Anda di halaman 1dari 3

“ SI KELINGKING “

Narator : Dahulu kala di pulau Belitung hiduplah sepasang suami isti, walaupun
hidup dalam kemiskinan dan belum mempunyai anak, mereka tetap rukun dan
bahagia. Namun mereka mendapatkan caci maki dari warga karena belum
dikaruniai anak.
Petani 1 : “ lihatlah, mereka sudah tua tapi belum dikaruniai anak satupun ‘
Petani 2 : “ Iya, apa mereka mempunyai penyakit ? Sampai tidak memiliki anak,
padahal kan mereka sudah tuaa ‘
Narator : Tanpa sepengetahuan petani – petani tersebut, ternyata bapak Akbar
mendengar perkataan mereka. Setelah mendengar apa yang ia dengar kepada
sang istri, ibu Dwi. Lalu pasangan suami itu bedoa.
Ibu Dwi : “ Ya Tuhan! Karuniakanlah kami seorang anak walaupun hanya sebesar
kelingking “
Narator : Begitulah doa yang selalu mereka panjatkan. Puji syukur Tuhan
mengabulkan doa suami istri itu. Ibu Dwi pun mengandung dan melahirkan
seorang anak setelah beberapa bulan. Alanhkah terkejutnya mereka bahwa
bayinya hanya sebesar kelingking. Karena itu anak itu diberi nama kelingking.
Narator : ternyata Kelingking mempunyai kebiasaan aneh, walaupun badannya
kecil, tetapi makanya sangat banyak
Bapak Akbar : “ Untuk makan sehari – hari saja susah, eh punya anak makanya
banyak dan rakus, tak pernah merasas kenya selalu saja merengek meminta
makan “
Ibu Dwi : “ Kita harus melakukan sesuatu, jika seperti ini terus kita pasti akan mati
kelaparan “
Bapak Akbar : “ Kita harus membuang si kelingking “
Narator : Berbagai macam usaha telah dilakukan untuk membuang si Kelingking
namun, si Kelingking selalu saja Kembali ke rumah merengek meminta makan.
Sampai suatau hari Bapak Akbar mengajak si kelingking pergi ke hutan untuk
mencari kayu
Kelingking : “ Ayah, apa yang kita lakukan disini? “
Bapak Akbar : “ Nak, kita kesini untuk menebang pohon untuk membangun
rumah yang lebih besar “
Narator : Sang ayah segera menebang pohon besar yang sengaja diarahkan
kepada anaknya. Pohon itupun rubuh, setelah menunggu sejenak dan
memastikan bahwa anaknya sudah mati, sang ayah segera pulang kerumah dan
melapor kepada istrinya. Sang istri pun menjadi lega, mereka lupa bahwa
perbuatan mereka adalah dosa dan merupakan perbuatan yang amat tercela.
Ibu Dwi : “ Pak, mulai hari ini hidup kita akan menjadi lebih tenang. “
Narrator : Akan tetapi baru saja kata – kata itu terlontar dari mulut sang istri tiba
– tiba terdengar teriakan dari luar rumah.
Kelingking : “ Ayah ! ini kayunya nau di taruh dimana ? “
Ibu Dwi : “ Bukanya anak itu sudah mati ‘
Bapak Akbar : “ Ayo kita keluar untuk melihatnya “
Narator : Dan betapa terkejutnya mereka melihat si Kelingking sedang memikul
sebuah pohon besar di pundaknya. Setelah meletakkan kayu itu, si Kelingking
langsung masuk ke rumah dan makasn sebakul nasi. Sementara ayah dan ibunya
hanya duduk hanya duduk terheran – heran melihat anaknya.
Melihat rencana mereka yang gagal mereka memutuskan untuk sekali lagi
mencoba membunuh si Kelingking
Si Kelingking : “ Ayah, hari ini kita mau kemana lagi? “
Bapak Akbar : “ Kita akan pergi ke sungai, untuk mencari batau dan menjadikanya
sebagai fondasi rumah kita “
Narator : Saat sampai di sungai sang ayah mendongkel baru – batu kecil
kemudian mendongkel batu yang agak besar akhirnya ayah mendongkel batu
yang lebih besar lagi. Batu tersebut menggelinding kea rah si Kelingking berada.
Sang ayah memanggil nama si keeling namun tidak ada jawaban.
Bapak Akbar : “ Kelingking, Kelingking “
Narator : Kemudian ayah pergi pulang dan melapor kepada istrinya
Ibu Dwi : “ Bapak yakin ? “
Bapak Akbar : “ Iya, aku yakin batu itu besar sekali “
Narator : Namun betapa terkejutnya mereka Ketika Kelingking pulang membawa
batu yang besar itu di pundaknya.
Kelingking : “ Ayah ini batunya mau di taruh dimana ? “
Narator : Setelah Kelingking meletakan batu tersebut. Ayah dan ibu melihat
Kelingking dengan heran. Ketika melihat Kelingking makan dengan begitu
lahapnya seolah – olah tidak tahu akan niat jahat orang tuanya, akhirnya
pasangan suami istri itu sadar.
Ibu Dwi : “ Pak, Kita sepertinya sudah keterlaluan, si Kelingking itu kan darah
daging kita, seharusnya kita merawat dia dengan baik tidak mencoba untuk
membunuhnya “
Bapak Akbar : “ Itu benar bu, bagaimana jika mulai dari saat ini kita bertobat dan
memperlakukan si Kelingking dengan baik “
Ibu Dwi : “ Saya setuju pak “
Narator : Mulai dari saat itu pasangan suami istri itu memperlakukan si
Kelingking dengan baik, si Kelingking juga dapat menjadi tulang punggung
keluarga mereka dan sejak saat itu mereka menjadi keluarga harmonis dan
bahagia.
Ini merupakan sebuah pelajaran besar bagi orangtua agar dapat menerima lalu
memelihara dan mendidik anak-anaknya agar lebih baik.

“ Tamat “

Anda mungkin juga menyukai