diubah menuju orientasi

yang lebih memusatkan perhatian pada pencapaian hasil atau kinerja

dan akuntabilitas;

b) Adanya dorongan yang kuat untuk mengganti tipe birokrasi klasik

yang kaku menuju organisasi publik, kepegawaian dan pekerjaan ke

arah yang fleksibel;

c) Perlunya menetapkan tujuan organisasi dan pribadi seara lebih jelas

dan ditetapkannya tolak ukur keberhasilan kinerja melalui indicator

kinerja;

d) Perlunya para pegawai senior memiliki komitmen politik pada

pemerintah daripada sekedar bersikap netral atau non-partisipan;

e) Fungsi-fungsi yang dijalankan pemerintah hendaknya lebih

disesuaikan dengan tuntutan dan signal pasar;

f) Adanya kecenderungan untuk mereduksi peran dan fungsi

pemerintah dengan melakukan kontrak kerja dengan pihak lain

(contracting-out) dan privatisasi.

Dalam pendekatan manajemen publik baru membawa banyak

pembaruan dalam praktik sektor publik. Hasil yang lebih menekankan pada

value dan praktik keilmuan administrasi bisnis diterapkan atau diadopsi ke

dalam pelaksanaan administrasi publik, misalnya seperti masyarakat


32

dipandang sebagai pelanggan atau konsumen (customer or consumen) bukan

warga negara (as citizen). Namun, konsep administrasi publik yang bersifat

dinamis tersebut pada dasarnya kembali pada kepentingan urusan publik atau

masyarakat luas karena masyarakat merupakan bagian insan dari suatu

pembangunan negara. Konsep New Public service merupakan konsep yang

mendekati sempurna karena didalamnya memuat aspek kepetingan publik

serta menempatkan pelayanan sebagai point utama.

II.2.3.3 New Public Service (NPS)

Pendekatan New Public Service dibangun berdasarkan theories of

democratic citizenship yang artinya warga negara tidak hanya dilihat status

leganya saja, akan tetapi tanggung jawab untuk terlibat aktif dan intensif

untuk menjalankan sebuah pemerintahan yang efektif dan efisien.

Selanjutnya NPS dibangun berdasarkan prinsip Model Community and Civil

Society yang artinya bahwa NPS mengedepankan pembangunan komunitas

dan masyarakat sipil yang kuat untuk terlibat aktif dalam pemerintahan.

Prinsip yang terakhir adalah Organizational Humanism and The Public

Adminstration yaitu Gerakan administrasi publik baru yang menyuarakan

bahwa diperlukannya administrasi publik dalam memperhitungkan peranan

keadilan, persamaan, kejujuran, kepekaan, dan tanggung jawab (Mindarti,

2016: 149-150).

Denhart & Denhart 2003 dalam Mindarti (2016: 152-153)

memformulasikan prinsip pelayanan yang bermutu kepada pemerintah

kedalam beberapa hal, yaitu:


33

a) Kenyamanan

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana pelayanan yang

diberikan pemerintah dapat diakses dengan mudah oleh warga

negara;

b) Keamanan

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana pelayanan yang

diberikan pemerintah agar warganya merasakan aman dan yakin

menggunakannya;

c) Keandalan

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana pelayanan yang

diberikan pemerintah dapat bersedia secara benar dan tepat waktu;

d) Perhatian Personal

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana pelayanan yang

diberikan pemerintah dapat diinformasikan oleh petugas layanan

dengan tepat kepada warga dan dapat bekerjasama dengan warga

untuk memenuhi kebutuhannya;

e) Pendekatan Pemecahan Masalah

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana aparat mampu

menyediakan informasi bagi warga untuk mengatasi masalahnya;

f) Keadilan

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana warga percaya

bahwa pemerintah telah menyediakan pelayanan dengan cara yang

adil bagi semua orang


34

g) Tanggung Jawab Fiskal

Suatu pengukuran yang menunjukkan sejauh mana warga percaya

bahwa pemerintah telah menyediakan layanan dengan

menggunakan uang publik dengan penuh tanggung jawab;

h) Pengaruh Masyarakat

Suatu pengukuran sejauh mana warga merasa bahwa mereka dapat

memengaruhi mutu pelayanan yang mereka terima dari

pemerintah.

Atas perwujudan kedepan prinsip pelayanan bermutu diatas, akhirnya

akan sangat bergantung pada adanya komitmen dan keinginan yang kuat dari

para petugas layanan publik dari pemerintah untuk bisa mewujudkan prinsip

pelayanan tersebut, dengan benar dan sungguh-sungguh agar memperoleh

hasil perubahan yang lebih baik.

II.3 Reformasi Administrasi

II.3.1 Definisi dan Konsep Reformasi Administrasi

Kata reformasi berasal dari “reformation” (Inggris) atau “reformatie”

(Belanda). Kata dasar reformation berasal dari kata reform, yang berarti

membentuk kembali. Konsep dasar reformasi adalah melakukan perubahan,

perbaikan, penataan dan pengaturan secara komprehensif dan sistematik

terhadap banyak hal, terutama yang berkaitan dengan organisasi

kepemerintahan. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mendefinisikan

‘reformasi’ sebagai “perubahan secara drastic untuk suatu perbaikan dalam

bidang sosial, politik, atau agama di suatu masyarakat.


35

Reformasi secara ringkas dapat dimaknai sebagai upaya perubahan yang

dilakukan untuk menjadikan pemerintahan yang lebih baik dari sebelumnya.

Menurut Sedarmayanti (2009: 67), mengatakan bahwa reformasi merupakan

proses upaya sistematis, terpadu, komprehensif yang ditujukan untuk

merealisasikan tatanan pemerintahan yang baik (good governance).

Kemudian Zauhar (2012: 68) mendefinisikan reformasi administrasi

merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur

birokrasi dari perilaku para birokrat, guna meningkatkan efektivistas

organisasi atau menciptakan administrasi yang sehat dan menjamin

tercapainya tujuan pembangunan nasional. Dalam perspektif ini, lebih

menekankan pada perubahan terhadap strukturisasi dan prosedural

administrasi demi terwujudnya sistem pembangunan negara yang lebih besar

kedepannya.

Secara teoritis, masih kurang bahkan belum ada yang kokoh dari konsep

para ahli mengenai reformasi administrasi, reformasi birokrasi, dan reformasi

pelayanan publik. Namun, pada hakikatnya ketiga hal tersebut menjadi satu

kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Menurut Zauhar (2012:45) konsep

reformasi administrasi ditafsirkan berbeda-beda oleh para sarjana yang sangat

konsen terhadap perubahan administrasi baik di lembaga pemerintah atau

organisasi masyarakat. Perbedaan pandangan tentang penafsiran konsep

reformasi administrasi mengisyaratkan bahwa tidak ada takrif yang dapat

diterima secara umum dan berlaku dikalangan masyarakat. Dalam penelitian

kali ini, peneliti akan mengkaji mengenai reformasi pelayanan publik,


36

bahwasanya didalam reformasi birokrasi dan administrasi akan menyangkut

perihal pelayanan publik. Para birokrat yang berada dalam struktur birokrasi

akan memberikan pengaruh dalam bentuk layanan kepada masyarakat atau

publik. Sehingga ketika akan berbicara reformasi birokrasi maka akan

berbicara mengenai reformasi pelayanan publik.

Usaha dilakukannya reformasi administrasi dapat ditempuh dengan

memperhatikan tiga aspek menurut Sedarmayanti (2009: 77) antara lain:

1. Penataan kelembagaan, struktur organisasi ramping dan tidak banyak

jenjang hirarki serta struktur organisasi lebih dominan pemegang jabatan

professional/fungsional dari para jabatan struktural.

2. Penataan ketatalaksanaan, melalui mekanisme, sistem, dan prosedur

sederhana/ringkas, simple, mudah dan akurat, serta derajat presisi yang

tinggi melalui optimalisasi penggunaan teknologi informasi dan

komunikasi, serta memiliki kantor, sarana dan prasarana kerja yang

memadai.

3. Penataan sumber daya manusia (aparatur), agar bersih sesuai kebutuhan

organisasi dari segi kuantitas dan kualitas (professional, kompeten,

beretika, bekerja tinggi dan sejahtera), akuntabilitas, kerja berkualitas,

efektif, efisien, serta kondusif.

II.3.2 Strategi Reformasi Administrasi

Telah disadari jika model birokrasi menjadi faktor penentu

keberhasilam reformasi administrasi, maka implementasi reformasi harus

sesuai dengan strateginya. Jika salah strategi maka akibatnya tidak sesuai
37

dengan tipe birokrasinya, maka besar kemungkinan reformasi administrasi

tersebut akan mengalami kegagalan. Apalagi reformasi administrasi selalui

menjadi beban untuk para aparatur birokrasi pemerintah, karena mereka

menjadi golongan yang merasa mengalami tekanan oleh adanya reformasi.

Sehingga menjadi perihal penting akan adanya suatu strategi dalam reformasi

administrasi. Terkait dengan keberhasilan suatu strategi reformasi

administrasi, Cohen (1971: 293-307) menyatakan tiga variable yang

memengaruhi yaitu:

Jenis tugas yang diemban, antara lain:

a) Tugas yang tidak kompleks, tidak berubah, dan tradisional

b) Stabil, rutin, dan perubahannya lamban

c) Kompleks dan berubah dengan cepat

Ketepatan bentuk organisasi, antara lain:

a) Organisasi paternalistik

b) Organisasi birokratik

c) Organisasi organik-adaptif

Karakteristik personel, antara lain:

a) Otoriter dan tergantung

b) Disiplin, tergantung dan hati-hati

c) Kreatif, fleksibel, bebas, dan kolaboratif

Selain itu, kepemimpinan yang konsisten juga berpengaruh dalam

mencapai keberhasilan reformasi administrasi. Secara umum antara lain:

a) Adanya dukungan dan komitmen dari pemimpin politik


38

b) Adanya agen pembaru

c) Adanya lingkungan social ekonomi dan politis yang kondusif

d) Adanya waktu yang tepat

Mengikuti logika teoritikal Hahn Been Lee (Zauhar, 2012: 44) terkait

dengan pendekatan yang menjadi strategi penentu keberhasilan reformasi

administrasi yaitu terkait: 1) kepemimpinan (kuat dan lemah); serta 2) waktu

(tepat dan tidak tepat, menguntungkan dan tidak menguntungkan).

Sebagaimana logika Lee tersebut, bahwa dalam situasi di mana waktu tidak

menguntungkan dan kepemimpinan lemah, maka diperlukan strategi selektif

atau pendekatan mikro. Apabila kepemimpinan kuat dan waktu

menguntungkan, maka strategi atau pendekatan yang baik adalah

komprehensif. Berikut lebih lanjut table strategi reformasi administrasi yang

diadaptasi oleh Zauhar (2012: 86):

Tabel 2.2 Strategi Reformasi Administrasi


Komprehensif Inkremental Percobaan
Kecil
Situasi Kepemimpinan
Dalam situasi Situasi dimana Terdapat Dimana situasi
dimana waktu terdapat situasi kepemimpinan kepemimpinan
dan situasi social politik yang mumpuni dan waktu
social politik yang sangat namun tidak sangat tidak
maupun menguntungkan, dijumpai situasi menguntungkan
kompetensi namun tidak dan waktu yang
pemimpin diikuti adanya menguntungkan
sangat kepemimpinan
menguntungkan yang cakap
Sumber: Zauhar (2012: 86)

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa secara teoritis reformasi

administrasi merupakan induk dari reformasi birokrasi dan reformasi


39

pelayanan publik, sehingga ketiganya dapat dipahami sebagai satu kesatuan

yang bersifat integral dan komprehensif (trilogi reformasi).

II.3.3 Tujuan Reformasi Administrasi

Menurut Caiden, p. 12 (dalam Zauhar, 2012: 8) adalah “….. improve

the administrative performance of individual, groups, and institutions and to

advise them how they can achieve their operating goals more effectively,

more economically, and more quickly”. Dari pendapat Caiden tersebut

dikatakan bahwa reformasi administrasi bertujuan menyempurnakan atau

meningkatkan kinerja (performance), artinya konsep inilah yang dimaksud

dengan Administrative Health oleh Caiden yaitu suatu situasi di mana

administrasi tidak hanya mampu memenuhi segala macam tuntutan yang

dibebankan kepadanya, akan tetapi juga administrasi yang didalamnya tak

dijumpai gelagat yang tak baik. Sehingga secara garis besar reformasi

administrasi bertujuan sebagai upaya untuk meningkatkan, mendorong, serta

menyempurnakan kinerja individu, kelompok, serta institusi melalui

perubahan yang inovatif guna mencapai tujuan yang efektif, efisien, dan lebih

baik kedepannya.

Hahn Been Lee (Zauhar, 2012: 44) menyatakan bahwa tujuan

dilakukannya reformasi administrasi dapat dikategorikan ke dalam:

a. Penyempurnaan tatanan

b. Penyempurnaan metode

c. Penyempurnaan unjuk kerja


40

Karena dari masing-masing tujuan mempunyai ciri-ciri yang berbeda,

maka tipe reformasi yang harus dilakukannya pun harus berbeda pula. Untuk

mencapai penyempurnaan tatanan diperlukan tipe reformasi yang berbeda

apabila tujuan yang ingin dicapai adalah penyempurnaan metode ataupun

penyempurnaan unjuk kerja. Agar memudahkan pemilihan tipe reformasi

yang akan disesuaikan dengan tujuan yang dicapai, berikut matriks

keterkaitan antara tujuan dan tipe reformasi:

Tabel 2.3 Tipe Reformasi dan Tujuan Reformasi

Tipe Reformasi Tujuan Reformasi


Reformasi Prosedur Penyempurnaan Tatanan
Reformasi Metode Penyempurnaan Metode
Reformasi Program Penyempurnaan Unjuk Kerja
Sumber: Zauhar (2012: 44)

Dalam merumuskan tujuan reformasi administrasi sangat rumit ketika

banyaknya pihak yang terlibat di dalamnya, yang masing-masing memiliki

tujuan yang berbeda-beda, dan sering bertentangan satu sama lain. Oleh

karena itu tujuan reformasi administrasi sangatlah bersifat subjektif.

II.4 Pelayanan Publik

II.4.1 Definisi dan Konsep Pelayanan Publik

Pelayanan publik artinya melayani suatu keperluan yang dibutuhkan

oleh masyarakat di segala bidang. Senada dengan itu, Pasolong (2008: 198)

mengatakan bahwa pelayanan merupakan proses pemenuhan kebutuhan

melalui aktivitas orang lain secara langsung. Secara sederhana dapat

disimpulkan pelayanan publik dipahami oleh berbagai pihak sebagai suatu


41

pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah. Semua hal yang

menyangkut urusan masyarakat berupa barang/jasa yang diselenggarakan

oleh pemerintah kemudian akan disebut sebagai pelayanan publik. Dalam

bukunya Dwiyanto (2006: 14) dituliskan bahwa terdapat literatur terdahulu

menyatakan “what government does is public service”. Pendapat tersebut

menunjukkan pada dasarnya pemerintah memiliki peran yang sangat penting

dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Pelayanan publik memiliki berbagai pemaknaan atau definisi bahwa

pelayanan publik merupakan bentuk layanan yang diberikan pemerintah

untuk memenuhi kehidupan warga negara. Pelayanan publik mengacu dan

didukung kuat oleh Undang-Undang atau regulasi yang berlaku sehingga

menjadi pedoman dalam proses penyelenggaraannya. Selain dari pihak

pemerintah yang menjadi penyelenggara, dimungkinkan pula stakeholder

dari pihak non pemerintah, seperti swasta ataupun masyarakat sipil. Namun

hal tersebut tidak semerta-merta mengalihkan bahwa peran dari pemerintah

begitu penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Government of service dapat dimaknai sebagai pelayanan oleh

pemerintah melalui artinya bahwa pemberian pelayanan kepada masyarakat

atau warga negara yang dilakukan oleh agen pemerintah melalui pegawainya.

Penyediaan pelayanan publik haruslah didukung dengan adanya regulasi

yang dikeluarkan pemerintah, sebagai bentuk dari guidance bagi penyedia

pelayanan publik tersebut. Melalui Undang-Undangan Nomor 25 Tahun 2009

tentang Pelayanan Publik menjadi suatu kabar baik dalam upaya penyediaan
42

pelayanan publik yang baik. Dalam pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa

pelayanan publik adalah rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan

kebutuhan pelayanan sesuai dengan regulasi yang berlaku bagi setiap warga

dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang

disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Pelayanan publik diartikan

sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan

tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan publik mempunyai orientasi untuk

memuaskan masyarakat, sehingga untuk memuaskan masyarakat melalui

pelayanan publik harus memiliki kualitas yang baik melalui prinsip-prinsip

pelayanan publik.

II.4.2 Jenis-jenis Pelayanan Publik

Menurut Lenvine (1990: 188), produk pelayanan publik di dalam

negara demokrasi paling tidak harus memenuhi tiga indikator, sebagai

berikut:

a) Responsif yaitu daya tanggap penyedia pelayanan terhadap

harapan, keinginan, aspirasi, maupun tuntutan pengguna layanan;

b) Responsibilitas, yaitu menunjukkan sebarapa jauh proses

pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan standar

c) Akuntabilitas, yaitu menunjukkan seberapa besar proses

penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan kepentingan

stakeholders dan norma yang berkembangan dalam masyarakat.


43

Kemudian Ratminto & Atik (2012: 20-21), mengelompokkan 3 jenis

pelayanan yang mendasar dari instansi pemerintah maupun BUMN/BUMD.

Pengelompokkan jenis pelayanan ini didsarkan atas ciri-ciri dan sifat dari

kegiatan serta produk yang dihasilkan, meliputi:

a) Jenis Pelayanan Administratif, jenis pelayanan yang diberikan oleh

unit kerja layanan publik yang berupa pencatatan, penelitian,

pengambilan keputusan, dokumen dan kegiatan tata usaha lainnya

yang secara keseluruhan menghasilkan produk akhir berupa

sertifikat, ijin-ijin, rekomendasi, dan surat-surat keterangan lainnya

b) Jenis Pelayanan Barang, jenis pelayanan yang diberikan oleh unit

kerja layanan publik yang berupa kegiatan penyedian atau

pengelolaan bahan berwujud fisik termasuk distribusi dan

penyampaian kepada masyarakat langsung dalam suatu sistem.

Secara keseluruhan kegiatan tersebut menghasilkan produk akhir

berwujud benda atau yang dianggap dapat memberikan nilai tambah

secara langsung bagi penggunanya, seperti jenis pelayanan listrik,

pelayanan air PDAM, dan pelayanan saluran telekomunikasi

c) Jenis Pelayanan Jasa, jenis pelayanan yang diberikan oleh unit kerja

layanan publik yang berupa sarana dan prasarana serta berbagai hal

penunjangnya. Pengoperasiannya berdasarkan suatu sistem tertentu

dan bersifat pasti. Produk akhirnya berupa jasa yang mendatangkan

manfaat bagi penerima layanan tersebut secara langsung dan habis

terpakai dalam jangka waktu tertentu. Misalnya, pelayanan angkatan


44

darat/laut/udara, pelayanan kesehatan, pelayanan perbankan,

pelayanan pos, dan pelayanan pemadam kebakaran

Dalam penelitian ini penulis merujuk pada jenis pelayanan barang dan

jasa, dimana penulis mengambil kesimpulan tentang pelayanan publik berupa

barang dan jasa yaitu sesuatu yang berbeda baik secara wujud maupun

proporsinya. Pelayanan barang dan jasa yaitu serangkaian aktivitas yang

dilakukan oleh birokrasi dengan tujuan untuk melayani dan memenuhi

kebutuhan masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pelayanan barang dan jasa memang memiliki karakteristik yang berbeda,

tetapi produk yang dihasilkan akan selalu memiliki korelasi satu sama lain.

II.4.3 Standar Pelayanan Publik

Proses pelaksanaan dari penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan

dan didasarkan atas sebuah standar pelayanan tertentu. Tujuan dari

penyesuaian pelayanan publik dengan standar pelayanan adalah untuk

memberikan layanan yang dapat memenuhi dan memuaskan pengguna

layanan serta memberikan fokus pelayanan kepada masyarakat. Dengan

adanya standar pelayanan yang jelas, pemerintah bersama masyarakat dan

stakeholder lainnya akan memiliki acuan tentang bentuk, waktu, tempat, dan

proses pelayanan yang seharusnya. Berdasarkan karakteristik dari masing-

masing standar pelayanan secara keseluruhan menggambarkan atas sebuah

kejelasan. Apabila dipandang perlu, sangat dimungkinkan untuk ditambah

atau dilengkapi komponen lain dalam pengembangan standar pelayanan.

Selanjutnya terdapat hak dan kewajiban bagi masyarakat dalam konteks


45

standar pelayanan. Atas dasar Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik masyarakat berhak:

1) Mengetahui kebenaran isi standar pelayanan

2) Mengawasi pelaksanaan standar pelayanan

3) Mendapatkan tanggapan terhadap pengaduan yang diajukan

4) Mendapatkan advokasi, perlindungan, dan/atau pemenuhan

pelayanan

5) Memberitahukan kepada pimpinan penyelenggara untuk

memperbaiki pelayanan apabila pelayanan yang diberikan tidak

sesuai dengan standar pelayanan

6) Memberitahukan kepada pelaksana untuk memperbaiki pelayanan

apabila yang diberikan tidak sesuai dengan standar pelayanan

7) Mengadukan pelaksana yang melakukan penyimpangan standar

pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada

penyelenggara dan Ombudsman

8) Mengadukan penyelenggara yang melakukan penyimpangan standar

pelayanan dan/atau tidak memperbaiki pelayanan kepada Pembina

penyelenggara dan Ombudsman

9) Mendapat pelayanan yang berkualitas sesuai dengan asas dan tujuan

pelayanan
46

Sedangkan di sisi lain, masyarakat pula memiliki kewajiban sebagai

berikut:

1) Mematuhi dan memenuhi ketentuan sebagaimana dipersyaratkan

dalam standar pelayanan

2) Ikut menjada terpeliharanya sarana, prasarana, dan/atau fasilitas

pelayanan publik

3) Berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan

penyelenggaraan pelayanan publik

Beberapa hal diatas merupakan suatu kepentingan yang sangat vital

dalam pelayanan publik, sehingga hendaknya dapat bertransformasi lebih

cepat jika ingin terus mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari warga

negara. Karena berkaitan dengan itu, menyangkut bagaimana organisasi

pelayanan publik diorganisir dan dikelola, bagaimana pelayanan dirancang

dan diberikan, serta bagaimana fungsi dukungan yang perlu dilakukan untuk

memenuhi standar tertinggi. Oleh sebab itu, pelayanan publik wajib memiliki

standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai garansi adanya kepastian bagi

penerima layanan (Ulum, 2018: 10)

II.4.4 Kualitas Pelayanan Publik

Bermula dari kata “kualitas” yang mengandung banyak pengertian, menurut

kamus Bahasa Indonesia, kualitas berarti: (1) tingkat baik buruknya sesuatu; (2)

derajat atau taraf (kepandaian, kecakapan, dsb); atau mutu. Lebih lanjut pengertian

kualitas menurut Ibrahim (2008: 22), kualitas pelayanan publik suatu kondisi

dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan
47

dimana penilaian kualitasnya ditentukan pada saat terjadi pemberian pelayanan

tersebut. Menurut Kotler dalam Hardiyansyah (2011: 35) kualitas adalah

keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada

kemampuan untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Kualitas

publik tidak dapat dipisahkan dari hal-hal yang berkaitan dengan produk, jasa, atau

barang.

Kemudian senada dengan Samparna dalam Hardiyansyah (2011: 35)

menyatakan bahwa kualitas adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan

sesuai dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam

memberikan layanan. Standar pelayanan adalah sebagai alat ukuran yang telah

ditentukan sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Menilai sejauh mana

kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh aparatur pemerintah, perlu ada

kriteria yang menunjukkan apakah suatu pelayanan publik yang diberikan dapat

dikatakan baik dan buruk, berkualitas atau tidak. Berkenaan dengan hal itu,

Zeinthaml et. al. (1990: 16) mengatakan bahwa

“SERVQUAL is anempirically derived methode that may be used by a


services organization to improve service quality. The method involves the
development of an understanding of the perceived service needs of target
customers. These measured perceptions of service quality for the organization in
question, are then compareds against an organization that is ‘excellent’. The
resulting gap analysis may then be used as a driver for driver for service quality
improvement.”

Artinya bahwa SERVQUAL adalah suatu metode yang diturunkan secara

empiris sehingga dapat digunakan oleh organisasi pelayanan untuk meningkatkan

kualitas pelayanannya. Metode ini meliputi pengembangan pemahaman mengenai

kebutuhan layanan yang dirasakan oleh pelanggan. Ini diukur dari persepsi kualitas
48

layanan bagi organisasi yang bersangkutan, kemudian dibandingkan terhadap

sebuah organisasi yang “sangat baik”. Analisis kesenajangan ini yang dihasilkan

kemudia dapat digunakan sebagai panduan untuk peningkatan kualitas layanan.

Kemudian Zeinthaml (1990: 26) menegaskan lebih lanjut bahwa kualitas

pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu expected service & preceived service.

expected & preceived ditentukan oleh dimention of service quality. yang terdiri dari

dimensi SERVQUAL, yaitu:

1) Bukti langsung, yaitu terdiri atas fasilitas fisik, peralatan, personil, dan
komunikasi;
2) Keandalan, yaitu terdiri dari kemampuan unit pelayanan dalam
menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;
3) Daya tanggap, yaitu kemauan untuk membantu konsumen bertanggung
jawab terhadap mutu layanan yang diberikan;
4) Jaminan, yaitu mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan dapat
dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko dan keragu-
raguan; dan
5) Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi
yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Adapun dasar untuk menilai suatu kualitas pelayanan selalu berubah dan

berbeda, apa yang dianggap sebagai suatu pelayanan yang berkualitas saat ini tidak

mustahil dianggap sebagai sesuatu yang tidak berkualitas pada saat yang lain. Oleh

karena itu, kesepakatan terhadap kualitas akan sulit untuk dicapai. Maka kualitas

dapat diberi pengerti sebagai totalitas dari karakteristik suatu produk layanan yang

menunjang kemampuan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.

Oleh karena itu pelayanan publik pada dasarnya memiliki berbagai

pemaknaan atau definisi dimana bentuk layanan yang diberikan pemerintah untuk

memenuhi kehidupan warga negara merupakan bagian dari pelayanan publik.

Selain dari pihak pemerintah yang menjadi penyelenggara, dimungkinkan pula

stakeholders dari pihak non pemerintah, seperti swasta ataupun masyarakat sipil.
49

Namun hal tersebut tidak semerta-merta mengalihkan bahwa peran dari pemerintah

begitu penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagaimana yang

dikemukakan oleh Sinambela, dkk (2006: 25) bahwa untuk meningkatkan peran

dari pemerintah perlu melakukan perubahan pelayanan publik dimana reformasi

memberi harapan terhadap pelayanan publik yang lebih adil dan merata.

II.5 Reformasi Pelayanan Publik

Menurut Sinambela, dkk (2006: 25) mengatakan bahwa reformasi adalah

perubahan di mana kedalamnya terbatas sedangkan keluasannya melibatkan

seluruh masyarakat. Pengertian mencakup pandangan dimana posisi reformasi

tidak hanya sekedar birokrasi saja tetapi dilihat seberapa pengaruhnya terhadap

masyarakat secara keseluruhan seperti dalam hal pemenuhan kebutuhan pelayanan

publik. Perubahan mendasar sejak tahun 1999 adalah amandemen UUD 1945,

dimana kekuasaan legislative diselenggarakan dua lembaga yaitu DPR dan DPD,

kekuasaan yudikatif diselenggarakan dua mahkamah yaitu Mahkamah Agung dan

Mahkamah Konstitusi, serta daerah otonom diberikan kewenangan yang sangat

luas. Perubahan tersebut merupakan syarat mutlak perubahan pelayanan publik atau

administratif, sebab dalam ilmu administrasi dikenal suatu prinsip when politic end,

administrative begin. Sehingga, untuk melakukan perubahan pelayanan publik,

diperlukan perubahan baik mekanisme pengambilan keputusan dan kelembagaan.

Osborne dan Plastrik (2000) dalam bukunya Memangkas: lima strategi

menuju pemerintahan wirausaha yang diterjemahkan oleh Abdul Rosyid (2004:

322-323), mencirikan pemerintahan (birokrat) adalah milik masyarakat, yakni

pemerintahan yang mengalihkan wewenang kontrol yang dimilikinya kepada


50

masyarakat sebagai upaya perbaikan birokrasi yang lebih baik dalam rangka

pencapaian tujuan pembangunan nasional. Sehingga dalam reformasi pelayanan

publik yakni dengan mengembalikan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah melalui kinerja pelayanan yang maksimal dan mengedepankan

kepentingan masyarakat. Sehingga peningkatan kualitas pelayanan masyarakat

bukan dilihat dari apa yang dicanangkan oleh pemerintah saja, melainkan harus

dilihat dari sudut pandang sudah atau belum terpenuhinya kebutuhan indikator dari

standar pelayanan publik yang diberikan.

Lebih dalam sebagaimana sesuai dengan road map reformasi birokrasi dalam

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 30 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pendayagunaan

Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pedoman

Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah antara lain capaiannya dalam hal

ini berkaitan 8 area perubahan reformasi birokrasi antara lain:

Tabel 2.4 Area Perubahan Reformasi Birokrasi

No. Area Hasil yang diharapkan


1. Organisasi Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran
(right sizing)
2. Tatalaksana Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas,
efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance
3. Peraturan Perundang- Regulasi yang tidak tumpang tindih dan
Undangan harmonis, serta mendorong pencapaian kinerja
pemerintahan
4. Sumber Daya Manusia SDM aparatur yang berintegritas, netral,
Aparatur kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi
dan sejahtera
5. Pengawasan Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN
51

No. Area Hasil yang diharapkan


6. Akuntabilitas Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan
yang bersih dan bebas KKN
7. Pelayanan Publik Peningkatan Kualitas pelayanan publik sesuai
kebutuhan dan harapan masyarakat (lebih cepat,
lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah
dijangkau)
8. Pola pikir (mind set) Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang
dan Budaya Kerja tinggi
(culture set) Aparatur
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2020

Berkaitan dengan tabel diatas, maka peneliti akan mengambil aspek legal

standing mengenai area pelayanan publik dengan harapan pemerintah

meningkatkan kualitas pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan harapan

masyarakat. Sehingga sangat tepat sebagai bentuk tanggung jawab untuk

melakukan pengawasan terhadap penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini

Pemerintah Daerah Jawa Timur yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia

dengan menjadikan Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik sebagai objek

dalam penelitian ini. Hal tersebut dengan melihat dari aspek-aspek reformasi yakni

kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia dalam memenuhi hak-

hak masyarakat dalam pelayanan publik yang perlu diekspose untuk diketahui oleh

masyarakat. Demikian pula kewajiban aparatur dalam memberi pelayanan,

mekanisme dari pengaduan pelayanan, keluhan, dan berbagai ketidakpuasaan

kepada penyelenggara pelayanan publik diberikan sebagai sarana perbaikan

pelayanan publik.

Pendekatan legal standing yang peneliti gunakan dengan atas dasar tersebut,

maka untuk melihat reformasi pelayanan publik berdasarkan prinsip new public

service, agar terdapat kepastian pelayanan publik perlu adanya standar penilaian
52

yang diberikan kepada pemerintah dengan jelas. Standar pelayanan publik

demikian diperlukan bukan hanya untuk kepastian pelayanan, tetapi juga dapat

digunakan untuk menilai kompetensi aparatur dan usaha untuk mewujudkan

pertanggungjawaban publik.

II.6 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI

Ombudsman Republik Indonesia selanjutnya disingkat dengan ORI adalah

Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi Penyelenggaraan

Pelayanan Publik baik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan

Pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Miliki Negara,

Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum milik Negara serta Badan Swasta

atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik tertentu

yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (Pasal 1 Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik

Indonesia).

Ombudsman merupakan Lembaga Negara yang bersifat mandiri dan tidak

memiliki hubungan organik dengan Lembaga Negara dan instansi pemerintahan

lainnya, serta dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari campur

tangan kekuasaan lainnya (pasal 2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37

Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia). Ombudsman dalam

menjalankan tugas dan wewenangnya berasaskan pada (pasal 3 Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik

Indonesia) antara lain: Kepatutan, Keadilan, Non-diskriminasi, Tidak memihak,


53

Akuntabilitas, Keseimbangan, Keterbukaan, dan Kerahasiaan. Dalam pasal 43 ayat

1 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Republik Indonesia dikatakan bahwa, apabila dipandang perlu Ombudsman dapat

mendirikan perwakilan Ombudsman di daerah provinsi atau kabupaten/kota. Oleh

karena dirasa perlu, Ombudsman Perwakilan Jawa Timur terbentuk sebagai

perwakilan ombudsman sebagaimana dimaksud sebelumnya memiliki hubungan

hierarkis dengan Ombudsman pusat dan dipimpin oleh seorang kepala perwakilan.

Sebagai lembaga pengawas, Ombudsman memiliki tanggung jawab dalam

membuat pengawasan yang bersifat preventif melalui Penilaian Kepatuhan

terhadap penyelenggara pelayanan publik, dengan berpedoman pada Standar

Pelayanan Publik.

Penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik telah diatur dalam

Peraturan Ombudsman RI Nomor 22 tahun 2016 tentang Penilaian Kepatuhan

terhadap Standar Pelayanan Publik. Penilaian kepatuhan ini juga telah tercantum

dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2014-

2019 dan akhirnya nanti tergantung pada evaluasi apakah setelah tahun 2019

program ini akan dilaksanakan kembali atau tidak. Dalam pelaksanaan penilaian

kepatuhan kepada intansi pemerintah pusat maupun daerah, Ombudsman RI ketika

melakukan pengawasan tersebut memiliki beberapa indikator-indikator antara lain:

1. Standar pelayanan yang meliputi, kejelasan persyaratan, sistem

mekanisme/prosedur, produk pelayanan, jangka waktu penyelesaian, dan

kejelasan biaya/tarif;

2. Ketersediaan maklumat layanan, yang terletak diruang layanan;


54

3. Ketersediaan sistem informasi pelayanan publik baik berupa elektronik

maupun non elektronik;

4. Sarana dan prasarana yang meliputi, ketersediaan ruang tunggu, toilet untuk

pengguna layanan, dan adanya loket/meja pelayanan;

5. Pelayanan khusus yang meliputi: ketersediaan sarana khusus bagi pengguna

layanan yang berkebutuhan khusus seperti rambatan, kursi roda, jalur

pemandu, ruang menyusui, dll. Kemudian pelayanan khusus bagi pengguna

layanan yang memeng membutuhkan;

6. Pengelolaan pengaduan yang meliputi ketersediaan informasi pengaduan

(sms, telpon, email) dan ketersediaan pejabat untuk proses pengaduan;

7. Penilaian kinerja seperti sarana pengukuran kepuasan pelanggan;

8. Visi, misi, dan motto pelayanan yaitu ketersediaanya dipampang diruang

layanan;

9. Atribut, yaitu ketersediaan petugas menggunakan id card;

10. Pelayanan terpadu artinya yang akan dinilai adalah apakah ada produk

layanan yang sudah di PTSPkan.

Dalam penyusunan, penetapan, dan penerapan indikator-indikator standar

pelayanan publik dari Ombudsman Republik Indoenesia untuk setiap jenis indikator

sekurang-kurangnya meliputi 10 komponen tersebut. Hal ini dapat menjadikan

bahwa masyarakat merasakan hak layanan publik yang diberikan secara maksimal

tanpa penuh keragu-raguan kepada pemerintah selaku penyelenggara pelayanan

publik.
BAB III

METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang peneliti gunakan adalah metode penelitian deskriptif

dengan pendekatan kualitatif. Mengelola secara tajam dan mendalam tentang

gambaran analisis yang mendeskripsikan program penilaian kepatuhan dalam

memberikan reformasi pelayanan publik. Pendekatan kualitatif adalah metode

untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individu atau

sekelompok orang yang dianggap berasal dari masalah sosial atau masalah

kemanusiaan (Creswell, 2016: 4).

Moloeng (2006: 3) kemudian mendefinisikan penelitian deskriptif sebagai

penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang

atau perilaku yang dapat diamati. Sehingga definisi tersebut lebih menekankan pada

jumlah data yang dikumpulkan dalam penelitian yakni data deksriptif kualitatif.

Dengan kata lain penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan data

deksriptif dan berupaya menggali makna dari suatu fenomena.

Djamal (2015: 10) memberikan kesimpulan bahwa terdapat unsur-unsur pokok

pada penelitian kualitatif yang meliputi:

1) Penelitian yang menekankan kealamiahan data, sehingga tidak ada

pengkondisian tertentu pada objek;

2) Peneliti sendiri bertindak sebagai instrument kunci dalam mendapatkan

data;

55
56

3) Di lapangan memerlukan interaksi secara intensif dan waktu yang lama;

4) Datanya berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau perilaku yang

dapat diamati;

5) Pendekatan yang digunakan bersifat induktif; dan

6) Hasil penelitiannya lebih menekankan pada makna.

Penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis deskriptif yang peneliti

gunakan, dipilih karena dapat menjelaskan hasil secara komprehensif. Baik secara

historis, hasil wawancara, hasil pengamatan dan pengumpulan dokumen untuk

kemudian dianalisis secara mendalam dan kritis terkait reformasi pelayanan publik

melalui standar penilaian kepatuhan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa

Timur berdasarkan informasi dari informan dan data lapangan yang didapatkan

selama melakukan penelitian di Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur.

III.2 Fokus Penelitian

Fokus penelitian adalah basis dasar yang menjadi titik pusat peneliti dalam

melakukan penelitian. Hal tersebut harus dilakukan secara eksplisit agar

selanjutnya dapat meringankan peneliti ketika ingin memperoleh data yang

komprehensif. Adapun berikut fokus penelitian bertujuan untuk membatasi studi

yang akan diteliti, agar penelitian lebih jelas dan terarah. Menurut Sugiyono (2016:

25) menyatakan bahwa fokus yang sebenarnya dalam penelitian kualitatif didapat

setelah peneliti melakukan penjelajahan umum. Dari penjelahan umum itu, peneliti

akan mendapatkan gambaran secara umum yang menyeluruh dan masih pada tahap

permukaan tentang situasi sosial. Dalam mendapatkan gambaran umum tersebut,

maka perlu ditentukan fokus penelitian.


57

Fokus penelitian ini diturunkan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Fokus Penelitian

Aspek Fokus Lingkup Fokus


1. Reformasi Pelayanan Publik Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI dalam
Melalui Standar Penilaian Reformasi Pelayanan Publik bagi Pemerintah
Kepatuhan Ombudsman RI Kabupaten/Kota di Jawa Timur:
terhadap Pemerintah A. Aspek Kelembagaan (Legal Standing,
Kabupaten/Kota di Jawa Timur Konsistensi, & Struktur Organisasi)
B. Aspek Ketatalaksanaan (Sistem dan
Prosedur & Informasi)
C. Aspek Sumber Daya Manusia (Pegawai)
2. Faktor yang mempengaruhi Faktor Pendukung:
Penilaian Kepatuhan A. Komitmen Pemimpin Daerah
Ombudsman RI dalam B. Terjalin Kesepahaman
Reformasi Pelayanan Publik C. Instrument Lengkap
bagi Pemerintah Faktor Penghambat:
Kabupaten/Kota di Jawa Timur A. Keterjangkauan Wilayah
B. Keterbatasan Anggaran
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2020

III.3 Pemilihan Lokasi dan Situs Penelitian

Menurut Bogdan dan Taylor (1992: 34) mengatakan bahwa lokasi penelitian

merupakan lokasi yang layak dipilih dengan didalamnya terdapat persoalan

subtantif dan teoritik. Penentuan lokasi merupakan suatu hal yang sangat penting

karena sejalan dengan penerapan lokasi penelitian, maka objek serta tujuan yang

akan diteliti juga ditetapkan sehingga mempermudah peneliti dalam melakukan

penelitian, Sedangkan situs penelitian merupakan lokasi yang lebih spesifik dimana

letak sebenarnya peneliti mengadakan penelitian untuk mendapatkan informasi


58

yang valid, akurat dan sesuai kebutuhan peneliti. Penelitian ini dilakukan di

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur sebagai lokasi dan situs penelitian atas

dasar pertimbangan alasan yang kuat bahwa Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur merupakan salah satu obyek yang melakukan secara langsung pengawasan

penilaian kepatuhan bagi para penyelenggara pelayanan publik di Jawa Timur

terhadap beberapa Pemerintah Kabupaten/Kota.

Selanjutnya, situs penelitian yang dijadikan acuan peneliti dalam mencari

data adalah Kantor Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur di Surabaya. Alasan

memilih Ombudsman Republik Indonesia adalah karena peneliti pernah melakukan

program kegiatan magang disana. Peneliti kemudian sangat berperan aktif dalam

kegiatan magang tersebut salah satunya peneliti diberi tugas melakukan finalisasi

penilaian kepatuhan daerah Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara

untuk tahun 2019. Sehingga dari sinilah peneliti tertarik untuk meneliti secara lebih

komprehensif terkait pengawasan preventif yang Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur lakukan kepada beberapa Kabupaten/Kota khususnya perihal penilaian

kepatuhan Ombudsman RI dalam memberikan reformasi pelayanan publik bagi

pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur.

III.4 Sumber Data

Terdapat sumber data dalam penelitian terbagi menjadi dua yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sehingga dapat dinterpretasikan bahwa sumber

data dapat menunjukkan darimana peneliti mendapatkan data atau informasi yang

diperlukan dalam penelitian, dapat berupa orang atau benda. Berikut dua sumber

data penelitian:
59

III.4.1 Sumber Data Primer

Arikunto (2013: 41) menyatakan sumber data primer sebagai sumber

data dalam bentuk kata-kata atau verbal yang diucapkan secara lisan, perilaku

atau gerak-gerik yang dilakukan secara subjek penelitian atau informan yang

berkenaan dengan fokus yang diteliti ataupun data yang diperoleh dari

narasumber langsung. Narasumber yang peneliti pilih bersifat dapat

dipercaya dan terjamin validitas. Data dapat direkam atau dicatat, sehingga

pada akhirnya sumber data primer yang digunakan peneliti adalah sebagai

berikut:

a. Koordinator Tim Asisten Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur tahun 2018 dan 2019, informasi berupa data yang terkait dengan

pelaksanaan pengawasan penilaian kepatuhan terhadap pemerintah

kabupaten/kota di Jawa Timur serta kondisi lapangan yang dihadapi selama

proses kegiatan pengawasan berlangsung demi menunjang peningkatan

kualitas pelayanan publik;

b. Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, informasi berupa data yang

terkait dengan petunjuk teknis dari pusat perihal pelaksanaan pengawasan

penilaian kepatuhan terhadap pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur;

c. Analis Tata Usaha Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, informasi

berupa data mengenai gambaran umum kantor Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur;

d. Bendahara Pengeluaran Pembantu Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur,

informasi berupa data mengenai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
60

serta operasional seluruh kegiatan di Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur.

III.4.2 Sumber Data Sekunder

Arikunto (2013:41) menyatakan bahwa sumber data sekunder sebagai

sumber data yang diperoleh dari Teknik pengumpulan data yang menunjang

data primer. Data sekunder dalam hal ini bersumber dari hasil observasi yang

peneliti lakukan serta kajian pustaka. Berkaitan dengan hal tersebut, maka

terdapat dokumen yang berasal dari pihak Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur dan Ombudsman Republik Indonesia secara langsung yaitu berupa

Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik tahun 2016-

2019. Peraturan lainnya terkait dengan penelitian yang penulis dapatkan dari

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur seperti Peraturan Ombudsman RI

mengenai Penilaian Kepatuhan yang menjadi sumber data sekunder dalam

penelitian ini. Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini secara lebih

rinci sebagai berikut:

a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman

Republik Indonesia;

b. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Publik;

c. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010

tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025;

d. Peraturan Ombudsman Nomor 22 Tahun 2016 Tentang Penilaian

Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik; dan


61

e. Dokumen Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik

di Jawa Timur.

III.5 Jenis Data

Sugiyono (2016: 308) mendefinisikan bahwa dalam penelitian kualitatif

terdapat dua jenis data yaitu jenis data primer dan jenis data sekunder. Adapun jenis

data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah:

III.5.1 Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti

dari objek penelitian sebagai bahan dalam melakukan penelitian. Jenis data

primer yang penulis dapatkan berupa hasil wawancara langsung dengan

narasumber (informan) pada sumber data primer yang telah ditentukan

sebagai berikut:

1. Kondisi birokrasi pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur,

yang meliputi visi dan misi, struktur organisasi, serta jumlah

pegawai negeri sipil dan jumlah asisten; serta

2. Data terkait penyelenggara pelayanan publik terhadap

pengawasan penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur;

3. Data terkait petunjuk teknis dan proses pengawasan penilaian

kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur;

4. Data terkait tanggapan penyelenggara pelayanan publik terhadap

pengawasan penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur.
62

III.5.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang didapatkan berdasarkan

dokumentasi, seperti catatan-catatan instansi yang terkait dengan objek

penelitian. Jenis data sekunder yang penulis dapatkan berupa dokumen yang

berkaitan dengan proses penyusunan, pelaksanaan, dan evaluasi

penyelenggara pelayanan publik dalam pengawasan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur yang telah ditentukan pada bagian sumber data

sekunder sebagai berikut:

1. Kajian petunjuk teknis pengawasan terhadap penilaian kepatuhan

penyelenggara pelayanan publik di Jawa Timur;

2. Kajian pelaksanaan pengawasan terhadap penilaian kepatuhan

penyelenggara pelayanan publik di Jawa Timur; dan

3. Kajian data base sistem informasi pengawasan penilaian

kepatuhan (ASIK).

III.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah dimana peneliti menentukan

cara dalam melakukan sebuah penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan informasi yang valid. Tanpa mengetahui cara mengumpulkan data,

maka peneliti tidak mendapatkan data yang memenuhi kebutuhan. Pengumpulan

data dalam penelitian kualitatif melibatkan beberapa jenis strategi antara lain:

a) Observasi

Menurut Nasution (2003: 56) observasi adalah dasar semua ilmu

pengetahuan. Para ilmuan hanya dapat bekerja berdasarkan fakta mengenai


63

kenyataan yang didapatkan melalui observasi. Observasi dilakukan adalah

ketika pelaksanaan finalisasi sistem aplikasi (ASIK) oleh Ombudsman

Republik Indonesia kepada seluruh penyelenggara pelayanan publik

terkhusus laporan dari pengawasan Ombudsman Perwakilan Jawa Timur.

Observasi kedua dilakukan pada Penyerahan Laporan Hasil Penilaian

Kepatuhan tahun 2019 oleh Ombudsman Republik Indonesia kepada para

penyelenggara pelayanan publik sebagai sarana evaluasi terhadap kepatuhan

standar pelayanan publik yang telah ditetapkan.

b) Wawancara

Peneliti dapat melakukan face to face interview (wawancara berhadap-

hadapan) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon. Menurut

Lincoln & Guba dalam Sugiyono (2016: 76), terdapat tujuh langkah dalam

wawancara pada penelitian kualitatif yang bisa dilakukan pada penelitian

kualitatif antara lain:

a. Menentukan kepada siapa wawancara itu akan dilakukan;

b. Menyiapkan pokok-pokok masalah yang akan menjadi bahan

pembicaraan;

c. Membuka atau mengawali alur wawancara;

d. Melakukan alur wawancara;

e. Mengkonfirmasikan ikhtisar hasil wawancara dan mengakhirinya;

f. Menuliskan hasil wawancara kedalam catatan;

g. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh.


64

Wawancara pada penelitian ini ditujukan kepada pihak Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dengan menetapkan beberapa informan berdasarkan

teknik nonprobability sampling. Informan pada penelitian ini terdiri dari 5

narasumber utama, yaitu:

a. Bapak Muslih selaku Koordinator Tim Penilaian Kepatuhan Ombudsman

RI Perwakilan Jawa Timur tahun 2019;

b. Ibu Silvia selaku Koordinator Tim Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur 2018;

c. Bapak Agus Widiyarta, S.Sos., M.Si selaku Kepala Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur;

d. Bapak Drg. Bagus Priambodo selaku Analisis Tata Usaha Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur, dan

e. Bapak Wisnu Widhi Hanggoro selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur.

Informan pertama dalam proses wawancara adalah Bapak Muslih selaku

Koordinator Tim Penilaian Kepatuhan di Ombudsman Perwakilan Jawa Timur,

informan ini dipilih sebagai “pembuka pintu” untuk melihat gambaran umum

secara menyeluruh. Wawancara dengan informan ini dilakukan beberapa kali

dengan durasi kurang lebih 60 menit, mengingat pentingnya pemahaman terkait

penelitian ini. Informan selanjutnya adalah Bapak Agus Widiyarta, S.Sos., M.Si

selaku Kepala Ombudsman Perwakilan Jawa Timur, informan ini dipilih karena

secara keseluruhan informasi terkait penugasan, petunjuk teknis dari Pusat

diketahui secara mendalam oleh beliau dan sebagai kepala perwakilan memiliki
65

tugas dan wewenang yang kuat untuk memberikan penjelasan terkait

pelaksanaan penilaian kepatuhan terhadap pemerintah kabupaten/kota di Jawa

Timur. Informasi yang diharapkan peneliti adalah hal terkait dengan proses

pelaksanaan penilaian kepatuhan kepada pemerintah daerah dapat menunjang

peningkatan kualitas pelayanan yang prima dalam hal reformasi pelayanan

publik. Informan ketiga, keempat, dan kelima adalah informan dipilih karena

kapasitas dan kapabilitasnya pendukung dalam bertanggung jawab atas

terlaksananya penilaian kepatuhan. Oleh karena itu sangat memusakan informasi

sekaligus data yang beliau berikan menunjang data peneliti secara komprehensif.

Semua informan dalam penelitian ini mendapatkan perlakukan yang sama

dalam proses wawancara baik secara frekuensi, durasi, dan alat bantu yang

digunakan. Pada proses wawancara, peneliti menentukan frekuensi selama

durasi 60 menit yang dilakukan sebanyak dua kali dalam kurun waktu satu bulan.

Dalam proses wawancara, peneliti juga menggunakan alat bantu seperti recorder

(HP), catatan kecil, dan alat tulis kantor.

c) Dokumentasi

Sama halnya diperlukan dalam proses penelitian. Dokumentasi adalah

teknik pengumpulan data dengan menggunakan tulisan-tulisan yang

berhubungan dengan penelitian (Sugiyono, 2016: 28). Dokumentasi dalam

penelitian ini diperoleh dengan menggunakan media kamera, recorder

handphone, dan dokumen pendukung yang berkaitan dengan penilaian

kepatuhan penyelenggara pelayanan publik di beberapa Kabupaten/Kota di


66

Jawa Timur dari pihak Ombudsman Republik Indonesia. Dokumen terkait

yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Laporan Pengaduan Pelayanan Publik Ombudsman Perwakilan Jawa

Timur;

b. Petunjuk teknis pelaksanaan penilaian kepatuhan Ombudsman Perwakilan

Jawa Timur;

c. Peraturan Ombudsman RI Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penilaian

Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik

d. Data Penyelenggara Pelayanan Publik di beberapa Kabupaten/Kota Jawa

Timur tahun 2016-2019;

e. Data Hasil Zonasi Penyelenggara Pelayanan Publik di beberapa

Kabupaten/Kota Jawa Timur 2016-2019.

III.7 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau sarana yang digunakan peneliti dalam

mengumpulkan data-data penelitian. Menurut Sugiyono (2016: 22), bahwa dalam

penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu

sendiri. Instrument yang digunakan dalam penilitian ini meliputi pedoman

wawancara untuk tiap informan, observasi, dokumentasi, dan buku catatan. Peneliti

membuat buku catatan tersendiri guna memperoleh data secara tertulis dan terjamin

validitasinya, serta dilengkapi dengan memanfaatkan tape recorder, agar mudah

dalam mengulang ingatan tentang kondisi lapangan dan jalannya wawancara. Jenis

instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


67

a. Peneliti sendiri

Menurut Moloeng (2006: 168), mengatakan peneliti sendiri dapat

menggunakan panca indra dalam melakukan pengamatan dan pencatatan

terhadap fenomena yang terjadi di tempat penelitian. Hal ini sesuai dengan

metode penelitian yang digunakan, yaitu kualitatif, dimana pengumpulan data

lebih tergantung pada peneliti sendiri. Keterlibatan peneliti dalam penelitian

kualitatif juga berguna mengidentifikasi bias, nilai, dan latar belakang pribadi

yang secara refleksi seperti gender, sejarah, kebudayaan, nilai, status soial,

dan lain sebagainya yang bisa membentuk interpretasi selama penelitian.

Lebih lanjut, peran peneliti dalam penelitian kualitatif berguna untuk

memperoleh entri dalam lokasi penelitian dan masalah etis yang dapat muncul

secara tiba-tiba pada saat penelitian.

b. Pedoman wawancara

Dalam penelitian, peneliti harus menggunakan pedoman wawancara untuk

mengarahkan dalam mencari data yang diinginkan. Pedoman wawancara itu

berupa pokok-pokok pertanyaan yang akan diajukan kepada responden dalam

penelitian sebagai petunjuk untuk melakukan wawancara. Lebih lanjut,

pedoman wawancara harus dikaitkan dengan fokus penelitian yang akan

diteliti.

c. Catatan Lapang

Catatan ini merupakan sebuah hal yang penting ketika digunakan peneliti

untuk mencatat hasil wawancara dari informan, melalui media yang dilihat,

dipikirkan, dan didengar dalam rangka pengumpulan data dan refleksi data
68

dalam penelitian kualitatif. Sehingga, hasil data yang diperoleh sesuai dengan

fakta yang ada.

d. Media yang digunakan

Alat tulis dan alat-alat lain yang diperlukan untuk pengumpulan data, seperti

recorder (HP) dan catatan kecil yang digunakan untuk mendokumentasikan

peristiwa dan mencatat berbagai informasi yang relevan dengan masalah yang

diteliti.

III.8 Keabsahan Data

Keabsahan data menurut Sugiyono (2016: 267) merupakan variable derajat

ketetapan antara data yang terjadi pada objek penelitian dengan daya yang dapat

dilaporkan peneliti. Dengan demikian, data yang valid adalah data yang tidak

berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya

terjadi pada objek penelitian. Untuk menentukan keabsahan data peneliti, maka

menggunakan teknik pemeriksaan sebagai berikut:

a. Kredibilitas (tingkat kepercayaan)

Kriteria ini meliputi penetapan hasil penelitian kualitatif yang bersifat dapat

dipercaya berdasarkan perspektif dari partisipan. Penelitian kualitatif berguna

dalam mendeskripsikan serta memahami sebuah fenomena yang dapat

menarik perhatian. Tingkat kepercayaan yang dilakukan oleh peneliti dapat

dilakukan dengan narasumber yang berkaitan dengan topik peneliti.


69

b. Transferbilitas (keteralihan)

Keteralihan persoalan empiris yang bergantung pada kesamaan antara

konteks pengirim maupun penerima. Keteralihan tersebut dapat dilakukan

melalui upaya peneliti guna mencari serta mengumpulkan data mengenai

kejadian empiris dari konteks yang sama. Agar hasil dari penelitian ini dapat

diterima oleh orang lain, maka peneliti membuat laporan dengan memberikan

uraian yang rinci, jelas, sistematis, dan dapat dipercaya.

c. Dependabilitas (Ketergantungan)

Dependabilitas dapat dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap

keseluruhan dalam proses penelitian. Proses ini dilakukan oleh auditor yang

independen atau dapat dilakukan oleh dosen pembimbing. Auditor dalam

penelitian ini adalah dosen pembimbing peneliti sendiri, yaitu Bapak Dr.

Mochammad Rozikin, M.Si, Bapak Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA, serta

dosen penguji penelitian ini.

d. Konfirmabilitas (Kepastian)

Sebagai tolak ukur kepastian yang merujuk pada tingkatan kemampuan hasil

sebuah penelitian yang dapat dikonfirmasikan oleh orang lain. Peneliti

mendokumentasikan segala prosedur penelitian guna mengecek kembali

keseluruhan data yang didapatkan. Tahapan ini merupakan tahapan

konfirmasi data yang dilakukan peneliti yang kemudian, hasil dari

pengecekan data tersebut di diskusikan dengan dosen pembimbing guna

mendapatkan saran, arahan, maupun kepastian terkait penelitian yang


70

dilakukan apakah sudah berjalan sesuai dengan hasil yang ingin dicapai

dalam penelitian.

III.9 Analisis Data

Dalam analisis data, penelitian kualitatif berlangsung bersamaan dengan

bagian-bagian lain dari pengembangan penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan

data dan penulisan temuan. Analisis data yang peneliti gunakan adalah analisis

model Spradley (1980) dalam Sugiyono (2016:253) yang menjelaskan bahwa,

sebuah penelitian kualitatif dengan model ini dengan dimulainya tahap menetapkan

seorang informan kunci “membuka kunci” kepada peneliti untuk masuk dalam

objek penelitian. Pada bagian ini, key informan yang ditetapkan peneliti adalah

Bapak Muslih selaku koordinator tim penilaian kepatuhan Ombudsaman RI

Perwakilan Jawa Timur bagi Pemerintah Kabupaten/Kota tahun 2019.

Kemudian peneliti melakukan wawancara kepada informan tersebut dan

mencatat hasil wawancara secara teliti serta lengkap dengan validitasnya. Setelah

itu, perhatian peneliti pada fokus penelitian dan mengajukan pertanyaan deskriptif,

dilanjutkan dengan analisa terhadap hasil wawancara. Berdasarkan hasil dari

wawancara, kemudian peneliti melakukan analisis domain, ketika sudah

menemukan fakta, peneliti menentukan sasaran point dan melakukan analisis

taksonomi. Berdasarkan hasil penelitian taksonomi, selanjutnya peneliti

mengajukan pertanyaan kontras yang kemudian dilanjutkan dengan analisis

komponensial. Tahapan analisis Spradley tersebut akan digambarkan sebagai

berikut:
71

12. Menulis Laporan Penelitian Kualitatif

11. Temuan Budaya

10. Melakukan Analisa Tema

9. Melakukan Analisis
Komponensial

8. Melakukan Observasi
Terseleksi

7. Melakukan Analisis
Taksonomi

6. Melakukan Observasi Terfokus

5. Melakukan Analisis Domain

4. Melakukan Observasi Deskriptif

3. Mencatat Hasil Observasi dan Wawancara

2. Melaksanakan Observasi Partisipan

1. Memilih Situasi Sosial

Gambar 3. 1 Model Tahapan Analisis Spradley


Sumber: Sugiyono, 2016

Berdasarkan metode analisis diatas yang peneliti gunakan pada penelitian ini

dimulai dengan menetapkan informan kunci atau key informant yang merupakan

praktisi dan terpercaya kredibilitasnya oleh peneliti sehingga mampu membukakan

pintu untuk memahami dari maksud penelitian ini. Proses penelitian yang berangkat

dari hal yang luas sampai dengan mengerucut pada suatu hal yang bersifat spesifik

dan tajam.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum Lokasi dan Situs Penelitian

IV.1.1 Gambaran Umum Jawa Timur

Jawa Timur menjadi salah satu daerah provinsi dalam wilayah kesatuan

Republik Indonesia. Berkaitan dengan nama Jawa Timur karena daerah

provinsi ini menempati wilayah paling timur Pulau Jawa. Pulau Jawa terdapat

enam provinsi lainnya yaitu DKI Jakarta. Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah,

D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Daerah Jawa Timur memiliki berbagai

gunung yang telah dikenal dan diakui secara nasional maupun internasional.

Seperti contoh gunung-gung tersebut adalah Gunung Semeru, Gunung

Bromo, Gunung Panderman, Gunung Arjuno dan masih banyak lagi lainnya.

Provinsi Jawa Timur membentang antara 1110 0’ - 11404’ Bujur Timur

(BT) dan 12’ – 8048’ Lintang Selatan (LS), dengan ibukota yang terletak di

Kota Surabaya. Bagian utara Jawa timur berbatasan dengan Laut Jawa.

Sedangkan bagian selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah

timur berbatasan dengan Selat Bali, dan daerah barat berbatasan dengan

Provinsi Jawa Tengah. Letak Provinsi Jawa Timur yang strategis memberikan

keuntungan bagi daerah ini, karena hal ini menjadi jalur penghubung antara

wilayah Indonesia bagian barat dengan bagian tengah. Secara umum, wilayah

Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu Jawa Timur daratan

dan Pulau Madura. Luas wilayah Jawa Timur mencakup 90% dari seluruh

72
73

luas wilayah daerah, sedangkan luas Pulau Madura hanya sekitar 10% (BPS

Prov. Jawa Timur, 2018).

Luas wilayah administratif dan kependudukan Provinsi Jawa Timur

adalah 229 pulau dengan luas wilayah daratan 47.130,15 km2 dan wilayah

lautan seluas 110.764,28 km2. Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 38

Kabupaten/Kota dengan pembagian 29 Kabupaten, meliputi Pacitan,

Ponorogo, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Kediri, Malang, Blitar,

Lumajang, Jember, Banyuwangi, Bondowoso, Situbondo, Probolinggo,

Pasuruan, Sidoarjo, Mojokerto, Jombang, Nganjuk, Madiun, Magetan,

Ngawi, Bojonegoro, Tuban, Lamongan, Gresik, Bangkalan, Sampang,

Pamekasan, dan Sumenep, serta 9 Kota, yaitu Surabaya, Madiun, Kediri,

Blitar, Malang, Batu, Pasuruan, Probolinggo dan Mojokerto.

(masukan table wilayah jawa timur)

Gambar 4.1 Peta Administratif Jawa Timur


Sumber: Badan Pusat Statistik Prov. Jawa Timur, 2018
74

Berdasarkan data peta administratif daerah Jawa Timur dari BPS Jawa

Timur (2018) diatas, telah menunjang pula kondisi jumlah penduduk di

Provinsi Jawa Timur yang pada tahun 2017 dari hasil proyeksi penduduk oleh

BPS Jawa Timur adalah sebanyak 39.292.972 jiwa atau naik sebesar 0,53%

dibandingkan tahun 2016 sebesar 39.075.152 jiwa. Pada tahun 2017 Kota

Surabaya mempunyai jumlah penduduk yang paling besar, yaitu 2.87.699

jiwa, dengan diikuti Kabupaten Malang 2.576.596 jiwa dan Kabupaten

Jember 2.430.185 jiwa.

IV.1.2 Gambaran Umum Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

Ombudsman pertama kali berdiri di Stockholm, Swedia pada tahun

1809. Istilah Ombudsman sendiri berasal dari Bahasa Swedia yang berarti

“perwakilan/mewakili”. Ombudsman pada awalnya menunjuk pada sosok

orang melainkan bukan figure lembaga, namun ketika Swedia membentuk

Lembaga Ombudsman hampir 200 tahun silam maka pengertian resmi

Ombudsman merujuk pada sebuah lembaga negara yang bertugas melindungi

kepentingan individu dari pelanggaran yang dilakukan oleh lembaga negara

lainnya.

Sistem pengawasan Ombudsman di Swedia terus berkembang

seiringnya waktu, sehingga tidak menutup kemungkinan di Indonesia.

Dinamika Ombudsman berawal pada bulan November 1999 oleh Presiden RI

K.H. Abdurahman Wahid yang berinisiatif memanggil Jaksa Agung Marzuki

Darusman untuk mendiskusikan konsep pengawasan yang baru terhadap

penyelenggara negara. Kemudian melalui serangkaian diskusi panjang


75

pejabat negara tersebut, didapatkan kesepakatan tentang konsep Lembaga

Ombudsman yakni Pembentukan Komisi Ombudsman Nasional (KON)

melalui terbitnya Keppres Nomor 44 Tahun 2000. Sebuah lembaga pengawas

yang ditujukan guna mendukung proses pemberantasan KKN (korupsi,

kolusi, dan nepotisme) di Indonesia. Lebih lanjut bila dihubungkan dengan

sebuah kepentingan masyarakat akan adanya penyelenggara pelayanan publik

dan penegakan hukum yang baik, bersih dan efisien guna meningkatkan

kesejahteraan, menciptakan keadilan, serta kepastian hukum bagi seluruh

warga negara Indonesia. Sehingga, pada tahun 2008 dibawah kepemimpinan

Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono, resmi berkedudukan sebagai

lembaga negara dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008

tentang Ombudsman Republik Indonesia.

Pada beberapa negara, Ombudsman sebagai lembaga membentuk

perwakilan kantor ditingkat regional, provinsi, negara bagian atau tingkat

distrik (kab/kota). Namun, disetiap negara memiliki keunikan tersendiri

dalam menentukan Ombudsman model apa yang ingin digunakan, misalnya

di Indonesia keberadaan Ombudsman daerah sangat berkaitan dengan

bergulirnya otonomi daerah yang ditandai oleh kehadiran Undang-Undang

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Sejauh ini sudah ada 34

kantor perwakilan Ombudsman di daerah yang beroperasi sesuai urgensi dan

signifikansinya, antara lain:

1) Ombudsman RI Perwakilan Aceh

2) Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara


76

3) Ombudsman RI Perwakilan Riau

4) Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat

5) Ombudsman RI Perwakilan Jambi

6) Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Selatan

7) Ombudsman RI Perwakilan Bengkulu

8) Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Bangka Belitung

9) Ombudsman RI Perwakilan Lampung

10) Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau

11) Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya

12) Ombudsman RI Perwakilan Jawa Barat

13) Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

14) Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah

15) Ombudsman RI Perwakilan D.I. Yogyakarta

16) Ombudsman RI Perwakilan Banten

17) Ombudsman RI Perwakilan Bali

18) Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat

19) Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Timur

20) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Barat

21) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Tengah

22) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Timur

23) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan

24) Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Utara

25) Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tengah


77

26) Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan

27) Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Tenggara

28) Ombudsman RI Perwakilan Gorontalo

29) Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Barat

30) Ombudsman RI Perwakilan Maluku

31) Ombudsman RI Perwakilan Maluku Utara

32) Ombudsman RI Perwakilan Papua Barat

33) Ombudsman RI Perwakilan Papua

34) Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Utara

Khusus pada situs penelitian ini adalah Kantor Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur merupakan

sebuah lembaga negara yang mempunyai wewenang mengawasi

penyelenggara pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara

negara dan pemerintahan termasuk BUMN, BUMD dan BHMN serta badan

swasta atau perorangan yang seluruh/sebagian dananya berasal dari APBN,

serta bersifat mandiri dalam menjalankan tugas dan wewenangnya bebas dari

campur tangan kekuasaan lain.

Gambar 4.2 Logo Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur


Sumber : Sekretariat ORI Jatim, 2020
78

Ombudsman Perwakilan Jawa Timur merupakan satu-satunya

Perwakilan Ombudsman yang menangani dan mengawasi pelayanan publik

untuk seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur. Kantor

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur terletak di Jalan Ngagel Timur No.

56, Kota Surabaya. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur mempunyai

kewajiban untuk mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas yang

dimilikinya kepada Ombudsman Republik Indonesia (pusat). Hal tersebut

berhubungan dengan PP No. 21 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Susunan

dan Tata Kerja Ombudsman di Daerah, bahwa tugas yang diemban oleh

Ombudsman di daerah sama dengan tugas yang diemban oleh Ombudsman

Pusat hanya saja mencakup daerah (Jawa Timur). Adapun tugas yang harus

dikerjakan oleh Ombudsman antara lain:

a) Menerima laporan atas dugaan maladministrasi dalam penyelenggaraan

pelayanan publik

b) Melakukan pemeriksaan substansi atas laporan

c) Menindak lanjuti laporan yang mencakup dalam ruang lingkup

kewenangan Ombudsman

d) Melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaan

maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik

e) Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan lembaga negara atau

lembaga pemerintahan lainnya serta kemasyarakatan dan perseorangan

f) Membangun jaringan
79

g) Melakukan upaya pencegahan maladministrasi dalam penyelenggara

pelayanan publik

h) Melakukan tugas lain yang diberikan oleh undang-undang

Dalam menjalankan tugasnya Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

memiliki visi dan misi yang diemban bersamaan dengan Ombudsman

Republik Indonesia dalam menjalankan fungsinya sebagai lembaga negara

yang mengawasi penyelenggara pelayanan publik antara lain:

Visi:

“Ombudsman Republik Indonesia yang berwibawa, efektif dan adil”

Misi:

1. Memperkuat kelembagaan

2. Meningkatkan kualitas pelayanan Ombudsman RI.

3. Meningkatkan partisipasi masyarakat.

4. Mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik oleh

penyelenggara pemerintahan.

5. Memperkuat pemberantasan dan pencegahan maladministrasi dan

korupsi.

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur terdiri dari satu kepala

perwakilan, dua pegawai negeri sipil, dan 18 Asisten yang kemudian disebut

dengan istilah insan Ombudsman. Adapun untuk lebih jelas dapat dilihat

pada Bagan Organisasi Perwakilan Ombudsman Provinsi Jawa Timur berikut

ini:
80

Gambar 4.3 Bagan Organisasi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur


Sumber: Ombudsman Jawa Timur

IV.2 Penyajian Data

IV.2.1 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Dalam Reformasi

Pelayanan Publik Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Pelaksanaan pada proses sistem penyelenggara pelayanan publik di

Kabupaten/Kota Jawa Timur melalui pihak-pihak yang berwenang dapat

berpotensi terjadinya pelayanan yang tidak baik atau maladministrasi

sehingga berdampak pada kurang atau tidak berjalannya layanan yang

diberikan pada masyarakat. Sejalan dengan hal tersebut, sesuai dengan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik yaitu


81

segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai hak-hak

dasar setiap warga Negara diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik.

Kewajiban penyelenggara pelayanan publik dalam hal ini adalah

pemenuhan standar layanan publik yang harus sesuai dengan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2009. Sebagaimana pada pasal 15 disebutkan

bahwa penyelenggara berkewajiban menyusun dan menetapkan standar

pelayanan, menyusun, menetapkan dan mempublikasikan maklumat

pelayanan, menempatkan pelaksana/pegawai yang kompeten, menyediakan

sarana prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan publik yang mendukung

terciptanya iklim pelayanan yang memadai, memberikan pelayanan yang

berkualitas sesuai dengan asas penyelenggaraan pelayanan publik, dan

melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan. Standar pelayanan

publik harus dipenuhi karena hal tersebut merupakan indikator yang menjadi

terjadinya tindakan dari maladministrasi. Sehingga dalam hal ini Ombudsman

Republik Indonesia melakukan tindakan preventif yaitu melalui Program

Penilaian Kepatuhan yang sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 berdasarkan Peraturan Presiden

Nomor 2 Tahun 2015, yang menuntut pemerintah pusat dan daerah untuk

mematuhi UU No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Selain itu pula,

kegiatan penilaian kepatuhan ini bertujuan mempercepat penyempurnaan dan

peningkatan kualitas Reformasi Birokrasi Nasional (RBN) tahun 2010 - 2025.

Sebagaimana disampaikan oleh bapak Muslih selaku asisten Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam penggalan wawancara:


82

“kita menjalankan program ini tidak semata-mata berjalan sendiri,


melainkan amanah ini sesuai dengan RPJMN pemerintah hingga 2019
kemarin, sebagai bentuk proses percepatan reformasi nasional terhadap
penyelenggara pelayanan publik dalam hal pemenuhan standar” (Hasil
wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, sehingga dapat dijadikan

sebagai legal standing dalam pelaksanaan penilaian kepatuhan oleh

Ombudsman RI Jawa Timur selama ini, ungkapan tersebut kemudian

dipertegas kembali oleh bapak Agus Widiyarta selaku Kepala Ombudsman

RI Perwakilan Jawa Timur dalam penggalan wawancara:

“Program ini dilakukan sudah 4 tahun, cuman spesifik ditahun 2018-


2019 belakangan ini dari 16 kabupaten kota yang kita nilai itu sudah banyak
yang mendapatkan nilai diatas 80. Artinya setiap tahun mereka memperbaiki
atau memenuhi kepatuhan standar pelayanan publik tersebut.” (Hasil
wawancara dengan bapak Agus Widiyarta, 24 Februari 2020)

Sebagaimana hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak Agus

Widiyarta diatas, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur melakukan

penilaian kepatuhan ke 16 kabupaten/kota di Jawa Timur setiap tahunnya.

Namun sepanjang tahun 2018 hingga 2019 total sudah dilakukan penilaian

kepatuhan ke 21 Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, sebagaimana

akan dirincikan kedalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Total Jumlah Pemerintah Kabupaten/Kota yang dilakukan


Penilaian Kepatuhan 2018-2019

No Kabupaten/Kota Jumlah Unit Jumlah


Penyelenggara Produk
Layanan Publik Layanan
Publik
1 Kabupaten Banyuwangi 9 58
2 Kabupaten Bojonegoro 8 53
3 Kabupaten Jember 7 52
4 Kabupaten Jombang 7 53
5 Kabupaten Kediri 8 49
83

No Kabupaten/Kota Jumlah Unit Jumlah


Penyelenggara Produk
Layanan Publik Layanan
Publik
6 Kabupaten Lumajang 9 53
7 Kabupaten Madiun 8 56
8 Kabupaten Mojokerto 9 59
9 Kabupaten Pamekasan 6 53
10 Kabupaten Ponorogo 9 49
11 Kabupaten Sumenep 8 52
12 Kabupaten Tuban 6 48
13 Kabupaten Tulungagung 9 55
14 Kota Batu 4 50
15 Kota Malang 6 58
16 Kota Probolinggo 9 51
17 Kabupaten Bondowoso 7 59
18 Kabupaten Gresik 7 63
19 Kabupaten Lamongan 6 63
20 Kabupaten Sidoarjo 12 59
21 Kabupaten Situbondo 6 63
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2020

Berdasarkan tabel diatas, bahwa total ada 21 Kabupaten/Kota yang

dilakukan penilaian kepatuhan sepanjang tahun 2018 dan 2019 tersebut yang

berdasarkan unit penyelenggara layanan publik dan produk layanan yang

berbeda-beda sesuai kondisi pemerintah daerah masing-masing. Unit

penyelenggara tersebut melalui produk layanan yang diberikan kepada

masyarakat harus memenuhi standar. Sebagaimana yang disampaikan dalam

penggalan wawancara bapak Agus Widiyarta selaku Kepala Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam penggalan wawancara:

“…memenuhi semua persyaratan-persyaratan yang ditentukan didalam


undang-undang no 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik khususnya
mengenai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi.” (Hasil wawancara
dengan bapak Agus Widiyarta, 24 Februari 2020)
84

Berdasarkan hasil wawancara yang disampaikan oleh Bapak Agus

Widiyarta diatas, bahwa unit penyelenggara pelayanan publik harus

memenuhi Standar pelayanan publik sesuai Undang-Undang No 25 Tahun

2009 tentang pelayanan publik, komponen dari standar penilaian kepatuhan

tersebut akan dirincikan sebagai berikut:

Tabel 4.2 Komponen Standar Penilaian Kepatuhan

No. Variabel Unsur Indikator Bobot


1. Standar Utama Persyaratan 6.0
Pelayanan Sistem, Mekanisme dan Prosedur 6.0
Publik
Produk Pelayanan 6.0
Jangka Waktu Penyelesaian 12.0
Biaya/Tarif 12.0
2. Maklumat Utama Ketersediaan Maklumat Layanan 12.0
Layanan
3. Sistem Utama Ketersediaan Informasi Pelayanan 12.0
Informasi Publik Elektronik
Pelayanan Ketersediaan Informasi Pelayanan 6.0
Publik (jawaban Publik Non-Elektronik
pilihan, pilih
salah satu)
4. Sarana dan Utama Ketersediaan ruang tunggu 3.0
Prasarana, Ketersediaan toilet untuk pengguna 2.0
Fasilitas layanan
Ketersediaan loket/meja pelayanan 3.0
5. Pelayanan Utama Ketersediaan Sarana khusus bagi 2.0
Khusus pengguna layanan berkebutuhan
khusus (ram/ rambatan/ kursi roda/
jalur pemandu/ toilet khusus/ruang
menyusui dll)
Ketersediaan Pelayanan khusus bagi 2.0
pengguna layanan berkebutuhan
khusus
6. Pengelolaan Utama Ketersediaan Sarana Pengaduan 5.0
Pengaduan (SMS/Telpon/Fax/Email, dll)
Ketersediaan informasi prosedur 3.0
penyampaian pengaduan
Ketersediaan Pejabat/Petugas 5.0
pengelola Pengaduan
85

No. Variabel Unsur Indikator Bobot


7. Penilaian Utama Ketersediaan Sarana Pengukuran 2.5
Kinerja Kepuasan Pelanggan
8. Visi, Misi dan Tambahan Ketersediaan Visi dan Misi 2.0
Moto Pelayanan Pelayanan
Ketersediaan Motto Pelayanan 2.0
9. Atribut Tambahan Ketersediaan Petugas 2.5
Penyelenggaran menggunakan ID
Card
TOTAL 100
Sumber : Diolah dari Data Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, 2020

Tabel 4.2 diatas merepresentasikan bahwa ada 9 variabel standar yang

harus dipenuhi oleh setiap lembaga pemerintah yang menyelenggarakan

pelayanan publik di Jawa Timur. Hanya ada 2 unsur sifatnya tambahan,

artinya boleh terpenuhi boleh tidak karena memiliki bobot yang tidak terlalu

signifikan. Namun, ada 7 unsur yang memiliki sifat utama, memiliki bobot

penilaian yang signifikan sehingga akan berpengaruh atas nilai yang akan

diberikan kepada intansi tersebut. Oleh karena itu dilihat dari tahun 2018

program penilaian kepatuhan memiliki dampak yang sangat besar bagi

masyarakat, dan memiliki tujuan sebagaimana yang disampaikan oleh bapak

Agus Dwiyarta dalam wawancara sebagai berikut:

“jadi penilaian kepatuhan itu untuk mengetahui apakah pemerintah itu


memenuhi semua standar yang telah ditetapkan berdasarkan undang-undang
atau tidak, karena ini menjadi hal yang utama dalam proses pelayanan publik.
Dan program ini sudah dijalankan sejak 4 tahun lalu, cuman kepedulian itu
terlihat pada 2018 hingga 2019 belakangan ini.” (Hasil wawancara dengan
bapak Agus Widiyarta, 24 Februari 2020)

Pernyataan diatas menjelaskan bahwa tujuan dari penilaian kepatuhan

ini sangatlah baik bagi masyarakat, karena dilihat dalam hal ini sudah 4 tahun

dilakukan program ini namun ditahun 2019 baru terasa siginifikasi perubahan

yang baik. Dalam memberikan penilaian kepatuhan kepada penyelenggara


86

pelayanan publik Ombudsman RI menggunakan skema nilai yaitu sebagai

berikut:

1) Zona merah (0-50) : kepatuhan rendah


2) Zona kuning (51-80) : kepatuhan sedang
3) Zona hijau (81-100) : kepatuhan tinggi

Salah satu permasalahan mengapa dilakukan sistem zonasi traffic light

ini adalah anggapan kepedulian serta kesadaran masyarakat yang belum

terpenuhi pada standar pelayanan publik yang seharus mereka terima dari

pemerintah. Sehingga, kebanyakan dari pemerintah abai dan berada di

kategori zona kuning bahkan tidak banyak pula yang mendapat kategori zona

merah. Sebagai contoh adalah kabupaten Banyuwangi yang pada tahun 2018

berada di kategori zona kuning kemudian ditahun 2019 mendapat berada di

kategori zona hijau, karena dalam hal ini pemerintah kabupaten banyuwangi

telah sadar dan melakukan reformasi pelayanan publik dengan memenuhi

standar penilaian kepatuhan yang pada tahun sebelumnya. Sebagaimana

disampaikan oleh bapak Muslih selaku asisten Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur dalam wawancara sebagai berikut:

“dilihat dari tahun 2018 contohnya kabupaten banyuwangi saja ya..


secara inovasi dia bagus, bahwa orang-orang diluar sana menganggap
banyuwangi itu bagus. Iya bagus memang tapi dari segi inovasi, namun
setelah kita lakukan penilaian terkait pemenuhan standar layanan publiknya
ternyata pada saat ini tidak. Meskipun tidak dizona merah, namun masih zona
kuning. Yang ingin saya sampaikan adalah anggapan orang-orang
kebanyakan tersebut adalah salah, bahwa mereka harus tau standar layanan
yang mereka dapat seperti apa, misal yang paling sederhana dicantumkannya
biaya pelayanan. Masyarakat harus tau berapa besar layanan yang mereka
harus keluarkan, kalua tidak ada standar tersebut tercantum maka besar
potensi pungli atau hal itu masuk sebagai kategori maladministrasi. Sehingga
kami sampaikan kepada pemerintah Banyuwangi yang kebetulan saya sendiri
87

yang menyampaikan laporan atau rapotnya itu, saya sampaikan bahwa


pemenuhan standar pelayanan publik itu ini ini ini dan sebagaianya.
Kemudian kembali pada tahun 2019 lalu, kami lakukan penilaian lagi, dan
ternyata mereka masuk zona hijau. Artinya mereka sadar dan memperbaiki
dengan melakukan reformasi pelayanan publik berdasarkan standar
pelayanan publik yang ada.” (Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18
Februari 2020)

Sebagai bentuk proses reformasi pelayanan publik yang telah

disampaikan oleh Bapak Muslih diatas yang menyebutkan salah satu contoh

kabupaten yang melakukan perbaikan atas pengawasan oleh Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur, dimana 15 pemerintah kabupaten/kota lainnya

tersebut dilihat dari tahun 2018 hingga tahun 2019 dilakukannya pengawasan

penilaian kepatuhan oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan

berdasarkan pada rumusan masalah yang telah ditulis oleh peneliti, maka

peneliti berniat untuk melihat secara mendalam mengenai penilaian

kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia dalam memberikan reformasi

pelayanan publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Sehingga

akan lebih spesifik lagi peneliti akan merincikan kedalam tiga aspek

reformasi antara lain: 1) Aspek Kelembagaan, (Legal Standing, Konsistensi,

Struktur Organisasi), 2) Aspek Ketatalaksanaan (Informasi, Sistem dan

Prosedur), 3) Aspek Sumber Daya Manusia, (Pegawai). Kemudian aspek

tersebut akan disajikan secara lebih rinci sebagai berikut:

IV.2.1.1 Aspek Kelembagaan

1) Legal Standing

Dalam pelaksanaan program penilaian kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur salah satu unsur yang penting dari aspek
88

kelembagaan adalah Legal Standing. Legal Standing akan selalu menjadi

acuan atau pegangan dalam menjalan suatu kegiatan apapun dilingkungan

kelembagaan di Indonesia. Sehingga dalam melaksanakan program penilaian

kepatuhan ini Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur berjalan secara top-

down.

Sebelum pelaksanaan penilaian kepatuhan terlebih dahulu diatur

melalui payung hukum tertinggi yaitu, Undang-Undang No. 25 Tahun 2009

Tentang Pelayanan Publik. Hal ini sesuai dengan pernyataan dalam sesi

wawancara sebagai berikut:

“berkaitan dengan regulasi tentu kita related dengan pusat yaitu


Undang-undang tentang pelayanan publik 25 tahun 2009 itu ya, kemudian
program kepatuhan ini juga dijabar ORI kepada perwakilan melalui surat
edaran atau surat tugas dalam petunjuk teknis pelaksanaannya” (Hasil
wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Kebijakan yang bersifat top-down yaitu dimulai dari Payung Hukum

tentang Pelayanan Publik, kemudian dijabarkan kembali oleh Ombudsman RI

pusat berdasarkan pada Peraturan Ombudsman RI No 22 Tahun 2016 tentang

Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik. Peraturan

Ombudsman RI ini setiap tahun mengalami perubahan seiring perkembangan

dinamisasi sosial. Sehingga pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

setiap tahun dilihat secara detail pada tahun 2018 hingga 2019 mengalami

penyesuaian legal standing. Sebagaimana disampaikan oleh Ibu Silvia dalam

wawancara sebagai berikut:

“sebenarnya gak terlalu banyak berbeda atau berubah sejak saya


menjadi koordinator tim ditahun 2018 kemarin, dibanding tahun 2019 lalu.
Cuman yang berbeda mungkin indikator beberapa saja. Tetapi kembali lagi,
hanya sebatas penafsiran saja, gak terlalu signifikan berubah seperti kita tetap
89

pake kuisioner yang lama kemudian mungkin kita dapat pembaharuan dari
segi teknisnya aja” (Hasil wawancara dengan Ibu Silvia, 18 Februari 2020)

Ketika ada amanat dari pusat mengenai legal standing tersebut, maka

Ombudsman Perwakilan Jawa Timur mengalami proses adaptasi kembali,

meskipun sesuai dengan pernyataan oleh narasumber diatas “tidak terlalu

signifikan perubahan tersebut”. Namun akan dirasakan proses pembaharuan

oleh lembaga Ombudsman RI yang ada disetiap daerah Perwakilan, tidak

terkecuali perwakilan Jawa Timur.

2) Konsistensi

Unsur selanjutnya yang penting dalam aspek kelembagaan adalah

konsistensi. Hal ini meliputi petunjuk teknis dari program Penilaian

Kepatuhan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yang selalu

mengalami pembaharuan. Hal tersebut berdasarkan kondisi sosial yang selalu

mengalami perubahan dengan melihat pada efektifitas dan efisiensi

penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat. Dalam melaksanakan unsur

ini, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur selalu merujuk pada petunjuk

teknis pelaksanaan program penilaian kepatuhan yang disampaikan dalam

sebuah acara penyampaian maksud dan tujuan program ini kepada intansi

pemerintah penyelenggara pelayanan publik di Jawa Timur. Sebagaimana

yang disampaikan oleh Bapak Muslih dalam penggalan wawancara sebagai

berikut:

“betul sekali, dalam melakukan program ini kita tidak ujuk-ujuk


langsung terjun ke intansi meskipun dalam hal ini kita sebagai lembaga
pengawas eksternal. Namun program penilaian kepatuhan ini sebagai sarana
untuk kita saling mengingatkan kewajiban kita sebagai penyelenggara
pelayanan publik kepada masyarakat. Sehingga seinget saya ditahun 2018
90

kita undang 16 pemerintah itu dalam acara kita, dan pada tahun 2019 juga kita
undang semuanya lagi, kita sampaikan maksud dan tujuan kita lagi perubahan
apa yang terjadi, dari segi indikator atau segi lainnya kita sampaikan. Tahun
2019 kemarin kita adakan di Surabaya mas kebetulan”. (Hasil wawancara
dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dilihat bahwa setiap tahunnya

menjelang pelaksanaan penilaian kepatuhan, Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur mengundang lembaga-lembaga atau intansi pemerintah yang

akan dilakukan penilaian. Hal ini menunjukkan bahwa Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur aktif dan tanggap akan hal-hal terbaru serta tidak

tertinggal atau selalu update. Selain itu pula, menjadi kewajiban untuk

mengingatkan akan kewajiban kepada penyelenggara pelayanan publik lain

untuk secara bersama sadar akan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada

masyarakat. Oleh karena itu semua hal yang dilaksanakan selama program

penilaian kepatuhan harus mengacu pada petunjuk teknis, isi dari petunjuk

teknis tersebut salah satunya adalah disampaikannya tujuan khusus yang

secara konsisten tertera sebagai berikut:

1) Teridentifikasinya tingkat kepatuhan Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah dalam memenuhi komponen standar pelayanan

sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun

2009 tentang Pelayanan Publik;

2) Membantu pimpinan penyelenggara pelayanan publik untuk

mengidentifikasi komponen standar pelayanan yang masih perlu

dipenuhi oleh unit/satuan kerja pelayanan publiknya dalam upaya

meningkatkan penyelenggaraan pelayanan publik ke depannya;


91

3) Mendorong kepatuhan terhadap komponen standar pelayanan publik

menjadi suatu gerakan yang melembaga yang dapat menggambarkan

integritas pemimpin dan para pelaksana yang bertugas pada

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai upaya

meminimalkan potensi terjadinya maladministrasi dan korupsi;

4) Sebagai dasar pemberian Predikat Kepatuhan oleh Ombudsman

Republik Indonesia kepada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah

Daerah yang produk layanannya berhasil mencapai kategori

kepatuhan tinggi dalam memenuhi komponen standar pelayanan

publik.

3) Struktur Organisasi

Unsur selanjutnya yang paling penting dalam aspek kelembagaan

adalah struktur organisasi. Hal ini meliputi komitmen Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur untuk melakukan penilaian kepatuhan kepada

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur sebagai aktor kelembagaan

penyelenggara pelayanan publik melihat dari tahun 2018 hingga 2019. Sejak

tahun 2018 hingga 2019 jumlah organisasi pemerintah yang dilakukan

penilaian tersebut berubah seiring dengan perubahan yang dilakukan

pemerintah tersebut. Unsur struktur organisasi bertujuan untuk melihat

perubahan pemerintah yang dilakukan melalui pengawasan penilaian

kepatuhan guna menciptakan alur yang lebih baik demi mencapai tujuan

percepatan reformasi birokrasi nasional.


92

Ketika suatu organisasi pemerintah yang dinilai oleh Ombudsman RI

tidak memenuhi standar pelayanan publik (zona kuning atau merah), maka

reformasi pelayanan publik pada aspek kelembagaan ini harus dilakukan.

Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Muslih dalam penggalan

wawancara:

“memang benar adanya, ada saja penyelenggara pelayanan publik itu


yang belum mematuhi, artinya masih berada di kategori zona kuning bahkan
merah. Oleh karena itu kita terus lakukan pengawasan terhadap instansi
tersebut ditahun berikutnya”. (Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18
Februari 2020)

Pada tahun 2018 Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur melakukan

program pengawasan penilaian kepatuhan kepada 16 Organisasi Pemerintah

di Jawa Timur dan pada tahun 2019 kembali dengan jumlah yang sama

kepada 16 Organisasi Pemerintah di Jawa Timur. Namun, ditahun 2019 yang

dilakukan ada sedikit perbedaan yaitu akan dirincikan kedalam sebuah tabel

sebagai berikut:

Tabel 4.3 Organisasi Pemerintah Daerah yang dilakukan penilaian

No Tahun 2018 Tahun 2019


1 Kabupaten Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi
2 Kabupaten Bojonegoro Kabupaten Bondowoso
3 Kabupaten Jember Kabupaten Gresik
4 Kabupaten Jombang Kabupaten Jember
5 Kabupaten Kediri Kabupaten Jombang
6 Kabupaten Lumajang Kabupaten Lamongan
7 Kabupaten Madiun Kabupaten Lumajang
8 Kabupaten Mojokerto Kabupaten Madiun
9 Kabupaten Pamekasan Kabupaten Mojokerto
10 Kabupaten Ponorogo Kabupaten Pamekasan
11 Kabupaten Sumenep Kabupaten Ponorogo
12 Kabupaten Tuban Kabupaten Sidoarjo
13 Kabupaten Tulungagung Kabupaten Situbondo
14 Kota Batu Kabupaten Sumenep
93

No Tahun 2018 Tahun 2019


15 Kota Malang Kabupaten Tuban
16 Kota Probolinggo Kota Malang
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2020

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa ada 16 Kabupaten/Kota

setiap tahunnya Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur melakukan penilaian

kepatuhan. Dimana pelaksanaannya hanya menyasar pada mereka lembaga

organisasi sektor publik atau pemerintah kabupaten/kota, yang kemudian

berdasarkan unit penyelenggara layanan publik di daerah Jawa Timur.

Sebagaimana disampaikan oleh ibu Silvia selaku asisten Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam penggalan wawancara:

“…memang kebetulan pada tahun 2018 dan 2019 kita sama yaitu
menilai 16 kabupaten/kota dari seluruh daerah di Jawa Timur. Cuman ada
bedanya yaitu beberapa daerah yang sudah hijau kita tidak ikutkan lagi atau
mereka yang belum kita ikutkan ditahun kemarin 2019”. (Hasil wawancara
dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan pernyataan yang telah disampaikan oleh narasumber

diatas dapat diketahui bahwa dalam program pengawasan penilaian

kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur ini dilakukan kepada

Pemerintah Kabupaten/Kota yang berbeda setiap tahunnya. Hal tersebut

dikarenakan adanya kepatuhan yang telah dilakukan oleh organisasi

pemerintah tersebut melalui intansi terkait, disisi yang sama kemudian atas

perubahan oleh intansi tersebut dari tahun sebelumnya mengalami perbaikan

dari segi pemenuhan indikator standar pelayanan publik melalui produk

layanan kepada masyarakat. Lebih dalam lagi akan dirincikan kedalam tabel

mengenai pemerintah daerah yang dilakukan penilaian kepatuhan beserta

dengan hasil nilainya pada tahun 2018-2019 sebagai berikut:


94

Tabel 4.4 Data Jumlah Perubahan Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah

Pemerintah Nilai Rapor Kategori Zona


NO Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Daerah 2018 2019 2018 2019
Dinas Kependudukan, Dinas Ketenagakerjaan,
Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Dinas
Kabupaten Lingkungan Hidup, Dinas Pariwisata, Dinas
1 52,34 88,66 Kuning Hijau
Banyuwangi Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas
Ketenagakerjaan, Dinas Koperasi dan UMKM,
Kabupaten
2 Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman 57,42 74,45 Kuning Kuning
Jember
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas
Kabupaten Tenaga Kerja, Dinas Koperasi, Dinas Pendidikan,
3 45,71 85,87 Merah Hijau
Jombang Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas
Kesehatan, Dinas Koperasi UMKM, Dinas
Kabupaten Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan
4 71,49 90,02 Kuning Hijau
Lumajang Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan,
Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga
Kerja
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Dinas
Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas
Kabupaten Koperasi Perindustrian dan UMKM, Dinas
5 64,27 80,59 Kuning Hijau
Madiun Pendidikan, Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan,
Dinas Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas
Kabupaten Koperasi, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas
6 25,17 99,63 Merah Hijau
Mojokerto Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten Ketenagakerjaan, Dinas Koperasi dan UMKM,
7 61,92 85,04 Kuning Hijau
Pamekasan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten Kesehatan, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas
8 55,30 95,45 Kuning Hijau
Ponorogo Perdagangan Koperasi dan Usaha Mikro, Dinas
Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan
95

Pemerintah Nilai Rapor Kategori Zona


NO Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Daerah 2018 2019 2018 2019
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan,
Dinas Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Kabupaten Dinas Koperasi, Badan Lingkungan, Dinas
9 73,89 70,03 Kuning Kuning
Sumenep Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tuban,
Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman
Kabupaten
10 Modal, Pelayanan Terpadu Satu Pintu dan Tenaga 70,76 90,27 Kuning Hijau
Tuban
Kerja, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, Dinas
Kota
11 Koperasi, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 73,08 85,64 Kuning Hijau
Malang
Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial
Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2020

Selanjutnya berdasarkan dari hasil penilaian kepatuhan diatas, masih

terdapat pemerintah daerah yang berada pada zona merah atau kuning,

sehingga pada tahun 2019 kembali diikut kembali dan bagi yang sudah

mendapat kategori baik atau zona hijau digantikan oleh pemerintah daerah

yang lain. Lebih dalam lagi akan dirincikan kedalam tabel dibawah ini

mengenai pemerintah daerah yang ditahun 2018 sudah mendapatkan kategori

zona hijau dengan perolehan nilai diatas 80, dan pemerintah daerah yang

ditahun 2019 diikutkan namun masih terdapat kategori zona kuning:

Tabel 4.5 Data Jumlah Penilaian Kepatuhan Pemerintah Daerah

Pemerintah Nilai Rapor Zonasi


NO Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Daerah 2018 2019 2018 2019
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten
1 Kesehatan, Dinas Perindustrian dan Tenaga 88,20 Hijau
Bojonegoro
Kerja, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas
96

Pemerintah Nilai Rapor Zonasi


NO Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Daerah 2018 2019 2018 2019
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan
Kabupaten Transmigrasi, Dinas Koperasi dan UMKM, Dinas
2 99,49 Hijau
Kediri Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil,
Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi, Dinas Perdagang Koperasi Usaha
Mikro Kecil dan Menengah, Dinas Lingkungan
Kabupaten
3 Hidup, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan 71,49 Kuning
Tulungagung
Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan dan
Olahraga, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial,
Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
4 Kota Batu Lingkungan Hidup, Dinas Penanaman Modal dan 93,18 Hijau
Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Sosial
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, Dinas
Perdagang Koperasi dan Usaha Mikro,
Kota
5 Pergadangan dan Industri, Dinas Penanaman 88,45 Hijau
Probolinggo
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas
Pendidikan, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial,
Dinas Tenaga Kerja
Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan
Pengembangan Daerah, Dinas Kependudukan
Kabupaten dan Pencatatan Sipil, Dinas Kesehatan, Dinas
6 74,45 Kuning
Gresik Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas Perhubungan,
Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten Kesehatan, Dinas Penanaman Modal dan
7 79,11 Kuning
Lamongan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas
Perhubungan, Dinas Sosial, Dinas Tenaga Kerja
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik, Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten Kesehatan, Dinas Kesehatan Mal Pelayanan
8 78,64 Kuning
Sidoarjo Publik, Dinas Pangan dan Pertanian, Dinas
Pekerjaan Umum Bina Marga & Sumber Daya
Air, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
97

Pemerintah Nilai Rapor Zonasi


NO Unit Penyelenggara Pelayanan Publik
Daerah 2018 2019 2018 2019
Terpadu Satu Pintu, Dinas Pendidikan, Dinas
Perhubungan, Dinas Perumahan Pemukiman
Cipta Karya dan Tata Ruang, Dinas Sosial, Dinas
Tenaga Kerja, Kantor Kecamatan Sukodono
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Dinas
Kabupaten Koperasi, Dinas Penanaman Modal dan
9 85,52 Hijau
Situbondo Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Dinas Tenaga
Kerja, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial
Administrasi Kependudukan dan Pencatatan
Kabupaten Sipil, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
10 90,27 Hijau
Tuban Terpadu Satu Pintu, Dinas Perhubungan, Dinas
Sosial
Sumber: Hasil Olahan Peneliti, 2020

Berdasarkan tabel 4.4 dan tabel 4.5 dapat disimpulkan bahwa dari setiap

organisasi pemerintah daerah mengalami perubahan meskipun ada yang

signifikan dan tidak begitu signifikan. Sehingga ditahun berikutnya kembali

diikut serta agar terjadi perubahan guna peningkatan kualitas pelayanan

publik yang lebih baik. Begitu pula halnya dengan pemerintah daerah yang

sudah dilakukan penilaian ditahun 2019 dan masih mendapat kategori zona

kuning agar ditahun berikut kembali dilakukan penilaian. Hal tersebut dapat

terlihat dari seberapa peduli komitmen dari pemimpin daerah tersebut dan

Ombudsman Republik Indonesia dalam memberikan dorongan reformasi

pelayanan publik guna penyelenggara pelayanan publik tersebut memenuhi

kewajiban standar pelayanan publik yang akan dinilai masyarakat sebagai

pemerintah daerah yang memiliki kualitas pelayanan terbaik.


98

IV.2.1.2 Aspek Ketatalaksanaan

1) Sistem dan Prosedur

Dalam pelaksanaan program penilaian kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur salah satu unsur yang terpenting dalam aspek

ketatalaksanaan adalah sistem dan prosedur. Sistem dan prosedur akan selalu

menjadi pedoman dalam melaksanakan program penilaian kepatuhan ini

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Secara umum program ini dilakukan

berdasarkan waktu yang telah ditentukan dari pusat, proseduralnya sudah

sangat jelas yang termaktub didalam petunjuk teknis pelaksanaan penilaian

kepatuhan ini. Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak Muslih dalam

penggalan wawancara sebagai berikut:

“.. kemudian program penilaian kepatuhan ini juga dijabarkan ORI


(Ombudsman Republik Indonesia) kepada perwakilan-perwakilan melalui
surat edaran atau surat tugas dan jelas arahannya dalam petunjuk teknis
pelaksanaan” (Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Karena adanya sistem dan prosedur yang jelas tersebut menjadi acuan

dari satu kesatuan sistem reformasi birokrasi nasioanal terkait pelayanan

publik yang prima kepada pemerintah daerah. Lebih dalam selanjutnya

disampaikan oleh bapak Agus Widiyarta selaku kepala Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur sebagai berikut:

“Jadi ya reformasi itukan 2 ya mas, yang pertama ada struktur, strukrut


itu berhubungan dengan peraturan, syarat, prosedur, dan sebagainya. Yang
kedua adalah perilaku. Mengenai standard struktur itu memang ada
perubahan dilihat dari eee kepatuhan saja yaitu dari kewajiban-kewajibannya
untuk menyediakan eee berbagai macam kebutuhan untuk pelayanan public
mereka mendapatkan nilai yang bagus. Dari 16 kabupaten kota yang kita nilai
di tahun 2018 maupun 2019 itu eee sudah banyak yang mendapatkan nilai
diatas 80” (Hasil wawancara dengan bapak Agus Widiyarta, 24 Februari
2020)
99

Sistem dan prosedur yang berkembang dan mengalami perubahan dari

tahun ketahun, sehingga kemudian menjadi sebuah tanggapan internal

maupun eksternal terhadap waktu yang terbatas dari para penyelenggara

pelayanan publik maupun pelaksana penilaian kepatuhan. Hal tersebut selaras

untuk menyeragamkan kinerja dan tujuan dari program penilaian kepatuhan

dalam kaitan ini sebagai objek reformasi pelayanan publik, sistem dan

prosedur memiliki manfaat dimana organisasi dengan prosedural

perencanaan yang baik dan kontrol yang sejalan bersamaan. Berangkat dari

sebuah apa yang telah dicanangkan oleh pusat mengenai percepatan reformasi

birokrasi nasional perihal pelayanan publik yang prima hingga pada petunjuk

teknis pelaksanaan penilaian kepatuhan oleh Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur kepada Pemerintah Daerah yang terkait. Petunjuk teknis tersebut

salah satunya mengatur tentang tahap pelaksanaan Penilaian, antara lain:

1. Pemberitahuan kepada Kementerian, Lembaga, dam Pemerintah

Daerah. Pemberitahuan tentang rencana pelaksanaan Penilaian

Kepatuhan Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Publik oleh Ketua Ombudsman Republik Indonesia kepada Menteri,

Kepala Lembaga, dan Kepala Daerah yang akan diteliti dalam

bentuk Surat Pemberitahuan;

2. Pendampingan Penerapan Hasil Kepatuhan, prosedur ini Bertujuan

mendorong Pemerintah Daerah untuk memenuhi komponen standar

pelayanan publik. Kegiatan pendampingan dilaksanakan di 7 (tujuh)

lokasi dengan pendekatan regional;


100

3. Workshop Awal Kepatuhan, Workshop awal adalah pertemuan

dalam rangka menyamakan persepsi, antara perancang desain

penilaian dengan para pelaksana penilaian di Perwakilan

Ombudsman Republik Indonesia;

4. Pengumpulan Data Penilaian Kepatuhan; Pengumpulan data

lapangan:

1) Pengambilan data di wilayah Ombudsman Republik Indonesia Pusat

dilakukan oleh Insan Ombudman Republik Indonesia. Dalam hal

tertentu, pengambilan data dapat dilakukan oleh selain Insan

Ombudsman Republik Indonesia yang ditentukan melalui seleksi.

2) Pengambilan data di wilayah Perwakilan Ombusman Republik

Indonesia dilakukan oleh Insan Ombudsman Republik Indonesia

Perwakilan.

a. Pengumpulan data dilakukan tanpa memberitahukan terlebih dahulu

tentang waktu pelaksanaannya kepada Organisasi Perangkat Daerah

(OPD).

b. Sebelum melakukan pengambilan data, petugas pengambil data

menjelaskan bahwa yang bersangkutan mendapatkan penugasan resmi

dari Ombudsman Republik Indonesia. Oleh karena itu setiap petugas

diwajibkan membawa Surat Tugas dalam melakukan observasi.

c. Apabila petugas pengambil data dihalang-halangi dalam melakukan

pengumpulan data maka:


101

1) Petugas pengambil data agar menjelaskan maksud penugasan ini dan

bahwa penugasan ini adalah resmi dari Ombudsman Republik

Indonesia, dengan menunjukkan Surat Tugas dan Surat Keputusan

Ketua Ombudsman Republik Indonesia kepada Menteri/Kepala

Lembaga dan Kepala Daerah.

2) Asisten Penanggungjawab dan/atau Kepala Perwakilan harus

mengambil alih jika ada penolakan dari Petugas.

Apabila tetap tidak memperoleh kesempatan dari petugas untuk

melakukan observasi maka OPD tersebut diberikan nilai 0, dengan terlebih

dahulu petugas menandatangani formulir notifikasi penolakan pelaksanaan

observasi.

5. Input Data Penilaian Kepatuhan; Hasil observasi standar

pelayanan publik dan wawancara terhadap Kompetensi

Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang berupa data checklist,

bukti foto, dan jawaban hasil wawancara diinput oleh Petugas

Pengambil Data ke dalam sistem ASIK melalui laman asik-

v2.ombudsman.go.id. Jika data checklist dan hasil wawancara

sudah selesai diisi dan bukti foto sudah selesai diunggah, maka

data dikirim ke dalam sistem dengan cara mengklik tombol

KIRIM;

6. Verifikasi Data Penilaian Kepatuhan; Setelah Ketua Tim

Penelitian di Pusat dan Daerah (Kepala Perwakilan)

memperoleh keyakinan bahwa data observasi dan wawancara


102

yang diambil oleh Petugas Pengambil Data adalah valid, maka

selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap data yang sudah

dikirim oleh Petugas Pengambil Data ke dalam ASIK, yaitu

dengan cara memastikan bahwa data instansi yang ditulis benar

dan lengkap, serta data checklist dengan bukti foto yang

diunggah sesuai (sinkron) dan hasil wawancara benar. Apabila

sudah dirasa pasti maka Ketua Tim melakukan verifikasi

dengan cara mengklik tombol VERIFIKASI pada sistem ASIK.

7. Penjaminan Mutu Penilaian Kepatuhan, Tujuan dilakukannya

Penjaminan Mutu adalah agar diperoleh keyakinan yang

memadai bahwa pelaksanaan penugasan Penilaian Kepatuhan

terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.

Kegiatan Penjaminan Mutu pelaksanaan Penilaian Kepatuhan

terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik dilakukan oleh Tim Penjaminan Mutu

Penilaian Kepatuhan, yang terdiri dari unsur Insan Ombudsman

Republik Indonesia di Pusat yang kemudian hasil penjaminan

mutu disampaikan kepada Perwakilan Ombudsman Republik

Indonesia. Tujuan dilakukannya Penjaminan Mutu adalah:

a. Meyakinkan validitas data yang sudah masuk ke Aplikasi Sistem

Informasi Kepatuhan (ASIK).


103

b. Memantau pelaksanaan rencana Penilaian Kepatuhan dan

menginventarisir hambatan/kendala yang dihadapi oleh Pusat maupun

Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia.

c. Mengevaluasi pelaksanaan Penilaian Kepatuhan apakah telah sesuai

dengan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan Penilaian Kepatuhan yang

berlaku dan dapat diselesaikan sesuai dengan rencana, dan kendala dalam

pelaksanaan Penilaian Kepatuhan.

d. Memberikan rekomendasi/saran yang diperlukan baik atas pelaksanaan

Penilaian Kepatuhan yang sedang berjalan, maupun dalam rangka

penyempurnaan pengendalian, penugasan Penilaian Kepatuhan serta

petunjuk pelaksanaan Penilaian Kepatuhan (saran perbaikan pelayanan

publik).

Penjaminan Mutu mencakup antara lain:

a. Review terhadap validasi data lapangan yang sudah masuk ASIK

1) Memastikan kebenaran data Unit Layanan Publik di ASIK

dengan kondisi di lapangan

2) Kesesuaian data check list di ASIK dengan kondisi di lapangan

3) Kesesuaian data bukti foto di ASIK dengan kondisi di lapangan

4) Kesesuaian data wawancara tentang Kompetensi

Penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan kondisi di lapangan

b. Review terhadap pelaksanaan kegiatan Penilaian Kepatuhan:

1) Kesesuaian pelaksanaan dengan pedoman/petunjuk pelaksanaan

2) Permasalahan yang dihadapi ketika dilapangan


104

3) Kesesuaian pelaksanaan dengan target

4) Kesesuaian pelaksanaan dengan jadwal

5) Identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan serta

berbagai permasalahan yang ditemui dalam proses Penilaian

Kepatuhan;

8. Finalisasi Data Penilaian Kepatuhan; Data pada ASIK yang

sudah diverifikasi oleh Ketua Tim Penilaian di Pusat dan

Daerah akan difinalisasi oleh Tim Finalisasi Data, apabila

terdapat data yang kurang dan/atau tidak jelas dan/atau tidak

sinkron maka Tim akan mengembalikan data tersebut untuk

diperbaiki lalu dikirim ulang oleh Asisten Penanggung Jawab

Kepatuhan dan diverifikasi ulang oleh Ketua Tim;

9. Pengolahan dan Analisis Data Penilaian Kepatuhan; Data

lapangan yang sudah masuk ke dalam sistem ASIK akan

dilakukan cleaning data, diolah, dan dianalisis untuk

memperoleh hasil Penilaian tentang kepatuhan standar

pelayanan publik dan Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan

Publik;

10. Workshop Hasil Penilaian Kepatuhan, workshop hasil Penilaian

adalah kegiatan penyamaan data dan persepsi antara Tim Pusat

dan Tim Perwakilan terhadap hasil Penilaian Kepatuhan tahun

2019 sebelum disampaikan kepada Instansi terkait dan publik.


105

11. Penyusunan Laporan Hasil Penilaian Kepatuhan, Laporan Hasil

Kepatuhan terhadap Komponen Standar Pelayanan Publik

adalah laporan resmi kelembagaan Ombudsman Republik

Indonesia yang berisi mengenai hasil Penilaian Ombudsman

Republik Indonesia terhadap Standar Pelayanan Publik dan

Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik serta saran

perbaikan terhadap kebijakan dan/atau implementasi pelayanan

publik kepada Presiden/Kepala Daerah, DPR/DPRD,

Menteri/Kepala Lembaga sebagaimana kewenangan

Ombudsman Republik Indonesia dalam Pasal 8 Undang-

Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik

Indonesia. Laporan disusun oleh Insan Ombudsman Republik

Indonesia, namun apabila diperlukan dapat ditulis oleh pihak di

luar Insan Ombudsman Republik Indonesia yang dipilih melalui

seleksi; dan

12. Pemberian Predikat Penilaian Kepatuhan, Tim Kepatuhan Pusat

mempersiapkan dokumen terkait pemberian Predikat

Kepatuhan yang akan diberikan Kementerian, Lembaga dan

Kepala Daerah.

Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa terdapat sistem dan

prosedur yang tertera pada petunjuk teknis pelaksanaan pengawasan

penilaian dalam mencapai keberhasilan proses reformasi terkait dengan aspek

ketatalaksanaan.
106

2) Informasi

Informasi merupakan hal penting dari aspek ketatalaksanaan program

penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dalam

memberikan reformasi pelayanan publik bagi Pemerintah Daerah. Unsur dari

informasi ini akan bernilai sangat berharga untuk Pemerintah Daerah dan

dapat mencakup seluruh instrument aspek reformasi yang lain karena masih

dalam satu koridor. Informasi akan bernilai sebagai sebuah data yang dimana

seluruh aktor dalam mensukseskan program reformasi birokrasi nasional

terkait perihal pelayanan publik yang prima. Dalam hal pelaksanaan program

penilaian kepatuhan ini, Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur telah

mengikuti kegiatan workshop terkait program penilaian kepatuhan yang

diadakan oleh Ombudsman RI Pusat terlebih dahulu, sebelum menyampaikan

informasi program ini kepada Instansi Pemerintah terkait. Sebagaimana hal

ini selaras dengan apa yang dikemukakan dalam penggalan wawancara

sebagai berikut:

“sejak diadakannya awal program ini selalu kami diperwakilan diminta


untuk hadir ketika ada workshop pelaksanaan penilaian kepatuhan, sekitar
diawal februari atau maret setiap tahunnya, kebetulan ditahun 2019 kemarin
saya yang diamanahkan sebagai koordinator penilaian kepatuhan di ori jawa
timur ini. Disana disampaikan juknisnya, daerah mana saja yang dinilai dan
sebagainya. Intinya kita mendapat pemahaman terlebih dahulu sebelum kita
sampaikan kepada instansi pemerintah terkait itu, yang akan kita ambil
sampel ditahun tersebut.” (Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18
Februari 2020)

Penilaian kepatuhan kepada pemerintah daerah yang diterapkan oleh

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dianggap sudah cukup mendapat

informasi dari kegiatan workshop tersebut, hingga kemudian dilanjutkan


107

penyampaian kepada intansi terkait bahwa daerah mana saja yang dilakukan

penilaian dan penyampaian petunjuk teknis pelaksanaan program ini. Antara

lain hal pokok yang disampaikan adalah menyangkut terkait:

1. Dasar Hukum dilakukan Penilaian Kepatuhan;

2. Maksud dan Tujuan Penilaian Kepatuhan;

3. Variabel dan Indikator Penilaian Kepatuhan; dan

4. Lokasi Penilaian Kepatuhan.

Sehingga penyampaian informasi tersebut dilakukan setiap tahun

dengan diundangnya beberapa intansi terkait, dengan harapan selayaknya

dimengerti oleh intansi Pemerintah Daerah demi terwujudnya pelayanan

publik yang lebih baik. Sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Silvia dalam

wawancara sebagai berikut:

“sebenernya kan sebelum ini kita itu ngundang mereka yang akan
dinilai yaitu kayak semacam workshop pengenalan sosialisasi awal. Kalau di
tahun 2019 itu di Surabaya. Waktu tahun 2018 itu jadi dikumpulin biasanya
kalau di Jawa itu Jawa Barat, Jogja, Jawa Tengah, Jawa Timur dikumpulin di
satu tempat, kalau tahunku (2018) itu di Jogja. Nah semua OPD itu ga semua
OPD sih, 1 kabupaten kota itu ada 3 OPD yang diundang, ada bagian
organisasi, terus pengawasnya itu namanya Inspektorat sama bagian kepala
DPMPTS nah itu kita undang. Disitu kita jelasin tuh penilaian kita kira-kira
apa, seperti itu. Apa aja yang harus disiapkan, jadi kita kan ngasih mereka
pembekalan supaya ya mereka mengerti sebaiknya apa yang harus
diperbaiki.” (Hasil wawancara dengan ibu Silvia, 18 Februari 2020)

Berdasarkan hasil wawancara bersama narasumber bahwa kegiatan

penyampaian informasi semacam ini menjadi perihal penting bagi Organisasi

Perangkat daerah yang akan dilakukan penilaian kepatuhan, agar mengetahui

secara mendalam apa yang harus diperbaiki dan dipersiapkan sebagai bagian

dari pemenuhan standar pelayanan publik.


108

IV.2.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia

1) Pegawai

Unsur pertama dan utama yang sangat penting dalam sebuah reformasi

pada aspek Sumber Daya Manusia adalah pegawai. Sumber Daya Manusia

dalam hal ini merupakan pegawai penyelenggara pelayanan publik yang

terkait, maka Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur bertanggung jawab

dalam hal melaksanakan program penilaian kepatuhan ini untuk melakukan

kegiatan workshop awal penilaian kepatuhan dan workshop hasil penilaian

kepatuhan.

Pada workshop awal yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dilakukan sebagai bentuk pertemuan awal dalam

rangka menyamakan persepsi kepada penyelenggara pelayanan publik. Selain

itu pertemuan tersebut menjadi penting karena adanya keterbukaan antara

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Intansi Pemerintah Daerah

terkait terhadap program penilaian kepatuhan, karena hal ini dilakukan agar

persamaan persepsi mengenai proses percepatan reformasi birokrasi nasional

berlangsung guna terciptanya pelayanan publik yang prima melalui standar

penilaian kepatuhan. Sebagaimana dengan tegas disampaikan oleh bapak

Muslih dalam penggalan wawancara sebagai berikut:

“jelas tidak ada yang kami tutup-tutupi mas, kita saling terbuka dengan
mereka agar standar pelayanan publik tersebut diketahui seluruhnya. Dalam
hal lain pula, tujuannya adalah terpenuhinya hak masyarakat dalam sebuah
pelayanan yang diberikan oleh intansi itu kepada masyarakat. Dan ini kita
lakukan setiap tahunnya tidak terkecuali pada tahun 2018 dan 2019 kemarin”
(Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)
109

Kegiatan tersebut dilakukan oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur sebagai bentuk peningkatan kompetensi atau persamaan persepsi yang

tertera dalam juknis yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa unsur

terpenting dalam suatu reformasi pelayanan publik adalah dilihat dari

kesiapan dan kematangan para pegawai penyelenggara pelayanan publik.

Ketika ada pegawai yang belum mengetahui indikator dari standar pelayanan

publik maka akan berpengaruh pada layanan yang diberikan dan dapat disebut

dengan maladministrasi. Oleh karena itu upaya Ombudsman RI Perwakilan

sudah sangat baik, ditahun 2018 dan ditahun 2019. Namun tidak menutup

kemungkinan ada permasalahan yang kerap diterima seperti contoh, setelah

menerima informasi dari kegiatan workshop kemudian adanya penyampaian

oleh pegawai yang datang tersebut kepada intansi didaerah tidak

tersampaikan dengan jelas, dan lengkap. Sebagaimana disampaikan oleh ibu

Silvia dalam penggalan wawancara sebagai berikut:

“Iya heeh. sebelum kita turun jadi kita kasih tau dulu kan. Nah itu
kadang-kadang mereka yang sudah datang gatau dinasnya didaerah mana ya.
Gimana ya… Jadi waktu kita turun itu banyak OPD OPD dinas dinas yang
gatau. Gatau kadang-kadang kita dikira LSM atau apa gitu heeemm” (Hasil
wawancara dengan ibu Silvia, 18 Februari 2020)

Berdasarkan ungkapan tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur

pegawai dalam aspek Sumber Daya Manusia akan memberikan pengaruh

utama dari suatu reformasi pelayanan publik. Namun dalam hal ini tidak

seluruh OPD yang dilakukan pengawasan penilaian kepatuhan mengalami

permasalahan yang sama. Oleh karena itu dipandang penting dengan adanya
110

kegiatan workshop sebagai peningkatan atau persamaan persepsi terhadap

pegawai penyelenggara pelayanan publik terkait.

IV.2.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Penilaian Kepatuhan

Ombudsman RI Dalam Memberikan Reformasi Pelayanan Publik Bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

IV.2.2.1 Faktor Pendukung

Faktor pendukung adalah faktor yang mampu mendorong dalam ini

program penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dalam

memberikan Reformasi Pelayanan Publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota.

Faktor pendukung yang mempengaruhi meliputi: 1) Komitmen Pemimpin

Daerah, 2) Terjalin Kesepahaman 3) Instrument Sudah Lengkap. Ketiga

faktor pendukung tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:

1) Komitmen Pemimpin Daerah

Komitmen merupakan hal terpenting dalam suatu proses keinginan

untuk melakukam reformasi pelayanan publik. Komitmen kepala daerah yang

tinggi akan sangat memberikan pengaruh baik dalam hal ini pemenuhan

standar pelayanan publik yang diawasi oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa

Timur dilihat dari tahun 2018 hingga 2019. Sebagai contoh ada instansi

daaerah yang pada tahun 2018 mendapat kategori zona kuning, dikarenakan

tidak terpenuhinya indikator standar pelayanan publik yang ada. Namun

karena pemimpin daerah mengambil sikap dengan berbagai hal misalnya

melakukan evaluasi dan sebagainya, sehingga ketika dilakukan penilaian

ditahun berikutnya meningkat atau mengalami proses reformasi dalam


111

konteks memenuhi standar penilaian kepatuhan yang ditetapkan menjadi

berada di kategori zona hijau. Sebagaimana yang disampaikan oleh bapak

Muslih dalam wawancara sebagai berikut:

“iya itu benar bahwasanya memang dari keinginan dan komitmen


kepala daerahnya untuk melakukan perubahan kelembagaan maupun prilaku
melalui amanat Undang-Undang yang sudah ada itu tadi, sehingga melalui
pengawasan Ombudsman ini kita mempercepat pemenuhan unsur-unsur
dasar pelayanan publik itu yang seharusnya masyarakat mengetahui. Dan
menjadi nilai baik juga dari masyarakat kepada pemerintah daerah tersebut.
Dilain sisi pemerintah daerah pun memiliki kemuan tinggi untuk melakukan
reformasi pelayanan publik, seperti halnya tadi probolinggo itu tadi mereka
mengundang kami, untuk menjadi narasumber dan langsung ya artinya
mereka bertanya “pak bagaimana sih triknya untuk mendapat nilai hijau itu?”
nah kita sampaikan terus terang karena standar itu kita (ORI) yang buat pasti
kita sendiri yang mengetahui mana yang baik seperti itu” (Hasil wawancara
dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan pendapat dari narasumber tersebut telah memberikan

keterangan bahwa salah satu faktor pendukung dari reformasi pelayanan

publik bagi Pemerintah Daerah adalah komitmen yang tinggi sebagai

pemimpin daerah selain itu disampaikan pula menjadi suatu nilai baik juga

dari masyarakat kepada penyelenggara pelayanan publik tersebut.

2) Terjalin Kesepahaman

Terdapat begitu banyaknya aktor yang terlibat dari program penilaian

kepatuhan ini yaitu Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur sebagai lembaga

pengawas eksternal dan 21 Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai

penyelenggara pelayanan publik. Dalam rangka percepatan reformasi

birokrasi nasional yang telah dicanangkan sebelumnya terkait pelayanan

publik yang prima, perlu terjalin kesepahaman dalam menyukseskan


112

persoalan tersebut. Pemerintah Daerah kemudian diundang dalam kegiatan

workshop awal yang diselenggarakan oleh Ombudsman RI Jawa Timur di

Surabaya guna menyamakan persepsi, maksud, dan tujuan dari program

penilaian kepatuhan. Sebagaimana koordinator tim penilaian kepatuhan tahun

2018 Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur ibu Silvia menjelaskan dalam

wawancara sebagai berikut:

“sebenernya kan sebelum ini kita itu ngundang yang akan dinilai yaitu
kayak semacam apa ya… pengenalan sosialisasi awal yang. tau kan ya? Kalau
di tahun 2019 itu di Surabaya ga sih sosialisasinya? Waktu tahun ku itu jadi
dikumpulin biasanya kalau di Jawa itu Jawa Barat, Jogja, Jawa Tengah, Jawa
Timur dikumpulin di satu tempat, kalau tahunku itu di Jogja. Nah semua OPD
itu. ga semua OPD sih, 1 kabupaten kota itu ada 3 OPD yang diundang, ada
bagian organisasi, terus pengawasnya itu namanya apa? Inspektorat sama
bagian eee kepala DPMPTS e nah itu kita undang. Disitu kita jelasin tuh
penilaian kita kira-kira apa, seperti itu. Apa aja yang harus disiapkan, jadi kita
kan ngasih mereka pembekalan supaya ya mereka mengerti sebaiknya apa
yang harus diperbaiki” (Hasil wawancara dengan ibu Silvia, 18 Februari
2020)

Lebih lanjut disampaikan pula oleh koordinator tim penilaian

kepatuhan tahun 2019 Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur bapak Muslih

yang menjelaskan dalam wawancara sebagai berikut:

“nah untuk mencapai kesepahaman persepi mengenai penilaian


kepatuhan ini, kita adakan kegiatan awal, kita undang organisasi perangkat
daerah yang akan kita lakukan penilaian. supaya mereka mengetahui bahwa
kita akan melakukan penilaian kepatuhan kembali sehingga kita akan melihat
perubahan yang ada. Dan benar, hasil penilaian kita tahun ini banyak OPD
ditahun lalu kuning meingkat menjadi hijau dan lain sebagainya” (Hasil
wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan pendapat dari 2 narasumber diatas, memberikan

keterangan bahwa faktor pendukung penilaian kepatuhan Ombudsman

Republik Indonesia dalam memberikan reformasi pelayanan publik bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu adanya kesepahaman


113

disetiap aktor. Sehingga, apa yang menjadi tujuan dari program ini dapat

tercapai secara utuh oleh Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur beserta

Pemerintah Daerah terkait.

3) Instrument sudah lengkap

Instrument merupakan sarana yang menjadi penting dalam

melaksanakan suatu kegiatan. Dalam program penilaian kepatuhan yang

dilakukan oleh Ombudsman Republik Indonesia kepada seluruh

Penyelenggara Pelayanan Publik di Indonesia sudah lengkap, tidak terkecuali

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Instrument yang dimiliki

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur sudah dapat dikatakan lengkap,

seperti dari asisten yang melakukan pengawasan dilapangan dan sistem

teknologi informasi. Sebagaiamana yang disampaikan oleh Kepala

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur bapak Agus Widiyarta dalam

wawancara sebagai berikut:

“yaa faktor pendukungnya ya artinya bahwa instrument yang kita


gunakan sudah lengkap, yang kedua eee asisten yang menangani ini dapat
memahami apa namanya paham dan mau ya jadi kualitasnya juga bagus.
Selain itu instrument yang dari pusat juga sudah bagus ya lewat website asik
itu” (Hasil wawancara dengan bapak Agus Widiyarta, 24 Februari 2020)

Berdasarkan ungkapan dari narasumber tersebut diperoleh kesimpulan,

bahwa adanya instrument yang sudah lengkap akan memberikan dukungan

pula pada pelaksanaan program penilaian kepatuhan berjalan dengan baik.

Tentunya dapat menjadikan tujuan dari program tersebut guna tercapainya

apa yang telah dicanangkan dari awal yaitu percepatan reformasi birokrasi

nasioanal terkait pelayanan publik yang prima.


114

IV.2.2.2 Faktor Penghambat

Faktor penghambat adalah faktor yang memberikan suatu hambatan

bahkan persoalan ini program penilaian kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam memberikan Reformasi Pelayanan Publik bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota. Faktor penghambat yang mempengaruhi

meliputi: 1) Keterjangkauan wilayah, 2) Keterbatasan anggaran. Kedua faktor

penghambat tersebut akan dijelaskan secara lebih rinci sebagai berikut:

1) Keterjangkauan Wilayah

Keterjangkauan wilayah menjadi salah satu faktor yang menghambat

program pengawasan penilaian kepatuhan Ombudsman RI dalam proses

reformasi pelayanan publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Berdasarkan letak peta administratif Provinsi Jawa Timur, daerah-daerah

jangkauan tempat penyelenggara pelayanan publik terkadang hingga

kepelosok daerah tersebut. Sehingga, akses menuju tempat penyelenggara

pelayanan publik menjadi faktor yang mempengaruhi asisten Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur untuk menjangkaunya. Sebagaimana yang

disampaikan oleh ibu Silvia selaku koordinator tim pada tahun 2018 pada

wawancara sebagai berikut:

“terkadang menjadi hambatan bagi kita untuk mengakses kedaerah itu,


kita harus naik kereta atau bis untuk menuju kesana, setelah itu untuk menuju
kantornya harus naik ojek. Masih baik jika ada grab tapi kalau tidak kita repot
mesti naik apa untuk kesana. Memang betul pusat pemerintah biasa dikota,
tapi kantor unit penyelenggara pelayanan publik itu loh biasa sampe ke daerah
yang belum pernah orangorang akses mas.” (Hasil wawancara dengan ibu
Silvia, 18 Februari 2020)
115

Pendapat dari narasumber tersebut telah memberikan keterangan bahwa

perlu kerja ekstra untuk menjangkau daerah tempat kantor penyelenggara

pelayanan publik yang akan dilakukan penilaian kepatuhan. Selanjutnya

dilihat dari sisi tahun 2019, sebagaimana yang disampaikan koordinator tim

tahun 2019 bapak Muslih dalam penggalan wawancara berikut ini:

“memang kita ketahui daerah Jawa Timur ini luas ya mas, sehingga
akses kita untuk menjangkau penyelenggara pelayanan publik itu perlu kerja
ekstra, disisi lain anggaran yang terbatas pula. Contoh perbandingannya jika
kita lakukan penilaian ke kota malang, aksesnya mudah saja. Sedangkan jika
ke daerah jember, banyuwangi, bondowoso, situbondo kita perlu waktu dan
untuk ke tempat kantor penyelenggara pelayanan publik itu terkadang sulit,
kita belum pernah kesana dan lain sebagainya. Tapi disisi lain kita jadi tahu
kondisi dan akses masyarakat ketika memperoleh pelayanan bagaiamana dan
juga menjadi sebuah manajemen stress bagi kami yang selalu kerja dikantor
dikota seperti ini” (Hasil wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan hasil wawancara dari 2 narasumber tersebut telah

memberikan keterangan bahwa dari keterjangkauan wilayah menjadi suatu

faktor yang dapat menghambat dalam pelaksanaan penilaian kepatuhan

kepada penyelenggara pelayanan publik. Selain itu, menjadi sebuah

gambaran ketika asisten Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur turun ke

lapangan dapat melihat kondisi dan akses masyarakat ketika ingin mendapat

pelayanan seperti apa. Tempat kantor penyelenggara pelayanan publik yang

berada di daerah, jauh dari jangkauan transportasi menjadi sebuah faktor yang

dapat menghambat disamping jangka waktu penyelesaian program ini juga

terbatas.
116

2) Keterbatasan Anggaran

Anggaran dalam suatu program menjadi hal yang sangat krusial.

Keterbatasan anggaran dapat menyebabkan pengaruh atas berjalannya suatu

program, sebagaimana mengacu pada wawacara bersama bapak Muslih

sebagai berikut:

“iya jadi anggaran yang disediakan oleh pusat itu sebatas anggaran
pelaksanaan survey, jadi berkaitan anggaran sosialisasi dan lain-lain itu kita
barengkan dengan tugas fungsi yang lain. Misal kita ada fungsi pencegahan
maladministrasi, nah kita barengkan dengan program tersebut.” (Hasil
wawancara dengan bapak Muslih, 18 Februari 2020)

Berdasarkan penggalan wawancara dari bapak Muslih diatas,

selanjutnya akan dirincikan data sekunder dari Petunjuk Operasional

Kegiatan (POK) Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur tahun 2018 & 2019

sebagai berikut:

Gambar 4.4 Anggaran Operasional Kegiatan Penilaian Kepatuhan 2018


Sumber : Bendahara Umum ORI Jatim, 2020
117

Gambar 4.5 Anggaran Operasional Kegiatan Penilaian Kepatuhan 2019


Sumber : Bendahara Umum ORI Jatim, 2020

Keterangan dari hasil wawancara bersama narasumber yaitu bapak

Muslih yang dirasa adanya keterbatasan anggaran yang diberikan oleh pusat,

sehingga kemudian peneliti mendapat data sekunder sebagaimana yang

tertera diatas berdasarkan data yang diberikan oleh bapak Wisnu selaku

bagian kesekretariatan di Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur. Sehingga

dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran yang diberikan oleh pusat masih

dirasa terbatas dengan pertimbangan luasnya wilayah daerah administratif di

Jawa Timur.

IV.3 Pembahasan

IV.3.1 Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Dalam Reformasi

Pelayanan Publik Bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

Berdasarkan hasil penyajian data yang telah disampaikan, maka

terlebih dahulu peneliti menyampaikan kembali bahwa Penilaian Kepatuhan

Ombudsman Republik Indonesia merupakan sebagai sistem yang sejalan

dengan tujuan mempercepat penyempurnaan dan peningkatan kualitas


118

Reformasi Birokrasi Nasional (2010-2025) khususnya pelayanan publik yang

prima. Hal tersebut diperkuat oleh Perpres No.2 Tahun 2015 yang menuntut

Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mematuhi Undang-Undang No.25 Tahun

2009 Tentang Pelayanan Publik tepatnya pada pasal 15 bab V. Pada

pelaksanaannya di Jawa Timur, penilaian kepatuhan diterapkan pada kajian

penelitian ini spesifik sepanjang tahun 2018-2019 dengan 21 Kabupaten/Kota

di Jawa Timur. Bagian pembahasan ini mengkaji mengenai reformasi

menurut Sedarmayanti (2009:71) yang dilihat dari 3 aspek yaitu

kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumber daya manusia. Karena

bahwasanya didalam reformasi birokrasi dan administrasi akan menyangkut

perihal pelayanan publik maka para birokrat yang berada dalam struktur

organisasi publik akan memberikan pengaruh dalam bentuk layanan kepada

masyarakat. Sehingga ketika berbicara reformasi administrasi maka akan

berbicara mengenai pelayanan publik.

Sinambela, dkk (2006: 25) mengatakan bahwa reformasi adalah

perubahan di mana kedalamnya terbatas sedangkan keluasannya melibatkan

seluruh masyarakat. Pengertian mencakup pandangan dimana posisi

reformasi tidak hanya sekedar birokrasi saja tetapi dilihat seberapa

pengaruhnya terhadap masyarakat secara keseluruhan seperti dalam hal

pemenuhan kebutuhan pelayanan publik. Berdasarkan teori yang terdapat

pada pembahasan ini merupakan bagian dari membandingkan,

menyandingkan dan menandingkan dari hasil temuan di lapangan. Terdapat

juga riset terdahulu tentunya lebih dari satu riset sebagai membandingkan,
119

menyandingkan dan menandingkan dengan temuan peneliti di lapangan.

Jurnal oleh Anifah Putri Cahyanti pada tahun 2018 mengenai peningkatan

kualitas pelayanan publik melalui penilaian kepatuhan terhadap standar

pelayanan sesuai UU No. 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik dengan

studi pada Dinas Kesehatan Kota Salatiga tahun 2016-2017. Dalam upaya

peningkatan kualitas pelayanan publik penelitian tersebut bertujuan

mengetahui sejauh mana penilaian kepatuhan Ombudsman RI dilakukan,

dimana Ombudsman RI sebagai birokrasi yang memiliki kewenangan

mendukung reformasi birokrasi sebagaimana dikatakan Sedarmayanti (2011:

72) bahwa upaya pemerintah untuk meningkatkan kinerja melalui berbagai

cara dengan tujuan efektivitas, efisien dan akuntabilitas. Ternyata hasil akhir

penelitian mengatakan belum mampu meningkatan kualitas pelayanan publik

yang diselenggaran oleh salah satu OPD yaitu Dinas Kesehatan Kota Salatiga.

Namun, penelitian tersebut menyasar hanya satu OPD berbeda hal dengan

penelitian ini mencakup keseluruhan penyelenggara pelayanan publik dan

mengambil locus lebih luas yaitu Jawa Timur.

Untuk itu, sejalan dengan beberapa penelitian terdahulu yang bertujuan

mengetahui bagaimana pengawasan penilaian kepatuhan Ombudsman

Rerpublik Indonesia sebagai fungsi pengawasan pelayanan publik bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur, karena hal ini dianggap penting

untuk menjamin pengguna layanan (masyarakat) mengenai hak-hak dasar

dalam suatu pelayanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan


120

mengalami perbaikan melalui standar yang telah ditetapkan. Sehingga akan

lebih spesifik lagi peneliti akan merincikan sebagai berikut:

IV.3.1.1 Aspek Kelembagaan

Pelaksanaan program penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur menggunakan unsur legal standing yaitu Perpres No.2 Tahun

2015 yang menuntut Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mematuhi Undang-

Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik tepatnya pada pasal

15 bab V. Secara kelembagaan di atur melalui Peraturan Ombudsman

Republik Indonesia No. 22 Tahun 2016 tentang Penilaian Kepatuhan

Terhadap Standar Pelayanan Publik. Peraturan Ombudsman RI tersebut

mengatur tentang ruang lingkup penilaian kepatuhan pada Pasal 6 bahwa

penyelenggara yang dimaksud adalah poin b yaitu pemerintah provinsi dan

pemerintah kabupaten/kota yaitu spesifik pada 2018-2019 kepada 21

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

Reformasi pada aspek kelembagaan menurut Sedamayanti (2009: 79)

yaitu Reorientasi, artinya mendefinisikan kembali visi, misi, peran, strategi,

implementasi, dan evaluasi kelembagaan. Reorientasi yang dimaksud adalah

mengenai pembaharuan setiap tahunnya terkait jumlah pemerintah daerah

yang dilakukan penilaian kepatuhan serta petujuk teknis kegiatan penilaian

kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur bagi Pemerintah

Kabupaten/Kota. Dimana Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur secara

konsisten menyampaikan secara up to date dalam kegiatan workshop, bahwa

disampaikan kembali maksud dan tujuan dilakukan penilaian kepatuhan


121

kepada pemerintah daerah terkait. Kemudian menyampaikan secara terbuka

hasil evaluasi rapor perolehan masing-masing pemerintah daerah ditahun

sebelumnya agar supaya mengetahui pemenuhan standar apa yang harus

dilakukan kedepannya untuk pemenuhan standar pelayanan publik tersebut.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terhadap wawancara

bersama ibu Silvia pada 18 Februari 2020 bahwasanya terjadi pembaharuan

petunjuk teknis terkait dengan beberapa indikator dan juga teknis pelaksanaan

agar lebih efektif dan efisien. Diketahui bahwa petunjuk teknis Ombudsman

RI Perwakilan Jawa Timur dalam melaksanakan penilaian kepatuhan

sepanjang kurun waktu dua tahun belakangan yaitu spesifik pada 2018-2019

menyelenggarakan kegiatan workshop guna peningkatan kualitas pelayanan

publik serta pencegahan maladministrasi melalui implementasi komponen

standar pelayanan pada tiap unit pelayanan publik di Pemerintah Daerah.

Berkaitan dengan hasil analisis yang peneliti lakukan mengenai penilaian

kepatuhan Pemerintah Daerah pada tabel 4.4 bagian penyajian data,

mencermati masih buruknya penilaian pada tahun 2018, maka Ombudsman

RI Perwakilan Jawa Timur kembali melakukan monitoring terhadap sebelas

pemerintah daerah dengan mengikut sertakan kembali ditahun 2019 agar

mengalami peningkatan kepatuhan standar pelayanan publik sepanjang

dilakukan pengawasan penilaian kepatuhan. Artinya bahwa sebanyak 50%

pemerintah kabupaten/kota yang diberi kesempatan untuk mengevaluasi

pemenuhan standar pelayanan publik guna meningkatan kualitas pelayanan

yang diberikan kepada masyarakat mengalami peningkatan kualitas


122

pelayanan dengan memenuhi standar pelayanan sebagai bentuk evaluasi dari

tahun sebelumnya. Hal tersebut dikatakan Sedarmayanti (2009: 79) adalah

sebagai bentuk dari evaluasi kelembagaan.

Hasil penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

mendapatkan perhatian cukup besar, baik dari Pemerintah Daerah maupun

media massa. Pada detikNews, berita Jawa Timur pada 28 November 2019,

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menyatakan “Penilaian ini akan

menjadi tolak ukur bagi kami untuk terus memperbaiki kualitas layanan

publik ke depannya” (Ardian Fanani, 2019). Dalam memenuhi Standar

Penilaian Kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dari tahun

2018-2019 diharapkan dapat digunakan sebagai bahan evaluasi tentang

tingkat perbaikan kepatuhan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

dalam melaksanakan kewajibannya demi mewujudkan pelayanan publik yang

baik. Sebagaimana selaras dengan Komarudin (2014: 18) bahwa terwujudnya

pelayanan publik yang berkualitas (prima) merupakan salah satu ciri

kelembagaan yang baik atau tata pemerintahan yang baik (good governance)

karena hal tersebut sebagai tujuan dari pendayagunaan aparatur negara. Oleh

karena itu, diperoleh benang merah yang menghubungkan antar unsur dalam

aspek kelembagaan ini. Hubungan tersebut dilihat bahwa terdapat peraturan

sebagai payung hukum tertinggi pada aspek kelembagaan terhadap

pemerintah kabupaten/kota yang dilakukan penilaian kepatuhan. Hal tersebut

dibuktikan dengan instrument yang disampaikan lengkap seperti

pembaharuan petunjuk teknis setiap tahunnya, sehingga dapat menguatkan


123

kesadaran dari Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan evaluasi

kelembagaan sebagai bentuk reformasi pelayanan publik terkait untuk

memperbaiki sekaligus memenuhi standar penilaian kepatuhan Ombudsman

Republik Indonesia.

IV.3.1.2 Aspek Ketatalaksanaan

Aspek Ketatalaksanaan adalah suatu aspek reformasi pelayanan publik

yang menyangkut adanya sistem dan prosedur pelaksanaan yang mudah

untuk dapat dipahami oleh komponen organisasi serta melalui optimalisasi

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang terintegrasi dengan

baik. Sistem dan prosedur dalam proses pengawasan Penilaian Kepatuhan

yang dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur bagi pemerintah

kabupaten/kota dapat dikatakan sederhana. Serta penggunaan secara internal

dengan mengoptimalkan aplikasi website ASIK (aplikasi sistem informasi

kepatuhan). Sistem dan prosedur memiliki manfaat dimana organisasi dengan

prosedural perencanaan yang baik dan kontrol yang sejalan bersamaan.

Sebagaimana menurut Sedarmayanti (2009: 71) perspektif reformasi jika

dilihat dari aspek ketatalaksanan yaitu mekanisme, sistem dan prosedur

sederhana/ringkas, simple, mudah dan akurat, melalui optimalisasi

penggunaan teknologi informasi dan komunikasi.

Berangkat dari sebuah apa yang telah dicanangkan oleh pusat mengenai

percepatan reformasi birokrasi nasional perihal pelayanan publik yang prima

hingga pada petunjuk teknis pelaksanaan penilaian kepatuhan oleh


124

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur kepada Pemerintah Daerah yang

terkait. Maka mekanisme yang dilakukan hanya sebagai berikut:

1. Pemberitahuan kepada Pemerintah Daerah, terkait dengan rencana

pelaksanaan dalam bentuk Surat Pemberitahuan Resmi;

2. Pendampingan Penerapan Penilaian Kepatuhan, mekanisme prosedur

ini bertujuan mendorong pemerintah daerah untuk memenuhi

komponen standar pelayanan publik;

3. Melakukan kegiatan workshop awal, sebagai tujuan untuk menyamakan

persepsi pelaksanaan penilaian kepatuhan;

4. Pengumpulan data lapangan, daerah mana saja yang dilakukan

penilaian kepatuhan;

5. Pengambilan data intansi pemerintah daerah terkait, sesuai unit

penyelenggara pelayanan publik;

6. Input data penilaian kepatuhan menggunakan sistem ASIK melalui

laman asik-v2.ombudsman.go.id;

7. Verifikasi data penilaian kepatuhan;

8. Finalisasi data penilaian kepatuhan;

9. Workshop hasil penilaian kepatuhan;

10. Pemberian Predikat Penilaian Kepatuhan, Tim Kepatuhan Pusat

mempersiapkan dokumen terkait pemberian Predikat Kepatuhan yang

akan diberikan Kementerian, Lembaga dan Kepala Daerah.

Berikutnya berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh peneliti,

diperoleh benang merah yang dapat menghubungkan antar unsur sistem dan
125

prosedur dan informasi dalam aspek ketatalaksanaan. Hubungan tersebut

dilihat bahwa terdapat sistem, mekanisme prosedur, serta penggunaan

optimalisasi teknologi informasi yang tertera pada petunjuk teknis

pelaksanaan pengawasan penilaian dalam mencapai keberhasilan proses

reformasi terkait dengan aspek ketatalaksanaan.

Sebagaimana mengenai riset terdahulu oleh Sulistiyo Ardi Nugroho

tahun 2016 tentang reformasi administrasi pelayanan publik studi pelayanan

administrasi terpadu kecamatan Jawa Tengah dengan menyandingkan

reformasi pelayanan publik melalui standar penilaian kepatuhan Ombudsman

RI membuktikan aspek ketatalaksanaan erat kaitan dengan sistem,

mekanisme dan prosedur. Dengan adanya hal tersebut memberikan kejelasan

bagi pihak yang terlibat, dan dapat menjadikan penguatan dari Pemerintah

Kabupaten/Kota melakukan reformasi pelayanan publik terkait memperbaiki

guna peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat.

IV.3.1.3 Aspek Sumber Daya Manusia

Sedarmayanti (2009: 94) menjadikan Sumber daya manusia merupakan

aspek yang sangat penting dan berpengaruh dalam tujuan pendayagunaan

reformasi dalam hal ini reformasi pelayanan publik. Selanjutnya menurut

Zauhar (2012:68) mendefinisikan bahwa reformasi administrasi merupakan

usaha sadar dan terencana untuk mengubah struktur dan prosedur birokrasi

dari perilaku para birokrat, guna meningkatkan efektivitas organisasi. Selain

sistem dan prosedur, struktur organisasi yang perlu diperhatikan ada perihal

penting selanjutnya yaitu perilaku para birokrat atau dalam penelitian ini
126

pegawai/petugas para penyelenggara pelayanan publik. Maka Ombudsman

RI Perwakilan Jawa Timur bertanggung jawab dalam hal melaksanakan

program penilaian kepatuhan ini untuk melakukan kegiatan workshop awal

penilaian kepatuhan dan workshop hasil penilaian kepatuhan.

Pada workshop awal dilakukan sebagai bentuk pertemuan awal dalam

rangka menyamakan persepsi kepada penyelenggara pelayanan publik agar

supaya kompetensi pegawai/petugas para penyelenggara pelayanan publik

dalam hal pelaksanaan penilaian kepatuhan standar pelayanan publik

terpenuhi. Selain itu pertemuan tersebut menjadi penting karena adanya

keterbukaan antara Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan Intansi

Pemerintah Daerah terkait program penilaian kepatuhan, karena hal ini

dilakukan agar persamaan persepsi mengenai proses percepatan reformasi

birokrasi nasional yang telah penelitian paparkan pada mukadimah awal

terwujud. Oleh karena itu upaya Ombudsman RI Perwakilan sudah sangat

baik, ditahun 2018 dan ditahun 2019. Hal tersebut dibuktikan ketika ada

pegawai yang belum mengetahui atau unit penyelenggara layanan tidak

memenuhi indikator dari standar pelayanan publik maka akan berpengaruh

pada layanan yang diberikan kepada masyarakat dan kedepan akan

berdampak pada yang disebut tindakan maladministrasi. Namun, berdasarkan

data hasil wawancara dan proses analisis yang dilakukan peneliti perilaku

pegawai yang tidak tahu lambat laut ditahun berikutnya menjadi lebih tahu

melalui kegiatan workshop yang telah peneliti sampaikan sebelumnya.


127

Mengenai keterlibatan unsur SDM yang mengikuti kegiatan workshop

dari Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur tersebut, membuat para

pelaksana merasa diberi pemahaman lebih agar apa yang dilakukan dalam

melayani masyarakat semakin diperbaiki. Keterlibatan pemerintah daerah

dalam proses menyosong reformasi birokrasi nasional merupakan bentuk

kerjasama yang baik, karena aparatur sipil negara sangat memberikan

pengaruh besar sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga hal tersebut

akan sejalan pula dengan teori yang dikemukakan menurut Dahyar (2019:

294) salah satu aspek yang paling berperan dalam pemberian pelayanan

publik kepada masyarakat adalah aspek sumber daya manusia atau pegawai.

Karena pegawai merupakan aset negara yang menentukan baik tidaknya

pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat.

IV.3.2 Faktor Pendukung dan Penghambat Penilaian Kepatuhan

Ombudsman RI Dalam Memberikan Reformasi Pelayanan Publik Bagi

Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur

IV.3.2.1 Faktor Pendukung

Penilaian Kepatuhan tentang standar pelayanan publik Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam memberikan reformasi pelayanan publik

kepada Pemerintah Daerah dapat didukung oleh beberapa faktor. Faktor

pendukung tersebut memudahkan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

dengan didukung oleh Pemerintah Kabupaten/Kota terkait. Faktor tersebut

terdiri dari komitmen Pemimpin Daerah, Terjalin Kesepahaman, dan


128

Instrumen yang dimiliki Ombudsman RI Perwakilan yang lengkap. Faktor-

Faktor tersebut kemudian dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:

1) Komitmen Pemimpin Daerah

Komitmen dari pemimpin daerah dalam hal ini kepala daerah

Pemerintah Kabupaten/Kota yang Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur

lakukan penilaian kepatuhan memberikan respon yang positif. Hal tersebut

dikarenakan keinginan pemerintah daerah yang besar untuk selalu

meningkatan kualitas pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat,

sejalan dengan yang dikemukakan oleh Dahyar (2019: 187) masyarakat ingin

melihat kepala daerah secara tulus mengabdi kepada kepentingan rakyat dan

bangsa. Oleh karena itu tidak sedikit pemimpin daerah khusus di Jawa Timur

yang peduli dengan standar-standar pelayanan publik apa yang harus

dipenuhi, dan disisi lain sebagai tanggapan mereka sebagai pemimpin daerah

untuk membantu menyelaraskan citacita reformasi birokrasi nasional 2010-

2025 dalam hal terciptanya pelayanan publik yang prima.

2) Terjalin Kesepahaman

Terjalin kesepahaman diantar para aktor yang terlibat pada pelaksanaan

suatu program sangat memberikan pengaruh dukungan, tidak terkecuali

penilaian kepatuhan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dalam

memberikan reformasi pelayanan publik bagi pemerintah kabupaten/kota.

Aktor yang terlibat antara lain para pegawai asisten Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur yang memiliki TUPOKSI dalam melakukan tindakan


129

pengawasan dan 21 Pemerintah Kabupaten/Kota yang telah peneliti paparkan

sebelumnya sebagai penyelenggara pelayanan publik.

Dalam rangka percepatan reformasi birokrasi nasional yang telah

dicanangkan sebelumnya terkait pelayanan publik yang prima, perlu terjalin

kesepahaman dalam menyukseskan persoalan tersebut. Pemerintah Daerah

yang kemudian diundang dalam kegiatan workshop awal oleh Ombudsman

RI Jawa Timur di Surabaya guna menyamakan persepsi, maksud, dan tujuan

dari program penilaian kepatuhan. Sehingga faktor pendukung penilaian

kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia dalam memberikan reformasi

pelayanan publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur yaitu

adanya kesepahaman disetiap aktor baik oleh Ombudsman RI Perwakilan

Jawa Timur beserta Pemerintah Daerah terkait.

3) Instrumen Sudah Lengkap

Adanya instrument yang lengkap menjadikan hal ini sebagai faktor

pendukung dari pelaksanaan program penilaian kepatuhan Ombudsman RI

dalam memberikan reformasi pelayanan publik bagi Pemerintah

Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Sebagaimana hasil wawancara pada bagian

penyajian data diatas, instrument tersebut antara lain pegawai asisten yang

melakukan pengawasan dilapangan sudah paham sesuai TUPOKSI dan

adanya sistem teknologi informasi berupa website ASIK (aplikasi sistem

informasi kepatuhan). Adanya instrument tersebut tentu akan menjadikan

tujuan dari penilaian kepatuhan tersebut lancar dan guna tercapainya apa yang
130

telah dicanangkan dari awal yaitu percepatan reformasi birokrasi nasioanal

terkait pelayanan publik yang prima.

IV.3.2.2 Faktor Penghambat

Faktor penghambat adalah faktor yang dapat menjadikan program

Penilaian Kepatuhan tentang standar pelayanan publik Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam memberikan reformasi pelayanan publik

kepada Pemerintah Daerah belum berjalan maksimal. Faktor penghambat

tersebut antara lain menyangkut perihal Keterjangkauan Wilayah dan

Keterbatasan Anggaran. Kedua faktor tersebut akan dijelaskan secara lebih

rinci sebagai berikut:

1) Keterjangkauan Wilayah

Program pengawasan penilaian kepatuhan Ombudsman RI dalam

proses reformasi pelayanan publik di Jawa Timur memiliki faktor

penghambat salah satunya yakni berupa keterjangkauan wilayah. Padahal

keterjangkauan wilayah menjadi hal yang sangat penting dalam proses

pelaksanaan penilaian kepatuhan kepada penyelenggara pelayanan publik.

Hal ini harusnya dapat dilakukan oleh Ombudsman RI selaku pihak yang

berwenang dalam melakukan proses penyelenggara pelayanan publik yang

terkadang masih sering ditemui sulitnya akses menuju daerah-daerah tertentu.

Sehingga dapat dikatakan bahwa program pengawasan penilaian kepatuhan

Ombudsman RI masih belum efektif.


131

2) Keterbatasan Anggaran

Faktor penghambat selanjutnya program penilaian kepatuhan

ombudsman RI dalam memberikan reformasi pelayanan publik yakni

keterbatasan anggaran. Anggaran memiliki pengaruh yang sangat besar bagi

berjalannya suatu program. Besar kecilnya suatu anggaran sangat

menentukan untuk tercapainya program yang telah direncanakan hal ini

sejalan dengan pendapat Mardiasmo (2011:61) anggaran merupakan suatu

dokumen yang sangat menggambarkan kondisi keuangan sebuah organisasi

yang mencakup informasi tentang pendapatan, belanja, dan aktivitas.

Anggaran menjadi salah satu hal terpenting dalam pelasanaan sebuah

program atau kebijakan. Ketersediaan anggaran turut berpengaruh pada

keberhasilan program atau kebijakan yang diterapkan.


BAB V

PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil proses penelitian dan hasil pembahasan yang

telah dilaksanakan dan diselesaikan, maka peneliti menyimpulkan dengan

uraian sebagai berikut:

1. Penilaian kepatuhan Ombudsman Republik Indonesia dalam reformasi

pelayanan publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur:

a. Memperbaiki kualitas pelayanan publik di Jawa Timur dilakukan

dengan adanya dorongan mengenai Penilaian Kepatuhan secara

berkelanjutan (2018 – 2019) terhadap Standar Pelayanan Publik

yang dilakukan oleh Ombudsman RI sebagai leading sector

birokrasi yang melakukan fungsi pengawasan. Dengan melihat

aspek kelembagaan yaitu legal standing yang kuat sebagai payung

hukum, konsistensi dari petunjuk teknis yang baik, serta struktur

organisasi pemerintah daerah yang dilakukan penilaian kepatuhan

memberikan tanggapan positif sebagai bahan evaluasi

kelembagaan pemerintah daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari

perubahan yakni sebanyak 50% pemerintah kabupaten/kota

mengevaluasi pemenuhan standar pelayanan publik guna

meningkatan kualitas pelayanan sebagai bentuk evaluasi dari tahun

sebelumnya.

132
133

b. Pelaksanaan program penilaian kepatuhan Ombudsman RI

Perwakilan Jawa Timur dalam reformasi pelayanan publik bagi

pemerintah daerah dikarenakan aspek ketatalaksanaan, hal tersebut

dilihat dari sistem, mekanisme prosedur yang simple/ringkas serta

penggunaan optimalisasi teknologi informasi sebagai instrument

kegiatan. Pemanfaatan fasilitas digital/sistem ASIK (aplikasi

sistem informasi kepatuhan) sebagai bentuk laporan pengawasan

yang sangat membantu dalam memperoleh hasil survey yang telah

dilakukan Ombudsman RI perwakilan kepada Ombudsman RI

pusat.

c. Sumber daya manusia aspek terpenting dalam reformasi pelayanan

publik, sebab akan memberikan dampak perubahan dan mendapat

respon bahwa usaha sadar yang ditunjukan oleh perilaku

petugas/pegawai penyelenggara pelayanan publik di daerah yang

semakin tahun semakin peduli dengan pelaksanaan penilaian

kepatuhan, karena hal tersebut guna dirasakan untuk meningkatkan

efektivitas organisasi serta pemberian pelayanan yang berkualitas

dan prima.

2. Faktor-faktor yang menjadi pendukung dan penghambat tidak dapat

terlepaskan dari suatu program tidak terkecuali penilaian kepatuhan

Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dalam reformasi pelayanan

publik bagi Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur:


134

a. Faktor pendukung yang dapat menciptakan respon positif

masyarakat adalah dari Komitmen yang tinggi oleh pemimpin

daerah karena kepedulian pemimpin akan hak-hak dan

kewajibannya dalam memenuhi standar pelayanan publik yang

diberikan kepada masyarakat, kemudian dengan terjalinnya

kesepahaman terkait program penilaian kepatuhan ini maka secara

bersama-sama dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai antara

penyelenggara dengan masyarakat dengan melihat kejelasan

prosedur pelayanan. Serta didukung pula dengan adanya

instrument yang lengkap sebagai daya dukung yang baik seperti

pemahaman petugas lapangan dan teknologi informasi berupa

aplikasi website ASIK (aplikasi sistem informasi kepatuhan) yang

dimiliki Ombudsman Republik Indonesia.

b. Faktor penghambat yang menjadi permasalahan pada suatu

program dimulai dari keterjangkauan wilayah karena kondisi

wilayah Provinsi Jawa Timur yang sangat luas sehingga

membutuhkan persiapan dan akomodasi yang memadai. Artinya

kebutuhan operasional kendaraan, hingga jumlah personil perlu

dipersiapkan secara proporsional. Permasalahan lainnya adalah

mengenai keterbatasan anggaran operasional penilaian kepatuhan,

karena anggaran yang disediakan oleh pusat sebatas anggaran

pelaksanaan survey sehingga hal ini menjadi permasalahan yang

kerap kali muncul dalam proses pelaksanaan penilaian kepatuhan.


135

V.2 Saran

Berdasarkan dari uraian hasil proses penelitian dan hasil pembahasan

yang telah ada pada kesimpulan di atas maka saran yang dapat diberikan

oleh peneliti sebagai berikut:

1. Dalam hal menunjang keberhasilan reformasi pelayanan publik

Ombudsman RI baik pusat maupun perwakilan perlu melakukan

dorongan secara tersistem dan konsisten mengenai tingkat Penilaian

Kepatuhan yaitu dengan mempertimbangkan kebijakan yang mampu

memberikan pola sosialisasi secara berkala seperti awal, pertengahan,

dan akhir tahun kepada seluruh kelembagaan penyelenggara pelayanan

publik atas tugas dan tupoksi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25

Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.

2. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur perlu melakukan penataan ulang

agar kedepan berjalan efektif dan efisien mengenai pemetaan terhadap

manajemen sumber daya manusia seperti BIMTEK (bimbingan teknis)

program penilaian kepatuhan di masing-masing unit kerja dengan

memperhatikan rasio penentuan formasi jumlah beban kerja yang merata.

3. Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur perlu bekerjasama dengan

masyarakat. Perlibatan dan keikutsertaan masyarakat apabila dilakukan

akan mengurangi beberapa permasalahan pada pelaksanaan program

penilaian kepatuhan terhadap standar pelayanan publik seperti anggaran

operasional, akomodasi, dan waktu perjalanan dinas pegawai/asisten.

Hal ini menjadi alternatif untuk membangun kepercayaan publik bahwa


136

pengawasan pelayanan dapat dilakukan secara bersama-sama sehingga

menjadi perhatian yang sangat membantu bagi Ombudsman RI pusat

agar pelaksanaan program dapat berjalan dengan baik serta lancar

kedepan.
DAFTAR PUSTAKA

A Parasuraman, valarie A. Zeithmal, Leornard L. Berry, 1990, Delivering Quality


Service: Balancing Customer Perception and Expectations. Oxford: Oxford
University.

Agus Dwiyanto, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta:


UGM Press.

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka


Cipta.

Bogdan & Taylor. 1992. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif: suatu pendekatan
fenomenologis terhadap ilmu-ilmu sosial. Diterjemahkan oleh Arief Furchan
Surabaya: Usaha Nasional.

Cahyanti, A. P., Setiyono, B., & Adnan, M. 2018. Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik Melalui Penilaian Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Sesuai
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Studi di
Dinas Kesehatan Kota Salatiga Tahun 2016-2017. Juornal of Politic and
Government Studies, 7(2), 41-50.

Caiden, Gerald E. 1991. Administrative Reforms Comes Of Ages. New York: Walter
The Gruyter.

Cohen, J. 1971. Thinking. Chicago: Rand McNally.

Creswell, Jhon W. 2016. Research design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan


Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Daraba, Dahyar (2019) Reformasi Birokrasi & Pelayanan Publik. Penerbit


Leisyah, Makassar. ISBN 978-623-7045-87-8

Djamal, 2015. Paradigma Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Yogyakarta. Pustaka


Pelajar

Hakim, A. 2015. Fungsi dan Peran Ombudsman Republik Perwakilan Nusa


Tenggara Barat Dalam Mendorong Kepatuhan Pemerintah Daerah Terhadap
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Jurnal
IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 3(1).

Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implementasinya. Yogyakarta. Gava Media.
Ibrahim, Amin, 2008. Teori dan Konsep Pelayanan Publik serta Implementasinya.
Jakarta: Mandar Maju.

137
138

Islamy, M. Irfan. 2003. Prinsip-prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Jakarta.


Bumi Aksara.

Keban, Yeremias T. 2014. Enam dimensi Strategis Administrasi Publik: Konsep,


Teori dan isu Edisi Ketiga. Yoyakarta: Gava media
.
Komarudin, 2014. Reformasi Birokrasi dan Pelayanan Publik. Bandung:
Genesindo.

Lenvine, Charles. H, et al. 1990. Public Administration Obalinges, Obvices,


Consequences. Lilliones scatt Foremen.

Mardiasmo. 2011. Perpajakan Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.

Mindarti, Lely Indah. 2016. Governance Reform. Malang. UB Press.

Moleong, j, Lexy. 2006 Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Nasution. 2003. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.

Nugroho, S. A., Kismartini, K., & Purnaweni, H. 2016. Reformasi Administrasi


Pelayanan Publik (Studi Pelayanan Administrasi Terpadu Kecamatan Jawa
Tengah). GEMA PUBLICA: Jurnal Manajemen dan Kebijakan Publik, 2(1),
13-27.

Osborne, David & Gaebler, 1995. Mewirausahakan Birokrasi: Mentransformasi


semangat wirausaha ke dalam sektor publik. Penerjemah: Abdul Rosyid.
Jakarta. Pustaka Binaman Pressindo.

Osborne, David & Plastik, Peter. 2000. Memangkas Birokrasi: Lima Strategi
Menuju Pemerintahan Wirausaha. Penerjemah: Abdul Rosyid. Jakarta:
Penerbit PPM.

Pasolong, Harbani. 2008. Teori Administrasi Publik. Bandung: CV Alfabeta

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 11 Tahun 2015 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2015-2019.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi


Nomor 30 Tahun 2018 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun
2014 Tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi Instansi Pemerintah.
Peraturan Ombudsman Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016 Tentang
Penilaian Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik.
139

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand


Design Reformasi Birokrasi 2010-2025.

Puspitasari, M. E., Setyobudi, Y. F., & Pratiwi, D. A. 2016. Faktor-Faktor Yang


Mempengaruhi Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik Pemerintah Kota
Batam. Jurnal Dimensi, 4(3).

Ratminto & Atik. 2012. Manajemen Pelayanan. Yogyakarta. Pustaka Belajar.

Sedarmayanti. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan


Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung. Refika Aditama.

Sinambela, lijan Poltak, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan,
dan Implementasi. Jakarta. Bumi Aksara.

Solechan, S. 2018. Memahami Peran Ombudsman Sebagai Badan Pengawas


Penyelenggaraan Pelayanan Publik di Indonesia. Administrative Law &
Governance, 1(1), 67-89.

Sugiyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung.


Alfabet

Ulum, M Chazienul. 2018. Public Service: Tinjauan Teoritis dan Isu-isu Strategis
Pelayanan Publik. Malang: UB Press.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan


Publik.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman


Republik Indonesia.

Wahid, A., A. 2017. Reformasi Pelayanan Publik di Indonesia. Jurnal TAPIs, 14(1),
1-10.

Zauhar, Soesilo. 2012. Reformasi Administrasi: Konsep, Dimensi, dan Strategi.


Jakarta. Bumi Aksara.
LAMPIRAN

Lampiran 1. Dokumentasi Penelitian

Kantor Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020

Komitmen Bersama Pimpinan Daerah Kabupaten/Kota Jawa Timur


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020

140
141

Proses Pelaksanaan Penilaian Kepatuhan


Sumber : Dokumentasi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, 2019

Kondisi pada saat Penilaian Kepatuhan


Sumber : Dokumentasi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, 2019
142

Pelaksanaan Penilaian Kepatuhan terhadap Intansi Penyelenggara Pelayanan


Publik DPMPTSP
Sumber : Dokumentasi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur, 2019

Proses wawancara peneliti bersama Bapak Muslih


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020
143

Proses wawancara peneliti bersama Ibu Silvia


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020

Proses wawancara peneliti bersama Bapak Agus Widiyarta


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020
144

Proses wawancara peneliti bersama Bapak Bagus


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020

Proses wawancara peneliti bersama Bapak Wisnu


Sumber : Dokumentasi Peneliti, 2020
145

Lampiran 2. Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

REFORMASI PELAYANAN PUBLIK MELALUI


STANDAR PENILAIAN KEPATUHAN
(Studi Pada Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur)

A. Penilaian Kepatuhan ORI dalam memberikan reformasi pelayanan


publik bagi pemerintah kabupaten/kota di Jawa Timur
1. Secara umum, konsep standar penilaian kepatuhan itu seperti apa?
2. Sejak kapan penilaian kepatuhan diterapkan secara nasional maupun di jawa
timur?
3. Apa tujuan dan manfaat penilaian kepatuhan? Dan apa ada hubungan dengan
perubahan atau reformasi dari sisi pelayanan publik?
4. Apa yang menjadi dasar atau alasan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur
melakukan pengawasan terhadap standar penilaian kepatuhan penyelenggara
pelayanan publik?
5. Bagaimana pelaksanaan/teknis Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur
dalam melakukan pengawasan terhadap standar penilaian kepatuhan
penyelenggara pelayanan publik? (dari tahun 2018 hingga tahun 2019)
6. Bagaimana kesiapan Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur melakukan
pengawasan terhadap standar penilaian kepatuhan penyelenggara pelayanan
publik? (dari segi personil, sarana prasarana, mobilisasi)
7. Bagaimana pembiayaan/anggaran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur
dalam melakukan pengawasan terhadap standar penilaian kepatuhan
penyelenggara pelayanan publik? (apakah kemudian anggaran tersebut
berasal dari apbd atau bahkan apbn)
8. Bagaimana kesiapan dari segi kelembagaan pemerintah daerah yang ada di
Jawa Timur dalam melakukan suatu reformasi pelayanan publik? misal
adanya peningkatan pemenuhan standar pelayanan publik tahun lalu? Dan
contoh pemerintah daerah mana?
146

9. Bagaimana kesiapan dari segi ketatalaksanaan penilaian kepatuhan ini? Misal


sistem prosedur dan pengguanaan teknologi informasi dan lain sebagainya?
10. Bagaimana kesiapan sumber daya manusia yang ada di Ombudsman RI
Perwakilan Jawa Timur dalam melakukan pengawasan terhadap standar
penilaian kepatuhan penyelenggara pelayanan publik? misal adanya
keterbatasan sumber daya manusia bagaimana cara atau strategi
alternatifnya?
11. Bagaimana koordinasi Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur dan
Ombudsman RI pusat dalam melakukan program pengawasan terhadap
standar penilaian kepatuhan penyelenggara pelayanan publik?
12. Bagaimana tanggapan atau reaksi dari penyelenggara pelayanan publik
terhadap pengawasan yang Ombudsman RI Perwakilan Jawa Timur lakukan?
13. Apakah kebijakan program Ombudsman RI terhadap standar penilaian
kepatuhan penyelenggara pelayanan publik ini dinilai positif dari perspektif
masyarakat? Atau malah ke negatif?
14. Apakah terdapat faktor pendukung dalam pelaksanaan/teknis Ombudsman RI
Perwakilan Jawa Timur dalam melakukan pengawasan terhadap standar
penilaian kepatuhan penyelenggara pelayanan publik?
15. Apakah terdapat faktor penghambat dalam pelaksanaan/teknis Ombudsman
RI Perwakilan Jawa Timur dalam melakukan pengawasan terhadap standar
penilaian kepatuhan penyelenggara pelayanan publik?
147

Lampiran 3. Surat Pengantar Penelitian dari Fakultas


148

Lampiran 4. Formulir Persetujuan sebagai Informan


149
150
151
152
153

Lampiran 5. Petunjuk Teknis Penilaian Kepatuhan

PETUNJUK TEKNIS

PELAKSANAAN PENILAIAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR PELAYANAN


SESUAI UNDANG – UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK DAN
PENIALAIN KOMPETENSI ORGANISASI
PADA PELAYANAN PERIZINAN DAERAH

2019
154

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEPATUHAN TERHADAP STANDAR


PELAYANAN PUBLIK TAHUN 2019

A. Dasar Hukum Penilaian


1. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4899);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038);
3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 3);
4. Peraturan Ombudsman Nomor 22 Tahun 2016 tentang Penilaian
Kepatuhan Terhadap Standar Pelayanan Publik (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2016.

B. Maksud dan Tujuan Penilaian


1. Maksud
Penilaian kepatuhan dimaksudkan untuk mendorong kepatuhan
terhadap standar pelayanan publik dalam rangka mempercepat
peningkatan kualitas pelayanan publik.

2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penilaian ini adalah perbaikan peningkatan
kualitas pelayanan publik serta pencegahan maladministrasi
melalui implementasi komponen standar pelayanan pada tiap unit
pelayanan publik di Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
155

sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 25


Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dalam rangka pencapaian
target RPJMN tahun 2015 – 2019.
b. Tujuan Khusus
5) Teridentifikasinya tingkat kepatuhan Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah dalam memenuhi komponen standar
pelayanan sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;
6) Membantu pimpinan penyelenggara pelayanan publik untuk
mengidentifikasi komponen standar pelayanan yang masih
perlu dipenuhi oleh unit/satuan kerja pelayanan publiknya
dalam upaya meningkatkan penyelenggaraan pelayanan
publik ke depannya;
7) Mendorong kepatuhan terhadap komponen standar pelayanan
publik menjadi suatu gerakan yang melembaga yang dapat
menggambarkan integritas pemimpin dan para pelaksana
yang bertugas pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah sebagai upaya meminimalkan potensi terjadinya
maladministrasi dan korupsi;
8) Sebagai dasar pemberian Predikat Kepatuhan oleh
Ombudsman Republik Indonesia kepada Kementerian,
Lembaga, dan Pemerintah Daerah yang produk layanannya
berhasil mencapai kategori kepatuhan tinggi dalam memenuhi
komponen standar pelayanan publik.

C. Variabel dan Indikator Penilaian


1. Standar Pelayanan Publik
a. Penilaian Pelayanan Langsung oleh Kementerian dan
Lembaga
No. Variabel Unsur Indikator Bobot
1. Utama Persyaratan 6.0
156

No. Variabel Unsur Indikator Bobot


Sistem, Mekanisme dan Prosedur 6.0
Standar Produk Pelayanan 6.0
Pelayanan Publik Jangka Waktu Penyelesaian 12.0
Biaya/Tarif 12.0
Maklumat
2. Utama Ketersediaan Maklumat Layanan 12.0
Layanan
Sistem Informasi Ketersediaan Informasi
12.0
Pelayanan Publik Pelayanan Publik Elektronik
3. Utama
(jawaban pilihan, Ketersediaan Informasi
6.0
pilih salah satu) Pelayanan Publik Non-Elektronik
Ketersediaan ruang tunggu 3.0
Sarana dan Ketersediaan toilet untuk
2.0
4. Prasarana, Utama pengguna layanan
Fasilitas Ketersediaan loket/meja
3.0
pelayanan
Ketersediaan Sarana khusus bagi
pengguna layanan berkebutuhan
khusus (ram/ rambatan/ kursi 2.0
Pelayanan roda/ jalur pemandu/ toilet
5. Utama
Khusus khusus/ruang menyusui dll)
Ketersediaan Pelayanan khusus
bagi pengguna layanan 2.0
berkebutuhan khusus
Ketersediaan Sarana Pengaduan
5.0
(SMS/Telpon/Fax/Email, dll)
Pengelolaan Ketersediaan informasi prosedur
6. Utama 3.0
Pengaduan penyampaian pengaduan
Ketersediaan Pejabat/Petugas
5.0
pengelola Pengaduan
Ketersediaan Sarana Pengukuran
7. Penilaian Kinerja Utama 2.5
Kepuasan Pelanggan
Ketersediaan Visi dan Misi
Visi, Misi dan 2.0
8. Tambahan Pelayanan
Moto Pelayanan
Ketersediaan Motto Pelayanan 2.0
Ketersediaan Petugas
9. Atribut Tambahan Penyelenggaran menggunakan ID 2.5
Card
Pelayanan Terpadu Tingkat
10.0
Pelayanan Kementerian/Lembaga
10. Utama
Terpadu Pelayanan terpadu Tingkat
7.0
Direktorat Jenderal/Deputi
157

No. Variabel Unsur Indikator Bobot


(Jawaban Pilihan, Pelayanan terpadu Tingkat
5.0
harus salah satu Direktorat/Direktur/Eselon III
yang dipilih) Bukan Pelayanan Terpadu 0.0
TOTAL 110

Berdasarkan variabel dan indikator penilaian tersebut, akan


diperoleh nilai maksimal/total sebesar 110 dan dibagi ke dalam 3
(tiga) kategorisasi, yaitu:
1. Zona merah (0-55) : kepatuhan rendah
2. Zona kuning (56-88) : kepatuhan sedang
3. Zona hijau (89-110) : kepatuhan tinggi

b. Penilaian Pelayanan Langsung oleh Pemerintah Daerah


(Provinsi, Kabupaten, Kota)
No. Variabel Unsur Indikator Bobot
Persyaratan 6.0
Sistem, Mekanisme dan Prosedur 6.0
Standar
1. Utama Produk Pelayanan 6.0
Pelayanan Publik
Jangka Waktu Penyelesaian 12.0
Biaya/Tarif 12.0
Maklumat
2. Utama Ketersediaan Maklumat Layanan 12.0
Layanan
Sistem Informasi Ketersediaan Informasi
12.0
Pelayanan Publik Pelayanan Publik Elektronik
3. Utama
(jawaban pilihan, Ketersediaan Informasi
6.0
pilih salah satu) Pelayanan Publik Non-Elektronik
Ketersediaan ruang tunggu 3.0
Sarana dan Ketersediaan toilet untuk
2.0
4. Prasarana, Utama pengguna layanan
Fasilitas Ketersediaan loket/meja
3.0
pelayanan
Ketersediaan Sarana khusus bagi
pengguna layanan berkebutuhan
Pelayanan
5. Utama khusus (ram/ rambatan/ kursi 2.0
Khusus
roda/ jalur pemandu/ toilet
khusus/ruang menyusui dll)
158

No. Variabel Unsur Indikator Bobot


Ketersediaan Pelayanan khusus
bagi pengguna layanan 2.0
berkebutuhan khusus
Ketersediaan Sarana Pengaduan
5.0
(SMS/Telpon/Fax/Email, dll)
Pengelolaan Ketersediaan informasi prosedur
6. Utama 3.0
Pengaduan penyampaian pengaduan
Ketersediaan Pejabat/Petugas
5.0
pengelola Pengaduan
Ketersediaan Sarana Pengukuran
7. Penilaian Kinerja Utama 2.5
Kepuasan Pelanggan
Ketersediaan Visi dan Misi
Visi, Misi dan 2.0
8. Tambahan Pelayanan
Moto Pelayanan
Ketersediaan Motto Pelayanan 2.0
Ketersediaan Petugas
9. Atribut Tambahan Penyelenggaran menggunakan ID 2.5
Card
TOTAL 100

Berdasarkan variabel dan indikator penilaian tersebut, akan


diperoleh nilai maksimal/total sebesar 100 dan dibagi ke dalam 3
(tiga) kategorisasi, yaitu:
4) Zona merah (0-50) : kepatuhan rendah
5) Zona kuning (51-80) : kepatuhan sedang
6) Zona hijau (81-100) : kepatuhan tinggi

2. Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Penilaian Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik
merupakan survei ikutan (Omnibus Survei) yang dilakukan satu paket
dengan Survei Kepatuhan terhadap Standar Pelayanan Publik.
Penilaian Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan

Publik merupakan gabungan dari dua teori Kompetensi milik Lyne


Spencer dan Teori Kapasitas milik Paul B. Horton. Dari kedua teori
159

tersebut diperoleh Dimensi beserta indikator seperti dijabarkan dalam


tabel di bawah ini:
No. Dimensi Indikator Sub indikator
1. Komponen Standar
Layanan
Pengetahuan Standar 2. Tahapan Standar
Layanan Layanan
3. Stakeholder Pengawas
1. Pengetahuan
Standar Layanan
Pengetahuan Manajemen 4. Bentuk Manajemen
Pelayanan PTSP Pelayanan PTSP
Pengetahuan
5. Bentuk Maladministrasi
Maladministrasi
Pelibatan Masyarakat
1. Pembahasan Standar
dalam
Layanan
Standar Pelayanan
Pengelolaan Pengaduan 2. Evaluasi Pengaduan
3. Pelaksanaan Survei
Evaluasi Kinerja
Kepuasan Masyarakat
Pelaksana
4. Publikasi Hasil Survei
2. Tindakan 5. Laporan Kondisi dan
Pengelolaan Sarana dan Kebutuhan Sarana,
Prasarana Prasarana Serta
Fasilitas
6. Penyederhanaan Jenis
Peningkatan Mutu Pelayanan
Pelayanan 7. Penyederhanaan
Prosedur Pelayanan
1. Ketersediaan Petugas
Informasi dan
Sumber Daya Manusia
Pengaduan
2. Status Petugas Teknis
Kelembagaan 3. Pembentukan UPTD
3. Sumber Daya
Teknologi 4. Pemanfaatan teknologi
5. Pemenuhan sarana dan
Sarana prasarana
prasarana
Finansial 6. Capaian PMDN
160

Latar belakang dilakukannya penilaian kompetensi penyelenggaraan


pelayanan publik yakni:
a. Diperlukan lebih banyak data dan informasi dari berbagai macam
amanat yang timbul dalam Undang-Undang 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik,

sehingga tidak hanya terpaku pada pemenuhan aspek tangibilitas


standar pelayanan;
b. Menggali lebih dalam secara substansial terhadap implementasi
standar pelayanan sehingga mendapatkan gambaran
penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih komprehensif; dan
c. Mengetahui sampai sejauh mana penyelenggara (supply side)
mampu mengakomodasi kepentingan-kepentingan pengguna
layanan (demand side) untuk mewujudkan pelayanan yang prima.

Penilaian Kompetensi Organisasi pada Pelayanan Perizinan Daerah


dilakukan pada Pemerintah Daerah. Lokus difokuskan pada
DPMPTSP (Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu) baik di tingkat Pemerintah Provinsi maupun Pemerintah
Kabupaten/Kota, dengan Responden berupa penyelenggara di
Dinas tersebut yang secara khusus menangani pelayanan terpadu
satu pintu seperti Kepala atau staf di bidang penyelenggaraan
pelayanan, pengaduan, dan informasi layanan, Kebijakan dan
penyuluhan serta pelaporan dan peningkatan kualitas layanan.

D. Lokasi Penilaian
Lokasi Penilaian di Tahun 2019 ini dipilih berdasarkan
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang masih masuk ke dalam
tingkat kepatuhan rendah (zona merah) dan kepatuhan sedang (zona
kuning) pada penilaian kepatuhan tahun 2018 yang lalu dan ditambah
Pemerintah Daerah baru (belum pernah diambil sebelumnya) untuk
161

menggantikan jumlah Pemerintah Daerah yang masuk dalam tingkat


kepatuhan tinggi (zona hijau), serta daerah yang dianggap tim pusat
perlu diambil kembali datanya di Tahun 2019 ini. Adapun lokasinya
sebagai berikut:
1. Kementerian
Penilaian dilakukan di Kementerian, yaitu:
a. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia
b. Kementerian Agama Republik Indonesia
c. Kementerian Sosial Republik Indonesia
d. Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan
Nasional Republik Indonesia
2. Lembaga
Penilaian dilakukan di Lembaga, yaitu:
a. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
b. Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP)
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia
3. Pemerintah Daerah
Penilaian dilakukan di 6 (enam) Pemerintah Provinsi, 215 (dua ratus
lima belas) Pemerintah Kabupaten, dan 36 (tiga puluh enam)
Pemerintah Kota, dengan rincian sebagai berikut:
No. Provinsi Pemerintah Daerah
1. Kota Ternate
2. Kabupaten Halmahera Utara
3. Kabupaten Halmahera Tengah
4. Kabupaten Halmahera Selatan
1. Maluku Utara
5. Kabupaten Halmahera Barat
6. Kabupaten Halmahera Timur
7. Kabupaten Pulau Morotai
8. Kabupaten Kepulauan Sula
1. Provinsi Maluku
2. Kabupaten Kepulauan Tanimbar
2. Maluku 3. Kabupaten Maluku Tengah
4. Kabupaten Buru
5. Kabupaten Seram Bagian Barat
162

No. Provinsi Pemerintah Daerah


6. Kota Tual
7. Kabupaten Maluku Tenggara Barat
8. Kabupaten Kepulauan Aru
9. Kabupaten Seram Bagian Timur
1. Provinsi Papua Barat
2. Kota Sorong
3. Papua Barat 3. Kabupaten Manokwari
4. Kabupaten Fakfak
5. Kabupaten Kaimana
1. Kabupaten Kepulauan Yapen
2. Kabupaten Keerom
3. Kabupaten Jayapura
4. Kabupaten Biak Numfor
5. Kabupaten Merauke
4. Papua 6. Kabupaten Jaya Wijaya
7. Kabupaten Sarmi
8. Kabupaten Nabire
9. Kabupaten Supiori
10. Kabupaten Mimika
11. Kabupaten Boven Digoel
5. Bali 1. Kabupaten Tabanan
1. Kabupaten Lombok Timur
2. Kabupaten Lombok Tengah
3. Kabupaten Bima
6. Nusa Tenggara Barat
4. Kabupaten Dompu
5. Kabupaten Lombok Barat
6. Kabupaten Sumbawa Barat
1. Kota Kupang
2. Kabupaten Timor Tengah Utara
3. Kabupaten Kupang
4. Kabupaten Belu
5. Kabupaten Alor
6. Kabupaten Flores Timur
7. Nusa Tenggara Timur
7. Kabupaten Manggarai Barat
8. Kabupaten Sikka
9. Kabupaten Sumba Barat Daya
10. Kabupaten Sumba Timur
11. Kabupaten Sumba Barat
12. Kabupaten Manggarai
163

No. Provinsi Pemerintah Daerah


13. Kabupaten Ende
1. Kabupaten Bogor
8. Jakarta Raya
2. Kabupaten Bekasi
1. Kota Tangerang
2. Kota Serang
3. Kabupaten Tangerang
9. Banten
4. Kota Tangerang Selatan
5. Kabupaten Pandeglang
6. Kabupaten Lebak
1. Kabupaten Bandung
2. Kabupaten Bandung Barat
3. Kota Cimahi
4. Kota Cirebon
5. Kota Tasikmalaya
6. Kabupaten Purwakarta
10. Jawa Barat
7. Kabupaten Subang
8. Kota Banjar
9. Kabupaten Cianjur
10. Kabupaten Kuningan
11. Kabupaten Pangandaran
12. Kabupaten Sumedang
1. Kabupaten Karanganyar
2. Kabupaten Kebumen
3. Kabupaten Kendal
4. Kabupaten Klaten
5. Kabupaten Wonosobo
6. Kabupaten Cilacap
7. Kabupaten Banjarnegara
11. Jawa Tengah
8. Kabupaten Sukoharjo
9. Kabupaten Jepara
10. Kabupaten Pati
11. Kabupaten Rembang
12. Kabupaten Pekalongan
13. Kota Pekalongan
14. Kota Tegal
1. Kota Malang
2. Kabupaten Lumajang
12. Jawa Timur
3. Kabupaten Banyuwangi
4. Kabupaten Jember
164

No. Provinsi Pemerintah Daerah


5. Kabupaten Jombang
6. Kabupaten Madiun
7. Kabupaten Mojokerto
8. Kabupaten Pamekasan
9. Kabupaten Ponorogo
10. Kabupaten Sumenep
11. Kabupaten Tuban
12. Kabupaten Sidoarjo
13. Kabupaten Gresik
14. Kabupaten Situbondo
15. Kabupaten Lamongan
16. Kabupaten Bondowoso
1. Kota Lhokseumawe
2. Kabupaten Bireuen
3. Kota Sabang
4. Kabupaten Aceh Jaya
5. Kabupaten Nagan Raya
13. Aceh
6. Kabupaten Aceh Selatan
7. Kabupaten Gayo Lues
8. Kabupaten Aceh Tenggara
9. Kabupaten Aceh Timur
10. Kabupaten Aceh Tamiang
1. Kota Pematangsiantar
2. Kota Binjai
3. Kabupaten Karo
4. Kabupaten Labuhan Batu
5. Kabupaten Nias Selatan
6. Kabupaten Pakpak Bharat
14. Sumatera Utara 7. Kabupaten Simalungun
8. Kabupaten Toba Samosir
9. Kota Padang Sidimpuan
10. Kota Tanjung Balai
11. Kota Tebing Tinggi
12. Kabupaten Tapanuli Utara
13. Kabupaten Asahan
1. Kabupaten Lima Puluh Kota
2. Kabupaten Solok Selatan
15. Sumatera Barat
3. Kabupaten Dhamasraya
4. Kabupaten Solok
165

No. Provinsi Pemerintah Daerah


5. Kabupaten Kepulauan Mentawai
1. Kabupaten Bengkalis
2. Kabupaten Kampar
16. Riau 3. Kabupaten Kepulauan Meranti
4. Kabupaten Rokan Hilir
5. Kabupaten Rokan Hulu
1. Kabupaten Karimun
2. Kabupaten Bintan
17. Kepulauan Riau 3. Kabupaten Lingga
4. Kabupaten Natuna
5. Kabupaten Kepulauan Anambas
1. Kabupaten Nunukan
18. Kalimantan Utara 2. Kabupaten Tana Tidung
3. Kabupaten Malinau
1. Kota Samarinda
2. Kabupaten Penajam Paser Utara
3. Kabupaten Kutai Timur
19. Kalimantan Timur 4. Kabupaten Paser
5. Kota Bontang
6. Kabupaten Kutai Barat
7. Kabupaten Mahakam Ulu
1. Provinsi Kalimantan Barat
2. Kabupaten Sintang
3. Kabupaten Sekadau
4. Kabupaten Mempawah
5. Kabupaten Bengkayang
20. Kalimantan Barat
6. Kabupaten Landak
7. Kabupaten Melawi
8. Kabupaten Kapuas Hulu
9. Kabupaten Ketapang
10. Kabupaten Kayong Utara
1. Kota Palangka Raya
2. Kabupaten Pulang Pisau
3. Kabupaten Barito Selatan
4. Kabupaten Barito Timur
21. Kalimantan Tengah
5. Kabupaten Barito Utara
6. Kabupaten Katingan
7. Kabupaten Kotawaringin Barat
8. Kabupaten Lamandau
166

No. Provinsi Pemerintah Daerah


9. Kabupaten Murung Raya
10. Kabupaten Sukamara
1. Kabupaten Tapin
2. Kabupaten Tabalong
3. Kabupaten Barito Kuala
22. Kalimantan Selatan
4. Kabupaten Hulu Sungai Utara
5. Kabupaten Balangan
6. Kabupaten Tanah Bumbu
1. Provinsi Jambi
2. Kabupaten Tanjung Jabung Timur
3. Kabupaten Kerinci
4. Kabupaten Sarolangun
23. Jambi
5. Kabupaten Tanjung Jabung Barat
6. Kabupaten Tebo
7. Kabupaten Merangin
8. Kota Sungai Penuh
1. Kabupaten Lahat
2. Kota Prabumulih
3. Kabupaten Ogan Komering Ulu
4. Kabupaten Muara Enim
24. Sumatera Selatan 5. Kabupaten Musi Banyuasin
6. Kota Pagar Alam
7. Kabupaten Empat Lawang
8. Kabupaten Musi Rawas
9. Kabupaten Banyuasin
1. Kabupaten Bengkulu Selatan
2. Kabupaten Bengkulu Tengah
3. Kabupaten Kepahiang
25. Bengkulu
4. Kabupaten Rejang Lebong
5. Kabupaten Seluma
6. Kabupaten Kaur
Kepulauan Bangka 1. Kabupaten Bangka Barat
26.
Belitung 2. Kabupaten Belitung
1. Kabupaten Lampung Tengah
2. Kabupaten Lampung Timur
3. Kabupaten Lampung Utara
27. Lampung
4. Kabupaten Tulang Bawang Barat
5. Kabupaten Tulang Bawang
6. Kabupaten Way Kanan
167

No. Provinsi Pemerintah Daerah


7. Kabupaten Lampung Barat
8. Kabupaten Mesuji
9. Kabupaten Pesisir Barat
1. Kota Kotamobagu
2. Kota Bitung
3. Kabupaten Minahasa Tenggara
4. Kabupaten Bolaang Mongondow
28. Sulawesi Utara
5. Kabupaten Minahasa Selatan
6. Kota Tomohon
7. Kabupaten Minahasa Utara
8. Kabupaten Bolaang Mongondow Timur
1. Kabupaten Boalemo
2. Kabupaten Gorontalo
29. Gorontalo
3. Kota Gorontalo
4. Kabupaten Gorontalo Utara
1. Provinsi Sulawesi Barat
2. Kabupaten Pasangkayu
3. Kabupaten Mamuju
30. Sulawesi Barat
4. Kabupaten Majene
5. Kabupaten Mamasa
6. Kabupaten Mamuju Tengah
1. Kabupaten Donggala
2. Kabupaten Parigi Moutong
3. Kabupaten Sigi
31. Sulawesi Tengah 4. Kota Palu
5. Kabupaten Tojo Una Una
6. Kabupaten Poso
7. Kabupaten Toli-Toli
1. Provinsi Sulawesi Tenggara
2. Kota Kendari
3. Kabupaten Konawe Selatan
4. Kabupaten Konawe
5. Kabupaten Bombana
32. Sulawesi Tenggara
6. Kabupaten Kolaka Utara
7. Kabupaten Kolaka
8. Kabupaten Muna
9. Kota Baubau
10. Kabupaten Buton Utara
33. Sulawesi Selatan 1. Kota Makassar
168

No. Provinsi Pemerintah Daerah


2. Kabupaten Bone
3. Kabupaten Barru
4. Kabupaten Bulukumba
5. Kabupaten Gowa
6. Kabupaten Luwu Utara
7. Kabupaten Soppeng
8. Kabupaten Takalar
9. Kabupaten Jeneponto
10. Kota Parepare
11. Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan

4. Instansi Vertikal
No. Nama Instansi Kementerian/Lembaga
Kementerian ATR/BPN
1. Kantor Pertanahan
Republik Indonesia
Satuan Penyelenggara Administrasi
2.
Surat Izin Mengemudi Kepolisian Negara Republik
3. Satuan Intelejen dan Keamanan Indonesia
4. Setra Pelayanan Kepolisian Terpadu

E. Batasan Penilaian
1. Standar Pelayanan Publik
Penilaian terhadap standar pelayanan publik dibatasi pada produk
pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh Kementerian,
Lembaga, dan Pemerintah Daerah. Pengertian pelayanan
administrasi dijelaskan dalam penjelasan pasal 5 ayat (7) pada
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
adalah tindakan administratif pemerintah merupakan pelayanan
pemberian dokumen oleh pemerintah.
169

2. Kompetensi Organisasi pada Pelayanan Perizinan Daerah


Penilaian dibatasi pada dimensi Pemahaman Standar Layanan,
Tindakan dan Sumber Daya yang merupakan dimensi gabungan dari
Teori Kompetensi yang merujuk secara personal pelaksana
pelayanan publik dan Teori Kapasitas yang merujuk pada sisi
kelembagaan dalam menjalankan proses manajemen pelayanan
publik.

F. Metode Penilaian
Metode yang digunakan dalam penilaian ini adalah kuantitatif dengan
menggunakan metode survei, yaitu penilaian di mana informasi
dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi dan
dalam survei informasi dikumpulkan dari responden dengan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data sehingga
diperoleh generalisasi dari pengamatan yang tidak mendalam. Jenis data
yang digunakan dalam penilaian ini yaitu kuantitatif, dengan
mengutamakan keterangan melalui angka-angka sehingga gejala-gejala
Penilaian diukur dengan menggunakan skala-skala.

G. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data dilakukan tanpa pemberitahuan, yaitu tidak
memberitahukan terlebih dahulu kepada penyelenggara pelayanan
tentang waktu (hari dan jam) pelaksanaan

pengambilan data di lapangan. Namun, sesampainya di lokasi petugas


pengambil data memperkenalkan diri secara formal dan menyampaikan
maksud kedatangannya kepada petugas di unit pelayanan publik.
1. Penilaian terhadap Standar Pelayanan Publik
Teknik pengumpulan data pada Penilaian ini menggunakan metode
Observasi, dengan cara mengamati ketampakan fisik (tangibles) dari
ketersediaan komponen standar pelayanan di unit pelayanan publik
170

di kementerian, lembaga dan pemerintah daerah dalam suatu periode


tertentu dan mengadakan pencatatan dengan cara memberikan
tanda check list (√) di dalam formulir secara sistematis, serta
mengambil bukti foto dari ketersediaan setiap komponen dimaksud.
Observasi dilakukan secara terbuka oleh Tim Ombudsman
disaksikan oleh petugas penyelenggara layanan.
2. Penilaian terhadap Kompetensi Organisasi pada Pelayanan
Perizinan Daerah
Teknik pengumpulan data dalam Penilaian ini dilakukan melalui
teknik wawancara dengan jenis pertanyaan terbuka. Jenis
pertanyaan ini memberikan kebebasan bagi responden dalam
menjawab pertanyaan yang telah diajukan tanpa ada alternatif
pilihan jawaban yang diberikan kepada responden. Hal ini
dimaksudkan agar mendapatkan jawaban secara mendalam pada
pertanyaan tertentu dari responden yang diwawancarai. Jawaban
dari responden tersebut kemudian diinterpretasikan oleh pengumpul
data sesuai kriteria yang telah ditentukan. Setiap pertanyaan yang
diajukan memiliki tiga kriteria tingkatan yakni rendah, sedang, dan
tinggi. Perolehan kriteria tersebut sangat ditentukan oleh kesesuaian
jawaban dari responden terhadap parameter jawaban per butir soal.
Teknik lainnya dengan pemeriksaan kesesuaian berkas.

H. Sampel Penilaian
1. Penilaian terhadap Standar Pelayanan Publik
Penilaian ini memilih sampel pada produk pelayanan administrasi
yang diselenggarakan oleh Kementerian, Lembaga dan Pemerintah
Daerah. Sedangkan pada Pemerintah Daerah, sampel dipilih
berdasarkan urusan Pemerintahan sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan OSS (daftar produk layanan terlampir).
171

Sampel pada Instansi Vertikal diambil pada tingkat Polres untuk


Kepolisian dan Kantor Pertanahan tingkat Kabupaten/Kota pada
Kementerian Pertanahan. Rincian produk layanan pada 2 instansi
vertikal tersebut sebagai berikut:
Kementerian/
No. Nama Instansi Nama Produk Layanan
Lembaga
1. Hak Milik Perorangan
Kementerian 2. Pengukuran atas
Kantor
1. ATR/BPN Republik permintaan instansi dan/
Pertanahan
Indonesia atau masyarakat untuk
mengetahui luas tanah
Satuan
Penyelenggara 1. Permohonan SIM A baru
2.
Administrasi Surat 2. Permohonan SIM C baru
Izin Mengemudi
Satuan Intelejen Kepolisian Negara Surat Keterangan Catatan
3.
dan Keamanan Republik Indonesia Kepolisian (SKCK)
1. Surat Tanda Terima
Setra Pelayanan
Laporan Polisi (STTLP)
4. Kepolisian
2. Surat Keterangan Tanda
Terpadu
Lapor Kehilangan (SKTLK)

2. Penilaian terhadap Kompetensi Kelembagaan Pelayanan Perizinan


Daerah
Sampel pada penilaian ini yakni pada DPMPTSP (Dinas Penanaman
Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu) baik di tingkat Pemerintah
Provinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota yang terdaftar menjadi
sampel kepatuhan.

I. Pemberian Penilaian Kepatuhan Standar Pelayanan Publik


Penilaian kepatuhan adalah hasil nilai rata-rata dari seluruh jumlah nilai
per-produk layanan yang ada di setiap kementerian, lembaga, dan
172

pemerintah daerah. Dengan demikian maka generalisasi dan predikat


kepatuhan diberikan kepada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah
Daerah.

J. Pengolahan Data Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik


Data kompetensi penyelenggaraan pelayanan publik diolah
menggunakan aplikasi ASIK. Jenis data pada penilaian ini merupakan
data ordinal. Output pengolahan data penilaian ini terbagi menjadi dua
bentuk yakni klasifikasi interval bertingkat dan prosentase frekuensi per-
butir soal.

1. Klasifikasi Interval Bertingkat


a. Setiap Jawaban pada kuesioner penilaian kompetensi
penyelenggaraan pelayanan publik terdiri dari tiga gradasi
jawaban berupa Rendah, Sedang, dan Tinggi. Gradasi jawaban
tersebut dikonversi menjadi nilai sebagai berikut; Rendah = 1,
Sedang = 2, Tinggi = 3;
b. Pada kuisioner tersebut terdiri dari 3 kelompok dimensi yang
masing-masing memiliki bobot sebagai berikut:
Jumlah Bobot
Dimensi
Pertanyaan (%)
Pengetahuan 5 20
Tindakan 7 40
Sumber Daya 6 40
Total 18 100

c. Mutu nilai kompetensi penyelenggara layanan

Interval Kompetensi Kinerja


Keterangan
Penyelenggara Penyelenggara

< 66,66 Kurang Baik Rendah


66,67 - 83,33 Baik Sedang
173

83,34 – 100 Sangat Baik Tinggi

2. Prosentase Frekuensi per-Butir Soal


Selain klasifikasi interval bertingkat output penghitungan juga
dikonversikan menjadi prosentase untuk tiap butir soal. Penilaian ini
menggunakan teknik pengolahan prosentase, di mana setiap soal
dihitung frekuensi jawaban yang muncul dan hasil diprosentasekan.
Adapun rumus prosentase yang digunakan adalah sebagai berikut:
F
P= × 100
N
Keterangan:
P : Prosentase Jawaban
F : Frekuensi jawaban
N : Jumlah Responden
100 : bilangan baku atau tetap

Hasil yang ingin diperoleh dari prosentase tersebut ialah


mendeskripsikan prosentase tiap butir pertanyaan untuk tiap entitas
berupa Provinsi, Kota, dan Kabupaten yang berbasis dari jawaban
penyelenggara pada Unit Pelayanan

Terpadu untuk Pemerintah Pusat dan DPMPTSP untuk Pemerintah


Daerah yang dijadikan sampel.

K. Tahap Pelaksanaan Penilaian


1. Pemberitahuan kepada Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah
Daerah
Pemberitahuan tentang rencana pelaksanaan Penilaian Kepatuhan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik oleh
Ketua Ombudsman Republik Indonesia kepada Menteri, Kepala
174

Lembaga, dan Kepala Daerah yang akan diteliti dalam bentuk Surat
Pemberitahuan.
2. Pendampingan Penerapan Hasil Kepatuhan
Bertujuan mendorong Pemerintah Daerah untuk memenuhi
komponen standar pelayanan publik. Kegiatan pendampingan
dilaksanakan di 7 (tujuh) lokasi dengan pendekatan regional.
3. Workshop Awal Kepatuhan
Workshop awal adalah pertemuan dalam rangka menyamakan
persepsi, antara perancang desain penilaian dengan para pelaksana
penilaian di Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia.
4. Pengumpulan Data
d. Pengumpulan data lapangan:
3) Pengambilan data di wilayah Ombudsman Republik Indonesia
Pusat dilakukan oleh Insan Ombudman Republik Indonesia.
Dalam hal tertentu, pengambilan data dapat dilakukan oleh
selain Insan Ombudsman Republik Indonesia yang ditentukan
melalui seleksi.
4) Pengambilan data di wilayah Perwakilan Ombusman Republik
Indonesia dilakukan oleh Insan Ombudsman Republik
Indonesia Perwakilan.
e. Pengumpulan data dilakukan tanpa memberitahukan terlebih
dahulu tentang waktu pelaksanaannya kepada Organisasi
Perangkat Daerah (OPD).
f. Sebelum melakukan pengambilan data, petugas pengambil data
menjelaskan bahwa yang bersangkutan mendapatkan penugasan
resmi dari Ombudsman Republik Indonesia. Oleh karena itu
setiap petugas diwajibkan membawa Surat Tugas dalam
melakukan observasi.
g. Apabila petugas pengambil data dihalang-halangi dalam
melakukan pengumpulan data maka:
175

3) Petugas pengambil data agar menjelaskan maksud


penugasan ini dan bahwa penugasan ini adalah resmi dari
Ombudsman Republik Indonesia,

dengan menunjukkan Surat Tugas dan Surat Keputusan


Ketua Ombudsman Republik Indonesia kepada
Menteri/Kepala Lembaga dan Kepala Daerah.
4) Asisten Penanggungjawab dan/atau Kepala Perwakilan harus
mengambil alih jika ada penolakan dari Petugas.
5) Apabila tetap tidak memperoleh kesempatan dari petugas
untuk melakukan observasi maka OPD tersebut diberikan nilai
0, dengan terlebih dahulu petugas menandatangani formulir
notifikasi penolakan pelaksanaan observasi. (Formulir
terlampir)

Penilaian terhadap Standar Pelayanan Publik


1) Penilaian di Kementerian dan Lembaga
Penilaian di Kementerian dan Lembaga adalah penilaian yang
dilakukan terhadap produk pelayanan yang diselenggarakan
oleh unit pelayanan publik di suatu Kementerian dan
Lembaga, mulai dari proses permohonan pelayanan,
pemasukan berkas sampai dengan penerbitan dokumen
izin/non perizinan. Dengan demikian maka masyarakat
datang langsung mengurus perizinan/non perizinan di UPP.
Penilaian terhadap Pelayanan di kementerian dan lembaga
menggunakan Indikator Penilaian Pelayanan
Kementerian/Lembaga.
2) Penilaian di OPD
Penilaian di OPD adalah penilaian yang dilakukan terhadap
produk pelayanan yang diselenggarakan oleh unit kerja yang
melakukan penyelenggaraan pelayanan publik di suatu OPD,
176

mulai dari proses permohonan pelayanan, pemasukan berkas


sampai dengan penerbitan dokumen izin/non perizinan.
Dengan demikian maka masyarakat datang langsung
mengurus perizinan/non perizinan di OPD. Penilaian terhadap
Pelayanan di OPD menggunakan Indikator Penilaian
Pelayanan Pemerintah Daerah.
3) Penilaian di Instansi Vertikal
• Penilaian di Instansi Vertikal adalah penilaian yang
dilakukan terhadap produk pelayanan yang
diselenggarakan oleh perangkat Kementerian atau
Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang mempunyai
lingkungan kerja di suatu wilayah, yaitu Kantor Pertanahan,
Satuan Penyelenggara Administrasi SIM, Sentra
Pelayanan Kepolisian terpadu, dan Satuan Intelkam
(Polres).

• Penilaian di Instansi Vertikal menggunakan Indikator


Penilaian Kementerian/Lembaga. Pada variabel pelayanan
terpadu, instansi vertikal dinilai terpadu dengan rincian
Kantor Pertanahan merupakan terpadu tingkat
Kementerian diberikan bobot maksimal (10), Satuan
Penyelenggara Administrasi SIM dan Satuan Intelkam, dan
SPKT (Polres) merupakan pelayanan terpadu tingkat
Direktorat Jenderal diberikan bobot (7).
4) Dalam menjawab berbagai macam kondisi lapangan yang
timbul terkait publikasi tiap indikator layanan maka diberikan
panduan teknis penegasan yakni:
• Persyaratan
Persyaratan merupakan dokumen atau hal lain yang harus
dipenuhi dalam pengurusan suatu perizinan atau non-
177

perizinan, baik persyaratan teknis maupun administratif.


Dalam hal persyaratan yang sifatnya pengujian atau
pengukuran, apabila tidak terdapat persyaratan
administratif dapat dilakukan penilaian dengan melihat
persyaratan teknis. Sebagai contoh adalah Uji KIR,
Pengujian Lampu LED, dan lain sebagainya. Hal ini
dikarenakan persyaratan yang harus dipenuhi adalah
spesifikasi barang dan produk akhir berbentuk
sertifikat/izin, sehingga persyaratan teknis menjadi acuan
utama penilaian.
• Sistem, Mekanisme, dan Prosedur
Sistem, mekanisme, dan prosedur merupakan rangkaian
proses pelayanan yang disusun secara jelas dan pasti,
yang berbentuk sebuah bagan dan secara tegas
menggambarkan tata cara yang harus ditempuh pengguna
untuk memperoleh layanan.

Pada Survei Kepatuhan Tahun 2019, sistem, mekanisme,


dan prosedur diklasifikasikan dalam 3 (tiga) bentuk:
1. Bentuk Perizinan Berusaha Online Single Submission
(OSS) menggunakan alur mekanisme sesuai dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara
Elektronik. Dalam hal produk pelayanan perizinan
berusaha yang seharusnya sudah menggunakan OSS
(namun pada realisasinya belum menggunakan OSS),
maka seluruh standar pelayanan dianggap ada kecuali
sistem, mekanisme, prosedur;
2. Bentuk Perizinan Berusaha Non-OSS menggunakan
alur mekanisme pada masing-masing DPMPTSP.
Sebagai contoh adalah Izin Apoteker, Rekomendasi
178

Teknis Bahan Pangan, Surat Pernyataan


Pengendalian Lingkungan, Izin Usaha Eksplorasi
Pertambangan, dan lain sebagainya;
3. Bentuk Perizinan Non-Berusaha menggunakan
menggunakan alur mekanisme pada masing-masing
DPMPTSP atau OPD. Sebagai contoh Rekomendasi
BPJS, Izin Panti Sosial, Izin Pengangkatan Anak, Kartu
Keluarga, Kartu Pencari Kerja (AK-1), Surat Penelitian
(Badan Kesatuan Bangsa dan Politik).
• Produk Pelayanan
Produk Pelayanan merupakan informasi daftar jenis
layanan yang diselenggarakan oleh Unit Pelayanan. Jika
unit tersebut memiliki lebih dari 1 (satu) produk layanan
administratif, ketersediaan indikator produk layanan
haruslah berisi lebih dari satu produk layanan yang
berbentuk daftar produk layanan yang disediakan oleh unit
layanan tersebut. Bentuk daftar produk layanan bisa
divariasikan dengan menambahkan item standar layanan
lainya seperti persyaratan, biaya ataupun jangka waktu per-
tiap produk layanan secara satu kesatuan.

Terkait dengan jumlah produk layanan yang ditampilkan,


pada dasarnya sedapat mungkin menampilkan seluruh
produk yang diselenggarakan, walaupun pada tahun
berjalan produk layanan dapat bertambah dan berkurang.
Data produk layanan yang dikeluarkan oleh unit atau OPD
tersebut yang menjadi dasar acuan.
• Jangka Waktu Penyelesaian
Jangka waktu penyelesaian merupakan tenggat waktu
pemberian layanan oleh penyelenggara layanan.
179

Jika pengguna layanan mengurus izin dan rekomendasi


berada pada satu Dinas (DPMPTSP), maka jangka waktu
pelayanannya disatukan.

Jika pengguna layanan membutuhkan rekomendasi teknis,


namun pemrosesan rekomendasi teknis dilakukan oleh
pengguna layanan sendiri

ke Dinas Teknis, maka jangka waktu layanan yang


digunakan ialah jangka waktu layanan di dinas teknis
tersebut, serta produk layanan merupakan produk layanan
dinas teknis tersebut, bukan produk layanan DPMPTSP.
• Biaya/Tarif
Biaya/tarif merupakan beban yang dikenakan kepada
masyarakat atau pengguna layanan dalam mengurus
dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara
layanan. Terhadap layanan yang diselenggarakan secara
cuma-cuma, Penyelenggara Layanan tetap wajib untuk
mencantumkan “gratis” atau tidak dibebankan biaya.

Apabila biaya yang dikenakan dapat bervariasi dengan


mempertimbangkan luas wilayah, biaya zonasi, maka yang
dicantumkan dalam standar layanan adalah rumus dan
klasifikasi wilayah maupun zonasi tersebut.
• Maklumat Pelayanan
Maklumat Pelayanan merupakan pernyataan kesanggupan
dan kewajiban Penyelenggara Layanan untuk
melaksanakan pelayanan sesuai dengan standar
pelayanan. Di dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman
180

Standar Pelayanan, hal-hal yang perlu dimuat dalam


Maklumat Pelayanan adalah:
1. Pernyataan janji dan kesanggupan untuk
melaksanakan pelayanan sesuai dengan Standar
Pelayanan;
2. Pernyataan memberikan pelayanan sesuai dengan
kewajiban akan melakukan perbaikan secara terus-
menerus;
3. Pernyataan kesediaan untuk menerima sanksi,
dan/atau memberikan kompensasi apabila pelayanan
yang diberikan tidak sesuai standar.

Maklumat Pelayanan dianggap tersedia jika maklumat


pelayanan yang tersedia dicantumkan minimal 2 unsur,
yaitu angka 1 dan 3.

• Sistem Informasi Pelayanan Publik (SIPP)


1. Menggunakan gradasi penilaian. SIPP dalam bentuk
non-elektronik (booklet, brosur, leaflet, pamphlet,
banner, X banner, monitor offline) bernilai 6.00 dengan
catatan minimal mencantumkan 80% dari produk

layanan di unit tersebut, tersedia di unit layanan dan


mudah diakses oleh pengguna layanan, sedangkan
SIPP dalam bentuk elektronik (website/aplikasi resmi
pemerintah) bernilai 12.00;
2. Minimal menginformasikan 3 (tiga) indikator pada
variabel standar layanan. Contohnya adalah produk
layanan dan biaya, dan/ atau jangka waktu dan/ atau
persyaratan dan/ atau alur di unit layanan.
181

• Ketersediaan Sarana Khusus bagi Pengguna Layanan


Berkebutuhan Khusus
Salah satu fasilitas tersedia maka penilaian dianggap ada
(ram, rambatan, kursi roda, jalur pemandu, toilet khusus/
ruang menyusui, dan lain sebagainya).
• Ketersediaan Pelayanan Khusus bagi Pengguna Layanan
Berkebutuhan Khusus
Pelayanan khusus dapat berupa antrian khusus, loket
khusus yang dapat menjadi layanan umum dan dapat juga
menjadi layanan khusus atau petugas yang dibekali
keahlian khusus (dapat dibuktikan dengan SK). Terdapat
tanda/tulisan antrian khusus dan loket khusus.
• Ketersediaan Informasi Prosedur Penyampaian
Pengaduan
Selain mencantumkan skema/alur pengaduan, juga
mencantumkan jangka waktu atau notifikasi ditanggapi/
diterimanya sebuah pengaduan.
• Ketersediaan Pejabat/Petugas Pengelola Pengaduan
Dianggap tersedia jika terdapat SK dan kehadiran fisik
Pejabat/Petugas. Jika Pejabat/Petugas berhalangan,
seharusnya terdapat orang yang menggantikan. Apabila
Petugas yang menggantikan ada namun tidak terdapat SK,
maka pada penilaian dianggap tidak ada.

Foto yang diunggah ke ASIK adalah SK. Apabila SK ada


namun ketika enumerator turun lapangan tidak ditemukan
Petugas, maka SK tidak perlu diunggah dan dianggap tidak
ada.
• Ketersediaan Sarana Pengukuran Kepuasan Pelanggan
Yang diunggah ke ASIK adalah instrumen pengumpul data.
• Ketersediaan Visi dan Misi
182

Penilaian dapat dilakukan terhadap visi dan misi Dinas


terkait mapun visi misi Kepala Daerah.

• Ketersediaan Petugas Penyelenggara Menggunakan ID


Card
Untuk indikator ini, enumerator dapat melakukan penilaian
pada Petugas Front Office saja.

Penilaian terhadap Kompetensi Organisasi pada Pelayanan


Perizinan Daerah
1) Pengumpulan data dalam Penilaian ini menggunakan metode
wawancara dan verifikasi berkas
• Wawancara dengan jenis pertanyaan terbuka adalah
wawancara berdasarkan instrumen Penilaian berupa
pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun telah
disiapkan, namun jawaban tersebut tidak diberitahukan
kepada responden dikarenakan pilihan jawaban yang
tersedia tersebut menjadi pilihan untuk pewawancara untuk
menafsirkan atau menginterpretasikan dari jawaban
responden.
• Responden hanya diajukan berupa pertanyaan dan tidak
untuk memilih jawaban sehingga responden menjawab
sesuai dengan tingkat pengetahuan yang ia ketahui serta
tindakan yang ia lakukan. (lembar isian responden
terlampir).
• Verifikasi berkas ditujukan pada pertanyaan yang
membutuhkan data-data dokumen yang valid dan
disesuaikan dengan parameter sehingga dapat
menentukan jawaban yang pasti dari butir pertanyaan
tersebut.
183

2) Responden dalam Penilaian Kompetensi Organisasi


Khusus untuk pertanyaan pada dimensi pengetahuan,
Responden tidak hanya terpaku pada satu orang semata,
tetapi pewawancara menanyakan kepada Pegawai di Dinas
tersebut secara holistik, yang terdiri dari unsur:
• Kepala Dinas/Kepala Bidang/Kepala Seksi/Staf pada unit
pelayanan dan perizinan;
• Petugas Administrasi DPMPTSP (Front Line)
• Petugas Administrasi DPMPTSP (Back Office)

Masing-masing unsur sebanyak 1 (satu) orang, sehingga total


terdapat 3 (tiga) orang Responden tiap DPMPTSP.
3) Pengumpulan Data terkait Rekapitulasi Data Gender
Data terkait rekapitulasi data gender diambil di PTSP dan Unit
Penanganan Perempuan dan Anak di Polres. Data yang
diambil instansi tersebut antara lain:

• Jumlah Pengguna layanan laki-laki dan perempuan tahun


2018;
• Jumlah Pengadu layanan laki-laki dan perempuan tahun
2018;
• Jumlah Pengadu layanan laki-laki dan perempuan yang
ditindaklanjuti tahun 2018;
• Jumlah Petugas pengelola pengaduan laki-laki dan
perempuan tahun 2018.
Hasil pengumpulan data diinput ke dalam laman
https://tinyurl.com/datagender2019. Klasifikasi Data adalah
tidak ada data/0/ jumlah nominal (10,15, dst.).
5. Input Data ASIK
Hasil observasi standar pelayanan publik dan wawancara terhadap
Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang berupa data
184

checklist, bukti foto, dan jawaban hasil wawancara diinput oleh


Petugas Pengambil Data ke dalam sistem ASIK melalui laman asik-
v2.ombudsman.go.id. Jika data checklist dan hasil wawancara
sudah selesai diisi dan bukti foto sudah selesai diunggah, maka data
dikirim ke dalam sistem dengan cara mengklik tombol KIRIM.
6. Verifikasi Data ASIK oleh Kepala Perwakilan dan/atau Asisten
Penanggungjawab Kepatuhan
Setelah Ketua Tim Penelitian di Pusat dan Daerah (Kepala
Perwakilan) memperoleh keyakinan bahwa data observasi dan
wawancara yang diambil oleh Petugas Pengambil Data adalah valid,
maka selanjutnya dilakukan verifikasi terhadap data yang sudah
dikirim oleh Petugas Pengambil Data ke dalam ASIK, yaitu dengan
cara memastikan bahwa data instansi yang ditulis benar dan lengkap,
serta data checklist dengan bukti foto yang diunggah sesuai (sinkron)
dan hasil wawancara benar. Apabila sudah dirasa pasti maka Ketua
Tim melakukan verifikasi dengan cara mengklik tombol VERIFIKASI
pada sistem ASIK.
7. Penjaminan Mutu Kepatuhan
Tujuan dilakukannya Penjaminan Mutu adalah agar diperoleh
keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan penugasan Penilaian
Kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik telah memenuhi standar yang dipersyaratkan.
Kegiatan Penjaminan Mutu pelaksanaan Penilaian Kepatuhan
terhadap Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Publik dilakukan oleh Tim Penjaminan Mutu Penilaian Kepatuhan,
yang terdiri dari unsur Insan Ombudsman Republik Indonesia di
Pusat yang kemudian hasil penjaminan mutu disampaikan kepada
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia.
Tujuan dilakukannya Penjaminan Mutu adalah:
e. Meyakinkan validitas data yang sudah masuk ke Aplikasi Sistem
Informasi Kepatuhan (ASIK).
185

f. Memantau pelaksanaan rencana Penilaian Kepatuhan dan


menginventarisir hambatan/kendala yang dihadapi oleh Pusat
maupun Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia.
g. Mengevaluasi pelaksanaan Penilaian Kepatuhan apakah telah
sesuai dengan Pedoman/ Petunjuk Pelaksanaan Penilaian
Kepatuhan yang berlaku dan dapat diselesaikan sesuai dengan
rencana, dan kendala dalam pelaksanaan Penilaian Kepatuhan.
h. Memberikan rekomendasi/saran yang diperlukan baik atas
pelaksanaan Penilaian Kepatuhan yang sedang berjalan, maupun
dalam rangka penyempurnaan pengendalian, penugasan
Penilaian Kepatuhan serta petunjuk pelaksanaan Penilaian
Kepatuhan (saran perbaikan pelayanan publik).

Penjaminan Mutu mencakup antara lain:


c. Review terhadap validasi data lapangan yang sudah masuk ASIK
• Memastikan kebenaran data Unit Layanan Publik di ASIK
dengan kondisi di lapangan
• Kesesuaian data check list di ASIK dengan kondisi di
lapangan
• Kesesuaian data bukti foto di ASIK dengan kondisi di
lapangan
• Kesesuaian data wawancara tentang Kompetensi
Penyelenggaraan Pelayanan Publik dengan kondisi di
lapangan

d. Review terhadap pelaksanaan kegiatan Penilaian Kepatuhan:


• Kesesuaian pelaksanaan dengan pedoman/ petunjuk
pelaksanaan
• Permasalahan yang dihadapi ketika dilapangan
• Kesesuaian pelaksanaan dengan target
• Kesesuaian pelaksanaan dengan jadwal
186

• Identifikasi masalah-masalah pengelolaan dan pelaksanaan


serta berbagai permasalahan yang ditemui dalam proses
Penilaian Kepatuhan.

8. Finalisasi Data
Data pada ASIK yang sudah diverifikasi oleh Ketua Tim Penilaian di
Pusat dan Daerah akan difinalisasi oleh Tim Finalisasi Data, apabila
terdapat data yang kurang dan/atau tidak jelas dan/atau tidak sinkron
maka Tim akan mengembalikan data tersebut untuk diperbaiki lalu
dikirim ulang oleh Asisten Penanggung Jawab Kepatuhan dan
diverifikasi ulang oleh Ketua Tim.
9. Pengolahan dan Analisis Data
Data lapangan yang sudah masuk ke dalam sistem ASIK akan
dilakukan cleaning data, diolah, dan dianalisis untuk memperoleh
hasil Penilaian tentang kepatuhan standar pelayanan publik dan
Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik.
10. Workshop Hasil Kepatuhan
Workshop hasil Penilaian adalah kegiatan penyamaan data dan
persepsi antara Tim Pusat dan Tim Perwakilan terhadap hasil
Penilaian Kepatuhan tahun 2019 sebelum disampaikan kepada
Instansi terkait dan publik.
11. Penyusunan Laporan Hasil Kepatuhan
Laporan Hasil Kepatuhan terhadap Komponen Standar Pelayanan
Publik adalah laporan resmi kelembagaan Ombudsman Republik
Indonesia yang berisi mengenai hasil Penilaian Ombudsman
Republik Indonesia terhadap Standar Pelayanan Publik dan
Kompetensi Penyelenggaraan Pelayanan Publik serta saran
perbaikan terhadap kebijakan dan/atau implementasi pelayanan
publik kepada Presiden/Kepala Daerah, DPR/DPRD, Menteri/Kepala
Lembaga sebagaimana kewenangan Ombudsman Republik
Indonesia dalam Pasal 8 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008
187

tentang Ombudsman Republik Indonesia. Laporan disusun oleh


Insan Ombudsman Republik Indonesia, namun apabila diperlukan
dapat ditulis oleh pihak di luar Insan Ombudsman Republik Indonesia
yang dipilih melalui seleksi.
12. Persiapan Pemberian Predikat Kepatuhan
Tim Kepatuhan Pusat mempersiapkan dokumen terkait pemberian
Predikat Kepatuhan yang akan diberikan Kementerian, Lembaga dan
Kepala Daerah.
Teknis pemberian Predikat Kepatuhan akan ditentukan kemudian
dengan memperhatikan fleksibilitas, kondisi, dan ketersediaan
anggaran, serta akan diberitahukan lebih lanjut.
188

Lampiran 6. Curriculum Vitae

Anda mungkin juga menyukai