Anda di halaman 1dari 11

STUDI RASIONALISASI JARINGAN POS STASIUN HUJAN

MENGGUNAKAN METODE JST (JARINGAN SARAF TIRUAN)


DENGAN MENGHUBUNGKAN PENGARUH FAKTOR TOPOGRAFI
DAS REJOSO KABUPATEN PASURUAN

Puspita Mandasari1, Very Dermawan2, Suwanto Marsudi2


1
Mahasiswa Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
2
Dosen Jurusan Teknik Pengairan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang
Jalan Mayjen Haryono 167 Malang 65145 – Telp (0341) 567886
e-mail: Puspitamandasari647@gmail.com

ABSTRAK : Jaringan stasiun hujan yang efisien dan efektif, mendukung biaya operasional dan
pemeliharaan yang minimum serta data curah hujan yang akurat. Oleh karena itu, dilakukan rasionalisasi
di Daerah Aliran Sungai Rejoso yang memiliki luas 234,257 km2 dengan 9 stasiun hujan. Pada hasil
analisis kerapatan jaringan stasiun hujan didapatkan 3 stasiun hujan terpilih yaitu Winongan, Lumbang,
Panditan dengan KR sebesar 7,336%, minimum mean square error untuk training set 0,024 sedangkan
untuk cross validation set 0,007 dan nash sutcliff error ‘baik’. Sedangkan hasil evaluasi pola penyebaran
stasiun hujan didapatkan kondisi eksisting maupun hasil JST telah tersebar pada seluruh bagian DAS
(Hulu, Tengah dan Hilir). Kemudian analisis hubungan topografi jaringan hasil JST dengan 3 stasiun
hujan memiliki koefisien determinasi tertinggi yaitu hubungan antara curah hujan dengan jarak sebesar
0,858 dan hubungan antara jarak dengan beda tinggi sebesar 0,995. Analisis debit banjir menggunakan
Hidrograf Satuan Sintetis (HSS) Nakayasu didapatkan Q25th, untuk kondisi eksisting sebesar 350,124
m³/dt, jaringan hasil JST dengan 5 stasiun hujan sebesar 537,276 m³/dt sedangkan hasil JST dengan 3
stasiun hujan sebesar 586,895 m³/dt.
Kata Kunci: Rasionalisasi, Jaringan Saraf Tiruan, Kerapatan Jaringan, Aspek Topografi, Debit Banjir
Rancangan.

ABSTRACT: The efficiency and effectivity of rainfall station network supporting minimum operational
and maintenance costs and accuration of rainfall data. Rejoso watershed is a rationalized location which
has an area of 234,257 km2 with 9 rain stations. The result of rain station network density analysis is 3
rain stations chosen that are Winongan, Lumbang, Panditan with Relative Error equal to 7,336%,
minimum mean square error for training set 0,024 while for cross validation set 0,007 and nash sutcliff
error 'Good'. While the evaluation results of the dispersion pattern of the rain station obtained the
existing condition and the results of ANN has spread across the entire watershed (Upper, Middle and
Lower). Then the relationship with the topography of the network results of ANN with 3 rain stations has
the highest coefficient of determination that is the relationship between rainfall with a distance of 0.858
and the relationship between the distance with a high difference of 0.995. Analysis of flood discharge
using Synthetic Unit Hydrograph of Nakayasu was obtained Q 25th, for the existing condition of 350,124
m³ / sec, network of ANN result with 5 rain stations 537,276 m³ / sec whereas the result of ANN with 3
rain stations 586,895 m³ / sec.
Keywords: Rationalization, Artificial Neural Networks, Network Density, Topographical Aspects, Design
Flood Discharge.

Data hidrologi memiliki kegunaan lebih terkandung di dalamnya adalah bahwa data
lanjut bagi teknik pengairan. Pengertian yang hidrologi merupakan data-data dasar untuk
memenuhi perencanaan bangunan air. Kebenaran a. METODE WMO
data haruslah sangat diperhatikan supaya kerapatan minimum 600 – 900 km2/pos untuk
menghasilkan perencanaan bangunan keairan daerah dataran dan untuk daerah pegunungan
yang efisien dan efektif. Sebelum mengumpulkan sebesar 100 – 250 km2/pos (Linsley,1986, p. 67).
seluruh data tersebut, sangat penting
memperhatikan keadaan jaringan pengamatan b. METODE BLEASDALE
hidrologi yang ada pada daerah kajian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
DAS Rejoso merupakan daerah kajian Blasedale (Wilson, 1974, p.16), jumlah stasiun
penelitian untuk rasionalisasi jaringan stasiun penakar hujan minimal yang digunakan
hujan yang terletak di kabupaten Pasuruan. Pada dipengaruhi oleh luas DAS.
DAS Rejoso kerapatan jaringan dan pola sebaran
Tabel 1
stasiun hujannya masih kurang diperhatikan, Jumlah Stasiun hujan optimal berdasarkan luas
yaitu tentang banyak stasiun hujan yang tersebar DAS berdasarkan cara Blasedale
dan lokasi penyebarannya di DAS Rejoso. Studi
ini memperhatikan keseimbangan antara biaya
operasional dan pemeliharaan yang minim
dengan ketelitian data hidrologi yang optimum
khususnya data curah hujan dengan metode
Jaringan Saraf Tiruan (JST).

BAHAN DAN METODE Sumber: Wilson, 1974:16


Sungai Rejoso memiliki DAS seluas 361,62 km2
dengan panjang sungai utama 15,72 km, c. METODE VARSHNEY
dilakukan delineasi DAS dengan outlet menjadi 1. Hitung jumlah curah hujan total ( Pt )
AWLR Hilir DAS Rejoso, sehingga luas DAS
menjadi 234,257 km2 dan luas sungai utama Pt = P1 + P2 + … + Pn...........(1)
sepanjang 0,140 km. Terdapat 9 stasiun hujan dengan :
yaitu Puspo, Gading, Winongan, Umbulan, P1 = curah hujan di stasiun 1
Panditan, KWD. Grati, Kedawung, Ranugrati. P2 = curah hujan di stasiun 2
Pn = curah hujan di stasiun n
Pt = jumlah hujan total
2. Hitung hujan rerata DAS ( Pm )
P
Pm = n
...................................................(2)
3. Hitung jumlah kuadrat curah hujan semua
stasiun ( Ss )
Ss = P12 + P22 + … + Pn2............(3)
4. Hitung varian ( S2 )

S2 = (√n - )-Pm ..................................(4)


5. Hitung koefisien variasi ( Cv )

Cv = (√P ) x 100% ............................(5)


m

6. Hitung jumlah stasiun penakar hujan optimal


(N) dengan prosentase kesalahan yang
dikehendaki sebesar P.
N = [ P ] ............................................(6)
Gambar 1 Peta DAS Rejoso yang di Delineasi
Sumber: Hasil Analisis, 2018
7. Stasiun penakar hujan yang harus dipasang wji = bobot sambungan dari unit i ke unit j
lagi adalah sebesar N - n, dimana n
merupakan stasiun penakar hujan yang telah 2. Setelah nilai Sj dihitung, fungsi sigmoid
ada. diterapkan pada Sj untuk membentuk f(Sj).
Fungsi sigmoid ini mempunyai persamaan:
d. METODE SUGAWARA f( ) ............................................(8)
+ e-
Menurut Sugawara (Harto, 1993, p.28), sua-
Hasil perhitungan f(Sj) ini merupakan nilai
tu DAS pada daerah tropis dengan luasan lebih
aktivasi pada unit pengolah j seperti pada gambar
kecil dari 100 Km2 maupun lebih besar dari 100
dibawah.
Km2, pemakaian 10 buah stasiun hujan dipan-
dang sudah cukup. Sugawara juga menyarankan
untuk keperluan analisis hidrologi di daerah tro-
pis, penggunaan 15 stasiun hujan pada DAS su-
dah mencukupi tanpa perlu memperhatikan
luasannya.

e. METODE JST
Mengadopsi mekanisme berpikir sistem Gambar 3 Langkah Perambatan Maju
yang menyerupai otak manusia. Sumber: Hermawan, 2006 : 51

Diperlukan adanya urutan pengolahan data


untuk mendapatkan pola pikir dalam memahami
analisis data pada studi ini, sebagai berikut
sistematikanya:
Gambar 2 Struktur JST 1. Pengumpulan data dan survey lokasi
Sumber: Budiharto dan Suhartono, 2014 : 172 2. Analisis data curah hujan dan debit dengan
Karakteristik dari JST dilihat dari pola melakukan uji konsistensi, outlier,
hubungan antar neuron, metode penentuan bobot ketidakadaan trend, stasioner dan
dari tiap koneksi, dan fungsi aktivasinya. Gambar persistensi.
diatas menjelaskan struktur JST secara mendasar, 3. Analisis luas daerah tangkapan hujan
yang dalam kenyataannya tidak sederhana seperti dengan poligon thiessen.
itu (Budiharto dan Suhartono, 2014, p.172). 4. Evaluasi kerapatan jaringan stasiun hujan
1. Input, berfungsi seperti dendrit. eksisting dengan metode WMO, Bleasdale,
2. Output, berfungsi seperti akson. Sugawara, dan Varshney
3. Fungsi Aktivasi, seperti sinapsis. 5. Analisis rasionalisasi kerapatan jaringan
Fungsi Aktivasi Backpropagation stasiun hujan menggunakan JST dengan
Studi ini menggunakan fungsi aktivasi memilih dengan kesalahan relatif < 10%,
backpropaagation. Pada jaringan ini di setiap M n M E erkec l d n N E ’B k’.
lapisan, tiap unit pengolah melakukan Kesalahan Relatif
penjumlahan berbobot dan menerapkan fungsi Perhitungan nilai kesalahan relatif
aktivasi yaitu fungsi sigmoid untuk menghitung akan digunakan dalam membuktikan bahwa
keluaran JST (Hermawan, 2006, p.50). Berikut pos stasiun hujan terpilih dapat mewakili
perhitungan matematisnya: pos stasiun hujan yang ada pada DAS
Rejoso (Sugiyono, 2017).
1. Menghitung nilai penjumlahan berbobot -
digunakan rumus:
r | | ..........................(9)
∑n ..........................................(7) dengan:
Dengan:
Kr = Kesalahan relatif (%)
ai = masukan yang berasal unit i
Xa = nilai asli 4. Menentukan banyak iterasi sebagai sarana
Xb = aproksimasi pelatihan jaringan yang disebut Epochs
Efisiensi Nash-Sutcliffe (NSE) 5. Jaringan yang telah dilatih akan dilakukan
Parameter lain yang digunakan dalam pengujian berdasarkan data training, cross
menghitung ketelitian pemodelan adalah efisiensi validation dan Testing.
Nash-Sutcliffe. NSE digunakan untuk mengetahui 6. Terakhir menampilkan debit output hasil
sejauh mana kemiripan dari pemodelan data yang pelatihan jaringan pada data production.
diuji terhadap aslinya. Persamaan yang diberikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
adalah (Croke, et al, 2005):
∑ ( ) Analisis data curah hujan dan debit
NSE = 1 - ∑ ( ̅ )
......................(10)
Hasil analisis hidrologi khususnya dalam uji
dengan: statistik, untuk data curah hujan dari 9 stasiun
NSE = efisiensi Nash-Sutcliffe hujan yaitu stasiun hujan Winongan, Umbulan,
Qo = nilai observasi Lumbang, Panditan, Gading, KWD. Grati, Puspo,
Qm = nilai simulasi model Ngadisari, dan Ranugrati adalah data sudah
̅o = nilai rata-rata data observasi konsisten atau telah diperbaiki, tidak ada data
Penelitian yang dilakukan oleh Motovilov et al yang Outlier, pada deret berkala tidak ada trend,
(1999) menyajikan beberapa kriteria NSE seperti memiliki nilai varian dan rata-rata yang stasioner,
yang disajikan pada Tabel berikut. dan data bersifat acak. Sedangkan pada data debit
AWLR Hilir DAS Rejoso hampir seluruhnya
Tabel 2
Kriteria Nilai Nash-Sutcliffe Efficiency (NSE) memiliki hasil analisis yang sama dengan data
Nilai NSE Interpretasi curah hujan namun nilai rata-rata tidak stabil
sehingga nilai varian dan rata-ratanya tidak
NSE > 0,75 Baik
stasioner, hasil tersebut merupakan hasil dari
0,36 < NSE < 0,75 Memenuhi pengujian statistik data historis yang ada pada
NSE < 0,36 Tidak memenuhi DAS Rejoso.
Sumber: Motovilov, et al (1999) Evaluasi Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan
Eksisting DAS Rejoso
6. Analisis pola penyebaran stasiun hujan Dengan menggunakan metode Poligon Thiessen
eksisting dan stasiun hujan terpilih dihitung luas daerah tangkapan hujan tiap stasiun
berdasarkan seluruh bagian DAS Rejoso hujan kondisi eksisting.
7. Analisis hubungan topografi jaringan stasiun
hujan terpilih menggunakan regresi linear, Tabel 3
eksponensial, logaritmik dan berpangkat. Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan DAS Rejoso
8. Analisis debit banjir rancangan jaringan Kondisi Eksisiting
stasiun hujan kondisi eksisting dan hasil Luas
Nama
peramalan JST dengan menggunakan HSS No Thiessen Koefisisen
Stasiun
(km2)
Nakayasu.
1 Puspo 51,388 21,937%
Pengolahan Data Pada Neurosolutions
1. Membagi data curah hujan dan debit sebagai 2 Ngadisari 17,336 7,400%
input dan output jaringan. 3 Umbulan 45,191 19,291%
2. Menentukan data menjadi 4 bagian yaitu 4 Winongan 12,025 5,133%
training, cross validation, Testing dan 5 Ranugrati 4,179 1,784%
production 6 Panditan 45,909 19,598%
3. Membangun arsitektur jaringan yaitu Multi 7 Lumbang 55,283 23,599%
Layer Perceptron dimana jenis pelatihan
jaringan yang digunakan yaitu jenis
pelatihan terbimbing.
Lanjutan Tabel 3 Kerapatan Jaringan Stasiun Dikarenakan WMO memiliki jumlah stasiun
Hujan DAS Rejoso Kondisi Eksisiting hujan paling kecil diantara metode lainnya, maka
Nama Luas Thiessen metode ini dapat dijadikan acuan sebagai batas
No Koefisisen
Stasiun (km2) jumlah stasiun hujan minimum untuk analisis
8 KWD.Grati 1,241 0,53% pada metode JST. Dengan pertimbangan biaya
9 Gading 1,705 0,73% OP yang murah dan optimalnya peramalan
TOTAL 234,257 100,00% stasiun hujan pada metode JST dari 4 metode
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018 tersebut dipilih metode yang memiliki kerapatan
jaringan paling kecil yaitu metode WMO dengan
rekomendasi jumlah stasiun yaitu 1 stasiun hujan
untuk dijadikan acuan (kerapatan jaringan
minimum).

Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan


dengan menggunakan Metode JST

Studi ini mengolah data dengan metode JST,


menggunakan aplikasi Neurosolutions versi
7.1.1. Analisisnya adalah sebagai berikut:

a. Pemilihan jenis data, Epochs dan


komposisi data
Kesalahan relatif yang kecil merupakan
parameter inti untuk memilih stasiun hujan
dengan ketelitian perhitungan yang
optimum. Untuk mendapatkan jenis data,
Epochs dan komposisi data yang ideal untuk
mendapatkan KR<10% dilakukan pelatihan
jaringan dengan cara coba-coba
menggunakan data curah hujan keseluruhan.
Gambar 4 Peta Poligon Thiessen DAS Rejoso Maka didapatkan hasil KR terkecil yaitu
Kondisi Eksisting 11,4 % dengan jenis data yaitu harian tanpa
Sumber: Pengolahan Data, 2018 0, kemudian Epochs yang optimum sebesar
Hasil evaluasi kerapatan jaringan kondisi 1000, sedangkan komposisi data yang baik
eksisting telah dirangkum pada Tabel di bawah antara lain data Training sebanyak 80%,
ini. data Cross Validation sebesar 10 % dan data
Production sebesar 10 %.
Tabel 4 b. Kombinasi Stasiun Hujan
Rekapitulasi Evaluasi Kerapatan Jaringan Membentuk kombinasi memiliki tujuan
Kondisi Eksisting untuk memaksimalkan pemilihan jumlah
Jumlah Stasiun Hujan
Metode stasiun yang paling optimal dengan metode
Rekomendasi JST. Dengan menghilangkan stasiun hujan
WMO 1 atau 2 satu persatu secara bertahap hingga jumlah
stasiun hanya tersisa 1 buah berdasarkan
Bleasdale 6
hasil analisis metode WMO yang telah
Varshney 2 dipilih sebagai batas jumlah stasiun
Sugawara 10 atau 15 minimum. Jumlah seluruh kombinasi dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
Tabel 5
Jumlah Kombinasi dengan Kerapatan
Minimum Metode WMO
Jumlah Banyak Jumlah
Rumus
Stasiun Stasiun Kombina
Kombin
dihilangkan Hujan si

1 8 9
2 7 36

3 6 84
4 5 126
5 4 126

6 3 84
7 2 36
8 1 9
Jumlah 510
Sumber: Pengolahan Data, 2018
c. Hasil Pelatihan Jaringan Saraf Tiruan
untuk Seluruh Kombinasi Gambar 5 Peta Stasiun Hujan Terpilih Hasil
Setelah kombinasi telah terbentuk Peramalan JST (5 Stasiun Hujan)
seluruhnya dan melalui tahapan pelatihan Sumber: Hasil Analisis, 2018
jaringan. Maka dilakukan perhitungan
KR, Min MSE dan NSE. Hasil yang
paling optimal terdapat pada kombinasi
nomor 251 dengan jumlah 5 stasiun
hujan yaitu Gading, Winongan,
Lumbang, Panditan dan Umbulan dengan
KR sebesar 1,896% dan NSE sebesar
0,993 sedangkan pada kombinasi nomor
311 memiliki KR sebesar 0,574 % dan
NSE sebesar 0,574, namun dikarenakan
NSE pada kombinasi nomor 251 lebih
baik dibandingkan nomor 331 maka
dipilih kombinasi nomor 251.

Tabel 6
Koordinat 5 Stasiun Hujan Terpilih Hasil JST
Stasiun Letak Koordinat
No
Hujan/AWLR B. Timur (E) L. Selatan(S)
1 Gading 112" 94" 72 -7" 72" 43
2 Winongan 112" 57" 31 -7" 44" 33
3 Umbulan 112" 47" 10 -7" 36" 50
4 Lumbang 113" 01" 45 -7" 50" 30
5 Panditan 112" 02" 26 -7" 49"50
AWLR Hilir
6 ” ” ” ”
Winongan Gambar 6 Peta Poligon Thiessen Stasiun Hujan
Sumber: Data UPT PSDA Gembong Pekalen,
Terpilih Hasil Peramalan JST (5 Stasiun Hujan).
2018
Sumber: Hasil Analisis, 2018
Supaya mendapatkan perbandingan yang variatif Lanjutan Tabel 7 Koordinat 3 Stasiun Hujan
dilakukan juga analisis kerapatan jaringan Terpilih di dalam DAS Rejoso
apabila hanya stasiun hujan yang berada di dalam Stasiun Letak Koordinat
No Hujan/
DAS Rejoso yang terpilih dengan metode JST. B. Timur (E) L. Selatan(S)
AWLR
Menggunakan acuan hasil analisis sebelumnya 3 Panditan 112" 02" 26 -7" 49"50
dimana terpilih 5 stasiun hujan dengan peramalan AWLR Hilir
4 ” ” ” ”
JST yaitu 4 stasiun hujan di dalam DAS dan 1 di Winongan
luar DAS. Maka dari 4 stasiun hujan di dalam Sumber: Data UPT PSDA Gembong Pekalen, 2018
DAS tersebut, kombinasi JST dibuat kembali
Analisis Pola Penyebaran Stasiun Hujan
dengan mengurangi satu persatu sehingga
kombinasi stasiun hujan yang tersisa berjumlah 1 Pola penyebaran jaringan stasiun hujan akan
buah saja. Didapatkan jumlah stasiun yang paling dibahas berdasarkan kondisi eksisting dan stasiun
optimal sebanyak 3 buah stasiun hujan yaitu hujan terpilih.
Winongan, Lumbang dan Panditan dengan KR a. Jaringan Stasiun Hujan Kondisi Ekisting
7,336% ,Min MSE untuk Training Set 0,024 Menurut (Sri Harto,1993), bahwa
sedangkan untuk Cross Validation Set 0,007 dan jaringan stasiun hujan tidak dapat terlepas dari
NSE baik. jaringan pengukuran sungai (Stasiun Hidrometri).
Untuk itu dianjurkan, setiap satu stasiun
hidrometri (AWLR) paling tidak terdapat satu
stasiun hujan, satu di dekat AWLR dan lainnya di
bagian hulu DAS.
Dalam prakteknya pola penyebaran
jaringan stasiun hujan kondisi eksisting sudah
menempatkan stasiun Winongan berada di
dalam DAS serta Gading, KWD Grati dan
Ranugrati berada di luar DAS sehingga
sebanyak 4 stasiun hujan yang berdekatan
dengan AWLR kemudian ada 5 stasiun hujan
yaitu stasiun Umbulan, Lumbang dan Panditan
berada di dalam DAS serta Puspo dan Ngadisari
berada di luar DAS yang letaknya ke arah hulu.

Gambar 1 Peta Poligon Thiessen Stasiun Hujan


Terpilih di dalam DAS Hasil Peramalan JST 3
Stasiun Hujan)
Sumber: Hasil Analisis, 2018

Tabel 7
Koordinat 3 Stasiun Hujan Terpilih di dalam
DAS Rejoso
Stasiun Letak Koordinat
No Hujan/ Gambar 8 Peta Penampang Memanjang Sungai
AWLR B. Timur (E) L. Selatan(S) Terpanjang di DAS Rejoso
1 Winongan 112" 57" 31 -7" 44" 33 Sumber: Pengolahan Data, 2018
2 Lumbang 113" 01" 45 -7" 50" 30
Tabel 8 Tabel 10
Perletakan Stasiun Hujan pada DAS Rejoso Perletakan Stasiun Hujan pada DAS Rejoso Hasil
Kondisi Eksisting JST dengan 3 Stasiun Hujan
No Stasiun hujan Elevasi Bagian DAS Stasiun Bagian
No Elevasi
Ngadisari hujan DAS
1 1890 Hulu
1 Panditan 600 Hulu
2 Puspo 640 Hulu
Panditan 2 Lumbang 137 Tengah
3 600 Hulu
4 Lumbang 137 Tengah 3 Winongan 10 Hilir
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
5 Ranugrati 14 Tengah
Umbulan Maka pada jaringan ini, stasiun hujan tersebar
6 25 Tengah
Gading pada seluruh bagian DAS Rejoso.
7 10 Hilir
Analisis Hubungan Jaringan Stasiun Hujan
8 Winongan 10 Hilir
Terpilih dengan Faktor Topografi
9 KWD.Grati 10 Hilir Hubungan dan pengaruh dua variabel
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
antara curah hujan sebagai variabel terikat (Y)
Dengan demikian untuk jaringan kondisi dengan Faktor topografi stasiun hujan terpilih
eksisting, stasiun hujan tersebar merata pada sebagai variabel bebas (X) dimana parameter
seluruh bagian DAS Rejoso. topografi yaitu jarak, elevasi, beda tinggi dan
slope stasiun hujan terpilih terhadap AWLR dan
b. Jaringan Stasiun Hujan Terpilih Hasil
hubungan antar parameter topografi jarak (Y)
JST
dengan beda tinggi dan elevasi (X). Dalam
Berdasarkan hasil analisis metode JST,
analisisnya, digunakan 4 macam regresi yaitu
dalam hal pola penyebaran. Metode ini tidak
linear, eksponensial, logaritmik dan berpangkat
memberikan rekomendasi lokasi lain untuk
dengan memperhatikan koefisien determinasi
stasiun hujan yang terpilih (5 stasiun Hujan dan 3
(R2).
Stasiun Hujan). Artinya lokasi Stasiun hujan
terpilih yaitu stasiun Gading, Winongan,
Umbulan, Lumbang dan Panditan sama dengan
lokasi awalnya.
Digunakan parameter yang sama dengan
kondisi eksisting dalam memastikan stasiun
hujan tersebar dibagian Hulu, Tengah dan Hilir
DAS Rejoso menggunakan penampang
memanjang sungai yang sama, didapatkan
analisis pola sebaran pada tabel berikut ini.
Tabel 9
Perletakan Stasiun Hujan pada DAS Rejoso Hasil
JST dengan 5 Stasiun Hujan
Stasiun
No Elevasi
hujan Bagian DAS
1 Panditan 600 Hulu
2 Lumbang 137 Tengah
3 Umbulan 25 Tengah Gambar 9 Peta Jarak Stasiun Hujan Hasil JST
Sumber: Pengolahan Data, 2018
4 Gading 10 Hilir
5 Winongan 10 Hilir a. Hubungan Topografi 5 Stasiun Hujan
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018 Terpilih
Didapatkan hasil hubungan antara curah hujan
dengan elevasi memiliki koefisien determinasi
tertinggi, R2 sebesar 0,698 menggunakan regresi dengan 3 stasiun hujan. Didapatkan hasil
logaritmik. Dengan demikian hubungan antar hubungan curah hujan dengan jarak memiliki
kedua variabel tersebut paling kuat dikarenakan nilai koefisien determinasi paling tinggi dengan
memiliki koefisien determinasi paling tinggi R2 = 0,858 menggunakan regresi berpangkat.
yang mendekati 1 daripada hubungan yang lain.

Gambar 12 Hubungan Curah Hujan dengan


elevasi (regresi berpangkat) untuk 3 Stasiun
Hujan Terpilih
Gambar 10 Hubungan curah hujan dengan Sumber: Hasil Analisis, 2018
elevasi (regresi logaritmik)
Sumber: Hasil Analisis, 2018 Hubungan antara curah hujan dan elevasi dengan
regresi berpangkat didapati koefisien determinasi
Sehingga semakin besar elevasi stasiun hujan sebesar 0,727 mendekati 1 dikatakan kuat.
terpilih dengan AWLR maka semakin besar Sehingga semakin besar elevasi stasiun hujan
curah hujan. Sedangkan hubungan yang terjadi terpilih dengan AWLR maka semakin besar
antar parameter topografi yang paling kuat curah hujan. Sedangkan hubungan yang terjadi
dimiliki hubungan jarak dan beda tinggi dengan antar parameter topografi yang paling kuat
R2=0,754 menggunakan regresi linear. dimiliki hubungan jarak dan beda tinggi dengan
R2=0,995 menggunakan regresi logaritmik.

Gambar 11 Hubungan jarak dengan beda tinggi


(regresi linear) Gambar 13 Hubungan Jarak dengan Beda Tinggi
Sumber: Hasil Analisis, 2018 menggunakan (Regresi Polinomial Orde 2) untuk
3 Stasiun Hujan Terpilih
Sehingga semakin besar beda tinggi stasiun hujan Sumber: Hasil Analisis, 2018
terpilih dengan AWLR maka semakin besar
jarak. Sehingga semakin besar beda tinggi stasiun hujan
terpilih dengan AWLR maka semakin besar
b. Hubungan Topografi 3 Stasiun Hujan jarak. Dapat diketahui dari hasil diatas jaringan
Terpilih dengan 3 stasiun hujan memberikan data yang
Sedangkan hasil dari pemodelan regresi untuk mampu menghasilkan hubungan yang paling kuat
hubungan curah hujan dengan parameter dengan nilai R2 yang lebih tinggi dibandingkan
topografi, jaringan stasiun hujan hasil JST jaringan dengan 5 stasiun hujan.
Analisis Debit Banjir Rancangan Kondisi perhitungan terhadap hidrograf satuan sintetis
Eksisiting dan Hasil JST dengan HSS Nakayasu.
Nakayasu
Hasil perhitungan debit untuk hidrograf satuan
sintetik Nakayasu terdapata pada Tabel berikut
ini:
Tabel 11
Qt Jaringan Stasiun Hujan Kondisi Eksisting dan
Hasil JST
Waktu
Qt Ket
(t)
0 0
1 0,751 Qa
Gambar 14 Rekapitulasi Hidrograf Satuan
2 3,962 Sintetik Nakayasu
3 10,484 Qp Sumber: Hasil Analisis, 2018
4 8,356
Untuk seluruh kondisi memiliki karakteristik
5 6,66
yang sama karena terdapat pada DAS yang sama
6 5,308 Qd 1 sehingga Qt seluruh kondisi adalah sama.
7 4,231 Selanjutnya berikut hasil perhitungan debit
8 3,372 banjir rancangan.
9 2,832
Tabel 12
10 2,435 Debit Banjir Rancangan
11 2,093 Debit Banjir Rancangan
12 1,799
Qd 2 Perio Jaringan Stasiun Hujan
13 1,546 de JST Eksisting
14 1,329 3 stasiun 5 stasiun 9 stasiun
15 1,143 hujan hujan hujan

16 0,982 Thn m³/dt

17 0,868 2 288,786 221,446 160,398


5 435,866 367,746 247,711
18 0,775
10 512,182 450,809 297,311
19 0,692
25 586,895 537,276 350,124
20 0,618
Qd 3 50 629,673 589,409 383,005
21 0,552
100 663,798 632,612 411,137
22 0,492
200 691,195 668,528 435,344
23 0,44
1000 736,182 730,531 479,692
24 0,392 Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
Sumber: Hasil Perhitungan, 2018
Dari hasil perhitungan debit banjir
Supaya dapat mengetahui manakah rancangan, yang memiliki debit banjir rancangan
jaringan yang mampu memberikan debit paling besar khususnya untuk Q25th sebagai debit
perencanaan bangunan pengendali banjir paling untuk perencanaan bangunan pengendali banjir
baik serta aman dengan OP jaringan stasiun yaitu jaringan dengan 3 stasiun hujan, sehingga
hujan yang murah. Dengan demikian dilakukan paling aman dalam perencanaan bangunan
keairan. Maka jaringan stasiun hujan yang paling
optimal untuk DAS Rejoso yaitu Jaringan Hasil determinasi yang paling tinggi dibandingkan
JST dengan 3 stasiun hujan. jaringan dengan 5 stasiun hujan.
5. Analisis debit banjir rancangan terhadap
KESIMPULAN DAN SARAN jaringan stasiun hujan kondisi eksisting dan
Kesimpulan hasil JST. Didapatkan debit banjir
Berdasarkan hasil analisis dapat rancangan Q25th, sebagai dasar atau saran
disimpulkan beberapa hal, sebagai berikut: untuk perencanaan bangunan-bangunan
1. Hasil evaluasi jaringan stasiun hujan DAS pengendali banjir atau sungai. Dengan nilai
rejoso kondisi eksisting (9 stasiun hujan) debit, 9 stasiun hujan sebesar 350,124 m³/dt
dengan menggunakan metode WMO kemudian 5 stasiun hujan sebesar 537,276
merekomendasikan 1 hingga 2 stasiun m³/dt serta untuk 3 stasiun hujan sebesar
hujan, kemudian untuk metode Bleasdale 6 586,895 m³/dt. Dari 3 debit tersebut,
stasiun hujan, sedangkan metode Varshney jaringan hasil JST dengan 3 stasiun hujan
dibutuhkan 2 stasiun hujan. Metode memiliki debit banjir rancangan yang paling
Sugawara memberikan rekomendasi besar dan paling aman.
pemakaian stasiun hujan sebesar 10 atau 15 Saran
stasiun hujan untuk rasionalisasi jaringan Untuk memberikan hasil yang lebih baik,
stasiun hujan. maka diberikan saran yaitu analisis rasionalisasi
2. Analisis Kerapatan Jaringan Stasiun Hujan stasiun hujan pada DAS Rejoso menggunakan
DAS Rejoso dengan metode Jaringan Saraf JST perlu dilakukan analisis lanjutan untuk pola
Tiruan ada dua hasil yaitu dengan pengaruh penyebaran stasiun hujan dengan menggabung
stasiun hujan di luar DAS didapatkan nilai metode yang dapat merekomendasikan lokasi
kesalahan relatif sebesar 1,896% kemudian yang optimum untuk sebaran stasiun hujan DAS
Min MSE untuk Training set yaitu 0,010 Rejoso yang telah terpilih.
dan Min MSE untuk cross Validation Set
yaitu 0,001 dan nilai NSE sebesar 0,993 DAFTAR PUSTAKA
dengan jumlah stasiun hujan terpilih Budiharto, W & Suhartono, D. (2014). Artificial
sebanyak 5 stasiun hujan yaitu Gading, Intelligence Konsep dan Penerapannya.
Winongan, Lumbang, Panditan dan Yogyakarta: Andi Offset.
Umbulan. Kemudian tanpa pengaruh stasiun Hermawan, Arief. (2006). Jaringan Syaraf
hujan di luar DAS didapatkan 3 stasiun Tiruan. Yogyakarta: Andi.
hujan terpilih di dalam DAS yaitu Linsley, Ray K, M.A. Kohler, et al. (1986).
Winongan, Lumbang dan Panditan dengan Hidrologi Untuk Insinyur. (Terjemahan).
KR sebesar 7,336% Min MSE untuk Jakarta: Erlangga.
Training Set 0,024 sedangkan untuk Cross Motovilov, Y.G., Gottschalk, L., Engeland, K. &
Validation Set 0,007 dan NSE baik. Rodhe, A. 1999. Validation of a Distributed
3. Analisis pola penyebaran (perletakan stasiun Hydrological Model Against Spatial
hujan) kondisi eksisting dan hasil JST Observations. Elsevier Agricultural and
memiliki perletakan yang sama dan telah Forest Meteorology.
tersebar diseluruh bagian DAS. Sri Harto, BR. (1993). Analisis Hidrologi.
4. Analisis hubungan topografi hasilnya adalah Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
data yang memiliki hubungan paling kuat Sugiyono. (2017). Matematika: Aproksimasi
yaitu jaringan stasiun hujan hasil JST Kesalahan. Modul. Tidak diterbitkan.
dengan 3 stasiun hujan dimana regresi Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
berpangkat yang dianggap paling baik pada Wilson, EM. 1974. Engineering Hydrology.
data tersebut, memberikan nilai koefisien London: Willian and Basintoke.

Anda mungkin juga menyukai