Anda di halaman 1dari 10

RSUD LABUHA

KABUPATEN HALMAHERA SELATAN

ALVEOPLASTI SEBAGAI TINDAKAN BEDAH PREPROSTODONTIK


(STUDI PUSTAKA)

Makalah ini diajukan sebagai salah satu persyaratan


untuk kenaikan pangkat dari Golongan IV/a ke Golongan IV/b
Jabatan Fungsional Dokter Gigi

Oleh :
drg. Faizal Prabowo Kaliman
NIP. 19801112 200903 1 001

RSUD LABUHA
KABUPATEN HALMEHERA SELATAN
2022
ALVEOLOPLASTI SEBAGAI
TINDAKAN BEDAH PREPROSTODONTIK
(STUDI PUSTAKA)

ABSTRACT
Changes in oral and dental tissues occured with the progress of aging. The alveolar bone is undergone a resorption
which requires action in order to maintain several functions such as esthetic, mastication and phonetic. In edentulous
old people, denture is important. However, in the process of making denture, there are problems in its preparation,
adaptation and stabilization. Therefore, a careful measure to overcome these problems should be taken, among
which is a consideration to perform a preprosthetic surgery, namely, alveoloplasty. This type of surgery is meant to
preserve good dental supporting tissue. (J Kedokter Trisakti 1999;18(1) : 27 - 33)
Key words: Alveoloplasty, denture, preposthetic surgery

PENDAHULUAN
Menurut Boucher alveolektomi adalah suatu tindakan pengambilan sebagian
prosesus alveolaris.(9) Tindakan ini dilakukan untuk mempermudah pencabutan gigi,
memperbaiki sisa alveolar ridge yang tidak teratur sebagai akibat pencabutan satu atau
beberapa gigi, dan mempersiapkan sisa ridge agar dapat menerima gigi tiruan dengan baik.
Akhirakhir ini banyak ahli bedah mulut yang menggunakan istilah alveoloplasti dan
alveoplasti untuk menyatakan tindakan pembentukan kembali prosesus alveolaris
dibandingkan pembuangannya. Karena setiap tindakan pencabutan gigi selalu diikuti dengan
resorbsi tulang alveolar, maka dalam melakukan tindakan alveolektomi seorang dokter gigi
harus berusaha melindungi tulang sebanyak dan sepraktis mungkin, sehingga dapat
membentuk suatu jaringan pendukung gigi tiruan yang baik.

SEJARAH ALVEOLOPLASTI
Tindakan alveolektomi pertama kali dilakukan oleh A. T. Willard of Chelsea pada
tahun 1853 di Massachusetts, Amerika Serikat. Willard melakukan pembuangan papila
interdental gingiva dan margin alveolar, sehingga memungkinkan penutupan tepi lawan tepi
dari jaringan lunak.
Pada tahun 1876 W. George Beers dari Montreal telah melakukan suatu tindakan
alveolektomi yang sangat radikal. Ia melakukan pengambilan sebagian besar prosesus
transversal, atau septa, serta plat luar dan dalam alveolus dengan menggunakan tang potong.
Shearer mempublikasikan “External Alveolectomy” pada tahun 1920, yang
menggambarkan teknik yang digunakannya sejak tahun 1905. Sejak teori Willard
dipublikasikan, banyak yang mendukung maupun menentang keseluruhan konsep
alveolektomi serta tindakan bedah untuk melakukan pembuangan gigi. Banyak dokter gigi
maupun prostodontis, termasuk De Van, merekomendasikan tindakan alveolektomi pada
masa awal 1920-an, tetapi 10 tahun kemudian ia mengundurkan diri dari jabatannya dan
menyatakan bahwa tindakan alveolektomi yang sebelumnya ia anjurkan merupakan
kesalahan terbesar dalam karier profesionalnya.
Molt, pada tahun 1923 mendorong digunakannya preoperasi studi model untuk
menghindari dilakukannya tindakan bedah yang terlalu luas. Ia menganjurkanagar sedapat
mungkin septum interdental dipertahankan sehingga dapat berfungsi sebagai matriks pada
proses regenerasi tulang. Ia juga menganjurkan agar penutupan jaringan lunak tidak terlalu
tegang serta tidak terlalu rapat menutupi margin yang luka; untuk mempertahankan
kedalaman sulkus vestibular.
Masalah resorbsi tulang berlebihyang mengikuti suatu tindakan alveolektomi mulai
diakui pada tahun 1936, pada saat O. T. Dean mempublikasikan suatu teknik yang benar-
benar baru yaitu “Intra-Septal Alveolectomy” yang pertama kali digunakannya pada tahun
1916. Berbeda dengan para pendahulunya di bidang bedah prepros-todontik, ia
menganjurkan untuk mempertahankan kortekslabial pada waktu pembuangan tulang
interradikular medular. Dengan metode ini ia dapat mematahkan dan membengkokkan
korteks labial ke arah palatal, serta membentuknya sesuai bentuk yang diinginkan. Dengan
teknik ini maka mukoperiosteum tidak dilepaskan dari tulang, sehingga pasien tidak begitu
mengalami sakit pasca operasi, pembengkakan, serta resorbsi tulang. Banyak penulis
beranggapan bahwa Teknik Alveolektomi Intraseptal Dean ini lebih dikhususkan pada
tindakan bedah untuk pembuatan gigi tiruan immediate.
Pada tahun 1966 Obwegeser, anggota American Society of Oral Surgeons, di Walter
Reed Army Medical Center, merekomendasikan suatu modifikasi dari teknik Dean untuk
menanggulangi kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim. Obwegeser mengembangkan
teknik “crush” Dean yang meliputi pematahan dan pembentukan kembali korteks palatal
seperti halnya korteks labial.
Akhir-akhir ini banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan tindakan
pembuangan sebagian maupun seluruh prosesus alveolaris, yang bertujuan untuk
mempermudah proses pembuatan maupun pemakaian gigi tiruan. Istilah-istilah tersebut
antara lain alveolektomi, alveoloplasti, dan alveoplasti.
Menurut Archer(1) istilah-istilah tersebut dapat didefinisikan sebagai berikut:
 Alveoplasti adalah suatu tindakan bedah untuk membentuk prosesus alveolaris sehingga
dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan immediate maupun gigi tiruan
yang akan dipasang beberapa minggu setelah operasi dilakukan.
 Alveolektomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuang prosesus alveolaris, baik
sebagian maupun seluruhnya. Adapun pembuangan seluruh prosesus alveolaris yang
lebih dikenal sebagai alveolektomi diindikasikan pada rahang yang diradiasi sehubungan
dengan perawatan neoplasma yang ganas. Karena itu penggunaan istilah alveolektomi
yang biasa digunakan tidak benar, tetapi karena sering digunakan maka istilah ini dapat
diterima. Alveolektomi sebagian bertujuan untuk mempersiapkan alveolar ridge
sehingga dapat menerima gigi tiruan. Tindakan ini meliputi pembuangan undercut atau
cortical plate yang tajam; mengurangi ketidakteraturan puncak ridge atau elongasi; dan
menghilangkan eksostosis.
 Alveolotomi adalah suatu tindakan membuka prosesus alveolaris yang bertujuan untuk
mempermudah pengambilan gigi impaksi atau sisa akar yang terbenam, kista atau
tumor, atau untuk melakukan tindakan apikoektomi.
Indresano dan Laskin(4) mendefinisikan istilah alveoloplasti sebagai suatu prosedur
untuk membentuk prosesus alveolaris, dan alveolektomi adalah suatu prosedur pembuangan
prosesus alveolaris.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa alveoloplasti
adalah suatu tindakan pembuangan sebagian prosesus alveolaris untuk mempersiapkan
bentuk yang dapat memberikan dukungan yang baik bagi gigi tiruan.

TUJUAN TINDAKAN ALVEOLOPLASTI


Alveoloplasti dilakukan dengan tujuan untuk membentuk prosesus alveolaris setelah
tindakan pencabutan gigi; memperbaiki abnormalitas dan deformitas alveolar ridge yang
ber-pengaruh dalam adaptasi gigi tiruan; membuang bagian ridge prosesus alveolaris yang
tajam atau menonjol; membuang tulang interseptal yang terinfeksi pada saat dilakukannya
gingivektomi; mengurangi tuberositas agar mendapatkan basis gigi tiruan yang baik, atau
untuk menghilangkan undercut-undercut serta memperbaiki prognatisme maksila sehingga
didapatkan estetik yang baik pada pemakaian gigi tiruan. Tidak semua proses pembuatan gigi
tiruan selalu didahului dengan suatu tindakan bedah preprostodontik, seperti alveoloplasti.
Karena itu seorang dokter gigi harus mengetahui dengan baik keadaan-keadaan yang
merupakan indikasi maupun kontra indikasi dilakukannya tindakan ini.

INDIKASI ALVEOLOPLASTI
Dalam melakukan alveoloplasti ada beberapa keadaan yang harus dipertimbangkan
oleh seorang dokter gigi. Keadaan-keadaan tersebut antara lain :
1) pada rahang di mana dijumpai neoplasma yang ganas, dan untuk penanggulangannya
akan dilakukan terapi radiasi (1,3),
2) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya undercut; cortical plate yang tajam;
puncak ridge yang tidak teratur; tuberositas tulang; dan elongasi, sehingga mengganggu
dalam proses pembuatan dan adaptasi gigi tiruan (1,10),
3) jika terdapat gigi yang impaksi, atau sisa akar yang terbenam dalam tulang; maka
alveoloplasti dapat mempermudah pengeluarannya,
4) pada prosesus alveolaris yang dijumpai adanya kista atau tumor,
5) akan dilakukan tindakan apikoektomi (1),
6) jika terdapat ridge prosesus alveolaris yang tajam atau menonjol sehingga dapat
menyebabkan facial neuralgia maupun rasa sakit setempat (1,4,10),
7) pada tulang interseptal yang terinfeksi; di mana tulang ini dapat dibuang pada waktu
dilakukan gingivektomi,
8) pada kasus prognatisme maksila, dapat juga dilakukan alveoloplasti yang bertujuan
untuk memperbaiki hubungan antero-posterior antara maksila dan mandibula (1),
9) setelah tindakan pencabutan satu atau beberapa gigi, sehingga dapat segera dilakukan
pencetakan yang baik untuk pembuatan gigi tiruan (10),
10) adanya torus palatinus (palatal osteoma) maupun torus mandibularis yang besar (4,10),
11) untuk memperbaiki overbite dan overjet. (1,3,4).

KONTRA INDIKASI ALVEOLOPLASTI


Adapun kontra indikasi dilakukannya tindakan alveoloplasti adalah :
1) pada pasien yang masih muda, karena sifat tulangnya masih sangat elastis maka proses
resorbsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan pasien tua. Hal ini harus diingat karena
jangka waktu pemakaian gigi tiruan pada pasien muda lebih lama dibandingkan pasien
tua.
2) pada pasien wanita atau pria yang jarang melepaskan gigi tiruannya karena rasa malu,
sehingga jaringan pendukung gigi tiruan menjadi kurang sehat, karena selalu dalam
keadaan tertekan dan jarang dibersihkan. Hal ini mengakibatkan proses resorbsi tulang
dan proliferasi jaringan terhambat.
3) jika bentuk prosesus alveolaris tidak rata tetapi tidak mengganggu adaptasi gigi tiruan
baik dalam hal pemasangan, retensi maupun stabilitas. (9)

FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN


ALVEOLOPLASTI
Dalam melakukan tindakan alveoloplasti terdapat beberapa faktor yang harus
dipertimbangkan oleh seorang dokter gigi, yaitu :
1) Bentuk Prosesus Alveolaris
Pada pembuatan gigi tiruan dibutuhkan bentuk prosesus alveolaris yang dapat
memberikan kontak serta dukungan yang maksimal. Karena itu selain menghilangkan
undercut yang dapat mengganggu pemasangan gigi tiruan, maka dalam melakukan
alveoloplasti harus diperhatikan juga bentuk prosesus alveolaris yang baik. Yaitu bentuk
U yang seluas mungkin, sehingga dapat menyebarkan tekanan mastikasi pada
permukaan yang cukup luas. (3,4,7,9)
2) Sifat Tulang Yang Diambil
Untuk mendapatkan suatu hasil terbaik maka suatu gigi tiruan harus terletak pada
tulang kompakta, bukan tulang spongiosa. Karena itu pada waktumelakukan
alveoloplasti dengan pembuangan tulang yang banyak harusdiusahakan untuk
mempertahankan korteks tulang pada saat membuang tulangmedular yang lunak. Hal ini
disebabkan karena tulang spongiosa lebih cepat dan lebih banyak mengalami resorbsi
dibandingkan dengan tulang kompakta.(9)

3) Usia Pasien
Dalam melakukan alveoloplasti usia pasien juga harus dipertimbangkan, karena semakin
muda pasien maka jangka waktu pemakaian gigi tiruan semakin lama. Tulang pada
pasien muda lebih plastis dan lebih cenderung mengalami resorbsi dibandingkan atrofi,
serta pemakaian tulang alveolar lebih lama daripada pasien tua. Jadi pembuangan tulang
pada pasien muda dianjurkan lebih sedikit dan mungkin tidak perlu dilakukan trimming
tulang.(4,9)

4) Penambahan Free Graft


Jika pada waktu pencabutan gigi atau alveoloplasti dilakukan ada tulang yang secara
tidak sengaja terbuang atau terlalu banyak diambil, maka harus diusahakan untuk
mengembalikan pecahan tulang ini ke daerah operasi. Pecahan tulang ini disebut free
graft. Replantasi free graft ini dapat mempercepat proses pembentukan tulang baru
serta mengurangi resorbsi tulang. Boyne menyatakan bahwa penggunaan autogenous
bone graft lebih baik daripada homogenous dan heterogenous bone graft untuk
pencangkokan, dan semakin banyak sumsum tulang dan selsel endosteal pada tulang
semakin baik.(9)
5) Proses Resorbsi Tulang
Pada periodontitis tingkat lanjut yangditandai dengan resorbsi tulang interradikular,
maka alveoloplasti harus ditunda sampai soket terisi oleh tulang baru. Penundaan
selama 4-8 minggu ini dapat menghasilkan bentuk sisa ridge yang lebih baik.(9) Selain
itu harus diingat juga bahwa pada setiap pembedahan selalu terjadi resorbsi tulang,
maka harus dihindari terjadinya kerusakan tulang yang berlebih akibat suatu tindakan
bedah, karena keadaan ini dapat mempengaruhi hasil perawatan. (8)

TEKNIK-TEKNIK ALVEOLOPLASTI
Starshak (1971) mengemukakan 5 macam teknik alveoloplasti, yaitu : (i) teknik
Alveolar Kompresi, (ii) Teknik Simpel Alveoloplasti, (iii) teknik Kortiko- Labial Alveoloplasti,
(iv) teknik Dean Alveoloplasti, dan (v) teknik Obwegeser Alveoloplasti.
Teknik Alveolar Kompresi
Merupakan teknik alveoloplasti yang paling mudah dan paling cepat. Pada teknik ini
dilakukan penekanan cortical plate bagian luar dan dalam di antara jari-jari. Teknik ini paling
efektif diterapkan pada pasien muda, dan harus dilakukan setelah semua tindakan ekstraksi,
terutama pada gigi yang bukoversi. Tujuan dilakukannya tindakan ini adalah untuk
mengurangi lebar soket dan menghilangkan tulang-tulang yang dapat menjadi undercut.

Teknik Simpel Alveoloplasti


Teknik ini dapat digunakan jika dibutuhkan pengurangan cortical margin labial atau
bukal, dan kadang-kadang juga alveolar margin lingual atau palatal. Biasanya digunakan flep
tipe envelope, tetapi kadangkala digunakan juga flep trapesoid dengan satu atau beberapa
insisi. Pada teknik ini pembukaan flep hanya sebatas proyeksi tulang, karena pembukaan
yang berlebihan pada bagian apikal dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang tidak
diinginkan.

Teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti


Teknik ini merupakan teknik alveoloplasti yang paling tua dan paling populer, di
mana dilakukan pengurangan cortical plate bagian labial. Teknik ini telah dipraktekkan
secara radikal selama bertahun-tahun, dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge
yang sempit. Dalam tindakan bedah preprostodontik teknik inilah yang paling sering
digunakan,
karena pada teknik ini pembuangan tulang yang dilakukan hanya sedikit, serta prosedur
bedahnya yang sangat sederhana.

Teknik Dean Alveoloplasti


O.T. Dean menyumbangkan suatu teknik alveoloplasti yang sangat baik dalam
mempersiapkan alveolar ridge sehingga dapat mengadaptasi gigi tiruan dengan baik. Thoma
menggambarkan pembuangan tulang interrradicular (di antara akar) tidak dengan istilah
intraseptal (di dalam septum), tetapi dengan istilah intercortical (di antara cortical plate).
Sedangkan ahli-ahli lain menggunakan istilah teknik “crush” (9). Teknik Dean ini didasari
oleh prinsip-prinsip biologis sebagai berikut :
1) mengurangi alveolar margin labial dan bukal yang prominen,
2) tidak mengganggu perlekatan otot,
3) tidak merusak periosteum,
4) melindungi cortical plate sehingga dapat digunakan sebagai onlay bone graft yang hidup
dengan suplai darah yang baik,
5) mempertahankan tulang kortikal sehingga dapat memperkecil resorbsi tulang setelah
operasi. McKay memodifikasi teknik Dean ini dengan memecahkan cortical plate ke arah
labial sebelum menekannya kembali ke palatal. Modifikasi ini menjamin onlay tulang
dapat bergerak bebas dan terlepas dari tekanan.

Teknik Obwegeser Alveoloplasti


Pada kasus protrusi premaksilaris yang ekstrim, teknik Dean tidak akan
menghasilkan ridge anterior berbentuk U seperti yang diinginkan, tetapi menghasilkan ridge
berbentuk V. Untuk menghindari bentuk ridge seperti ini, Obwegeser membuat fraktur pada
cortical plate labial dan palatal. Keuntungan teknik ini adalah dapat membentuk kedua
permukaan palatal dan labial prosesus alveolaris anterior, dan sangat tepat untuk kasus
protrusi premaksilaris yang ekstrim. Operasi dengan teknik ini harus didahului dengan
proses pembuatan model gips, kemudian splint atau gigi tiruan disusun pada model kerja
gips tersebut. Dengan dilakukannya proses ini, maka prosedur operasi yang dilakukan di
kamar praktek dokter gigi atau di ruang operasi dapat dilakukan dengan lebih akurat.

KOMPLIKASI TINDAKAN ALVEOLOPLASTI


Dalam melakukan suatu tindakan bedah tidak terlepas dari kemungkinan terjadinya
komplikasi, demikan pula halnya dengan alveoloplasti. Dimanakomplikasi-komplikasi yang
dapat terjadi antara lain: rasa sakit, hematoma, pembengkakan yang berlebihan, timbulnya
rasa tidak enak pasca operasi (ketidaknyamanan), proses penyembuhan yang lambat,
resorbsi tulang berlebihan (9), serta osteomyelitis (3). Tetapi semua hal tersebut dapat
diatasi dengan melakukan prosedur operasi serta tindakan-tindakan pra dan pasca operasi
yang baik.

KESIMPULAN
Tujuan utama dari suatu tindakan bedah preprostodontik adalah untuk
mempersiapkan bentuk ridge sehingga dapat memberikan dukungan terbaik bagi gigi tiruan
dalam hal stabilitas maupun retensi.(7) Selain itu alveoloplasti dilakukan untuk membentuk
prosesus alveolaris agar dapat mempermudah pembuatan maupun adaptasi gigi tiruan.
Karena itu sebelum proses pembuatan gigi tiruan dilakukan, seorang dokter gigi harus
memperhatikan apakah terdapat faktor- faktor yang dapat mengganggu proses pembuatan
maupun adaptasi gigi tiruan tersebut, serta estetik wajah penderita.
Dalam melakukan tindakan alveoloplasti pembuangan tulang alveolar tersebut
dilakukan seminimal mungkin. Dimana pembuangan tersebut bertujuan untuk
menghilangkan undercut-undercut yang dapat mengganggu pembuatan basis gigi tiruan dan
arah masuknya gigi tiruan tersebut; memperbaiki hubungan antero-posterior maksila dan
mandibula, dimana tindakan ini sering dilakukan pada kasus prognatisme maksila; serta
setelah tindakan pencabutan beberapa gigi.
Teknik alveoloplasti yang banyak dipakai pada tindakan bedah preprostodontik
adalah teknik Kortiko-Labial Alveoloplasti. Dimana pada teknik ini hanya dilakukan sedikit
reduksi pada cortical plate bagian labial. Teknik ini sudah dipraktekkan selama
bertahuntahun dengan hanya meninggalkan sedikit alveolar ridge yang sempit.
Dalam melaksanakan pembedahan, terutama yang dilakukan sebelum pembuatan gigi
tiruan immediate, secara tidak sengaja dapat terjadi pengambilan tulang yang terlalu banyak
atau tulang tersebut patah. Karena itu perlu dipertimbangkan untuk melakukan reposisi
dengan menggunakan free bone graft. Dimana free bone graft ini dapat mempercepat proses
pembentukan tulang baru, serta mengurangi resorbsi tulang.
Sangat penting bagi seorang dokter gigi untuk mengetahui hal-hal yang berpengaruh
dalam melakukan tindakan alveoloplasti, karena keberhasilan suatu perawatan bedah tidak
mungkin dapat dicapai tanpa didasari oleh tindakan yang benar. Selain itu keberhasilan suatu
tindakan bedah prepostodontik sangat berpengaruh dalam proses pembuatan serta adaptasi
gigi tiruan dan estetik wajah penderita. Pada kasus prognatisme maksila estetik wajah
penderita harus mendapat perhatian khusus karena umumnya pasien menjalani suatu proses
pembedahan dengan tujuan untuk memperbaiki estetik.(5) Setelah pelaksanaan suatu
tindakan bedah preprostodontik perlu dilakukan kontrol berkala untuk mengetahui jalannya
proses penyembuhan, serta menjaga agar tidak terjadi komplikasikomplikasi yang tidak
diharapkan. Kemudian dilakukan evaluasi keadaan jaringan dan kondisi pasien beberapa
minggu setelah operasi. Jika hasilnya baik, maka dapat segera dilakukan proses pembuatan
gigi tiruan bagi pasien tersebut. (6)
DAFTAR PUSTAKA
1. Archer, W. H. Oral and Maxillofacial Surgery. 5th ed. Vol. I. Philadelphia: Saunders, 1975:
135, 179-187.
2. Birn, H. and Winther, J. E. Manual of Minor Oral Surgery A Step by Step Atlas. 1st ed.
Philadelphia: Saunders, 1975: 109- 115.
3. Guernsey, L. H. Preprosthetic Surgery. In: Kruger, G. O., editor. Textbook of Oral and
Maxillofacial Surgery. 5th ed. St. Louis: Mosby, 1979: 111.
4. Indresano, A. T. and Laskin, D. M. Procedures to Improve the Bony Alveolar Ridge. In:
Laskin, D. M., editor. Oral and Maxillofacial Surgery. St. Louis: Mosby, 1985: 293-305.
5. Laufer, D., Glick, D., Gutman, D. and Sharon, A. Patient Motivation and Response to
Surgical Correction of Prognathism. Oral Surgery Oral Medicine Oral Pathology. 1976;
41:309-313.
6. McGowan, D. A. An Atlas of Minor Oral Surgery. 1st ed.. London: Martin Dunitz, 1989: 75,
87-91.
7. Mercier, P. Ridge Form in Preprosthetic Surgery. Oral Surgery Oral Medicine Oral
Pathology. 1985; 60:235-243.
8. Seward, G. R. and Harris, M. Surgical Preparation of the Mouth for Dentures. In: Derrick,
D. D., editor. Killey and Kay’s Outline of Oral Surgery. Part I. Bristol: Wright, 1987:
92,93,110,111.
9. Starshak, T. J. Preprosthetic Oral Surgery. St. Louis: Mosby, 1971: 59-72.
10. Thoma, K. H. Oral Surgery. Ed. 5th ed. Vol. I. St. Louis: Mosby, 1969: 409-416.

Anda mungkin juga menyukai