Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

PRAKTEK KEADILAN DI INDONESIA

DISUSUN OLEH KELOMPOK 2

1. YOHANA SIREGAR
2. MAIDA TOGATOROP
3. MERMA SINAGA
4. ROMULUS BANJARNAHOR

MATA PELAJARAN : AGAMA KRISTEN PROTESTAN


GURU PENGAJAR : D. TOGATOROP

SMK NEGERI 1 PARBULUAN


Jl. Dolok Sanggul

1
PENDAHULUAN

Keadilan pada pengertianya adalah memperlakukan seseorang atau pihak


lain sesuai dengan hakdan kewajibannya. Yang menjadi hak setiap orang adalah
diakui dan diperlakukan sesuai denganharkat dan martabatnya yang sama
derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpamembedakan suku, derajat,
keturunan, harta, pendidikan maupun agamanya.Dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia, kata keadilan yang berasal dari kata dasar “adil”, danmendapat awalan
ke dan akhiran an. Makna kata adil mempunyai arti kejujuran, kelurusan
dankeikhlasan yang tidak berat sebelah, netral atau seimbang, sehingga keadilan
mengandung pengertian sebagai suatu hal yang tidak berat sebelah atau tidak
memihak dan tidak sewenang-wenang.
Pengertian kata “adil” yang lebih menekankan pada “tindakan yang tidak
berdasarkankesewenang-wenangan”, maka sesungguhnya pada setiap diri manusia
telah melekat sumberkebenaran yang disebut hati nurani. Tuhanlah yang menuntun
hati nurani setiap manusia berimanagar sanggup berbuat adil sesuai dengan salah
satu sifat-Nya yang Maha Adil. Kata “keadilan”dapat juga diartikan sebagai suatu
tindakan yang tidak berdasarkan kesewenang-wenangan; atautindakan yang
didasarkan kepada norma-norma (norma agama, norma kesusilaan,
normakesopanan, maupun norma hukum, norma etika). Banyak ahli yang mencoba
memberikan pendapat tentang kata “adil” atau keadilan. Namun sebagaimana yang
kita ketahui, mereka berdasarkan sudut pandang masing-masing akan terdapat
perbedaan, walaupun demikian akantetap pada dasar-dasar atau koridor, bingkai
yang sama. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara masalah keadilan menjadi
masalah penting dalam rangka memberikan jaminan rasaaman dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari, hak asasi manusia dan memperkukuh
persatuandan kesataun bangsa.

2
Keterbukaan dalam pengertian sikap dan perilaku yang dilakukan
pemerintah dan pejabat publik dewasa ini, merupakan tuntutan yang tidak dapat
dihindari dengancara apapun dan oleh negara manapun terkait dengan derasnya
arus informasi dan teknologi diera global dalam berbagai bidang kehidupan.
Keterbukaan arusinformasi dan teknologi, khususnya di bidang hukum, telah
menjadi bahan pemikiran bagi setiapnegara untuk dapat melaksanakan jaminan
keadilan bagi warga negaranya sejalan dengantuntutan supremasi hukum,
demokratisasi dan hak asasi manusia (HAM).
Perbuatan adil, tidakhanya merupakan idaman manusia, tetapi juga
diperintah Tuhan apapun agamanya. Bila suatunegara terutama pemerintah,
pejabat publik dan aparat penegak hukumnya mampumemperlakukan warganya
dengan “adil” dalam segala bidang, niscaya kepedulian (sense of belonging) dan
rasa tanggung jawab (sense of responsbility) warga negara dalam
rangkamembangun negara serta memperkukuh persatuan dan kesatuan dapat
terwujud. Keadilan padaumumnya relatif dan kadang sulit diperoleh. Untuk
memperoleh keadilan biasanya diperlukan pihak ketiga sebagai penegak, dengan
harapan pihak tersebut dapat bertindak adil terhadap pokok-pokok yang berselisih.
Oleh karena itu pihak ketiga tersebut harus netral, tidak bolehmenguntungkan
salah satu pihak. Jadi adanya pihak ketiga dalam rangka menghindarikonfrontatif
antara yang sedang berselisih.

3
ISI

Gereja dan orang-orang Kristen sebagai bagian dari politik Indonesia,


secara normatif adalah bagian sah dari politik kenegaraan yang setara dengan
kelompok warga negara yang lain. Namun, dalam konteks menguatnya politik
identitas, orang-orang Kristen terkonstruksi menjadi 'kelompok minoritas' secara
nasional, dan di wilayah tertentu adalah 'kelompok mayoritas'. Secara nasional
maupun lokal, dengan menguatnya 'politik identitas', maka baik secara politik,
sosial dan ekonomi tercipta segrasi antara kelompok-kelompok masyarakat yang
berbeda identitas.
Ketidakadilan dalam bentuk dikriminasi menyasar kelompokkelompok
minoritas identitas. Pergumulan gereja dengan politik identitas berdimensi ganda.
Pada hal pertama bergumul dengan diskriminasi yang dialami oleh warga negara
yang memiliki identitas Kristen atau gereja secara umum. Pada hal kedua
bergumul dengan dirinya sendiri dalam menyikapi kecenderungan kalangan elit
gereja atau warga Kristen yang memanfaatkan simbol dan jaringan umat sebagai
massa politik untuk merebut kekuasaan. Sementara itu terdapat ideal politik
Kristen yang mesti dijalankan oleh gereja, yaitu peran kenabian untuk bersama-
sama dengan kelompok-kelompok warga negara lain dalam memperjuangkan
keadilan sosial. Ini pergumulan tersendiri bagi gereja dalam mengembangkan
teologi yang transformatif dalam kehadirannya di tengah masyarakat.
Israel yang menyamarkan ketidakadilan dalam kesalehan, nabi Amos
menyerukan gugatan yang keras. Kemakmuran hanya menjadi milik para elit, dan
sangatlah ironis karena semua itu mereka peroleh dari penindasan, dan
ketidakadilan terhadap orang-orang lemah. Ketidakadilan ini digambarkan dengan
pernyataan ini: "Dengarlah firman ini, hai lembu-lembu Basan, yang ada di
gunung Samaria, yang memeras orang lemah, yang menginjak orang miskin, yang
mengatakan kepada tuan-tuanmu: bawalah ke mari, supaya kita minum-minum!”

4
(Amos 4:1). Juga dikatakan, “Hai kamu yang mengubah keadilan menjadi ipuh
dan yang mengempaskan kebenaran ke tanah!” (Amos 5:7) dan “Sebab Aku tahu,
bahwa perbuatanmu yang jahat banyak dan dosamu berjumlah besar, hai kamu
yang menjadikan orang benar terjepit, yang menerima uang suap dan yang
mengesampingkan orang miskin di pintu gerbang.” (Amos 5:12) . Nabi juga
meyerukan agar orang-orang Israel ‘mencari Tuhan agar mereka hidup: “Carilah
yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup; dengan demikian TUHAN,
Allah semesta alam, akan menyertai kamu, seperti yang kamu katakan. Bencilah
yang jahat dan cintailah yang baik; dan tegakkanlah keadilan di pintu gerbang;
mungkin TUHAN, Allah semesta alam, akan mengasihani sisa-sisa keturunan
Yusuf.” Iman yang benar kepada Tuhan terimplementasi dalam keberlanjutan
hidup. Iman untuk kehidupan. Tuhan berpihak kepada kehidupan, bukan kepada
ketidakadilan yang mendatangkan maut. Bukan pada kesalehan palsu yang
menyamarkan keserakahan dan kekuasaan kelompok sendiri. Teologi nabi Amos
tentang keadilan ini memberi wawasan tentang praksis beragama yang terhubung
dengan kehidupan bersama. Keadilan sosial bagi seluruh orang praksis iman dalam
kehidupan sosial-politik. Emmanuel Gerrit Singgih dalam membahas tafsiran
teologi Amos mengatakan, makna konkret istilah Amos ‘mencari Tuhan’ bukanlah
meningkatkan kegiatan-kegiatan yang bersifat dan berbentuk kerohanian. Singgih
mengkritik cara gereja-gereja pada zaman orde baru yang menghindar
menggumuli ketidakadilan dan ketidakbenaran dalam masyarakat dan justru hanya
banyak berdoa. Hal konkret yang dimaksud oleh Singgih sebagai peran gereja
dalam masyarakat dan kehidupan bernegara adalah:
‘memerangi kemiskinan dan penderitaan’; ‘memperjuangkan masyarakat yang
adil, berkedaulatan rakyat, demokratis dan HAM’; dan ‘mengakhiri konflik antar
agama’.23 Hal-hal yang diuraikan di atas adalah upaya mewujudkan iman yang
otentik dalam situasi nyata hidup dalam negara Indonesia. Teologi politik gereja
yang bukan politik identitas itu adalah menjalankan misi Allah untuk melakukan

5
transformasi sosial, politik dan ekonomi, hukum dan HAM demi tercapainya visi
hidup bersama sebagai sesama warga negara. Hartono Budi mengatakan, ‘teologi
politik menekankan pentingnya kesaksian iman secara publik dan tindakan
mengikuti Yesus Kristus secara politik.’ Menurut Budi, seperti pendapat Moltman,
bahwa teologi politik harus dibedakan secara tegas dengan upaya mempolitisir
gereja, tetapi ini dimaksudkan untuk mengkristenkan eksistensi politis gereja
Emmanuel Gerrit Singgih, Dua Konteks: Tafsir-tafsir Perjanjian Lama sebagai
Respons atas Perjalanan Reformasi di Indonesia, dan umat Kristiani. Olehnya,
secara konkret dapatlah dikatakan bahwa, ‘teologi politik
membawa masalah sosial ke dalam gereja dan membuat gereja hadir dalam situasi
manusia yang kontradiktif termasuk penderitaan manusia.
Dan juga menurut Aristoteles yang mengatakan bahwa keadilan adalah
tindakan yang terletak diantara memberikan terlalu banyak dan sedikit yang dapat
diartikan memberikan sesuatu kepada setiap orang sesuai dengan apa yang menjadi
haknya. Menurut Frans Magnis Suseno (?) yang mengatakan pendapatnya tentang
pengertian keadilan adalah keadaan antar manusia yang diperlakukan dengan sama
sesuai dengan hak dan kewajibannya masingmasing. Menurut Notonegoro yang
berpendapat bahwa keadilan adalah suatu keadaan dikatakan adil jika sesuai
dengan ketentuan hukum yang berlaku. Menurut Thomas Hubbes yang
mengatakan bahwa pengertian keadilan adalah sesuatu perbuatan dikatakan adil
apabila telah didasarkan pada
perjanjian yang telah disepakati. Menurut Plato yang menyatakan bahwa
pengertian keadilan adalah diluar kemampuan manusia biasa dimana keadilan
hanya dapat ada di dalam hukum dan perundang-undangan yang dibuat oleh para
ahli yang khususnya memikirkan hal itu. Menurut W.J.S Poerwadarminto (2003)
yang mengatakan bahwa pengertian keadilan adalah tidak berat sebelah,
sepatutnya tidak sewenang-wenang. Menurut definisi Imam AlKhasim adalah
mengambil hak dari orang yang wajib memberikannya dan memberikannya

6
kepada orang yang berhak menerimanya. Menurut Socrates keadilan akan tercipta
bilamana setiap warga negara sudah merasakan bahwa pemerintah telah
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Dalam Alkitab Perjanjian Lama, khususnya kitab Mazmur 133
mengungkapkan kerukunan mendatangkan berkat Tuhan. Oleh sebab itu
kekristenan harus menyingkirkan hal perbedaan SARA diantara manusia, seperti
juga ajaran Yesus yang disampaikan lewat pertanyaan jebakan Ahli Taurat
“Siapakah sesamaku manusia?” dapat ditelusuri bahwa pertanyaan seorang ahli
Taurat ini dilatarbelakangi oleh adanya pemahamannya tentang “sesamanya
manusia” yang hanya terbatas pada orang Yahudi saja. Ini dapat mengancam
kerukunan, sebab pemahaman seperti ini akan cenderung membatasi perilaku
untuk mengasihi orang lain di luar satu ikatan hu"penutup Keadilan dapat
disimpulkan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan sikap dan tindakan dalam
hubungan antar manusia yang berisi sebuah tuntutan agar sesamanya dapat
memperlakukan sesuai hak dan kewajibanya. Masyarakat bisa hidup tentram dan
damai, tidak ada pertentangan antara mayarakat dan pemerintah dalam
menerapkan dan melaksanakan kebijakan publik.Bagi orang Kristen kerukunan
juga harus dikerjakan di tempat yang nyata dalam lingkungan masyarakat maupun
dalam komunitas media sosial yang sekarang disebut masa globalisasi di
eradisrupsi. Melalui era disrupsi dan tantangannya orang Kristen dapat memahami
bahwa situasi dan kondisi apapun yang terjadi tetap memberikan kontribusi bagi
kemajemukan bangsa. Hal itu juga selaras dengan dasar iman Kristen dalam
kerukunan yang selanjutnya dapat diaktualisasikanoleh orang Kristen dalam
masyarakat di era disrupsi."bungan tertentu"

7
PENUTUP

Keadilan dapat disimpulkan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan sikap


dan tindakan dalam hubungan antar manusia yang berisi sebuah tuntutan agar
sesamanya dapat memperlakukan sesuai hak dan kewajibanya. Masyarakat bisa
hidup tentram dan damai, tidak ada pertentangan antara mayarakat dan pemerintah
dalam menerapkan dan melaksanakan kebijakan publik.
Bagi orang Kristen kerukunan juga harus dikerjakan di tempat yang nyata
dalam lingkungan masyarakat maupun dalam komunitas media sosial yang
sekarang disebut masa globalisasi di eradisrupsi.
Melalui era disrupsi dan tantangannya orang Kristen dapat memahami
bahwa situasi dan kondisi apapun yang terjadi tetap memberikan kontribusi bagi
kemajemukan bangsa. Hal itu juga selaras dengan dasar iman Kristen dalam
kerukunan yang selanjutnya dapat diaktualisasikanoleh orang Kristen dalam
masyarakat di era disrupsi."

Anda mungkin juga menyukai