Anda di halaman 1dari 13

REFERAT

KETUBAN PECAH DINI

PADA ATERM DAN PRETERM

Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan di RSI
Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Assyfa Qotrunnada
30101800029

Pembimbing:
dr. Rini Aryani, Sp.OG(K)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2023
i
1.1 Definisi

Ketuban pecah dini (KPD) atau Premature Rupture of the


Membranes (PROM) adalah suatu kondisi di mana selaput ketuban pecah
sebelum terjadinya proses persalinan pada kehamilan aterm atau ≥ 37
minggu. Sedangkan Preterm Premature Rupture of the Membranes
(PPROM) adalah pecahnya ketuban pada pasien dengan usia kehamilan <
37 minggu (Tanto, 2012).

1.2 Etiologi

Faktor Penyebab menurut Varney, 2008 :

1) Serviks Inkompeten

Inkompetensi serviks adalah kegagalan serviks untuk


menjaga kehamilan, sehingga menyebabkan gugurnya kehamilan
yang mayoritas terjadi di trimester kedua.

2) Polihidramnion

Kondisi jumlah air ketuban di atas 2000 cc yang disebut


polihidramnion, baik pada kasus akut atau kronis diketahui terjadi
pada perbandingan satu banding enam puluh dua persalinan dengan
polihidramnion akut dan satu banding tujuh ratus lima puluh empat
persalinan pada polihidramnion kronis. Mekanisme peningkatan
kontraksi rahim akibat polihidramnion diketahui berkontribusi
sebagai determinan KPD.

3) Malpresentasi Janin

Letak janin pada uterus dengan posisi sungsang, terutama


pada kehamilan di atas 32 minggu diidentifikasi berpengaruh pada
peningkatan ketegangan rahim, hal ini dikarenakan semakin
besarnya massa tubuh janin yang diikuti dengan semakin
2
menurunnya jumlah ketuban, yang berkontribusi pada terjadinya
KPD sebelum persalinan.

4) Kehamilan kembar

Kasus kehamilan kembar memerlukan identifikasi pada


korionisitas janin, selain letak janin. Upaya ini dapat dilakuakn
dengan observasi kembar monozigot atau dizigot, termasuk jumlah
amnion, sehingga dapat diketahui risiko kehamilan, termasuk
kemungkinan terjadinya persalinan preterm akibat KPD.

5) Infeksi Vagina atau Serviks

KPD diketahui dapat disebabkan oleh infeksi pada cairan


ketuban maupun senderan vagina, sehingga terjadi pelemahan
selaput ketuban. Hal ini dinilai akan lebih beriisko seiring
peningkatan tekanan di kavum omnion atau peningkatan peregangan
uterus, termasuk adanya sindrom Ehlers-Danlos, dengan terjadinya
hiperlastisitas pada selaput ketuban. Temuan ini mengungkapkan
terjadinya kasus KPD yang menyebabkan terjadinya persalinan
preterm.

1.3 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang terjadi pada ketuban pecah dini antara lain :

 keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina;


 aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau
amoniak:
 cairan ketuban dapat keluar secara merembes atau menetes
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah;
 cairan yang keluar tidak akan berhenti atau kering karena
cairan ini masih terus diproduksi sampai kelahiran;

3
 demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut
jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi (Sujiyatini, 2009).

1.4 Faktor Predisposisi

1) Usia kehamilan

KPD diidentifikasi sebagai kondisi komplikasi yang


berkorelasi dengan kehamilan kurang bulan dan berimplikasi pada
peningkatan kematian perinatal akibat kurangnya bulan lahir.

2) Usia

Usia kehamilan yang terlalu muda dapat meningkatkan risiko


pada ibu dan janin karena kurangnya kesiapan organ yang
menyebabkan abnormalitas tertentu. Sedangkan usia yang terlalu
tua (di atas 35 tahun), akan menjadikan rentannya ibu hamil
karena mayoritas organ reproduksi telah mengalami penurunan
fungsi, termasuk adanya embryogenesis yang menyebabkan
tipisnya selaput ketuban, sehingga memudahkan pecah sebelum
persalinan.

3) Pekerjaan

Pekerjaan dengan beban fisik yang berat serta durasi yang


tinggi diidentifikasi berpengaruh terhadap kelelahan pada ibu
hamil. Hal ini berkorelasi dengan kejadian KPD, karena tingginya
tingkat kelelahan berkorelasi dengan pelemahan korion amnio.

4) Hubungan Seksual

Coitus dengan frekuensi lebih dari tiga kali seminggu di


trimester akhir sebagai determinan KPD. Hal ini dapat terjadi
4
seiring dengan posisi suami dan dalamnya penetrasi penis,
sehingga mampu menekan dinding serviks yang berimplikasi pada
trauma dan kejadian KPD.

5) Riwayat Ketuban Pecah Dini

Terjadinya KPD pada kehamilan sebelumnya dketahui


berpengaruh terhadap kejadian KPD yang berulang. Hal ini
disebabkan adanya peningkatan risiko sebesar 2 hingga 4 kali
lebih besar pada ibu dengan riwayat KPD. Kasus KPD dan
pecahnya kandungan preterm dapat terjadi akibat turunnya
kandungan kolagen pada membrane sebagai patogenenis penyakit.
Oleh karena itu, ibu hamil dengan riwayat KPD berpotensi
mengalami penurunan komposisi membran, sehingga berpeluang
lebih besar untuk mengalami KPD.

6) Perilaku Merokok

Rokok dapat mempengaruhi kondisi kesehatan ibu hamil,


yang merujuk tingginya komposisi zat kimia seperti hidrogen
sianida, aseton, dan karbon monoksida hingga berjumlah sekitar
2500 zat. Penelitian menemukan bahwa merokok berimplikasi
terhadap terjadinya peningkaran risiko lahir mati, KPD,
kehamilan ektopik dan abnormalitas.

7) Infeksi Traktus Genetalia

Infeksi traktus genetalia diidentifikasi pada penyakit


gonorea, dimana keberadaan penyakit ini berkontribusi pada
peningkatan kelainan dan masalah seperti sepsis, korioamnionitis,
hingga KPD. Indeksi yang didapat dengan transmisi melalui
hubungan seksual yang tidak aman diketahi berimplikasi pada
infeksi hingga sepsi pada serviks ibu hami dengan besaran 2
hingga 7% kasus. Infeksi akibat bakteri ini diketahui menjadi
determinan peningkatan risiko kehamilan pada ibu. Infeksi juga

5
berkontribusi pada timbulnya kecacatan hingga kematian pada
janin, KPD, hambatan pertumbuhan janin, persalinan preterm
hingga risiko abortus. Sementara itu, ineksi bakteri lain seperti
bacterial vagionosis (BV) juga diidentifikasi sebagai determinan
KPD yang berdampak pada persalinan premature.

8) Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi diidentifikasi berkontribuai pada


kuntitas dan kualitas kesehatan individu, rendahnya pendapatan
diketahui berimplikasi pada rendahnya taraf hidup seseorang,
sementara meningkatnya pendapatkan dapat meningkatkan
kemampuan akan akses kesehatan, sehingga pemantauan dan
evaluasi terhadap kondisi kesehatan dapat dilakukan secara
optimal.

9) Tekanan Intrauterin

Kejadian KPD berhubungan dengan peningkatan tekanan


intrauterine yang tidak terkendali. Peningkatan ini dapat
dilatarbelakangi beberapa faktor, seperti :

a) Trauma : trauma ditimbukan akibat teknan internal seperti


pemeriksaan dalam, coitus, maupun akibat amniosintesis.

b) Gemelli : kehamilan gemelli diidentifikasi berkorelasi


dengan peningkatan distensi uterus yang menyebabkan Rahim
menjadi tegangl berlebih. Rendahnya kemampuan untuk menahan
besarnya isi Rahim menyebabkan selaput ketuban akan lebih
rentan untuk pecah (Manuaba, 2012).

1.5 Patofisiologi
6
Ketuban pecah dini dapat terjadi karena berkurangnya kekuatan
membran atau penambahan tekanan intrauteri atau disebabkan keduanya.
Penyebab independen dari ketuban pecah dini karena tekanan intrauteri
yang kuat sedangkan selaput ketuban yang tidak kuat disebabkan kurangnya
jaringan ikat dan vaskularisasi sehingga mudah rapuh dan mudah
mengeluarkan air ketuban (Norma, 2013).

Selaput ketuban dapat pecah disebabkan adanya kontraksi dari


uterus dan peregangan berulang yang menyebabkan selaput ketuban inferior
mudah rapuh sehingga ketuban menjadi pecah. Salah satu faktor risiko dari
ketuban pecah dini adalah kurangnya asam karbonat yang merupakan
komponen dari kolagen. Pada ibu hamil dengan trimester awal selaput
ketuban masih kuat. Namum pada trimester selanjutnya terutama trimester
ketiga selaput ketuban menjadi mudah rapuh dan dapat pecah, hal ini
berkaitan dengan pembesaran uterus, kontraksi rahim dan gerakan janin.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur disebabkan karena infeksi
dari vagina, polihidramnion, inkompeten serviks dan penyebab lainnya
(Tanto, 2014).

1.6 Penegakan Diagnosis


Menegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, karena
diagnosis yang positif palsu berarti melakukan intervensi seperti melahirkan
bayi terlalu awal atau melakukan seksio yang sebetulnya tidak ada
indikasinya. Sebaliknya diagnosis yang negatif palsu berarti akan
membiarkan ibu dan janin mempunyai resiko infeksi yang akan mengancam
kehidupan janin, ibu atau keduanya. Oleh karena itu, diperlukan diagnosis
yang cepat dan tepat. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara:
1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Anamnesa pasien dengan KPD merasa basah pada vagina atau
mengeluarkan cairan yang banyak berwarna putih jernih, keruh, hijau, atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak, secara tiba-tiba dari jalan
lahir. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika sudah ada infeksi.
Pasien tidak sedang dalam masa persalinan, tidak ada nyeri maupun kontraksi
uterus. Riwayat umur kehamilan pasien lebih dari 20 minggu.
7
Pada pemeriksaan fisik abdomen, didapatkan uterus lunak dan tidak
adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus diukur dan dibandingkan dengan
tinggi yang diharapkan menurut hari pertama haid terakhir. Palpasi abdomen
memberikan perkiraan ukuran janin dan presentasi.
2. Pemeriksaan dengan spekulum
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD akan tampak keluar cairan
dari orifisium uteri eksternum (OUE), kalau belum juga tampak keluar,
fundus uteri ditekan, penderita diminta batuk, megejan atau megadakan
manuver valsava, atau bagian terendah digoyangkan, akan tampak keluar
cairan dari ostium uteri dan terkumpul pada fornik anterior.
Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel
cairan ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur
dan pemeriksaan bakteriologis.
Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban pecah dini adalah :
1. Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior
2. Nitrazine Test: Kertas nitrazin merah akan jadi biru
3. Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek
glass dan didiamkan dan cairan amnion tersebut akan memberikan
gambaran seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa
adanya cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban
keluar dari ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang
sudah pecah. Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air
ketuban, bila merah adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH
asam normal vagina. Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali
amnion. Bila diagnosa tidak pasti, adanya lanugo atau bentuk kristal daun
pakis cairan amnion kering(ferning) dapat membantu. Bila kehamilan belum
cukup bulan penentuan rasio lesitin-sfingomielin dan fosfatidilgliserol
membantu dalam evaluasi kematangan paru janin. Bila kecurigaan infeksi,
apusan diambil dari kanalis servikalis untuk pemeriksaan kultur serviks
terhadap Streptokokus beta group B, Clamidia trachomatis dan Neisseria
gonorea.
3. Pemeriksaan dalam

8
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menentukan penipisan dan
dilatasi serviks. Pemeriksaan vagina juga mengindentifikasikanbagian
presentasi janin dan menyingkirkan kemungkinan prolapstali pusat. Periksa
dalam harus dihindari kecuali jika pasien jelas berada dalam masa persalinan
atau telah ada keputusan untukmelahirkan.
4. Pemeriksaan penunjang
- Dengan tes lakmus, cairan amnion akan mengubah kertas
lakmusmerah menjadi biru.
- Pemeriksaan leukosit darah, bila meningkat > 15.000/mm 3
kemungkinan adainfeksi.
- USG untuk menentukan indeks cairan amnion, usia kehamilan,
letakjanin, letak plasenta, gradasi plasenta serta jumlah air ketuban.
- Kardiotokografi untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin
secara dini atau memantau kesejahteraan janin. Jika ada infeksi
intrauterin atau peningkatan suhu, denyut jantung janin akan
meningkat.
- Amniosintesis digunakan untuk mengetahui rasio lesitin-sfingomielin
dan fosfatidilsterol yang berguna untuk mengevaluasi kematangan
paru janin (Sarwono, 2014).

1.7 Penatalaksanaan
Berdasarkan (Sarwono, 2014)

1) Konservatif

 Rawat di Rumah Sakit


 Beri antibiotic (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin bila tidak
tahan ampisilin dan metronidazole 2x500 mg selama 7 hari)
 Jika usia kehailan <32 – 34 minggu, rawat selama air ketuban
masih keluar, atau sampai air ketuban tidak ingin keluar
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, belum inpartu, tidak ada
infeksi, tes busa negative, beri deksametason, observasi tanda
infeksi dan kesejahteraan janin

9
 Terminasi kehamilan pada usia 37 minggu
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu, tidak ada
infeksi, berikan tokolitik (salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam
 Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu berikan steroid untuk
memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa
kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason
12 mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason I.M. 5
mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

2) Aktif

 Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal,


seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol 25 μg - 50 μg
intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
 Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan
persalinan diakhir
 Bila skor pelvic < 5, induksi persalinan lakukan pematangan
serviks, kemudian induksi. Kegagalan induksi dapat diatasi
dengan SC.
 Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan

10

1.8 Komplikasi

Beberapa komplikasi yang seringkali ditimbulkan dari KPD sangat


berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas bayi serta dampak terhadap
ibunya sendiri, diantaranya adalah: (Wiknyosastro H, 1999)

1. Persalinan premature

Setelah ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan.


Periode laten tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan aterm
90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan
antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan seringkali terjadi dalam 1 minggu.

2. Infeksi

11
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini.
Pada ibu terjadi korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia,
pneumonia, omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum
janin terinfeksi. Pada ketuban pecah dini preterm, infeksi lebih
sering daripada aterm. Secara umum insiden infeksi sekunder pada
ketuban pecah dini meningkat sebanding dengan lamanya periode
laten.Kriteria klinis infeksi yang digunakan pada KPD yaitu; adanya
febris, uterine tenderness (di periksa setiap 4 jam), takikardia
(denyut nadi maternal lebih dari 100x/mnt), serta denyut jantung
janin yang lebih dari 160 x/mnt.

3. Hipoksia dan asfiksia

Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidamnion sehingga


bagian kecil janin menempel erat dengan dinding uterus yang dapat
menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat
hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidamnion,
semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.

4. Sindrom deformitas janin

Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan


pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka
dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonary.

12
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba. (2012). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB.


Penerbit Buku. Kedokteran EGC: Jakarta.

Norma, N., & Mustika, D. (2013). Asuhan Kebidanan : Patologi Teori


dan Tinjauan Kasus. Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho, T. (2011). Kasus Emergency Kebidanan. Jakarta : Buku


Kompas

Prawirohardjo, Sarwono.
(2014). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT. Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, A.B. (2014). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : YBP-SP

Sujiyatini., Mufdlilah., Asri, H. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan.


Yogyakarta : Nuha Medika

Tanto, C., Frans, L., Sonia, H., & Eka, A.P. (2014). Kapita Selekta
Kedokteran ed. 4 vol. 1. Jakarta : Media Aesculapius

Varney, Helen, dkk. (2008). Buku ajar asuhan kebidanan volume 2


edisi 4. Jakarta: EGC

Wiknyosastro H, Saiffudin AB, Rachimhadi T. (1999) Ilmu


Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

13

Anda mungkin juga menyukai