Anda di halaman 1dari 4

Nama : Rizky Fathurrahman

Kelas : XI MS 1

Jawaban :

1. Kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh Bangsa Eropa di Indonesia :


a. Monopoli perdagangan.
b. Menerapkan sistem tanam paksa atau culturstelsel.
c. Menerapkan kebijakan politik etis.
d. Menerapkan verplichte leverantie.
e. Memberlakukan sistem kerja rodi untuk membangun jalan raya Anyer-Panarukan.
f. Memberlakukan sistem sewa tanah atau land-rente.
g. Memperluas daerah preangel stelsel.
h. Menerapkan sistem contingenten.
2. Pada masa sebelum 1908, rakyat di Indonesia telah banyak melakukan perlawanan
terhadap pemerintah kolonial. Perlawanan pada era ini juga belum mencerminkan
kesadaran nasional. Ciri-ciri perlawanan yang terjadi sebelum lahirnya kesadaran
nasional yaitu :
a. Bersifat kedaerahan dan hanya dilakukan di suatu wilayah saja.
b. Mudah dipecah belah.
c. Dilakukan secara fisik atau melalui perjuangan bersenjata.
d. Perjuangan dipimpin oleh tokoh daerah seperti raja dan bangsawan.
e. Belum ada rasa persatuan antar daerah.
3. Bentengstelsel atau sistem benteng merupakan sebuah strategi perang yang diterapkan
oleh Belanda untuk mengalahkan musuh-musuhnya. Siasat perang ini dicetuskan oleh
Jenderal de Kock, kemudian diterapkan pada Perang Diponegoro. Atas kemenangan
Belanda dalam perang tersebut, strategi ini kembali digunakan dalam Perang Padri.
Secara garis besar, strategi perang ini adalah pada setiap kawasan yang sudah berhasil
dikuasai Belanda, dibangun benteng pertahanan atau kubu pertahanan, kemudian dari
tiap kubu pertahanan tersebut dibangun infrastruktur penghubung seperti jalan atau
jembatan. Penggunaan strategi bentengstelsel pada satu sisi berhasil mempercepat
perang yang banyak menghabiskan biaya, dengan menjepit kedudukan musuh
sekaligus mengendalikan wilayah yang dikuasai. Namun, strategi ini juga memberi
dampak pada pengerahan tenaga kerja paksa yang banyak terutama untuk membangun
infrastruktur dalam mendukung strategi tersebut.
4. Pada abad XVII di Sulawesi Selatan telah muncul beberapa kerajaan kecil, seperti
Gowa, Tallo, Sopeng, dan Bone. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut, yang paling
kuat baik secara ekonomi maupun militer, adalah Gowa atau Makassar. Adapun
faktor-faktor yang mendorong perkembangan Makassar antara lain sebagai berikut.
 Letak Makasar yang sangat strategis dalam lalu lintas perdagangan Malaka-
Batavia-Maluku.
 Jatuhnya Malaka ke tangan bangsa Portugis tahun 1511 yang membuat saudagar-
saudagar Arab, India, dan Melayu berpindah ke Makassar.
 Posisi Makassar sebagai pelabuhan transit lada yang berasal dari Kesultanan
Banjar (Banjarmasin).
5. Secara umum Perang Diponegoro dilatarbelakangi oleh adanya ikut campur Belanda
pada urusan kerajaan. Pihak keraton tidak berdaya akan pengaruh politik
pemerintahan kolonial dan justru hidup mewah serta tidak mempedulikan rakyatnya.
Kemudian daerah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta semakin sempit, kaum
bangsawan sangat dirugikan karena Sebagian besar sumber penghasilannya diambil
alih oleh Belanda. Mereka dilarang menyewakan tanah bahkan diambil alih haknya.
Selain itu, sebab khusus dari Perang Diponegoro adalah pemasangan tonggak –
tonggak untuk me mbuat rel kereta api yang melewati makam dari leluhur Pangeran
Diponegoro.
6. Alasan mengapa faktor agama menjadi faktor sentral dalam Perang Padri adalah
karena peperangan ini dipicu oleh perbedaan prinsip mengenai agama antara kaum
Padri dan kaum Adat. Kaum Padri adalah kelompok masyarakat yang menjunjung
tinggi syariat Islam. Bagi kaum Padri, ajaran Islam harus dilaksanakan secara
menyeluruh dan meninggalkan adat atau budaya yang bertentangan dengan ajaran
Islam. Sedangkan kaum Adat adalah golongan masyarakat di Minangkabau yang
masih melestarikan adat dan memegang nilai-nilai tradisi dari leluhur. Kaum Adat,
termasuk yang sudah masuk Islam, masih melakukan sabung ayam, minum minuman
keras, dan berjudi. Padahal, bagi umat Muslim, kebiasaan-kebiasaan tersebut dilarang
oleh agama Islam. Kaum Padri pun meminta agar kaum Adat yang beragama Islam
segera meninggalkan kebiasaan atau tradisi yang bertentangan dengan ajaran Islam,
tetapi tidak dilakukan. Permasalahan itu sempat diupayakan untuk diselesaikan secara
damai melalui perundingan, tetapi selalu gagal. Alhasil, meletuslah Perang Padri pada
1803, di mana kaum Padri dipimpin oleh Harimau Nan Salapan dan kaum Adat
dipimpin oleh Sultan Arifin Muningsyah, yang merupakan Raja Pagaruyung.
7. Devide et impera atau 'pecah belah dan kuasai' adalah siasat politik jitu penjajah
kolonial Belanda dalam menaklukkan perlawanan-perlawanan di Nusantara.
Kaum penjajah dianggap lawan oleh para penguasa daerah di Nusantara ketika
mereka dianggap mengancam kepentingannya. Sebaliknya, para penguasa daerah
menganggap kaum penjajah sebagai kawan ketika mereka dianggap dapat menjadi
sekutu dalam menaklukkan penguasa saingannya. Jadi, politik pecah belah adalah
siasat yang dijalankan Belanda dalam mengadu domba kerajaan di Nusantara.
8. Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling sulit ditaklukkan oleh Belanda di
Nusantara. Hal ini dikarenakan Aceh memiliki pemimpin perang yang hebat
serta memiliki kekuatan militer dan sipil yang tangguh. Pemerintah Aceh juga pada
masa silam telah menjalin hubungan diplomasi dengan banyak negara luar, salah
satunya yang paling signifikan adalah dengan Turki Utsmani. Tindak tanduk Aceh di
kancah internasional membuat Belanda berpikir dua kali jika ingin menguasai Aceh
secara drastis.
9. Sifatnya masih kedaerahan, maksudnya belum serentak dilakukan di seluruh
nusantara, dan juga sifatnya masih ketergantungan pada pemimpin daerah tersebut.
Lalu rasa persatuan dan kesatuan antar daerah belum muncul.
10. Pengaruh kedatangan Bdangsa Eropa dalam bidang sosial-budaya yang masih dapat
ditemukan hingga kini adalah adanya agama Kristen, program transmigrasi
penggunaan kata serapan asing, seni dan peninggalan gaya arsitektur.

Anda mungkin juga menyukai