SEMESTER I
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Telaah PAI 2
Dosen Pengampu: Drs. KH. Akhirin Ali, M.Ag.
Disusun Oleh :
Nama : Titik Amabarwati
Nim : 210172
FAKULTAS TARBIYAH 5 D
INSTITUT ISLAM NAHDLATUL ULAMA (INISNU)
JEPARA 2012
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan masalah
Dari latar belakang yang dijelaskan diatas, maka sesuai dengan Standar Kompetensi kelas
VII Semester I Sejarah Kebudayaan Islam yakni “Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW
periode Madinah”. Maka dapat dirumuskan berbagai rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaiman deskripsi sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat
melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan?
2. Apa saja ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat
melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang?
3. Bagaimana semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah yang harus kita
teladani?
BAB II
PEMBAHASAN
1.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat
melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang
Dalam mempelajari sejarah islam akan bertemu contoh-contoh yang indah, yang patut
dijadikan suri tauladan dalam hidup kita sehari-hari. Akan bertemu akhlak dan budi
pekerti yang patut kita petik faidah yang amat besar dari padanya. Mengambil i’tibar dan
faidah dari peristiwa-peristiwa sejarah, adalah tujuan utama dalam mempelajari sejarah.
Perjalanan rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal
mendasar yang harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam konteks
sekarang ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip operasional, dan tujuan
yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
1. Secara filosofis
Sistem ekonomi syari’ah adalah sebuah sistem ekonomi yang dibangun diatas nilai-
nilai islam, dimana prinsip tauhid yang mengedepankan nilai-nilai ilahiyyah menjadi
2. Prinsip operasional
Salah satu prinsip utama berjalannya system ekonomi syariah pada tataran operasional
adalah prinsip keadilan. Islam adalah adil dan adil itu adlah Islam. Diharamkannya bunga
juga dalam bingkai keadilan. Jika mekanisme pasar berjalan dalam bingkai keadilan, maka
intervensi pemerintah tidak diperlukan. Intervensi malah justru menciptakan
ketidakadilan.
3. Tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah system ekonomi
System ekonomi Islam juga menjamin keselarasan antara pertumbubuhan ekonomi
dan keadilan distribusi. Tingginya pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menjamin adilnya
distribusi pendapatan. Bahkan sebaliknya, keduanya sering bertolak belakang. Disinilah
indahnya ajaran Islam. Di satu sisi, ia mendorong pengikutnya untuk mencari rejeki dan
karunia Allah. Tetapi di sisi lain, ia pun mengingatkan pengikutnya untuk memiliki
kepedulian terhadap sesame manusia. Bentuk kepedulian tersebut antara lain melalui
mekanisme zakat, infak dan shadaqah yang berfungsi sebagai penjamin keadilan distribusi
pendapatan dan kekayaan. Disinilah letak keseimbangan ajaran Islam.4
1.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah
Kedatangan Nabi saw. ke Madinah menandai dimulainya kehidupan politik umat
Islam dalam bentuk tatanan masyarakat dan negara, yaitu negara Madinah. Di madinah ini
lahir masyarakat Islam yang bebas dan merdeka di bawah kepemimpinan Nabi saw.
4 Maman A. Malik, dkk, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam, Pokja Akademik UIN Jogyakarta, 2005
Di zaman sekarang ini masyarakat yang dibangun Nabi saw. di Madinah itu dikenal
dengan sebutan masyarakat madani. Masyarakat madani (al-mujtama’ al-madaniy) dapat
dipahami sebagai masarakat yang beradab, masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal
di suatu kota yang penuh dengan kompleksitas dan pluralitas. Masyarakat Madinah adalah
masyarakat plural yang terdiri atas berbagai suku, golongan, dan agama. Islam datang ke
Madinah dengan bangunan konsep ketatanegaraan yang mengikat aneka ragam suku,
konflik, dan perpecahan.
Negara Madinah dibangun di atas dasar ideologi yang mampu menyatukan jazirah
Arab di bawah bendera Islam. Ini adalah babak baru dalam sejarah politik di Jazirah Arab.
Islam membawa perubahan radikal dalam kehidupan individual dan sosial madinah karena
kemampuannya memengaruhi kualitas seluruh aspek kehidupan. Prinsip-prinsip dasar
politik dalam membangun negara Madinah ini kemudian diabadikan dalam bentuk piagam
yang sekarang disebut Piagam Madinah.
a. Prinsip-prinsip Masyarakat Madani
Menurut al-Umari (1995), ada beberapa prinsip dasar yang dapat diidentifikasi dalam
pembentukan masyarakat madani, di antaranya adalah
1. sistem muakhkhah.
Muakhkhah berarti persaudaraan. Islam memandang orang-orang muslim sebagai
saudara (Q.S al-Hujurat :10).
“orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat”.
Membangun suatu hubungan persaudaraan yang akrab dan tolong-menolong dalam
kebaikan adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sistem persaudaraan ini dibangun Nabi
saw. sejak beliau masih berdomisili di Mekah atas dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan
saling menolong. Setelah nabi saw. di Madinah, sistem ini terus dimantapkan sebagai
modal untuk membangun negara yang kuat. Persaudaraan antara kaum Muhajirin
(pendatang dari Mekah) dan Ansar (penduduk asli Madinah) segera dijalin oleh nabi saw.
Sistem Muakhkhah ini dirumuskan dalam perundang-undangan resmi. Perundang-
undangan ini menghasilkan hak-hak khusus di antara kedua belah pihak (Muhajirin dan
Ansar) yang menjadi saudara, sampai-sampai ada yang saling mewarisi meskipun tidak
ada hubungan kekerabatan.
2. Ikatan iman
Islam menjadikan ikatan iman sebagai dasar paling kuat yang dapat mengikat
masyarakat dalam keharmonisan, meskipun tetap membolehkan, bahkan mendorong
bentuk-bentuk ikatan lain, seperti kekeluargaan sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip agama. Masyarakat Madinah dibangun oleh Nabi saw. di atas keimanan dan
keteguhan terhadap Islam yang mengakui persaudaraan dan perlindungan sebagai suatu
yang datang dari Allah, Rasul-Nya dan kaum muslimin semuanya.
3. Ikatan cinta
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah atas dasar cinta dan tolong-menolong.
Hubungan antara sesama mukmin berpijak atas dasar saling menghormati. Orang kaya
tidak memandang rendah orang miskin, tidak juga pemimpin terhadap rakyatnya, atau
yang kuat terhadap yang lemah. Fondasi cinta ini dapat diperkukuh dengan saling
memberikan hadiah dan kenang-kenangan. Dengan cinta inilah masyarakat Madinah dapat
membangun masyarakat yang kuat.
4. Persamaan si kaya dan si miskin
Dalam masyarakat Madinah si kaya dan si miskin mulai berjuang bersama atas dasar
persamaan Islam dan mencegah munculnya kesenjangan kelas dalam masyarakat.
5. Toleransi umat beragama.
Toleransi yang dilaksanakan pada masyarakat Madinah antara sesama agama (Islam),
seperti yang dilakukan antara kaum Muhajirin dan kaum Ansar, dan adakalanya antara
kaum muslimin dengan kaum Yahudi yang berbeda agama. Toleransi ini diikat oleh
aturan-aturan yang kemudian terdokumentasi dalam Piagam Madinah.
Itulah lima prinsip dasar yang dibuat oleh Nabi saw. untuk mengatur masyarakat
Madinah yang tertuang dalam suatu piagam yang kemudian dikenal dengan nama Piagam
Madinah. Masyarakat pendukung piagam ini memperlihatkan karakter masyarakat
majemuk, baik ditinjau dari segi etnis, budaya, dan agama. Di dalamnya terdapat etnis
Arab Muslim, Yahudi, dan Arab Non Muslim.
b. Hal-hal yang Dapat Diteladani
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah yang berperadaban memakan waktu yang
cukup lama, yakni sepuluh tahun. Beliau membangun masyarakat yang adil dan terbuka
dengan landasan takwa kepada Allah swt. Dan taat kepada ajaran-Nya.
Setelah Nabi saw. wafat, masyarakat madani warisan Nabi saw. hanya berlangsung selama
tiga puluh tahun masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial
masyarakat madani digantikan dengan sistem lain yang lebih banyak diilhami oleh
semangat kesukuan Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti
keturunan. Sistem ini bahkan masih dipraktikkan di beberapa negara Islam sekarang ini.
Dalam rangka menegakkan masyarakat madani, Nabi saw. Tidak pernah membedakan
antara ”orang atas”,”orang bawah”, atau keluarga sendiri. Nabi saw. Bersabda bahwa
hancurnya bangsa-bangsa di masa lalu adalah karena jika ”orang atas” yang melakukan
kejahatan dibiarkan, tetapi jika ”orang bawah” melakukannya pasti dihukum. Oleh karena
itu, Nabi saw. Menegaskan, jika Fatimah, putri kesayangannya, melakukan kejahatan
maka beliau akan menghukumnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat madani tidak akan terwujud jika hukum tidak ditegakkan dengan adil,
yang dimulai dengan ketulusan pribadi. Masyarakat berperadaban memerlukan pribadi-
pribadi yang dengan tulus mengingatkan jiwanya kepada wawasan keadilan.
Jika kita perhatikan apa yang terjadi dalam kenyataan sehari-hari, jelas sekali bahwa
nilai-nilai kemasyarakatan yang terbaik sebagian besar dapat terwujud hanya dalam
tatanan hidup yang kolektif yang memberi peluang kepada adanya pengawasan sosial.
Tegaknya hukum dan keadilan mutlak memerlukan suatu bentuk interaksi sosial yang
memberi peluang bagi adanya pengawasan itu. Pengawasan sosial adalah konsikuensi
langsung dari iktikad baik yang diwujudkan dalam tindakan kebaikan. Selanjutnya,
pengawasan sosial tidak mungkin terselenggara dalam suatu tatanan sosial yang tertutup.
Amal saleh atau kegiatan demi kebaikan dengan sendirinya berdimensi kemanusiaan,
karena berlangsung dalam suatu kerangka hubungan sosial dan menyangkut orang
banyak.
Dengan demikian, masyarakat Madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup
semangat keterbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari
perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan
optimis. Ajaran kemanusaiaan yang suci itu membawa konsekuensi bahwa kita harus
melihat sesama manusia secara optimis dan positif, dengan menerapkan prasangka baik
(husnuzan), kecuali untuk keperluan kewaspadaan seperlunya dalam keadaan tertentu. Tali
persaudaraan sesama manusia akan terbina antara lain jika dalam masyarakat tidak terlalu
banyak prasangka buruk (suuzan) akibat pandangan yang pesimis dan negatif kepada
manusia.5
BAB III
PENUTUP
5 As- Syibaie Mustafa, Dr. Syirah Nabawi. 1995. Irsyad baitussalam. Jakarta.
A. Kesimpulan
1. Rasulullah memiliki strategi yang sederhana namun cukup ampuh untuk menghadapi
kondisi masyarakat Madinah yanh penuh dengan permusuhan dan kebencian antar
suku, serta perasaan perioritas kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya
2. Pesatnya pembangunan di kota Madinah menyebabkan adanya migrasi dari tempat
lain. Masyarakat yang berada disekitar wilayah Madinah berdatangan dengan tujuan
berdagang atau tujuan yang lain.
3. Perjalanan rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal
mendasar yang harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam
konteks sekarang ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip
operasional, dan tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
4. Masyarakat Madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan
dalam masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu
pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan optimis.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat kami sampaikan, ini bukan proses akhir karena
“ Tak ada gading yang tak retak” Oleh karena itu kami mengharapkan kritik yang
membangun dari pembaca yang budiman guna untuk perbaikan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Fuad M. Fahruddin. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Ahmad al-Usairy. 2003. Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX. Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana
Maman A. Malik, dkk. 2005. Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam. Pokja Akademik UIN
Jogyakarta
As- Syibaie Mustafa, Dr. Syirah Nabawi. 1995. Irsyad baitussalam. Jakarta.