Anda di halaman 1dari 7

Kancil dan Jerapah

Alkisah, di suatu hutan yang diramaikan oleh beragam


hewan, terdapat seekor jerapah yang kerap bersikap
semena-mena. Tidak hanya merasa paling hebat dan
gagah, ia juga sering menindas hewan-hewan lain,
seperti sebuah kejadian yang menimpa domba dan
kambing di sekitar sungai.
Pada saat itu, domba dan kambing merasa sangat haus.
Mereka pun berjalan bersama menuju sungai dan
meminum langsung air sungai yang sangat segar itu.
Keduanya tampak ceria mendapatkan kesegaran dari air

sungai yang jernih. Tetapi, keceriaan itu tidak


berlangsung lama ketika jerapah mendatangi mereka.
“Kenapa kalian seenaknya saja meminum air sungai
ini?” tanya jerapah dengan nada bicara yang angkuh.
“Ini kan bukan sungai milikmu.” Domba berusaha
tampak berani melawan jerapah.
“Tetap saja, aku adalah hewan paling hebat di hutan ini.
Sudah seharusnya, kalian izin terlebih dahulu
kepadaku.”
Kambing hanya diam ketika jerapah menunjukkan
kesombongan itu dengan mendorong tubuhnya
menjauhi sungai.
Domba pun ikut mengalah dan bersama dengan
kambing mereka meninggalkan sungai.
Keesokan harinya, domba dibuat kesal ketika ia mencari
makan. Tiba-tiba saja, jerapah datang dan
menggosokkan tangannya dengan kasar ke bulu domba.
“Bulumu bisa membuat kuku milikku berkilau.”
Domba hanya bisa kembali menahan amarahnya karena
jika ia melawan, jerapah bisa saja membentak dan
mendorong tubuh kecilnya.
Ternyata, bukan hanya domba, kambing juga ikut
merasakan sikap jerapah yang tidak menyenangkan.
Saat ia sedang mengumpulkan rumput, jerapah tanpa
seizin kambing menghabiskan rumput itu.
“Kau memang hewan paling rajin di sini. Kumpulkan
terus rumput yang banyak untukku, ya.”
Kambing hanya bisa menangis dan bercerita kepada
domba. Saat keduanya sedang berbagi keluh dan kesah,
kancil datang menghampiri mereka.
“Apa yang jerapah sombong itu perbuat kepada kalian?”
“Seperti biasa, dia berperilaku semena-mena, bahkan
memakan habis rumput yang dikumpulkan kambing.”
Kancil yang ikut kesal mendengar curahan hati domba
dan kambing, segera menemui jerapah. Ia menantang
hewan sombong itu untuk menunjukkan seberapa cepat
ia mampu berlari.
“Kau kecil dan pendek, Kancil. Tidak mungkin, kau bisa
menandingi kecepatanku.”
“Lihat saja, Jerapah. Aku pasti bisa.” Perlombaan
dimulai. Kancil berlari dengan cepat menyusuri berbagai
pepohonan bahkan kubangan berisi air hujan di sekitar
sungai. Meskipun langkahnya panjang, jerapah
mengalami kesulitan menyeimbangi kegesitan si kancil.
Malam telah meninggi, saat jerapah mulai merasa lelah,
ia tersandung ranting pohon. Hal itu membuatnya
melukai kepalanya sendiri.
“Kau terjatuh?” tanya kancil untuk memastikan. Suasana
gelap membuatnya kesulitan melihat luka jerapah.
“Iya, aku terkena ranting pohon.”
Dengan tenaga yang seadanya, kancil membawa jerapah
ke salah satu bagian hutan. Tidak lama setelahnya,
domba dan kambing yang baru saja kembali dari kebun
buah, bertemu dengan kancil serta jerapah.
“Ada apa dengan dia?” tanya domba pada kancil karena
jerapah sudah terlalu lemas untuk ditanya-tanya.
“Dia terjatuh karena ranting pohon.”
Mendengar jawaban dari kancil, domba dan kambing
segera membawakan ramuan untuk mengobati luka
jerapah.
“Mengapa kalian sangat baik? Padahal, aku sering
mengerjai kalian.” Jerapah menyesal dengan segala
sikap buruknya.
“Bagaimanapun tingkahmu yang kurang baik itu, kita
sesama penghuni hutan ini harus saling menolong.”
Ucapan kambing disetujui oleh domba.
“Maafkan aku. Aku berjanji akan bersikap lebih baik
kepada kalian bahkan seluruh hewan di hutan ini.”
Semenjak kejadian itu, jerapah berubah menjadi hewan
yang paling baik di hutan. Kambing dan domba sangat
bersyukur karena bisa menyadarkan jerapah terhadap
hal buruk yang dulu kerap ia lakukan.

Anda mungkin juga menyukai