Anda di halaman 1dari 182

DAMPAK PEMEKARAN KECAMATAN PELAIHARI TERHADAP

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK PADA KANTOR KECAMATAN


BAJUIN KABUPATEN TANAH LAUT

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Guna Mencapai Derajat S-1

YUDA NOOR PRATAMA


1710413210032

Program Studi Ilmu Pemerintahan

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
BANJARMASIN
2021
ABSTRAK

Yuda Noor Pratama, 1710413210032, 2021: “Dampak Pemekaran Kecamatan


Pelaihari Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Kecamatan Bajuin
Kabupaten Tanah Laut”. Dibawah bimbingan Gazali Rahman.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak pemekaran Kecamatan
Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin
Kabupaten Tanah Laut. Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, pengkajian dokumen, dan
wawancara secara mendalam dengan beberapa informan terkait pembahasan
penelitian ini. Serta ditunjang dengan data primer dan sekunder yang diperoleh
selama penelitian yang tentunya berhubungan langsung dengan topik penelitian
ini. Penelitian ini menggunakan teori penilaian dampak yang dikemukakan oleh
Ernest R Alexander (dalam Aminudin, 2007) yaitu before and after comparisons
(sebelum dan sesudah perbandingan) dengan lima dimensi pengukuran kualitas
pelayanan publik berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh Zeithaml dkk
(dalam Dwiyanto, 2014) yaitu tangible (berwujud), reliability (kehandalan),
responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan empathy (empati).
Penggabungan teori ini mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan
antara kondisi kualitas pelayanan publik sebelum dan kondisi sesudah
dilakukannya pemekaran, sehingga dampak dari pemekaran terhadap kualitas
pelayanan publik dapat dengan mudah dibandingkan dan diberikan penilaian.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, maka penelitian mengenai dampak
pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor
Kecamatan Bajuin menunjukkan bahwa, dari 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan
publik yang digunakan yaitu tangible (berwujud), reliability (kehandalan),
responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan) dan empathy (empati), masih
ada beberapa indikator-indikator dalam dimensi tersebut yang perlu diperbaiki
setelah dilakukannya pemekaran, khususnya dalam dimensi tangible (berwujud),
reliability (kehandalan) dan responsiveness (ketanggapan) pada pelayanan
kecamatan yang berbasis aplikasi/online.
Perlu adanya perhatian dari pemerintah Kabupaten Tanah Laut mengenai
kurangnya fasilitas penunjang yaitu jaringan internet pada wilayah Kantor
Kecamatan Bajuin yang membuat respon petuas dalam menanggapi masyarakat
yang menggunakan pelayanan berbasis aplikasi/online menjadi kurang maksimal
selain itu koordinasi dan proses transfer data maupun informasi antar kecamatan
maupun ke pusat akhirnya juga menjadi kurang maksimal. Kepada Kecamatan
Bajuin atau unsur terkait agar dapat mengadakan pelatihan terhadap petugas atau

i
aparatur pada Kantor Kecamatan Bajuin, agar semua petugas/aparatur dapat
memahami dan handal dalam menggunakan alat bantu dalam pelayanan guna bisa
memberikan pelayanan secara maksimal.
Kata Kunci : Pemekaran Wilayah, Dampak, Kualitas Pelayanan Publik
Kantor Kecamatan Kecamatan Bajuin

ii
ABSTRACT

Yuda Noor Pratama, 1710413210032, 2021: "The Impact of the


Expansion of Pelaihari District on the Quality of Public Services at the Bajuin
District Office, Tanah Laut Regency". Under the guidance of Gazali Rahman.
This study aims to determine the impact of the expansion of Pelaihari
District on the quality of public services at the Bajuin District Office, Tanah Laut
Regency. The type of research used in this research is descriptive using a
qualitative approach. Data collection techniques were carried out by means of
observation, document review, and in-depth interviews with several informants
related to the discussion of this research. It is also supported by primary and
secondary data obtained during the research which are of course directly related
to the topic of this research. This study uses the impact assessment theory
proposed by Ernest R Alexander (in Aminudin, 2007) namely before and after
comparisons (before and after comparison) with five dimensions of measuring the
quality of public services based on indicators proposed by Zeithaml et al (in
Dwiyanto, 2014), namely tangible (tangible), reliability (reliability),
responsiveness (responsiveness), assurance (guarantee) and empathy (empathy).
Incorporating this theory examines an object of research by comparing the
condition of the quality of public services before and after the expansion, so that
the impact of the expansion on the quality of public services can be easily
compared and given an assessment.
Based on the results of research in the field, research on the impact of the
expansion of Pelaihari District on the quality of public services at the Bajuin
District Office shows that, of the 5 (five) dimensions of public service quality
used, namely tangible, reliability, responsiveness. , assurance (guarantee) and
empathy (empathy), there are still some indicators in these dimensions that need
to be improved after the expansion, especially in the dimensions of tangible
(tangible), reliability (reliability) and responsiveness (responsiveness) in
application-based sub-district services /on line.
There needs to be attention from the Tanah Laut Regency government
regarding the lack of supporting facilities, namely the internet network in the
Bajuin District Office area which makes the response of officers in responding to
people who use application/online-based services less than optimal in addition to
the coordination and process of transferring data and information between sub-
districts and to other areas. center eventually also becomes less than the
maximum. To Bajuin District or related elements in order to be able to conduct
training for officers / apparatus at the Bajuin District Office, so that all officers

iii
or apparatus can understand and are reliable in using assistive devices in service
in order to provide maximum service.
Keywords : Regional Expansion, Impact, Quality of public services in Bajuin
District

iv
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahim….

Segala puji dan syukur, penulis panjatkan kepada Allah SWT, tempat dimana

penulis mengabdi sebagai hamba serta menggantungkan segala do’a dan harapan.

Hanya kepada rahmat, hidayah, dan keridhaan-Nya lah penulis memiliki

kemauan, kemampuan, kesempatan, dan kemudahan untuk menyelesaikan Skripsi

ini yang berjudul “Dampak Pemekaran Kecamatan Pelaihari Terhadap

Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten

Tanah Laut”. Skripsi ini diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar

Sarjana (S1) pada Jurusan Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat. Shalawat serta salam penulis

sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidaklah mudah dan

membutuhkan waktu yang tidak singkat. Selama penyusunan Skripsi ini, penulis

menemukan berbagai hambatan dan tantangan, namun hambatan dan tantangan

tersebut dapat teratasi berkat tekad yang kuat, segala upaya dan usaha yang keras

serta tentunya dukungan tenaga, pikiran dan doa dari berbagai pihak.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada

semua pihak yang sudah meluangkan waktu, membantu tenaga dan pikiran dalam

menyelesaikan Skripsi ini, diantaranya :

1. Bapak Prof. Dr. H Sutarto Hadi M.Si, M.Sc. selaku Rektor Universitas

Lambung Mangkurat.

v
2. Bapak Prof. Dr. H. Asmu’i, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat.

3. Bapak Dr. Mahyuni, M.AP selaku Ketua Program Studi Jurusan Ilmu

Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung

Mangkurat .

4. Bapak Gazali Rahman, S.Sos, M.Si. selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat sekaligus selaku

Dosen Pembimbing atau Penguji I Skripsi saya.

5. Dr. Jamaluddin, M.Si selaku Dosen Penelaah atau Penguji II yang telah

memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Orang tua saya yaitu Ayah tercinta Dwi Basuki dan Ibu tercinta

Saptiningsih yang telah memberikan dukungan dan do’a nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat dan kerabat serta seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan

satu-persatu, Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lambung Mangkurat

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu.

Dan semoga Skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Amin Ya Rabbal’alamin…

Pelaihari, Desember 2021


Hormat saya,

Yuda Noor Pratama

vi
DAFTAR ISI

No. Judul Hal

ABSTRAK ........................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ...................................................................................... v

DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii

DAFTAR TABEL ............................................................................................. xii

DAFTAR BAGAN ............................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................... 7

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................... 8

1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ..................................................................... 9

2.2 Desentralisasi dan Otonomi........................................................... 12

2.2.1. Desentralisasi..................................................................... 12

2.2.2. Jenis-Jenis Desentralisasi .................................................. 13

2.2.3. Otonomi Daerah................................................................. 14

2.2.4. Prinsip Otonomi Daerah..................................................... 16

2.3 Pemekaran Kecamatan................................................................... 17

2.3.1. Pengertian Pemekaran........................................................ 17

vii
2.3.2. Tujuan Pemekaran.............................................................. 19

2.3.3. Pengertian Kecamatan........................................................ 20

2.3.4. Syarat Pemekaran Kecamatan............................................ 22

2.4 Dampak Pemekaran ...................................................................... 24

2.4.1 Pengertian Dampak.............................................................. 24

2.4.2 Dampak Pemekaran Wilayah................................................ 26

2.5 Pelayanan Publik ........................................................................... 31

2.5.1. Pengertian Pelayanan Publik ............................................. 31

2.5.2. Prinsip dan Asas Pelayanan Publik ................................... 33

2.5.3. Unsur-Unsur Pelayanan Publik ......................................... 37

2.5.4. Jenis-Jenis Pelayanan Publik ............................................ 39

2.5.5. Kualitas Pelayanan Publik ................................................ 42

2.5.6. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan.............. 45

2.5.7. Dimensi dan Indikator Pelayanan Publik........................... 46

2.6 Kerangka Pemikiran ..................................................................... 52

BAB III METODE PENELITIAN.................................................................. 55

3.1 Pendekatan Penelitian ................................................................... 55

3.2 Tipe penelitian .............................................................................. 56

3.3 Informan Penelitian........................................................................ 56

3.4 Instrumen Penelitian ..................................................................... 58

3.5 Fokus Penelitian ............................................................................ 58

3.6 Sumber Data.................................................................................. 69

3.7 Teknik Pengumpulan Data............................................................. 60

viii
3.8 Teknik Analisis Data .................................................................... 61

3.9 Lokasi Penelitian............................................................................ 65

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN............................. 66

4.1 Kabupaten Tanah Laut ................................................................... 66

4.1.1 Keadaan Geografis................................................................. 66

4.1.2 Keadaan Penduduk ................................................................ 69

4.2 Kecamatan Bajuin .......................................................................... 72

4.2.1 Keadaan Geografis ................................................................ 72

4.2.2 Keadaan Penduduk................................................................. 74

4.2.3 Keadaan Sosial Budaya.......................................................... 75

4.2.4 Keadaan Kesehatan .............................................................. 77

4.2.5 Keadaan Pendidikan.............................................................. 78

4.2.6 Pemerintah Kecamatan Bajuin.............................................. 80

1. Visi dan Misi ..................................................................... 80

2. Struktur Organisasi ........................................................... 81

3. Tugas Pokok dan Fungsi ................................................... 83

4. Jenis Pelayanan ................................................................. 100

5. Program dan Kegiatan ...................................................... 101

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.................................. 104

5.1 Hasil Penelitian.............................................................................. 104

1. Dimensi Tangible (Berwujud) .................................................

2. Dimensi Reliability (Kehandalan) ...........................................

ix
3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) .................................

4. Dimensi Assurance (Jaminan) .................................................

5. Dimensi Empathy (Empati) ....................................................

5.2 Pembahasan Penelitian................................................................... 135

1. Dimensi Tangible (Berwujud) .................................................

2. Dimensi Reliability (Kehandalan) ...........................................

3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) .................................

4. Dimensi Assurance (Jaminan) .................................................

5. Dimensi Empathy (Empati) ....................................................

BAB VI PENUTUP .......................................................................................... 147

6.1 Kesimpulan....................................................................................... 147

6.2 Saran................................................................................................. 150

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 152

LAMPIRAN ...................................................................................................... 154

x
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal

Tabel 2.1 Penyelenggara Pelayanan .................................................................. 42

Tabel 4.1 Jumlah Desa/Kelurahan, Luas, dan Persentase Wilayah Kecamatan

Terhadap Luas Kabupaten Menurut Kecamatan di Kabupaten

Tanah Laut ......................................................................................... 68

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelurahan di

Kabupaten Tanah Laut ...................................................................... 71

Tabel 4.3 Luas Daerah dan Persentase terhadap Luas Kecamatan Menurut

Desa di Kecamatan Bajuin ................................................................ 73

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Desa di

Kecamatan Bajuin.............................................................................. 75

Tabel 4.5 Klasifikasi Agama yang Dianut Menurut Kelurahan/Desa

Berdasarkan Jumlah Penduduk di Kecamatan Bajuin, 2019 ............ 76

Tabel 4.6 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Bajuin ......................................... 78

Tabel 4.7 Jumlah Desa yang Memiliki Fasilitas Sekolah Menurut Desa

dan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Bajuin ................................. 79

Tabel 4.8 Program dan Kegiatan Serta Pagu Anggaran Kecamatan

Bajuin Tahun 2020 ........................................................................... 102

xi
DAFTAR BAGAN

No. Judul Hal

Bagan 2.1 Alur Pemekaran Kecamatan ............................................................ 23

Bagan 2.2 Arah dan Strategi Pelayanan ............................................................ 35

Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran......................................................................... 54

Bagan 3.1 Skema Teknik Analisis Data Miles dan Huberman ........................ 62

Bagan 4.1 Struktur Organisasi Kantor Kecamatan Bajuin ............................... 82

xii
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal

Lampiran 1 Perda Tanah Laut No 2 Tahun 2008 ............................................. 155

Lampiran 2 Pedoman Wawancara ................................................................... 166

Lampiran 3 Foto-Foto Dokumentasi ................................................................ 174

Lampiran 4 Peta Wilayah Kabupaten Tanah Laut ........................................... 178

Lampiran 5 Peta Wilayah Kabupaten Tanah Laut ........................................... 179

Lampiran 6 Peta Wilayah Kecamatan Bajuin .................................................. 180

Lampiran 7 Surat Izin Penelitian ..................................................................... 181

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemekaran daerah di Indonesia mulai dilakukan setelah memasuki era

reformasi tepatnya semenjak disahkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014 yang telah dilakukan amandemen dari UU No 32 Tahun 2004 dan UU

No 22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Sebelumnya, hubungan pusat

dan daerah memiliki sistem sentral yaitu berbagai kewenangan pemerintahan

banyak dilakukan oleh pemerintah pusat. Dengan adanya kebijakan ini, maka

hubungan pusat dan daerah mengalami perubahan sistem yang awalnya

sentralisasi menjadi desentralisasi sehingga beberapa kewenangan dan

kebijakan pemerintah pusat diserahkan kepada pemerintah daerah, oleh sebab

itu kebijakan pemekaran menjadi salah satu solusi untuk bisa menghadirkan

pemerintah yang makin dekat dengan masyarakatnya di dalam sistem

desentralisasi.

Desentralisasi itu sendiri merupakan penyerahan perencanaan,

pengambilan keputusan, atau kewenangan administratif dari pemerintah pusat

kepada organisasinya di lapangan, unit-unit administrasi lokal, organisasi

semi otonom dan pemerintah lokal atau pemerintah daerah. Sedangkan

otonomi daerah merupakan sebagian kewenangan pusat yang diberikan

kepada daerah untuk bisa mengatur dan mengurus sendiri urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya. Hal ini dimaksudkan agar

1
2

pemerintah daerah dapat meningkatkan kemandiriannya dalam mengelola dan

membangun daerahnya sendiri, memiliki tanggung jawab terhadap,

menentukan alokasi anggaran dan mendorong partisipasi masyarakat di

daerah dalam kegiatan pembangunan dan kemasyarakatan. Penyelenggaraan

otonomi daerah selalu berpedoman pada peningkatan kesejahteraan

masyarakatnya, dengan selalu memperhatikan kepentingan dan aspirasi yang

berkembang di masyarakat. Selain itu penyelenggaraan otonomi daerah juga

harus mampu memiliki koordinasi yang baik antara daerah dengan pusat,

harus mampu memelihara dan menjaga keutuhan wilayah negara serta

bersama-sama menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam

rangka mewujudkan tujuan negara.

Dengan adanya kewenangan otonomi daerah maka muncul paradigma

pemekaran daerah, pemekaran itu sendiri merupakan wilayah teritorial sebuah

komunitas yang memisahkan diri dari sebuah wilayah induk dan membangun

wilayahnya sendiri menjadi entitas baru yang mempunyai kedaulatan politik

sendiri. Pemekaran daerah dapat memaksimalkan pemanfaatan potensi

daerah, pemerataan pembangunan daerah, mempercepat proses pelaksanaan

pembangunan, meningkatkan pelayanan publik, serta mempercepat

kesejahteraan masyarakat.

Pelayanan publik merupakan segala kegiatan pelayanan yang

diberikan kepada penyelenggara pelayanan publik yang berupa pemenuhan

barang atau jasa sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan publik atau

penerima pelayanan. Sejak awal era reformasi dan otonomi daerah tuntutan
3

akan pelayanan publik yang berkualitas semakin kuat, sehingga

penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas (prima) sudah seharusnya

diwujudkan dan tidak bisa ditawar lagi.

Peningkatan pelayanan publik merupakan salah satu tujuan utama dari

dilakukannya pemekaran daerah. Berhasil tidaknya konsep otonomi daerah

bisa dilihat dari kinerja pelayanan publik yang menjadi dimensi strategis

dalam sebuah penilaian. Pemberian wewenang penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan dan pelayanan publik kepada kabupaten atau kota membuat

daerah memiliki peluang untuk menyelenggarakan kegiatan pemerintahan dan

pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan dinamika masyarakatnya.

Namun terkadang dengan terlalu luasnya ruang lingkup pelayanan publik bisa

menimbulkan antre yang panjang. Hal ini membuat beberapa wilayah yang

dengan luas wilayahnya tersebut menuntut dan menginginkan dilakukannya

pemekaran daerah atau wilayah agar pelayanan publik di wilayah tersebut

dapat menjadi lebih baik, merata dan efektif.

Pemekaran kecamatan merupakan pemecahan satu wilayah kecamatan

menjadi dua atau lebih dengan pertimbangan karena keluasan wilayahnya,

kondisi geografis, pertumbuhan jumlah penduduk, efektivitas dan efisiensi

dalam pelayanan publik serta kondisi sosial politik yang ada. Pemekaran

kecamatan secara teoritis dapat dikatakan adalah suatu proses pembagian

wilayah administratif yaitu daerah otonom yang sudah ada menjadi dua atau

lebih daerah otonom. Sehingga dapat dikatakan bahwa pemekaran kecamatan

di Indonesia adalah pembentukan wilayah administratif baru di bawah


4

kabupaten atau kota. Kebijakan pemekaran kecamatan sesungguhnya

memiliki dampak yang positif bagi kecamatan yang baru dibentuk yaitu

antara lain mendekatkan masyarakat terhadap pusat pelayanan, meningkatkan

hubungan antara pemerintah dan masyarakat, memaksimalkan pemanfaatan

potensi yang dimiliki, memperluas dan memajukan pembangunan,

mempercepat pertumbuhan kehidupan demokrasi, serta menunjang

kesejahteraan masyarakatnya. Selain itu pemekaran juga mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat dan menjawab beberapa persoalan yang ada di

masyarakat.

Kebijakan pemekaran kecamatan ini kemudian juga dilakukan oleh

pemerintah Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2008 lalu, ada dua kecamatan

baru yang berhasil dibentuk dalam kebijakan tersebut, yaitu dengan

dibentuknya Kecamatan Bajuin yang merupakan hasil dari pemekaran

Kecamatan Pelaihari dan selain itu juga ada Kecamatan Bumi Makmur yang

merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Kurau. Kebijakan ini telah diatur

dalam Perda Tanah Laut Nomor 2 dan 3 tahun 2008 tentang pembentukan

Kecamatan Bajuin dan Bumi Makmur. Namun pada penelitian kali ini setelah

penulis melakukan observasi, penulis memilih Kecamatan Bajuin yang

merupakan hasil pemekaran Kecamatan Pelahari sebagai lokasi untuk

dilakukannya penelitian. Hal ini karena penulis merasa tertarik terhadap

masalah yang jarang terjadi pada sebuah pemekaran wilayah kecamatan yang

peneliti temukan di Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut.


5

Kebijakan pemekaran Kecamatan Pelaihari ini terjadi karena terlalu

luasnya wilayah Kecamatan Pelaihari sebelumnya, sehingga membuat

pelayanan publik, pembangunan daerah, serta kesejahteraan masyarakat

masih lambat dan tidak merata. Hal ini juga yang termasuk dirasakan oleh

masyarakat wilayah Bajuin karena memiliki jarak yang cukup jauh dari pusat

kecamatan dan pelayanan publik yang diberikan sebelumnya. Selain itu

jumlah penduduk dengan jumlah aparatur pemerintah sebagai penyelenggara

pelayanan tidak sesuai, sehingga penyelenggara pelayanan dan masyarakat

yang diberikan pelayanan merasa kewalahan dan tidak puas. Dengan adanya

pemekaran kecamatan ini diharapkan bisa membawa perubahan yang lebih

baik bagi masyarakat Kecamatan Bajuin maupun Kecamatan Pelaihari. Oleh

karena itu semua itu membutuhkan hubungan dan dukungan kerja sama yang

baik antara pemerintah kecamatan dan masyarakat sehingga tujuan

pemekaran ini dapat terpenuhi dengan baik.

Setelah peneliti melakukan observasi, kebijakan pemekaran

Kecamatan Pelaihari ini merupakan kebijakan yang pada dasarnya

disebabkan karena adanya tuntutan masyarakat atas kualitas pelayanan publik

yang makin baik dan cepat, hal ini juga tercantum di dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Tanah Laut Nomor 02 Tahun 2008. Dengan adanya tuntutan

masyarakat ini maka mengharuskan pemerintah daerah untuk menghadirkan

pemerintahan yang makin dekat dengan masyarakatnya. Namun dibalik itu

semua Kecamatan Bajuin sebagai kecamatan yang baru dibentuk memiliki

kendala dalam mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas setelah


6

dilakukannya pemekaran. Lokasi kantor kecamatan yang masih belum terlalu

terjangkau jaringan internet menjadi salah satu penghambat Kantor

Kecamatan Bajuin dalam menjalankan kegiatan pemerintahan dan

memberikan pelayanan. Teknologi dalam sistem pemerintahan sangat penting

dalam mendukung berjalannya kegiatan pemerintahan, termasuk ketersediaan

jaringan internet yang merupakan unsur wajib dalam penggunaan teknologi

itu sendiri. Dengan tidak adanya ketersediaan jaringan internet yang memadai

di Kantor Kecamatan Bajuin maka fasilitas dan pelayanan yang diberikan

kantor kecamatan kepada masyarakatnya masih belum maksimal.

Pengembangan E-Government Kantor Kecamatan Bajuin di masa

pandemi Covid-19 mengalami peningkatan. Untuk memutus penyebaran

virus pada Kecamatan Bajuin, pelayanan kantor kecamatan bisa didapatkan

memalui sebuah aplikasi yang bernama Simponi-T. Pada tanggal 10 Juni

2021 Bupati Tanah Laut melaunching Program Pengendalian Informasi dan

Pelayanan Publik Kantor Kecamatan Bajuin melalui Aplikasi Sistem

Informasi dan Pelayanan Online terpadu (Simponi-T). Namun dengan

kurangnya dukungan jaringan internet pada lokasi Kantor Kecamatan Bajuin,

aplikasi ini sangat sulit untuk bisa diandalkan. Dengan begitu proses transfer

informasi dan data juga akan sulit sehingga hal ini akan mempengaruhi dalam

waktu pelaksanaan pelayanan yang diberikan. Maka dari itu setelah peneliti

mengetahui masalah yang sangat serius ini muncul pertanyaan bagaimana

dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik


7

Kantor Kecamatan Bajuin, apakah sudah sesuai dengan apa yang diharapkan

masyarakat sebelum dilakukannya pemekaran ataupun malah sebaliknya.

Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka kebijakan pemekaran

kecamatan yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Laut secara

langsung akan berdampak pada kualitas pelayanan publik yang diberikan

Kantor Kecamatan Bajuin, sehingga penulis merasa tertarik untuk mengetahui

lebih jauh bagaimana dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap

kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah

Laut. Hal ini akan saya paparkan dalam skripsi saya yang berjudul “Dampak

Pemekaran Kecamatan Pelaihari Terhadap Kualitas Pelayanan Publik pada

Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut”.

1.2 Rumusan Masalah


Dalam penelitian, rumusan masalah digunakan untuk menunjukkan

masalah yang diteliti dan untuk memberikan batasan-batasan dalam penelitian

sehingga penelitian itu tetap fokus pada hal yang benar-benar ingin diteliti.

Sehingga untuk memberikan arahan yang jelas pada pembahasan ini maka

rumusan masalah pada penelitian ini adalah, bagaimana dampak dari

pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor

Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut.

1.3 Tujuan Penelitian


Setelah mengetahui rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian

adalah untuk mengetahui bagaimana dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari


8

terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten

Tanah Laut.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Kegunaan Teoritis
Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah agar penelitian ini dapat

mampu berkontribusi dan mengembangkan ilmu pemerintahan pada

umumnya, dan juga teori pemekaran wilayah serta kualitas pelayanan publik

pada khususnya.

2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini untuk :

a. Dapat dijadikan sebagai sumber pelengkap informasi bagi pihak-

pihak yang terkait, dalam hal ini yang berhubungan dengan

pemekaran kecamatan dan pelayanan publik.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan dalam penelitian

sejenis lainnya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini tentu tidak terlepas dari hasil

penelitian-penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebagai bahan acuan.

Adapun hasil-hasil penelitian yang dijadikan acuan tidak terlepas dari topik

atau pembahasan peneliti yaitu terkait dengan pelayanan publik antara lain :

1. Penelitian terdahulu yang pertama dilakukan oleh Muliawan Agung

pada Program Studi Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makasar pada tahun

2016 lalu yang berjudul “Pengaruh Pemekaran Terhadap Kualitas

Pelayanan Publik di Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan tipe

penelitian deskriptif dan juga menggunakan kebijakan Menpan no 63

tahun 2003 untuk mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan

kecamatan Enrekang.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Pemekaran wilayah

kecamatan membawa dampak positif bagi kualitas pelayanan publik di

kecamatan Buntu batu baik dari dimensi pelayanan kesehatan maupun

pelayanan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Dalam pelayanan

pembuatan Kartu Tanda Penduduk sendiri hal ini dilihat dari adanya

peningkatan kualitas dari segi ketepatan waktu, prosedur yang jelas

serta sosialisasi kebijakan dan keamanan dalam aspek pelayanan publik.

9
10

Hal tersebut dikarenakan adanya pemekaran yang menjadikan jarak

baik secara geografis, sosiologis dan psikologis antara aparatur dan

masyarakat yang semula jauh kini menjadi lebih erat.

Berbeda dengan penelitian yang penulis lakukan, pada penelitian

kali ini penulis menggunakan teori dari Zeithaml dkk untuk mengetahui

kualitas pelayanan publik yang diberikan Kantor Kecamatan Bajuin

setelah dilakukannya pemekaran.

2. Selanjutnya penelitian yang kedua yaitu berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Lifia Anis Tahara Andi Lantara dari Universitas

Hasanuddin Makasar pada tahun 2016 silam yang berjudul “Pengaruh

Pemekaran Wilayah Kecamatan Terhadap Pembangunan dan Pelayanan

Publik di Kecamatan Tana Lili Kabupaten Luwu Utara”. Penelitian ini

menggunakan pendekatan analisis kuantitatif dengan tipe penelitian

deskriptif. Penelitian ini menggunakan sejumlah pertanyaan kuisoner

untuk menentukan kualitas pelayanan publik yang diberi bobot dengan

nilai tertinggi 5 dan terendah 1 dengan rumus X= = Σ f.i/n.

Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa setelah pemekaran

terdapat pengaruh yang signifikan antara pemekaran kecamatan dan

kondisi pembangunan infrastruktur, dimana setelah pemekaran

pembangunan menjadi lebih baik dan cepat. Dan juga setelah

pemekaran terdapat pengaruh yang signifikan antara pemekaran

kecamatan dan kondisi pelayanan publik, dimana setelah pemekaran

pelayanan publik menjadi lebih disiplin dan efisien.


11

Berbeda dengan penelitian yang penulis akan lakukan, penelitian

kali ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe penelitian

deskriptif untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana fakta dari

dampak pemekaran kecamatan yang sesunggunya dalam pelayanan

publik.

3. Selanjutnya penelitian yang ketiga yaitu berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Sapri dari Universitas Teuku Umar pada tahun

2014 silam yang memiliki judul “Dampak Pemekaran Kecamatan

Dalam Pembangunan Sarana dan Prasarana di Kecamatan Beutong

Ateuh Banggalang Kabupaten Nagan Raya”. Penelitian ini

menggunakan pendekatan analisis kualitatif dengan tipe penelitian

deskriptif. Penelitian ini juga berfokus pada pembangunan sarana dan

prasarana sebagai indikator dari dampak pemekaran kecamatan yang

dilakukan.

Hasil penelitiannya Pemekaran Kecamatan Beutong Ateuh

Baggalaang sangat berdampak positif bagi masyarakat Kecamatan

Beutong Ateuh Banggalang, karena dengan pemekaran tersebut

pembangunan sarana dan prasarana meningkat bila dibandingkan

sebelum pemekaran.

Setiap penelitian terdahulu diatas memiliki cara dan teorinya

masing-masing untuk mendapatkan jawaban atas masalah

penelitiannya. Begitu juga dengan penelitian yang penulis lakukan.


12

Penulis menggunakan pelayanan publik sebagai indikator untuk melihat

dampak dari pemekaran kecamatan.

2.2 Desentralisasi dan Otonomi

Beberapa kalangan sering menyamakan antara konsep desentralisasi

dan otonomi daerah, namun sebenarnya secara teoritis, kedua konsep ini

bagaikan dua sisi mata uang, memiliki perbedaan namun saling memberi

makna satu dengan yang lain. Menurut Syadzily (2019) cara mudah

membedakan kedua konsep ini yaitu bahwa dalam konsep desentralisasi

lebih banyak berbicara tentang mekanisme pengaturan relasi kekuasaan dan

kewenangan dalam struktur pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah lebih

banyak berbicara tentang persoalan hak dan kewajiban daerah (pemerintah

daerah dan masyarakat) dalam proses pengambilan keputusan.

2.2.1 Desentralisasi

Secara konseptual, menurut para ahli desentralisasi didefinisikan

dalam berbagai macam sudut pandang. Menurut Rondinelli dan

Cheema (dalam Syadzily, 2019) Desentralisasi adalah penyerahan

perencanaan, pengambilan keputusan atau kewenangan administratif

dari pemerintah pusat kepada organisasinya di lapangan, unit-unit

administrasi lokal, organisasi semi otonom dan organisasi parastatal,

pemerintah lokal atau organisasi daerah. Sejalan dengan definisi

tersebut, Litvack & Seddon (ibid, 2019) menerjemahkan desentralisasi

sebagai penyerahan kewenangan dan tanggung jawab fungsi publik


13

dari pemerintahan pusat kepada organisasi pemerintah subnasional

atau semi independen atau sektor swasta.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas mengenai desentralisasi,

maka dapat disimpulkan bahwa desentralisasi adalah penyerahan

wewenang pemerintah pusat kepada organisasi pemerintah di

bawahnya maupun pihak lain termasuk pihak swasta untuk mengatur

pemerintahannya sendiri sehingga terciptanya iklim yang kondusif

dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat.

2.2.2 Jenis-Jenis Desentralisasi

Desentralisasi memiliki beberapa jenis dalam penerapannya.

Manor, 1999 (ibid, 2019) merumuskan desentralisasi ini ke dalam

tiga varian bentuk, yaitu dekosentrasi (deconcentration), desentralisasi

fiskal (fiscal decentralization) dan devolusi (devolution), adapun

pengertian masing-masing dari jenis desentralisasi tersebut sebagai

berikut:

a. Dekosentrasi (deconcentration)

Dekonsentrasi menekankan bahwa sebenarnya tidak ada

kewenangan yang diberikan dari pusat, hanya ada relokasi aparat

publik yang bertanggung jawab kepada aparat yang lebih tinggi

tingkatannya dalam sebuah sistem pemerintahan.

b. Desentralisasi Fiskal (fiscal decentralization)


14

Kewenangan ini biasanya diserahkan kepada aparat birokrasi

pusat (decontcentrated bureaucrats) atau yang ditunjuk dari

pemerintah pusat yang bertanggung jawab kepada atasannya.

c. Devolusi (devolution)

Devolusi atau biasa disebut democratic decentralization yang

merujuk kepada transfer sumber daya dan kekuasaan (dan

seringkali tugas) ke otoritas tingkat yang lebih rendah yang

sebagian besar atau seluruh tidak bergantung pada tingkat

pemerintahan yang lebih tinggi.

Bentuk desentralisasi ini dianggap oleh para pendukung konsep

desentralisasi merupakan desentralisasi dalam makna sesungguhnya

karena devolusi memungkinkan penduduk lokal untuk mempunyai

suara dan dapat mempengaruhi proses-proses pengambilan keputusan.

Demokratisasi menjadi diperkuat karena aparat publik menjadi lebih

akuntabel, dan pelayanan publik menjadi lebih baik karena pemerintah

lokal menjadi lebih efisien dalam mengatasi kebutuhan-kebutuhan

masyarakatnya daripada pemerintah pusat.

2.2.3 Otonomi Daerah

Di Indonesia, dari beberapa model yang ada, praktik

desentralisasi yang diterapkan lebih mengarah ke devolutif ketimbang

dekonsentratif, dalam bentuk pelimpahan atau pendelegasian

kewenangan (kekuasaan) dari pemerintah pusat kepada pemerintah


15

daerah (local government), yang kemudian dikenal dengan otonomi

daerah.

Otonomi daerah menurut partadinata (ibid, 2019) “adalah

keleluasaan dalam bentuk hak dan wewenang serta kewajiban dan

tanggung jawab badan pemerintah daerah untuk mengatur dan

mengurus rumah tangga daerahnya sebagai manifestasi dari

desentralisasi”. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa sebagai

konsekuensi pemberian otonomi daerah dalam wujud hak dan

wewenang mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya,

pemerintah daerah berkewajiban untuk

mempertanggungjawabkannya, baik kepada negara maupun

masyarakatnya. Dengan demikian dapat dikatakan, otonomi daerah

adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana diamanatkan

perundang-undangan dan peraturan yang berlaku.

Sejalan dengan pendapat diatas Hoessein (ibid, 2019)

menyatakan bahwa “otonomi daerah sebagai pemerintahan dari, oleh,

dan untuk rakyat di bagian wilayah nasional suatu negara melalui

lembaga-lembaga pemerintahan yang secara formal berada di luar

pemerintahan pusat”. Namun Pandangan lain dikemukakan oleh

Muslimin (dalam Koswara, 2001) yang mendasarkan bahwa “otonomi

berarti berpemerintahan sendiri sesuai paham catur praja yang


16

meliputi fungsi membentuk perundangan (wetgeving), pelaksanaan

undang-undang (uitvoering), kepolisian (politie) dan peradilan

(rechtspraak). Keempat fungsi ini dijalankan oleh daerah otonom

dalam rangka menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat secara

terbatas dalam bidang yang tidak dilaksanakan pemerintah pusat.

2.2.4 Prinsip Otonomi Daerah

Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi luas, hal

ini memiliki makna yang berarti daerah otonom diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahannya

dengan sendiri dan seluas-luasnya, kewenangan ini tentu merupakan

wewenang diluar pemerintah pusat yang telah ditetapkan di dalam

Undang-Undang. Otonomi daerah bukan hanya diberikan sebatas pada

masalah-masalah administrasi, namun juga menyangkut masalah-

masalah politik dan mengelola ekonomi dengan memberikan

kewenangan yang lebih besar kepada daerah untuk mengatur dirinya

sendiri. Daerah otonom memiliki kewenangan membuat kebijakan

untuk daerahnya sendiri dalam rangka peningkatan pelayanan,

peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat

yang bertujuan pada kesejahteraan masyarakatnya.


17

Prinsip otonomi telah diatur oleh undang-undang, sesuai dengan

Pasal 1 Ayat 6 dan 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014

menyatakan :

"Otonomi Daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah


otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan
Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Asas Otonomi
adalah prinsip dasar penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
berdasarkan Otonomi Daerah.”

Otonomi daerah yang luas juga bersifat bertanggung jawab dan

nyata. Otonomi yang bertanggung jawab merupakan otonomi yang

dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan

dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk

memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakatnya yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional.

Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani

urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan

kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh,

hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan ciri khas daerahnya.

Dengan demikian isi dan jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu

sama dengan daerah lainnya.

2.3 Pemekaran Kecamatan

2.3.1 Pengertian Pemekaran


18

Penyebutan Istilah “pemekaran wilayah” adalah istilah yang

digunakan untuk menyederhanakan penyebutan terhadap pemberian

status baru atas suatu wilayah yang memisahkan diri dari wilayah

induknya. Istilah ini lazim digunakan untuk menggambarkan

fenomena bertambahnya daerah otonom baru di Indonesia .

Penggunaan istilah pemekaran hanya sekedar memperhalus bahasa

(eufemisme), yaitu untuk menyatakan proses “perpisahan" atau

"perpecahan" satu wilayah untuk membentuk satu unit administrasi

lokal baru . Tapi karena kata “perpisahan" dan "perpecahan" memiliki

konotasi makna yang negatif, maka proses itu lebih disukai disebut

sebagai “pemekaran wilayah". Istilah ini diartikan sebagai proses

pertambahan daerah yang terjadi sebagai dampak dari pertumbuhan.

Dalam berbagai literatur pembentukan dan pemekaran diartikan

dalam berbagai bentuk istilah oleh beberapa ahli, menurut Alfirdaus &

bayo, 2007 (dalam Syadzily, 2019) pembentukan dan pemekaran

disebut dengan istilah secession dan partitions). Pembentukan

(secession) didefinisikan sebagai wilayah teritorial sebuah komunitas

yang memisahkan diri (bekas) dari sebuah negara dan membangun

wilayahnya sendiri menjadi entitas yang mempunyai kedaulatan

politik sendiri. Terdapat tiga faktor yang mendorong suatu wilayah

melakukan gerakan ini. Pertama, economic driven, yaitu daerah yang

memiliki pendapatan perkapita yang tinggi untuk menjaga

pertumbuhan ekonomi di daerahnya. Kedua, cultural driven, yaitu


19

adanya kesamaan etnis dan budaya di suatu wilayah akan tetapi karena

ketidaktepatan (inappropriately) dalam mengambil garis batas daerah

berdasarkan etnis mendorong untuk memisahkan diri. Ketiga, political

driven, yaitu karena dorongan politik. Sementara pemekaran

(partitions) diartikan sebagai pemotong garis batas wilayah pada

sedikitnya satu komunitas nasional atau homeland yang kemudian

menciptakan pemisahan menjadi paling sedikit dua unit politik di

bawah kedaulatan atau kewenangan yang berbeda. Tujuan partitions

ini adalah untuk mengatur dan menyelesaikan konflik, baik konflik

nasional, etnik, maupun konflik komunal.

Pendapat mengenai pemekaran secara luas juga dikemukakan

oleh O’Leary (dalam ibid, 2019), menurutnya pemekaran adalah

pembagian kesatuan teritorial ke dalam dua atau lebih bagian-bagian,

yang ditandai dengan garis batas (border), terkodifikasi dalam peta

baru, dan dapat dioperasionalkan dengan tanda pembatas berupa

pagar, dinding, dan kawat berduri, di mana untuk memasuki wilayah

tersebut dibutuhkan surat izin. Pemekaran wilayah ini lahir akibat

ketidakpuasan sistem pemerintahan yang sentralistik, dengan adanya

pemekaran maka diharapkan dapat meningkatkan daya saing diantara

unit-unit pemerintahan daerah. Selain itu, dengan pemekaran wilayah

diharapkan menimbulkan jurisdiksi yang lebih kecil, sehingga terjadi

peningkatan demokrasi daerah, pilihan-pilihan daerah menjadi lebih

tersalurkan dan respon aspirasi diperoleh menjadi lebih baik.


20

2.3.2 Tujuan Pemekaran

Proses pembentukan wilayah otonom baru dalam konteks

desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia lahir karena berbagai

alasan. Secara umum, landasan pembentukan wilayah otonom baru ini

merupakan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

melalui pengelolaan pemerintah daerah yang mandiri dan otonom

sebagaimana yang ingin dicapai dari tujuan desentralisasi dan otonomi

daerah.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000, tujuan dari

kebijakan pemekaran daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan

masyarakat yang dilakukan melalui :

a. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat,

b. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,

c. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah,

d. Percepatan pengelolaan potensi daerah,

e. Peningkatan keamanan dan ketertiban,

f. Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah.

Selain itu, pemekaran juga merupakan bentuk dari dilaksanakannya

penataan daerah yang memiliki beberapa tujuan, sesuai dengan

Undang-Undang Nomer 23 Tahun 2014 Pasal 31 ayat 2 yaitu :

a. Mewujudkan efektivitas penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah;
21

b. Mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat;

c. Mempercepat peningkatan kualitas pelayanan publik;

d. Meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan;

e. Meningkatkan daya saing nasional dan daya saing Daerah; dan

f. Memelihara keunikan adat istiadat, tradisi, dan budaya Daerah.

2.3.3 Pengertian Kecamatan

Pembentukan kecamatan adalah pemberian status pada wilayah

tertentu sebagai kecamatan di kabupaten/kota. Kecamatan merupakan

wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah kabupaten/kota, hal ini

sesuai dengan penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008

tentang Kecamatan pasal 1 ayat 5. Dalam konsep otonomi daerah di

Indonesia, Kecamatan merupakan satuan kerja perangkat daerah

(SKPD) Kabupaten atau kota yang mempunyai wilayah kerja tertentu

yang dipimpin oleh seorang Camat. Selain itu juga kecamatan

diartikan sebagai pembagian wilayah administratif di Indonesia yaitu

di bawah kabupaten atau kota (Zulkarnaen dan Ahmad, 2012).

Kecamatan sendiri terdiri dari desa-desa atau kelurahan.

Dalam penyelenggaraan pemerintah daerah, Bupati perlu dibantu

oleh perangkat daerah yang dapat menyelenggarakan seluruh urusan

pemerintah yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Maka dari itu

untuk membantu kepada daerah dalam menyelenggarakan

pemerintahan daerah maka Bupati sesuai dengan wewenangnya


22

melimpahkan sebagian urusan otonomi daerah dan tugas umum

pemerintahan kepada Camat sebagai perangkat daerah yang memmpin

wilayah kecamatan.

Berdasarkan pemaparan diatas maka kecamatan memiliki

peranan yang luas untuk menegelola wilayahnya agar dapat menuju

ke arah yang lebih baik secara mandiri melalui pemberdayaan

masyarakat daerah di wilayah kerjanya. Sebagai organisasi

pemerintahan dibawah kabupaten/kota, kecamatan lebih memahami

serta dapat menampung masukan-masukan berupa keluhan maupun

kritikan pemikiraan berupa saran dan kritik dari masyarakat.

2.3.4 Syarat Pemekaran Kecamatan

Pemekaran daerah dilakukan atas dasar kesejahteraan

masyarakat, pelayanan publik dan pembangunan yang lebih merata

dan efisien, namun sebelum diputuskan untuk dilakukannya sebuah

pemekaran, ada beberapa syarat administratif, teknis dan fisik

kewilayahan yang harus dipenuhi. Adapun syarat-syarat administratif

pembentukan dan pemekaran kecamatan telah diatur dalam Peraturan

Pemerintah No 19 Tahun 2008 pasal 4 yaitu :

a) Batas usia penyelenggaraan pemerintahan minimal 5 (lima)

tahun;

b) Batas usia penyelenggaraan pemerintahan desa dan/atau

kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5

(lima) tahun;
23

c) Keputusan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) atau nama

lain untuk Desa dan Forum Komunikasi Kelurahan atau nama

lain untuk kelurahan di seluruh wilayah kecamatan baik yang

menjadi calon cakupan wilayah kecamatan baru maupun

kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan

kecamatan;

d) Keputusan Kepala Desa atau nama lain untuk desa dan

Keputusan Lurah atau nama lain untuk kelurahan di seluruh

wilayah kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah

kecamatan baru maupun kecamatan induk tentang

persetujuan pembentukan kecamatan;

e) Rekomendasi Gubernur adalah dengan menimbang

kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, luas wilayah,

potensi daerah, sosial budaya, sosial politik dan pertimbangan

yang lain sesuai dengan penyelenggaraan otonomi.

Berdasarkan pernyataan diatas mengenai syarat administratif

pembentukan kecamatan baru maka susunan alur kebijakan tersebut

dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan 2.1 Alur Pemekaran Kecamatan

Keputusan Badan Keputusan Kepala Desa


Permusyawaratan yang bersangkutan
Desa (BPD)

Pemerintah
Rekomendasi Gubernur
Kabupaten/Kota
24

(Sumber : Data Skunder yang diolah, tahun 2021)

Selain syarat administratif pemekaran atau pembentukan

kecamatan baru harus memenuhi persyaratan teknis yang juga diatur

dalam Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2008 pasal 7 yaitu :

a) Jumlah penduduk;

b) Luas wilayah;

c) Rentang kendali penyelenggaraan pelayanan pemerintahan;

d) Aktivitas perekonomian;

e) Ketersediaan sarana dan prasarana.

Selain syarat administratif dan teknis pemekaran kecamatan juga

harus memenuhi syarat fisik kewilayahan yang telah diatur juga dalam

Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2008 pasal 6 yaitu :

1) Cakupan wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 untuk

daerah kabupaten paling sedikit terdiri atas 10 desa/kelurahan dan

untuk daerah kota paling sedikit terdiri atas 5 desa/kelurahan.

2) Lokasi calon ibukota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5

memperhatikan aspek tata ruang, ketersediaan fasilitas,

aksesibilitas, kondisi dan letak geografis, kependudukan, sosial

ekonomi, sosial politik, dan sosial budaya.

3) Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 5 meliputi bangunan dan lahan untuk kantor camat yang

dapat digunakan untuk memberikan pelayanan kepada

masyarakat.
25

2.4 Dampak Pemekaran

2.4.1 Pengertian Dampak

Dampak merupakan suatu akibat yang dihasilkan dari penerapan

sebuah program atau kebijakan. Dampak juga bisa diartikan sebagai

akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada

sekelompok sasaran yang sesuai harapan maupun tidak, dan sejauh

mana akibat tersebut mampu menimbulkan pola perilaku pada

kelompok sasaran. Sedangkan secara etimologis dampak merupakan

pelanggaran, tubrukan atau benturan (Soerjono Soekanto, 2005).

Penilaian dan pengukuran dampak dari suatu kebijakan perlu

dilakukan agar bisa mengukur sejauh mana keefektifan dan

pencapaian dari serangkaian tujuan yang telah ditetapkan, hal ini juga

berguna dalam memberikan umpan balik berupa kontribusi/saran

dalam pembuatan kebijakan di masa yang akan datang. Untuk menilai

dan mengukur dampak dari sebuah program/ kebijakan yang telah

dibuat maka diperlukannya sebuah metode evaluasi. Secara garis

besar tujuan dilakukannya penilaian dampak adalah untuk

menunjukkan bagaimana suatu kebijakan atau program sudah berjalan

sesuai tujuan awal atau malah sebaliknya.

Menurut Ernest R Alexander (dalam Aminudin, 2007) metode

evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi lima yaitu :


26

1. Before and after comparisons, metode ini mengkaji suatu obyek

penelitian dengan membandingkan antara kondisi sebelum dan

kondisi sesudahnya.

2. Actual versus planned performance comparisons,  metode ini

mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan kondisi

yang ada (actual) dengan ketetapan perencanaan yang ada

(planned)

3. Experintal (controlled) model, metode yang mengkaji suatu

obyek penelitian dengan melakukan percobaan yang terkendali

untuk mengetahui kondisi yang diteliti.

4. Quasi experimental models, merupakan metode yang mengkaji

suatu obyek penelitian dengan melakukan percobaan tanpa

melakukan pengontrolan/pengendalian terhadap kondisi yang

diteliti.

5. Cost oriented models, metode ini mengkaji suatu obyek

penelitian yang hanya berdasarkan pada penilaian biaya terhadap

suatu rencana.

Sesuai pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa dampak

adalah segala sesuatu yang muncul akibat adanya suatu kejadian atau

fenomena yang ada di dalam masyarakat dan menghasilkan perubahan

yang berpengaruh positif ataupun negatif terhadap kelangsungan

hidup. Pengaruh positif berarti menunjukkan perubahan ke arah yang


27

lebih baik, sedangkan pengaruh negatif berarti menunjukkan

perubahan ke arah yang lebih buruk dari sebelumnya.

2.4.2 Dampak Pemekaran Wilayah

Maksud dan tujuan pemekaran formal biasanya dikutip dari

rumusan tujuan kebijakan pemekaran wilayah sebagaimana tercantum

dalam undang-undang maupun peraturan pemerintah tentang

pemekaran (Makagansa, 2008). Banyak para penggagas dan aktivis

pemekaran memperjuangkan dilakukannya kebijakan pemekaran

karena alasan demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menurut

mereka pemekaran wilayah akan berdampak positif terhadap wilayah

yang dimekarkan maupun wilayah hasil pemekaran, adapun dampak

positif yang dimaksud dalam kebijakan pemekaran antara lain :

1. Peningkatan pelayanan dan kualitas pelayanan kepada

masyarakat ;

2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi ;

3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah

terutama daerah - daerah pinggiran ;

4. Percepatan pengelolaan potensi daerah ;

5. Peningkatan keamanan dan ketertiban ;

6. Memfasilitasi pertumbuhan kehidupan demokrasi di daerah ;

7. Memberikan kontribusi bagi persatuan dan kebangsaan (nation

building).
28

Tujuh Dampak positif itu lantas menjadi alasan - alasan formal yang

sering digunakan semua alasan untuk dilakukannya sebuah

pemekaran. Namun semua itu membutuhkan kerja sama dan

dukungan yang baik antara pemerintah pusat, daerah serta masyarakat

agar dampak dari kebijakan pemekaran dapat sesuai dengan tujuan

sesungguhnya.

Seorang peneliti otonomi daerah dari UGM, Praktikno (dalam

ibid, 2008) menguraikan dampak pemekaran daerah, yaitu sisi positif

dan negatif yang terjadi sejauh ini sebagai berikut :

1. Dampak Sosio Kultural

Dari dimensi sosial, politik dan kultural, pemekaran

wilayah mempunyai beberapa implikasi positif, seperti

pengakuan sosial, politik dan kultural terhadap masyarakat

daerah. Melalui kebijakan pemekaran, sebuah entitas

masyarakat yang mempunyai sejarah kohesivitas dan

kebesaran yang panjang, kemudian memperoleh pengakuan

dalam administrasi pemerintah Indonesia yaitu sebagai daerah

otonom dalam sistem pemerintahan Indonesia modern.

Pengakuan semacam itu jelas memberikan kontribusi

positif terhadap kepuasan masyarakat. Itu berkat pada

terbentuknya dukungan daerah terhadap pemerintah nasional,


29

serta menjadi resolusi atas konflik antar kelompok atau

golongan dalam masyarakat. Namun demikian, kebijakan

pemekaran dalam prosesnya juga bisa memicu konflik

horizontal di masyarakat yaitu antara kelompok yang

propemekaran dan yang kontrapemekaran. Selain itu juga

konflik vertikal bisa saja juga terjadi antar pemangku

kepentingan untuk memperebutkan jabatan.

2. Dampak Pada Pelayanan Publik

Pemekaran daerah memperpendek jarak geografis antara

pemukiman penduduk dengan sentra pelayanan, terutama

ibukota pemerintahan. Pemekaran juga mempersempit rentang

kendali antar pemerintah daerah dengan unit pemerintah di

bawahnya. Pemekaran juga memungkinkan menghadirkan

jenis-jenis pelayanan baru seperti pelayanan kesehatan,

kepolisin, pendidikan, listrik, telepon serta fasilitas lainnya.

Namun pemekaran juga bisa menimbulkan implikasi negative

bagi pelayanan publik, terutama pada skala nasional, terkait

dengan alokasi anggaran untuk pelayanan publik yang

berkurang.

3. Dampak Bagi Pembangunan Ekonomi

Pasca terbentuknya daerah otonom baru, terdapat peluang

yang besar bagi akselerasi pembangunan ekonomi di wilayah


30

yang baru diberi status sebagai daerah otonom. Bukan hanya

infrastruktur pemerintahan yang terbangun, tetapi juga

infrastruktur fisik yang menyertainya, seperti infrastruktur

jalan, transportasi, komunikasi dan sejenisnya. Semua

infrastruktur ini membuka peluang yang lebih besar bagi

wilayah hasil pemekaran untuk mengakselerasi pembangunan

ekonomi. Namun, kemungkinan akselerasi pembangunan ini

harus dibayar dengan ongkos yang mahal, terutama anggaran

yang dikeluarkan untuk membiayai pemerintah daerah, seperti

belanja pegawai dan belanja operasional pemerintah daerah

lainnya.

4. Dampak Hankam dan Integrasi Nasional

Pembentukan daerah otonomi baru, bagi beberapa

masyarakat pedalaman dan masyarakat di wialayah perbatasan

dengan negara lain, merupakan isu politik nasional yang

penting. Bagi masyarakat tersebut, bisa jadi mereka tidak

pernah melihat dan merasakan kehadiran “Indonesia” baik

dalam bentuk symbol pemerintahan, politisi, birokrasi, dan

bahkan kantor pemerintahan.

Pemekaran daerah otonom bisa memperbaiki penanganan

politik nasional di daerah melalui peningkatan dukungan

terhadap pemerintah nasional dan menghadirkan pemerintah

pada level yang lebih bawah. Tentu dengan asumsi


31

pemerintahnya bekerja dengan baik melayani rakyat. jika tidak

maka pemerintah sebaliknya akan mengurangi citra negara di

hadapan rakyat yang harus dilayani dan diayomi . Pemekaran

daerah dari sisi ini jelas sangat positif , yaitu dalam rangka

memperkuat integrasi wilayah nasional.

2.5 Pelayanan Publik

2.5.1 Pengertian Pelayanan Publik

Pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri, manusia memiliki

kebutuhannya masing-masing dan tidak semua kebutuhannya mampu

dilakukan olehnya sendiri, maka dari itu manusia membutuhkan orang

lain untuk membantunya. Kegiatan pelayanan mempunyai peran

penting bagi kehidupan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan,

manusia memerlukan bantuan dan pelayanan dari orang lain untuk

bisa memenuhi kebutuhannya.

Aparatur negara sebagai abdi negara dan abdi masyarakat

mempunyai kewajiban dan tugas pokok yang tercermin dalam

penyelenggraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan serta


32

pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat (pelayanan publik). Sejarah

era reformasi dan otonomi daerah menuntut penyelenggara pelayanan

publik dapat memberikan pelayanan yang baik dan berkualitas kepada

masyarakatnya. Oleh sebab itu, mengingat begitu pentingnya peran

dan pengaruh pelayanan kepada penerima layanan (costumer),

sehingga saat ini banyak konsep-konsep tentang pelayanan publik

(public service) yang dikemukakan oleh para ahli.

Pelayanan adalah suatu kegiatan atau ukuran kegiatan yang

terjadi dalam instraksi langsung antara seseorang dengan orang lain

atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan pelanggan

(Lukman, 2000). Sedangkan pelayanan publik adalah suatu upaya

membantu atau memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan

barang atau jasa yang diperlukan (Prasojo, 2006). Pengertian ini

sejalan dengan apa yang diutarakan oleh Zauhar (dalam Ahmad, 2018)

yang mengartikan pelayanan publik sebagai suatu upaya membantu

atau memberi manfaat kepada publik melalui penyediaan barang dan

jasa yang diperlukan oleh mereka. Pelayanan yang di maksud adalah

semua barang dan jasa publik (public goods and services) yang diatur

dan diselenggarakan oleh pemerintah kepada warga negara.

Pengertian pelayanan publik juga telah dijelaskan dalam

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan)

Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003 yang menyebutkan bahwa :

“Pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang


dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai
33

upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun


pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Mengingat sektor publik sangat terkait dengan keberadaan

pemerintah, maka pelayanan publik juga dapat disamakan dengan

teminoligi pelayanan pemerintah (government service) yang diartikan

sebagai pemberian pelayanan oleh agen pemerintah melalui

pegawainya (ibid, 2018). Selain itu pelayanan publik juga merupakan

produk birokrasi publik yang diterima oleh warga pengguna maupun

masyarakat secara luas. Karena itu pelayanan publik dapat di

definisikan sebagai serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh

birokrasi publik untuk memenuhi kebutuhan publik warga pengguna

(Dwiyanto, 2014).

2.5.2 Prinsip dan Asas Pelayanan Publik

Pelayanan publik dimaksudkan untuk pemenuhan keinginan dan

kebutuhan masyarakat yang dilakukan oleh penyelenggara negara.

Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan

agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk dapat

memberikan pelayanan yang memuaskan agar kesejahteraan

masyarakat terwujud maka penyelenggara pelayanan harus memenuhi

prinsip-prinsip pelayanan publik. Maka dari itu untuk meningkatkan

kualitas pelayanan, Mustofadidjaja (2003) mengemukakan beberapa


34

prinsip dalam penyediaan pelayanan pada sektor publik yang

meliputi :

1. Menetapkan standar pelayanan, artinya standar tidak hanya

menyangkut standar atas produk pelayanan, tetapi juga berkaitan

dengan pemberian pelayanan yang berkualitas. Standar pelayanan

akan dapat menunjukkan kinerja pelayanan.

2. Terbuka terhadap segala kritik dan saran maupun keluhan, dan

menyediakan seluruh informasi yang diperlukan dalam

pelayanan. Hal ini agar memungkinkan masyarakat pelanggan

menyampaikan keluhan, kritik, ataupun saran, serta harus

menyediakan beberapa informasi yang diperlukan oleh

masyarakat pelanggan secara proaktif.

3. Memperlakukan seluruh masyarakat sebagai pelanggan secara

adil. Dalam pemberian barang layanan tertentu, dimana

masyarakat pelanggan secara transparan diberikan pilihan, maka

pengertian adil adalah proporsional sesuai dengan tarif yang

dibayarkannya.

4. Mempermudah akses kepada seluruh masyarakat pelanggan.

Unit-unit pelayanan yang disediakan oleh penyelenggara

pelayanan harus benar-benar mudah di akses oleh masyarakat.

5. Meluruskan proses pelayanan yang menyimpang. Jika terjadi

sesuatu yang menyimpang atau tidak pada tempatnya, dalam

kaitan dengan pemberian pelayanan, maka setiap jajaran personil


35

pelayanan dari seluruh tingkatan yang mengetahui penyimpangan

tersebut harus segera meluruskan sesuai dengan kepastiannya.

6. Menggunakan semua sumber yang digunakan untuk melayani

masyarakat pelanggan secara efisien dan efektif. Sebab, kriteria

dasar pelayanan publik adalah efesiensi, ktifivitas, ekonomis,

maka dalam pelayanan harus memenuhi kriteria tersebut.

Meningkatnya Pelayanan juga harus beriringan dengan adanya

arah dan strategi pelayanan publik yang digambarkan sebagai

berikut :

Bagan 2.2 Arah dan Strategi Pelayanan

KONDISI PELAYANAN KONDISI YANG DIHARAPKAN :


SAAT INI :
1. Pengembangan E- Govermment.
1. Belum memuaskan 2. Penyelenggaraan Pelayanan
masyarakat. transparan dan akuntabel.
2. Belum ada kepastian 3. Evaluasi Sistem dan Prosedur
hukum. Pelayanan.
3. Belum adanya 4. Penyusunan SIN.
transparansi. 5. Penilaian kinerja unit pelayanan
4. Kondisi gagap dan kompetisi antar daerah.
teknologi. 6. Peningkatan Partisipasi
5. Belum dipahaminya Masyarakat.
indikator kinerja. 7. Penerapan Standar ISO- 9000.
6. Belum adanya audit 8. Penyusunan RUU tentang
pengukuran kinerja Pelayanan Publik.
7. Belum adanya standar 9. Penerapan indeks kepuasan
pelayanan. masyarakat.
10. Publikasi Kebijakan Pelayanan
Publik.
36

KESEJAHTERAAN
MASYARAKAT

Upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan bagi

masyarakat dituangkan dalam Keputusan Menpan Nomor

63/Kep/M.Pan/7/2003, prinsip pelayanan publik yang diharapkan

dilaksankan di setiap unit pelayana publik adalah : (1) kesederhanaan,

(2) kejelasan, (3) kepastian waktu (4) akurasi, (5) keamanan, (6)

tanggung jawab, (7) kelengkapan sarana dan prasarana, (8) kemudahan

akses, (9) kenyamanan dan (10) kedisiplinan, kesopanan da keramahan.

Setelah dijelaskan beberapa prinsip pelayanan publik seperti di

atas maka dapat kita simpulkan bahwa pelayanan publik yang diberikan

penyelenggara pelayanan akan memuaskan dan berdampak positif bagi

masyarakatnya apabila penyelenggara pelayanan menerapkan

pelayanan publik sesuai dengan prinsip dasarnya.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi

pengguna jasa, penyelenggaraan pelayanan publik juga harus memenuhi

asas-asas pelayanan sebagai berikut (Ahmad, 2018) :


37

a. Transparansi; bersifat terbuka, mudah dan dapat di akses oleh

semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti.

b. Akuntabilitas; dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

c. Kondisional; sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi

dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip

efesiensi dan efektivitas.

d. Partisipasi; mendorong peran serta masyarakat dalam

penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan

aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan hak; tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan

suku, ras, agama, golongan, gender, dan status sosial-ekonomi.

f. Keseimbangan hak dan kewajiban; pemberi dan penerima

lyanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-

masing pihak.

Dari asas-asas tersebut terlihat dalam pelaksanaannya pelayanan

publik ditujukan kepada semua masyarakat termasuk masyarakat tanpa

membeda-bedakan satu dengan yang lain. Pelayanan publik yang

terbaik adalah pelayanan yang dapat menjangkau semua elemen

masyarakat, yaitu pelayanan yang mengandung asas-asas transparansi,

akuntabilitas, kondisional, partisipatif, kesamaan hak, serta


38

keseimbangan hak dan kewajiban, dengan keadaan tersebut pelayanan

publik akan membantu masyarakat untuk mempermudah aktivitasnya.

2.5.3 Unsur-Unsur Pelayanan Publik

Dengan keberadaan sistem desentralisasi dan otonomi daerah,

maka menjadi dasar alasan masyarakat setiap waktu menuntut

pelayanan publik yang berkualitas dari pemerintah. Dalam proses

kegiatan pelayanan publik terdapat beberapa unsur yang dapat

mendukung jalannya kegiatan guna memberikan pelayanan yang

berkualitas. Menurut Barata (2003), terdapat empat unsur penting

dalam proses pelayanan publik yaitu :

a. Penyedia layanan yaitu pihak yang dapat memberikan suatu

layanan tertentu kepada konsumen , baik berupa layanan dalam

bentuk penyediaan dan penyerahan barang (goods) atau jasa - jasa

(service).

b. Penerima layanan yaitu mereka yang disebut sebagai konsumen

(customer) atau customer yang menerima berbagai layanan dari

penyedia layanan.

c. Jenis layanan yaitu layanan yang dapat diberikan oleh penyedia

layanan kepada pihak yang membutuhkan layanan.

d. Kepuasan pelanggan, dalam memberikan layanan penyedia layanan

harus mengacu pada tujuan utama pelayanan, yaitu kepuasan

pelanggan . Hal ini sangat penting dilakukan karena tingkat


39

kepuasan yang diperoleh pelanggan itu biasanya sangat berkaitan

erat dengan standar kualitas barang atau jasa yang mereka nikmati.

Namun bukan hanya sebatas itu saja, unsur-unsur pendukung

seperti sistem, prosedur, sarana dan prasarana juga menjadi unsur

penting dalam pelayanan publik. Sedikit menambahkan menurut

moenir (dalam Kuswati, 2017) unsur-unsur pelayanan publik sebagai

berikut :

a. Sistem, Prosedur dan Metode

Yaitu di dalam pelayanan publik perlu adanya sistem informasi ,

prosedur dan metode yang mendukung kelancaran dalam

memberikan pelayanan.

b. Personil

Terutama ditekankan pada perilaku aparatur; dalam pelayanan

publik aparatur pemerintah selaku personil pelayanan harus

profesional, disiplin dan terbuka terhadap kritik dari pelanggan atau

masyarakat.

c. Sarana dan prasarana

Dalam pelayanan publik diperlukan peralatan dan ruang kerja serta

fasilitas pelayanan publik. Misalnya ruang tunggu, tempat parkir

yang memadai.

d. Masyarakat sebagai pelanggan


40

Dalam pelayanan publik masyarakat sebagai pelanggan sangatlah

heterogen baik tingkat pendidikan maupun perilakunya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur

pelayanan publik meliputi sistem, prosedur, metode, personil, sarana

dan prasarana, masyarakat sebagai costumer, jenis layanan, dan

kepuasan pelanggan. Jika suatu pelayanan telah memenuhi unsur-unsur

tersebut maka diharapkan tujuan dari pelayanan publik dapat tercapai

dan memberikan kepuasan kepada masyarakat.

2.5.4 Jenis-Jenis Pelayanan Publik

Memberikan pelayanan publik merupakan kewajiban pemerintah

yang menjadi hak untuk didapatkan setiap warganegaranya, ataupun

memberikan pelayanan kepada warga negara yang memenuhi

kewajibannya terhadap negara. Kewajiban pemerintah maupun hak

setiap warga negara pada umumnya di sebutkan dalam konstitusi suatu

negara. Menurut Ahmad (2018) bentuk pelayanan publik yang

diberikan kepada masyarakat dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis

pelayanan yaitu :

a. Pelayanan pemerintah

Adalah jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan tugas-tugas

umum pemerintahan, seperti pelayanan KTP, SIM, pajak, dan

keimigrasian.

b. Pelayanan pembangunan
41

Suatu jenis pelayanan masyarakat yang terkait dengan penyediaan

sarana dan prasarana untuk memberikan fasilitas kepada

masyarakat dalam melakukan aktivitasnya sebagai warga negara.

Pelayanan ini meliputi jalan-jalan, jembatan-jembatan, pelabuhan-

pelabuhan, dan lainnya

c. Pelayanan utilitas

Jenis pelayanan yang terkait dengan utilitas bagi masyarakat,

seperti penyediaan listrik, air, telepon, dan transportasi massal.

d. Pelayanan sandang, pangan dan papan

Jenis pelayanan yang menyediakan bahan kebutuhan pokok

masyarakat dan kebutuhan perumahan, seperti penyediaan beras,

gula, minyak, gas, tekstil, dan perumahan murah.

e. Pelayanan kemasyarakatan

Jenis pelayanan masyarakat yang dilihat dari sifat dari kepentingan

lebih ditekankan pada kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan,

seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, penjara,

rumah yatim piatu, dan lain-lain.

Dalam keputusan Menpan Nomor 63 Tahun 2003, jenis pelayanan

dibedakan lagi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Kelompok pelayanan administratif, yaitu pelayanan yang

menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh


42

publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kopetensi,

kepemilikan atau penguasaan terhadap suatu barang, dan sebagainya.

2. Kelompok pelayanan barang, yaitu pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk dan jenis barang yang digunakan oleh publik,

misalnya telpon, listrik, air bersih dan sebagainya.

3. Kelompok pelayanan jasa, yaitu pelayanan yang menghasilkan

berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan publik, misalnya pendidikan,

kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos dan sebagainya.

Dalam perkembangannya, pelayanan publik juga timbul karena

adanya kewajiban sebagai suatu proses penyelenggaraan kegiatan

organisasi, baik organisasi pemerintah maupun swasta. Seperti dapat

dilihat pada table berikut :

Tabel 2.1 Penyelenggara Pelayanan


Yang Menerima Pemberi Pelayanan
Pelayanan
Pemerintah Swasta/Pem./BUMN
Kelompok I. Hub. Luar Negeri III. Taman Safari
Masyarakat Keamanan Ancol
Kes. Masyarakat
Individu II. KTP IV. Telepon
IMB Listrik
SIM Pam
Akte Kelahiran
Sertifikat Tanah

Sumber : Ahmad (2018)


43

2.5.5 Kualitas Pelayanan Publik

Mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan oleh suatu instansi

atau organisasi tertentu sangatlah penting, karena hal itu dapat

memberikan manfaat bagi instansi atau organisasi yang bersangkutan.

Dengan mengetahui kualitas pelayanan yang diberikan kepada publik,

paling tidak organisasi atau instansi yang bersangkutan sudah

mempunyai perhatian (concrn) pada pelangannya. Dan pada akhirnya,

organisasi atau instansi akan berusaha memaksimalkan untuk

memenuhi kepuasan publik sebagai pelanggan yang dilayani.

Pada hakekatnya kata kualitas mengandung banyak sekali makna.

Para ahli dan pakar berbeda-beda dalam mengartikannya, Tjiptono

(dalam Ahmad, 2018) misalnya mengartikan kualitas sebagai :

a. Kesesuaian dengan persyaratan,

b. Kecocokan untuk pemakaian,

c. Perbaikan/penyempurnaan secara berkelanjutan,

d. Bebas dari kerusakan atau cacat,

e. Pemenuhan kebutuhan pelanggan semenjak awal dan setiap saat,

f. Melanjutkan segala sesuatu secara benar semenjak awal,

g. Sesuatu yang bisa membahagiakan pelanggan,

Untuk mengetahui kualitas pelayanan publik instansi pemerintah,

dapat dilakukan dengan cara mengukur kinerja pelayanan publik itu


44

sendiri. Pemberian pelayanan publik yang baik merupakan salah satu

upaya pemerintah sebagai penyedia layanan untuk menciptakan

kepuasan bagi penerima layanan khususnya masyarakat. Jika layanan

yang diperoleh masyarakat dirasa sudah sesuai dengan harapan maka

dapat dikatakan pemerintah sebagai pemberi layanan mempunyai

kualitas pelayanan publik yang baik, tetapi sebaliknya jika pelayanan

yang diberikan atau diterima lebih rendah daripada yang diharapkan

maka dapat dikatakan kualitas layanan itu buruk.

Sejalan dengan pernyataan di atas menurut Badu Ahmad, (2018)

ada beberapa pengertian pokok tentang kualitas dalam pelayanan,

antara lain:

a. Sejumlah keistimewaan produk (barang atau jasa).

b. Segala sesuatu yang bebas dari kekurangan atau kerusakan.

c. Menjaga janji pelayanan agar pihak yang dilayani merasa puas dan

diuntungkan.

Pelayanan yang berkualitas memberikan suatu dorongan kepada

masyarakat untuk menjalin hubungan dan kepercayaan sangat kuat

dengan penyelenggara layanan publik. Pemenuhan kebutuhan sesuai

dengan rasa dan nilai subjektif masyarakat berkepentingan. Kualitas

pelayanan dapat diketahui dengan cara membandingkan persepsi para

konsumen atau pelayanan yang mereka terima, Sudarsono, 1994 (dalam


45

Ahmad, 2018) menyebutkan, beberapa kategori dalam mengkaji

kualitas pelayanan antara lain :

1. Analisis makro, yaitu seberapa besar kebutuhan publik dari segi

kualitas dan kuantitas dapat disediakan oleh pemerintah dan

swasta.

2. Analisis mikro, yaitu beberapa jauh publik mendapatkan

kenyamanan dalam pelayanan publik yang dilakukan oleh

pemerintah dan swasta, kenyamanan dalam arti kepastian waktu,

harga, kecepatan dan ketepatan.

Menurut Devrye (dalam ibid, 2018) ada beberapa karakteristik

kualitas yang yang bisa ditunjukkan oleh unit pelayanan publik, antara

lain (1) kinerja (performance), (2) kehandalan (realiability), (3) mudah

dalam penggunaan (ease of use), dan (4) estetika (esthetics). Kualitas

pelayanan menjadi sangat penting karena menurut Sudarsno 1994

(dalam ibid, 2018) Pertama, adanya tuntutan untuk terus

memperhatikan secara serius kepentingan pelanggan. Kedua,

pengembangan pelayanan prima tetap terpusat pada manusia. Ketiga,

dikaitkan dengan masalah kepemimpinan sering diungkapkan bahwa

pelayanan yang baik berawal dari pemimpin yang baik.

Berdasarkan beberapa pengertian dan penjelasan diatas mengenai

kualitas pelayanan, dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan publik

merupakan usaha untuk memenuhi kepuasan publik atau masyarakat


46

dari pemerintah atau organisasi tertentu dalam memberikan layanan

yang baik dan berkualitas.

2.5.6 Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Pelayanan

Pelayanan publik akan terlaksana sesuai dengan tujuan apabila

didukung oleh beberapa faktor. Menurut Zeithaml (dalam ibid,2018)

keputusan seseorang konsumen untuk mengonsumsi atau tidak

mengonsumsi suatu barang atau jasa, dipengaruhi oleh berbagai faktor

antara lain persepsinya terhadap kualitas pelayanan. Dengan kata lain,

baik buruknya kualitas pelayanan yang diberikan penyedia layanan

(provider), tergantung persepsi konsumen atas pelayanan yang

diberikan. Pernyataan ini menunjukkan adanya interaksi yang kuat

antara “kepuasan konsumen” dengan kualitas pelayanan.

Menurut Barata (2003), kualitas pelayanan terbagi menjadi dua

bagian yaitu kualitas pelayanan internal dan eksternal. Masing masing

bagian memiliki beberapa faktor yang mempengaruhinya yaitu sebagi

berikut :

a. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan internal, yaitu

interaksi pegawai dalam organisasi itu sendiri, hal ini meliputi pola

manajemen umum organisasi, pelayanan fasilitas pendukung,

pengembangan sumber daya manusia, iklim kerja dan keselarasan

hubungan kerja serta pola intensif.


47

b. Faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan eksternal, yaitu

interaksi dengan pelanggan. Hal ini meliputi pola layanan dan

tatacara penyediaan layanan, pola layanan distribusi jasa, pola

layanan penjualan jasa, dan pola layan penyimpanan jasa.

Berdasarkan penjelasan di atas mengenai faktor kualitas pelayanan

maka dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan

banyak faktor yang menentukan antara lain manajemen organisasi,

sumber daya manusia, fasilitas, pola pelayanan, dan aturan organisasi.

2.5.7 Dimensi dan Indikator Pelayanan Publik

Setiap kegiatan pelayanan menghasilkan berbagai penilaian yang

datang dari pihak penerima layanan atau yang dilayani. Publik akan

menilai baik apabila pelayanan yang diberikan juga baik, namun

sebaliknya publik akan menilai buruk apabila pelayanan yang diberikan

mengecewakan dan tidak memberikan kepuasan, sehingga bisa

memperburuk citra instansi pelayanan.

Di Indonesia untuk mengetahui kualitas pelayanan juga telah diatur

dalam Kemenpan Nomor 58/KEP/M.Pan/9/2002, yang memuat tujuh

dimensi beserta indikator yang dapat dijadikan dasar untuk mengukur

kinerja pelayanan publik instansi pemerintah serta BUMN/BUMD

antara lain :

a. Kesederhanaan prosedur layanan, yaitu mencakup apakah telah

tersedia prosedur tetap/standar operasional prosedur pelayanan


48

(SOPP), apakah tersedia prosedur pelayanan secara terbuka,

bagaimana dalam pelaksanaannya, apakah telah dilaksanakan

secara konsisten dan bagaimana tingkat kemudahan dalam

mendukung kelancaran pelayanan . Ada dua item pertanyaan yang

dikemukakan dari variabel ini, yaitu :

1) kemudahan/kecepatan prosedur dalam proses pelayanan

2) kesulitan mengurus pernyataan dalam proses pelayanan.

b. Keterbukaan informasi pelayanan, yaitu mencakup apakah ada

keterbukaan informasi mengenai prosedur, persyaratan dan biaya

pelayanan, apakah dengan jelas dapat diketahui masyarakat, apakah

terdapat media informasi termasuk petugas yang menangani untuk

menunjang kelancaran pelayanan. Ada dua item pertanyaan yang

dikemukakan dari variabel ini, yaitu :

1) keterbukaan mengenai prosedur, persyaratan, biaya dalam

pelayanan

2) keterbukaan sikap petugas dalam memberi pelayanan.

c. Kepastian pelaksanaan pelayanan, yaitu mencakup variabel waktu

pelaksanaan dan biayanya, apakah waktu yang digunakan dalam

proses pemberian pelayanan sesuai dengan jadwal yang ada, dan

apakah biaya yang dipungut atau dibayar oleh masyarakat sesuai

dengan tarif / biaya yang ditentukan. Ada dua item pertanyaan yang

dikemukakan dari variabel ini, yaitu :

1) ketepatan waktu penyelesaian


49

2) kesesuaian biaya yang dibayar dengan tarif resmi .

d. Mutu produk pelayanan, yaitu kualitas pelayanan meliputi aspek

cara kerja pelayanan, apakah cepat/tepat, apakah hasil kerjanya

baik/rapi/benar/layak. Ada dua item pertanyaan yang dikemukakan

dari variabel ini, yaitu :

1) kepuasan terhadap mutu produk pelayanan

2) kemudahan dalam mengurus pelayanan.

e. Tingkat professional petugas, yaitu mencakup bagaimana tingkat

kemampuan keterampilan kerja petugas terkait sikap, perilaku, dan

kedisiplinan dalam memberikan pelayanan, apakah ada kebijakan

untuk memotivasi semangat kerja para petugas atau tidak. Ada dua

item pertanyaan yang dikemukakan pada variabel ini, yaitu ;

1) sikap dan semangat kerja petugas dalam menangani

pelayanan

2) ada tidaknya praktik pungli yang dilakukan petugas.

f. Tertib pengelolaan administrasi dan manajemen, yaitu mencakup

bagaimana kegiatan pencatatan administrasi pelayanan dan

pengelolaan berkas, apakah dilakukan dengan tertib, apakah

terdapat moto kerja, dan apakah pembagian tugas dilaksanakan

dengan baik serta kebijakan setempat yang mendorong motivasi

dan semangat kerja para petugas. Ada dua item pertanyaan yang

dikemukakan dari variabel ini, yaitu:


50

1) cara petugas mengelola dan menyimpan dokumen/berkas

pelayanan

2) ketersediaan fasilitas penunjang kelancaran, kemudahan

dalam pelayanan, misalnya telepon, media pengumuman,

monitor tv, dan lain-lain.

g. Sarana dan prasarana pelayanan, yaitu mencakup keberadaan

sarana dan fungsinya. Bukan hanya penampilannya saja, tetapi

sejauh mana fungsi dan daya guna dari sarana/fasilitas tersebut

dalam menunjang kemudahan, kelancaran proses pelayanan, dan

memberikan kenyamanan pada pengguna pelayanan. Ada dua item

pertanyaan yang dikemukakan dari variabel ini, yaitu:

1) kenyamanan konsumen atas fasilitas pelayanan yang ada,

seperti ruang tunggu/AC , tempat duduk, dan toilet

2) ketertiban dan kebersihan lingkungan kerja di instansi

pelayanan.

Menurut Zeithaml dkk (dalam Dwiyanto, 2014), untuk mengukur

kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada

indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima dimensi

kualitas pelayanan menurut konsumen, kelima dimensi tersebut antara

lain :

a. Tangibles (berwujud), yaitu fasilitas fisik , peralatan , pegawai ,

dan fasilitas fasilitas komunikasi yang dimiliki oleh penyedia

layanan. Adapun indikator dari dimensi Tangibles sebagai berikut :


51

1) Penampilan petugas/aparatur dalam melayani pelanggan

2) Kenyamanan tempat melakukan pelayanan

3) Kemudahan akses

4) Penggunaan alat bantu dalam pelayanan

b. Reliability (kehandalan) merupakan kemampuan petugas untuk

menyelenggarakan pelayanan yang dijanjikan secara akurat.

Adapun indikator dari dimensi Reliability meliputi :

1) Kecermatan petugas dalam melayani pelanggan

2) Memiliki standar prosedur pelayanan yang jelas

3) Kemampuan petugas/aparatur dalam menggunakan alat bantu

dalam proses pelayanan

4) Keahlian petugas dalam menggunakan alat bantu dalam

proses pelayanan

5) Kedisiplinan petugas/aparatur dalam permohonan pelayanan

c. Responsiveness (tanggapan) adalah kesanggupan untuk menolong

pengguna layanan dan menyelenggarakan pelayanan secara ikhlas.

Adapun indikator dari dimensi Responsiveness sebagai berikut :

1) Merespon setiap pelangggan/pemohon yang ingin

mendapatkan pelayanan

2) Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cepat

3) Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan tepat

4) Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan cermat


52

5) Petugas/aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang

tepat

6) Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas

d. Assurance (jaminan) adalah pengetahuan, kesopanan , dan

kemampuan para petugas penyedia layanan dalam memberikan

kepercayaan kepada pengguna layanan. Adapun indikator dari

dimensi Assurance meliputi :

1) Petugas memberikan jaminan tepat waktu dalam pelayanan

2) Petugas memberikan jaminan biaya dalam pelayanan

3) Petugas memberikan jaminan legalitas dalam pelayanan

e. Empathy (empati) adalah kemampuan memberikan perhatian

kepada pengguna layanan secara individual. Adapun indikator dari

dimensi Empathy sebagai berikut :

1) Mendahulukan kepentingan pemohon/pelanggan

2) Petugas melayani dengan sikap ramah

3) Petugas melayani dengan sikap sopan santun

4) Petugas melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-

bedakan)

Bardasarkan penjelasan di atas, dalam mewujudkan pelayanan

yang berkualitas dan memberikan kepuasan kepada publik sesuai

dengan harapannya dapat dilihat dari dimensi kualitas pelayanan yaitu

Tangible (Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiveness

(Ketanggapan), Assurance (Jaminan) dan Empathy (Empati), sehingga


53

terciptanya peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan oleh instansi

atau organisasi tertentu.

2.6 Kerangka Pemikiran

Otonomi daerah memiliki wewenang yang luas dan utuh dalam

mengurus daerahnya sendiri guna untuk menciptakan pemerintah daerah yang

mampu mengoptimalkan pelayanan publik, pembangunan dan kesejahteraan

masyarakatnya. Oleh karena itu pemekaran kecamatan harus didasarkan pada

pertimbangan-pertimbangan objektif yang salah satu tujuan terpentingnya

adalah memberikan kualitas pelayanan publik yang lebih baik.

Seperti halnya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Tanah Laut yang

mengeluarkan kebijakan pemekaran kecamatan, yaitu Kecamatan Bajuin

yang merupakan hasil dari sebuah pemekaran Kecamatan Pelaihari.

Kecamatan Bajuin terbentuk atas dasar Peraturan Daerah Kabupaten Tanah

Laut No. 2 Tahun 2008. Latar belakang dari kebijakan ini adalah kerena

berkembangnya tuntutan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang

semakin baik dan cepat sehingga mengharuskan pemerintah daerah untuk

menghadirkan pemerintahan yang makin dekat dengan masyarakatnya. Maka

dari itu untuk mengetahui sejauh mana dampak pemekaran Kecamatan Bajuin

terhadap kualitas pelayanan publik yang diberikan, maka perlu dilakukannya

analisis secara mendalam. Penilaian dampak yang akan digunakan pada

penelitian ini menggunakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Ernest R

Alexander (dalam Aminudin, 2007) yaitu Before and After Comparisons

dengan lima dimensi pengukuran kualitas pelayanan publik berdasarkan


54

indikator yang dikemukakan oleh Zeithaml dkk (dalam Dwiyanto, 2014)

yaitu Tangible (Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiveness

(Ketanggapan), Assurance (Jaminan) dan Empathy (Empati). Maka

selanjutnya penulis menggambarkan penelitian ini dalam kerangka pikir

sebagai berikut:

Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran

Pemekaran Wilayah

Kecamatan Bajuin
55

Pelayanan Publik Kantor


Kecamatan Bajuin

Dimensi Kualitas Pelayanan :


1. Tangible (Berwujud)
Before 2. Reliability (Kehandalan) After
3. Responsiveness (Ketanggapan)
4. Assurance (Jaminan)
5. Empathy (Empati)

Kepuasan Masyarakat
Pengguna Pelayanan
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini menggunakan

pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian ini banyak digunakan untuk

memecahkan suatu masalah dengan menggambarkan problematika yang

terjadi di lapangan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa peneliti

ingin memahami, mengkaji secara mendalam serta memaparkannya dalam

tulisan ini mengenai dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap

kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah

Laut. Karena tujuan tersebut, maka relevan jika penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan pendekatan kualitatif.

Alasan lain penulis menggunakan pendekatan penelitian ini yaitu karena

pendekatan penelitian kualitatif berguna untuk memberikan pemahaman yang

lebih mendalam tentang makna dan konteks tingkah laku serta proses yang

terjadi pada faktor-faktor yang berkaitan dengan tingkah laku tersebut. Selain

itu metode penelitian kualitatif memiliki kelebihan yaitu menghasilkan

informasi yang lebih kaya dan berguna untuk mengungkap proses kejadian

secara mendetail, sehingga diketahui dinamika sebuah realitas sosial dan

saling berbagai realitas sosial (Afrizal, 2014). Sehingga dengan

digunakannya pendekatan penelitian ini penulis merasa terbantu untuk dapat

secara jelas menggambarkan tentang bagaimana dampak pemekaran

Kecamatan Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan

55
56

Bajuin Kabupaten Tanah Laut sesuai dengan fakta dan fenomena

sesungguhnya yang ada di lapangan.

3.2 Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan pada peneltian kali ini adalah

menggunakan tipe penelitian deskriptif, adapun pengertian dari penelitian

deskriptif adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau

memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel

yang telah terkumpul (Sugiyono, 2009). Penelitian deskriptif ini digunakan

karena memiliki tujuan yang sesuai dengan pendekatan yang digunakan yaitu

untuk memberikan deskripsi, gambaran mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta

hubungan antar-fenomena yang diteliti, termasuk hubungan kegiatan-

kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang

berlangsung. Sehingga dalam penelitian ini tipe penelitian deskriptif sangat

cocok untuk dapat memberikan gambaran serta keterangan yang jelas

mengenai fakta-fakta dari dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap

kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah

Laut.

3.3 Informan Penelitian

Di dalam wawancara terdapat dua aktor yang melakukan wawancara.

Sebagai penanya disebut pewawancara, sedangkan yang diwawancarai dan

yang dimintai informasi disebut dengan informan. Menurut Suyanto dan

Sutinah (2011), yang dimaksud dengan informan adalah orang yang

memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian


57

sedangkan responden adalah pihak-pihak yang yang dijadikan sampel dalam

sebuah penelitian.

Teknik penentuan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik

purposive sampling dan snowball sampling sehingga terdapat informan kunci

dan informan pendukung. purposive sampling adalah teknik penentuan

informan dengan pertimbangan kemampuan informan untuk memberikan

informasi selengkap mungkin. Sedangkan snowball sampling adalah teknik

penentuan informan yang makin lama makin bertambah searah dan sesuai

dengan fokus penelitian yang ingin dicapai (Sugiyono, 2016).

Informan terdiri atas pihak-pihak yang banyak mengetahui proses

pembentukan Kecamatan Bajuin dan pihak yang saat ini banyak mengetahui

atau terlibat dalam pelaksanaan pelayanan publik di Kantor Kecamatan

Bajuin dan responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kecamatan

Bajuin sebagai penerima layanan yang diberikan Kantor Kecamatan Bajuin,

Sehingga informan dalam penelitian ini yaitu:

Birokrat terkait :

a. Camat Bajuin/sekertaris camat Kecamatan Bajuin

b. Kepala Bagian Umum Kecamatan Bajuin

Masyarakat :

a. Masyarakat pengguna layanan Kantor Kecamatan Bajuin


58

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian dalam pendekatan kualitatif adalah peneliti itu sendiri

yang dibantu dengan beberapa alat untuk mengumpulkan data atau informasi

yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan. Instrument ini

mempermudah peneliti untuk melakukan observasi, wawancara, dan

dokumentasi yang disusun dalam bentuk panduan. Dalam penelitian ini

penulis menggunakan beberapa alat bantu yang digunakan dalam

mengumpulkan data, yaitu :

1. Handphone ( Rekaman audio, video, dan gambar)

2. Buku catatan dan Pulpen

3. Flashdisk

3.5 Fokus Penelitian

Agar mempermudah dalam penelitian dan tetap berfokus pada hal-hal

yang berkaitan dengan dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap

kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin, maka perlu

diberikan batasan-batasan dalam penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk

memberikan arahan yang jelas pada penelitian ini, untuk itu maka penulis

memfokuskan Penilaian dampak yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah menggunakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Ernest R

Alexander (dalam Aminudin, 2007) yaitu Before and After Comparisons

(Sebelum dan Sesudah Perbandingan), dengan lima dimensi pengukuran

kualitas pelayanan publik yang berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh

Zeithaml dkk (dalam Dwiyanto, 2014) yaitu Tangible (Berwujud), Reliability


59

(Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan) dan

Empathy (Empati).

3.6 Sumber Data

Untuk memberikan data yang lengkap dan akurat, maka peneliti

membutuhkan sumber data untuk kemudian dijadikan acuan. Sumber data

penelitian ini dalam pengumpulan datanya dibagi menjadi dua yaitu data

primer dan sekunder.

1. Data Primer

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini yaitu data primer.

Menurut Sugiono (2016: 62) sumber data primer adalah sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data primer

diperoleh dan dikumpulkan langsung di lapangan oleh peneliti atau yang

bersangkutan. Pengumpulan data ini dilakukan dengan cara wawancara,

diskuksi dan pengamatan langsung oleh peneliti dengan pemangku

kepentingan dan masyarakat di Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah

Laut.

2. Data Sekunder

Data Sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan

data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat

dokumen (Sugiyono 2016). Dengan adanya data sekunder maka akan

melengkapi informasi dan data yang diperlukan oleh peneliti khususnya

dalam penelitian “Dampak Pemekaran Kecamatan Pelaihari Terhadap


60

Kualitas Pelayanan Publik di Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten

Tanah Laut”.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

1. Observasi

Menurut Nasution (dalam Sugiyono, 2016) observasi adalah dasar

semua ilmu pengetahuan. Para ilmuwan hanya dapat bekerja berdasarkan

data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang diperoleh melalui

observasi. Data yang dikumpulkan dibantu dengan berbagai alat yang sangat

canggih, sehingga benda-benda yang sangat kecil maupun yang sangat jauh

(benda ruang angkasa) dapat di observasi dengan jelas. Selain itu melalui

observasi, peneliti belajar tentang perilaku dan makna dari perilaku tersebut.

Sehingga dapat disimpulkan, observasi merupakan data yang

dibutuhkan yang diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap suatu

proses atau objek dengan maksud merasakan dan kemudian memahami

pengetahuan dari sebuah fenomena berdasarkan pengetahuan dan gagasan

yang sudah diketahui sebelumnya, untuk mendapatkan informasi-informasi

yang dibutuhkan untuk melanjutkan suatu penelitian.

2. Wawancara

Menurut Esterberg (dalam Sugiyono, 2016) wawancara merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.


61

Wawancara dalam skripsi ini merupakan komunikasi langsung dalam

bentuk sebuah pertanyaan lisan yang diajukan oleh peneliti selaku pencari

informasi, yang mana akan dijawab secara lisan oleh informan selaku

pemberi informasi.

Teknik wawancara secara umum seringkali digunakan oleh peneliti

yang menggunakan metode kualitatif. Metode wawancara merupakan salah

satu teknik untuk menumpulkan data dan informasi yang tidak mungkin

diperoleh melalui observasi. Teknik wawancara ini paling tepat digunakan

pada saat peneliti ingin mengetahui secara lebih objektif dan terlibat secara

langsung mengenai bagaimana pengaruh dan dampak pemekaran kecamatan

terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin Kabupaten

Tanah Laut yang dijelaskan oleh informan.

3. Dokumen

Dokumen adalah peninggalan tertulis mengenai data berbagai

kegiatan dari suatu organisasi. Bahan-bahan dokumentasi itu merupakan

informasi atau data yang memberikan peluang yang luas bagi

penyelenggara penelitian, dari bahan-bahan itu dapat dikemukakan

berbagai fakta tentang sesuatu yang terjadi. Menurut (Sugiyono, 2016)

dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

3.8 Teknik Analisis Data


62

Data yang telah diperoleh dari penelitian, kemudian dianalisis

menggunakan teknik analisis data kualitatif. Teknik analisis ini bertujuan

untuk menggambarkan secara sistematis fakta-fakta dan data yang diperoleh

dari hasil studi lapangan untuk kemudian memperjelas gambaran hasil dari

penelitian. Teknik ini juga digunakan untuk menjawab rumusan masalah atau

menguji hipotesis yang telah dirumuskan. Menurut Miles dan Huberman

dalam (Sugiyono, 2016) proses analisis data, terdiri dari tiga alur kegiatan

yang dilakukan selama di lapangan, ketiga alur tersebut yaitu sebagai berikut:

Bagan 3.1 Skema Teknik Analisis Data

Pengumpulan Penyajian Data


Data

Verifikasi/
Reduksi Data
Penarikan
Kesimpulan

( Sumber : Sugiyono, 20016)

1. Reduksi Data

Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2016) menjelaskan bahwa

reduksi data merupakan data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya

cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti

telah dikemukakan, semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data

akan semakin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera

dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti

merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal


63

yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian data yang telah

direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan

mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,

dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat dibantu dengan

peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan memberikan kode

pada aspek-aspek tertentu.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa reduksi data merupakan proses

pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi

data yang kasar yang berasal dari catatan-catatan tertulis di lapangan.

Reduksi data juga merupakan salah satu bentuk analisis data yang

menajamkan, mengarahkan, menggolongkan, membuang yang tidak

perlu digunakan, dan mengorganisir data hingga pada akhirnya dapat

ditarik sebuah kesimpulan. Seluruh hasil catatan kasar dari wawancara

dan pengamatan yang penulis lakukan selama penelitian kemudian

disederhanakan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan dari setiap

aspek pelayanan tanpa mengurangi isi dari setiap jawaban informan dari

hasil wawancara. Penyederhanaan ini penulis lakukan dengan mengubah

kalimat-kalimat hasil wawancara dengan bahasa penulis yang dituangkan

dalam bab hasil dan pembahasan.

2. Penyajian Data

Miles dan Huberman dalam (Sugiyono, 2016) menjelaskan, setelah

data selesai direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data atau penyajian data. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi


64

tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan. Setelah melalui tahap reduksi data, selanjutnya

penulis menyajikan data dari hasil pengumpulan yang meliputi

wawancara, dokumentasi dan observasi yang telah tersusun secara

sistematis pada uraian hasil penelitian.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam

penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Melalui

penyajian data tersebut, maka data terorganisasikan, tersusun dalam pola

hubungan, sehingga akan semakin mudah dipahami.

3. Penarikan Kesimpulan /Verifikasi

Penarikan kesimpulan merupakan tahap akhir dalam teknik

analisis data. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan mengacu pada

hasil penelitian. Selanjutnya dalam konteks penelitian ini, penulis

menggunakan indikator Tangible (Berwujud), Reliability (Kehandalan),

Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan) dan Empathy

(Empati) untuk mengetahui bagaimana dampak pemekaran Kecamatan

Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin

Kabupaten Tanah Laut yang difokuskan pada pelayanan publik setelah

dilakukannya pemekaran kecamatan berdasarkan fakta dan data yang

ada.
65

3.9 Lokasi Penelitian


Penelitan yang berjudul Dampak Pemekaran Kecamatan Pelaihari

Terhadap Kualitas Pelayanan Publik Pada Kantor Kecamatan Bajuin

Kabupaten Tanah ini di laksanakan di Kantor Kecamatan Bajuin yang

bertempat di Desa Tanjung, Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut.

Adapun alasan penulis memilih lokasi penelitian tersebut, yaitu karena

penulis tertarik dengan bagaimana kualitas pelayanan publik kantor

kecamatan bajuin yang masih memiliki beberapa kendala-kendala dalam

memberikan pelayanan setelah pemekaran. Oleh karenanya, dengan melihat

dan mempelajari secara langsung di Kantor Kecamatan Bajuin, penulis dapat

secara akurat dan tepat memperoleh data yang dibutuhkan dalam penelitian.

Peneliti juga sangat terhormat jika bisa berkesempatan secara langsung

memperoleh data dan mewawancarai secara langsung pemangku kepentingan

dari Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut. Sehingga pokok materi

penelitian yang dilakukan yaitu “Dampak Pemekaran Kecamatan Pelaihari

Terhadap Kualitas Pelayanan Publik di Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah

Laut” terjawab dengan sesuai fakta dan jelas untuk selanjutnya di jelaskan

dalam sebuah tulisan.


BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kabupaten Tanah Laut


4.1.1 Keadaan Geografis

Kabupaten Tanah Laut merupakan salah satu kabupaten yang

berada di provinsi Kalimantan Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten

ini terletak di Kecamatan Pelaihari yang juga merupakan pusat berbagai

kegiatan di kabupaten Tanah Laut. Secara Geografis Kabupaten Tanah

Laut terletak antara 114°30’ – 115°23’ Bujur Timur dan 3°30 – 4°11’

Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Tanah Laut mencapai

3.631,35 Km2 atau 9,71 persen dari luas Provinsi Kalimantan Selatan.

Tinggi Wilayah (mdpl) Kabupaten Tanah Laut adalah 20 meter dari

permukaan laut. Kecamatan dengan jarak terjauh dari Ibu Kota

Kabupaten Tanah Luat (Pelaihari) adalah Kecamatan Kintap dengan

jarak 71 km, sementara kecamatan terdekatnya adalah Kecamatan

Bajuin dengan jarak 13 km. Kabupaten Tanah Laut juga memiliki

beberapa pulau kecil yang terketak di 3 kecamatan. Ketiga kecamatan

tersebut adalah Kecamatan Takisung dengan 6 pulau, Kecamatan

Panyipatan dan Kecamatan Kintap masing-masing dengan 1 pulau.

66
67

Secara administratif Kabupaten Tanah Laut memiliki batasan

wilayah, yaitu sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banjar dan Kota

Banjarbaru.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanah Bumbu dan

Laut Jawa.

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa.

4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Jawa.

Kabupaten Tanah Laut terbagi menjadi 11 Kecamatan semenjak

dilakukannya dua pemekaran kecamatan pada Tahun 2008 lalu hingga

sekarang, yaitu sebagai berikut :

1. Kecamatan Panyipatan

2. Kecamatan Takisung

3. Kecamatan Kurau

4. Kecamatan Bumi Makmur

5. Kecamatan Bati-Bati

6. Kecamatan Tambang Ulang

7. Kecamatan Pelaihari

8. Kecamatan Bajuin

9. Kecamatan Batu Ampar

10. Kecamatan Jorong

11. Kecamatan Kintap


68

Kabupaten Tanah Laut terbagi menjadi beberapa wilayah

kecamatan yang memiliki luas yang bervariatif. Berikut daftar

persentase dan luas Kecamatan yang ada di Kabupaten Tanah Laut

menurut data yang telah diolah, tahun 2021 :

Tabel 4.1 Jumlah Desa/Kelurahan, Luas, dan Persentase Wilayah


Kecamatan terhadap Luas Kabupaten Menurut Kecamatan di
Kabupaten Tanah Laut

Jumlah Desa/ Luas Persentase terhadap


No Kecamatan
Kelurahan (Km²) Luas Kabupaten
1 Panyipatan 10 336,00 9,25
2 Takisung 12 343,00 9,45
3 Kurau 11 127,00 3,50
4 Bumi Makmur 11 141,00 3,88
5 Bati-Bati 14 234,75 6,46
6 Tambang Ulang 9 160,75 4,43
7 Pelaihari 20 379,45 10,45
8 Bajuin 9 196,30 5,41
9 Batu Ampar 14 548,10 15,09
10 Jorong 11 628,00 17,29
11 Kintap 14 537,00 14,79
Jumlah Luas
135 3.631,35 100
Kab.Tanah Laut

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

Berdasarkan Tabel 4.1 di atas maka kecamatan yang memiliki

jumlah desa/kelurahan terbanyak pada pada wilayah Kabupaten Tanah

Laut adalah Kecamatan Pelaihari yaitu dengan jumlah 20 pembagian

wilayah yang terdri dari 15 desa dan 5 kelurahan. Sedangkan

kecamatan yang memiliki jumlah desa/kelurahan paling sedikit pada


69

wilayah Kabupaten Tanah Laut adalah Kecamatan Bajuin dan Tambang

Ulang yang hanya memiliki 9 desa pada masing-masing kecamatan.

Berdasarkan Tabel 4.1 pula di atas, dapat kita lihat kecamatan

terluas pada wilayah Kabupaten Tanah Laut adalah Kecamatan Jorong

yaitu dengan luas wilayah 628,00 Km² atau 17,29% dari keseluruhan

luas wilayah Kabupaten Tanah Laut. Berdasarkan urutan luas wilayah

Kabupaten Tanah Laut di urutan kedua ada Kecamatan batu Ampar

yaitu dengan luas wilayah 548 Km² atau 15,09% dari keseluruhan luas

wilayah Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan ketiga ada

Kecamatan Kintap dengan Luas 537,00 Km² atau 14,79% dari

keseluruhan luas wilayah Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan

keempat ada Kecamatan Pelaihari yaitu sebagai Ibukota Kabupaten

tanah laut dengan Luas 537,00 Km² atau 14,79% dari keseluruhan luas

wilayah Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan kelima ada

Kecamatan Takisung dengan Luas 343,00 Km² atau 9,45% dari

keseluruhan luas wilayah Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan

keenam ada Kecamatan Panyipatan dengan Luas 336,00 Km² atau

9,25% dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Tanah Laut,

selanjutnya di urutan ketujuh ada Kecamatan Bati-Bati dengan Luas

234,75 Km² atau 6,46% dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten

Tanah Laut, selanjutnya di urutan kedelapan ada Kecamatan Bajuin

dengan Luas 196,30 Km² atau 5,41% dari keseluruhan luas wilayah

Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan kesembilan ada


70

Kecamatan Tambang Ulang dengan Luas 160,75 Km² atau 4,43% dari

keseluruhan luas wilayah Kabupaten Tanah Laut, selanjutnya di urutan

kesepuluh ada Kecamatan Bumi Makmur dengan 141,00 Km² atau

3,88% dari keseluruhan luas wilayah Kabupten Tanah Laut. Dan yang

terakhir atau kecamatan yang terkecil pada wilayah Kabupaten Tanah

Laut adalah Kecamatan Kurau. Sebelum dilakukannya pemekaran pada

Kecamatan Kurau yang membentuk kecamata baru yaitu Kecamatan

Bumi Makmur, kecamatan ini memiliki luas wilayah 168,00 Km² atau

7,38% dari keseluruhan luas wilayah Kabupaten Tanah Laut. Namun

setelah dilakukan pemekaran pada tahun 2008 lalu luas wilayah

Kecamatan Kurau menjadi 127,00 Km² atau 3,50% dari keseluruhan

luas wilayah Kabupaten Tanah Laut dan otomatis menjadi kecamatan

dengan luas yang terkecil di Kabupaten Tanah Laut.

4.1.1 Keadaan Penduduk

Menurut data yang diperoleh dari hasil sensus penduduk Badan

Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tanah Laut

pada akhir tahun 2020 tercatat memiliki jumlah penduduk sekitar

348.966 Jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 179.012

Jiwa, dan penduduk perempuan sebanyak 169.954 Jiwa. Dalam jangka

waktu sepuluh tahun yaitu tahun 2010 hingga 2020, jumlah penduduk

Tanah Laut mengalami penambahan sekitar 52.633 jiwa. Dalam kurun

waktu sepuluh tahun terakhir (2010-2020), laju pertumbuhan penduduk

Tanah Laut sebesar 1,59 persen, atau mengalami perlambatan sebesar


71

0,90 poin per tahun jika dibandingkan dengan laju pertumbuhan

penduduk pada periode 2000-2010. Persentase Penduduk Usia

Produktif (15-64 tahun) pada Kabupaten Tanah Laut sebesar 68,15%

dari keseluruhan penduduk, ini artinya Kabupaten Tanah Laut masih

dalam masa bonus demografi. Sedangkan Persentase Penduduk Lansia

pada Kabupaten Tanah Laut sebesar 4,67% atau naik jika dibandingkan

pada tahun 2010 yang sebesar 3,62% dari keseluruhan penduduk

Kabupaten Tanah Laut. Berikut tabel jumlah penduduk menurut jenis

kelamin berdasarkan Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut yang telah

diolah, tahun 2021 :

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


dan Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut

Jenis Kelamin
No Kecamatan Jumlah
Laki-laki Perempuan
1 Panyipatan 12.755 12.380 25.135
2 Takisung 16.533 15.845 32.378
3 Kurau 6.883 6.697 13.580
4 Bumi Makmur 7.015 6.750 13.765
5 Bati-Bati 22.889 21.848 44.737
6 Tambang Ulang 9.142 8.655 17.797
7 Pelaihari 39.313 37.933 77.246
8 Bajuin 9.865 9.285 19.150
9 Batu Ampar 14.291 13.266 27.557
10 Jorong 17.917 16.636 34.553
11 Kintap 22.409 20.659 43.068
Jumlah Penduduk
179.012 169.954 348.966
Kab.Tanah Laut

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)


72

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas maka sebaran penduduk di Tanah

Laut masih terkonsentrasi di Kecamatan Pelaihari. Sebagai ibukota

kabupaten, kecamatan ini dihuni oleh 77.246 jiwa atau 22,14% dari

penduduk Tanah Laut. Sebaran penduduk terbesar kedua terdapat di

Kecamatan Bati-Bati dengan jumlah penduduk sebesar 44.737 jiwa,

atau 12,81% dari keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah

Laut. Selanjutnya sebaran penduduk berdasarkan urutan kecamatan

dengan penduduk terbanyak yang ketiga terdapat di Kecamatan Kintap

dengan jumlah penduduk sebesar 43.068 jiwa, atau 12,34% dari

keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah Laut. Selanjutnya

yang keempat yaitu Kecamatan Jorong dengan jumlah penduduk

sebesar 34.553 jiwa, atau 9,90% dari keseluruhan jumlah penduduk di

Kaupaten Tanah Laut. Selanjutnya yang kelima yaitu Kecamatan

Takisung dengan jumlah penduduk sebesar 32.378 jiwa, atau 9,27%

dari keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah Laut.

Selanjutnya yang keenam yaitu Kecamatan Batu Ampar dengan jumlah

penduduk sebesar 27.557 jiwa, atau 7,89% dari keseluruhan jumlah

penduduk di Kaupaten Tanah Laut. Selanjutnya yang ketujuh yaitu

Kecamatan Panyipatan dengan jumlah penduduk sebesar 25.135 jiwa,

atau 7,20% dari keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah Laut.

Selanjutnya yang kedelapan yaitu Kecamatan Bajuin dengan jumlah

penduduk sebesar 19.150 jiwa, atau 5,48% dari keseluruhan jumlah

penduduk di Kaupaten Tanah Laut. Selanjutnya yang kesembilan yaitu


73

Kecamatan Tambang Ulang dengan jumlah penduduk sebesar 17.797

jiwa, atau 5,09% dari keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah

Laut. Selanjutnya yang kesepuluh yaitu Kecamatan Bumi Makmur

dengan jumlah penduduk sebesar 13.765 jiwa, atau 3,94% dari

keseluruhan jumlah penduduk di Kaupaten Tanah Laut. Sementara di

urutan kesebelas atau wilayah kecamatan dengan sebaran penduduk

terkecil ada di Kecamatan Kurau dengan jumlah penduduk sekitar

13.580 jiwa atau hanya 3,89% dari keseluruhan jumlah penduduk di

Kaupaten Tanah Laut.

4.2 Kecamatan Bajuin


4.2.1 Keadaan Geografis

Kecamatan Bajuin merupakan salah satu dari 11 kecamatan yang

ada di Kabupaten Tanah Laut. Kecamatan bajuin merupakan wilayah

yang dibentuk dari pemekaran Kecamatan Pelaihari pada tahun 2008

lalu. Secara geografis, Kecamatan Bajuin berada pada posisi koordinat

114,788° – 114,964° Bujur Timur dan 3,58525° − 3,83203° Lintang

Selatan dengan luas wilayah sekitar ± 196,80 Km² dan memiliki

daratan dengan tinggi 31 meter dari permukaan laut. Kecamatan Bajuin

berbatasan langsung dengan pusat kota yaitu Kecamatan Pelaihari yang

juga merupakan induk dari Kecamatan Bajuin sebelum pemekaran dan

dengan memiliki jarak ± 13 Km.


74

Secara administratif Kecamatan Bajuin memiliki batasan wilayah,

yaitu sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banjar.

2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Pelaihari.

3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Batu Ampar.

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tambang Ulang.

Kecamatan Bajuin terbagi menjadi 9 wilayah desa semenjak dari

awal pemekaran yaitu sesuai yang tertera pada Peraturan Daerah

Kabupaten Tanah Laut No 02 Tahun 2008 hingga sekarang yaitu antara

lain :

1. Desa Bajuin

2. Desa Sungai Bakar

3. Desa Ketapang

4. Desa Tirta Jaya

5. Desa Galam

6. Desa Pemalongan

7. Desa Kunyit

8. Desa Tebing Siring

9. Desa Tanjung

Berikut daftar persentase dan luas desa di Kecamatan Bajuin

berdasarkan data skunder yang telah di susun pada tahun 2021:


75

Tabel 4.3 Luas dan Persentase Wilayah Desa terhadap Luas Kecamatan
Menurut Desa di Kecamatan Bajuin

Persentase terhadap
No Desa Luas (Km²)
Luas Kecamatan
1 Tirta Jaya 5,50 2,80
2 Galam 8,00 4,07
3 Pemalongan 9,00 4,57
4 Ketapang 10,00 5,08
5 Kunyit 4,00 2,03
6 Bajuin 17,00 8,64
7 Sungai Bakar 17,50 8,89
8 Tanjung 80,00 40,65
9 Tebing Siring 45,00 23,27
Jumlah Luas
196,80 100
Kecamatan Bajuin

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas, desa terluas pada wilayah

Kecamatan Bajuin adalah Desa Tanjung yang memiliki luas wilayah

80,00 Km² atau 40,65% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan

Bajuin. Berdasarkan urutan luas wilayah desa pada Kecamatan Bajuin,

di urutan kedua ada Desa Tebing Siring dengan luas wilayah 45,00 Km²

atau 23,37% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bajuin.

Selanjutnya di urutan ketiga ada Desa Sungai Bakar dengan luas

wilayah 17,50 Km² atau 8,89% dari keseluruhan luas wilayah


76

Kecamatan Bajuin. Selanjutnya di urutan keempat ada Desa Bajuin

dengan luas wilayah 17,00 Km² atau 8,64% dari keseluruhan luas

wilayah Kecamatan Bajuin. Selanjutnya di urutan kelima ada Desa

Ketapang dengan luas wilayah 10,00 Km² atau 5,08% dari keseluruhan

luas wilayah Kecamatan Bajuin. Selanjutnya di urutan keenam ada

Desa Pemalongan dengan luas wilayah 9,00 Km² atau 4,57% dari

keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bajuin. Selanjutnya di urutan

ketujuh ada Desa Galam dengan luas wilayah 8,00 Km² atau 4,07% dari

keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bajuin. Selanjutnya di urutan

kedelapan ada Desa Tirta Jaya dengan luas wilayah 5,50 Km² atau

2,80% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bajuin. Sedangkan di

urutan kesembilan atau desa yang terkecil pada wilayah Kecamatan

Bajuin adalah Desa Kunyit dengan luas wilayah 4,00 Km² atau hanya

2,03% dari keseluruhan luas wilayah Kecamatan Bajuin.

4.2.2 Keadaan Penduduk


Menurut data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang

bersumber dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten

Tanah Laut, Kecamatan Bajuin pada tahun 2020 tercatat memiliki

jumlah penduduk sekitar 19.150 Jiwa. Jumlah penduduk Kecamatan

Bajuin ini terdiri dari campuran antara penduduk asli dan pendatang.

Penduduk Kecamatan Bajuin memiliki mata pencaharian yang

bervariatif namun rata-rata masyarakatnya adalah sebagai Petani dan


77

Peternak. Berikut tabel jumlah penduduk menurut jenis kelamin

berdasarkan desa di Kecamatan Bajuin yang telah diolah, tahun 2021 :

Tabel 4.4 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin


dan Desa di Kecamatan Bajuin

No Desa Laki-laki Perempuan Jumlah


1 Tirta Jaya 1.386 1.339 2.725
2 Galam 716 703 1.419
3 Pemalongan 950 887 1.837
4 Ketapang 802 776 1.578
5 Kunyit 612 586 1.198
6 Bajuin 1.096 978 2.074
7 Sungai Bakar 808 766 1.574
8 Tanjung 2.313 2.141 4.454
9 Tebing Siring 1.351 1.231 2.582
Jumlah Penduduk
9 865 9 285 19.150
Kec.Bajuin

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

Berdasarkan Tabel 4.4 di atas maka desa yang memiliki penduduk

terbanyak pada wilayah Kecamatan Bajuin adalah Desa Tanjung yaitu

dengan jumlah penduduk sekitar 4.454 Jiwa atau 23,25% dari

keseluruhan penduduk Kecamatan Bajuin. Selanjutnya sebaran

penduduk berdasarkan urutan desa dengan penduduk terbanyak yang

kedua terdapat di Desa Tirta Jaya dengan jumlah penduduk sebesar


78

2.725 jiwa, atau 14,22% dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan

Bajuin. Selanjutnya diurutan ketiga terdapat Desa Tebing Siring dengan

jumlah penduduk sebesar 2.582 jiwa, atau 13,48% dari keseluruhan

jumlah penduduk Kecamatan Bajuin. Selanjutnya diurutan keempat

terdapat Desa Bajuin dengan jumlah penduduk sebesar 2.074 jiwa, atau

10,83% dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Bajuin.

Selanjutnya diurutan kelima terdapat Desa Pemalongan dengan jumlah

penduduk sebesar 1.837 jiwa, atau 9,59% dari keseluruhan jumlah

penduduk Kecamatan Bajuin. Selanjutnya diurutan keenam terdapat

Desa Ketapang dengan jumlah penduduk sebesar 1.578 jiwa, atau

8,24% dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Bajuin.

Selanjutnya diurutan ketujuh terdapat Desa Sungai Bakar dengan

jumlah penduduk sebesar 1.574 jiwa, atau 8,21% dari keseluruhan

jumlah penduduk Kecamatan Bajuin. Selanjutnya diurutan kedelapan

terdapat Desa Galam dengan jumlah penduduk sebesar 1.419 jiwa, atau

7,40% dari keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Bajuin.

Sedangkan di urutan kesembilan atau desa dengan jumlah penduduk

terkecil pada wilayah Kecamatan Bajuin adalah Desa Kunyit yaitu

hanya memiliki jumlah 1.198 Jiwa penduduk atau 6,25% dari

keseluruhan jumlah penduduk Kecamatan Bajuin.

4.2.3 Keadaan Sosial Budaya


Kondisi masyarakat Kecamatan Bajuin semenjak 2,5 tahun terakhir

memang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya karena kehadiran


79

pandemi Covid-19 membuat aktivitas masyarakatnya terbatas

khususnya pada awal-awal pandemi ini masuk ke Indonesia hingga ke

Kecamatan Bajuin, namun seiring diberlakukannya aturan New Normal

maka kegiatan masyarakat Bajuin mulai berjalan normal kembali

namun tetap dengan menjalankan protokol kesehatan guna mengatasi

dan memutus penyebaran pandemi ini.

Kecamatan Bajuin memiliki masyarakat yang berlatar belakang

etnis dan agama yang beraneka ragam, namun kecamatan ini memiliki

dua etnis yang mendominasi yaitu etnis Banjar dan Jawa sedangkan

untuk agama didominasi dengan agama Islam dan Protestan. Berikut

data klasifikasi agama masyarakat Kecamatan Bajuin menurut jumlah

penduduk :

Tabel 4.5 Klasifikasi Agama yang Dianut Menurut Kelurahan/Desa


Berdasarkan Jumlah Penduduk di Kecamatan Bajuin

No Desa Islam Protestan Katolik Hindu


1 Tirta Jaya 2518 46 5 3
2 Galam 1344 11 - -
3 Pemalongan 1653 97 - -
4 Ketapang 1641 33 - -
5 Kunyit 1074 24 - -
6 Bajuin 1955 17 - -
7 Sungai Bakar 1890 41 - -
8 Tanjung 3942 138 13 10
9 Tebing Siring 2343 42 21 -
Jumlah 18.360 449 39 13

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)


80

Berdasarkan Tabel 4.5 di atas Penduduk Kecamatan Bajuin

terbagi menjadi empat kepercayaan. Rata-rata penduduk Kecamatan

Bajuin didominasi dengan agama Islam dan Protestan, yaitu sekitar

18.360 Jiwa yang beragama Islam dan sekitar 449 Jiwa penduduk

Kecamatan Bajuin yang beragama Protestan. Penduduk pemeluk

Agama Islam terbanyak terdapat di desa Tanjung dengan 3942 jiwa

penduduk. Agama Katolik menjadi agama dengan pemeluk terbanyak

ketiga setelah Agama Protestan dengan jumlah 39 jiwa

penduduk.Sedangkan pemeluk Agama Hindu di Kecamatan Bajuin

menjadi jumlah terkecil dari keseluruhan penduduk Kecamatan Bajuin

yang ada denga jumlah pemeluk hanya 13 jiwa penduduk.

4.2.4 Keadaan Kesehatan

Dalam upaya peningkatan kesehatan di Kecamatan Bajuin, sarana

dan prasarana kesehatan menunjang peningkatan kesehatan. Di samping

itu, penyediaan sarana dan prasarana kesehatan untuk peningkatan

pelayanan kesehatan harus diikuti penyediaan tenaga kesehatan yang

memadai.

Adapun untuk sarana kesehatan di kecamatan Bajuin meliputi dua

poliklinik dan dua puskesmas tanpa rawat inap. Akses untuk mencapai

sarana kesehatan terdekat bagi desa/kelurahan yang tidak ada sarana

kesehatan umumnya tergolong mudah namun sulit bagi dua desa yaitu

desa Pemalongan dan Tebing Siring. Sarana transportasi antar desa di

Kecamatan Bajuin dapat ditempuh melalui jalur darat dengan jenis


81

permukaan jalan aspal/beton kecuali pada desa Tebing Siring yang jenis

permukaannya diperkeras. Jalan antar desa ini umumnya dapat dilalui

kendaraan roda empat atau lebih sepanjang tahun. Adapun fasilitas

kesehatan yang terdapat di Kecamatan Bajuin dapat dilihat pada tabel

berikut ini:

Tabel 4.6 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Bajuin

Puskesmas
No Desa Poliklinik Puskesmas
Pembantu
1 Tirta Jaya - - 1
2 Galam - - -
3 Pemalongan - 1 -
4 Ketapang - 1 -
5 Kunyit - - -
6 Bajuin - - -
7 Sungai Bakar - - -
8 Tanjung 1 1 1
9 Tebing Siring - 1 -
Jumlah Fasilitas Kesehatan
1 4 2
Kecamatan Bajuin

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

Berdasarkan Tabel 4.6 di atas fasilitas kesehatan di Kecamatan

Bajuin tergolong masih belum merata, ada beberapa desa yang masih

belum sama sekali memiliki fasilitas kesehatan seperti Desa Galam,

Kunyit, Bajuin, dan Sungai Bakar. Ketersediaan fasilitas kesehatan

poliklinik juga hanya ada di Desa Tanjung, fasilitas kesehatan

puskesmas pembantu ada di empat desa yaitu Desa Pemalongan, Desa

Ketapang, Desa Tanjung, dan Desa Tebing Siring. Sedangkan untuk


82

Puskesmas yang ada di Kecamatan Bajuin ada di dua desa yaitu Desa

Tirta Jaya dan Desa Tanjung.

2.2.5 Keadaan Pendidikan


Fasilitas pendidikan yang terdapat di kecamatan Bajuin

berdasarkan Pendataan Potensi Desa (PODES) 2019 terdiri dari 19 SD,

4 SMP, dan 1 SMA. Seluruh desa di Kecamatan Bajuin sudah memiliki

sarana pendidikan Sekolah Dasar (SD), sedangkan untuk sarana

pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi hanya terdapat di beberapa

desa. Umumnya untuk mencapai sarana pendidikan terdekat bagi

desa/kelurahan yang tidak ada sarana pendidikan tergolong mudah.

Desa Pemalongan dan Tebing Siring merupakan desa yang untuk

mencapai sarana pendidikan terdekat tergolong sulit dan sangat sulit.

Berikut tabel fasilitas sekolah menurut desa dan tingkat pendidikan di

Kecamatan Bajuin :

Tabel 4.7 Jumlah Desa yang Memiliki Fasilitas Sekolah Menurut


Desa dan Tingkat Pendidikan di Kecamatan Bajuin

No Desa TK SD SMP SMA


1 Tirta Jaya 2 2 1 -
2 Galam 1 1 - -
3 Pemalongan 1 2 - -
4 Ketapang 1 1 - -
5 Kunyit 1 2 - -
6 Bajuin 2 2 1 1
7 Sungai Bakar 1 1 - -
8 Tanjung 4 4 1 -
9 Tebing Siring 3 4 1 -
Jumlah Fasilitas Sekoah
16 19 4 1
Kecamatan Bajuin
83

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

Berdasarkan Tabel 4.7 di atas fasilitas pendidikan atau sekolah di

Kecamatan bajuin sudah memadai, hanya saja untuk pendidikan SMA

masih kurang, sehingga untuk masyarakat Desa Tanjung dan Tebing

Siring harus menempuh jarak yang cukup jauh untuk bisa mendapatkan

jenjang pendidikan SMA karena letak desanya yang paling jauh dari

Desa Tirta Jaya.

4.2.6 Pemerintah Kecamatan Bajuin

1. Visi dan Misi

Visi dan Misi merupakan sesuatu yang harus dimiliki dan

dialaksanakan oleh semua instansi pemerintahan termasuk

Pemerintah Kecamatan Bajuin Kabupaten Tanah Laut. Dengan

adanya Visi dan Misi ini diharapkan seluruh aparatur dan pihak yang

berkepentingan yang ada di dalamnya dapat mengetahui sekaligus

mengenal keberadaan dan peran Kantor Kecamatan Bajuin dalam

penyelenggaraan kewenangan otonomi daerah Kabupaten Tanah

Laut secara khusus dan penyelenggaraan pemerintahan negara secara

umum. Visi dan misi juga harus sejalan dengan tugas pokok yang

telah ditetapkan dengan memperhatikan masukan - masukan dari

pihak yang berkepentingan agar memberi peluang untuk menjadikan

lingkungan pemerintahan yang lebih baik. Oleh karena itu visi dan

misi Kantor Kecamatan Bajuin adalah sebagai berikut :


84

Visi : “Terwujudnya Pelayanan Publik yang Optimal di Kecamatan

Bajuin”

Misi :
1. Meningkatkan kinerja Pemerintah Kecamatan yang

efektif, efisien, akuntabel dan transparan dalam upaya

meningkatkan kapasitas pelayanan.

2. Mengembangkan sumber daya manusia yang sehat,

cerdas, berakhlak, professional dan berdaya saing.

3. Mengembangkan perekonomian desa yang berdaya saing

dalam menunjang penciptaan lapangan kerja dan

pelayanan publik serta meningkatkan peranan swasta

dalam membangun ekonomi di pedesaan.

2. Struktur organisasi

Struktur Organisasi Kecamatan Bajuin sesuai dengan Peraturan

Bupati Tanah Laut Nomor 89 Tahun 2016 tentang Kedudukan,

Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi serta Tata Kerja Kecamatan

(Lembar Daerah Kabupaten Tanah Laut tahun 2016 Nomor 89)

adalah sebagai berikut :


85
Bagan 4.1 Struktur Organisasi Kantor Kecamatan Bajuin

CAMAT

NAHRIN FAUZI, S.Sos

SEKERTARIS CAMAT
JABATAN
FUNGSIONAL H. SAHRIYANUR, SSTP, M.Si

KEPALA SUB BAGIAN KEPALA SUB BAGIAN


PERENCANAAN DAN UMUM DAN
KEUANGAN KEPEGAWAIAN

SRI JUANA, S.Pi FAISAL KHALIL, S.Sos

KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI
PEMERINTAHAN KETENTERAMAN PEMBERDAYAAN KEMASYARAKATAN PELAYANAN
DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DAN DESA
M. NOOR, S.Sos YUNADI, SKM A. RIDHA, S.Kep.NS
SYAMSUDIN, S.Sos M. NOOR, S.Sos, M.AB

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)

82
83

3. Tugas Pokok dan Fungsi

Kecamatan Bajuin merupakan unsur pendukung pemerintah

Kabupaten Tanah Laut di bidang pemerintahan yang dipimpin oleh

seorang camat dan bertanggung jawab kepada bupati melalui

sekertaris daerah Kabupaten Tanah Laut. Organisasi kecamatan

memiliki fungsi dan tanggung jawab untuk membantu bupati dalam

mengoptimalkan kegiatan-kegiatan pemerintahan, pembangunan,

dan pembinaan masyarakat yang berada dibawah dan bertanggung

jawab kepada Bupati Kabupaten Tanah Laut.

Adapun uraian tugas Camat Kecamatan Bajuin dapat dilihat

dalam Peraturan Bupati Tanah Laut Nomor 57 Tahun 2017 tentang

Uraian Tugas Kecamatan di Kabupaten Tanah Laut, yaitu

melaksanakan sebagian kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten

Tanah Laut yang dilimpahkan oleh bupati dalam wilayah kerja

kecamatannya. Camat Bajuin mempunyai tugas pokok membantu

Bupati dalam melaksanakan pemerintahan dan tugas umumnya dapat

diuraikan sebagai berikut :

a. Menetapkan perencanaan strategis kecamatan berdasarkan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),

Rencana Pembangunan Jangka Pendek Daerah (RPJPD)

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut dan program kerja tahun lalu

sebagai pedoman kerja;


84

b. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang pemerintahan di wilayah kecamatan sesuai

dengan kebijakan daerah dan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

c. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang ketenteraman dan ketertiban umum di

wilayah kecamatan sesuai dengan kebijakan daerah dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

d. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang pemberdayaan masyarakat dan desa di

kecamatan sesuai dengan kebijakan daerah dan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku;

e. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan dalam bidang pembangunan dan kemasyarakatan di

wilayah kecamatan sesuai dengan kebijakan daerah dan

berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku;

f. Mengoordinasikan membina dan mengawasi kegiatan dalam

bidang kesejahteraan rakyat di wilayah kecamatan sesuai dengan

kebijakan Daerah dan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku;

g. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

kegiatan pelayanan umum dan masyarakat di kecamatan sesuai


85

dengan kebijakan daerah dan berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku;

h. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

penyelenggaraan pelayanan perizinan yang dilimpahkan kepada

kecamatan;

i. Mengoordinasikan kegiatan dalam bidang penerapan dan

penegakan peraturan perundang-undangan daerah di wilayah

kecamatan;

j. Mengoordinasikan, membina, mengawasi dan mengendalikan

pemeliharaan prasarana, sarana dan fasilitas pelayanan umum di

wilayah kecamatan;

k. Mengoordinasikan penyelenggaraan tugas pemerintahan,

pembinaan keagrariaan, dan pembinaan politik dalam negeri;

l. Mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan yang

dilakukan oleh Perangkat Daerah di tingkat kecamatan;

m. Membina dan mengawasi penyelenggaraan kegiatan kelurahan;

n. Melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan

kabupaten yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja Pemerintahan

Daerah yang ada di kecamatan;

o. Mengendalikan pengelolaan urusan kesekretariatan;

p. Mengendalikan, mengevaluasi dan melaporkan pelaksanaan tugas

kecamatan;
86

q. Membuat laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Bupati melalui

Sekretaris Daerah sebagai bahan pertanggung jawaban dan bahan

masukan;

r. Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh peraturan

perundang-undangan; dan

s. Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai

dengan tugas dan fungsi serta kewenangannya.

Kecamatan Bajuin untuk melaksanakan tugas dan fungsinya

dilengkapi dengan unsur-unsur organisasi, yang terdiri dari :

1) Sekertariat

Sekretariat Kecamatan Bajuin dipimpin oleh seorang

Sekretaris yang mempunyai tugas mengoordinasikan penyusunan

program dan rencana kegiatan Kecamatan, mengelola urusan

keuangan, mengelola urusan ketatausahaan, rumah tangga dan

perlengkapan serta pengelola urusan administrasi kepegawaian.

Uraian tugas sekretaris adalah sebagai berikut :

a. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan penyusunan program, rencana kegiatan dan

anggaran kecamatan;

b. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan evaluasi dan pelaporan kegiatan kecamatan;


87

c. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan penyusunan anggaran dan pengelolaan

keuangan;

d. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan pengelolaan aset kecamatan;

e. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan pengelolaan surat-menyurat dan rumah tangga;

f. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan pengelolaan administrasi kepegawaian;

g. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan pengelolaan organisasi dan tata laksana;

h. Menyusun program, mengoordinasikan, membina dan

mengendalikan pengelolaan hubungan masyarakat dan protokol;

i. Melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan kegiatan

Sekretariat;

j. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

Untuk melaksanakan tugas-tugas dan fungsi dimaksud

Sekretariat Kecamatan Bajuin ini dilengkapi dengan 2 (Dua)

Sub Bagian yaitu :

a) Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan


Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan dipimpin oleh

seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas menyiapkan


88

bahan dan melaksanakan kerja sama penyusunan program dan

rencana kegiatan keuangan dan mengelola keuangan serta

menyiapkan laporan pertanggungjawaban keuangan, Uraian

tugas Sub Bagian Perencanaan dan Keuangan sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan program,

rencana kegiatan kecamatan dan anggaran Sub Bagian

Perencanaan dan Keuangan;

b. Menyiapkan bahan dan melaksanakan kerja sama

penyusunan rencana strategis serta menyusun pedoman

teknis pelaksanaan kegiatan tahunan;

c. Menyiapkan bahan dan menyusun satuan biaya, daftar isian

pelaksanaan anggaran, petunjuk operasional kegiatan, revisi

anggaran;

d. Melaksanakan pengumpulan, pengolahan dan penyajian

data dan statistik kecamatan;

e. Menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan laporan

kinerja, Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

(LPPD), Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

dan laporan sejenis sesuai dengan tugas dan fungsinya;

f. Menyiapkan bahan dan menyusun petunjuk teknis

pengelolaan keuangan;

g. Menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan kegiatan

rutin;
89

h. Melaksanakan urusan akuntansi dan verifikasi keuangan;

i. Melaksanakan urusan perbendaharaan, pengelolaan

penerimaan Negara bukan pajak, pengujian dan penerbitan

surat perintah membayar;

j. Melaksanakan urusan gaji pegawai;

k. Melaksanakan administrasi keuangan;

l. Melaksanakan penyiapan pertanggungjawaban dan

pengelolaan dokumen keuangan;

m. Melaksanakan penyusunan laporan keuangan dan laporan

sejenis sesuai dengan tugas dan fungsinya;

n. Melaksanakan penyiapan bahan pemantauan tindak lanjut

laporan hasil pengawasan dan penyelesaian tuntutan

perbendaharaan dan ganti rugi;

o. Menyiapkan bahan dan melaksanakan evaluasi pelaksanaan

program dan kegiatan kecamatan

p. Melaksanakan pemantauan, evaluasi penyusunan laporan

dan pendokumentasian kegiatan Sub Bagian Perencanaan

dan Keuangan;

q. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

b) Sub Bagian Umum dan Kepegawaian


Sub Bagian Umum dan Kepegawaian dipimpin oleh

seorang Kepala Sub Bagian yang mempunyai tugas mengelola


90

urusan surat menyurat, ekspedisi dan kearsipan, urusan rumah

tangga dan perlengkapan, hubungan masyarakat dan

keprotokolan, organisasi dan ketatalaksanaan serta mengelola

administrasi kepegawaian. Uraian tugas Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian sebagai berikut :

a. Menyiapkan bahan dan melaksanakan penyusunan program,

rencana kegiatan dan anggaran Sub Bagian Umum dan

Kepegawaian;

b. Melaksanakan urusan rencana kebutuhan dan usulan

pengembangan pegawai;

c. Melaksanakan urusan mutasi, tanda jasa, kenaikan pangkat,

pemberhentian dan pensiun pegawai;

d. Melaksanakan urusan tata usaha kepegawaian, disiplin

pegawai dan evaluasi kinerja pegawai;

e. Melaksanakan urusan tata usaha kearsipan;

f. Menyiapkan bahan dan melaksanakan fasilitasi penilaian

kinerja pegawai;

g. Menyiapkan bahan dan mengelola data, dokumen dan

informasi kepegawaian;

h. Menyiapkan bahan dan menyampaikan Laporan Harta

Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan Laporan

Harta Kekayaan Aparatur Sipil Negara (LHKASN);


91

i. Melaksanakan urusan rumah tangga, keamanan dan

kebersihan;

j. Melaksanakan urusan kerja sama, hubungan masyarakat dan

protokol;

k. Melaksanakan evaluasi kelembagaan dan ketatalaksanaan;

l. Melaksanakan telaahan, penyiapan dan penyusunan

peraturan perundang-undangan;

m. Melaksanakan penyusunan Rencana Kebutuhan Barang

Unit (RKBU) dan Rencana Pemeliharaan Barang Unit

(RPBU);

n. Melaksanakan penyiapan bahan penatausahaan dan

inventarisasi barang;

o. Melaksanakan penyiapan bahan administrasi pengadaan,

penyaluran, penghapusan dan pemindahan barang;

p. Melaksanakan pemantauan, evaluasi penyusunan laporan

dan pendokumentasian kegiatan Sub Bagian mum dan

Kepegawaian; dan

q. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

2) Seksi Tata Pemerintahan


Seksi Tata Pemerintahan dipimpin oleh seorang Kepala

Seksi, Uraian tugas Seksi Tata Pemerintahan sebagai berikut :


92

a. Menyusun program kerja Seksi Tata Pemerintahan

berdasarkan petunjuk teknis dan ketentuan sebagai pedoman

kerja untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

b. Menghimpun dan mengolah data kegiatan penyelenggaraan

pemerintahan umum tingkat kecamatan, desa dan kelurahan;

c. Menyiapkan bahan dan petunjuk teknis pembinaan

pemerintahan desa dan kelurahan;

d. Melaksanakan sebagian tugas dalam hal pajak bumi dan

bangunan;

e. Menyiapkan bahan dan melaksanakan tugas bidang

pertanahan di Kecamatan;

f. Melakukan penataan dan pengembangan wilayah kecamatan,

desa dan kelurahan;

g. Melaksanakan fasilitasi dan koordinasi administrasi

kependudukan;

h. Mengumpulkan, mengolah dan menganalisa data

kependudukan di wilayah kecamatan;

i. Menyiapkan bahan dan memproses pelayanan administrasi

kependudukan;

j. Menyiapkan bahan dan melaksanakan kegiatan pembinaan

dalam rangka peningkatan dan pemeliharaan sarana dan

prasarana pelayanan umum;


93

k. Mengoordinasikan kegiatan pengumpulan bahan dan fasilitasi

penyelenggaraan pemilu lingkup kecamatan meliputi

pemilihan kepala desa dan penjaringan aparat desa;

l. Menyiapkan bahan dalam rangka koordinasi instansi di

daerah, fasilitasi penyelenggaraan pemilu dan pilkada;

m. Mengoordinasikan persiapan dalam rangka pelaksanaan

peringatan hari-hari besar nasional/daerah;

n. Menyiapkan bahan dan menfasilitasi perselisihan antar desa

bidang pemerintahan;

o. Melaksanakan pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan

dan pendokumentasian kegiatan Seksi Tata Pemerintahan;

dan

p. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

3) Seksi Ketenteraman dan Ketertiban

Seksi Ketenteraman dan Ketertiban Desa/Kelurahan dipimpin

oleh seorang Kepala Seksi dan uraian tugasnya adalah sebagai

berikut :

a. Menyusun program kerja Seksi Ketenteraman dan Ketertiban

Umum berdasarkan petunjuk teknis dan ketentuan sebagai

pedoman kerja untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

b. Menghimpun dan mempelajari peraturan perundang-undangan,

kebijaksanaan teknis, pedoman dan petunjuk teknis serta


94

bahan-bahan lainnya yang berhubungan dengan

penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban sebagai

pedoman dan landasan kerja;

c. Menyiapkan bahan dan melaksanakan kerja sama dengan

aparat penegak hukum lainnya dalam kegiatan

penyelenggaraan dan pemeliharaan ketenteraman dan

ketertiban umum;

d. Mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data

penyelenggaraan urusan ketenteraman dan ketertiban

masyarakat di wilayah kecamatan;

e. Mengolah dan memproses rekomendasi Surat Keterangan

Catatan Kepolisian (SKCK);

f. Menyiapkan bahan, memfasilitasi dan mengoordinasikan

kegiatan penegakan dan pelaksanaan Peraturan Daerah,

Peraturan Bupati, Keputusan Bupati dan peraturan perundang-

undangan lainnya;

g. Menyiapkan bahan dan memproses rekomendasi perizinan

dalam bidang ketenteraman dan ketertiban;

h. Menyiapkan bahan materi penyuluhan mengenai ketenteraman

dan ketertiban umum di lingkungan wilayah Kecamatan;

i. Melaksanakan pengawasan perizinan di kecamatan;


95

j. Mengolah dan memproses Surat izin penutupan jalan tertentu,

izin parkir tidak tetap, Surat Jalan dan Surat Keterangan

lainnya yang menjadi kewenangannya;

k. Melaksanakan penarikan pajak hiburan untuk persewaan VCD

dan pajak restoran untuk PK 5;

l. Memberdayakan potensi perlindungan masyarakat;

m. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan ketenteraman

lingkungan;

n. Melaksanakan pengawasan dan memantau penyelenggaraan

pertunjukan dan keramaian kampung;

o. Melaksanakan pembinaan dan pengawasan ketenteraman

lingkungan dan melakukan kegiatan pengamanan wilayah;

p. Mengawasi pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang

telah mempunyai kekuatan hukum yang pasti;

q. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi

pemerintah dan instansi lainnya yang berkaitan dengan

keamanan, ketenteraman dan ketertiban umum di wilayah

Kecamatan;

r. Melaksanakan pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan dan

pendokumentasian kegiatan Seksi Ketenteraman dan

Ketertiban;

s. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.
96

4) Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/ Kelurahan


Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa/Kelurahan

dipimpin oleh seorang Kepala Seksi dan uraian tugasnya adalah

sebagai berikut :

a. Menyusun program kerja Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan

Desa berdasarkan petunjuk teknis dan ketentuan sebagai

pedoman kerja untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

b. Menyusun dan melaporkan data monografi kecamatan serta

profil desa dan kelurahan;

c. Menyiapkan bahan perumusan rencana pembangunan

kecamatan (musrenbang);

d. Mengoordinasikan, memfasilitasi dan memberikan pelayanan

administrasi Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang

dilimpahkan ke Kecamatan;

e. Mengoordinasikan pembinaan, pengawasan dan pelaporan

kegiatan penanggulangan pencemaran dan kerusakan

lingkungan hidup;

f. Menyiapkan bahan dan melaksanakan fasilitasi pembinaan dan

pengembangan kegiatan perekonomian;

g. Melaksanakan dan mengoordinasikan penyuluhan usaha kecil,

mikro dan menengah kepada masyarakat lingkup kecamatan;

h. Melaksanakan dan mengoordinasikan penyuluhan usaha kecil,

mikro dan menengah kepada masyarakat lingkup kecamatan;


97

i. Menyiapkan bahan dan memproses rekomendasi perizinan

dalam bidang perekonomian, pemberdayaan masyarakat dan

desa;

j. Menyiapkan bahan dan melaksanakan fasilitasi pembinaan dan

pengembangan swadaya dan pemberdayaan masyarakat;

k. Menyiapkan bahan dan melaksanakan fasilitasi pembinaan dan

pengembangan kegiatan perekonomian;

l. Mengoordinasikan dan memfasilitasi pelaksanaan pungutan

atas pajak dan retribusi Daerah di wilayah kecamatan;

m. Menyiapkan bahan dan menfasilitasi penyelenggaraan kerja

sama antar desa dan penyelesaian perselisihan antar desa

bidang perekonomian, pemberdayaan masyarakat dan Desa;

n. Menyiapkan bahan dan menyelenggarakan lomba/penilaian

desa/kelurahan tingkat kecamatan;

o. Melaksanakan pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan dan

pendokumentasian kegiatan Seksi Pemberdayaan Masyarakat

dan Desa;

p. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

5) Seksi Kemasyarakatan
Seksi Kemasyarakatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

dan mempunyai tugas adalah sebagai berikut :


98

a. Menyusun program kerja Seksi Kemasyarakatan berdasarkan

petunjuk teknis dan ketentuan sebagai pedoman kerja untuk

kelancaran pelaksanaan tugas;

b. Menyiapkan bahan perumusan kebijakan dan menyusun

petunjuk teknis pembinaan dan pengembangan kesejahteraan

rakyat;

c. Menyiapkan bahan dan memproses rekomendasi perizinan

dalam bidang kemasyarakatan;

d. Mengoordinasikan dan menfasilitasi pembinaan dan

pengembangan pendidikan, generasi muda, keolahragaan,

kebudayaan, kepramukaan dan peranan wanita;

e. Mengumpulkan, mengolah data dan informasi,

menginventarisasi permasalahan serta melaksanakan

pemecahan permasalahan yang berkaitan dengan pembinaan

kemasyarakatan;

f. Menyusun program kerja pelaksanaan pembinaan pelayanan

dan bantuan sosial, peranan wanita, pembinaan kepemudaan

serta olah raga termasuk pengentasan kemiskinan;

g. Mengumpulkan dan menyiapkan bahan penyaluran bantuan

sosial terhadap bencana alam dan bencana lainnya;

h. Mengumpulkan, mengolah, menganalisa dan menyajikan data

kesejahteraan rakyat di wilayah kecamatan;


99

i. Menyiapkan bahan dan memfasilitasi pembinaan lembaga adat

dan komunitas adat terpencil serta organisasi

sosial/kemasyarakatan dan lembaga swadaya masyarakat;

j. Menyiapkan bahan dan memfasilitasi penanggulangan masalah

sosial, pencegahan dan penanggulangan bencana dan

pengungsi;

k. Menyiapkan bahan dan memfasilitasi kegiatan pembinaan dan

pengawasan pelaksanaan program pengembangan dan

peningkatan kesehatan masyarakat, penyediaan sarana dan

prasarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan keluarga

berencana;

l. Mengoordinasikan kegiatan pengawasan, pencegahan dan

penanggulangan penyalahgunaan NAPZA (narkotika,

psikotropika, zat aditif) obat dan bahan berbahaya lainnya;

m. Mengoordinasikan dan memfasilitasi pembinaan dan

pengembangan ketenagakerjaan dan perburuhan;

n. Melaksanakan pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan dan

pendokumentasian kegiatan Seksi Kemasyarakatan; dan

o. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

6) Seksi Pelayanan
Seksi Pelayanan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi dan

mempunyai tugas adalah sebagai berikut :


100

a. Menyusun program, mengatur, mengendalikan dan

mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Seksi Pelayanan sesuai

prosedur untuk kelancaran pelaksanaan tugas;

b. Menyiapkan bahan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis

penyelenggaraan pelayanan;

c. Melaksanakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi

pemerintah dan instansi lainnya yang berkaitan dengan

pembinaan pelayanan di wilayah Kecamatan;

d. Menyelenggarakan pelayanan administrasi kecamatan;

e. Menyiapkan bahan dan melaksanakan inovasi-inovasi

pelayanan;

f. Memeriksa dokumen/berkas pemohon pelayanan administrasi

kecamatan;

g. Menyusun dan mengevaluasi laporan penyelenggaraan

pelayanan administrasi kecamatan;

h. Mengadministrasikan pelayanan penyelenggaraan pelayanan

administrasi kecamatan;

i. Menyerahkan dokumen layanan administrasi kecamatan;

j. Mengumpulkan, mengolah, mengalisis dan menyajikan data

dan informasi pelayanan administrasi kecamatan;

k. Melaksanakan administrasi, fasilitasi dan upaya pemecahan

masalah pengaduan, informasi, dan konsultasi layanan

administrasi kecamatan;
101

l. Melaksanakan pemantauan, evaluasi, penyusunan laporan dan

pendokumentasian kegiatan Seksi Pelayanan; dan

m. Melaksanakan tugas lain sesuai bidang tugas dan

kewenangannya.

4. Jenis Pelayanan
Pelayanan yang diselenggarakan pada Kantor Kecamatan Bajuin

Kabupaten Tanah Laut, sesuai dengan mekanisme prosedur

pelayanan, diantaranya :

1. Pelayanan pembuatan IMB rumah tempat tinggal

2. Pelayanan pembuatan Rekomendasi

3. Pelayanan perekaman pembuatan KTP Elektronik/Manual

4. Pelayanan pembuatan KK (Kartu Keluarga)

5. Pelayanan legalisasi Surat Keterangan Ahli Waris

6. Pelayanan legalisasi pembuatan SKCK

7. Pelayanan legalisasi pembuatan Surat Keterangan Usaha

(SKTU)

8. Pelayanan legalisasi pembuatan Surat Keterangan Domisili

9. Pelayanan Surat Keterangan Pindah (Mutasi Penduduk)

10. Pelayanan Surat Keterangan Kematian

11. Pelayanan legalisasi pembuatan Surat Keterangan Tidak Mampu

(SKTM)

12. Pelayanan legalisasi pembuatan Surat Izin Keramaian

13. Pelayanan Pembuatan Akta Kelahiran


102

14. Pelayanan pembuatan Surat Dispensasi Nikah

15. Pelayanan Pengurusan Proposal

16. Pelayanan Surat Keterangan Izin Keramaian

5. Program dan Kegiatan

Pada tahun 2020 terdapat 8 Program dan 20 Kegiatan Kantor

Kecamatan Bajuin yang telah dilaksanakan, adapun jumlah anggaran

2020 untuk belanja langsung sebesar Rp.525.924.350, anggaran ini

mengalami penurunan sebesar Rp.414.546.242 jika dibandingkan

dengan tahun sebelumnya yang dikarenakan recofusing. Untuk lebih

jelasnya berikut tabel Program dan Kegiatan serta Pagu Anggaran

Kecamatan Bajuin Tahun 2020 sebagai berikut :

Tabel 4.8 Program dan Kegiatan Serta Pagu Anggaran


Kecamatan Bajuin Tahun 2020

TAHUN 2020
No Nama Program Nama Kegiatan
Penyediaan rapat-rapat,
konsultasi, dan koordinasi
Penyediaan jasa, bahan,
Program Pelayanan
1 peralatan dan perlengkapan
Administrasi Perkantoran
perkantoran
Penyediaan jasa penunjang
kinerja SKPD
2 Program Pemenuhan, Pengadaan Sarana dan
Peningkatan Prasarana Perkantoran
Sarana/Prasarana Kerja Pemeliharaan Sarana dan
dan Kualitas Sumber Daya Prasarana Perkantoran
103

Pengadaan Pakaian Dinas


Manusia Beserta Perlengkapannya
Penyusunan perencanaan dan
Program
kinerja SKPD
Perencanaan,Pengendalian
3 Penyusunan laporan keuangan
dan Evaluasi Kinerja
Pengendalian, evaluasi dan
SKPD
pelaporan kinerja
Program Peningkatan Penyelenggaraan Pelayanan
4
Pelayanan Masyarakat Masyarakat
Program Koordinasi dan Pendidikan dan pelatihan
Fasilitasi ketenteraman kepemudaan
5
dan ketertiban Umum
Masyarakat
Peningkatan rasa
solidaritas dan ikatan sosial di
kalangan masyarakat
Program Koordinasi dan Pentas seni, budaya, festival,
Fasilitasi kegiatan lomba cipta dan kompetisi
6 keagamaan, sosial dan olah raga
kebudayaan di Pembinaan organisasi
masyarakat perempuan
Koordinasi dan Fasilitasi
Penanggulangan Kemiskinan
di Kecamatan
koordinasi dan Fasilitasi
Program Koordinasi dan Penyelenggaraan
fasilitasi Penyelenggaraan Pemerintahan Umum
7
Pemerintahan Umum dan Koordinasi dan Fasilitasi
Pemerintahan Desa Penyelenggaraan
Pemerintahan Desa
8 Program perencanaan Penyelenggaraan Musrenbang
104

Kecamatan
pembangunan Kecamatan
Fasilitasi Pengembangan
Sarana Promosi dan Hasil
Program Pemberdayaan
9 Produksi
Masyarakat
Pemberian Stimulan
Pembangunan Desa
Total
9 20
Total Anggaran
Rp.525.924.350

(Sumber : Data skunder yang telah diolah, tahun 2021)


BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian


Untuk menilai apakah kebijakan pemekaran yang sudah dibuat oleh

Pemerintah Kabupaten Tanah Laut sudah sesuai dengan tujuan dan tepat

sasaran, maka dapat kita lihat dengan bagaimana faktanya di lapangan.

Meningkatnya kualitas pelayanan publik merupakan salah satu nilai penting

dari keberhasilan kebijakan pemekaran, oleh karena itu dalam hasil penelitian

ini penulis akan memaparkan bagaimana dampak pemekaran Kecamatan

Pelaihari terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin.

apakah dengan dilakukannya pemekaran, kualitas pelayanan khususnya pada

kantor kecamatan meningkat atau malah sebaliknya. Dalam penilaian

dampak pada penelitian ini, penulis menggunakan salah satu teori yang

dikemukakan oleh Ernest R Alexander (dalam Aminudin, 2007) yaitu Before

and After Comparisons dengan lima dimensi pengukuran kualitas pelayanan

publik berdasarkan indikator yang dikemukakan oleh Zeithaml dkk (dalam

Dwiyanto, 2014) yaitu Tangible (Berwujud), Reliability (Kehandalan),

Responsiveness (Ketanggapan), Assurance (Jaminan) dan Empathy (Empati).

104
105

1. Dimensi Tangible (Berwujud)


Dimensi Tangible (berwujud) dapat dinilai dari indikator

kemudahan akses mendapatkan pelayanan, penampilan fasilitas fisik,

peralatan, personal, dan media komunikasi dalam pelayanan. Apabila

masyarakat Bajuin sebagai pengguna layanan merasakan dimensi ini

sudah baik dari yang sebelumnya maka masyarakat akan merasa puas

terhadap pelayanan yang diberikan petugas/aparatur Kantor Kecamatan

Bajuin, namun sebaliknya jika dimensi ini dirasakan oleh masyarakat

lebih buruk dari pada kantor kecamatan sebelum dilakukannya

pemekaran, maka masyarakat akan menilai buruk dan tidak akan

merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan petugas pelayanan.

Untuk mengukur dimensi Tangible dalam upaya mengetahui dampak

pemekaran terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan

Bajuin, maka dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

a. Kemudahan Akses Menuju Pelayanan


Kemudahan akses menuju pusat pelayanan kantor kecamatan

merupakan hal yang terpenting dalam keberhasilan kebijakan

pemekaran. Lokasi pusat pelayanan kantor kecamatan yang

strategis menjadi impian masyarakat dari tujuan awal dilakukannya

pemekaran. Sebelum dilakukannya pemekaran, lokasi kantor

Kecamatan Pelaihari sudah memiliki akses yang mudah apalagi

letaknya yang berada di tengah-tengah kota pelaihari. Namun

luasnya Kecamatan Pelaihari membuat beberapa desa yang ada di

perbatasan kecamatan seperti Desa Bajuin harus menempuh jarak

105
106

yang cukup jauh untuk bisa mendapatkan pelayanan kecamatan.

Sebelum dilakukannya pemekaran masyarakat Bajuin harus

menempuh jarak ±25 Km untuk bisa mendapatkan pelayanan

kantor kecamatan. Jarak menuju pelayanan kantor kecamatan yang

jauh membuat masyarakat Bajuin yang ingin mendapatkan

pelayanan lebih banyak waktunya terbuang di jalan, belum lagi

antre ataupun ada berkas yang tertinggal sehingga membuat

pelayanan kurang efisien. Namun sekarang setelah pemekaran,

masyarakat yang bertempat tinggal paling jauh dengan Kantor

Kecamatan Bajuin hanya perlu menempuh jarak ±14 Km untuk

bisa mendapatkan pelayanan.

Kantor Kecamatan Bajuin memiliki lokasi yg cukup strategis.

Letaknya yang berada di tangah-tengah Kecamatan Bajuin

membuat semua masyarakat Kecamatan Bajuin dapat dengan

mudah mengakses pelayanan kantor kecamatan. Letak Kantor

Kecamatan Bajuin cukup jauh dari pemukiman masyarakat, di

sekitar lokasi kantor kecamatan merupakan perkebunan sawit dan

lahan bercocok tanam masyarakat. Meskipun letak Kantor

Kecamatan Bajuin jauh dari pemukiman namun kedepannya

diharapkan hal ini akan menciptakan pemerataan pembangunan

bagi Kecamatan Bajuin seperti yang disampaikan oleh Pak Nahrin

Fauzi selaku Camat Bajuin, beliau mengatakan :


107

“Memang kalo dibilang sangat strategis sih belum, namun


untuk pengembangan kawasan sangat bagus karena letaknya
berada di tengah-tengah sehingga kawasan ini bisa lebih
terbuka. Sebenarnya bisa saja Kantor ini dibangun di Desa
Tirta Jaya yang merupakan desa yang paling padat
pemukimannya namun dengan ada disana maka tidak bisa
membuka kawasan baru” ( Hasil wawancara pada 09 Juli
2021).

Meskipun jarak menuju pusat pelayanan kantor kecamatan

lebih dekat namun ada beberapa desa yang masih memiliki kondisi

jalan yang rusak dan belum beraspal. Ada dua desa yang jalannya

belum sepenuhnya menggunakan aspal yaitu Desa Tebing Siring

dan Desa Tanjung, meskipun sudah ada yang beraspal namun jalan

tersebut sangat rusak dan berlubang, hal ini dikarenakan sebagian

jalan tersebut merupakan jalan HGU (Hak Guna Usaha) dari

Perusahaan Sawit PT. Perkebunan Nusantara sehingga pemerintah

tidak memiliki wewenang atas jalan tersebut.

b. Fasilitas dan Kenyamanan Tempat Melakukan Pelayanan


Fasilitas dan kenyamanan tempat pelayanan dalam proses

pelayanan sangatlah penting bagi masyarakat sebagai pengguna

layanan. Selain itu tempat pelayanan juga sangat mempengaruhi

kualitas pelayanan. Kantor kecamatan sebagai penyedia layanan

publik harus memberikan fasilitas dan kenyamanan bagi pengguna

layanan yang datang.

Sebelum dilakukannya pemekaran ruang lingkup pelayanan

kantor Kecamatan Pelaihari sangatlah luas sehingga tak jarang

menimbulkan antre saat proses pelayanan, hal ini membuat


108

masyarakat merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut

meskipun fasilitasnya bisa dikatakan sudah baik. Berkaitan dengan

hal tersebut, Pak Kasmin sebagai pengguna layanan, mengatakan

bahwa:

“Dulu sebelum pemekaran karena ruang lingkupnya lebih


banyak maka pelayanan otomatis lambat dan antre sehingga
tidak enak juga menunggu terlalu lama, terkecuali yang
melayani banyak mungkin tidak jadi masalah” (Hasil
wawancara pada 17 Juli 2021).

Setelah dilakukannya pemekaran ruang lingkup pelayanan

kantor kecamatan otomatis juga ikut mengecil karena setelah

pemekaran pengguna pelayanan terbagi sehingga jumlah pengguna

pelayanan jauh lebih sedikit daripada sebelumnya. Dengan begitu

kondisi antre saat proses pelayanan seperti sebelum pemekaran

jarang terjadi lagi khususnya pada Kantor Kecamatan Bajuin.

Namun meskipun demikian, fasilitas ruang tunggu pelayanan yang

ada di Kantor Kecamatan Bajuin sekarang dirasa masih belum

cukup memadai, hal ini juga disampaikan langsung oleh Pak

Akhmad Ridha selaku Kepala Seksi Pelayanan, beliau menjelaskan

bahwa:

“Kalau untuk fasilitas karena sebelumnya saya pernah


bekerja di puskesmas saya lihat kursi tunggu di disini masih
kurang, saat pengguna layanan lagi banyak-banyaknya
kadang saya kasihan ada saja yang sampai duduk di bawah”
(Hasil wawancara pada 09 Juli 2021).

Fasilitas Kantor Kecamatan Bajuin yang juga sering

dikeluhkan masyarakat yaitu masalah jaringan internet. Jauhnya


109

penempatan Kantor Kecamatan Bajuin dari pemukiman membuat

kawasan kantor kecamatan masih belum terlalu terjangkau jaringan

internet. seperti yang kita ketahui jaringan internet sangat penting

dalam kehidupan sehari-hari termasuk dalam proses pelayanan,

apalagi dalam pandemi Covid-19 ini semua pertemuan tatap muka

dibatasi dan sekarang pertemuan tatap muka dilakukan dengan

sistem daring/online termasuk dalam pelayanan Kantor Kecamatan

Bajuin yang bisa didapatkan memalui aplikasi/online. Pada 10 Juni

2021 Bupati Tanah Laut melaunching program pengendalian

informasi dan pelayanan publik melalui aplikasi Sistem Informasi

dan Pelayanan Online Terpadu (Simponi-T), aplikasi ini tentu

sangat membutuhkan jaringan intrnet agar dapat digunakan. Pak

Nahrin selaku Camat Bajuin mengatakan :

“Kadang-kadang dalam pelayanan kalau kita yang berbasis


online itu jaringan yang agak susah, kadang timbul kadang
tenggelam, namun kemarin kita sudah ada pendekatan
dengan Diskominfo dan Telkom untuk menambah repiter
sebagai alat penguat untuk menerima jaringan, dan hal ini
sudah diusulkan oleh Telkom ke kantor pusat” (Hasil
wawancara pada 09 Juli 2021).

Meskipun muncul jaringan pada kawasan Kantor Kecamatan

Bajuin namun hanya ada di tempat-tempat tertentu saja dan dengan

provider tertentu saja hal ini sesuai dengan yang disampaikan Ibu

Ani selaku pengguna layanan, beliau mengatakan :

“Untuk jaringan di Kantor Kecamatan Bajuin sangat susah,


kecuali dipasang WIFI sepertinya akan mudah nantinya.
Terakhir saya ke kantor kecamatan masih belum ada fasilitas
110

untuk jaringan internet. Karena lokasinya yang jauh dari


pemukiman dan berada di tengah-tengah kecamatan maka
harus menunggu beberapa tahun lagi agar penduduk disana
banyak dan otomatis jaringan bisa masuk nantinya. Di
rumah kami yang lokasinya tidak jauh dari Kantor
Kecamatan Bajuin pun juga sama kalau di luar tidak ada
sinyal, kalau di dalam kamar dan di jendela ada sinyal dan
untuk provider yang dapat digunakan hanya dua yaitu
smartfren dan exis” (Hasil wawancara pada 18 Juli 2021).

Selain fasilitas pelayanan, menjaga kebersihan juga penting

dalam meningkatkan kenyamanan dan kualitas pelayanan, namun

dengan adanya petugas kebersihan di Kantor Kecamatan Bajuin

maka masalah kebersihan sangat jarang dikeluhkan oleh pengguna

layanan. Seperti yang disampaikan oleh Pak Kasmin sebagai

pengguna layanan, beliau mengatakan :

“Kalau masalah kebersihan cukup memadai untuk sekelas


kantor kecamatan jika dibandingkan dengan dulu, karena
mungkin namanya kantor kan ada petugasnya” (Hasil
wawancara pada 17 Juli 2021).

Kenyamanan tempat pelayanan sangat mempengaruhi kualitas

dari pelayanan karena jika masyarakat harus menunggu dengan

suasana ruangan yang tidak nyaman maka masyarakat akan

menjadi tidak nyaman. Jika pengguna layanan harus mengantre

dengan suasana nyaman dan bersih maka masyarakat akan bersedia

untuk bersabar. Tetapi sebaliknya jika proses pelayanan lama dan

tempat pelayanan kurang nyaman dan tidak bersih maka

masyarakat tidak akan merasa nyaman.

c. Penampilan petugas dalam melayani pengguna layanan


111

Penampilan petugas/aparatur juga mempengaruhi kualitas

layanan yang diberikan. Penampilan memberikan kesan pertama

petugas kepada pengguna layanan dalam memulai proses

pelayanan. Namun bukan berarti penempatan kantor kecamatan di

sekitaran lingkungan desa membuat penampilan petugas/aparatur

kantor kecamatan tidak rapi dan sesuai. Berkaitan dengan hal itu,

penampilan petugas/aparatur pelayanan pada Kantor Kecamatan

Bajuin tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan penampilan

petugas pelayanan di kantor kecamatan sebelum dilakukannya

pemekaran. Rata-rata semua petugas/aparatur layanan sudah

berpenampilan rapi dan menggunakan seragam sesuai dengan

ketentuan yang sudah ditetapkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Pak Kasmin selaku pengguna pelayanan, beliau mengatakan :

“Untuk penampilan petugas saya rasa rapi-rapi saja,


meskipun mereka dalam artian berada di tengah-tengah
pedesaan namun mereka tetap menjaga kualitas pelayanan
termasuk pakaian dalam artian yang sopan, begitu juga dulu
sebelum pemekaran kurang lebih sama saja mungkin karena
mereka pegawai jadi harus menjaga penampilannya
juga”(Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Penampilan memang sangat berpengaruh dalam proses

pelayanan agar menimbulkan kesan yang positif. Petugas

pelayanan akan memaksimalkan penampilannya demi pelayanan

yang berkualitas bagi pengguna layanan sehingga tujuan akhir

kepuasan dapat tercapai. Pentingnya kerapian juga disampaikan


112

oleh Pak Akhmad Ridha selaku Kepala Seksi Pelayanan Kantor

Kecamatan Bajuin, beliau mengatakan bahwa :

“Untuk petugas pelayanan kerapian itu perlu, jadi selama ini


teman-teman memang kita anggap sudah mencukupi
kerapiannya dan biasanya kamipun menegur petugas untuk
berpakaian sopan ke kantor sebagai pemberi layanan” (Hasil
wawancara pada 09 Juli 2021).

d. Penggunaan Alat Bantu dalam Pelayanan


Penggunaan alat bantu dalam proses pelayanan sangat penting.

Alat yang digunakan seperti computer, printer, kamera dan lain

sebagainya dibutuhkan demi kelancaran proses pelayanan. Alat

bantu yang biasa digunakan oleh petugas/aparatur Kantor

Kecamatan Bajuin dalam menyelesaikan tugasnya antara lain

komputer, alat cetak/printer, dan kamera untuk keperluan

pembuatan E-KTP. Kehadiran alat bantu sangat mendukung dalam

proses pelayanan sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan

cepat.

Sebelum dilakukannya pemekaran, alat bantu yang digunakan

dalam proses pelayanan sudah memenuhi kebutuhan dalam proses

pelayanan namun hanya saja jumlah unit yang lebih sedikit

daripada kantor kecamatan sekarang. Setelah dilakukannya

pemekaran, Kantor Kecamatan Bajuin bekerja sama dengan Dinas

Kependudukan dan Catatan sipil, sehingga ada penambahan unit

computer, kamera dan alat cetak sebagai alat bantu dalam proses

pelayanan khususnya pembuatan E-KTP. kerja sama ini


113

memudahkan masyarakat dikarenakan ada beberapa pelayanan

yang ada di Dukcapil sekarang sudah bisa didapatkan di kantor

kecamatan. Kerja sama ini sangat membantu masyarakat khususnya

dalam pembuatan E-KTP dan pembuatan akta kelahiran, sehingga

masyarakat bajuin tidak perlu pergi jauh-jauh lagi untuk bisa

mendapatkan E-KTP.

Jumlah alat bantu yang dimiliki Kantor Kecamatan Bajun

dirasa masih kurang khususnya alat cetak/printer, Pak Nahrin

selaku camat dalam wawancaranya mengatakan bahwa :

“Kalau untuk alat bantu boleh dibilang cukup tapi memang


masih ada perlu penambahan sedikit-sedikit khususnya pada
alat cetak” (Hasil wawancara pada 09 Juli 2021).

Penggunaan alat bantu dalam proses pelayanan sangatlah

penting, karena dengan adanya alat bantu akan memudahkan

pegawai layanan dalam melayani masyarakat. Misalnya untuk

mencetak KTP atau memasukkan data.

2. Dimensi Reliability (Kehandalan)


Dimensi Reliability (Kehandalan) merupakan kemampuan

petugas/aparatur unit pelayanan dalam memberikan pelayanan yang

dijanjikan dengan segera dan memuaskan. Dimensi Reliability ini juga

merupakan kemampuan penyedia layanan untuk memberikan pelayanan

secara tepat waktu dan konsisten. Kehandalan dapat diartikan

mengerjakan dengan benar sesuai dengan prosedur kerja, standar

pelayanan dan waktu yang telah dijanjikan. Untuk mengukur dimensi


114

Reliability dalam upaya mengetahui dampak pemekaran terhadap

kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin, maka dapat

diukur melalui indikator sebagai berikut :

a. Kecermatan dan Kemampuan Petugas/Aparatur dalam


pelayanan
Kecermatan atau ketelitian dan kemampuan petugas dalam

melayani masyarakat sebagai pengguna layanan sangatlah penting

dalam proses pelayanan. Jika petugas tidak cermat dalam

memberikan pelayanan maka akan terjadi kesalahan dan

menimbulkan pekerjaan baru. Maka dari itu setiap petugas harus

mampu dan cermat terhadap tanggung jawabnya dalam

memberikan pelayanan agar terciptanya pelayanan yang berkualitas

dan masyarakat pun merasa puas.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, masyarakat juga

sudah merasa puas atas kemampuan dan kecermatan

petugas/aparatur Kantor Kecamatan Bajuin jika dibandingkan

dengan petugas kantor kecamatan sebelum pemekaran, hal ini

seperti yang disampaikan oleh Ibu Fima selaku pengguna

pelayanan, beliau mengatakan :

“Saya kira sebelum maupun sesudah pemekaran kurang


lebih saja, keduanya sudah sesuai dengan prosedur, karena
mereka otomatis juga diberi bekal seperti pelatihan dan
115

segala macam dalam memberikan pelayanan. Selama ini


tidak pernah ada kendala sampai ada kesalahan atau teledor
dari petugas, selama ini kita lancar-lancar aja” (Hasil
wawancara pada 09 Juli 2021).

Adapun cara agar menjaga kemampuan dan kecermatan

pegawainya seorang pemimpin juga berperan penting dalam

memberikan arahan dan motivasi, hal ini yang juga diterapkan pada

Kantor Kecamatan Bajuin, dalam sesi wawancaranya Pak Akhmad

Ridha selaku kepala seksi pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin

mengatakan :

“Setiap apel ada diinstruksikan oleh pimpinan kita baik dari


Camat maupun dari Sekcam yang memberikan motivasi
untuk staf agar dalam bekerja mereka tetap semangat, selain
itu kita semua juga tanggung jawab aja sih artinya sebagai
abdi negara baik sebagai PNS maupun pegawai tidak tetap
karena kita sudah diberikan amanah dan juga sudah
diberikan imbalan gaji otomatis tanggung jawab kita kan
datang sendiri dengan kesadaran masing-masing” (Hasil
wawancara pada 09 Juli 2021).

Tentu dalam melakukan proses pelayanan petugas harus cermat

dan penuh ketelitian agar tidak terjadi kesalahan yang

mengharuskan pengguna layanan kembali mengurus urusannya

hanya karena ketidakcermatan petugas dalam melakukan proses

pelayanan. Motivasi serta saling mengingatkan antar aparatur juga

perlu agar mereka tetap fokus kepada tanggungjawab dan tugas

mereka.

b. Kemampuan dan Keahlian Petugas/Aparatur dalam


Menggunakan Alat Bantu
116

Kemampuan dan keahlian dalam menggunakan alat bantu juga

perlu dimiliki oleh petugas/aparatur pelayanan dalam melayani

masyarakat. Terlihat ketika pelayanan ramai dengan banyaknya

pengguna layanan yang datang, pegawai yang memiliki keahlian

dalam menggunakan alat bantu seperti kamera, komputer dan

perangkatnya akan dengan mudah dan cepat memanfaatkan alat

bantu tersebut. Tentunya hal ini akan membuat pengguna layanan

tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menunggu petugas

bekerja khususnya dalam menggunakan alat bantu pelayanan.

Berdasarkan hasil wawancara keahlian dan kehandalan

petugas pada Kantor Kecamatan Bajuin dalam menggunakan alat

bantu pelayanan dirasa masyarakat sudah cukup baik jika

dibandingkan dengan kantor kecamatan sebelum pemekaran.

Selama pelayanan masyarakat tidak menemukan petugas yang

kesulitan dalam menggunakan alat bantu. Namun hanya saja tidak

semua petugas kantor kecamatan yang sangat lihai menggunakan

alat bantu khususnya komputer, hal ini dikarenakan faktor latar

belakang pendidikan dan usia. Seperti yang ada di Kantor

Kecamatan Bajuin Hanya ada beberapa orang yang ahli dalam

menguasai alat bantu pelayanan khususnya komputer. Dalam

wawancaranya Pak Nahrin Fauzi selaku camat mengatakan bahwa :

“Ya boleh dikatakan hampir semua bisa cuman hanya ada


beberapa yang tua-tua biasanya yang hampir menjelang
pensiun kadang-kadang yang memang tidak begitu familiar
dengan komputer, beliaukan memang pendidikannya paling
117

SD, SMP, terus ada yang tua menjelang usianya, bisa bisa
saja komputer namun tidak mahir” (Hasil wawancara pada
09 Juli 2021).

Kemampuan dan keahlian petugas/aparatur dalam

menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan sangat penting

agar proses pelayanan dapat berjalan dengan baik. Seluruh pegawai

yang bertugas di bagian pelayanan harus memiliki kemampuan

untuk menggunakan alat bantu agar proses pelayanan berjalan

dengan lancar dan pengguna pelayanan merasa puas.

c. Kedisiplinan Petugas/Aparatur
Kedisiplinan petugas dalam bekerja sangatlah penting dalam

proses pelayanan. Kedisiplinan merupakan kebiasaan yang perlu

ditanamkan pada setiap kepribadian petugas. Jika petugas tidak

disiplin dalam memberikan pelayanan maka akan menimbulkan

pandangan yang buruk di masyarakat selain itu juga pelayanan

akan menjadi tidak maksimal. Oleh karena itu setiap petugas harus

memiliki kedisiplinan dalam mengerjakan tanggung jawabnya agar

terciptanya pelayanan yang berkualitas.

Pada awal pemekaran kedisiplinan petugas/aparatur Kantor

Kecamatan Bajuin dirasa masih kurang jika dibandingkan dengan

kedisiplinan petugas/aparatur kantor Kecamatan Pelaihari sebelum

dilakukannya pemekaran. Letak Kantor Kecamatan Bajuin yang

jauh dari pusat pemerintah daerah membuat pengawasan lemah,

namun dengan adanya teknologi absen fingerprint di Kantor

Kecamatan Bajuin sekarang maka kedisiplinan petugas jauh lebih


118

baik dari sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara

penulis dengan Pak Kasmin selaku pengguna layanan, beliau

mengatakan :

“Kalo dulu memang mereka pasti lebih dari jam 08.00 WITA
baru ada orang, kemudian kalau kesiangan atau jam-jam
13.00 WITA sudah sepi, padahal sebenarnya rumah aparatur
tidak begitu jauh dari Kantor Kecamatan. Namun kalau
sekarang sepertinya karena ada pengawasan mungkin
mereka sudah memperbaikinya. Kalau dulu di Kantor
Kecamatan Pelaihari sepertinya dulu tertib apalagi
sampingnya kantor bupati sehingga mereka merasa diawasi”
(Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).
Disiplin merupakan modal awal yang harus dimiliki oleh

setiap petugas/aparatur terutama dibagian pelayanan publik guna

menunjukkan kinerja, sikap, perilaku dan pola kehidupan yang

lebih baik. Disiplin dilakukan agar masyarakat yaitu pengguna

layanan merasa puas dengan apa yang aparatur kerjakan.

d. Prosedur Pelayanan yang Tidak Berbelit-Belit


Kemudahan prosedur pelayanan sangat dibutuhkan bagi

pengguna layanan agar proses pelayanan dapat berjalan dengan

baik. Kemudahan prosedur pelayanan diperlukan agar masyarakat

sebagai pengguna layanan tidak harus bolak-balik maupun

kebingungan dalam memenuhi persyaratan yang diperlukan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan prosedur

pelayanan di Kantor Kecamatan Bajuin sudah cukup baik dan tidak

berbelit-belit jika dibandingkan dengan pelayanan sebelum

pemekaran. Ibu Fima sebagai pengguna layanan mengatakan :

“Lebih mudah sekarang daripada dulu, karena sebelum


pemekaran pembuatan KTP dilakukan di Dukcapil dan
119

menurut saya persyaratannya terlalu ribet. Selain itu


beberapa petugas Kantor Kecamatan Bajuin memiliki
kenalan-kenalan dengan masyarakat juga sehingga
mempermudah proses pelayanan” (Hasil wawancara pada 09
Juli 2021).

Kantor Kecamatan Bajuin juga menyediakan papan informasi

yang berisikan informasi program kerja kantor kecamatan dan juga

informasi tentang persyaratan administrasi di setiap pelayanan.

Informasi persyaratan administrasi dalam pelayanan sangat

memudahkan masyarakat khususnya pengguna layanan dalam

mempersiapkan kelengkapan persyaratan administrasi dalam

pelayanan yang mereka gunakan. Namun hanya saja tulisan yang

kecil pada Mading membuat pengguna layanan agak sulit melihat

khususnya pada pengguna layanan lanjut usia atau mengalami

gangguan mata.

Di Kantor Kecamatan Bajuin juga tersedia meja resepsionis

atau meja penerima tamu. Dengan adanya meja resepsionis atau

penerima tamu seperti ini maka masyarakat merasa disambut dan

mersa terlayani setelah melewati pintu utama kantor kecamatan.

Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pak Kasmin sebagai

pengguna layanan, beliau mengatakan bahwa :

“Bedanya gini kalau sekarang pelayanannya ada meja


pelayanannya kalau dulu ruang-ruang aja jadi sekarang
tamu datang atau masyarakat datang pasti menuju ke meja
pelayanan, setelah itu baru keperluannya apa lalu diarahkan
pelayanan ini ke ruangan ini, kalau dulu ketika baru datang
kita kadang bingung, nanya dulu baru diarahkan ke ruangan
dan disuruh masuk jadi mudahnya sekarang ada
120

pelayanannya di depan ada penerima tamunya lah kalau


Bahasa kita” (Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Kemudahan dan ketersediaan prosedur pelayanan dalam

proses pelayanan sangat diperlukan agar masyarakat sebagai

pengguna layanan tidak merasa kesulitan dan kebingungan dalam

proses pelayanan.

3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan)


Dimensi Responsiveness (Ketanggapan) merupakan sikap cepat

dan tanggap setiap petugas/aparatur pelayanan dalam memberikan

pelayanan publik yang dibutuhkan sesuai jangka waktu yang telah

dijanjikan. Sikap tanggap berkaitan dengan akal dan cara berfikir

petugas yang ditunjukkan pada pelanggan. Untuk mengukur dimensi

Responsiveness dalam upaya mengetahui dampak pemekaran terhadap

kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin, maka dapat

diukur melalui indikator sebagai berikut :

a. Petugas/Aparatur Merespon Pengguna Layanan


Merespon setiap pengguna layanan sangatlah penting dan

dapat meningkatkan kualitas pelayanan publik. Petugas/aparatur

pelayanan wajib merespon setiap pengguna layanan yang datang.

Masyarakat sebagai pengguna layanan akan merasa dihargai oleh

petugas/aparatur ketika petugas layanan dapat memberikan respon

yang baik.

Berdasarkan hasil penelitian, respon petugas Kantor

Kecamatan Bajuin dalam memberikan pelayanan cukup cepat dan


121

tanggap jika dibandingkan dengan pelayanan kantor kecamatan

sebelum pemekaran. Di Kantor Kecamatan Bajuin sudah tersedia

meja resepsionis atau meja penerima tamu. Dengan adanya meja

resepsionis atau penerima tamu seperti ini maka masyarakat merasa

disambut dan direspon langsung saat baru memasuki pintu utama

kantor kecamatan. Hal ini seperti yang disampaikan oleh Pak

Kasmin sebagai pengguna layanan, beliau mengatakan bahwa :

“Bedanya gini kalau sekarang pelayanannya ada meja


pelayanannya kalau dulu ruang-ruang aja jadi sekarang
tamu datang atau masyarakat datang pasti menuju ke meja
pelayanan, setelah itu baru keperluannya apa lalu diarahkan
pelayanan ini ke ruangan ini, kalau dulu ketika baru datang
kita kadang bingung, nanya dulu baru diarahkan ke ruangan
dan disuruh masuk jadi mudahnya sekarang ada
pelayanannya di depan ada penerima tamunya lah kalau
Bahasa kita” (Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Namun saat ini jika masyarakat memilih menggunakan

pelayanan dengan sistem aplikasi/online maka petugas agak

kesulitan dalam merespon pelanggan dengan cepat dan tanggap.

Hal ini dikarenakan lokasi Kantor Kecamatan Bajuin yang

memiliki koneksi internet yang kurang baik sehingga tidak jarang

petugas/aparatur baru merespon pengguna layanan setelah

mendapatkan sinyal atau setelah tiba di rumah mereka.

Masyarakat sebagai pengguna layanan pasti akan senang jika

petugas/aparatur di kantor pelayanan kecamatan merespon atau

tanggap terhadap keperluan pengguna layanan, hal ini akan

menjadi penilaian yang baik juga bagi kualitas pelayanan publik


122

yang ada di kantor kecamatan. Namun kendala di lapangan

membuat kenyataan tidak sesuai dengan keinginan, perlunya solusi

dan tindakan pemerintah daerah dan pihak terkait agar masalah

tersebut segera terselesaikan.

b. Petugas/Aparatur Melakukan Pelayanan dengan Cepat dan


Tepat
Penyelesaian proses pelayanan dengan waktu yang cepat dan

tepat merupakan hal yang penting. Cepat dan tepat dapat diartikan

petugas pelayanan memberikan layanan sesuai dengan keperluan

pengguna layanan dan menyelesaikannya dengan tepat waktu

maka tidak akan membuat pengguna layanan menjadi menunggu

terlalu lama.

Berdasarkan hasil penelitian Kantor Kecamatan Bajuin sudah

memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat pada pelayanan

offlinenya jika dibandingkan dengan kantor kecamatan sebelum

dilakukannya pemekaran. Hal ini sesuai dengan keterangan Ibu

Ani, beliau mengatakan bahwa :

“Kemarin ada teman saya yang baru membuatkan E-KTP


anaknya satu hari perekaman besoknya sudah bisa
mengambil, prosesnya cuman sehari karena untuk
pembuatan E-KTP pelayanannya tidak online, kalau dulu
sebelum pemekaran kurang lebih saja namun selain jaraknya
jauh juga biasanya kita harus antre panjang” (Hasil
wawancara pada 18 Juli 2021).

Selain itu Pak Kasmin selaku pengguna layanan juga mengatakan :


123

“Cepat saja sih, ngga sampai lebih satu hari sudah selesai,
karena memang saya hanya cuman mengurus
memperpanjang izin usaha saya sehingga hanya butuh
stempel dan tanda tangan dari pihak kecamatan, kemudian
dari pihak kecamatan juga sudah tau dan paham kalau saya
ingin memperpanjang izin usaha” (Hasil wawancara pada 17
Juli 2021).

Namun hanya saja jika masyarakat sebagai pengguna layanan

memilih untuk melakukan pelayanan melalui aplikasi Simponi-T

yang berbasis online, petugas/aparatur Kantor Kecamatan Bajuin

kesulitan untuk melakukan pelayanan dengan cepat. Hal ini

dikarenakan lokasi Kantor Kecamatan Bajuin yang memiliki

koneksi internet yang kurang baik sehingga proses pelayanan tidak

bisa selesai dengan cepat bahkan dapat dalam waktu berhari-hari.

Seperti yang dikatakan Ibu Ani sebagai pengguna layanan Kantor

Kecamatan Bajuin berbasis online, beliau mengatakan bahwa :

“Di aplikasi ini kita berkomunikasi via chat dengan


operator, saat membikin akta kelahiran kemaren, pagi saya
chat sore atau malam baru dibalas, dalam chat tersebut
operator menanyakan kelengkapan berkas yang nantinya
dikirimkan melalui aplikasi tersebut dengan bentuk
scan/foto, setelah dua hari menunggu operator kembali
memberikan balasan dan menyuruh membawa berkas yang
telah di foto tadi dan bukti chat pada dua hari berikutnya
sebagai bukti pengambilan akta sehingga total pelayanannya
kurang lebih seminggu” (Hasil wawancara pada 09 Juli
2021).

Pelayanan yang cepat dan tepat merupakan hal penting yang

harus dilakukan sebagai bentuk responsiveness petugas/aparatur

terhadap pengguna layanan, akan tetapi selain pelayanan yang


124

cepat petugas juga harus melakukan pelayanan dengan tepat. Jika

petugas/aparatur sudah memberikan pelayanan dengan cepat dan

tepat maka pegawai layanan sudah menjalankan tugas dengan

profesional sehingga pengguna layanan akan merasa puas.

c. Petugas/Aparatur Merespon Keluhan Pengguna Layanan

Pengguna layanan akan mengeluhkan proses pelayanan ketika

petugas layanan tidak melaksanakan proses pelayanan dengan baik.

Kantor Kecamatan Bajuin selama ini sudah merespon keluhan yang

diberikan pengguna layanan dengan baik.

Berdasarkan hasil penelitian Kantor Kecamatan Bajuin

sebagai penyedia layanan sudah merespon dengan baik keluhan

pengguna layanan jika dibandingkan dengan sebelum pemekaran.

Kantor Kecamatan Bajuin telah menyediakan kotak saran dan

nomer WhatsApp yang disediakan untuk menerima saran atau

keluhan terkait pelayanan yang diberikan membuat masyarakat

dengan mudah menyampaikan keluhan dan bisa langsung cepat

ditanggapi.., sehingga ketika ada masyarakat Bajuin atau pengguna

layanan yang memiliki keluhan terkait proses pelayanan Kantor

Kecamatan Bajuin mereka dapat dengan mudah menyampaikan

keluhannya. Setiap keluhan yang ditunjukkan pada pelayanan

Kantor Kecamatan Bajuin mereka secepat mungkin akan merespon


125

dan mengatasi masalah tersebut. Hal ini seperti yang disampaikan

oleh Pak Ridha selaku Kepala Pelayanan, beliau mengatakan :

“Kita telah menyediakan kotak surat pengaduan dan


pengaduan lewat medsos seperti WhatsApp, itu kita buka
sudah, hal itu untuk mempermudah misalnya ada keluhan
dan masalah apa di desa yang masih terkendala sehingga
cepat ditanggapi” (Hasil wawancara pada 09 Juli 2021).

Dengan menanggapi dan menyelesaikan masalah atau keluhan

yang diberikan pengguna layanan, diharapkan dapat membuat

pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin menjadi lebih baik.

4. Dimensi Assurance (Jaminan)


Dimensi Assurance (Jaminan) merupakan sifat yang dapat

dipercaya dari petugas, bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan.

Selain itu Assurance juga merupakan upaya perlindungan yang

diberikan untuk pengguna layanan terhadap resiko yang dapat

mengakibatkan gangguan dalam struktur kehidupan. Untuk mengukur

dimensi Assurance dalam upaya mengetahui dampak pemekaran

terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin,

maka dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :

a. Petugas/Aparatur Memberikan Jaminan Ketepatan Waktu


Tidak jauh berbeda dengan sebelum pemekaran

petugas/aparatur di Kantor Kecamatan Bajuin juga sudah

memberikan jaminan ketepatan waktu dalam proses pelayanannya.

Setiap petugas yang melayani mengusahakan agar pelayanan dapat

selesai dengan cepat dan tepat waktu. Namun jika memang tidak
126

bisa diselesaikan hari itu juga seperti contoh membuat akta

kelahiran yang tidak bisa langsung selesai hari itu, petugas

memberikan jaminan waktu dan memberikan persyaratan bukti

pengambilan agar ketika sudah selesai jangka waktunya langsung

bisa diambil dengan menggunakan bukti pengambilan tersebut. Ibu

Fima sebagai pengguna layanan mengatakan :

“Iya biasanya pasti petugas menyampaikan oiya pian tunggu


sebentar dan kalimat sebentar itu memang sesuai dengan
lama saya menunggu yang hanya sebentar, karena memang
yang dilayani saat ini hanya sedikit. Bedanya dengan dulu
sama saja mereka memberikan jaminan waktu namun
dikarenakan antre petugas meminta maaf karena harus
menunggu agak sedikit lama” (Hasil wawancara pada 09 Juli
2021).

Pegawai memang harus memberikan jaminan tepat waktu

kepada pengguna layanan agar pengguna layanan tidak menunggu

dengan kecemasan, setidaknya petugas menggambarkan berapa

waktu menunggu pengguna layanan dalam proses pelayanan. Pak

Ridha selaku kepala seksi pelayanan juga mengatakan :

“Contohnya kalau seperti KTP masyarakat kita berikan


perkiraan lama waktu proses pembuatannya, untuk KTP
sendiri, hari ini rekaman besoknya sudah bisa diambil”
(Hasil wawancara pada 09 Juli 2021).

b. Petugas/Aparatur Memberikan Pelayanan Legal


Jaminan legalitas dari pelayanan di Kantor Kecamatan Bajuin

berupa cap dan juga tanda tangan sah dari camat. Hal ini sesuai

dengan yang disampaikan oleh Pak Kasmin sebagai pengguna

layanan, baliau mengatakan :


127

“Dalam pelayanan memperpanjang izin usaha gas LPG


disitu ada daftar penduduk penerima gas LPG bersubsidi,
surat itu minta dari desa yang dimana ada tanda tangan
kepala desa dan di stempel juga diketahui oleh kecamatan
sehingga saya minta tanda tangan camat dan stempelnya
juga di Kantor Kecamatan Bajuin sebagai bentuk legalitas
dari kecamatan” (Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Semua pelayanan instansi pemerintahan seperti kantor

kecamatan harus memberikan pelayanan secara legal dan sesuai

dengan ketentuan yang berlau, karena semua itu sudah diatur

sedemikian agar keperluan masyarakat dapat terpenuhi, terjamin

dan bisa dipertanggungjawabkan.

c. Petugas/Aparatur Memberikan Memberikan Jaminan Biaya


Besar biaya pengurusan pelayanan tergantung dengan jenis

pelayanan yang digunakan, tidak semua pelayanan dipungut biaya

atau gratis. Tidak jauh dari sebelum dilakukannya pemekaran,

pelayanan yang membutuhkan biaya pada Kantor Kecamatan

Bajuin yaitu pelayanan pembuatan IMB, hal ini sesuai dengan

pernyataan Pak Nahrin selaku Camat Bajuin, beliau mengatakan :

“Hampir semua pelayanan disini gratis namun pelayanan


yang membutuhkan biaya biasanya pembuatan IMB, ada
masyarakat yang bikin rumah, kita proses dari desa ke
kecamatan lalu kita buatkan IMB-nya nantinya perhitungan
biaya sesuai standar setelah kita dapat lalu kita slurkan lagi
ke kabupaten melalui dinas pendapatan” (Hasil wawancara
pada 09 Juli 2021).

Biaya pelayanan IMB pada Kantor Kecamatan Bajuin sudah

sesuai standar, setiap masyarakat memiliki kelas pembayarannya

masing-masing sesuai bangunan yang dibangun, sehingga biayanya


128

sangat terjangkau bagi masyarakat. Pak Kasmin selaku pengguna

layanan mengatakan :

“Saat aku bikin IMB atau Izin Mendirikan Bangunan


biayanya sangat minim karena dilihat dari bangunannya dan
karena ada kelas-kelasnya menurut aku tidak mahal, artinya
biayanya kecil dan sangat-sangat terjangkau. Walaupun kita
bisa membangun kita pasti juga bisa menyisihkan berapa
persen ya, mungkin dibawah 5%, sehingga jika masyarakat
ingin mengurus IMB pasti mampu sama saja kaya dulu
begitu juga” (Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Dengan adanya jaminan dan prosedur biaya dari petugas

pelayanan, maka pengguna layanan tidak perlu cemas

mengeluarkan biaya untuk mengurus keperluannya hanya saja ada

beberapa pelayanan yang memang masyarakat sudah tau harus

membayar untuk bisa mendapatkannya seperti pelayanan IMB (Izin

Mendirikan Bangunan).

5. Dimensi Emphaty (Empati)


Dimensi ini merupakan perhatian yang dilaksanakan secara pribadi

atau individu terhadap pengguna layanan dengan menempatkan dirinya

pada situasi sebagai pengguna layanan. Ketika petugas telah

menempatkan diri sebagai pengguna layanan maka keramahan dan juga

kepeduliannya akan terwujud dalam memberikan pelayanan. Apabila

semua itu telah diberikan maka akan terjalin hubungan yang baik antara

petugas pelayanan dengan masyarakat yang melakukan pelayanan.

Untuk mengukur dimensi empati dalam upaya mengetahui dampak

pemekaran terhadap kualitas pelayanan publik pada Kantor Kecamatan

Bajuin, maka dapat diukur melalui indikator sebagai berikut :


129

a. Mendahulukan Kepentingan Pengguna Layanan


Prioritas utama dalam pelayanan yaitu untuk mendapatkan

kepuasan pengguna layanan. Segala keperluan pengguna layanan

pada pelayanan di kantor kecamatan harus mendapat prioritas

utama dari petugas dan juga petugas harus memberikan pelayanan

yang sesuai dengan keperluan pengguna layanan.

Berdasarkan hasil penelitian tidak jauh berbeda dengan

sebelum pemekaran, petugas Kantor Kecamatan Bajuin juga

mendahulukan kepentingan pengguna layanan. Pak Kasmin

selaku pengguna layanan mengatakan :

“Iya sih mereka lebih mendahulukan masyarakat saat


pelayanan karena saat masyarakat datang langsung dilayani
dan tidak bertele-tele atau mengesampingkan pengguna
layanan jika dibandingkan dengan dulu sih kurang lebih
sama saja” (Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

Mendahulukan kepentingan dari pengguna layanan memang

penting karena pengguna layanan merupakan prioritas utama

petugas dalam pelayanan. Apabila masyarakat sebagai pengguna

layanan tidak merasa didahulukan oleh petugas maka akan

menimbulkan keluhan dan memberikan kesan yang tidak baik bagi

petugas pelayanan.

b. Petugas/Aparatur Melayani dengan Ramah dan Sopan Santun


Bersikap ramah dan sopan santun berarti bersikap baik dan

bertata karma dalam berbicara. Masyarakat sebagai pengguna

layanan akan memberikan penilaian yang baik dan merasa di hargai


130

juga dihormati apabila petugas bersikap dengan ramah dan sopan

santun dalam memberikan layanan.

Berdasarkan hasil penelitian petugas Kantor Kecamatan

Bajuin lebih melayani dengan ramah dan sopan santun jika

dibandingkan sebelum pemekaran. Adanya hubungan sosial antara

petugas Kantor Kecamatan Bajuin dengan masyarakat Bajuin

membuat proses pelayanan menjadi mudah, selain itu juga petugas

pasti akan bersikap ramah dan sopan kepada pengguna layanan

karena kedekatan dan adanya hubungan sosial tersebut. Ibu Fima

sebagai pengguna layanan mengatakan :

“Beberapa petugas Kantor Kecamatan Bajuin memiliki


kenalan-kenalan dengan masyarakat juga sehingga
mempermudah proses pelayanan” (Hasil wawancara pada 09
Juli 2021).

Sikap ramah dan sopan santun memang perlu diperhatikan

bagi setiap petugas pelayanan karena hal ini bertujuan agar para

pengguna layanan merasa dihargai dan dihormati.

c. Petugas/Aparatur Melayani dengan Tidak Diskriminatif


Dalam proses pelayanan, selain keramahan dan sikap sopan

santun sikap tidak diskriminatif atau membeda-bedakan pengguna

layanan juga sangat perlu untuk diterapkan pada setiap petugas.

Sikap tidak membeda-bedakan maksudnya, ketika melayani

pegawai tidak mendahulukan pengguna layanan yang sudah kenal

saja misalnya keluarga atau teman dekat. Semua harus dilayani

dengan sama dan harus sesuai antrian.


131

Berdasarkan hasil penelitian, tidak jauh berbeda dengan

sebelum pemekaran, pengguna layanan merasa petugas Kantor

Kecamatan Bajuin sudah melayani dengan tidak membeda-bedakan

pengguna layanan ataupun mendahulukan masyarakat tertentu,

antrian yang tidak begitu panjang membuat jauh dari masalah ini.

Pak Kasmin sebagai pengguna layanan mengatakan :

“Karena sekarang biasanya tidak ada antrian yang begitu


panjang, jadi yang mana yang lebih dulu datang kan
kelihatan. Kecuali antriannya panjang terus ada yang lewat
belakang seperti itu selama ini belum pernah mendengar”
(Hasil wawancara pada 17 Juli 2021).

5.2 Pembahasan Penelitian


Penilaian dampak pemekaran Kecamatan Pelaihari terhadap kualitas

pelayanan publik pada Kantor Kecamatan Bajuin dilakukan berdasarkan teori

dari Ernest R Alexander dan Zeithaml dkk. Penilaian dampak yang digunakan

dalam penelitian ini menggunakan teori dari Ernest R Alexander (dalam

Aminudin, 2007) yaitu Before and After Comparisons Comparisons

(Sebelum dan Sesudah Perbandingan), dengan menggunakan lima dimensi

kualitas pelayanan publik berdasarkan indikator yang ditentukan oleh

Zeithaml dkk (dalam Dwiyanto, 2014) yaitu Tangible, Reliability,

Responsiveness, Assurance, dan Empathy. Hasil dan analisis kualitatif

terhadap masing-masing dimensi kualitas pelayanan dapat diuraikan dengan

penjelasan sebagai berikut:

1. Dimensi Tangible (Berwujud)


132

Untuk mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas setelah

dilakukannya pemekaran perlu dilakukan perubahan dan perbaikan

yang mengarah pada kepuasan masyarakat. Pada penelitian ini dimensi

tangible (berwujud) ditentukan oleh indikator-indikator yaitu

kemudahan akses menuju pelayanan, fasilitas dan kenyamanan,

penampilan petugas, penggunaan alat bantu.

Akses menuju pelayanan kantor kecamatan setelah dilakukannya

pemekaran jauh lebih baik daripada sebelumnya. Letak Kantor

Kecamatan Bajuin yang berada di pertengahan Kecamatan Bajuin

membuat masyarakat tidak perlu jauh-jauh lagi untuk bisa mendapatkan

pelayanan kantor kecamatan. Sebelum pemekaran mereka harus

menempuh jarak yang cukup jauh untuk bisa mendapatkan pelayanan.

Namun sekarang Masyarakat Bajuin yang bertempat tinggal paling jauh

dengan Kantor Kecamatan Bajuin hanya perlu menempuh jarak ±14

Km untuk bisa mendapatkan pelayanannya.

Penampilan dan penggunaan alat bantu dalam pelayanan pada

Kantor Kecamatan juga sudah lebih baik dari sebelum dilakukannya

pemekaran, status pegawai sebagai aparatur pemerintahan membuat

kesadaran petugas berpakaian rapi saat melakukan proses pelayanan.

Alat bantu pelayanan yang digunakan juga sudah mencukupi hanya saja

ada beberapa peralatan yang kurang seperti alat cetak/ printer. Selain

penampilan dan penggunaan alat bantu, kenyamanan dan kebersihan

Kantor Kecamatan Bajuin juga lebih baik jika dibandingkan dengan


133

dulu sebelum pemekaran. Pembagian ruang lingkup pelayanan setelah

pemekaran membuat masyarakat lebih nyaman dalam melakukan

proses pelayanan, sekarang masyarakat tidak perlu antre panjang untuk

bisa mendapatkan pelayanan. Selain itu kehadiran petugas kebersihan

pada kantor kecamatan membuat ruang tunggu bersih dan nyaman.

Namun meskipun demikian kualitas pelayanan publik pada

dimensi tangible (berwujud) di Kantor Kecamatan Bajuin dirasa masih

kurang maksimal. Kurang maksimalnya kualitas pelayanan publik yang

diberikan Kantor Kecamatan Bajuin disebabkan karena adanya

indikator pelayanan yang belum berjalan dengan baik khususnya pada

fasilitas pelayanan. Fasilitas pelayanan khususnya jaringan internet

yang kurang baik membuat jalannya pemerintahan dan pelayanan

berbasis online pada Kantor Kecamatan Bajuin menjadi terhambat.

Oleh sebab itu banyak masyarakat yang memilih menggunakan

pelayanan offline atau langsung dibandingkan menggunakan pelayanan

online. Meskipun penerapan E-Government pada Pemerintah

Kecamatan Bajuin sudah baik namun dengan tidak adanya dukungan

dari jaringan internet membuat pelaksanaannya tidak maksimal. Selain

itu kurangnya kursi pada ruang tunggu juga menjadikan pelayanan

kurang memuaskan karena ketika sewaktu-waktu pelayanan mengalami

antre, terpaksa sebagian pengguna layanan harus menunggu dengan

duduk di ubin kantor kecamatan. Hal ini membuat penilaian fasilitas


134

pelayanan yang kurang baik jika dibandingkan dengan sebelum

dilakukannya pemekaran.

Pada dasarnya kurang maksimalnya ketersediaan fasilitas pada

pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin membuat dimensi tangible

(berwujud) belum sesuai dengan teori yang ada. Fasilitas dalam

pelayanan menentukan penilaian masyarakat terhadap kualitas

pelayanan publik yang diberikan Kantor Kecamatan Bajuin.

2. Dimensi Reliability (Kehandalan)


Pada penelitian ini dimensi reliability (kehandalan) ditentukan

oleh indikator-indikator yaitu kecermatan dan kemampuan dalam

memberikan pelayanan, kemampuan dan keahlian menggunakan alat

bantu, kedisiplinan petugas dan prosedur pelayanan yang tidak berbelit-

belit.

Pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin sudah menerapkan

dimensi reliability dengan baik. Adapun penilaian kualitas publik yang

sudah berjalan sesuai dengan harapan masyarakat dalam dimensi ini

antara lain kecermatan dan kemampuan pegawai dalam melayani

pengguna layanan, kemampuan pegawai dalam menggunakan alat bantu

dalam proses pelayanan, kedisiplinan dan prosedur pelayanan yang

jelas.

Namun berdasarkan hasil penelitian pada pelaksanaannya masih

terdapat indikator yang belum sepenuhnya berjalan sesuai harapan.

Seperti belum semua petugas ahli dalam menggunakan alat bantu dalam

proses pelayanan yang dikarenakan faktor usia dan latar belakang


135

pendidikan. Selain itu penulisan prosedur pelayanan pada papan

informasi yang kecil membuat pengguna layanan khususnya lansia

maupun pengguna layanan yang memiliki masalah pada penglihatan

akan sulit untuk melihatnya.

Meskipun demikian secara keseluruhan dimensi reliability

(kehandalan) pada Kantor Kecamatan Bajuin sudah cukup baik dan

sesuai dengan teori yang ada. Hanya saja perlunya sedikit perbaiakan

pada indikator dimensi ini agar pelayanan yang diberikan dapat

maksimal. Tuntutan dimensi reliability atau kehandalan petugas dalam

memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah dan lancar menjadi

syarat penilaian bagi masyarakat yang dilayani dalam memperlihatkan

aktualisasi kerja petugas dalam memahami lingkup dan uraian kerja

yang menjadi perhatian dan fokus dari setiap petugas dalam

memberikan pelayanannya. Inti dari dimensi kehandalan itu sendiri

adalah setiap petugas memiliki kemampuan yang handal, mengetahui

mengenai seluk belum prosedur kerja, mekanisme kerja, memperbaiki

berbagai kekurangan atau penyimpangan yang tidak sesuai dengan

prosedur kerja dan mampu menunjukkan, dan memberikan arahan yang

benar kepada setiap bentuk pelayanan. Dengan begitu hal ini akan

memberi dampak positif atas pelayanan publik yang diberikan.

3. Dimensi Responsiveness (Ketanggapan)


Ketanggapan untuk merespon pengguna layanan menjadi salah

satu pendorong keberhasilan pelayanan, karena jika pelaksanaan

pelayanan didasari oleh sikap, keinginan, dan komitmen untuk


136

melaksanakan pelayanan dengan baik, maka akan tercipta peningkatan

kualitas pelayanan yang semakin baik. Penilaian kualitas pelayanan

publik Kantor Kecamatan Bajuin pada dimensi responsiveness

(ketanggapan) ditentukan oleh indikator-indikator yaitu respon petugaas

terhadap pengguna layanan, pelayanan cepat dan tepat, dan merespon

keluhan pengguna layanan.

Dalam pelaksanaannya pelayanan pada dimensi responsiveness

(ketanggapan) yang diberikan langsung oleh petugas di Kantor

Kecamatan Bajuin sudah lebih baik jika dibandingkan dengan sebelum

dilakukannya pemekaran. Adanya meja resepsionis atau penerima tamu

pada Kantor Kecamatan Bajuin, membuat masyarakat yang ingin

mendapatkan pelayanan merasa disambut dan direspon langsung saat

baru memasuki pintu utama kantor kecamatan. Antrean yang tidak

begitu sering membuat pelayanan yang diberikan cepat dan masyarakat

tidak perlu menunggu terlalu lama. Ketersediaan kotak saran dan nomer

WhatsApp yang disediakan untuk menerima saran atau keluhan terkait

pelayanan yang diberikan membuat masyarakat dengan mudah

menyampaikan keluhan dan bisa langsung cepat ditanggapi.

Namun dalam pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin yang berbasis

online masih ada indikator yang belum dilaksanakan dengan maksimal.

Respon dan waktu pelayanan yang sangat lambat membuat masyarakat

memilih langsung datang ke kantor kecamatan untuk mendapatkan

pelayanan. Petugas kesulitan merespon dan memberikan pelayanan


137

kepada pelanggannya dengan cepat dan tanggap pada masyarakat yang

memilih menggunakan pelayanan dengan sistem aplikasi/online. Hal ini

dikarenakan lokasi Kantor Kecamatan Bajuin yang memiliki koneksi

internet yang kurang baik sehingga tidak jarang petugas/aparatur baru

merespon pengguna layanan setelah mendapatkan sinyal atau setelah

tiba di rumah mereka masing-masing. Bahkan berdasarkan penjelasan

Ibu Ani saat menggunakan pelayanan berbasis online pada pembuatan

akta kelahiran membutuhkan waktu satu minggu untuk bisa selesai.

Pada dasarnya kurang maksimalnya dimensi responsiveness

(ketanggapan) pada pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin yang berbasis

aplikasi/online membuat dimensi ini belum sesuai dengan teori yang

ada. Kurangnya ketanggapan dan kecepatan petugas dalam memberikan

pelayanan sangat mempengaruhi kualitas pelayanan itu sendiri.

4. Dimensi Assurance (Jaminan)


Setiap pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan

yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat

ditentukan oleh jaminan dari petugas yang memberikan pelayanan,

sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin

bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan akan tuntas dan

selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan

kualitas layanan yang diberikan. Penilaian kualitas pelayanan publik

Kantor Kecamatan Bajuin pada dimensi assurance (jaminan) ditentukan

oleh indikator-indikator yaitu petugas memberikan ketepatan waktu,


138

memberikan pelayanan legal, dan memberikan jaminan biaya pada

proses pelayanan.

Dalam pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan sebelum

pemekaran petugas/aparatur di Kantor Kecamatan Bajuin juga sudah

memberikan jaminan ketepatan waktu dalam proses pelayanannya.

Setiap petugas yang melayani mengusahakan agar pelayanan dapat

selesai dengan cepat dan tepat waktu. Namun jika memang pelayanan

tidak bisa diselesaikan dengan cepat petugas memberikan jaminan

waktu proses pelayanan berikutnya dan memberikan persyaratan bukti

pengambilan agar ketika sudah selesai jangka waktunya langsung bisa

diambil dengan menggunakan bukti pengambilan tersebut. Dalam

pelayanan pembuatan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) biaya yang

ditentukan juga sudah sesuai dengan staandar. Selain itu keberadaan

stempel dan tanda tangan dari pihak kecamatan disetiap surat membuat

pelayanan yang diberikan terjamin legal dan dapat

dipertanggungjawabkan. Sehingga secara keseluruhan dimensi

assurance (jaminan) pada Kantor Kecamatan Bajuin sudah cukup baik

dan sesuai dengan teori yang ada.

5. Dimensi Emphaty (Empati)


Setiap proses pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan

pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu

hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan

lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan

pelayanan memiliki adanya rasa empathy (empati) dalam


139

menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komitmen yang sama

terhadap pelayanan. Penilaian kualitas pelayanan publik Kantor

Kecamatan Bajuin pada dimensi empathy (empati) ditentukan oleh

indikator-indikator yaitu petugas mendahulukan kepentingan

pelanggan, melayani dengan ramah, dan melayani dengan tidak

diskriminatif.

Dalam pelaksanaannya pelayanan pada dimensi empathy (empati)

yang diberikan langsung oleh petugas di Kantor Kecamatan Bajuin

sudah cukup baik jika dibandingkan dengan sebelum dilakukannya

pemekaran. Dari indikator penilaian yang digunakan semua indikator

yang telah diterapkan dan telah memenuhi harapan pengguna layanan,

diantaranya yaitu mendahulukan kepentingan pemohon/pelanggan,

melayani dengan tidak diskriminatif (membeda-bedakan) dan petugas

juga melayani dengan sikap ramah dan sopan santun.

Penerapan dimensi empathy (empati) yang baik merupakan salah

satu faktor utama kesuksesan dalam pelayanan. Pengguna layanan akan

merasa bahwa dirinya telah diperhatikan dan akan muncul rasa nyaman

dengan pelayanan yang diberikan oleh penyedia layanan ketika dimensi

empati diterapkan dengan baik.


BAB VI
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik

kesimpulan bahwa hasil penelitian menunjukkan bagaimana pemekaran

Kecamatan Pelaihari membawa dampak yang lebih baik bagi kualitas

pelayanan publik Kantor Kecamatan Bajuin. Kedekatan masyarakat dan pusat

pelayanan kecamatan secara geografis membawa pengaruh dalam aspek

sosiologis dan psikologis yang mempengaruhi peningkatan dalam efisiensi

waktu, kejelasan dan kesederhanaan prosedur, sosialisasi, informasi serta

keamanan dalam melaksanakan pelayanan publik. Hanya saja masih ada

beberapa indikator-indikator dalam dimensi pelayanan publik yang perlu

diperbaiki. Penilaian dampak yang akan digunakan pada penelitian ini

menggunakan salah satu teori yang dikemukakan oleh Ernest R Alexander

(dalam Aminudin, 2007) yaitu Before and After Comparisons dengan lima

dimensi pengukuran kualitas pelayanan publik berdasarkan indikator yang

dikemukakan oleh Zeithaml dkk (dalam Dwiyanto, 2014) yaitu Tangible

(Berwujud), Reliability (Kehandalan), Responsiveness (Ketanggapan),

Assurance (Jaminan) dan Empathy (Empati). Penggabungan teori ini

mengkaji suatu obyek penelitian dengan membandingkan antara kondisi

kualitas pelayanan publik sebelum dan kondisi sesudah dilakukannya

pemekaran, sehingga dampak dari pemekaran terhadap kualitas pelayanan

publik dapat dengan mudah dibandingkan dan diberikan penilaian.

140
141

a. Dimensi Tangible (Berwujud)


Penilaian kualitas pelayanan publik di Kantor Kecamatan

Bajuin dalam dimensi tangible menunjukkan bahwa kualitas

pelayanan kurang maksimal jika dibandingkan dengan sebelum

dilakukannya pemekaran. Hal ini disebabkan oleh fasilitas jaringan

internet yang kurang baik sehingga kegiatan pemerintahan dan

proses pelayanan terhambat. Selain itu kursi ruang tunggu pada

Kantor Kecamatan Bajuin masih kurang, hal ini menimbulkan rasa

ketidaknyamanan pengguna layanan saat pelayanan kantor

kecamatan antre panjang.

b. Dimensi Reliability (Kehandalan)


Penilaian yang dilakukan pada dimensi reliability menunjukkan

bahwa pelayanan publik di Kantor Kecamatan Bajuin kurang

maksimal dalam menerapkan dimensi ini jika dibandingkan dengan

sebelum dilakukannya pemekaran. Hal ini karena masih ada

beberapa petugas yang belum ahli dalam menggunakan alat bantu

dalam proses pelayanan yang dikarenakan faktor usia dan latar

belakang pendidikan. Selain itu penulisan prosedur pelayanan pada

papan informasi yang kecil membuat pengguna layanan khususnya

lansia maupun pengguna layanan yang memiliki masalah pada

penglihatan akan sulit untuk melihatnya.

c. Dimensi Responsiveness (ketanggapan)


Penilaian kualitas pelayanan di Kantor Kecamatan Bajuin

dalam dimensi responsiveness menunjukkan bahwa petugas dalam


142

memberikan pelayanan telah merespon dengan baik jika

dibandingkan dengan sebelum dilakukannya pemekaran. Keberadaan

meja resepsionis atau penerima tamu pada Kantor Kecamatan

Bajuin, membuat masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan

merasa disambut dan direspon langsung saat baru memasuki pintu

utama kantor kecamatan. Antrean yang tidak begitu sering membuat

pelayanan yang diberikan cepat dan masyarakat tidak perlu

menunggu terlalu lama untuk bisa mendapatkan pelayanan. Petugas

juga telah memberikan pelayanan dengan cepat, tepat, dan cermat.

d. Dimensi Assurance (Jaminan)


Penilaian kualitas pelayanan di Kantor Kecamatan Bajuin

dalam dimensi assurance menunjukkan bahwa petugas dalam

memberikan pelayanan telah memberikan jaminan dengan baik jika

dibandingkan dengan sebelum dilakukannya pemekaran. Setiap

petugas yang melayani memberikan jangka waktu pelayanan dan

mengusahakan agar pelayanan dapat selesai dengan cepat dan tepat

waktu. Selain itu keberadaan stempel dan tanda tangan dari pihak

kecamatan di setiap surat membuat pelayanan yang diberikan

terjamin legal dan dapat dipertanggungjawabkan. Sehingga secara

keseluruhan dimensi assurance (jaminan) pada Kantor Kecamatan

Bajuin sudah cukup baik dan sesuai dengan teori yang ada.

e. Dimensi Empathy (Empati)


Penilaian kualitas pelayanan di Kantor Kecamatan Bajuin pada

dimensi empathy menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan


143

langsung oleh petugas sudah cukup baik jika dibandingkan dengan

sebelum dilakukannya pemekaran. Dari indikator penilaian yang

digunakan semua indikator yang telah diterapkan dan telah

memenuhi harapan pengguna layanan, diantaranya yaitu petugas

mendahulukan kepentingan pemohon/pelanggan, melayani dengan

tidak diskriminatif (membeda-bedakan) dan petugas juga melayani

dengan sikap ramah dan sopan santun.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat memberikan

saran bahwa Kantor Kecamatan Bajuin sebaiknya meningkatkan kualitas

pelayanan publik dengan cara memperhatikan standar pelayanan yang

baik. Hal ini dapat dilakukan dengan memperbaiki indikator-indikator

yang belum dilaksanakan secara maksimal khususnya dalam dimensi

tangible (berwujud), reliability (kehandalan) dan responsiveness.

1. Dalam dimensi tangible (Berwujud) indikator yang perlu diperbaiki

yaitu perbaikan kenyamanan tempat pelayanan khususnya fasilitas

pada ruang tunggu. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menambahkan

kursi pada ruang tunggu pelayanan agar ketika sewaktu-waktu

pelayanan mengalami ante panjang, masyarakat dapat menunggu

dengan nyaman. Selain itu perlunya penambahan repeater booster atau

alat penguat sinyal/jaringan internet pada wilayah Kantor Kecamatan

Bajuin juga sangat diperlukan agar aktivitas pemerintahan dan

penggunaan pelayanan berbasis aplikasi/online dapat berjalan dengan


144

baik dan lancar. Dengan begitu juga masalah pada dimensi

responsiveness (ketanggapan) pada petugas dalam merspon

masyarakat yang menggunakan pelayanan online/aplikasi akhirnya

dapat di layani dengan cepat.

2. Dalam dimensi reliability (kehandalan) indikator yang perlu diperbaiki

yaitu peningkatan keahlian petugas Kantor Kecamatan Bajuin dalam

menggunakan alat bantu pelayanan. Hal ini dapat dilakukan dengan

memberikan pelatihan kepada pegawai layanan yang belum mampu

untuk mengoperasikan alat bantu yang tersedia dalam proses

pelayanan, saling bertukar informasi dan pengalaman dengan pegawai

yang lebih terampil juga bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah

tersebut. Selain itu perlunya banner atau spanduk yang besar berisikan

informasi tentang persyaratan setiap pelayanan juga sangat perlu guna

memudahkan masyarakat mengetahui dan membaca dengan jelas

persyaratan yang dibutuhkan pada setiap pelayanan.

3. Dalam dimensi responsiveness (ketanggapan) indikator yang perlu

diperbaiki yaitu
DAFTAR PUSTAKA

Afrizal. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Depok: PT RayaGrafindo Persada.

Ahmad, Badu. 2018. Pelayanan Publik. Bandung: Manggu Makmur Tanjung


Lestari.

Barata, Atep Adya. 2003. Dasar-Dasar Pelayanan Prima Teori dan Praktik.
Jakarta: Yudhistira.

Dwiyanto, Agus. 2014. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan


Publik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Hardiansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik Konsep, Dimensi, Indikator dan


Implementasi. Yogyakarta: Gava Media.

Koswara, Engkus. 2001. Otonomi Daerah Untuk Demokrasi dan Pemberdayaan.


Jakarta: Yayasan Pariba.

Lukman, Sampura. 2000. Manajemen Kualitas Pelayanan. Jakarta: Stia Lan


Press.

Mustofadidjaja, A.R. 2003. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik


Indonesia. Jakarta: LAN.

Prasojo, Eko. 2006. Kinerja Pelayanan Publik. Jakarta: Yappika.

Sugiyono. 2016. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Syadzily, Ace Hasan. 2019. Desentralisasi, Otonomi, dan Pemekaran Daerah di


Indonesia. Jakarta: PrenadaMedia Grup.

Makagansa. 2008. Tantangan Pemekaran Daerah. Jogja: FusPad

Aminudin, Muhammad. 2007. Evaluasi Rencana Lokasi Pemindahan Terminal


Induk Km. 6 Banjarmasin. (Tesis). Yogyakarta: MPKD Universitas
Gadjah Mada.

145
146

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut. 2021. Statistik Daerah Kabupaten
Tanah Laut 2021. Tanah Laut: CV. Karya Bintang Musim.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut. 2021. Bajuin Dalam Angka 2021.
Tanah Laut: CV. Karya Bintang Musim.

Peraturan-peraturan :

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor


58/Kep/M.Pan/9/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Penilaian dan
Penghargaan Citra Pelayanan Prima Sebagai Unit Pelayanan Percontohan.

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor


63/Kep/M.Pan/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan
Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2008 tentang


Kecamatan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 129 Tahun 2000 tentang


Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan, dan
Penggabungan Daerah.

Peraturan Daerah Kabupaten Tanah Laut Nomor 2 Tahun 2008


147
LAMPIRAN

148
Lampiran 2 : Pedoman Wawancara

PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Masyarakat

A. Identitas Responden

Nama Informan :

Usia :

Alamat :

Pekerjaan :

Tanggal Wawancara :

B. Daftar Pertanyaan

Lima Dimensi Kualitas Pelayanan

a. Tangibles (Berwujud)

1. Menurut anda bagaimana kemudahan akses menuju pusat pelayanan

kantor kecamatan sekarang dibandingkan dengan sebelum dilakukannya

pemekaran ?

2. Bagaimana fasilitas di ruang tunggu pelayanan kantor kecamatan

sekarang dan dulu sebelum pemekaran ?

3. Bagaimana kebersihan dan kerapian ruang tunggu di kantor kecamatan

sekarang dan dulu sebelum pemekaran?

4. Bagaimana kenyamanan tempat melakukan pelayanan di kantor

kecamatan sekarang maupun dulu ?


5. Bagaimana penampilan petugas/aparatur di kantor kecamatan sekarang

maupun dulu sebelum pemekaran dalam melayani pelanggan ?

6. Bagaimana kelengkapan alat bantu dalam pelayanan di kantor

kecamatan yang sekarang maupun dulu sebelum pemekaran ?

b. Reliability (kehandalan)

1. Menurut anda, bagaimana kecermatan petugas dalam melayani

pelanggan pada kantor kecamatan sekarang maupun dulu sebelum

pemekaran ?

2. Bagaimana kemampuan dan keahlian petugas/aparatur di kantor

kecamatan sekarang maupun dulu sebelum pemekaran dalam

menggunakan alat bantu dalam proses pelayanan ?

3. Apakah petugas/aparatur kantor kecamatan sekarang dan dulu hadir

sesuai jam dan jadwal yang telah ditentukan ?

4. Bagaimana prosedur penerimaan pelayanan di kantor kecamatan

sekarang maupun dulu sebelum pemekaran, apakah sudah cepat dan

tepat ? apakah berbelit-belit ?

c. Responsiveness (tanggapan)

1. Menurut anda, apakah petugas di kantor kecamatan sekarang merespon

setiap pelangggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan ?

Bagaimana jika dibandingkan dengan dulu sebelum pemekaran ?


2. Apakah petugas/aparatur di kantor kecamatan sekarang dan dulu

sebelum pemekaran melakukan pelayanan dengan cepat, tepat dan

cermat ? Berapa lama ?

3. Apakah semua keluhan pelanggan di kantor kecamatan sekarang dan

dulu sebelum pemekaran direspon oleh petugas ?

d. Assurance (jaminan)

1. Apakah petugas kantor kecamatan sekarang dan dulu memberikan

jaminan ketepatan waktu dalam pelayanan ?

2. Apakah petugas di kantor kecamatan sekarang maupun dulu sebelum

pemekaran sudah memberikan pelayanan secara legal yang sesuai

dengan peraturan ?

3. Apakah petugas kantor kecamatan sekarang dan dulu memberikan

jaminan ketepatan biaya dalam pelayanan ?

e. Empathy (empati)

1. Apakah petugas di kantor kecamatan sekarang lebih mendahulukan

kepentingan pemohon/pelanggan ? bagaimana dengan dulu sebelum

pemekaran ?

2. Apakah petugas di kantor kecamatan sekarang melayani dengan sikap

ramah dan sopan santun ? bagaimana dengan dulu sebelum

pemekaran ?
3. Apakah Petugas di kantor kecamatan sekarang melayani dengan tidak

diskriminatif (membeda-bedakan) ? Bagaimana dengan dulu sebelum

pemekaran ?

PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Kepala Bagian Umum/Pelayanan

A. Identitas Responden

Nama Informan : Akhmad Ridha

Usia : 47

Alamat : Kel. Angsau

Tanggal Wawancara : Jum’at, 09 Juli 2021

B. Daftar Pertanyaan

Lima Dimensi Kualitas Pelayanan

a. Tangibles (Berwujud)

1. Menurut anda bagaimana kemudahan akses menuju pusat pelayanan

Kantor Kecamatan Bajuin bagi masyarakat Bajuin ?

2. Bagaimana fasilitas di ruang tunggu pelayanan kantor kecamatan

apakah sudah sesuai standar ?

3. Bagaimana agar tetap menjaga kebersihan, kerapian dan kenyamanan

ruang tunggu di kantor kecamatan ?

4. Bagaimana menjaga agar penampilan petugas/aparatur di Kantor

Kecamatan Bajuin selalu rapi ?


5. Bagaimana kelengkapan alat bantu dalam pelayanan di Kantor

Kecamatan Bajuin ?

b. Reliability (kehandalan)

1. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin untuk meningkatkan

Kemampuan dan kecermatan petugas/aparaturnya dalam melayani

pelanggan/masyarkat ? apakah ada semacam motivasi, penghargaan dan

sanksi ?

2. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin untuk meningkatkan

kemampuan dan keahlian petugas/aparaturnya dalam menggunakan alat

bantu dalam proses pelayanan ?

3. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin untuk menciptakan

kedisiplinan waktu dan jadwal petugas/aparatur dalam memberikan

pelayanan ?

4. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin membuat agar prosedur

pelayanan menjadi cepat dan tepat dan tidak berbelit-belit ? Kerja

sama ?

c. Responsiveness (tanggapan)

1. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin menanggapi keluan-

keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan ?

2. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin meningkatkan

kemampuan pegawai/aparaturnya dalam memberikan pelayanan ?

seperti adanya pelatihan rutin/semacamnya ?


d. Assurance (jaminan)

1. Bagaimana cara Kantor Kecamatan Bajuin memberikan jaminan

ketepatan waktu dalam pelayanan ?

2. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin memastikan kepada

masyarakat bahwa pelayanan yang diberikan semuanya legal ?

3. Bagaimana cara Kantor Kecamatan Bajuin memberikan jaminan

ketepatan biaya dalam pelayanan ?

e. Empathy (empati)

1. Bagaimana cara Kantor Kecamatan Bajuin agar semua pegawainya

memberikan pelayanan dengan sikap ramah dan sopan santun ?

2. Apakah Kantor Kecamatan Bajuin memberikan pelayanan dengan tidak

diskriminatif (membeda-bedakan) masyarakat ?


PEDOMAN WAWANCARA

Informan : Camat Bajuin

A. Identitas Responden

Nama Informan : Nahrin Fauzi

Usia : 52

Alamat : Komp. Gagas Permai

Tanggal Wawancara : Jum’at, 09 Juli 2021

B. Daftar Pertanyaan

Lima Dimensi Kualitas Pelayanan

a. Tangibles (Berwujud)

1. Apakah letak Kantor Kecamatan Bajuin ini sudah strategis ?

2. Bagaimana kemudahan akses menuju pusat pelayanan Kantor

Kecamatan Bajuin ?

3. Bagaimana fasilitas sarana dan prasarana di ruang tunggu pelayanan

Kantor Kecamatan Bajuin ?

4. Bagaimana kelengkapan dan kelayakan alat bantu pelayanan di Kantor

Kecamatan Bajuin ?
5. Bagaimana komunikasi dan transfer data Kantor Kecamatan Bajuin

dengan instansi lain tanpa adanya dukungan jaringan internet ?

6. Jenis pelayanan apa saja yang membutuhkan jaringan internet ?

7. Apa upaya yang sudah dilakukan untuk mengatasi masalah jaringan

internet tersebut ?

8. Berapa jumlah keseluruhan petugas/aparatur Kantor Kecamatan Bajuin

b. Reliability (kehandalan)

1. Apa rata-rata tingkat pendidikan petugas/aparatur ?

2. Bagaimana keahlian petugas/aparatur dalam menggunakan alat bantu

dalam memberikan pelayanan ?

c. Responsiveness (tanggapan)

1. Apakah Pemerintah Kecamatan Bajuin pernah/memiliki kegiatan

survei kualitas pelayanan ?

2. Apa keluhan yang sering masyarakat/pengguna layanan keluhkan

terhadap pelayanan di kantor kecamatan ?

3. Apakah kantor kecamatan menyediakan kotak masukan/pengaduan

dari pengguna layanan ?

d. Assurance (jaminan)
1. Dari jam berapa waktu pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin bisa

didapatkan ?

2. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin mensosialisasikan

Prosedur dan Persyaratan pelayanan ?

3. Bagaimana cara Pemerintah Kecamatan Bajuin menginformasikan

Transparansi Dana dan Alokasi Anggaran kepada masyarakat bajuin ?

4. Bagaimana alokasi anggaran Kantor Kecamatan Bajuin ?

e. Empathy (empati)

1. Bagaimana cara Kantor Kecamatan Bajuin agar semua pegawainya

memberikan pelayanan dengan sikap ramah dan sopan santun ?

2. Apakah Kantor Kecamatan Bajuin memberikan pelayanan dengan

tidak diskriminatif (membeda-bedakan) masyarakat ?


Lampiran 3 : Dokumentasi

1. Proses perizinan kegiatan penelitian di Dinas Penanaman Modal dan


Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten Tanah Laut :

2. Proses Kegiatan Wawancara :


Ket : Kegiatan wawancara bersama Camat Kecamatan Bajuin

Ket : Kegiatan wawancara bersama Kepala Bagian Pelayanan Kecamatan Bajuin

Ket : Kegiatan wawancara bersama Masyarakat Kecamatan Bajuin


Ket : Kegiatan wawancara bersama Masyarakat Kecamatan Bajuin

Ket : Kegiatan wawancara bersama Masyarakat Kecamatan Bajuin

Ket : Struktur Organisasi Kecamatan Bajuin

3. Fasilitas Kantor Kecamatan Bajuin :


Ket : Ruang tunggu pelayanan Kantor Kecamatan Bajuin

Ket : Fasilitas ruang tunggu pelayanan

Ket : Papan informasi Kantor Kecamatan bajuin


Ket : Ruang Rapat Kantor Kecamatan

Anda mungkin juga menyukai