Anda di halaman 1dari 8

Keledai dan Penjual Garam

Di suatu desa di tepi pantai yang cukup jauh dengan perkotaan, hiduplah seorang
pedagang garam sebatang kara yang sangat dermawan.

Setiap hari, ia membagikan hasil menjual garam kepada tetangganya dan sangat
mengasihi fakir miskin meskipun sebenarnya hidupnya tidaklah bergelimang harta.
Setiap kali berhasil menjual garam, ia belikan pakaian dan makanan untuk di
sedekahkan.

Pedagang garam tersebut memiliki seekor keledai yang digunakan untuk


mengangkut garam ke kota terdekat. Ia sangat menyayangi keledai tersebut sampai
makanan dan tempat tinggal keledai selalu disediakan. Keledai tersebut sudah
dianggap keluarga dan menjadi teman hidup satu-satunya pedagang garam
tersebut. Akan tetapi keledai tersebut tampaknya tidak puas dengan perlakuan
pedagang garam.

Setiap kali hendak pergi menjual garam ke kota, keledai selalu menggerutu karena
harus terbebani dengan karung garam serta berjalan cukup jauh. “Mengapa kau
tidak membeli gerobak saja wahai tuanku? Bukankah hasil menjual garam sudah
cukup untuk membeli gerobak, tapi uangmu kau selalu berikan kepada orang lain”
kata keledai pada suatu hari kepada tuannya ketika hendak berangkat.

Pedagang garam tersebut hanya terdiam dan melanjutkan menaikan beberapa


karung garam di kantong kain pada tubuh keledai. Pedagang garam kemudian
menuntun keledai sembari membawa satu karung garam di pundaknya. Mereka
terus berjalan hingga akhirnya melewati sebuah jembatan yang dialiri air sungai yang
cukup deras dan jernih. Pedagang garam kemudian berhenti dan beristirahat.

Di tengah peristirahatan tersebut, ternyata si keledai memiliki ide yang cukup konyol.
Bila esok pedagang membawanya kembali melalui jalan ini, maka ia akan berpura-
pura terjatuh ke dalam sungai dan garam yang akan di bawa akan semakin ringan
karena larut di dalam air. Benar saja, keesokan harinya ketika mereka berangkat
melewati jalan yang sama, keledai berpura-pura kelelahan dan terjatuh ke sungai.

Karung garam yang dibawa keledai terendam cukup lama karena pedagang garam
meminta tolong kepada orang sekitar untuk membantu mengangkat keledai.
“Maafkan aku tuan, aku tidak sengaja terjatuh ke dalam sungai karena sepertinya
beban garamnya tidak seimbang”, ungkap keledai dengan alasannya. “ Baiklah kalau
begitu aku akan membawa lebih banyak garam agar kau seimbang”.
Akhirnya pedagang membawa dua karung garam agar keledainya bisa meneruskan
perjalanan meski garam yang dibawa keledai sangat ringan karena sebagian garam
sudah larut di dalam air sungai. Esoknya lagi, keledai melakukan hal yang sama
dengan alasan kakinya tersandung batu, dan alasan lain diberikan setiap harinya
kepada pedagang. Hal ini membuat tuannya curiga dan ingin memberi balasan.

Suatu hari, dinaikkan lah kapas pada punggung keledai. Petani tidak
memberitahukan bahwa yang dibawa bukanlah garam melainkan kapas. Hal ini untuk
memberikan pelajaran kepada keledai yang suka mengeluh padahal sudah sangat
dikasihi. Setiba di jembatan, keledai tersebut tanpa menunda waktu langsung
menjatuhkan diri ke dalam sungai dan kapas kemudian menyerap air sungai.

Bukannya semakin ringan, akan tetapi karung yang dibawa keledai semakin berat
hingga keledai kesulitan berjalan. Keledai tersebut terus melangkahkan kakinya
sembari bertanya kepada tuannya. “Tuanku, mengapa garamnya semakin berat
ketika terkena air, padahal biasanya akan semakin ringan. Aku sungguh tidak bisa
berjalan jika harus membawa beban seberat ini ke kota”.

Petani kemudian menjawab dengan bijaksana “Keledai ku, sungguh yang kau bawa
bukanlah garam melainkan kapas yang menyerap air. Aku tahu kau hanya berpura-
pura terjatuh agar bebanmu tidak berat akan tetapi perbuatanmu sungguh
merugikan”. Keledai tersebut kemudian sangat malu karena selama ini ia seperti
tidak tahu diri dan tidak tahu terimakasih kepada si pedagang garam.
Persahabatan Singa Dan Tikus
cerita fabel yang menginspirasi
Di sebuah hutan yang lebat hiduplah seekor singa perkasa yang semua
makhluk lain sangat takut kepadanya. Raja hutan tersebut dikenal sangat
mengerikan, tidak mengenal rasa takut dan dia merasa harus dihormati
oleh semua makhluk yang ada di hutan. Dia menghabiskan sebagian
waktunya dengan berburu dan sebagian lagi untuk tidur. Tidak ada
makhluk hidup yang ada di hutan berani mendekati sarangnya terutama
saat singa sang raja hutan sedang tidur. Binatang perkasa itu sangatlah
marah jika tidurnya terganggu dengan cara apapun.

Tapi suatu hari tikus kecil sangat penasaran ingin melihat bagaimana
sarang Singa si Raja hutan. Dengan niat yang bulat dia berangkat ke gua
dimana singa biasa beristirahat. Namun ketika dia sampai, dia tidak melihat
adanya sang raja hutan.

“Dia pergi ke suatu tempat. Apakah dia akan segera kembali?” Timbul
pertanyaan dalam hati si tikus kecil. Untuk mengobati rasa penasarannya si
tikus kecil masuk menyelinap kedalam gua. Gua itu sangatlah gelap,
ditanah dia melihat jejak kaki sang raja hutan, dan jejak kaki besar itu
membuatnya sangat ketakutan.

“Sepertinya aku harus segera kembali.” Pikiri si tikus.

Namun malang, saat itu terdengar suara langkah kaki singa memasuki gua.

“Oh tidak dia akan segera masuk. Apa yang harus aku lakukan.” Si tikus
gemetar.

Ternyata singa si raja hutan hanya pergi untuk minum di sungai, dan dia
datang kembali untuk beristirahat.

Si tikus bersembunyi di dalam gelap gua dan melihat bayangan besar singa
jatuh dilantai. . Singa duduk dekat pintu masuk gua dan beristirahat
kepalanya di kaki yang besar. Segera ia tertidur pulas. Seluruh gua tampak

etar dengan mendengkur keras raja hutan.


Si tikus berusaha merayap keluar secara diam-diam yang dia bisa. Segera ia
berada di dekat pintu masuk. Tapi saat dia mencoba untuk menyeberangi
singa, ekor kecilnya menyerempet kaki kiri dari Sang raja hutan, dan
penguasa hutan terbangun dengan kaget. Terlihat kemarahannya saat dia
melihat tikus kecil di sarangnya.

Walaupun takut si tikus tidak kehilangan akal, dia segera berlari. Namun
malang singa segera dapat menangkapnya. Sang raja hutan membuka
rahang untuk menelan tubuh si tikus kecil.

Si tikus kecil seketika berteriak.” Maaf, ya Raja, saya tidak bermaksud


membangunkan anda, saya hanya mencoba untuk meninggalkan gua ini
dimana selama ini saya sangat penasaran ingin melihatnya. Mohon biarkan
saya pergi kali ini, dan saya tidak akan pernah lupa kebaikan Anda. Jika
takdir memberi saya kesempatan, saya akan membantu Anda dengan cara
yang saya bisa pada salah satu nanti. ”

Singa merasa geli mendengar ucapan si tikus. Bagaimana tikus kecil


membantunya? Tapi dia membiarkan tikus kecil itu pergi dan tertawa
terbahak-bahak. Si tikus berlari untuk menyelamatkan hidupnya, dia sangat
berterima kasih kepada sang raja hutan yang tidak jadi memakannya.
fabel singa dan tikus

Beberapa hari sejak kejadian itu, seperti biasa singa sang raja hutan pergi
berkeliling. Pada suatu saat , tiba-tiba dia terjebak dalam jerat pemburu.
Dia berjuang mati-matian untuk membebaskan diri. Namun semua
usahanya tidak menunjukan hasil, dia hanya menemukan dirinya bahkan
lebih terjerat kuat dalam jaring tali pemburu. Dia meraung dalam
kemarahan dan ketidakberdayaan. Seluruh hutan mulai gemetar karena
suara mengerikan dan setiap binatang mendengar teriakan sang raja hutan.
Si tikus pun mendengarnya.

“Penguasa hutan dalam kesulitan.” pikir mouse. “Ini adalah kesempatan


saya untuk bisa membantu dia sekarang”.

Berpikir demikian, si tikus berlari secepat yang dia bisa menuju tempat di
mana suara itu berasal. Segera ia menemukan singa terperangkap dalam
jerat pemburu.
“Jangan bergerak, Yang Mulia, saya akan memotong tali Anda dan Anda
akan segera bebas” cicit si tikus. Tanpa membuang waktu, dia mulai
menggigit tali dengan gigi kecilnya yang tajam. Segera singa itu terbebas.

“Saya tidak percaya menyangka bahwa bahkan Anda bisa membantu saya.
Selama ini saya salah.” kata singa rendah hati. Dan akhirnya dua makhluk
itu menjadi sahabat terbaik mulai hari itu.

Pesan Moral dari Fabel Kisah Persahabatan Singa dan Tikus adalah Jangan
pernah menyepelekan orang lain, karena bisa jadi dia memiliki kemampuan
yang tidak kita ketahui serta Kebaikan akan selalu dibalas dengan kebaikan.
Kisah Kancil Harimau dan Buaya

[caption id="attachment_197585" align="aligncenter" width="758" caption="Ilustrasi Kancil dan


Harimau"][/caption] Suatu pagi di Hutan Surga Satwa. Musim kemarau telah berganti musim
penghujan. Hutan Surga Satwa menghijau kembali. Kancil terduduk malas di peraduannya,
memandang hamparan rumput hijau nan segar di hadapannya. "Akhirnya berakhir juga kemarau, tak
ada lagi rasa risau..." Kancil beranjak dari tempat duduknya. "Krauk, Krauk!!!  segar sekali rumput
ini"... Namun tak lama berselang hidung Kancil mencium sesuatu. "Waduh.... Aku mencium bau
pemangsa mendekat, harus waspada ini... " Kancil menghentikan aktivitasnya dan mengangkat
kepalanya untuk melihat lokasi pemangsa itu bersembunyi. "Wah, di sana rupanya dia.... dikiranya
aku tak melihatnya... xi,xi... dasar Harimau tua.... Huhh, mengganggu saja, memangnya Dia sanggup
mengejarku?" Kancil pura-pura tidak melihat kehadiran Harimau itu dan melanjutkan kembali
aktivitas makannya. Dan benar saja, tak lama berselang, Harimau itu melompat dari tempat
persembunyiannya untuk memangsa kancil. "GgggggrrrrhhhHHHhh!!! Hai Kancil... Kematianmu akan
segera tiba... Ha..ha... Kau akan kumangsa!!!" "Hua..ha... Kau kira aku takut Harimau tua.. Aku tidak
takut kepadamu... Coba saja kalau berani.. Weeeek!!! " Kancil berkacak pinggang dan menghardik
balik Harimau. "Kurang ajar!!! Matilah kau!!!" Harimau segera mengambil kuda-kuda untuk
menerkam Kancil, dan "WuuuuuttTtttHhhh!!!" Harimau itu melompat, namun Karen akurang hati-
hati Harimau itu terpeleset kulit pisang yang dibuang oleh monyet sehingga.... "Srrrrrrrreetttttt..........
BrrruuuugggGGGhhhhh!!!!!" Harimau itu jatuh ngangkang di depan Kancil berdiri. "Hua...ha..... Dasar
Harimau katrok... Hua...ha... Sukurin.. Sukurin!! Weeekkk!!! Hua..ha... " Kancil tertawa terbahak
bahak. Kancil berkacak pinggang dan berjingkrak-jingkrak mengejek Harimau yang menahan malu
dan rasa sakit karena jatuh. "Kurang ajar kau Kancil... Matilah kau!!!" Harimau segera bangun dan
hendak menerkam Kancil, namun Kancil tak kalah sigap, Kancil mengeluarkan jurus lari sejuta
bayangan andalannya, sehingga dalam hitungan detik, kancil telah jauh meninggalkan Harimau lapar
itu. "Kurang ajar!!! Jangan lari kau Kancil... Kau akan ku tangkap!" Harimau mengejar si Kancil...
"Kejar aku kalau kau sanggup Harimau Tua jelek!!... Ha..ha..!!" Kancil semakin jauh meninggalkan
Harimau yang mengejarnya. Kancil terus berlari meninggalkan Harimau. Hingga Akhirnya laju larinya
terhenti di pinggir sungai yang membelah hutan Surga Satwa. Kedua mata kancil terbelalak,
mulutnya monyong seketika. "Waaahhhh, aku lupa kalau sekarang hujan terus turun, kemarin-
kemarin sungai ini kering kerontang, sekarang penuh dengan air, Waduhhh... bagaimana ini??"
Kancil mondar-mandir gelisah. Tiba-tiba "GGGgrrrrggghhh!!!, Wah kebetulan aku sedang lapar ada
makanan datang... Hua...ha...." Sebuah benda mirip kayu, tiba-tiba muncul dari dalam sungai, Seekor
buaya besar penghuni sungai itu muncul mendekati kancil. Kancil sampai melompat kaget melihat
penampakan aneh tersebut. Kancil semakin bingung, di belakang harimau pasti akan segera tiba, dan
sekarang ditambah dengan kehadiran buaya yang tidak mudah ditaklukan. Kancil mencoba tenang,
berpikir keras. "Ehem.. ehem... Wahai Buaya Buruk rupa, buruk muka dan tak ada baiknya....
Ketahuilah bahwa kedatanganku kesini memegang amanah Dewa Penguasa Hutan ini.... Apa berani
kau menentang titahnya? Hmmmh....". Buaya tersentak kaget, amarahnya memuncak mendapat
hinaan Kancil, namun begitu mendengar Dewa Penguasa Hutan, buaya memilih menahan
amarahnya. "Hai, Buaya Jelek.. kenapa diam? Takut ya?? Ha...ha... Makanya jangan macam-macam
denganku, sekali Aku tunjuk nyawamu akan hilang.... Mau aku tunjuk??!!!" "Ehhh..Eh... Ampun
Kancil, Aku tidak berani.... Aku tidak berani, jangan tunjuk aku Kancil ya...? Anak-anakku masih
kecil..." Ujar Buaya memelas. "HHmmmmhhh... Baiklah, kali ini Kau kuampuni. Tapi awas kalau coba-
coba lagi, Kau tak akan kuampuni. Sekarang, laksanakan perintahku!!! waktuku tidak banyak, segera
kumpulkan kawan-kawanmu dan berbaris rapi di sisi sungai ini, dari ujung sini, sampai pinggir sungai
sana... Aku harus menghitung jumlah kalian sebagai bahan laporan kepada Dewa Penguasa Hutan
ini, kalian akan mendapat hadiah.... Cepat!!!" "BBBbbaa..Baik Kancil, segera aku laksanakan
titahmu.... " Buaya segera meninggalkan Kancil dan memanggil seluruh kawan-kawannya untuk
berbaris di sungai yang sedang meluap itu. Tak berapa lama kemudian, seluruh buaya penghuni
sungai itu telah berbaris rapi memenuhi sungai itu, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang kurus
ada juga yang gemuk. Kancil tersenyum geli. "Kancil, semua buaya telah siap..." Ujar buaya itu
tergopoh-gopoh Kancil berkacak pinggang. "Dasar buaya bodoh, bisa juga kalian aku kerjain...
hi..hi..." "Bagus, Bagus!! Kau memang bisa aku andalkan, tetap di posisi kalian saat aku menghitung
ya!!!, jangan ada yang berani macam-macam atau aku akan mencabut nyawa kalian dengan telunjuk
saktiku" Hardik Kancil pada kawanan buaya yang telah berbaris rapi tersebut. Para buaya tersebut
hanya terdiam dan takut, karena mengira Kancil memang diutus Dewa Penguasa Hutan Surga Satwa
tersebut

Kancil mulai menyeberangi sungai dengan menginjak-injak tubuh para buaya yang telah berbaris
rapi di atas sungai tersebut. Bahkan sesekali Kancil menjitak kepala beberapa buaya itu. "Satu, dua,
tiga, empat...!!" Kancil terus menghitung buaya yang berbaris rapi di atas sungai itu hingga sampai ke
seberang. "Wahai, dengarkanlah para buaya bodoh!!!. Aku mengucapkan terima kasih atas
pertolongan kalian, sesungguhnya aku telah menipu kalian, lihatlah di seberang sungai itu, ada
Harimau yang sedang mengejarku, Aku menipu kalian agar aku bisa menyeberangi sungai ini,
Hua,..ha.... Terima kasih ya para buaya Bodoh... Hua..ha..." Kancil tertawa puas dan meninggalkan
kawanan buaya yang merasa geram karena ditipu oleh Kancil. Di seberang sungai Harimau
menggeram kencang, Harimau merasa kesal melihat buruannya bisa melarikan diri. Untuk kesekian
kalinya Kancil telah berhasil selamat dari ancaman bahaya.

Anda mungkin juga menyukai