Anda di halaman 1dari 119

k

E-ISSN 2656-2820

P-ISSN 1829-5762

Volume 14, Nomor 1, Januari 2023


Kebijakan, Jurnal Ilmu Administrasi
Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Publik
Program Pascasarjana, Universitas Pasundan
Lantai 3, Gedung A, Kampus V Universitas Pasundan, Jl. Sumatra No 41 Bandung, 40113
Telp. 022-4210243 | @mail: jurnal.kebijakan@unpas.ac.id

Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi diterbitkan oleh Program Magister Ilmu Administrasi
dan Kebijakan Publik Pascasarjana Universitas Pasundan. Terbit dua kali dalam setahun setiap
Bulan Januari dan Bulan Juni. Jurnal Kebijakan berperan sebagai media informasi dan forum
pembahasan masalah administrasi, kebijakan publik, dan kebijakan bisnis. Jurnal ini memuat artikel
hasil penelitian, ditulis dalam bahasa Indonesia. Frekuensi terbitan Januari dan Juni, masing-masing
terbitan berisi paling sedikit 5 artikel. Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi adalah Jurnal Ilmiah
yang berisi hasil penelitian dan studi literatur tentang:

1. Tata Kelola Pemerintahan


2. Otonomi Daerah
3. Birokrasi Pemerintah
4. Manajemen Sumber Daya Manusia
5. Pelayanan Publik
6. Kebijakan Publik
7. Digital Governance
8. Manajemen Publik
9. Kepemimpinan
10. Reformasi Administrasi
11. Manajemen Strategis

Hormat Kami

Dr. H. Yaya M. Abdul Aziz, M.Si.


Ketua Dewan Redaksi
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Program Studi Magister Ilmu Administrasi dan
Kebijakan Publik, Program Pascasarjana,
Universitas Pasundan.
Kebijakan, Jurnal Ilmu Administrasi
Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Publik
Program Pascasarjana, Universitas Pasundan
Lantai 3, Gedung A, Kampus V Universitas Pasundan, Jl. Sumatra No 41 Bandung, 40113
Telp. 022-4210243 | @mail: jurnal.kebijakan@unpas.ac.id

Editorial Team
Pimpinan Umum/Penanggung Jawab
Thomas Bustomi-Universitas Pasundan

Ketua Dewan Redaksi


Yaya Mulyana Abdul Aziz - Universitas Pasundan

Mitra Bebestari
Yogi Suprayogi (Universitas Padjajaran)
Zulmashyur (Universitas Nasional)
Sofjan Arifin (Universitas Terbuka)
Indra Kristian (Universitas Sangga Buana)
Iwan Hendri H. Kusnadi (Universitas Subang)
Taufiqurokhman (Universitas Mustopo Beragama)
Ipik Permana (Universitas Swadaya Gunung Jati)
Sait Abdullah (Politeknik STIA LAN Bandung)
Muhamad Nur Afandi (Politeknik STIA LAN Bandung)
Kristian Widya Wicaksono (Universitas Katolik Parahyangan)
Maun Jamaludin (Universitas Pasundan)
Bevaola Kusumasari (Universitas Gadjah Mada)
Oscar Radyan Danar (Universitas Brawijaya)

Penyunting Pelaksana
Acep Roni Hamdani - Universitas Pasundan
Asep Risnandar - Universitas Pasundan
Wawan Kurniawan - Universitas Pasundan
Komang Monday Sari - Universitas Pasundan

Alamat Redaksi
Program Magister Ilmu Administrasi dan Kebijakan Publik,
Program Pascasarjana Universitas Pasundan, Bandung
Jl. Sumatera No. 41 Bandung Telp. (022) 4210243 Fax. (022) 4203002
e-mail: jurnal.kebijakan@unpas.ac.id dan http://journal.unpas.ac.id/index.php/kebijakan
Kebijakan, Jurnal Ilmu Administrasi
Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Publik
Program Pascasarjana, Universitas Pasundan
Lantai 3, Gedung A, Kampus V Universitas Pasundan, Jl. Sumatra No 41 Bandung, 40113
Telp. 022-4210243 | @mail: jurnal.kebijakan@unpas.ac.id

DAFTAR ISI

Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah terhadap Partisipasi


Masyarakat di Kota Sukabumi
Khairunnisa Alya Puspita, Ike Rachmawati, Rizki Hegia Sampurna……………………………………… 1-11

Pengembangan Sumber Daya Manusia pada Organisasi Pelayanan Sosial untuk


Penyandang Disabilitas (Study Kasus pada Yayasan Biruku Indonesia)
Djulaiha Sukmana, Soni Akhmad Nulhaqim, Nurliana Cipta Apsari …………........................................... 12-21

Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi


(Studi Kasus Pembatasan Sosial Berskala Besar)
Putri Menara Syakti, Dian Purwanti, Rizki Hegia Sampurna …………...................................................... 22-32

Konstruksi Konsep Sinergitas Kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam


Pengadaan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (Studi di
Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat)
Iwan Satibi, Ediyanto, Regan Vaugan ………………………………………….......................................... 33-46

Problematika dan Tantangan Kebijakan Penyederhanaan Birokrasi di Indonesia


Sait Abdullah……………………………………………………………………………………………….. 47-55

Strategi Bertahan dan Pemasaran Online di Masa Pandemi Covid-19 UKM Kota
Bandung Studi Kasus Usaha Kecil Rajut
Dindin Abdurohim, Yanti Susila, Afief Maula Novendra, Andry Mochamad Ramdhan…………………... 56-72

Implementasi Kebijakan Pelayanan Publik Penerimaan Peserta Didik Baru di


Sekolah Dasar No. 6 Abiansemal Kabupaten Badung Provinsi Bali
Cok Gde Agung Kusuma Putra, Sri Sulandari, Ni Luh Putu Suastini, Ni Kadek Sadu Astuti…………….. 73-82

Strategi Pengelolaan Lahan Pasca Tambang Timah pada Provinsi Kepulauan


Bangka Belitung
Rosalita, Purwanto, Hartuti, Kis Martini………………………………………………………………….. 83-91

Formulasi Strategi Organisasi Telaah Retribusi Pelayanan Pasar di Kabupaten


Bandung dan Kota Bandung Pasca COVID 19
Thomas Bustomi …………………………………………………………………………………………… 92-99
Kebijakan, Jurnal Ilmu Administrasi
Program Studi Magister Administrasi dan Kebijakan Publik
Program Pascasarjana, Universitas Pasundan
Lantai 3, Gedung A, Kampus V Universitas Pasundan, Jl. Sumatra No 41 Bandung, 40113
Telp. 022-4210243 | @mail: jurnal.kebijakan@unpas.ac.id

Analisis Implementasi Kebijakan Permendagri tentang Pendalaman Tugas


Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Nyoman Suargita, Yudistira Adnyana, Ni Luh Putu Suastini ……………………………………………... 100-114
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN


PENGELOLAAN SAMPAH TERHADAP
PARTISIPASI MASYARAKAT DI KOTA SUKABUMI

Khairunnisa Alya Puspita1*), Ike Rachmawati2), Hegia Sampurna3)


1
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia
Khairunnisa7101@gmail.com
2,3
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRAK
Implementasi kebijakan merupakan suatu proses kebijakan yang melibatkan beberapa aktor, salah satunya
masyarakat. Partisipasi masyarakat menjadi faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan dan ketepatan suatu
kebijakan dalam mencapai tujuan. Namun, berlakunya kebijakan pengelolaan sampah di Kota Sukabumi belum
memberikan hasil yaitu menurunnya timbulan sampah tiap tahunnya. Permasalahan tersebut salah satunya dapat
disebabkan karena adanya implementasi kebijakan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat. Kemudian,
ditemukannya perbedaan hasil dalam dua penelitian terdahulu, terkait pengaruh implementasi kebijakan
pengelolaan sampah terhadap partisipasi masyarakat yang memerlukan penelitian lebih lanjut. Tujuan
dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota
Sukabumi, partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota Sukabumi, serta pengaruhnya. Untuk
mengukur implementasi kebijakan digunakan teori George Edward yaitu terdapat 4 dimensi diantaranya
komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi. Sedangkan partisipasi masyarakat menggunakan teori
Keith Davis yaitu terdapat 3 gagasan diantaranya Keterlibatan Mental dan Emosional, Motivasi Kontribusi, dan
Penerimaan Tanggung Jawab. Metode yang digunakan adalah kuantitatif dengan menyebarkan kuisioner kepada
masyarakat. Adapun jumlah sampel sebanyak 100 responden yang terbagi dari 7 kecamatan di Kota Sukabumi.
Kuisioner penelitian ini adalah valid dan reliabel. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu implementasi kebijakan
dan partisipasi masyarakat dikategorikan tinggi. Kemudian, terdapat pengaruh positif dan signifikan
implementasi kebijakan pengelolaan sampah yang berdasar pada dimensi komunikasi, sumber daya, disposisi
dan struktur birokrasi terhadap partisipasi masyarakat, dengan koefisien determinasi (R2) yaitu sebesar 14.8%.

Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kota Sukabumi, Partisipasi Masyarakat, dan Pengelolaan Sampah.

ABSTRACT
Policy implementation is a policy process that involves the several actor, one of which is citizen. Citizens
participation turn out to the success and accuracy affecting factors of policy to achieving goals. However, the
enacthment of waste management policy in Sukabumi City has not given a result in the amount of waste decrease
in every year. It could be due to implementations affecting to citizens participation. Afterwards, there are gap
between two results in previous researches related to the influence of waste management policy implementation
on public participation which it need more research. This research aims to known the waste management policy
implementation in Sukabumi City, Citizens participation on waste management in Sukabumi City, and the
influence of policy implementation and Citizens participation in Sukabumi City. George Edward Theory used to
quantify the policy implementation, there are 4dimension inculdings communication, resources, disposition, and
bureaucratic structure. Meanwhile Citizens Participation used Keith Davis Theory, there are 3 idea inculdings
mental and emotional involvement, motivation to contribution, and responsibility. This resarched used
quantitative by distributing questionnaries to the public. As for the number of samples are 100 respondents
which is devided into 7 Sukabumi City Districts. The questionnaries are valid and reliable. The result of this
research are the waste management policy implementation and Citizens participation have high categorized.
Then, there is the influence of waste management policy implementation based on communication, resources,
disposition, and bureaucratic structure on Citizens participation with 14.8% of R2.

Keywords: Citizens Participation, Sukabumi City, Policy Implementation, and Waste Management.

1
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENDAHULUAN
Keberadaan manusia dan sampah tidak dapat dipisahkan. Hampir segala jenis kegiatan yang
dilakukan manusia menghasilkan sampah. Sampah yang merupakan segala material sisa yang
dihasilkan dari kegiatan manusia tersebut, hingga saat ini, selalu menjadi permasalahan global yang
tidak kunjung usai. Populasi manusia yang terus meningkat mempengaruhi volume sampah yang
terdapat di bumi. Pada dasarnya manusia cenderung berperilaku membuang sampah sembarangan.
Perilaku tersebut dapat mempengaruhi keseimbagan lingkungan. Maka diperlukan penanganan lebih
lanjut terhadap permasalahan dimaksud. Salah satu bentuk penanganannya yaitu dengan
memberlakukan kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan sampah.
Negara Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia, juga
sedang dihadapi dengan persoalan sampah. Timbulan sampah mengalami peningkatan, yang awalnya
pada tahun 2020 sebesar 32,8 juta ton/hari, hingga di tahun 2021 menjadi 41,2 ton/hari nya
(Kementrian Lingkungan Hidup 2021). Pemerintah Indonesia dalam upaya penanganan sampah telah
menetapkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Sampah. Undang-undang
tersebut dibentuk karena pengelolaan sampah belum sesuai dengan metode dan teknik berwawasan
lingkungan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,
permasalahan sampah termasuk ke dalam urusan pemerintahan konkuren yang kewenangannya
diserahkan ke Daerah. Hal tersebut merupakan bentuk pelaksanaan Otonomi Daerah. Dalam hal ini,
pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk mengatur mengenai permasalahan sampah di derahnya
masing-masing, yang tetap berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Salah
satu contoh yaitu Kota Sukabumi, telah memberlakukan Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 17
Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Kota
Sukabumi Nomor 2 Tahun 2021. Berdasarkan pasal 2 ayat (1) peraturan daerah dimaksud, ruang
lingkup sampah yang diatur dan dikelola oleh Pemerintah Daerah Kota Sukabumi terdiri atas sampah
rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga dan sampah spesifik.
Pada hakekatnya kebijakan publik terdiri dari dua frase kata yaitu ‘kebijakan’ dan ‘publik’.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebijakan itu berasal dari kata bijak yang artinya “rangkaian
konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana di pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak”. Sedangkan kata publik artinya “orang banyak”. Dari definisi
tersebut dapat dikatakan kebijakan publik merupakan serangkaian konsep dasar atau asas dari suatu
kegiatan yang dilakukan oleh khalayak umum/masyarakat dalam melakukan suatu tindakan. Sama
halnya dengan definisi yang dikemukakan Anderson (1979) yaitu kebijakan publik merupakan “suatu
tindakan yang memiliki tujuan yang diikuti oleh seorang atau sekelompok aktor dalam menangani
masalah atau masalah yang menjadi perhatian”. Tentunya, kebijakan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah memiliki tujuan dan juga diharapkan dapat berdampak secara luas. Agar hal tersebut
tercapai, suatu kebijakan harus melalui beberapa tahapan yang saling berkesinambungan. Mulai dari
tahapan perumusan, implementasi, hingga evaluasi.
Pada proses kebijakan, Implementasi adalah tahap setelah kebijakan ditetapkan. Lester (1996)
mendefinisikan implementasi sebagai “tahapan proses kebijakan segera setelah undang-undang
disahkan”. Implementasi kebijakan menjadi salah satu tahap yang dapat menentukan keberhasilan
suatu kebijakan. Akib (2012) menjelaskan bahwa “Keberhasilan implementasi kebijakan dapat dikaji
pada proses implementasi (perspektif proses) serta hasil yang dicapai (perspektif hasil)”. Pada
akhirnya implementasi akan menentukan keberhasilan dan juga efektivitas kebijakan itu sendiri. Maka
dalam kasus ini, penerapan kebijakan pemerintah terkait sampah diharapkan dapat menghasilkan

2
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

keluaran (Output) yaitu menurunnya jumlah timbulan sampah. Melalui kebijakan yang telah
diterbitkan, masyarakat diharapkan dapat menyadari pentingnya pengelolaan sampah. Akan tetapi
yang terjadi di Kota Sukabumi, dirasa masih belum mampu memberikan output yang sesuai. Tercatat
dalam data milik Kementrian Lingkungan Hidup, jumlah timbulan sampah di Kota Sukabumi terus
meningkat tiap Tahunnya.

Tabel 1. Data Timbulan Sampah Kota Sukabumi


No Tahun Ton/Hari Ton/Tahun
1 2019 177.96 65,795.65
2 2020 179.24 65,424.09
3 2021 180.26 65,795.65
Sumber: Kementrian Lingkungan Hidup, 2021
Timbulan sampah dapat terbentuk karena proses alami dan juga pola perilaku manusia dalam
mengelola sampahnya. Di Kota Sukabumi kegiatan pemilahan sampah mulai dari rumah tangga dirasa
belum memberikan hasil yang baik pada kondisi timbulan sampah yang berada di TPA Cikundul.
Kepala seksi pengelolaan sampah Dinas Lingkungan Hidup Kota Sukabumi mengatakan “apabila
sampah dapat terpilah di rumah tangga sebelum dibuang ke TPS, maka hendaknya pengurangan
sampah bisa berdampak ke TPA Cikundul” (Firdaus 2021). Artinya, timbulan sampah yang meningkat
dapat disebabkan oleh perilaku masyarakat berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Terdapat faktor partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Dalam penelitian Hendra
(2016) dijelaskan masyarakat yang kurang berperan serta dalam pengelolaan sampah disebabkan
karena mereka belum mengetahui peraturan, pedoman, SOP yang ada dalam bidang pengelolaan
sampah. Dari pernyataan tersebut diasumsikan bahwa permasalahan sampah diakibatkan adanya
partisipasi masyarakat yang dipengaruhi oleh indikator implementasi kebijakan.
Adapun rangkaian proses kebijakan, implementasi dapat mempengaruhi kelompok sasaran,
dalam hal ini partisipasi masyarakat. Sama halnya kerangka hirarki proses kebijakan yang
dikemukakan Bromley (1989) yaitu level kebijakan, organisasi dan operasional akan mempengaruhi
implementasi kebijakan, yang selanjutnya implementasi mempengaruhi pola interaksi kelompok
sasaran.
Policy Level

Institutuional Arrangment

Organizational Level

Institutuional Arrangment

Operational Level

Patterns of interaction

Outcomes

Assessment
Gambar 1. Proses Kebijakan Sebagai susunan Hirarki
Sumber: Bromley (1989)

3
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Kemudian, terdapat penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pengaruh implementasi


kebijakan pengelolaan sampah terhadap partisipasi masyarakat. Penelitian dilakukan oleh Hernidyasari
(2012) serta Nurmalasyiah dan Suryani (2018). Penelitian pertama, dilakukan di Desa Jatiwaringin
Kabupaten Tabalong pada tahun 2012. Hasil penelitian mengatakan bahwa implementasi kebijakan
pengelolaan sampah memiliki pengaruh terhadap partisipasi masyarakat. Sedangkan penelitian
selanjutnya pada Tahun 2018 berada di Kecamatan Murung Pudak Kabupaten Tabalong. Hasil
Penelitian mengatakan bahwa Implementasi Kebijakan tidak memiliki pengaruh positif terhadap
partisipasi masyarakat.
Berdasarkan pada hirarki proses kebijakan yang dikemukakan Broomley (1989) bahwa
implementasi kebijakan dapat mempengaruhi pola interaksi masyarakat, fenomena timbulan sampah
yang mengalami penaikan tiap tahunnya, serta adanya dua hasil penelitian terdahulu yang berbeda
terkait pengaruh implementasi kebijakan pengelolaan sampah terhadap partisipasi masyarakat, maka
perlunya penelitian lebih lanjut terkait bagaimana implementasi kebijakan pengelolaan sampah dan
partisipasi masyarakat dalam mengelola sampah di Kota Sukabumi.
Adapun teori yang digunakan untuk mengukur implementasi kebijakan yaitu teori Edwards
(1980) yang menjelaskan bahwa terdapat 4 dimensi implementasi kebijakan yang saling berhubungan
yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi. Sedangkan partisipasi masyarakat
yaitu teori Davis dan Newstorm (1989) yang mengemukakan tiga gagasan dalam partisipasi,
diantaranya yaitu keterlibatan emosional dan mental, motivasi untuk berkontribusi, dan penerimaan
tanggung jawab.

METODE
Desain Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuantitatif dengan pendekatan
assosiatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian yaitu melalui observasi,
penyebaran angket, dan dokumentasi. Adapun populasi pada penelitian adalah masyarakat Kota
Sukabumi dengan jumlah sampel 100 responden (α=0.1) yang terbagi dari 7 Kecamatan di Kota
Sukabumi.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang sesuai dan konsisten maka dilakukan uji validitas dan
reliabilitas terhadap kuisioner penelitian. Analisis data dan uji hipotesis dilakukan secara
parsial/individu pada tiap dimensi implementasi kebijakan (komunikasi, sumber daya, disposisi, dan
struktur birokrasi) terhadap partisipasi masyarakat dan secara simultan pada implementasi kebijakan
terhadap partisipasi masyarakat menggunakan regresi linier sederhana. Kemudian, untuk mengetahui
besaran pengaruh variabel bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) maka ditentukan Koefisien
Determinasi (R2) serta untuk mengetahui arah pengaruh variabel X terhadap Y ditentukan persamaan
regresi dengan rumus Y=a+bX. a = konstanta, b = koefisien regresi.

PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Kuisioner dalam penelitian ini disebarkan kepada masyarakat Kota Sukabumi yang melakukan
kegiatan pengelolaan sampah di Wilayah Kota Sukabumi. Jumlah Sampel pada penelitian saat ini
sebanyak 100 orang dengan karakteristik berdasarkan Kecamatan, Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan,
Pekerjaan, dan Lingkungan Rumah. Berikut merupakan uraian karakteristik responden dalam
penelitian:

4
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Tabel 2. Karakteristik Responden


No. Karakteristik Jumlah
Kecamatan
Citamiang 15
Cikole 18
Gunungpuyuh 14
1
Cibereum 13
Baros 11
Lembursitu 12
Warudoyong 17
Usia
17-20 Tahun 15
21-30 Tahun 65
2
31-40 Tahun 5
41-50 Tahun 10
>50 Tahun 5
3 Jenis Kelamin
Perempuan 52
Laki-Laki 48
4 Pendidikan
SD 0
SMP 2
SMA 59
D1/D2 0
D3/S1 35
S1/S2 4
5 Pekerjaan 49
Pelajar/Mahasiswa 3
Buruh/Petanii 13
Pegawai Swasta 4
Pegawai Negeri 9
Ibu Rumah Tangga 22
Lain-Lain
6 Lingkunagn rumah 43
Gang 25
Pinggir Jalan Raya 0
Rumah Susun 29
Komplek Perumahan 3
Lain-Lain
Sumber: Penelitian, 2022

5
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Validitas dan Reliabilitas


Uji validitas merupakan ukuran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat validitas suatu
kuisioner. Kuisioner dapat dikatakan valid, apabila seluruh instrument yang diujikan sesuai serta
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur. Pada pengujian validitas instrument, kriteria
penilaian dapat diketahui dengan membandingkan r hitung dan r tabel. Bila r hitung > r tabel, maka
instrument dari penelitian tersebut dikatakan valid. Dan bila r hitung < r tabel, maka instrument dari
penelitian dikatakan tidak valid.
Penyebaran kuisioner dalam penelitian, berisikan 20 item pertanyaan yang terdiri dari variabel
bebas (Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi) dan variabel terikat (partisipasi
masyarakat). Kuisioner yang diberikan kepada 100 responden dilakukan melalui IBM SPSS 26 dengan
cara mengkorelasi skor masing-masing item dengan skor totalnya. Nilai r table dengan taraf signifikan
a = 0,1 (10%), df = N-2 sehingga df= 98 sebesar 0,1654.
Tabel 3. Uji Validitas
Variabel Item R hitung R tabel Keterangan
1 0.856 0.1654 Valid
Komunikasi 2 0.896 0.1654 Valid
3 0.883 0.1654 Valid
4 0.832 0.1654 Valid
5 0.809 0.1654 Valid
Implementasi Sumber Daya
6 0.804 0.1654 Valid
Kebijakan
7 0.750 0.1654 Valid
8 0.829 0.1654 Valid
Disposisi
9 0.896 0.1654 Valid
Struktur 10 0.848 0.1654 Valid
Birokrasi 11 0.907 0.1654 Valid
12 0.376 0.1654 Valid
13 0.507 0.1654 Valid
14 0.387 0.1654 Valid
15 0.578 0.1654 Valid
Partisipasi Masyarakat 16 0.658 0.1654 Valid
17 0.723 0.1654 Valid
18 0.561 0.1654 Valid
19 0.556 0.1654 Valid
20 0.550 0.1654 Valid
Sumber: Olahan Data SPSS 26, 2022

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha melalui SPSS 26.
Pengukuran reliabilitas Cronbach’s Alpha mulai dari skala 0-1, dengan minimal value reliable yaitu
0.60 – 0.70 (Hair JR et al. 2010, 91). Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan melalui SPSS 26
untuk variabel X dan Y dapat dilihat/pada tabel sebagai berikut:

6
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Tabel 4. Uji Reliabilitas


Reliability Statistic
Variabel Cronbach's Keterangan
N of Items
Alpha
Komunikasi 0.851 3 Reliabel
Sumber Daya 0.811 4 Reliabel
Implementasi
Disposisi 0.649 2 Reliabel
Kebijakan
Struktur
0.694 2 Reliabel
Birokrasi
Partisipasi Masyarakat 0.692 9 Reliabel
Sumber: Olahan Data SPSS 26, 2022
Berdasarkan Tabel 4, instrument penelitian dengan variabel X yaitu implementasi kebijakan
(Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi, dan Struktur Birokrasi) dan variabel Y yaitu Partisipasi
Masyarakat memiliki Cronbach’s Alpha > 0,6. Yang artinya, seluruh variabel dinyatakan reliable dan
dapat digunakan setiap saat.

Interprestasi Variabel Implementasi Kebijakan


Menurut Edwards (1980) Implementasi Kebijakan adalah “tahap pembuatan kebijakan antara
penetapan suatu kebijakan, seperti pengesahan undang-undang, penerbitan perintah eksekutif,
dijatuhkannya keputusan pengadilan, atau diundangkannya aturan peraturan dan konsekuansi dari
kebijakan tersebut bagi orang-orang yang mempengaruhi”. Dalam tahap implementasi kebijakan
perlunya komunikasi, sumber daya, disposisi, serta struktur birokrasi yang jelas. Berdasarkan
akumulasi tanggapan responden atasiitem pertanyaan angket atau kusisioner pada variabel
implementasi kebijakan pengelolaan sampah diperoleh data sebagai berikut:
Tabel 5. Akumulasi Tanggapan Responden Mengenai Variabel Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Sampah
Skor Skor
No Dimensi Indikator Total
PerIndikator Perdimensi
Transmisi 385
1 Komunikasi Kejelasan 334 1.049
Konsistensi 330
Staff 366
Informasi 356
2 Sumber Daya 1.392
Kewenangan 344 3.787
Fasilitas 326
Sikap pelaksana 345
3 Disposisi 644
Insentif 299
Struktur Standar Operasional 372
4 702
Birokrasi Penyebaran Tanggung jawab 330
Sumber: Penelitian, 2022
Tabel di atas menunjukkan total skor tertinggi terdapat pada item pertanyaan nomor 1 yaitu
dimensi komunikasi mengenai indikator transmisi atau Pengetahuan masyarakat terhadap kebijakan
Pengelolaan Sampah yang berlaku di Kota Sukabumi dengan total skor 385. Dan total skor terendah
pada item pertanyaan nomor 9 yaitu dimensi disposisi mengenai realisasi kebijakan insentif dengan

7
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

total skor 299. Dari sebelas item pertanyaan dengan jumlah dimensi sebanyak empat, maka dapat
digambarkan tingkat implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Sukabumi yaitu:
Jumlah Skor Ideal = 11 x 100x 5 = 5.500.
Tingkat implementasi kebijakan, adalah 3.387:5.500 x 100% = 61.58%.
Hasil penelitian memperoleh data sebesar 61.58% pada implementasi kebijakan. Dapat diartikan
bahwa implementasi kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku di Kota Sukabumi, yaitu Peraturan
Daerah Kota Sukabumi Nomor 2 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Sampah beserta turunannya
memiliki tingkat implementasi yang tinggi. Sebagian besar masyarakat Kota Sukabumi, dalam hal ini
sudah mengetahui dan memahami isi kebijakan pengelolaan sampah yang berlaku. Sumberdaya
kebijakannya dapat memenuhi sesuai kebutuhan masyarakat misalnya dalam pembagian petugas
angkut sampah yang cukup merata di berbagai wilayah. Peraturan yang berlaku di Kota Sukabumi pun
dapat diterapkan di lingkungan tempat tinggal masyarakat Kota Sukabumi yang artinya peraturan
tersebut memungkinkan para implementor dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan standar yang
ditetapkan.
Dari sebelas indikator, insentif mendapatkan nilai cukup tinggi/sedang. Sebagian masyarakat
belum merasakan adanya kebijakan insentif. Padahal kebijakan insentif kepada perseorangan atau
individu masyarakat sudah tertuang pada pasal 37 ayat (2) Peraturan Daerah Kota Sukabumi No. 17
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam Perda Kota Sukabumi No. 17 tahun 2011 dijelaskan
bahwa insentif adalah upaya untuk memotivasi secara positif kepada masyarakat agar menaati
peraturan Pengelolaan Sampah, hal tersebut guna meningkatkan pemeliharaan lingkungan.

Interprestasi Variabel Partisipasi Masyarakat


Menurut Davis & Newstorm (1989) partisipasi masyarakat adalah “keterlibatan mental dan
emosi individu dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk ikut serta dalam tujuan
kelompok dan berbagi tanggung jawab untuk mereka sendiri”. Dalam definisi tersebut terdapat tiga
gagasan penting dalam partisipasi yaitu keterlibatan, kontribusi dan responsibilitas/pertanggung
jawaban Akumulasi tanggapan responden atas item pertanyaan angket atau kusisioner pada variabel
partisipasi masyarakat pengelolaan sampah yaitu sebagai berikut:

Tabel 6. Akumulasi Tanggapan Responden Mengenai Variabel Implementasi Kebijakan


Pengelolaan Sampah
Skor Skor
No Dimensi Indikator Total
PerIndikator PerDimensi
Keterlibatan Pikiran 264
1 Emosi dan Perasaan 383 1.096
Mental Perilaku 449
Inisiatif 377
Motivasi
Kreatifitas 338 1.050
Kontribusi 3.306
Kontribusi tenaga 335
2 Pelaksanaan Kewajiban 372
Menerima
Mewujudkan
Tanggung 424 1.160
keberhasilan
Jawab
Menerima Sanksi 364
Sumber: Penelitian, 2022

8
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Berdasarkan tabel diatas, total skor tertinggi terdapat pada item pertanyaan nomor 14 yaitu
dimensi keterlibatan emosi dan mental mengenai indikator perilaku dengan skor 449. Dan total skor
terendah pada item pertanyaan nomor 12 yaitu dimensi keterlibatan emosi dan mental mengenai
masyarakat yang kurang kesadarannya dalam membuang sampah dengan total skor 264. Dari sembilan
item pertanyaan dengan jumlah dimensi sebanyak tiga, maka dapat digambarkan tingkat partisipasi
masyarakat yaitu:
Jumlah skor ideal = 9 x 100x 5 = 4.500.
Tingkat partisipasi masyarakat, adalah 3.306:4.500 x 100% = 73.46%.

Indikator pikiran dinilai cukup. Indikator tersebut diukur dengan kesadaran masyarakat dalam
membuang sampah. Sebagian masyarakat Kota Sukabumi secara sadar membuang sampah tidak pada
tempatnya dalam keadaan terdesak, misal fasilitas sampah yang terlalu jauh untuk dijangkau,
walaupun informasi pengelolaan sampah sudah jelas dalam peraturan. Perilaku tersebut dapat
menimbulkan timbunan sampah di tempat pembuangan sampah liar, dan jika tidak ditangani
berdampak pada kerusakan lingkungan. Namun, secara keseluruhan sebagian besar masyarakat Kota
Sukabumi sudah berpartisipasi dengan baik. Inisiatif dan kreativitas banyak dilakukan oleh masyarakat
Kota Sukabumi, misalnya berinovasi dari limbah sampah. Kemudian, sebagian besar masyarakat Kota
Sukabumi memiliki keinginan untuk menerima tanggung jawab dengan melaksanakan kewajiban
sebagai masyarakat dalam pengelolaan sampah.

Pengaruh Implementasi Kebijakan yang Berdasar Pada Dimensi Kpmunikasi, Sumber Daya,
Disposisi, dan Struktur Birokrasi Terhadap Partisipasi Masyarakat
Berikut adalah ringkasan hasil analisis dan uji hipotesis pengaruh implementasi kebijakan pengelolaan
sampah terhadap partisipasi masyarakat di Kota Sukabumi:
Tabel 7. Hasil Analisis dan Uji Hipotesis
No Variabel/Dimensi R2 Uji t Uji F Y=a+bX
1 Komunikasi 7.9% 2.890 Y = 27.468+0.529X
2 Sumber Daya 16.6% 4.420 Y = 23.528+0.682X
-
3 Disposisi 13% 3.833 Y = 25.075+1.234X
4 Struktur Birokrasi 10% 3.307 Y = 26.465+0.934X
5 Implementasi Kebijakan 14.8% 4.134 5.108 Y = 23.770+0.135X
Sumber: Olahan Data SPSS 26, 2022

Dari hasil perhitungan SPSS 26 diperoleh bahwa thitung dimensi Komunikasi, Disposisi, Sumber
Daya dan Struktur Birokrasi lebih besar dari pada ttabel 1.66023, sehingga Ha diterima dan Ho ditolak.
Dari perhitungan tersebut dapat dikatakan yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada
implementasi kebijakan adalah dimensi komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Sehingga, Dinas Lingkungan Hidup beserta Pemerintah Daerah perlu memperhatikan lebih lanjut
terkait keempat dimensi dalam mengimplementasikan kebijakan pengelolaan sampah terhadap
partisipasi masyarakat. Kemudian, dari perhitungan uji siginifikansi (F) diperoleh F hitumg 5.108 > Ftabel
1.91. Artinya Ha diterima dan Ho ditolak yaitu implementasi kebijakan berdasar pada dimensi
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi secara bersama-sama mempengaruhi
partisipasi masyarakat. Untuk mengetahui besaran pengaruh implementasi kebijakan terhadap
partisipasi masyarakat, maka dilakukan uji Koefisien Determinasi (R2). Data yang diperoleh data
sebesar 14.8%. Artinya implementasi kebijakan memiliki pengaruh sebesar 14.8% terhadap partisipasi

9
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

masyarakat dan sisanya 85.2% dipengaruhi oleh variabel atau faktor lain yang tidak masuk dalam
penelitian.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Bromley (1989) bahwa implementasi
mempengaruhi pola interaksi kelompok sasaran, yaitu salah satunya masyarakat. Artinya partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah dapat dipengaruhi oleh implementasi kebijakan pengelolaan
sampah yang berlaku di Kota Sukabumi. Dengan besaran pengaruh implementasi kebijakan secara
bersama-sama sebesar 14.8%. Penelitian ini juga menghasilkan jawaban penelitian yang sama dengan
penelitian Yeni Hernidyasari pada tahun 2012 yang mengatakan terdapat pengaruh signifikan antara
implementasi kebijakan terhadap partisipasi masyarakat. Yang menjadi perbedaan dalam penelitian
sebelumnya dengan penelitian saat ini yaitu adanya analisis data dan uji hipotesis di setiap dimensi
dalam implementasi kebijakan. Dalam penelitian menunjukkan bahwa setiap dimensi dalam
implementasi kebijakan berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap partisipasi masyarakat
dengan nilai R2 tertinggi yaitu pada dimensi Sumber Daya.

KESIMPULAN
Tingkat implementasi kebijakan pengelolaan sampah di Kota Sukabumi dan partisipasi
masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kota Sukabumi sudah berjalan dengan baik. Hal ini
ditunjukkan dengan kategori nilai interprestasi implementasi kebijakan yang tinggi yaitu 61,58%..
Dan, pada variabel partisipasi masyarakat memiliki nilai insterprestasi yang diperoleh sebesar 73,46%.
Walaupun dalam hasil penelitian menunjukkan sebagian masyarakat Kota Sukabumi sudah
melaksanakan kegiatannya sesuai pedoman serta implementasi kebijakan terlaksana dengan baik.
Namun, timbulan sampah yang terus meningkat disebabkan oleh sampah yang tertimbun oleh
sebagian individu yang kurang berpartisipasi dalam pengelolaan sampah.
Kemudian, berdasarkan uji hipotesis diperoleh bahwa implementasi kebijakan pengelolaan
sampah berdasar pada komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi (X) secara bersama-
sama yang mempengaruhi partisipasi masyarakat (Y) di Kota Sukabumi. Dengan besaran pengaruh
yaitu 14.8% dan sisanya dipengaruhi faktor di luar penelitian. Kemudian secara parsial ditemukan
bahwa komunikasi (X1.1) memiliki besaran pengaruh 7,9% terhadap partisipasi masyarakat (Y).
Sumber daya (X1.2) memiliki besaran pengaruh 16,6% terhadap partisipasi masyarakat (Y). Disposisi
(X1.2) memiliki besaran pengaruh 13% terhadap partisipasi masyarakat (Y). Dan struktur birokrasi
(X1.2) memiliki besaran pengaruh 10% terhadap partisipasi masyarakat (Y).

DAFTAR PUSTAKA
Akib, Haedar. 2012. “Implementasi Kebijakan: Apa, Mengapa Dan Bagaimana.” Jurnal Ilmiah Ilmu
Administrasi Publik 1(1): 1–11.
https://www.researchgate.net/publication/277844111_Implementasi_Kebijakan_Apa_Mengapa_
dan_Bagaimana.
Anderson, James E. 1979. Public Policy-Making. 2nd ed. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Bromley, Daniel W. 1989. Economic Interest And Institutions: The Conceptual Foundations of Public
Policy. New York: Basil Blackwell.
Davis, Keith, and John W Newstorm. 1989. Human Behavior at Work: Organizational Behavior. 8th
ed. New York: McGraw Hill.
Edwards, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washinton DC: CQ Press.
Firdaus, Iyus PWI. 2021. “DLH Minta Masyarakat Disiplin Memilah Dan Buang Sampah Tepat
Waktu.” Pelita Sukabumi. https://pelitasukabumi.com/2021/03/05/13113/kota-sukabumi/dlh-

10
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

minta-masyarakat-disiplin-memilah-dan-buang-sampah-tepat-waktu/.
Hair JR, Joseph F., William C. Black, Barry J. Rabin, and Rolph E. Anderson. 2010. Multivariate
Data Analysis. 7th ed. New Jersey: Prentice Hall, Upper Saddle River.
Hendra, Yulia. 2016. “Perbandingan Sistem Pengelolaan Sampah Di Indonesia Dan Korea Selatan:
Kajian 5 Aspek Pengelolaan Sampah.” Aspirasi 7(1): 77–91.
Hernidyasari, Yeni. 2012. “Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Terhadap
Partisipasi Masyarakat Di Desa Jatiwaringin Kabupaten Tanggerang.” Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa.
Kementrian Lingkungan Hidup. 2021. “SIPSN.” Sistem Pengelolaan Sampah Nasional.
https://sipsn.menlhk.go.id.
Lester, James P. 1996. Public Policy: An Evolutionary Approach. Minneapolis/St. Paul: West Pub.
Nurmalasyiah, and Lilis Suryani. 2018. “Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah
Terhadap Partisipasi Masyarakat Dan Efektivitas Pengelolaan Sampah Di Kecamatan Murung
Pudak Kabupaten Tabalong.” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Administrasi Publik dan
Administrasi Bisnis 2(1): 39–53. http://jurnal.stiatabalong.ac.id.
Peraturan Pemerintah Daerah kota Sukabumi. 2021. Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 2
Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2011 Tentang
Pengelolaan Sampah.
Peraturan Pemerintah Daerah Kota Sukabumi. 2011. Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 17
Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah.
Undang-Undang Republik Indonesia. 2014. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang
Pemerintahan Daerah. 2018. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Pengelolaan
Sampah.

11
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PADA


ORGANISASI PELAYANAN SOSIAL UNTUK PENYANDANG
DISABILITAS (STUDI KASUS PADA YAYASAN BIRUKU INDONESIA)

Djulaiha Sukmana1*), Soni Akhmad Nulhaqim2), Nurliana Cipta Apsari3)


1
Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia
djulaiha007@mail.unpad.ac.id
2,3
Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRAK
Pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan karena memiliki aspek yang penting dalam
meningkatkan produktivitas kerja dan membantu percepatan pencapaian tujuan organisasi, (Kettner,
2013).Seperti halnya organisasi lain pada umumnya, organisasi pelayanan sosial juga memerlukan fungsi
manajemen, yaitu : planning, organizing, Human Resaurce Development (HRD), fundraising dan system
information, dan aspek sumber daya manusia berada dalam fungsi manajemen HRD atau pengembangan sumber
daya manusia . Secara lebih spesifik, pada pengembangan sumber daya manusia terdapat 7 aspek yang perlu
dipahami, yaitu mengenai seleksi, perekrutan, orientasi, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja, dan
pemutusan hubungan kerja, (Kettner, 2013). Untuk melaksanakan kompetensi pengembangan sumber daya
manusia, dalam praktiknya akan melalui tahapan-tahapan tersebut yang akan dilaksanakan sesuai dengan
perencanaan (Action Plan) dan juga disesuaikan dengan kebutuhan organisasi (Setiani, 2013), salah satu kegiatan
pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan program pendidikan dan pelatihan. Pada
organisasi layanan manusia yang memberikan pelayanan sosial bagi penyandang disabilitas pendidikan dan
pelatihan harus disesuaikan dengan kebutuhan yang ada akan keahlian dan kopetensi khusus yang harus
diperhatikan bagi pemberian layanan, (Setiani, 2013). Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang
pengembangan sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan pada organisasi pelayanan
sosial bagi penyandang disabilitas dengan metode penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif yaitu
untuk mendapatkan gambaran mengenai pentingnya pengembangan sumber daya manusia pada organisasi
pelayanan sosial bagi penyandang disabilitas.

Kata Kunci: Pendidikan dan Pelatihan Organisasi Layanan Manusia, dan Sumber Daya Manusia.

ABSTRACT
Human resource development is very necessary because it has important aspects in increasing work productivity
and helping accelerate the achievement of organizational goals (Kettner, 2013). Like other organizations in
general, social service organizations also require management functions, namely: planning, organizing, Human
Resaurce Development (HRD), fundraising and information systems, and aspects of human resources are in the
function of HRD management or human resource development. More specifically, in human resource
development there are 7 aspects that need to be understood, namely regarding selection, recruitment,
orientation, training, development, performance appraisal, and termination of employment, (Kettner, 2013). To
carry out the competence of human resource development, in practice it will go through these stages which will
be carried out in accordance with the plan (Action Plan) and also adapted to the needs of the organization
(Setiani, 2013), one of the human resource development activities can be carried out with education programs
and training. In human service organizations that provide social services for persons with disabilities, education
and training must be adapted to the existing need for special skills and competencies that must be considered for
service delivery, (Setiani, 2013). This article aims to describe the development of human resources through
education and training programs in social service organizations for people with disabilities with a research
method that uses a qualitative approach, namely to get an overview of the importance of developing human
resources in social service organizations for people with disabilities.

Keywords: Education and Training of Human Service Organizations, and Human Resources.

12
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENDAHULUAN
Organisasi pelayanan sosial erat kaitannya dengan kesejahteraan sosial karena jenis organisasi
ini banyak menyelenggrakan kegiatan pelayanan terhadap masyarakat untuk mencapai kesejahteraan
sosial. Organisasi pelayanan sosial menurut Suharto (2009), adalah suatu lembaga sosial yang
beraktifitas atau yang berperan penting dalam mencegah, mengatasi atau memberikan kontribusinya
dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh setiap individu, kelompok, maupun masyarakat.
Organisasi pelayanan sosial harus dikelola secara professional agar dapat memberikan pelayanan yang
optimal, untuk itu diperlukan para ahli serta pengelola organisasi yang paham dalam menjalankan roda
kegiatan suatu organisasi, (Kettner, 2013). Berbicara tentang organisasi maka harus berbicara
mengenai komponen-komponen yang membangun organisasi tersebut yakni, komponen antar sistem
dan sub sistem, yang dapat berkontribusi bagi produktifitas organisasi. Sub sistem ini dapat berarti
juga fungsi-fungsi manajemen yang salah satunya adalah sumber daya manusia, (Laudon, 2017).
Sumber Daya Manusia (SDM) dalam organisasi pelayanan sosial terdiri dari tiga komponen
yaitu: pengurus (board management), pelaksana (staf) dan para relawan (volunteers), ketiga komponen
sumber daya manusia tersebut bekerja bersama dengan memanfaatkan sumber-sumber yang ada dalam
menyelenggarakan pelayanan sosial (Thomas Wolf, 1990). Begitu pula menurut Suharto (2009),
keberadaan orang di dalam organisasi pelayanan sosial dikelompokan sebagai berikut, Anggota atau
pekerja dalam organisasi, pemilik atau manajer organisasi, konsumen penerima manfaat dari
pelayanan suatu organisasi, dan masyarakat luas, tempat organisasi tersebut beroperasi. Sumber daya
manusia adalah pelaksana operasional kegiatan-kegiatan di lapangan, merekalah pekerja garis
terdepan dari suatu organisasi pelayanan sosial (Rahayu, 2020). Begitu pentingnya sumber daya
manusia dalam sebuah organisasi pelayanan sosial karena sumber daya manusia merupakan
penyangga utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam usaha mewujudkan visi dan misi serta
tujuan dari organisasi pelayanan sosial tersebut, (Azhar, 2007), untuk itu diperlukan sumber daya
manusia yang berkualitas maka pengembangan SDM adalah hal yang mutlak, (Kettner, 2013).
Penjelasan ini menegaskan pandangan bahwa manusia adalah aktor utama dan pengendali utama dari
semua unsur organisasi sehingga pengembangan sumber daya manusia merupakan hal yang penting
dilakukan menurut Lall & Sharma, (2009), dalam Wibowo, (2017).
Pengembangan sumber daya manusia sangat diperlukan karena memiliki aspek yang penting
dalam meningkatkan produktivitas SDM dan membantu percepatan pencapaian tujuan organisasi,
(Kettner, 2013). Dalam organisasi pelayanan sosial juga memerlukan fungsi manajemen yaitu,
planning, organizing, Human Resaurce Development (HRD), fundraising dan system information, dan
aspek pengembangan sumber daya manusia berada dalam manajemen HRD. Secara lebih spesifik,
pada aspek fungsi manajemen HRD (sumber daya manusia), ada 7 (tujuh) Aspek yang perlu dipahami
yaitu, seleksi, perekrutan, orientasi, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja, dan pemutusan
hubungan kerja, (Kettner, 2013).
Jika pengelolaan sumber daya manusia belum baik maka berdampak pada pencapaian tujuan
organisasinya, (Puslitbang Kesos, 2010). Pada kenyataannya di Indonesia secara umum menunjukkan
bahwa lembaga-lembaga pelayanan sosial belum mampu menjawab tantangan kebutuhan masyarakat
akan pelayanan sosial dan belum mampu mengatasi masalah-masalah sosial yang semakin kompleks.
Hasil penelitian Puslitbang Kesos (2010), menyatakan kondisi ini menunjukkan, permasalahan sosial
masih menonjol di Indonesia, disadari pula bahwa kemampuan pemerintah relatif terbatas dalam
menangani permasalahan kesejahteraan sosial yang semakin kompoleks, (Puslitbang Kesos
Kementerian Sosial 2010).

13
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Penelitian terdahulu mengenai isu pengembangan sumber daya manusia pada organisasi
pelayanan sosial sudah cukup banyak, seperti yang dilakukan oleh Bariqi, (2018); Maduningtias,
Kencana dan Khair, (2019), Fadhil, Maaruf, Bantacut, Hermawan, 2018); Sunarsi, (2018) membahas
tentang penelitian yang bertema pengembangan sumber daya manusia pada organisasi pelayanan
sosial bidang sosial kemasyarakatan, selain itu beberapa penulis lainnya membahas tentang
pengembangan sumber daya manusia organisasi sosial pada bidang keagamaan yaitu: Regita Putri,
(2020), Sunarsih, (2018). Maka dapat disimpulkan pada umumnya lokasi penelitian yang dipilih
adalah organisasi pelayanan sosial yang memberikan pelayanan bidang sosial kemasyarakatan dan
bidang kerohanian/agama, sementara yang membahas tentang manajemen sumber daya manusia pada
organisasi pelayanan untuk penyandang disabilitas ini masih sangat sedikit atau belum banyak
dilakukan, hal ini menjadi penting untuk diteliti dan mengingat populasi disabilitas hingga saat ini
masih mengalami diskriminasi. Untuk itu penelitian ini memfokuskan pada aspek pengembangan
sumber daya manusia di Yayasan Biruku Indonesia yang merupakan lembaga yang memberikan
pelayanan sosial bagi penyandang disabilitas.
Pengembangan sumber daya manusia melalui program pendidikan dan pelatihan serta
peningkatan pengetahuan akan dapat mengoptimalisasikan potensi individu/SDM pada organisasi
pelayanan sosial yang bergerak di bidang layanan untuk disabilitas. Agar pengembangan sumber daya
manusia yang ada pada organisasi ini dapat menghasilkan SDM yang handal dan berkualitas serta
dapat memberikan pendampingan yang optimal guna membantu kemandiriannya dan pemenuhan hak-
hak penyandang disabilitas. Tentu saja ini menjadi berbeda dengan penelitian sebelumnya yang
membahas tentang sumber daya manusia pada organisasi kemanusiaan secara umum dan bukan
tentang sumber daya manusia yang memberikan pelayanan bagi penyandang disabilitas, maka dapat
disimpulkan masih sedikit yang membahas/meneliti sumber daya manusia pada organisasi pelayanan
sosial untuk penyandang disabilitas.
Melihat fenomena tersebut di atas maka diperlukan suatu rancangan pengembangan sumber
daya manusia yang tepat. Salah satu upayanya adalah melalui program pendidikan dan pelatihan. Hal
ini perlu diterapkan pada setiap tahap proses perencanaan suatu organisasi, (Setiani 2013), Pelatihan
sumber daya manusia akan menambah pengetahuan dan keterampilan serta yang paling utama
memahami mengenai apa tugasnya, mengenal dan mencintai pekerjaanya serta memahami
keahliannya masing-masing dalam melakukan tugas tersebut juga paham akan level kinerjanya,
(Wibowo, 2017). Dari uraian diatas maka dapat dirumuskan permasalahannya adalah bagaimana
pengembangan SDM yang dilakukan oleh Yayasan Biruku Indonesa, terutama pada program
pedidikan dan pelatihannya?, yang merupakan salah satu aspek dari manajemen sumber daya manusia
dari serangkaian seluruh kegiatan manajemen pengembangan sumber daya manusia seperti yang
disampaikan oleh Kettner (2013).

METODE
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yaitu untuk mendapatkan
gambaran mengenai pentingnya penegembangan sumber daya manusia pada organisasi layanan
manusia bidang disabilitas. Adapun teknik penelitian yang digunakan yaitu teknik penelitian studi
deskriptif. Pengumpulan data akan dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara mendalam
kepada subjek penelitian langsung yaitu interview mendalam pada pimpinan, staf, terapis, guru dan
relawan yang ada di yayasan Biruku Indonesia. Peneliti dalam observasi adalah sebagai pengamat
penuh (Creswell 2002) yaitu mengamati berpartisipasi dan hanya melakukan kegiatan pengamatan
pada fokus masalah dan hal yang berkaitan dengannya. Maka penulis juga melakukan observasi guna

14
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

mendapat data yang lebih akurat. Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari beberapa informan (Guru, terapis, staf, pengurus yayasan dan
penerima manfaat), sedangkan untuk data sekunder berasal dari studi dokumentasi laporan kerja dan
studi dari penelitian terdahulu.

PEMBAHASAN
Langkah pertama pada pembahasan artikel ini penulis mendeskripsikan mengenai sumber
daya manusia yang ada pada organisasi layanan manusia, serta program pengembangan apa saja yang
sudah dilakukan dan bagaimana dampaknya dengan produktivitas serta kinerja sumberdaya
manusianya dengan melakukan wawancara secara mendalam dan melakukan observasi di lapangan.
Pembahasan dilanjutkan dengan menggambarkan aspek-aspek yang menjadi penghambat dan aspek-
aspek yang mendukung pelaksanaan program pengembangan yang sudah dilakukan, menguraikan
pelaksanaa pengembangan sumber daya manusia yang pelaksanaannya berupa pelatihan dan
penididikan. Hal ini akan menjadi kompleks karena sumber daya manusia pada yayasan disabilitas
harus memiliki keahlian kopetensi khusus sesuai jenis disabilitasnya serta derajat/level berat, sedang
atau ringgannya pada kasus yang masing-masing memiliki hambatan serta keunikannya masing-
masing, maka diperlukan pengembangan sumber daya manusia yang komprehensif.
Manajemen sumber daya manusia di YBI masih kurang memperhatikan bagaimana
pengembangan sumber daya manusia pada guru/terapis dan stafnya. Secara umum perkembangan YBI
yang semakin baik dan penerima manfaat semakin meningkat tentunya diikuti oleh perubahan
lingkungan yang cepat serta kebutuhan-kebutuhan baru yang muncul, hal ini menuntut peran sumber
daya manusia untuk memiliki kualitas kerja yang lebih baik lagi. Maka YBI harus dapat meningkatkan
hasil kerja yang diraih sekarang untuk memperoleh hasil kerja yang baik. Manajemen yang efektif
merupakan kunci keberhasilan dari organisasi tersebut. Suatu keberhasilan akan mudah dicapai apabila
ada koordinasi serta prosedur yang berkaitan antara manusia dengan lembaga. Tugas manajemen
sumber daya manusia dalam organisasi yaitu dengan memberikan pelatihan sehingga karyawan dapat
mengembangkan potensi dirinya. Dengan berkembangnya SDM tentu akan menjadikan organisasi
lebih mudah dalam mencapai visi dan misi nya.

Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia memiliki peran yang penting dalam suatu organisasi, seperti yang
disampaikan di atas karena sebagai penggerak utama berupa keterlibatan mereka dalam sebuah
perencanaan, sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi McGregor (2009). Sumber
daya manusia yang handal dan profesional di bidangnya merupakan kunci keberhasilan sebuah
organisasi, maka sumber daya manusia yang ada harus ditempatkan sesuai kompetensinya pada posisi
yang tepat dalam upaya mewujudkan prinsip the right man on the right place (Setiani, 2013). Dengan
demikian, permasalahan-permasalahan yang ada pada organisasi seperti terjadinya mogok kerja,
jumlah yang mengundurkan diri meningkat, kecelakaan kerja dan perbuatan indisipliner yang sebagian
besar disebabkan oleh sumber daya manusianya itu sendiri akan dapat terhindarkan. Untuk itu
diperlukan suatu manajemen yang baik. Disamping itu kualitas SDM juga perlu ditingkatkan
diantaranya dengan memberikan pelatihan sehingga karyawan/SDM dapat mengembangkan potensi
dirinya. Dengan berkembangnya SDM tentu akan menjadikan organisasi tersebut akan lebih mudah
dalam mencapai visi dan misinya (Setiani, 2013).

15
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Menurut Suharto (2009), keberadaan sumber daya manusia di dalam organisasi pelayanan
sosial dapat dikelompokkan sebagai berikut, anggota atau pekerja dalam organisasi, pemilik atau
manajer organisasi, konsumen penerima manfaat dari pelayanan organisasi, dan masyarakat luas,
tempat organisasi tersebut beroperasi. Sumber daya manusia memiliki peran yang penting dalam suatu
organisasi, karena sebagai penggerak utama berupa keterlibatan mereka dalam sebuah perencanaan,
sistem, proses, dan tujuan yang ingin dicapai oleh organisasi McGregor (2009). Sumber daya manusia
yang handal dan profesional di bidangnya merupakan kunci keberhasilan sebuah organisasi, maka
sumber daya manusia yang ada harus ditempatkan sesuai kompetensinya pada posisi yang tepat dalam
upaya mewujudkan prinsip the right man on the right place (Setiani, 2013).

Pengembangan Sumber Daya manusia


Pengembangan Staff (Staff Development) dalam Human Resource Development (HRD) juga
berkaitan dan memiliki definisi tentang pengembangan karyawan (staff development) adalah fungsi
operasional kedua dari manajemen personalia setelah staffing process (Kettner, 2013). Dalam hal ini,
pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan agar
proses pengembangan SDM yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik, staff development ini
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan maupun pengetahuan SDM yang ada
(Kettner, 2013).
Mengingat aspek sumber daya manusia sangat penting, maka program pengembangan adalah
hal yang harus dilakukan dengan serius. Untuk melaksanakan kompetensi pengembangan SDM, dalam
praktiknya akan melalui tahapan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan (Action
Plan), hal ini sudah disesuaikan dengan kebutuhan organisasi (Setiani, 2013). Seperti halnya Kettner
(2009) menjelaskan bahwa model praktik dalam manajemen organisasi pelayanan sosial dibangun
dalam konsep “excellence organization” dan “internal consistency”. Excellence terkait dengan
manajemen dalam organisasi tersebut, maka dari itu jika berbicara organisasi maka harus berbicara
komponen-komponen yang membangun organisasi: melakukan perencanaan dan implementasi yakni,
antar sistem dan sub sistem, yang dapat berkontribusi bagi produktifitas lembaga, sedangkan internal
consistensy merupakan sub sistem ini dapat berarti juga fungsi-fungsi manajemen dalam lembaga,
salah satunya adalah dengan pengembangan manusia (Kettner, 2013) dan pengembangan SDM
diantaranya dapat melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan.
Adapun tujuan pengembangan sumber daya manusia senantiasa akan berupaya dapat
mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan dengan efektif dan efisien, adapun efisiensi maupun
efektivitas organisasi sangat tergantung pada baik buruknya pengembangan sumber daya manusia atau
anggota organisasi itu sendiri, (Kettner 2013). Sedangkan menurut Heidjrachman dan Husnan, (2004)
adalah untuk memperbaiki efektivitas kerja karyawan dalam mencapai hasil-hasil kerja yang telah
ditetapkan. Perbaikan efektivitas kerja dapat dilakukan dengan cara memperbaiki pengetahuan,
keterampilan maupun sikap dari SDM itu sendiri terhadap tugas-tugasnya. Tujuan pengembangan
adalah SDM adalah, produktivitas, dengan pengembangan produktivitas kerja maka kemampuan SDM
akan membaik dan meningkat serta kualitas dan kuantitasnyapun akan semakin baik, karena technical
skill, human skill dan managerial skill meningkat.
Pengembangan sumber daya manusia dalam suatu organisasi yang bersangkutan sangatlah
diperlukan. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan, bahwa tujuan pengembangan sumber daya
manusia adalah untuk memperbaiki efektivitas dan efisiensi kerja mereka dalam melaksanakan dan
mencapai sasaran program-program kerja yang telah ditetapkan. Perbaikan efektivitas dan efisiensi
sumber daya Manusia dapat dicapai dengan meningkatkan: pengetahuan, keterampilan dan sikap

16
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

karyawan terhadap tugas-tugasnya (Suharto, 2019). Pengembangan SDM salah satunya dapat
dilakukan dengan menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan dan pelatihan pada
hakikatnya adalah proses pembelajaran. Maka dibutuhkan pengetahuan bagaimana orang belajar agar
prosesnya bisa berjalan baik dan menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan yang diinginkan. Semua
organisasi yang memperhatikan poduktivitas, pendidikan dan pelatihan merupakankegiatan yang
paling penting. Setiap orang didorong, dibina/didik dan dilatih, (Arifah, Zaenudin, Gustman, 2013)
Menurut Suharto, (2009), dalam organisasi, tentu selalu ada upaya untuk mencapai tujuan
yang sudah ditetapkan secara efektif dan efisien, tetapi efektifitas dan efisiensi sangat bergantung pada
baik buruknya pengembangan organisasi. Masih menurt Suharto, (2009), bahwa kemajuan dalam
suatu organisasi atau perusahaan didasarkan oleh komunikasi dan kecerdasan dalam diri karyawan
maupun manajer. Hal ini menandakan bahwa tujuan dari setiap organisasi bukan hanya dilihat dari
sarana dan prasarana yang memadai, melainkan bagaimana kompetensi para sumber daya manusianya
sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Proses pengembangan SDM, perlu
diketahuan potensi yang sudah ada pada masing-masing individu, karena setiap orang memiliki
beragam bakat, kemampuan, kapasitas, keterampilan, sumber daya dan aspirasi masing-masing.
Berapapun kapasitas yang dimiiki tetap dihargai/diperhitungkan, karena keberadaan kapasitas ini
adalah untuk sebuah pertumbuhan yang berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan dengan
mengakui potensi dan kekuatan yang dimiliki setiap individu menurut Weick, 1989 dalam
Cornelissen, (2006).
Memberi peluang dan fokus pada kapasitas positif yang ada dan sudah terwujud dari seorang
individu, individu tersebut akan lebih mungkin untuk melanjutkan pengembangan pada kekuatan
tersebut, masih menurut Weick dalam Cornelissen, (2006) Setiap orang berhak untuk dapat
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya termasuk di tempatnya bekerja. Oleh karena itu
organisasi atau perusahaan harus menyediakan pelayanan bagi karyawannya agar dapat
mengembangkan dirinya dan mencapai puncak karirnya. Maka dari itu pengelolaan kelembagaan atau
organisasi memerlukan pemahaman khusus tentang manajemen atau lebih khusus lagi manajemen
sumber daya manusia (Wibowo, 2017).
Organisasi pelayanan manusia Yayasan Biruku Indonesia yang juga memiliki sumber daya
manusia. Yayasan Biruku Indonesia merupakan salah satu lembaga pelayanan sosial non profit yang
bergerak pada bidang layanan sosial untuk penyandang disabilitas yang kini memiliki program-
program yang makin berkembang dan jumlah penerima manfaat yang sangat meningkat dari tahun ke
tahunnya. Hal ini tentu menjadikan bidang pengembangan sumber daya manusia di YBI harus
memperhatikan bagaimana pengembangan sumber daya manusianya, para guru/terapis staf dan
relawan yang ada dapat mendukung kegiatan organisasi untuk mencapai produktifitas yang tinggi.

Pendidikan dan Pelatihan


Pengembangan SDM dapat dilakukan dengan diselenggarakannya pelatihan. Pelatihan pada
hakikatnya adalah proses pembelajaran, (Kettner, 2013). Oleh karena itu untuk melatih karyawan,
dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan. Pada suatu organisasi yang memperhatikan produktivitas,
pendidikan dan pelatihan merupakan fakta yang paling penting. Setiap orang didorong dan dilatih
untuk mampu melakukan pekerjaannya. Dalam hal ini belajar dan berlatih adalah proses tanpa akhir
atau sepanjang hayat. Dengan pendidikan dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja
yang baru dan dapat bekerja dengan baik yang dibutuhkan sebuah lembaga/organisasi. (Skidmore,
2002)

17
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Pendidikan berbeda dengan pelatihan, pelatihan bersifat spesifik dan manfaatnya langsung
dapat di praktikan ditempat kerja sedangkan pendidikan bersifat umum dan manfaatnya tidak langsung
dirasakan. Mangkuprawira, (2003:135), berpendapat bahwa pelatihan bagi karyawan/SDM adalah
sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap karyawan/SDM. Dengan
pelatihan karyawan/SDM dapat semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung
jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Definisi lebih lanjut Mangkuprawira (2003),
mengungkapkan perbedaan pengertian pelatihan dan pendidikan. Pelatihan lebih merujuk pada
pengembangan keterampilan bekerja (vocational) yang dapat digunakan dengan segera, sedangkan
pendidikan adalah memberikan pengetahuan tentang subyek tertentu, tetapi sifatnya lebih umum,
terstruktur untuk jangka waktu yang jauh lebih panjang.
Tujuan pelatihan dalam pengembangan sumber daya manusia pada dasarnya adalah untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia yang ada baik secara sikap (afektif), pengetahuan
(kognitif) dan prilakunya (psikomotorik) serta mempersiapkannya jika terjadi perubahan-perubahan
yang di luar dugaan sehingga diharapkan dapat mengatasi hambatan-hambatan yang sekiranya akan
muncul dalam pekerjaan, (Kettner, 2013). Disamping itu pelatihan juga dapat meningkatkan motivasi
kerja karena tidak dapat dipungkiri bahwa orang yang terampil ditambah dengan motivasi kerja yang
tinggi sangat berpengaruh terhadap produktivitas kerjanya. Adapun tujuan pelatihan dalam
pengembangan SDM yang telah dikemukakan diatas pada dasarnya dapat disimpulkan bahwa Tujuan
dan Manfaat Pelatihan (Kettner,2013) adalah:

1. Produktivitas (productivity), dengan pelatihan akan dapat meningkatkan kemampuan,


pengetahuan, keterampilan dan perubahan tingkah laku. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas organisasi.
2. Kualitas (quality), penyelenggaraan pelatihan tidak hanya memperbaiki kualitas pegawai namun
diharapkan dapat memperkecil kemungkinan terjadinya kesalahan dalam bekerja. Dengan
demikian kualitas dari output yang dihasilkan akan tetap terjaga bahkan meningkat. Perencanaan
tenaga kerja (human resource planning), pelatihan akan memudahkan pegawai untuk mengisi
kekosongan jabatan dalam suatu organisasi, sehingga perencanaan pegawai dapat dilakukan
sebaik-baiknya. Dalam perencanaan sumber daya manusia salah satu diantaranya mengenai
kualitas dan kuantitas dari pegawai dengan kualitas yang sesuai dengan yang diarahakan.
3. Dengan adanya pelatihan diharapkan akan dapat meningkatkan prestasi kerja dari pegawai
sehingga akan dapat menimbulkan peningkatan upah pegawai. Hal tersebut akan dapat
meningkatkan moral kerja pegawai untuk lebih bertanggung jawab terhadap tugasnya.
4. Kompensasi tidak langsung (Indirect Compensation), pemberian kesempatan kepada pegawai
untuk mengikuti pelatihan dapat diartikan sebagai pemberian balas jasa atas prestasi yang telah
dicapai pada waktu yang lalu, dimana dengan mengikuti program tersebut pegawai yang
bersangkutan mempunyai kesempatan untuk lebih dapat megembangkan diri.
5. Keselamatan dan Kesehatan (health and safety), merupakan langkah terbaik dalam mencegah atau
mengurangi terjadinya kecelakaan kerja dalam suatu organisasi sehingga akan menciptakan
suasana kerja yang tenang, aman dan adanya stabilitas pada sikap mental mereka.
6. Melalui pelatihan akan mendorong inisiatif dan kreatifitas pegawai, langkah ini diharapkan akan
mencegah pegawai dari sifat statis. Artinya kemampuan yang dimiliki oleh pegawai dapat
menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi.
7. Perkembangan pribadi (personal growth), memberikan kesempatan bagi pegawai untuk
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki pegawai (Kettner, 2013).

18
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Pengembangan Staff (Staff Development) dalam Human Resource Development (HRD) juga
berkaitan dan memiliki definisi tentang pengembangan karyawan (staff development) adalah fungsi
operasional kedua dari manajemen personalia setelah staffing process (Kettner, 2013). Dalam hal ini,
pengembangan sumber daya manusia perlu dilakukan secara terencana dan berkesinambungan agar
proses pengembangan SDM yang dilaksanakan dapat berjalan dengan baik, staff development ini
dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan maupun pengetahuan SDM yang ada
(Kettner, 2013). Mengingat posisi sumber daya manusia sangat penting, maka penting untuk dilakukan
pengembangannya sedemikian rupa sehingga dapat optimal dalam melakukan pekerjaannya. Untuk
melaksanakan kompetensi pengembangan SDM, dalam parktiknya akan melalui tahapan yang akan
dilaksanakan disesuaikan dengan rencana awal (Action Plan), hal ini sudah disesuaikan dengan
kebutuhan organisasi (Setiani, 2013). Namun pada penelitian ini khusus mendeskripsikan salah satu
kegiatan pengembangan manusia yaitu melalui pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dan
bagaimana pelaksanaannua pada organisasi layanan manusia yaitu pada lembaga/yayasan Biruku
Indonesia.
Hasil pengamatan dan observasi penulis serta interview dapat dinyatakan pendidikan dan
pelatihan yang telah dilakukan belum memberikan kontribusi yang optimal karena hanya dilakukan 2
kali dalam 1 tahun dan dalam kurun waktu total 12 jam pelajaran, akibatnya pegawai yang mengikuti
pendidikan dan pelatihan belum memperlihatkan peningkatan kinerja yang berarti, karena waktu yang
sedikit kurang bagi mereka untuk mencerna materi. Jika kita melihat idealnya suatu diklat itu
dilakukan paling sedikit 20 (dua puluh) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun, (Badan Pengembangan
Sumber Daya Manusia, 2017). Disamping itu materi yang diberikan kurang lengkap (khususnya
yang berkaitan dengan jenis/spesifikasi disabilitas) dengan yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan
tugas/kegiatan sehari-hari, maka kegiatan pelatihan yang sudah diselenggarakan masih kurang
optimal.
Ditemukan beberapa materi kompetensi yang disajikan dalam diklat yang sudah
diselenggarakan masih kurang sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas, baik dari
segi kualifikasi pendidikan dan keahliannya untuk memberikan pelayanan bagi penyandang
disabilitas. Hal ini
akan mengakibatkan tidak optimalnya suatu pendidikan dan peatihan. Ke dua hal itu juga yang
merupakan permasalahan saat ini dan erat kaitannya dengan pelaksanaan pengembangan SDM yang
terjadi di yayasan Biruku Indonesia.
Melihat uraian di atas maka dirasa sangat penting untuk melakukan pengembangan melalui
diklat dalam rangka meningkatkan kualitas SDM yang ada, tentunya diperlukan rencana yang matang
serta sesuai kebutuhan terkini seperti yang disampaikan Lestari (2004), : perlunya dilakukan desain
yang up to date, inovatif, dan dapat memecahkan masalah dalam prakteknya, sehingga organisasi
tersebut mampu mengatasi permasalahan dan menjawab tuntutan jaman dalam rangka memberikan
kesejahteraan bagi masyarakat maka sangat diperlukan adanya sumber daya manusia (SDM) yang
berkualitas, berkemampuan, mempunyai keahlian dan keterampilan untuk keberhasilan suatu
organisasi pelayanan sosial, (Lestari, 2004).
Suatu yang mutlak bahwa SDM perlu ditingkatkan kualitasnya, agar mampu memfungsikan
kekuatan-kekuatan yang ada dalam dirinya untuk memberikan pelayanan terbaik, (lestari, 2004).
Peningkatan kualitas SDM dapat dilakukan dengan pengembangan SDM itu sendiri, dengan upaya
tersebut SDM dapat menjadi profesional secara intelektual, manajerial dan perilaku, sehingga
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja.

19
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa nara sumber di YBI serta pengamatan di
lapangan yang berkaitan dengan pengembangan SDM khususnya pada kegiatan pelatihan di YBI saat
ini, maka ditemukan beberapa kondisi di lapangan seperti:
1. Terbatasnya anggaran kegiatan untuk pengembangan SDM;
2. Tidak tersedianya kuantitas sumber daya manusia yang kompeten di bidangnya sesuai
kebutuhan;
3. Belum memadainya sarana dan prasarana pendukung pengembangan SDM;
4. Belum jelasnya pola pengembangan karir dan;
5. Belum adanya tugas pokok dan fungsi yang jelas sehingga masih terjadi terjadi tumpang tindih
dalam pelaksanaan tugas.

Namun ada hal-hal yang positif yang dapat menunjang pengembangang SDM di yayasan
Biruku seperti:
1. Adanya rencana strategis yang memuat program atau kegiatan sebagai acuan dalam pelaksanaan
pengembangan SDM;
2. Memiliki struktur organisasi;
3. Adanya komitmen pimpinan dalam pengembangan SDM;
4. Tingginya motivasi staf/relawan/terapi/guru untuk mengikuti program pengembangan.

KESIMPULAN
Salah satu tugas manajemen pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi yaitu
dengan memberikan pelatihan sehingga SDM yang ada dapat mengembangkan potensi dirinya.
Dengan berkembangnya potensi SDM tentu akan menjadikan organisasi lebih mudah dalam mencapai
visi dan misi nya. Pihak HRD harus dapat memastikan bahwa yang dipilih merupakan SDM yang
terbaik yang dibutuhkan lembaga. Karena bagaimanapun fungsi organisasi pelayanan sosial adalah
memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Maka dari itu perlu diperhatikan kualitas SDM
lembaga/organisasi dalam memberikan pelayanan.
Indikator utama pada pengembangan sumber daya manusia adalah tercapainya tujuan satu
organisasi yaitu dapat meningkatkan produktivitas kerja yang meliputi kualitas kerja, kuantitas kerja
dan disiplin kerja Semua indikator tersebut belum sepenuhnya tercapai sehingga dapat dikatakan
pengembangan sumber daya manusia yang dilakukan belum berhasil meningkatkan produktivitas
kerja, karena Yayasan Biruku Indonesia juga belum melaksanakan analisis kebutuhan diklat dan
perencanaan pengembangan maka dampaknya, pelaksanaan diklat menjadi kurang tepat sasaran dan
belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan.
Jumlah waktu pelatihan yang kurang, Materi yang belum lengkap sesuai dengan
dipersyaratkan dalam pelaksanaan tugas/kegiatan sehari-hari, maka kegiatan pelatihan yang sudah
diselenggarakan masih kurang optimal, Hal itu terjadi karena belum adanya pola pengembangan karir
sebagai acuan dalam merencanakan jalur dan pengembangan karirnya.
Rekomendasi yang dapat diambil dalam upaya meningkatkan produktivitas kerja adalah perlu
adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan menyelenggarakan program pengembangan
melalui pendidikan dan pelatihan sebaiknya dengan perencanaan yang matang dan tepat sasaran serta
menyesuaikan dengan kebutuhan pelayanan yang dibutuhkan juga memperbaiki kekurangan
pelaksanaan pelatihan-pelatihan sebelumnya, sehingga SDM dapat berkembang dengan baik dan
produktivitas kerja akan diperoleh secara optimal.

20
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

DAFTAR PUSTAKA
Adiansah, W., Nulhaqim, S. A., Irfan M., Fedryansyah, M. (2020). Analisis Faktor Eksternal dan
Faktor Internal Organisasi Pelayanan Pelayanan Sosial Yayasan Belajar Anak Banten, jurnal
Peksos Unpad
Andrew and John May. (1992). Working in Human Services Organisations. A critical Introduction.
Longman. Australia Page 84
Arifah, Moch. Zainuddin & Gustama (2013),Austin, M. J., Regan, K., Samples, M. W., Schwartz, S.
L., & Carnochan, S. (2011). Building Managerial and Organizational Capacity in Nonprofit
Human Service Organizations Through a Leadership Development Program. Administration
in Social Work, 35(3), 258–281. https://doi.org/10.1080/03643107.2011.575339
Austin, M. David. (2002). Human Service Management: organizational leadership, Colombia
University Press.
Borodkina, O., & Torronen, Maritta and Samoylova, V. (2013). Empowerment as a current trend of
social work in Russia. Empowering social work: Research and practice, 22. In Empowering
Social Work: Research & Practice (Issue January). Research and practice. https://doi.org/22
Chemie International Edition, 6(11), 951–952. Sage Publications.
Creswell, J. W. (2019). Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan Campuran,
Pustaka Pelajar
Dessler, Gary. (2005). Human Resource Management (Manajemen Sumber Daya Manusia) edisi
kesembilan jilid 2. Edisi Bahasa Indonesia. Indeks. Jakarta
Emelie Shanks, (2016), Managing social work Organisational conditions and everyday work for
managers in the Swedish social services, Stockholm University, Printed in Sweden by
Holmbergs, Malmö
Enung Huripah, Ramli, Endah Dwi Winarni, (2021), Strategi Kapabilitas Relasional Bagi Lembaga
Kesejahteraan Sosial Di Kabupatrn Garut: Penguatan Aspek Kolaborasi Dan Kemitraan
Lembaga, Jurnal Peksos Unpad
Farchan, Fauzi, (2018), Strategi MSDM Sebuah Cara Menciptakan Kinerja Organisasi
Dalam Mencapai Keunggulan Bersaing, jurnal. faiunwir.
F. Ellen Netting, Peter M. Kettner, Steven L. McMurtry, M. Lory Thomas, Social Martin, Laawrent,
L, (2009), Measuring Performance of Human Service Program, (SAGE), Human Services
Guides, International Kindly White
Hasenfeld, Yaheskel. 1983. Human Service Organizations. Prentice-Hall. Jones,
Jones, A. & May. J. Working in Human Service Organizations.
Kettner M. Peter (2013), Excellence HumanService Organization, Person, 2nd edition Work Macro
Practice, (2017) Pearson, Boston, USA
Lendriyono, Fauzik, (2017), Strategi Penguatan Organisasi Pelayanan Sosial Berbasis Keagamaan,
jurnal Sospol, Unpad
Gothard, S., & Austin, M. J. (2013). Leadership Succession Planning: Implications for Nonprofit
Human
Hughes, M., & Wearing, M. (2007). Organizations and Management in Social Work. In Angewandte
Werner, J.M. & DeSimone, R.L. (2011), Human Resource Development. Sixth Edition. South Western.
Nelson Education Ltd

21
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENANGANAN PANDEMI COVID-19


DI KOTA SUKABUMI (STUDI KASUS PEMBATASAN SOSIAL
BERSKALA BESAR)

Putri Menara Syakti1*), Dian Purwanti2), Rizki Hegia Sampurna3)


1
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia
putrimnr@gmail.com
2,3
Universitas Muhammadiyah Sukabumi, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRAK
Pada awal tahun 2020, pemerintah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia bebas dari penyakit menular
dengan penyebaran yang sangat cepat. Pemerintah juga bekerjasama dengan stakeholder untuk melakukan
pelayanan 4 promotif/edukasi, preventif/pencegahan, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan dan isolasi
pada penderita Covid-19. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan
penanganan pandemi covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan Sosial Berskala Besar). Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif dengan
menggambarkan fenomena sebenarnya yang terjadi di lapangan. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan
bahwa sejauh ini pegawai Pemerintah Kota Sukabumi memiliki keahlian yang mumpuni dan sesuai dengan yang
dibutuhkan dalam menjalankan pro-gram-program yang ada. Untuk sarana prasarana yang dimiliki oleh in-stansi
belum dapat berjalan dan mendukung sepenuhnya dalam im-plementasi ini.

Kata kunci: Implementasi Kebijakan, Pandemi, Covid-19, PSBB.

ABSTRACT
In early 2020, the government is committed to making Indonesia free from infectious diseases with a very fast
spread. The government is also working with stakeholders to provide promotive/educational,
preventive/preventive, diagnosis, treatment/care, support and isolation services for sufferers of Covid-19. The
purpose of this study was to find out how the implementation of policies for handling the Covid-19 pandemic in
Sukabumi City (Case Study of Large-Scale Social Restrictions). The research method used in this study is a
qualitative approach that is descriptive in nature by describing the actual phenomena that occur in the field.
From the results of the study it was concluded that so far the Sukabumi City Government employees have
qualified expertise and are in accordance with what is needed in carrying out existing programs. The
infrastructure facilities owned by the agency have not been able to run and fully support this implementation.

Keywords: Policy Implementation, Pandemic, Covid-19, PSBB.

PENDAHULUAN
Sejak tahun 2019, Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) menjadi perhatian dunia yang
berawal di Negara Tiongkok tepatnya di kota Wuhan. Virus ini menjadi masalah kesehatan yang perlu
mendapat penanganan serius bagi seluruh swarga dunia tanpa terkecuali termasuk di Indonesia. Hal ini
dikarenakan penanganan penyakit ini masih belum ada obatnya serta tingkat laju perkembangan
kasusnya secara global yang terus mengalami peningkatan. Indonesia adalah salah satu negara di Asia
dengan epidemi yang berkembang paling cepat dengan kasus infeksi yang ada 735.124 kasus Covid-
19 di Indonesia, dengan jumlah pasien yang sembuh sebanyak 603.741 dan meninggal dunia sebanyak
21.994 pada 30 Desember 2020. (Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Sosial,
2020). Penularan virus Covid-19 di wilayah Jawa Barat sampai tanggal 30 Desember 2020 ada
sebanyak 82.555 kasus dengan jumlah yang sembuh 69.561 kasus dan jumlah yang meninggal 1.161
kasus (Pusat Informasi & Koordinasi Covid-19 Provinsi Jawa Barat, 2020). Saat ini penyebaran
Covid-19 sudah dilaporkan dan tersebar diseluruh Kabupaten/Kota di wilayah provinsi Jawa Barat.
22
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Adapun wilayah provinsi Jawa Barat yang mempunyai kontribusi tinggi meningkatnya penyebaran
Covid-19, salah satunya di Kota Sukabumi.Berikut Statistik kasus Covid-19 yang dihimpun oleh
Gugus Tugas Covid-19 Kota Sukabumi:
Tabel 1. Kasus Covid-19 di Kota Sukabumi

Rincian 1 April 2020 – 31 Desember 2020 1 Januari -22 Juni 2021


Terkonfirmasi Positif 1.888 3.104
Isolasi 0 394
Sembuh 1.829 2.631
Meninggal 59 79
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2021

KASUS COVID-19 DI KOTA SUKABUMI


1 April 2020 – 31 Desember 2020 1 Januari -22 Juni 2021

3104
2631

1888 1829

394
0 59 79

Terkonfirmasi Isolasi Sembuh Meninggal


Positif

Gambar 1. Kasus Covid-19 di Kota Sukabumi


Sumber: Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2021

Berdasarkan jumlah kasus yang teridentifikasi penyebaran Virus Covid-19 di Kota Sukabumi
sampai dengan tanggal 31 Desember 2020 yaitu jumlah yang terkonfirmasi positif yaitu sejumlah
1.888 orang, lalu pada 6 bulan terakhir yakni 1 Januari 2021 sampai dengan 22 Juni 2021 terjadi
peningkatan yang signifikan yaitu mencapai 3.104 orang. Menteri Kesehatan Republik Indonesia telah
berupaya dalam menangani kasus penyebaran Virus Covid-19 dengan melakukan tindakan dan
pencegahan dalam penyebaran Virus Covid-19 dibeberapa daerah dengan menerbitkan Peraturan
yaitu:

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 tahun 2020 Tentang Pedoman
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease
2019 (COVID-19) .
2. Surat Edaran Dirjen P2P Nomor: HK.02.02/II/753/2020 Tentang Revisi ke-3 Pedoman
Kesiapsiagaan Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus.
3. Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu
Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia

23
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

4. Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/199/2020 tentang Komunikasi


Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
5. Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.176-Dinkes/2020 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Corona Virus Disease 19 atau COVID-19 di Jawa Barat.
6. Surat Edaran Gubemur Jawa Barat Nomor 400/27/ Hukham tentang Peningkatan Kewaspadaan
Terhadap Risiko Penularan Infeksi Corona Virus Disease 19.

Pada awal tahun 2020, pemerintah berkomitmen untuk menjadikan Indonesia bebas dari
penyakit menular dengan penyebaran yang sangat cepat. Pemerintah juga bekerjasama dengan
stakeholder untuk melakukan pelayanan promotif/edukasi, preventif/pencegahan, diagnosis,
pengobatan/perawatan, dukungan dan isolasi pada penderita Covid-19. Mengingat sangat cepatnya
penularan virus Covid-19, Pemerintah Kota Sukabumi mengeluarkan Perwal (Peraturan Walikota)
Sukabumi Nomor 20 Tahun 2020, tentang Pedoman PSBB dalam Penanganan Covid-19 di Wilayah
Kota Sukabumi dan Surat Edaran Nomor 180/12/Huk tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap
Risiko Penularan Infeksi Virus Corona, tertanggal 16 Maret 2020. Pemerintah sebagai penyelenggara
tugas dan fungsi negara mempunyai peran dan posisi sentral dan strategis untuk melakukan
penanganan kasus Covid-19 pemerintah daerah mempunyai kewenangan dan tugas untuk melakukan
penanganan khususnya penanggulangan masalah kesehatan dan sosial. Pemerintah daerah dapat
merancang dan mengkoordinasikan aksi bersama seluruh elemen masyarakat, yang konkret dan rutin
dalam rangka pencegahan dan penanganan kasus Covid-19.
Pemerintah Kota Sukabumi dengan beberapa kebijakan yang dikeluarkannya belum dirasa
efektif karena masih banyak masyarakat belum menyadari akan bahaya Covid-19 sehingga
menyebabkan kasus terkonfirmasi terus bertambah. Sebagai contoh, seperti halnya pemberlakuan
PSBB dan beberapa kegiatan yang dinilai belum dilakukan oleh masyarakat Kota Sukabumi dan
masyarakat kabupaten Sukabumi ataupun yang berdekatan dengan Kota atau yang
aktivitasnya/kegiatan di wilayah Kota. Upaya penanggulangan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota
Sukabumi dalam menanggulangi penyebaran virus Covid-19 masih ditemukan hambatan dalam
pelaksanaannya. Adapun hambatan dan permasalahan yang ditemukan ialah sebagai berikut :
Pertama, pada proses penyaluran komunikasi (transmisi) yang dilakukan oleh Pemerintah
kepada masyarakat Kota Sukabumi belum optimal. Meskipun sosialisasi sudah terlaksana oleh setiap
petugas pemerintah seperti sosialisasi mengenai kegiatan pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala
Besar (PSBB) yang dilakukuan oleh Walikota Sukabumi dengan berkeliling mengendarai sepeda
motor yang mana tujuannya agar masyarakat mematuhi pelaksanaan PSBB untuk mencegah dan
memutus mata rantai penyebaran Virus Covid-19 (Sumardi, 2020). Selain itu, Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kota Sukabumi juga melakukan sosialisasi dengan berkeliling menggunakan
mobil dan memberikan penjelasan kepada masyarakat Kota Sukabumi mengenai bahayanya virus
Covid-19 yang dilaksanakan di daearah Keluarahan Jaya Mekar Kecamatan Baros (Kamlulloh, 2020).
Namun demikian, meskipun kegiatan sosialiasi tersebut sudah dilakukan hal ini belum
menunjukkan adanya masyarakat yang memahami tentang tujuan dari pelaksanaan sosialisasi tersebut,
sehingga menyebabkan terjadinya pelanggaran seperti tidak memakai masker pada saat keluar rumah
(Herlina, 2020). Selain itu juga dibuktikan dengan membludaknya masyarakat untuk pergi ke pasar
dan mall atau memborong kebutuhan pokok dan juga membeli baju hari raya idul fitri pada satu hari
sebelum diberlakukannya PSBB yakni pada tanggal 5 Juni 2020. Anggapan masyarakat ketika PSBB
diberlakukan yaitu semua toko tutup, hal tersebut menjadikan masyarakat untuk berbondong-bondong
membeli kebutuhan pokok dan baju hari raya sehingga menyebabkan terjadinya kerumunan.

24
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Gambar 2. Pelanggaran Terhadap Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 20 Tahun 2020.


Sumber: Sukabumiupdate.com, 2020.
Kedua, kurangnya sumber daya dalam hal ini fasilitas yang dapat mendukung pencegahan
penyebaran virus Covid-19. Meskipun pemerintah sudah mulai menyediakan tempat cuci tangan di
beberapa lokasi di wilayah Kota Sukabumi, namun fasilitas tersebut tidak berjalan secara permanen,
artinya fasilitas tersebut kurang terawat dengan baik, tidak diisi air ataupun sabun, bahkan sampai
fasilitas yang biasanya bisa ditemukan kini tidak lagi.
Ketiga, masih terjadinya pelanggaran terhadap aturan protokol kesehatan yang diberlakukan
oleh pemerintah Kota Sukabumi seperti tidak menggunakan masker saat keluar rumah, tidak
mengindahkan pembatasan sosial, tidak menjaga jarak dan melanggar aturan batas waktu pembukaan
toko yang menyebabkan orang berbelanja secara berkerumun.

METODE
Mencapai tujuan dalam penelitian, maka peneliti menggunakan berbagai macam cara untuk
mengumpulkan informasi dan data sebanyak-banyaknya untuk tujuan penelitian. Penelitian ini
menggunakan metode penelitian kualitatif. Informan merupakan orang yang benar-benar mengetahui
sesuatu persoalan atau permasalahan tertentu, dalam penelitian ini penentuan informan menggunakan
snowball sampling. Snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada
awalnya jumlahnya sedikit lama-lama menjadi besar. Hal ini dilakukan karena dari jumlah sumber
data yang sedikit itu tersebut belum mampu memberikan data yang memuaskan, maka mencari orang
lain lagi yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data
akan semakin besar, seperti bola salju yang menggelinding, lama-lama menjadi besar (Sugiyono, 2018
: 218-219). Dalam penelitian ini terdapat 5 informan yakni Wali Kota Sukabumi, Kepala Dinas
Kesehatan Kota Sukabumi, Ketua Satgas Covid-19 Kota Sukabumi, Ketua Pelaksana Harian Covid-19
Kota Sukabumi, dan Kepala BPBD Kota Sukabumi. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah wawancara, dokumentasi. Untuk menguji kredibilitas data, penelitian ini
menggunakan teknik triangulasi, dapat tiga teknik triangulasi yaitu triangulasi sumber, teknik dan
waktu.

25
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PEMBAHASAN
Implementasi ini merupakan sebuah abstraksi atau performansi dari suatu pelaksanaan
kebijakan yang pada dasarnya secara sengaja dilakukan untuk meraih kinerja implementasi kebijakan
publik yang tinggi yang berlangsung dalam hubungan dengan berbagai variabel, terdapat empat faktor
atau variabel kritis dalam implementasi kebijakan publik, yaitu komunikasi, sumber daya, disposisi
(sikap kecendrungan), dan struktur birokrasi.

Komunikasi
Indikator komunikasi berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu
implementasi kebijakan. Indikator ini berargumen bahwa dalam implementasi suatu kebijakan,
pelaksanaannya pasti melibatkan banyak orang dan tentu membutuhkan sebuah komunikasi serta
koordinasi yang baik. Agar implementasi dapat efektif, penanggung jawab implementasi sebuah
keputusan harus memahami apa saja yang mesti dilakukan. Dalam pengimplementasiannya, perintah
untuk mengimplementasikan kebijakan harus di transmisikan kepada personal yang tepat dan perintah
harus jelas, akurat, dan konsisten. Maka dengan demikian faktor komunikasi memiliki tiga aspek
pokok, yakni : transimisi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi (consistency).
Adanya kebijakan Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 20 Tahun 2020, tentang Pedoman
Pembatasan Ssosial Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan Covid-19 di Wilayah Kota Sukabumi,
apakah Pemerintah Kota Sukabumi bertanggung jawab atas pelaksanaan PSBB dalam penanganan
Covid-19 dan mengetahui apa yang seharusnya dilakukan. Dari hasil wawancara tersebut yang
bersangkutan menjawab bahwa Pemerintah Kota Sukabumi bertanggung jawab secara penuh.
Mengenai hal itu, Ketua Satgas Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan pelaksana
kebijakan penanganan covid-19 memberikan tanggapan bahwa dalam praktiknya satgas sendiri
sebagai organisasi khusus yang menangani kondisi darurat covid-19 dibentuk mulai dari tingkat
kecamatan ,kelurahan agar mudah berkordinasi.
Pernyataan yang disampaikan oleh Kepala BPBD Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab
dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 maka dapat dipahami bahwa dalam implementasi
kebijakan Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 20 Tahun 2020, tentang Pedoman Pembatasan Ssosial
Berskala Besar (PSBB) dalam Penanganan Covid-19 di Wilayah Kota Sukabumi ini sudah terealisasi
dengan cukup baik, melalui komunikasi dengan pihak eksternal yang menjalankan operasi Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) sebelumnya. Kemudian, peneliti pun bertanya kepada beliau mengenai
apakah Pemerintah Kota Sukabumi telah tepat dalam pemilihan personel satgas atas pelaksanaan
PSBB dalam penangangan pandemi covid-19, yang bersangkutan menjelaskan bahwa dalam
praktiknya di lapangan, personil satgas dibentuk sesuai kapasitas dan kemampuan yang dimiliki.
Keberhasilan sesuatu program atau kegiatan tidak akan berjalan dengan baik jika tidak
terbangun sebuah komunikasi dan koordinasi diantara penyelenggaranya. Kemudian, peneliti pun
bertanya kepada Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan
pelaksana kebijakan penanganan covid-19, mengenai apakah perintah yang disampaikan Pemerintah
Kota Sukabumi dalam melaksanaan protokol pandemi covid-19 telah jelas, akurat, dan konsisten.
Mengenai hal itu, Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan
pelaksana kebijakan penanganan covid-19 menjelaskan bahwa dalam menangani Covid-19 di
Indonesia memang belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penambahan kasus infeksi yang terjadi.
Pemerintah masih belum menemukan pola yang tepat dan efektif dalam menekan tingkat penyebaran
Covid-19.

26
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara, diketahui bahwa indikator komunikasi dalam
.Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan
Sosial Berskala Besar) sudah berjalan dengan baik, adapun hambatan yang didapat berasal dari
kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar. Hal ini sejalan dengan
pendapat Agusino (2012:141) sebagai berikut : Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam
implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang
terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan-kesalahan akan sangat kedil
untuk terjadi. Dan, begitu pula sebaliknya.

Sumber Daya
Implementasi suatu kebijakan dapat dikatakan berhasil jika organisasi pelaksana implementasi
dapat menggunakan sumber daya yang ada dengan baik. Sumber daya manuia (SDM) adalah salah
satu sumber daya yang utama dan sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Di
setiap tahapan pelaksanaannya, perlu ada peran sumber daya manusia (SDM) berkualitas yang sesuai
dengan pekerjaan yang dibutuhkan. Oleh karena itu peneliti menanyakan apakah sumber daya manusia
dalam proses penanganan Covid-19 di Kota Sukabumi sudah tercukupi dari jumlah dan
kemampuannya. Seperti yang disampaikan oleh Kepala BPBD Kota Sukabumi, yang menjelaskan
bahwa dalam melaksanakan tugasnya, beliau tidak hanya mengandalkan pemerintah saja karena itu
penanganan bencana dan banyak juga para relawan BPBD, banyak orang yang peduli. Demikian pula
dengan ketersediaan dan kapasitas mobilisasi sumber daya.
Berdasarkan jawaban dari informan 1 dalam Program Implementasi Kebijakan Penanganan
Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan Sosial Berskala Besar), sumber daya
manusia dalam proses penanganan Covid-19 di Kota Sukabumi sudah tercukupi. Pemerintah Kota
Sukabumi memiliki pegawai dengan keahlian yang mumpuni dan sesuai dengan yang dibutuhkan
dalam menjalankan program-program yang ada. Hal tersebut sejalan dengan yang disampai kan oleh
Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan pelaksana
kebijakan penanganan covid-19 bahwa sumber daya manusia dalam proses penanganan Covid-19 di
Kota Sukabumi sudah tercukupi dan banyak relawan yang membantu. Oleh karena itu peneliti
menanyakan kembali apakah sumber daya yang tersedia sudah cukup memahami bagaimana proses
pelaksanaan PSBB dalam penanganan Covid-19 di Kota Sukabumi. Mengenai hal itu, Ketua Satgas
Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19
memberikan tanggapan bahwa :
“ya sudah kan sudah di beri arahan harus apa dan bagaimana nya jadi mereka sudah pasti
paham proses pelaksanaan PSBB, kan sudah ada tupoksinya masing -masing SKPD
nya”

Oleh karena itu, dengan tersedianya SDM yang sudah cukup memahami bagaimana proses
pelaksanaan PSBB dalam penanganan Covid-19 di Kota Sukabumi akan mempermudah pemerintah
dalam proses penanganan Covid-19 di Kota Sukabumi. Selanjutnya peneliti menanyakan siapa yang
berkewenangan untuk memastikan bahwa proses pelaksanaan PSBB dalam penanganan Covid-19
dilaksanakan seperti yang diharapkan, yang langsung diberikan tanggapan oleh Ketua Satgas Covid-19
Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yaitu :
“kalau untuk di BPBD sendiri masih alur komando contoh nya kalau ada vaksinasi kita ikut
supporting sarana dan prasarana nya kita sediakan, struktur pemerintah nya masih sistem
komando”

27
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Peneliti berpendapat bahwa dimensi sumber daya belum maksimal hal ini disebabkan
kurangnya anggaran yang diberikan jadi hanya sebagian sarana dan prasarana saja yang disediakan.
Oleh karena itu peneliti menanyakan kembali apakah fasilitas dalam proses penanganan Covid-19 di
Kota Sukabumi sudah mencukupi dan memadai, yang langsung diberikan tanggapan oleh Kepala
BPBD Kota Sukabumi Sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19
yaitu :
“karena kita tidak ada anggaran khusus untuk covid jadinya tidak ada tapi alat untuk
menunjang masalah covid kita ada seperti penyemprot terus tenda vaksinasi, BNPB juga
ngasih bantuan obat, dan alat swab, jadi kalau khusus anggaran dari pemda mah gapapa”

Proses pelaksanaan PSBB dalam penanganan Covid-19 pasti ditemukan berbagai faktor
pendukung dan penghambat kelangsungan pelayanan yang diberikan bahwa hal terpenting yang
menghambat Sumber Daya karena adanya pandemi, sehingga mengakibatkan kurang nya sosialisasi
yang diberikan dan kurangnya minat masyarakat mengenai proses pelaksanaan PSBB juga menjadi
suatu hal pertimbangan, dan tidak adanya anggaran khusus untuk covid. Sumber daya manusia (SDM)
adalah salah satu faktor yang sangat penting bahkan tidak dapat dilepaskan dari sebuah organisasi,
baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci yang menentukan perkembangan
perusahaan. Pada hakikatnya, SDM berupa manusia yang dipekerjakan di sebuah organisasi sebagai
penggerak, pemikir dan perencana untuk mencapai tujuan organisasi itu. Karena sumber daya manusia
merupakan salah satu factor penting

Disposisi (Disposition)
Ditemukan beberapa hambatan yang ada peneliti menanyakan Bagaimana sikap dan
pemahaman pelaksana kebijakan terhadap tugasnya untuk mengimplementasikan pelaksanaan PSBB
dalam penangangan pandemi covid-19, yang langsung diberikan tanggapan oleh Ketua Satgas Covid-
19 Kota Sukabumi sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yaitu :
“sikap dan pemahaman pelaksana itu sesuai dengan tupoksi nya masing masing ya.”

Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi sebagai
penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yang mengatakan bahwa :
“sudah baik, karena kan sudah biasa juga”

Berdasarkan uraian diatas, dapat peneliti interpretasikan bahwa PSBB dalam penangangan
pandemi covid-19 di Kota Sukabumi pada dasarnya telah menyesuaikan dengan regulasi yang telah di
edarkan oleh Pemerintah Pusat dalam menjalankan Program Nasional tersebut, dan dalam Program
Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan
Sosial Berskala Besar) dianggap sudah efektif karena semakin dipermudah dalam Program
Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan
Sosial Berskala Besar) tersebut. Program Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di
Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan Sosial Berskala Besar), peneliti menanyakan apakah
terdapat pandangan kelompok/unit tertentu yang menghambat implementasi kebijakan, mengenai hal
itu Kepala BPBD Kota Sukabumi sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan
covid-19 memberikan tanggapan bahwa :

28
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

“Paling penghambat itu dari kesadaran masing-masing kadang masih ada aja yang lupa
memakai masker, ada saja pro dan kontra, kontra nya masih ada aja yang ga percaya sama
covid”
Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Satgas Covid-19 Kota Sukabumi sebagai
penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yang mengatakan bahwa sejauh ini
tidak ada hambatan dari pihak satgas sendiri, lebih lanjut peneliti menanyakan apakah terdapat
personel pengganti apabila pelaksana kebijakan yang bersangkutan tidak dapat melaksanakan
tugasnya, mengenai hal itu Kepala BPBD Kota Sukabumi sebagai penanggung jawab dan pelaksana
kebijakan penanganan covid-19 memberikan tanggapan bahwa :
“ada ko, tapi kalau ditanya cukup apa enggak nya personil ya ga cukup, tapi kalau untuk
relawan kan ada yang membantu”
Selanjutnya peneliti menanyakan apakah pelaksana kebijakan telah puas terhadap kecukupan
insentif/honor bagi pelaksana kebijakan untuk mendukung implementasi pelaksanaan PSBB dalam
penangangan pandemi covid-19, mengenai hal itu Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi
sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 memberikan tanggapan
bahwa :
“kalau untuk honor kan kita ga dapet kalau khusus untuk penanganan covid ”
Berdasarkan hasil wawancara diatas dapat peneliti interpretasikan bahwa indikator proses
rehabilitasi yang dilakukan sudah cukup efektif. Melalui pelaksanaan group therapy yang dilakukan
secara bersama-sama. Pelaksanaan kebijakan ini meski sudah direspon dengan baik dan didukung oleh
para stakeholders namun masih terdapat kekurangan dalam memberlakukan kebijakan. Dengan kata
lain, kebijakan ini didukung oleh para stakeholders, tetapi belum sepenuhnya.
Penjelasan di atas, dapat di pahami bahwa dalam praktiknya ketika ada salah satu personil
selaku pelaksana kebijakan tidak bisa melaksanakan tugasnya, maka posisinya tersebut akan
digantikan oleh personil lainnya dari tim berbeda. Namun hal tersebut dapat dilakukan jika personil
lainnya sedang belum ada jadwal untuk melakukan penyedotan, tetapi ketika personil lain sedang
memiliki jadwal yang padat, maka personil yang rekannya berhalangan harus melakasanakan tugas
sendiri.

Struktur Birokrasi (Bureauratice Structure)


Berdarsarkan teori Edwards III (1980:10-11), Struktur birokrasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang
standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementor
dalam bertindak. Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan
dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Ini pada gilirannya
menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel. Lalu dilihat dari dimensi struktur birokrasi terdapat
fragmentasi yang dimana setiap kebijakan pasti ada yang membuatnya, dari pembuatan kebijakan
tersebut apa ada pertanggung jawabannya dari dinas terkait atau koordinasi terkait apa tidak terkait
dari kebijakan penyelenggaraan perhubungan. Lalu ada standar prosedur operarasi yang dimana
standar prosedur operasinya kuat atau tidak dalam memberikan instruksi ke lapangannya karena peran
tersebut penting juga untuk mengefektifkan keadaan di lapangan dan komitmen aparatur juga penting
karena komitmen itu sendiri bisa menguatkan kebijakan tersebut.

29
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Maka dari itu peneliti menanyakan, Apakah terdapat Standard Operational Prosedure dalam
pelaksanaan PSBB dalam penanganan pandemi covid-19, mengenai hal itu Kepala BPBD Kota
Sukabumi sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 memberikan
tanggapan bahwa :
“Adalah, kaya keharusan kita membubarkan masyarakat yng berkerumun sesuai SOP untuk
menghidari covid kan kita tetap harus menjaga kesehatan masyarakat”
Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi Sebagai
penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yang mengatakan bahwa :
“tentu ada karena kita ga bisa melakukan pelaksanaan PSBB tanpa SOP”
Berdasarkan uraian diatas, dapat peneliti interpretasikan bahwa program pelaksanaan PSBB
dalam penanganan pandemi covid-19 setiap saat nya selalu meningkat. Dalam Program Implementasi
Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus Pembatasan Sosial
Berskala Besar), peneliti menanyakan bagaimana pembagian kerja/tugas pada pelaksanaan PSBB
dalam penanganan pandemi covid-19 di Kota Sukabumi, mengenai hal itu Ketua Satgas Covid-19
Kota Sukabumi sebagai penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19
memberikan tanggapan bahwa :
“Sesuai dengan tupoksi dan kemampuan dari pegawai masing-masing aja.”
Hal senada pun diungkapkan oleh Ketua Pelaksana Harian Covid-19 Kota Sukabumi sebagai
penanggung jawab dan pelaksana kebijakan penanganan covid-19 yang mengatakan bahwa :
“sesuai tupoksi dari lintas sektor yang ada dong.”
Tanggapan tersebut peneliti dapat menginterpretasikan bahwa mengenai struktur birokrasi,
peneliti menyimpulkan bahwa struktur birokrasi yang dimiliki oleh Pemerintah Kota Sukabumi dalam
menjalankan kebijakan penanganan covid-19 di Kota Sukabumi dapat dikatakan sangat baik dan
sudah sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan.

KESIMPULAN
Implementasi Kebijakan Penanganan Pandemi Covid-19 di Kota Sukabumi (Studi Kasus
Pembatasan Sosial Berskala Besar), maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa dengan
mengacu pada pendapat Edward III, implementasi kebijakan penanganan covid-19 di Kota Sukabumi
secara keseluruhan dari semua dimensi dapat dikatakan sudah cukup baik, meskipun masih terdapat
komunikasi yang dilakukan secara ekstern masih kurang intens. Kemudian untuk sarana prasarana
yang dimiliki oleh instansi belum dapat berjalan dan mendukung sepenuhnya dalam implementasi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Charles O. Jones. 1977. Public Policy :Pengantar Kebijakan Publik. Terj : Ricky Istamto. Jakarta :
Raja Grafindo Persada.
Creswell, C. John. 2016 Research Design Edisi 4. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dunn, N. William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington: Congressional Quarterly Inc.
Meter, Donald Van dan Carl Van Horn. 1975. The Policy Implementation, Process, A Conceptual
Frame Work Dalam Administration and Society, London: Sage Publication.
Milles dan Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya Offse.

30
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Purwanti, dkk. 2019. Pedoman Penulisan Skripsi, Laporan Ristik dan Jurnal Penelitian. Universitas
Muhammadiyah Sukabumi.
Purwanto, E. A. (2012). Implementasi Kebijakan Publik konsep dan Aplikasinya Di Indonesia. Gava
Media Press.
Ripley, R.B., & Franklin. 1986. Policy Implementation and Bureaucracy. Chicago: the Dorsey Press.
Satori Djam’an, Komariah Aan, 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.
Sugiyono. 2013. Penelitian Kualitatif, Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. 2018. Metode penelitian kualitatif. Bandung: CV Alfabeta.
Tachjan. 2008. Implementasi kebijakan public, Bandung : AIPI dan Puslit KP2W lemlit UNPAD
Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan : dari Formula ke Implementasi Kebijaksanaan
Negara. Jakarta : Bumi Aksara
Jurnal dan Hasil Penelitian
Meluwu. 2019. Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Penanggulangan Penyakit HIV/AIDS di Kota
Palu.
Ramadani. 2017. Implementasi Penanggulangan HIV/AIDS di Bandar Lampung (Studi pada Komisi
Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandar Lampung).

Aturan dan Undang-Undang


Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 443/Kep.176-Dinkes/2020 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Corona Virus Disease 19 atau COVID-19 di Jawa Barat.
Keputusan Kepala BNPB Nomor 13.A Tahun 2020 tentang Perpanjangan Status Keadaan Tertentu
Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 9 tahun 2020 Tentang Pedoman Pembatasan
Sosial Berskala Besar dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019
(COVID-19) .
Peraturan Walikota Sukabumi Nomor 20 Tahun 2020, tentang Pedoman Pembatasan Ssosial Berskala
Besar (PSBB) dalam Penanganan Covid-19 di Wilayah Kota Sukabumi
Surat Edaran Dirjen P2P Nomor: HK.02.02/II/753/2020 Tentang Revisi ke-3 Pedoman Kesiapsiagaan
Menghadapi Infeksi Novel Corona Virus.
Surat Edaran Gubemur Jawa Barat Nomor 400/27/ Hukham tentang Peningkatan Kewaspadaan
Terhadap Risiko Penularan Infeksi Corona Virus Disease 19.
Surat Edaran Menteri Kesehatan Nomor HK.02.01/MENKES/199/2020 tentang Komunikasi
Penanganan Coronavirus Disease 2019 (COVID-19).
Surat Edaran Walikota Sukabumi Nomor 180/12/Huk tentang Peningkatan Kewaspadaan terhadap
Risiko Penularan Infeksi Virus Corona

Sumber Tambahan
Aida, Rohmi Nur. 2021. “Vaksinasi Covid-19 Mulai 13 Januari, Apa Saja yang Perlu Diketahui?”.
Kompas.com, 8 Januari 2021.
https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/tren/read/2021/01/08/120300865/vaksinasi-
covid-19-mulai-13-januari-apa-saja-yang-perlu-diketahui
Herlina, Murni Sri. 2020. “Petugas Gabungan Periksa Masyarakat yang Tidak Menggunakan Masker,
PSBB Kota Sukabumi”. Sukabumikota.go.id, Mei 2020.
https://www.google.com/amp/s/dpmptsp.sukabumikota.go.id/berita-umum/petugas-gabungan-
periksa-masyarakat-yang-tidak-menggunakan-masker-psbb-kota-sukabumi/amp/

31
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Kamalulloh, Hikmat. 2020. “Sosialisasi Adaptasi Kebiasaan Baru di Jayamekar Kecamatan Baros”.
Youtube BPBD Kota Sukabumi, 10 Agustus 2020. https://bpbd.sukabumikota.go.id/

32
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

KONSTRUKSI KONSEP SINERGITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH


PUSAT DAN DAERAH DALAM PENGADAAN RUMAH BAGI
MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH (STUDI DI
KABUPATEN BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT)

Iwan Satibi1*), Ediyanto2, Regan Vaugan3


1
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
satibi.iwan70@gmail.com
2,3
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia

ABSTRAK
Urgensi penelitian ini didasarkan pada fenomena yang mengindikasikan belum efektifnya sinergitas kebijakan
diantara berbagai pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah dalam pengadaan rumah bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Hal ini tercermin dari belum terbangunnya kesamaan persepsi
serta lemahnya komitmen dan dukungan dari pemangku kepentingan dalam mewujudkan kebijakan pengadaan
rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. Kondisi tersebut, kemudian berimplikasi terhadap
munculnya disparitas antara kebutuhan dengan kemampuan dalam menyediakan rumah yang layak bagi
masyarakat. Mengingat konsep dan basis teori sinergitas kebijakan publik saat ini, masih terbatas referensinya,
maka penelitian ini coba diarahkan untuk mengkonstruksi sebuah konsep sinergitas kebijakan public yang
diharapkan dapat memperkaya khasanah konsep dan teori sinergitas kebijakan publik. Dengan demikian,
diharapkan dapat menumbuhkan diskursus dan dialetika dalam mengembangkan ilmu, khususnya ilmu kebijakan
public. Sejalan dengan konteks tersebut, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif melalui metode
Grounded Theory Research. Sedangkan teknik pengumpulan data, dilakukan dengan menggunakan wawancara
mendalam, studi kepustakaan, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian menemukan konsep sinergitas
kebijakan publik yang terkonstruksi dari lima dimensi dan dua puluh indikator, yakni dimensi persamaan
persepsi, potensi sumber daya, pola komunikasi, sikap pelaku kebijakan, dan struktur organisasi. Dimensi
persamaan persepsi, meliputi; indikator persamaan persepsi tentang tujuan, isi, program dan pelaksanaan.
Dimensi potensi sumber daya meliputi; indikator kemampuan sumber daya manusia, anggaran, fasilitas dan
teknologi dalam mensinergiskan kebijakan. Dimensi pola komunikasi, meliputi; indikator kejelasan, kecepatan,
ketepatan pola komunikasi, bentuk sosialisasi, model kerjasama, dan kelengkapan informasi. Dimensi sikap
pelaku kebijakan, meliputi; indikator responsivitas, konsistensi, dan komitmen pemangku kepentingan. Dimensi
struktur organisasi meliputi; indikator pembagian wewenang, dukungan semua pemangku kepentingan dan
kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan.

Kata Kunci: Sinergitas, Kebijakan dan Publik.

ABSTRACT
The urgency of this research is based on a phenomenon that indicates the ineffectiveness of policy synergy
among various stakeholders, both at the central and regional levels in the procurement of houses for low-income
people (MBR). This is reflected in the lack of shared perceptions and the lack of commitment and support from
stakeholders in implementing housing procurement policies for low-income people. This condition then has
implications for the emergence of disparities between needs and capabilities in providing decent housing for the
community. Considering the current concept and theoretical basis of public policy synergy, there are still limited
references, so this research is directed at constructing a concept of public policy synergy which is expected to
enrich the repertoire of concepts and theories of public policy synergy. Thus, it is hoped that it can foster
discourse and dialectics in developing science, especially public policy. In line with this context, this study uses
a qualitative approach through the Grounded Theory Research method. While the data collection techniques,
carried out using in-depth interviews, literature study, observation and documentation. The results of the study
found the concept of public policy synergy which is constructed from five dimensions and twenty indicators,
namely the dimensions of perception equality, resource potential, communication patterns, attitudes of policy

33
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

actors, and organizational structure. The dimensions of the perception of equality, include; indicators of the
common perception of the objectives, content, program and implementation. Dimensions of potential resources
include; indicators of the ability of human resources, budget, facilities and technology in synergizing policies.
Dimensions of communication patterns, including; indicators of clarity, speed, accuracy of communication
patterns, forms of socialization, cooperation models, and completeness of information. Dimensions of the
attitude of policy actors, including; indicators of responsiveness, consistency, and stakeholder commitment.
Dimensions of organizational structure include; indicators of division of authority, support of all stakeholders
and clarity of policy implementation procedures.

Keywords: Synergy, Policy and Public.

PENDAHULUAN
Rumah merupakan salah satu kebutuhan paling pokok dalam kehidupan manusia. Rumah
sebagai tempat berlindung dari segala cuaca sekaligus sebagai tempat tumbuh kembang komunitas
terkecil manusia, yaitu keluarga. Kebutuhan akan rumah sejak dahulu hingga sekarang terus
meningkat, ini diakibatkan karena jumlah penduduk yang terus meningkat sementara ketersediaan
lahan tetap. Mengingat kemampuan setiap keluarga berbeda-beda dalam hal memenuhi kebutuhan
akan rumah, maka untuk itulah dibutuhkan campur tangan pemerintah sebagai penyelenggara negara
(Satibi & Henrizal, 2019).
Implikasi yang sangat mendasar dari tingginya kebutuhan akan perumahan tersebut, adalah
munculnya disparitas antara kebutuhan dengan kemampuan dalam menyediakan rumah sesuai dengan
pertumbuhan. Hal inilah yang kemudian menimbulkan adanya kekurangan rumah (backlog) bagi
masyarakat, khususnya bagi mereka yang memiliki penghasilan terbatas atau kurang mampu (MBR).
Berdasarkan data dari Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), tahun 2020
terjadinya backlog ini dinilai masih sangat tinggi, yakni mencapai 7,64 juta unit yang terdiri atas 6,48
juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) non-fixed income, 1,72 juta unit rumah
untuk MBR fixed income, dan 0,56 juta unit rumah untuk non-MBR.
Munculnya ketimpangan penyediaan perumahan di Indonesia terjadi, baik pada sisi supply
maupun demand. Tingginya permintaan kebutuhan rumah tidak sebanding dengan ketersediaan rumah,
hal ini disebabkan oleh ketersediaan lahan yang terbatas yang mengakibatkan harga tanah semakin
tinggi. Pada sisi lain, kebijakan yang masih kurang efektif, mahalnya harga bahan dan material
bangunan menjadi persoalan tersendiri. Hal ini merupakan tanggung jawab bersama, baik pemerintah
pusat, daerah, pengembang, maupun perbankan dalam upaya pemenuhan kebutuhan perumahan bagi
masyarakat di Indonesia.
Dilihat dari perspektif peran dan tanggung jawab, keberhasilan untuk mengatasi semakin
menguatnya ketimpangan dalam penyediaan perumahan tersebut, sesungguhnya sangat inheren
dengan sinergitas kebijakan yang dilakukan oleh berbagai stakeholders, baik pada level pusat maupun
daerah. Sinergitas kebijakan yang dimaksud esensinya merupakan proses kerjasama dan sinkronisasi
(penyesuaian/ serentak) serta harmonisasi (keselarasan) antara berbagai pemangku kepentingan yang
terlibat dalam kebijakan.
Hasil penelitian Kusumawati, (2015), menjelaskan bahwa “salah satu kendala dalam
menyediakan perumahan bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR)
adalah belum terbangunnya sinergitas kebijakan yang dilakukan oleh berbagai komponen yang terlibat
dalam kebijakan”. Hasil penelitian tersebut mengisyaratkan, bahwa untuk mensinergiskan kebijakan
dalam pengadaan rumah bagi masyarakat, khususnya yang berpenghasilan rendah (MBR) memang
tidaklah mudah. Dalam konteks ini, dibutuhkan adanya kesamaan persepsi, komitmen, dan dukungan
dari semua pemangku kepentingan.

34
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Kabupaten Bandung sebagai daerah dengan jumlah penduduk terbanyak di wilayah


Metropolitan Bandung Raya, diproyeksikan pada tahun 2024 membutuhkan 1.050.000 unit rumah,
sedangkan ketersediaan rumah pada tahun 2014 baru mencapai 706.651 unit. Berdasarkan analisa
kebutuhan dan penanganan perumahan kawasan permukiman, angka backlog rumah mencapai 343.349
unit. Angka backlog rumah yang tinggi merupakan indikator permasalahan awal perumahan dan
permukiman yang menjadi dasar dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan penanganannya
secara lebih teknis (Sanjaya, dkk, 2022).
Urgensi untuk melakukan sinergitas kebijakan tersebut dinilai sangat penting, mengingat
masyarakat yang berpenghasilan rendah mempunyai keterbatasan daya beli, sehingga membutuhkan
dukungan dan perlindungan melalui paket kebijakan yang jelas. Dalam konteks ini, masyarakat
diharapkan dapat memiliki akses, baik terkait dengan fasilitas bantuan maupun kemudahan dalam
pembiayaan perumahannya .
Secara yuridis, pengaturan dan kewenangan tentang perumahan rakyat dan kawasan
pemukiman telah dijustifikasi melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah
Daerah. Di dalam undang-undang tersebut dijelaskan, bahwa perumahan rakyat dan kawasan
permukiman merupakan salah satu urusan pemerintahan konkuren yang berkaitan dengan pelayanan
dasar. Selain itu, Undang-Undang ini juga telah membagi urusan pemerintahan bidang perumahan dan
kawasan permukiman yang menjadi wewenang pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota. Itulah sebabnya kemudian, dibutuhkan adanya pemetaan kebijakan yang
komprehensif terkait dengan pembangunan perumahan dan pemukiman tersebut. Dengan demikian,
diharapkan akan terbangun sinergitas kebijakan diantara semua pemangku kepentingan, baik pada
level pemerintah pusat maupun daerah. Terbangunnya sinergitas dan terpetakannya kebijakan tersebut
juga diperlukan untuk mendukung pencapaian tujuan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2020-2024.
Namun demikian, secara akademik konsep sinergitas kebijakan nampaknya masih terbatas
referensinya. Oleh karena itu, penelitian ini sengaja diproyeksikan untuk menghasilkan sebuah konsep
sinergitas kebijakan publik, yang diharapkan dapat menumbuhkan dialektika dalam khasanah
akademik, khususnya terkait dengan perkembangan konsep dan teori kebijakan publik. Selain itu,
konsep sinergitas kebijakan publik yang dihasilkan juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi para
peneliti, akademisi serta semua pihak yang tertarik dalam mengkaji konsep sinergitas kebijakan
publik.
Secara konseptual istilah konstruksi seringkali menawarkan adanya diskursus yang cukup
dinamis. Oleh karena itu, dapat dimengerti jika definisi konstruksi ini kemudian dimaknai sebagai
konsep yang cukup sulit untuk dipahami dan disepakati secara “bulat”. Dengan perkataan lain, kata
konstruksi mempunyai beragam makna, interpretasi, dan tidak dapat didefinisikan secara tunggal,
dalam arti sangat tergantung pada konteksnya. Namun, secara umum istilah konstruksi seringkali
digunakan untuk mendeskripsikan objek keseluruhan bangunan yang terdiri dari bagian-bagian
struktur (Ervianto, 2004). Misal, Konstruksi Struktur Bangunan adalah bentuk/bangun secara
keseluruhan dari struktur bangunan. contoh lain: Konstruksi Jalan Raya, Konstruksi Jembatan,
Konstruksi Kapal, dan lain-lain.
Konteks penelitian ini, istilah konstruksi tentu bukan diartikan sebagai struktur bangunan,
tetapi diterjemahkan sebagai langkah atau proses untuk mendesain suatu konsep berdasarkan hasil
kajian yang sistematis dan komprehensif. Sedangkan istilah “konsep” sendiri dimaknai sebagai
abstraksi dari suatu gambaran ide, atau menurut Kant yang dikutip oleh Harifudin Cawidu (1999)
diartikan sebagai gambaran yang bersifat umum atau abstrak tentang sesuatu. Sedangkan fungsi dari

35
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

konsep sangat beragam, akan tetapi pada umumnya konsep memiliki fungsi yaitu mempermudah
seseorang dalam memahami suatu hal. Sejalan dengan pemikiran tersebut, Woodruff (1997),
mendefinisikan konsep sebagai berikut:
1. Suatu gagasan/ide yang relatif sempurna dan bermakna,
2. Suatu pengertian tentang suatu objek,
3. Produk subjektif yang berasal dari cara seseorang membuat pengertian terhadap objek-objek atau
benda-benda melalui pengalamannya (setelah melakukan persepsi terhadap objek/benda).
Mengacu pada berbagai pandangan di atas, maka secara definitif penulis dapat
menterjemahkan konstruksi konsep sebagai proses untuk mendesain suatu ide atau gagasan tentang
sesuatu yang didasarkan pada suatu kajian atau penelitian yang sistematis dan komprehensif.
Kemudian terkait dengan pengertian sinergitas, Deardorff & Williams (2006) menterjemahkan
sinergitas sebagai “proses memadukan beberapa aktivitas dalam rangka mencapai suatu hasil yang
berlipat”. Pengertian tersebut mengisyaratkan bahwa sinergitas sesungguhnya merupakan ikhtiar untuk
memadukan berbagai aktivitas, sehingga mampu menghasilkan out put yang maksimal. Itu sebabnya
dalam konteks pelaksanaan suatu kebijakan, istilah sinergitas ini menjadi hal yang sangat penting
untuk diperhatikan dan tidak boleh diabaikan oleh para pemangku kepentingan yang terlibat dalam
kebijakan tersebut. Bersinergi berarti saling menghargai perbedaan ide, gagasan atau pandangan dan
bersedia untuk saling berbagi. (Rabbani, 2021).
Itu sebabnya kemudian, Najianti dalam Rahmawati et al. (2014) menterjemahkan sinergitas
sebagai “kombinasi atau paduan unsur/bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik dan lebih
besar ketika dibangun secara baik bersama stakeholders yang ada didalamnya”. Hal senada
dikemukakan oleh Silalahi (2011) yang menegaskan bahwa sinergi juga membutuhkan koordinasi
untuk menyesuaikan kegiatan, baik yang dilakukan individu-individu maupun unit-unit dalam suatu
kelompok untuk mencapai ke arah yang sama. Oleh karena itu, sinergitas esensinya merupakan sebuah
upaya untuk membangun dan memastikan adanya hubungan kerjasama yang produktif serta
kemitraan yang harmonis diantara berbagai pemangku kepentingan, untuk menghasilkan pelaksanaan
kebijakan publik yang bermanfaat dan berkualitas.
Kemudian dalam konteks kebijakan publik, sinergitas ditujukan untuk mempengaruhi
perilaku berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan, baik secara individu,
kelompok maupun organisasi agar mereka memiliki kesamaan persepsi dan tindakan dalam
mewujudkan kebijakan yang telah ditetapkan. Selain itu, sinergitas dalam pelaksanaan kebijakan juga
diharapkan dapat memperkuat komitmen dan saling melengkapi adanya perbedaan diantara berbagai
pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan.
Kebijakan publik, sebagaimana dikemukakan oleh Woll yang dikutip oleh Tangkilisan
(2003:2) dijelaskan bahwa kebijakan publik adalah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan
masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat. Sedangkan Fredrich dalam Agustino (2017: 166) menterjemahkan kebijakan
sebagai serangkaian tindakan atau kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan
kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar
berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.
Mengingat literasi tentang konsep sinergitas kebijakan publik secara utuh masih sangat
terbatas, maka berdasarkan pemahaman dan kontemplasi akademik, penulis kemudian dapat mencoba
menterjemahkan sinergitas kebijakan publik sebagai “proses kerjasama dan sinkronisasi
(penyesuaian/ serentak) serta harmonisasi (keselarasan) antara berbagai pemangku kepentingan

36
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

yang terlibat dalam kebijakan, sehingga menghasilkan dampak kebijakan yang lebih bermanfaat dan
berkualitas”.
Sesuai dengan topik penelitian yang akan dikaji, maka konstruksi konsep sinergitas kebijakan
publik dalam konteks pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR),
dimaknai sebagai “proses atau langkah untuk mendesain ide atau gagasan yang terkait dengan upaya
pemerintah untuk mensinkronkan dan menyelaraskan berbagai pemangku kepentingan, dalam rangka
memecahkan permasalahan yang dihadapi, khususnya terkait dengan kebijakan pengadaan rumah
bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR)”.

METODE
Sesuai dengan konteks topik di atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif,
sedangkan metode penelitian yang digunakan adalah Grounded Theory Research. Penggunaan metode
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa metode ini lebih mendasarkan diri kepada fakta dan
menggunakan analisis perbandingan bertujuan untuk mengadakan generalisasi empiris, menetapkan
konsep-konsep, membuktikan teori dan mengembangkan teori dimana pengumpulan data dan analisis
data berjalan bersamaan (Strauss & Corbin, 2009). Sedangkan Pengumpulan data dilakukan dengan
dept interview, observasi dan dokumentasi. Adapun wawancara dilakukan dengan berbagai pemangku
kepentingan dalam kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, antara
lain dengan perwakilan dari Disperkimtan, DPMPTSP, BPN Kabupaten Bandung, Dishub, dan
stakeholders seperti asosiasi yang bergerak dalam perumahan antara lain Asosiasi Pengembang
Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), LSM dan media massa.

PEMBAHASAN
Sesuai dengan metode, pendekatan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka out put
penelitian ini diarahkan untuk menghasilkan suatu konsep yang dikonstruksi melalui proses penelitian
yang sistematik dan komprehensif. Hasil penelitian ini akan mengungkap lima hal yang cukup
substantif, yakni; pertama, menghasilkan definisi/ konsep sinergitas kebijakan public, kedua,
menemukan lima dimensi sinergitas kebijakan publik, dan ketiga menemukan dua puluh indikator dari
masing-masing dimensi sinergitas kebijakan public, dalam konteks pengadaan rumah bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah (MBR), Keempat terdeteksinya berbagai kendala yang dihadapi dalam
pengadaan rumah bagi MBR dan kelima, strategi yang dilakukan untuk mensinergiskan kebijakan
pengadaan rumah bagi MBR.

Definisi/ Konsep Sinergitas Kebijakan


Sesuai dengan temuan penelitian, maka secara definitive dihasilkan konsep bahwa sinergitas
kebijakan publik dalam konteks pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah
(MBR), dimaknai sebagai “Proses kerjasama dan sinkronisasi (penyesuaian) serta harmonisasi
(keselarasan) diantara berbagai pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan, baik pada
level pemerintah pusat maupun daerah dan stakeholders lainnya, dalam rangka memecahkan
berbagai permasalahan yang dihadapi, sehingga menghasilkan dampak kebijakan yang bermanfaat
bagi kepentingan masyarakat (Hasil Penelitian, 2021). Definisi ini hadir sebagai hasil kontemplasi
akademik atas fenomena dan berbagai permasalahan yang dihadapi pada saat menangani kebijakan
pengadaan perumahan bagi masyarakat yang berpengasilan rendah (MBR). Dalam konteks ini,
peneliti menemukan belum efektifnya implementasi kebijakan yang melibatkan berbagai pemangku
kepentingan dalam pengadaan perumahan bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR), baik

37
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

pada level pemerintah pusat, daerah maupun stakeholders lainnya. Hasil temuan inilah yang
kemudian, mengilhami tentang pentingnya kerjasama, sinkronisasi dan harmonisasi diantara semua
pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan tersebut.

Dimensi dan Indikator Sinergitas Kebijakan Publik


Selain definisi, hasil penelitian ini juga menemukan lima dimensi serta dua puluh indikator
sinergitas kebijakan public dalam konteks pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan
rendah (MBR). Kelima dimensi tersebut, secara akademik dapat menjadi parameter untuk mengukur
keberhasilan sinergitas kebijakan publik, khususnya dalam konteks pengadaan rumah bagi masyarakat
yang berpenghasilan rendah (MBR). Adapun kelima dimensi yang dimaksud, antara lain dimensi
persamaan persepsi, potensi sumber daya, pola komunikasi, sikap pelaku kebijakan, dan dimensi
struktur organisasi. Secara visual, konstruksi konsep sinergitas kebijakan berserta dimensi dan
indikatornya dapat dilukiskan pada gambar di bawah ini:
 TUJUAN KEBIJAKAN
 ISI KEBIJAKAN
 PROGRAM KEBIJAKAN
 PELAKSANAAN KEBIJAKAN

PERSAMAAN
PERSEPSI
S
I  SUMBER DAYA MANUSIA
 PEMBAGIAN WEWENANG STRUKTUR N POTENSI  ANGGARAN
 DUKUNGAN E  FASILITAS
 KEJELASAN PROSEDUR
ORGANISASI R
SUMBER DAYA
 TEKNOLOGI
G
I
T
A
S  KEJELASAN POLA KOMUNIKASI
 KECEPATAN POLA KOMUNIKASI
 RESPONSIVITAS SIKAP PELAKU POLA  KETEPATAN POLA KOMUNIKASI
 KONSISTENSI
KEBIJAKAN KOMUNIKASI  BENTUK SOSIALISASI
 KOMITMEN
 MODEL KERJASAMA
 KELENGKAPAN INFORMASI

PEMERINTAH PUSAT
PEMERINTAH DAERAH
STAKEHOLDERS

Gambar 1: Konstruksi Konsep Sinergitas Kebijakan

Dimensi Persamaan Persepsi


Menurut Suharman (2005: 23) persepsi diartikan sebagai “suatu proses menginterpretasikan
atau menafsir informasi yang diperoleh melalui system alat indera manusia”. Mengacu pada
pengertian tersebut, persamaan persepsi dapat diartikan sebagai adanya persamaan dalam
menginterpretasi atau menafsirkan sesuatu yang didasarkan pada kemampuan panca indra yang
dimiliki oleh seseorang. Dalam konteks penelitian ini, persamaan persepsi dimaknai sebagai kesamaan
dalam menginterpretasikan dan menafsirkan esensi kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah (MBR), sehingga terbangun adanya sinergitas diantara semua pemangku
kepentingan yang terlibat dalam kebijakan tersebut, baik pada level pemerintah pusat maupun daerah.

38
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Secara empirik, ditemukan pula bahwa dimensi persamaan persepsi meliputi empat indikator,
yakni indikator persamaan persepsi tentang tujuan kebijakan, isi kebijakan, program kebijakan, dan
indikator persamaan persepsi tentang pelaksanaan kebijakan. Persamaan persepsi tentang tujuan
kebijakan, dimaksudkan agar semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan pengadaan
rumah bagi MBR, memiliki kesamaan pandang tentang arah kebijakan yang akan dicapai. Adapun
para pemangku kepentingan yang dimaksud antara lain; pada level pemerintah pusat antara lain
melibatkan Kementrian PUPR, Kementrian Dalam Negeri, dan BPN. Sedangkan pada level
pemerintah daerah, antara lain melibatkan Disperkimtan, DPMPTSP, BPN Kabupaten Bandung,
Dishub, dan stakeholders seperti asosiasi yang bergerak dalam perumahan seperti Asosiasi
Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI), LSM dan media massa.
Hasil penelitian Sanjaya dkk (2022) menguatkan argumentasi bahwa untuk
membangun kesamaan persepsi diantara se mua pemangku kepentingan dilakukan melalui
Dinas Perumahan, Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kabupaten Bandung. Dalam konteks
tersebut, Disperkimtan membentuk Pokja PKP yang mengurusi penyediaan perumahan bagi MBR. Pokja
tersebut terdiri dari unsur praktisi, pemda, perbankan dan pengembang perumahan swasta. Fungsi
Pokja di tingkat kabupaten yaitu melakukan koordinasi program, advokasi SKPD dan stakeholders
kabupaten/kota, serta melakukan advisori yaitu memberi input strategis dalam perencanaan dan
penganggaran kabupaten. Selain dari pihak pemerintah daerah, pihak swasta juga turut terlibat dalam
pembangunan perumahan bagi MBR di Kabupaten Bandung. Salah satunya yaitu Asosiasi Pengembang
Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI). Dari pihak masyarakat sipil, diwakilkan
oleh LSM Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia (AKPPI). Keterlibatan media
massa juga penting dalam sebuah jejaring kebijakan, media massa yang ikut terlibat di Kabupaten
Bandung salah satunya adalah Galamedia.
Pada sisi lain, ditemukan hasil bahwa persamaan persepsi tentang isi kebijakan
mengisyaratkan pentingnya kesamaan pandang tentang isi kebijakan yang mengatur pengadaan rumah
bagi MBR, baik dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, maupun
peraturan lainnya. Hal ini dinilai sangat penting untuk diperhatikan, agar terjadi keselarasan
(harmonisasi) diantara berbagai aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, baik pada level
pemerintah pusat maupun daerah.
Persamaan persepsi tentang program kebijakan, dimaksudkan untuk menggambarkan
terbangunnya kesamaan pandang, dari berbagai pemangku kepentingan mengenai program kebijakan
pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Program kebijakan yang
dimaksud, antara lain; program pembangunan 1 juta rumah, program pembangunan rumah susun,
program rumah khusus, bantuan rumah swadaya, dan program bantuan prasarana, sarana dan utilitas
umum (PSU) yang merupakan kelengkapan fisik untuk mendukung terwujudnya perumahan yang
sehat, aman dan terjangkau.
Persamaan persepsi tentang pelaksanaan kebijakan mengandung makna bahwa dalam
konteks pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR, diharapkan terbangun kerjasama dan
harmonisasi diantara semua pemangku kepentingan dalam menterjemahkan kebijakan tersebut, baik
yang bersifat teknis maupun administrative. Misalnya, dalam hal penentuan analisis dampak
lingkungan, sertifikat, perijinan dan sebagainya.

39
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Dimensi Potensi Sumber Daya


Secara konseptual, sumber daya yang dimaksud adalah suatu nilai potensi yang dimiliki oleh
organisasi (baca: instansi) dalam menjalankan peran dan fungsinya. Potensi sumber daya yang
dibutuhkan dalam konteks pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah yang berpenghasilan rendah
(MBR) ada yang bersifat fisik dan non-fisik (intangible).
Secara empiris penelitian ini menemukan adanya empat sumber daya yang sekaligus menjadi
indikator dimensi ini, antara lain; sumber daya manusia (apparat), anggaran, fasilitas, dan indikator
teknologi. Indikator sumber daya manusia yang dimaksud, yakni; adanya kemampuan sumber daya
manusia dalam mensinergiskan pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR. Dalam konteks
ini, semua pemangku kepentingan (instansi) harus mampu memetakan kemampuan sumber daya
manusianya dalam memahami tujuan, isi dan program kebijakan yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, diharapkan dapat mensinergiskan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR secara optimal.
Indikator yang kedua, adalah tersedianya sumber daya anggaran. Tidak dipungkiri bahwa
untuk mensinergiskan pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan
rendah MBR), dibutuhkan ketersediaan anggaran yang memadai sesuai dengan kebutuhan. Pada posisi
ini, semua pemangku kepentingan, baik yang ada dipusat maupun di daerah dituntut untuk senantiasa
mampu memfasilitasi adanya ketersediaan anggaran ini dalam rangka mendukung keberhasilan
pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR.
Kemampuan sumber daya fasilitas merupakan indikator ketiga, yang juga menopang dimensi
potensi sumber daya. Dalam konteks ini, semua pemangku kepentingan diharapkan dapat
menyediakan berbagai fasilitas, baik yang bersifat fisik, teknis maupun administratif dalam
mendukung sinergitas pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR. Berbagai fasilitas yang
dimaksud, antara lain seperti ; gedung, kendaraan, dan lain-lain.
Indikator yang keempat adalah kemampuan teknologi. Memasuki era-disruption saat ini,
ketersediaan teknologi terutama teknologi informasi yang adaptif merupakan suatu keharusan yang
tidak bisa dihindari. Terlebih pada masa pandemik saat ini, dukungan teknologi yang berbasis IT
nampaknya menjadi sebuah “kewajiban” dalam rangka mendukung sinergitas kebijakan pengadaan
rumah bagi MBR. Misalnya untuk memfasilitasi rapat atau pertemuan yang melibatkan semua
pemangku kepentingan dalam kebijakan, dan dikhawatirkan dapat menimbulkan kerumunan, bisa
difasilitasi melalui zoom meeting, teleconference (telecommunication network) dan sebagainya.

Dimensi Pola Komunikasi


Esensi komunikasi sesungguhnya merupakan suatu proses penyampaian informasi, ide atau
gagasan, emosi, keahlian dan sebagainya, yang dimanifestasikan melalui penggunaaan symbol seperti
kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lain-lain. Dalam konteks penelitian ini, pola komunikasi
sangat dibutuhkan dalam mendukung sinergitas kebijakan pengadaan rumah bagi MBR. Secara
empirik ditemukan bahwa dimensi pola komunikasi meliputi enam indicator, yakni; indikator
kejelasan pola komunikasi, kecepatan pola komunikasi, ketepatan pola komunikasi, bentuk sosialisasi,
model kerjasama, dan indikator kelengkapan informasi.
Indikator kejelasan pola komunikasi secara empirik sangat penting dalam mendukung
sinergitas kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Kejelasan pola
komunikasi yang dibangun oleh semua pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan, dinilai
dapat mencegah terjadinya miskomunikasi dan menghindari terjadinya multitafsir dalam
menterjemahkan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR.

40
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Selain kejelasan, kecepatan pola komunikasi juga sangat dibutuhkan dalam mendukung
sinergitas kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Secara
empirik, kecepatan pola komunikasi yang dibangun, dapat mempermudah semua pemangku
kepentingan dalam mendapatkan data dan informasi yang aktual terkait dengan kebijakan pengadaan
rumah bagi MBR.
Indikator ketiga yang juga dinilai sangat penting adalah ketepatan pola komunikasi. Hasil
penelitian telah mengungkap bahwa ketepatan pola komunikasi dapat memberi kemudahan dalam
memahami pesan kebijakan yang disampaikan pemberi dan penerima, sehingga esensi kebijakan dapat
diterima secara lebih jelas, dan lengkap. Dengan demikian, para pemangku kepentingan dalam
kebijakan pengadaan rumah bagi MBR dapat saling memberikan umpan balik (feed back) sesuai
dengan esensi kebijakan yang telah ditetapkan.
Hasil penelitian juga menemukan indikator bentuk sosialisasi kebijakan dalam
mensinergiskan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR. Pada posisi ini, dibutuhkan adanya
kesepakatan dari semua pemangku kepentingan untuk mensosialisasikan kebijakan pengadaan rumah
bagi MBR. Sosialisasi kebijakan yang dimaksud, misalnya terkait dengan sosialisasi tentang
pendataan rumah, data minat masyarakat, persyaratan, sosialisasi bank penjamin, dan sebagainya.
Selain sosialisasi kebijakan, indikator model kerjasama juga menjadi bagian penting dari
dimensi pola komunikasi. Dalam konteks ini, model kerjasama yang dibangun oleh para pemangku
kepentingan secara empirik telah membantu dalam mendukung sinergitas kebijakan pengadaan rumah
bagi MBR. Model kerjasama yang telah dibangun dalam mensinergiskan kebijakan tersebut, misalnya;
kerjasama dalam menentukan pola pembiayaan perumahan, kerjasama dalam pengadaan tanah,
fasilitas pendukung dan lain-lain.
Indikator terakhir, dari dimensi pola komunikasi adalah kelengkapan informasi. Kelengkapan
informasi yang dimaksud, terutama berkaitan dengan serangkaian paket kebijakan yang mengatur
tentang pengadaan rumah bagi MBR seperti UU, PP, Kepres, Permen, Perda dan Perkada. Terkait
dengan hal tersebut, semua pemangku kepentingan dalam kebijakan, jelas sangat membutuhkan
adanya informasi yang lengkap terkait dengan berbagai aturan tersebut. Hal ini dinilai sangat penting,
agar semua pemangku kepentingan memiliki pengetahuan dan informasi yang relative sama dalam
memahami esensi kebijakan tersebut.

Dimensi Sikap Pelaku Aktor Kebijakan


Keberhasilan kebijakan publik, salah satunya ditentukan oleh sikap pelaku kebijakan atau
aktor kebijakan sebagaimana dilukiskan oleh Nigro, F.A., dan Nigro, L.G. (1983). Itu sebabnya
kemudian pengambilan kebijakan sangat dipengaruhi oleh bukan hanya tatanan kelembagaan yang
mungkin berubah sesuai konteksnya, tetapi juga oleh berbagai nilai, dan perilaku aktor kebijakan.
Dalam konteks penelitian ini ditemukan adanya tiga indikator, yang mencerminkan sikap pelaku aktor
kebijakan pada saat mensinergiskan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR, yakni indicator
responsivitas, konsistensi dan komitmen pemangku kepentingan.
Hasil penelitian terungkap bahwa responsivitas pemangku kepentingan dalam mensinergikan
kebijakan pengadaan rumah bagi MBR, tercermin dari kecepatan para pemangku kepentingan dalam
menanggapi setiap respon pihak lain, sesuai dengan tugas, peran dan tanggung jawab yang diberikan
kepada yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, responsivitas para pelaku kebijakan dapat
dicermati dari; pertama, adanya kesadaran dari para pelaku kebijakan akan tugas yang harus dilakukan
dengan penuh kesungguhan. kedua, kepekaan yang tajam dari para pelaku kebijakan dalam

41
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

menghadapi berbagai hal yang dihadapinya dan ketiga kepahaman para pelaku kebijakan tentang
esensi tanggungjawab yang harus dipikul.
Indikator kedua, adalah sikap konsisten dari pemangku kepentingan. Hasil penelitian
menemukan, bahwa sikap konsisten ini esensinya merupakan sikap dari para pemangku kepentingan,
yang tercermin dari kemantapan mereka dalam mensinergiskan kebijakan pengadaan rumah bagi
masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Lemahnya konsistensi para pemangku kepentingan,
secara empiris dapat menyebabkan tidak suksesnya (unsuccessful), bahkan gagalnya kebijakan (non-
implementation) pengadaan rumah bagi MBR.
Komitmen pemangku kepentingan dalam mensinergiskan kebijakan, merupakan indikator
yang ketiga dari dimensi sikap pelaku aktor kebijakan. Secara konseptual, komitmen dimaknai
sebagai kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas
dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan
organisasi yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan,
2009). Hasil penelitian telah mengungkap, bahwa komitmen para pemangku kepentingan dinilai
sangat penting dalam mensinergiskan kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang
berpenghasilan rendah (MBR).

Dimensi Struktur Organisasi


Struktur organisasi sebagaimana dilukiskan oleh Robbins & Judge (2015) menunjukkan
bagaimana tugas pekerjaan secara formal dibagi, dikelompokkan dan dikoordinasikan secara formal.
Sejalan dengan esensi dan makna struktur organisasi tersebut serta temuan hasil penelitian, maka
dalam konteks penelitian ini ditemukan adanya tiga indikator, yakni; indikator pembagian wewenang,
dukungan pemangku kepentingan, dan kejelasan prosedur.
Sebuah organisasi, pembagian wewenang merupakan suatu keharusan agar tujuan organisasi
dapat dicapai secara efektif (Etzioni, 1985). Konsep tersebut mengilhami pemikiran, bahwa melalui
pembagian wewenang yang proporsional setiap pekerjaan yang dilakukan akan menjadi lebih ringan
dan mudah. Dalam konteks penelitian ini, ditemukan fakta bahwa pembagian wewenang yang jelas
diantara semua pemangku kepentingan, baik pada level pemerintah pusat maupun daerah secara
empiris telah mendukung sinergitas kebijakan pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan
rendah (MBR).
Hasil penelitian ini juga mengungkap bahwa dukungan semua pemangku kepentingan dalam
konteks pelaksanaan kebijakan pengadaan rumah bagi MBR secara empirik telah menjadi salah satu
faktor yang menentukan keberhasilan sasaran kebijakan (policy output). Dukungan yang dimaksud
dapat dimanifestasikan dalam bentuk dukungan anggaran, perijinan, pengadaan tanah, dan lain-lain.
Kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan, juga menjadi indikator yang mengkonstruksi
dimensi struktur organisasi. Secara konseptual, SOP (standard operating procedure) dimaknai
sebagai suatu dokumen yang berkaitan dengan prosedur yang akan dijalankan secara kronologis untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan demi mendapatkan hasil kerja yang efektif dan efisien (Laksmi, 2008).
Dalam konteks penelitian ini, kejelasan prosedur untuk menterjemahkan kebijakan pengadaan rumah
bagi MBR merupakan suatu keharusan dalam rangka memudahkan mekanisme dan alur kerja yang
akan dilaksanakan. Melalui kejelasan prosedur tersebut, juga dapat diketahui siapa yang berwenang,
bertugas, dan bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan yang telah disepakati.

42
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Kendala dalam Pengadaan Rumah Bagi MBR


Secara empiris, ditemukan adanya beberapa kendala yang dihadapi dalam pengadaan rumah
untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR). Kendala yang dimaksud lebih banyak terkait
dengan penyediaan lahan atau tanah. Penyediaan tanah untuk perumahan rakyat, khususnya bagi
mereka yang berpenghasilan rendah, hingga saat ini memang dirasakan masih sangat sulit dan mahal.
Oleh karena itu, pemerintah masih menggunakan pola dan mekanisme yang melibatkan pihak
pengembang atau pengusaha bisnis properti. Implikasinya biaya yang harus dikeluarkan relative
tinggi, karena menyangkut pembebasan lahan dan rumitnya masalah perijinan.
Penelitian ini juga menemukan bahwa rendahnya pendapatan golongan masyarakat
berpenghasilan rendah juga menjadi salah satu kendala yang cukup serius karena menyangkut daya
beli, sementara harga rumah yang ditawarkan cenderung kurang mampu mengadaptasi tingkat daya
beli masyarakat, mengingat harga yang ditawarkan tersebut relative mahal. Harga rumah yang relative
tinggi tersebut, mengakibatkan lemahnya kemampuan masyarakat untuk memiliki rumah. Munculnya
permasalahan tersebut, sesungguhnya terkait dengan pola kebijakan yang belum efektif, seperti belum
mantapnya sistem pembiayaan perumahan, terbatasnya lahan murah untuk pembangunan perumahan,
kurangnya dukungan pemerintah daerah dalam pembangunan rumah sederhana, rendahnya efisiensi
dalam pembangunan perumahan, tingginya nilai investasi dan kurang optimalnya pemeliharaan bagi
pembangunan rumah susun.
Konteks sinergitas kebijakan, penelitian ini menemukan beberapa kendala yang cukup
menggagu terhadap pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah, antara lain;
1. Belum terlembaganya sistem penyelenggaraan perumahan dan pemukiman secara terpadu,
seperti:
a. Sistem penyelenggaraan perumahan/pemukiman belum mantap di seluruh tingkat
pemerintahan.
b. Belum mantapnya pelayanan dan akses terhadap hak atas tanah.
c. Belum efisiennya pasar perumahan, seperti ditunjukkan melalui kondisi dan proses perizinan
pembangunan perumahan dan sertifikasi hak atas tanah masih memprihatinkan.
2. Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau, seperti :
a. Tingginya kebutuhan perumahan yang layak dan terjangkau masih belum dapat diimbangi
karena terbatasnya kemampuan penyediaan.
b. Ketidakmampuan masyarakat dalam mengakses perumahan layak, yang diakibatkan terbatasnya
akses terhadap sumber daya kunci termasuk informasi,

Strategi Untuk Mensinergiskan Kebijakan Pengadaan Rumah Bagi MBR


Adapun strategi kebijakan yang dilakukan untuk mengantisipasi dan mengatasi kendala yang
dihadapi dalam pembangunan perumahan, khususnya bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah di
Kabupaten Bandung, antara lain:
1. KPR-FLPP Rumah Umum
a. Memperluas kerjasama dengan Lembaga Jasa Keuangan dan instansi terkait untuk
meningkatkan penerbitan KPR Rumah Umum;
b. Memperluas skema pembiayaan (sisi demand dan supply);
c. Mengembangkan skema bantuan uang muka untuk kelompok MBR tertentu;
d. Mendorong pembentukan lembaga Multifinance khusus KPR program;
e. Menyusun segmentasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan bagi MBR;
f. Meningkatkan Sosialisasi kepada Pemda dan Badan Usaha (Pengembang).

43
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

2. KPR-FLPP Rumah Swadaya


a. Mengembangkan skema bantuan pembiayaan perumahan untuk MBR sektor informal;
a. Mengembangkan kelembagaan yang mendukung bantuan pembiayaan perumahan untuk MBR
sektor informal;
b. Mengembangkan skema penjaminan KPR-FLPP Rumah Swadaya;
c. Memfasilitasi linkage program antara LKB dan LKBB;
d. Memfasilitasi pemberdayaan lembaga keuangan;
e. Melakukan ujicoba skim KPR Rumah Swadaya;
f. Mendorong pembentukan lembaga Multifinance khusus KPR program;
g. Menyusun segmentasi kebijakan bantuan pembiayaan perumahan bagi MBR;
h. Melakukan sosialisasi kepada Pemda dan Lembaga Jasa Keuangan;
3. Peningkatan peran Bank BTN yang lebih besar
a. Memfasilitasi penerbitan peraturan yang dapat mendorong Bank BTN menjadi Bank yang
fokus dalam pembiayaan perumahan;
b. Mendorong penempatan dana Taperum PNS, dana TWP TNI/POLRI di Bank BTN;
c. Mendorong penempatan dana Haji, Dana Pensiun, Dana Asuransi, dan Dana BPJS di Bank
BTN;
4. Peningkatan peran lembaga sekunder
a. Melakukan kerjasama dengan PT. SMF dalam rangka peningkatan kapasitas stakeholders
pembiayaan perumahan;
b. Mendorong revisi Perpres. No. 1 tahun 2008 juncto 19/2005;
5. Penyiapan insfrastruktur operasionalisasi Tapera atau integrasi tabungan perumahan rakyat ke
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional
a. Mendorong/memfasilitasi pembentukan Badan Pengelola Tapera atau mendorong amandemen
UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS;
b. Mendorong/memfasilitasi penerbitan peraturan turunan UU Tapera atau peraturan hasil
amandemen UU Sistem Jaminan Sosial Nasional dan UU BPJS;
c. Mengembangkan pemanfaatan dana Tapera untuk memfasilitasi MBR sektor informal,
penyediaan uang muka, dan penyediaan lahan;
d. Menciptakan link antara Tapera dengan industrialisasi perumahan;
6. Penempatan dana jangka panjang (Dana Haji, Dana Asuransi, Dana Pensiun, Dana BPJS, Dana
Taperum-PNS, dan Dana TWP TNI/POLRI) pada instrument keuangan yang mendukung
pembiayaan perumahan
a. Memfasilitasi penerbitan peraturan yang dapat mendorong penempatan dana Haji, Dana
Pensiun, Dana Asuransi, dan Dana BPJS dalam instrumen keuangan yang mendukung
pembiayaan perumahan;
b. Mendorong penempatan danaTaperum-PNS, dan Dana TWP TNI/POLRI di Bank BTN.
7. Mendorong peran serta Pemda dalam pembiayaan perumahan (Obligasi Daerah dan BLUD
pembiayaan perumahan):
a. Menjalin kerjasama dengan beberapa Kota Metropolitan dan Kota Besar dalam rangka
penyiapan penerbitan obligasi daerah dan penerapan BLUD pembiayaan perumahan;
b. Memfasilitasi Pemda dalam identifikasi proyek perumahan yang feasible dibiayai melalui
obligasi daerah.
c. Memfasilitasi penyiapan penerapan BLUD pembiayaan perumahan khususnya di kota/
kabupaten yang mempunyai kapasitas fiskal yang memadai.

44
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

d. Memfasilitasi beberapa kota untuk menerapkan sistem pembiayaan swadaya mikro


perumahan.

KESIMPULAN
Sesuai dengan tujuan, pendekatan dan metode yang digunakan, maka penelitian ini telah
menemukan beberapa hal yang cukup substantive, antara lain; untuk mensinergiskan kebijakan
pengadaan rumah bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah (MBR), dibutuhkan adanya suatu
konsep dan parameter yang jelas, sehingga dapat dijadikan pedoman atau rujukan bagi semua
pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan tersebut.
Penelitian ini juga telah melahirkan konsep, bahwa sinergitas kebijakan diterjemahkan sebagai
proses kerjasama dan sinkronisasi (penyesuaian) serta harmonisasi (keselarasan) diantara berbagai
pemangku kepentingan yang terlibat dalam kebijakan, baik pada level pemerintah pusat maupun
daerah dan stakeholders lainnya, sehingga menghasilkan dampak kebijakan yang bermanfaat bagi
kepentingan masyarakat (public).
Konsep sinergitas kebijakan sebagaimana dilukiskan di atas, terkonstruksi dari lima dimensi
dan dua puluh indikator, yakni dimensi persamaan persepsi, potensi sumber daya, pola komunikasi,
sikap pelaku kebijakan, dan struktur organisasi. Dimensi persamaan persepsi, meliputi; indikator
persamaan persepsi tentang tujuan, isi, program dan pelaksanaan. Dimensi potensi sumber daya
meliputi; indikator kemampuan sumber daya manusia, anggaran, fasilitas dan teknologi dalam
mensinergiskan kebijakan. Dimensi pola komunikasi, meliputi; indikator kejelasan, kecepatan,
ketepatan pola komunikasi, bentuk sosialisasi, model kerjasama, dan kelengkapan informasi. Dimensi
sikap pelaku kebijakan, meliputi; indikator responsivitas, konsistensi, dan komitmen pemangku
kepentingan. Dimensi struktur organisasi meliputi; indicator pembagian wewenang, dukungan semua
pemangku kepentingan dan kejelasan prosedur pelaksanaan kebijakan.
Mengingat luaran penelitian telah menghasilkan sebuah konsep sinergitas kebijakan public,
maka penulis merekomendasikan agar para mahasiswa, peneliti, dan akademisi serta pihak lainnya
untuk menguji kembali konsep yang telah temukan, melalui serangkaian penelitian dalam berbagai
perspektif. Hal ini dinilai sangat penting, karena secara akademik konsep yang ditemukan tersebut,
tentu masih membutuhkan adanya kajian dan pengujian yang lebih inten, sestematis dan
komprehensif. Dengan demikian, diharapkan dapat menumbuhkan diskursus dan dialektika dalam
mengembangkan khasanah keilmuan, khususnya ilmu kebijakan public (public policy).

DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo. 2017. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung : Alfabeta
Amitai, Etzioni, 1985, Organisasi-Organisasi Modern, Jakarta: UI Press
Anselm Strauss, Juliet Corbin. 2009. Dasar-dasar Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Cawidu, Harifuddin, 1999, Konsep Kufr dalam al-Qur’ān, Jakarta : Bulan Bintang,
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2005, hlm.
590.
Deardorff, D.S., & Williams, G. (2006). Synergy Leadership in Quantum
Organizations. Fesserdorff Consultants.
Dora Kusumastuti, Kajian Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Pemberian Subsidi di Sektor
Perumahan, Jurnal Yustisia, Vol.4 No. 3 September, 2015
Ervianto, Wulfram I, 2004, Manajemen Proyek Konstruksi. Yogyakarta. Andi Yogyakarta

45
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Hesel Nogi S.Tangkilisan, 2003. Implementasi Kebijakan Publik: Transformasi


Pemikiran, Yogyakarta:Y.A.P
Laksmi. (2008). Standar Operasional Prosedur. Diakses pada 29 Oktober 2018, dari
http://www.kajianpustaka.com/2016/10/pengertian-tujuan-fungsi-dan-manfaat -sop.html
Iwan Satibi, Erick M. Henrizal, Models Of Central And Regional Government Policy In The
Procurement Of Housing for low income communities in Indonesia, International Journal of
Humanities and Social Sciences (IJHSS), Vol 8 No 5, September 2019
M. Jodi Sanjaya, Budiman Rusli, Ida Widianingsih, 2022, Jejaring Kebijakan dalam Pembangunan
Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di Kabupaten Bandung, Jurnal
Administrasi Negara, Vol. 13 No 2 Halaman 210-2016
Nigro, Felix A. and Nigro, Lloyd G. 1983. Modern Public Administration. California: Harper and
Row
Robbin & Judge. 2015. Perilaku Organisasi Edisi 16. Jakarta. Salemba Empat
Ulber Silalahi. 2011. Asas-Asas Manajemen. Bandung. Refika Aditama
Rahmawati, Triana. 2014. Sinergitas Stakeholders Dalam Inovasi Daerah (Studi Pada Program
Seminggu Di Kota Probolinggo (Semipro). Jurnal Administrasi Publik. Universitas Brawijaya
dengan Vol 2, No 4 (641 -647 ).
Suharman. 2005. Psikologi Kognitif. Surabaya: Srikandi
Soekidjan. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Woodruff, Robert B. (1997). Customer Value : The Next Source for Competitive
Advantage, Journal of the Academy of Marketing Science, Vol. 25, No. 2, 139 – 153.

46
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PROBLEMATIKA DAN TANTANGAN KEBIJAKAN


PENYEDERHANAAN BIROKRASI DI INDONESIA

Sait Abdullah

Politeknik STIA LA, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia


sait@Poltek.stialanbandung.ac.id

ABSTRAK
Kebijakan pemerintah Jokowi untuk menyederhanakan birokrasi khususnya jabatan struktural eselon III dan IV
guna mempercepat proses pengambilan keputusan serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas birokrasi dan
pelayanan publik kepada masyarakat perlu diacungi jempol. Urgensi kebijakan penyederhanaan birokrasi ini
dilakukan karena jabatan struktural pada birokrasi di Indonesia terlalu banyak sehingga birokrasi menjadi
gemuk. Oleh karena itu dengan lahirnya kebijakan ini diharapkan agar birokrasi lebih ramping, gesit dan adaptif
dalam menghadapi perkembangan informasi dan teknologi. Namun, di tengah terobosan baru ini, birokrasi kita
telah lama hidup berdampingan dengan struktur patrimonialisme sebagai warisan feodalisme yang mengakar
kuat di masyarakat Indonesia. Struktur patrimonialisme ini telah lama merambah dan menggerogoti tubuh
birokrasi dan menimbulkan pola relasi kekuasaan berupa hubungan ketergantungan antara pimpinan dan
bawahan. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis fenomena penyederhanan birokrasi dengan mengacu pada
kerangka konsep patriomanialisme. Dengan menggunakan metode kualititatif deskriptif, penelitian ini
membahas dimensi struktur patrimonialisme yang telah lama merajalela di birokrasi kita. Penelitian ini
merekomendasikan beberapa langkah strategis kebijakan untuk meminimalkan dan mengatasi struktur
patrimonial pada birokrasi di Indonesia.

Kata Kunci: Penyederhanaan birokrasi, kebijakan publik, patrimonialisme.

ABSTRACT
The Jokowi government's policy to simplify the bureaucracy, especially echelon III and IV structural positions to
speed up the decision-making process and increase the efficiency and effectiveness of the bureaucracy and
public services, needs to be applauded. The urgency of this bureaucratic simplification policy is carried out
because there are too many structural positions in the bureaucracy in Indonesia so that the bureaucracy
becomes fat. Therefore, with the birth of this policy, it is hoped that the bureaucracy will be more streamlined,
agile, and adaptive in dealing with developments in information and technology. However, amid this new
breakthrough, our bureaucracy has long coexisted with patrimonial structures as a legacy of feudalism that is
deeply rooted in Indonesian society. This patrimonial structure has long penetrated and undermined the body of
the bureaucracy and created a pattern of power relations in the form of a dependency relationship between
leaders and subordinates. The purpose of this research is to analyze the phenomenon of simplification of
bureaucracy by referring to the framework of the concept of patrimonialism. By using a descriptive qualitative
method, this study discusses the dimensions of the patrimonial structure that has long been rampant in our
bureaucracy. This study recommends several strategic policy steps to minimize and overcome patrimonial
structures in the Indonesian bureaucracy.

Keywords: Bureaucratic simplification, public policy, patrimolialism.

PENDAHULUAN
Kebijakan penyederhanaan birokrasi merupakan sebuah kebijakan publik yang disampaikan
Presiden Joko Widodo di Gedung DPR MPR senayan RI pada tanggal 20 oktober 2019. Jokowi
mengharapkan dalam rangka mendorong upaya pemerintah dalam menciptakan birokrasi yang
professional, dinamis, gesit serta berorientasi pada pelayanan diperlukan penyederhanaan birokrasi
melalui pemangkasan jabatan struktural menjadi dua tingkatan, yaitu Eselon I dan Eselon II.
Sedangkan para pejabat Eselon III dan IV dihapuskan dan diganti dengan jabatan fungsional yang
berbasis keahlian atau keterampilan tertentu. Sebagai sebuah kebijakan Presiden, kebijakan publik ini

47
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

harus diikuti oleh seluruh jajaran pemerintahan baik pusat maupun daerah. Kebijakan Jokowi ini telah
ditindaklanjuti dengan keluarnya surat Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 384, 390 dan 391, pada tanggal 13 November 2019 yang
berisi tentang instruksi langkah-langkah strategis dan kongkrit penyederhaan birokrasi. Surat Edaran
ini berisi instruksi Menpan RB khusus pengalihan jabatan administrator (eselon III) dan jabatan
pengawas (Eselon IV) ke dalam jabatan fungsional yang sesuai dengan keahlian dengan
memperhatikan tingkatan atau jenjang jabatan, kelas jabatan dan penghasilan yang bersangkutan
(Surat Edaran Menpan RB Nomor 384, 390 dan 391).
Menindaklanjuti Surat Edaran tersebut, pada tanggal 6 Desember 2019, telah dikeluarkan
Permenpan RB Nomor 28 tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan
Fungsional yang isinya memperjelas Surat Edaran tersebut dengan menetapkan beberapa persyaratan
teknis dan tahapan-tahapan mekanisme penyetaraan jabatan struktural Eselon III dan IV kedalam
jabatan fungsional tertentu sesuai bidang keahlian serta keterampilan yang bersangkutan (Permenpan
RB Nomor 28 tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional).
Kemudian untuk menyempurnakan secara teknis pengalihan jabatan tersebut, pada tanggal 12 April
2021, Menpan RB mengeluarkan Permenpan RB Nomor 17 tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan
Administrasi ke dalam Jabatan Fungsional yang memperjelas kembali tentang persyaratan teknis dan
mekanisme administratif pengalihan jabatan struktural eselon III ke dalam jabatan fungsional tertentu
tersebut (Permenpan RB Nomor 17 tahun 2021 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam
Jabatan Fungsional). Tidak lama berselang yaitu pada 21 Mei 2021, dikeluarkan kembali Permenpan
RB Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penyederhanaan Struktur Organisasi pada Instansi Pemerintah
untuk Penyederhanaan Birokrasi sebagai tindak lanjut dari perluasan area kebijakan dari
penyederhanaan birokrasi melalui pengalihan jabatan kepada penyesuaian jabatan tersebut ke dalam
format struktur organsasi pemerintah yang sesuai dengan tuntutan pengalihan jabatan tersebut.
Kebijakan penyederhanaan birokrasi ini diarahkan dalam rangka mempercepat proses
pengambilan keputusan dan peningkatan efesiensi dan efektivitas birokrasi dan pelayanan publik
kepada masyarakat. Sebagai sebuah arahan Kepala Negara, kebijakan penyederhanaan birokrasi
khususnya pemangkasan jabatan struktural eselon III dan IV ini ternyata telah diikuti oleh beberapa
kementerian seperti Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani dan diikuti pula oleh
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang pada
waktu itu dikomandoi Alm.Tjahjo Kumolo. Tidak berapa lama lagi kebijakan ini akan diikuti oleh
seluruh kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah untuk menyederhanakan birokrasi
pemerintahan agar lebih ramping, gesit dan adaptable terhadap perkembangan informasi dan
teknologi. Bahkan terakhir disamping menggeliatkan jabatan fungsional yang lebih menghargai
keahlian, Presiden Jokowi mengintruksikan kepada Kemenpan RB untuk segera mengganti para
pejabat eselon III dan IV ini dengan artificial intelligent berupa robot yang akan membantu kinerja
para pejabat eselon I dan II. Kebijakan Jokowi ini merupakan terobosan baru yang akan mengubah
wajah birokrasi kita ke depan. Namun kebijakan ini juga telah mendulang disrupsi, turbulensi serta
kepanikan hebat dalam tubuh birokrasi di Indonesia baik di level pemerintahan pusat maupun daerah.
Pada awal penerapan kebijakan penyederhanaan birokrasi ini secara massive para pejabat
struktural eselon III dan IV ini dialihkan kedalam jabatan fungsional dengan hanya
mempertimbangkan karakteristik jabatan sebelumnya dan terkadang tanpa dilakukan uji kompetensi
terlebih dahulu. Mereka dialihkan kedalam jabatan fungsional tertentu namun diberikan tugas
tambahan tertentu. Misalnya seorang pejabat administrator dialihkan kedalam pejabat fungsional
Analis Kebijakan Ahli Madya dengan diberikan tugas tambahan sebagai koordinator bidang tertentu

48
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

sesuai tupoksi jabatan lamanya. Sedangkan untuk jabatan pengawas atau eselon IV dialihkan menjadi
Analis Kebijakan Ahli Muda dengan diberikan tugas tambahan sebagai Sub Koordinator Bidang
tertentu yang disesuaikan dengan karakteristik tupoksi jabatan lamanya. Ironisnya struktur organisasi
existing sebelum terbitnya kebijakan penyederhanaan birokrasi ini belum diubah dan masih menjadi
‘rumah’ bagi para pejabat fungsonal baru tersbut dan para pejabat fungsional tersebut masih dominan
hari-hari kerjanya mengerjakan tugas pekerjaan teknis administratif seperti jabatan lamanya dan belum
secara jelas melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional dengan kriteria yang
telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan tentang jabatan fungsional tertentu sesuai bidang
keahliannya. Sampai saat ini para pejabat fungsional tersebut belum sepenuhnya menjalankan tugas
pokok dan fungsinya sebagai pejabat fungsional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya. Fenomena
ini sangat memprihatikan berbagai kalangan. Dengan perkataan lain mereka hanya memiliki label
formalitas sebagai pejabat fungsional namun mengerjakan tugas-tugas pekerjaan sebagai pejabat
struktural. Sampai detik hari ini belum ada perubahan yang berarti tentang bagaimana seharusnya
mereka bisa dialihkan tugasnya menjadi seorang pejabat fungsional yang professional sesuai dengan
bidang keahliannya.
Fenomena ini sesuai dengan observasi yang dilakukan oleh Sinaga dan Ginting (2021) yang
menyatakan bahwa penyederhanaan birokrasi hanya sekedar ‘ganti’ baju’ dari pejabat struktural
eselon IV atau III ke pejabat fungsional namun pekerjaannya masih terkait mengerjakan pekerjaan-
pekerjaan struktural. Senada dengan Sinaga dan Ginting (2021), hasil pengamatan Rakhmawanto
(2021) menyatakan bahwa penyederhanaan birokrasi ini dalam prakteknya mengabaikan kualifikasi
jabatan dan kompetensi jabatan fungsional yang dipersyaratkan dan mengesampingkan sistem merit
(merit system). Sedangkan pada level pemerintah daerah sebagaimana hasil penelitian Nisa dan
kawan-kawan (2022) bahwa penyederhanan birokrasi di Provinsi Kalimantan Selatan belum sesuai
dengan sistem kerja. peta jabatan dan belum berdampak pada motivasi dan kinerja pejabat fungsional
yang disetarakan jabatannya. Fenomena ini terjadi di hampir diseluruh kementerian dan lembaga di
level pemerintah pusat dan juga pada level pemerintah daerah. Sementara jika pemerintahan Jokowi
konsekuen dengan perubahan ini sudah barang tentu Undang-Undang ASN semestinya sudah direvisi
beserta turunan peraturan pemerintahnya yang relavan untuk menampung kebijakan penyederhanaan
birokrasi ini. Jadi tidak hanya sebatas mengalihkan jabatan struktural kedalam jabatan fungsional
tertentu dan menyesuaikan struktur organisasinya namun juga diikuti dengan perubahan payung
hukum yang menaungi kebijakan penyederhanaan birokrasi tersebut.
Tidak lama berselang setelah kebijakan penyederhanaan birokrasi digaungkan pemerintahan
Jokowi, banyak para pemerhati kebijakan publik menyoroti implementasi kebijakan ini. Diantara
mereka, ada yang optimis bahwa kebijakan ini akan membuat wajah birokrasi kita semakin ramping
dan professional (Nurhestitunngal. & Muhlisin, 2021). Namun ada pula yang merasa pesimis bahwa
penyederhanaan birokrasi masih menyentuh level formalitas (level kulitnya saja) belum menyentuh
substansi (jantung) perubahan yang diinginkan Jokowi (Sinaga & Ginting, 2021). Meskipun demikian
kedua pemerhati kebijakan publik yang mengkaji kebijakan penyederhanaan birokrasi ini belum
membahas lebih mendalam tentang bagaimana prospek kebijakan penyederhanaan birokrasi ini
ditengah-tengah kultur birokrasi kita yang masih kental aspek patrimonialisme-nya. Oleh karena itu
perlu diwaspadai bahwa ditengah-tengah terobosan baru ini, perlu kiranya kita ketahui bersama bahwa
terdapat bahaya hebat yang mengintai kebijakan baru pemerintah Jokowi ini. Birokrasi kita telah hidup
lama berdampingan dengan struktur patrimonialisme sebagai legasi dari peodalisme yang berakar kuat
dalam masyarakat Indonesia. Struktur patrimonialisme ini telah lama merasuk dan mengerogoti tubuh
birokrasi dan menyebabkan terjadinya pola relasi kekuasaan dalam bentuk hubungan-hubungan

49
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

dependensi antara pimpinan dan anak buah. Prinsip dari relasi dependensi ini berlaku secara ekonomi
dan politik dimana anak buah mengharapkan distribusi status sosial berupa jabatan-jabatan publik
(termasuk ekonomi) dari sang pemimpin atau atasan. Sebagai timbal baliknya pemimpin/atasan
mengharapkan adanya loyalitas dukungan yang pada akhirnya melanggengkan status quo akan
kedudukannya sebagai pemimpin organisasi. Struktur patrimonalisme ini sudah lama menggurita
hidup dalam tubuh birokrasi kita dan telah merasuk menjadi budaya yang disadari atau tidak oleh para
pejabat birokrasi dan sangat berbahaya bagi komitmen pemerintahan Jokowi untuk menjadikan
pemerintahan yang bersih dan profesional. Struktur patriomonial ini akan menggerogoti rasa keadilan,
dan menciderai hak-hak Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk berkarir secara adil dalam birokrasi.
Argumentasi penulis terkait struktur patrimonialisme yang telah berjangkit lama dalam struktur formal
birokrasi di Indonesia ini sejalan dengan beberapa hasil penelitian dan pendapat para ahli birokrasi
seperti Agus Dwiyanto (2001), Wasito Raharjo (2012), Sukitman, Tri Mardika Alam, 2012 dan
Reastyawati (2015). Tujuan penelitian ini adalah dalam rangka menggali dimensi struktur
patrimonialisme yang telah lama berjangkit dalam birokrasi kita dalam kebijakan penyederhanaan
birokrasi. Dalam rangka penelitian ini peneliti memanfaatkan berbagai studi litelatur dan penelitian
terdahulu terkait penyederhanaan birokrasi dan struktur patriomonialisme dalam kebijakan publik.

METODE
Data dan informasi dari artikel ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan
memanfaatkan berbagai studi literatur dan penelitian yang relevan di lapangan dan menggunakan data
sekunder yang dikumpulkan dari buku, jurnal, laporan pemerintah (annual report), media sosial. Data
dan informasi ini berguna bagi peneliti dalam menganalisis pola patrimonialisme dalam birokrasi
Indonesia di tengah penyederhanaan birokrasi Indonesia. Penggunaan studi litelatur dilakukan dengan
memanfaatkan berbagai sumber data sekunder penelitian-penelitian tedahulu terkait kebijakan
penyederhaan birokrasi maupun laporan-laporan penelitian serta peraturan peraturan pemerintah pusat
terkait yang dikeluarkan oleh kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan peraturan Permenpan RB tersebut, berbagai intansi
pemerintah mengalihkan jabatan struktural eselon III dan IV kedalam jabatan fungsional tertentu
sesuai keahliannya.

PEMBAHASAN
Secara etimologis, istilah patrimonialisme berasal dari teori tipologi tipe otoritas yang ditulis
oleh Max Weber, dimana sistem patrimonialisme ini berakar dari dominasi tradisional yang
didasarkan pada kesetiaan yang diperoleh individu dari status tradisionalnya (Gerth and Wright Mills,
1977). Istilah ini dikembangkan lebih lanjut oleh para pakar dan ilmuan politik untuk
mengkarakterisasi hubungan sosial kekuasaan antara negara dan masyarakat yang didasarkan pada
penggunaan kekuatan penguasa secara personal. Patrimonial menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
diartikan sebagai mengenai warisan Bapak. Dalam konsep antropologi patrimonial berasal dari kata
patir dan secara generatif berasal dari kata patris yang berarti Bapak. Posisi figur bapak ini secara
harfiah akan menumbuhkan ‘hubungan antara Bapak dengan anak-anaknya’ (anak buah) (Brown
1994, Sukitman, Tri Mardika Alam, 2012) (David, 1994) (Sukitman T & Alam S.M, 2015). Dalam
ikatan personal ini, anak buah sedikit atau bahkan tidak memiliki akses pada kekuasaan selain melalui
ketergantungan mereka kepada sang Bapak. Sang Bapak memberikan perlindungan sekaligus
distribusi ekonomi dan status sosial yang tinggi sebagai timbal baliknya anak buah menawarkan
kesetiaan dan dukungan kepada sang Bapak. Dalam pola hubungan organisatoris hubungan

50
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

patrimonialisme dalam organisasi ini terbetuk sebagai sebuah pola hubungan timbal balik antara pihak
yang berkuasa memberikan fasilitas fisik, infrastruktur dan perlindungan sementara sang clien
memberikan dukungan dalam bentuk loyalitas, pelayanan dan dukungan politik lainnya (Sukitman, Tri
Mardika Alam, 2012). Sejalan dengan Brown (1994), (James C Scott, 1972), menggambarkan bahwa
struktur patrimonialisme ini dimanifestasikan dalam bentuk relasi patron-klien dimana terjadi
hubungan keterikatan antara tuan (patron) dengan hambanya (klien). Hubungan ini terjadi karena
perbedaan distribusi kekuasaan dimana sang patron lebih memliki akses yang luas dibandingkan
dengan sang klien. Namun untuk menjaga keberlangsungan hubungan pertukaran secara persoalan
antara patron dan klien ini, sang patron akan berusaha memelihara status quo dengan cara
menciptakan hubungan ketergantungan dengan sang klien, dimana sang klien mendapatkan
keuntungan-keuntungan material dan status sosial serta akses kepada kekuasaan melalui sang patron.
Emerson (1983) mengelaborasi bahwa patrimonialisme merujuk pada sentralisasi kekuasaan secara
personal pada perseorangan melalui jalur tukar menukar keuntungan berupa status sosial dan ekonomi
(exchange) (Emmerson, 1983).
Sang penguasa berusaha menjaga relasi tukar menukar ini dengan cara mendistribusikan
sumber daya yang dimilikinya dengan harapan pihak yang berkepentingan dengan penguasa
memberikan dukungan politis pada sang penguasa. Pola hubungan patron-klien ini dipertegas dalam
penelitian Agus Dwiyanto (2001) yang menyimpulkan bahwa budaya birokrasi di Indonesia sangat
terpengaruh dengan pola paternalistik yang terlahir dari budaya Jawa, yang menempatkan begitu
dominannya peran atasan atau pimpinan dalam birokrasi dalam memberikan perlindungan pada
bawahannya. Budaya Jawa ini mengandung prinsip pola hubungan antara ‘Bapak’ dan ‘anak’ dimana
Bapak berperan untuk memberi perlindungan kebutuhan sosial, material, spiritual dan emosional anak.
Sebagai timbal balik atas perlindungan yang diberikan Bapak, anak memberikan dukungan loyalitas
dan secara sukarela memenuhi perintah sang Bapak (Dwiyanto, 2001). Jika diterjemahkan dalam pola
hubungan dalam birokrasi maka pola hubungan ini sangat sentralistis dimana sang bawahan harus
mematuhi segala titah dan perintah atasan demi kepentingan personal atasan.
Memperkuat argumentasi tentang begitu kentalnya struktur patrimonialisme dalam tubuh
birokrasi di Indonesia bukti-bukti ilmiah (evidence) telah dilakukan oleh para peneliti di lingkungan
birokrasi di Indonesia. Temuan Wasito Raharjo Jati (2012) tentang pola patrimonialisme dalam tubuh
birokrasi di Pemerintah DIY Yogyakarta menyatakan bahwa “Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten
Pakualam tetap eksis dalam era republik saat ini karena menjalankan sebuah sistem birokrasi hybrid
dimana birokrasi sesungguhnya menjalankan fungsi tradisional dengan menjaga hubungan kekuasaan
patrimonial disamping memegang teguh nilai-nilai sebagai birokrasi modern” (Jati, 2012). Menurut
Wasito Raharjo Jati bahwa ‘abdi dalem keprajan’ dalam wujud birokrasi modern bisa dikatakan
memegang peran ganda (dual system) yaitu sebagai kekuatan teknoratik-administratif sekaligus
berperan sebagi kekuatan simbolisasi patrimonialisme kerajaan yang sesungguhnya. Selanjutnya,
sebuah survey Kinerja Pelayanan Publik di instansi Perizinan dan Pertanahan di beberapa
pemerintahan Provinsi seperti di Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan DIY menyimpulkan adanya
pola ketergantungan atasan-bawahan dalam pelayanan publik. Survey tersebut menyatakan bahwa 44
% petugas pelayanan mendahulukan kepentingan atasannya dalam memberikan pelayanan (Dwiyanto,
2001).
Pola hubungan organisasi, hubungan patrimonial dalam organisasi ini terbentuk sebagai
pola hubungan timbal balik antara penguasa yang menyediakan sarana fisik, prasarana dan
perlindungan sedangkan klien memberikan dukungan berupa kesetiaan, pelayanan dan dukungan
politik lainnya (Sukitman, Tri Mardika Alam, 2012). Ada beberapa penelitian yang mengkaji

51
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

bagaimana pola birokrasi patron-klien atau patrimonialisme memang sangat kental di negara kita.
Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Reastyawati (2015) menyimpulkan bahwa pola politik
patrimonalisme sudah begitu mendarah daging sehingga terlihat kental dan mengambil bentuk politik
kekerabatan dari tingkat nasional hingga lokal (Raestyawati, 2015). Dengan mengambil sampel
penelitian birokrasi di tingkat lokal, Raestyawati menyatakan bahwa pola politik kekerabatan berbasis
kedekatan keluarga sangat kuat di Desa Sumberejo, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karang Anyar
(2015). Peneliti lain juga menemukan kasus merit system dalam mutasi pegawai di Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Halmahera Utara terkendala oleh faktor politik kekeluargaan
(Tawaris, dkk, tak bertanggal) (Mario, 2018). Penelitian serupa juga dilakukan tim peneliti Rusliandy.
et. Al (2019) menyimpulkan bahwa penerapan merit system terkendala oleh politik kedekatan personal
yang menempatkan aspek loyalitas bawahan kepada atasan di Kantor PUPR Kabupaten Bogor
(Rusliandy, 2019). Mobilisasi pejabat birokrasi dan pola politik patrimonial juga terjadi pada
pemilihan kepala daerah secara langsung di Kabupaten Sumba Barat (Umbu Mete, 2018). Pengerahan
Aparatur Sipil Negara ini terjadi melalui mekanisme tradisional Kedde yang membutuhkan politik
timbal balik antara patron yang memberikan bantuan hewan untuk upacara kematian adat dengan
harapan klien mengembalikannya dalam bentuk dukungan politik dalam memenangkan patron di
kepala daerah. Pilkada di Kabupaten Sumba Barat (Umbu, 2018).
Menyikapi fenomena ini, penulis berharap agar pemerintahan Jokowi perlu mencermati bahwa
birokrasi kita memiliki dua sisi yang bertentangan satu sama lainnya, yaitu yang pertama adalah
sebagai birokrasi yang modern, yang menitik beratkan pada aspek prestasi kerja, rasional dan
professional. Namun di sisi yang lain, birokrasi kita juga sangat kental dengan struktur budaya
patrimonialisme yang mendahulukan aspek ikatan-ikatan patrimonial yang mencirikan sebuah
birokrasi tradisional yang menganggap birokrasi sebagai urusan personal dalam ikatan patron-klien.
Telah banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang mengkaji betapa pola patron-client atau birokrasi
patrimonialisme ini memang sangat kental di negeri kita. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Reastyawati (2015) menyimpulkan bahwa pola politik patrimonlaisme telah berurat berakar sehingga
terlihat kental dan berbentuk politik kekerabatan mulai tingkat nasional sampai lokal. Dengan
mengambil sample penelitian birokrasi di tingkat lokal Reastyawati menyatakan bahwa pola politik
kekerabatan berdasarkan kedekatan kekeluargaan sangat kental di Desa Sumberejo, kecamatan kerjo,
kabupaten karang Anyar (2015). Peneliti lain juga menemukan kasus bahwa sistem merit dalam
mutasi kepegawaian pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Halmahera Utara terkendala adanya
faktor politik kekeluargaan (Tawaris, et al, undated). Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Tim
peneliti, Rusliandy. Et. Al (2019) menyimpulkan bahwa penerapan merit system terkendala politik
kedekatan secara persolanal yang mengedepankan aspek loyalitas bawahan pada atasan terjadi pada
Dinas PUPR Kabupaten Bogor. Mobilasi pejabat birokrasi dan pola politik patrimonial juga terjadi
pada pemelihan langsung kepala daerah di Kabupaten sumba Barat (Umbu Mete, 2018). Mobilisasi
para Aparatur Sipil Negara (ASN) ini terjadi melalui mekanisme adat Kedde yang mensyarat adanya
politik timbal balik antara patron yang menyediakan bantuan hewan untuk upacara adat kematian
dengan harapan sang clien mengembalikannya dalam bentuk dukungan politik dalam memenangkan
sang patron dalam pemilihan kepala daerah di Kabupaten Sumba Barat.
Mencermati fenomena ini, penulis berpendapat bahwa pemerintahan Jokowi akan lebih
berhasil dan lebih ampuh dalam melakukan reformasi birokrasi, jika pemerintahan Jokowi tidak hanya
menata birokrasi dalam tataran struktur formal organisasi dengan memangkas jabatan-jabatan eselon
III dan IV yang dirasakan tidak efektif dan memboroskan keuangan negara. Yang terpenting dari pada
itu, agar tidak berat sebelah, pemerintahan Jokowi harus juga menitikberatkan pada pembenahan

52
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

birokrasi secara menyeluruh termasuk membenahi gurita struktur budaya patrimonial birokrasi yang
sangat buruk dan telah hidup lama tumbuh subur dalam tubuh birokrasi di Indonesia. Pemerintahan
Jokowi harus mengambil langkah-langkah strategis untuk meminimalisir bahkan memberantas gurita
struktur patrimonialisme dalam birokrasi ini dengan secara tegas melalui tiga cara yatu:
Pertama, membenahi merit system dalam tubuh birokrasi. Sistem merit ini akan
menggantikan pola patron-klien yang mengandalkan jalur loyalitas, like and dislike serta kepatuhan
pada atasan dengan pola prestasi kerja seseorang. Sistem merit ini dipertegas dengan memberlakukan
seluruh instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk menyusun road map pola karir (carrier path)
bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN). Untuk kelancaran penegakan aturan ini, diharapkan semua
ASN dalam birokasi memiliki hak yang sama sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. Sebelum
pembelakuan penyederhanaan birokrasi ini, dalam rangka mewujudkan sistem merit ini sebenarnya
pemerintah terlebih dahulu telah memberlakukan UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara (UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara) beserta turunannya yaitu peraturan
Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS dan Peraturan Menteri Pemberdayaan
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 40 Tahun 2018 tentang Pedoman Sistem Merit
(Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 40 Tahun 2018
tentang Pedoman Sistem Merit). Penerapan sistem merit ini harus diawasi dan evaluasi oleh
Kemenpan RB, Komisi Aparatur Sipil Negara serta unsur-unsur civil society yang relevan dengn
bidang tugasnya.
Kedua, Pemerintahan Jokowi harus mewajibkan seluruh instansi pemerintah untuk menyusun
peraturan tentang kode etik ASN serta membentuk Komite/Dewan etik internal yang melibatkan pihak
independen dari Komisi Aparatur Sipil Negara (lembaga non-struktural yang diberi tugas mengawasi
pelaksanaan kode etik ASN di lembaga-lembaga pemerintah baik pusat maupun daerah). Kode etik
dan Komite/Dewan etik internal inilah yang akan bekerja secara intensif dalam mengurusi pengaduan
penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat tinggi. Kewajiban pemerintah dalam membentuk dan
mengelola kode etik ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun
2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia.
Kemudian diperbaharui dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara,
serta dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik
Indonesia Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara.
Dalam konteks ini meskipun ada unit internal seperti inspektorat yang mengurusi persoalan integritas,
penyelewengan keuangan dan aspek-aspek pengaduan dari whistle blower namun menurut hemat
penulis yang sudah bekerja selama 25 tahun di intansi pemerintah sangat tidak efektif karena masih
berpeluang untuk menciptakan hubungan patron-klien yang kuat antara pejabat eselon I dan II.
Ketiga, mengingat di era saat ini menuntut pemerintah harus akuntabel dan transparan kepada
masyarakat maka pemerintahan Jokowi harus mewajibkan kepada seluruh instansi pemerintah baik
pusat dan daerah untuk menggiatkan kembali adanya jalur-jalur komunikasi hotline yang
menghubungkan pimpinan birokrasi dengan masyarakat pengguna jasa untuk mendapatkan hak
informasi atau menyampaikan pengaduan atau keluhan masalah tidak hanya kepada pimpinan
organisasi, namun kepada Komite/Dewan Etik Internal organisasi. Hal ini sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Pelayanan publik Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, Peraturan
Undang undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik dan
Peraturan Menteri Telekomunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2016
Tentang Layanan Nomor Tunggal Panggilan Darurat.

53
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

KESIMPULAN
Penyederhaan birokrasi dengan memangkas jabatan struktural eselon III dan IV di satu sisi
telah mengundang popularitas pemerintahan Jokowi dalam rangka efisiensi dan efektivitas anggaran,
memangkas prosedur birokrasi yang panjang serta mempercepat proses pengambilan keputusan.
Namun demikian perlu diingat bahwa kebijakan penyederhanaan birokrasi ini berhadap dengan kultur
birokrasi patrimonial yang sudah berurat berakar di pemerintahan kita. Beberapa hasil penelitian dan
kajian studi litelatur tentang kultur patrimonialisme yang mensyaratkan adanya hubungan resiprokal
atau timbal balik yang saling menguntungkan secara politik maupun ekonomi membuktikan bahwa
kultur patrimonial masih berurat berakar pada birokrasi kita terlebih di era reformasi terutama pilkada
hubungan patrimonial ini semakin kental dan sangat menonjol di berbagai jajaran pemerintahan baik
di tingkat pusat maupun daerah.
Sejalan dengan permasalahan tersebut ada beberapa strategi yang bisa dilakukan oleh
pemerintahan Jokowi dalam rangka meredam kultur birokrasi patrimonial dengan berbagai cara mulai
dari memberlakukan kebijakan merit sistem secara luas di seluruh instansi pemerintah baik di pusat
maupun di daerah, membentuk dewan komite etik di seluruh jajaran pemerintah dan menggiatkan
transparasi dalam publikasi atau pun dalam pengaduan secara terbuka terhadap setiap pelanggaran
peraturan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah sehingga memberikan ruang bagi masyarakat
untuk mengontrol secara terbuka kinerja pemerintahan Jokowi ini.

DAFTAR PUSTAKA
Brown David, 1994, The State and Ethnic Politics in Southeast Asia, Routledge London and New
York.
Dwiyanto, A, 2001, Budaya Paternalisme dalam Birokrasi Pelayanan Publik, Policy Brief, Center for
Population and Policy Studies, UGM, Yogyakarta.
Emmerson, D. K., 1983, Understanding the New Order: bureaucratic pluralism in Indonesia. Asian
Survey, 23(11), pp. 1220-1241.
Gerth H H & Wright Mills C, 1977, From Max Weber: Essays in Sociology, Routledge & Kegan, Paul
London and Boston.
James, C, Scott., 1972, Patron-Client Politics and Political Change in Southeast Asia, American
Political Science Review, 1972, Volume 66, issue 1, pp. 91-113.
Jati, W. R. 2012. Kultur Birokrasi Patrimonialisme dalam Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa
YOGYAKARTA. Pusat Kajian dan Pendidikan dan Pelatihan Aparatur III, National Institute
of Public Administration Indonesia.
Mario, Tawaris, et.al, 2018, Transparansi Mutasi Pegawai Pada Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Halmahera Utara. Jurnal administrasi publik. Volume 4, Nomor 61.
Nisa L.S, Sri Setyati, Maliani, Dewi Siska, Siska Fitriyanti. 2022. Analisis Pelaksanaan Kebijakan
Penyederhanaan Birokrasi Di Lingkup Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal
Kebijakan Pembangunan Volume 17 Nomor 2 Desember 2022: 167-184
Nurhestitunngal. & Muhlisin,. 2021, Penyederhanaan Struktur Birokrasi: Sebuah Tinjauan Perspektif
Teoritis dan Empiris pada Kebijakan Penghapusan Eselon III dan IV, Jurnal Kebijakan
Pembangunan Daerah, Volume 4, No.1, Juni 2020, pp. 1-20.
Rakhmawanto. A. 2021. Analisis Dampak Perampingan Birokrasi Terhadap Penyetaraan Jabatan
Administrator Dan Pengawas. Jurnal Civil Service. VOL. 15, No.2, November 2021 : 11 – 24

54
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Sinaga. J.V Dan Nova Magdalena Ginting. 2021. Penyederhanaan Birokrasi: Sudah Sesuai Harapan
Pak Jokowi Atau Hanya Sekedar Ganti Baju?
https://www.minerba.esdm.go.id/berita/minerba/detil/20210316-penyederhanaan-birokrasi-
sudah-sesuai-harapan-pak-jokowi-atau-hanya-sekedar-ganti-baju
UU nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS.
Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 40 Tahun 2018
tentang Pedoman Sistem Merit.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan
Kode Etik pegawai Negeri Sipil Republik Indonesia.
Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia
Nomor 60 Tahun 2020 tentang Pembangunan Integritas Pegawai Aparatur Sipil Negara
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan InformasiPublik
Peraturan Komisi Informasi No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik
Peraturan Menteri Telekomunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2016
Tentang Layanan nomor Tunggal Panggilan Darurat.
Permenpan RB Nomor 28 tahun 2019 tentang Penyetaraan Jabatan Administrasi ke dalam Jabatan
Fungsional.
Permenpan RB Nomor 17 tahun 2021 tentang Penyetaraan jabatan Adminisrasi ke dalam jabatan
Fungsional.
Raestyawati, Umi., 2015, Karakteristik Birokrasi Lokal (Aristokrasi Jabatan Kepala Desa Di Desa
Sumberejo, Kecamatan Kerjo, Kabupaten Karanganyar the Indonesian Journal of Public
Administration. Volume 2 Nomor 1.
Rusliandy, et.al., 2019, Hambatan Implementasi Sistem Merit Pada Dinas PUPR Kabupaten Bogor.
Dalam Pengelolaan Infrastruktur Jalan Kabupaten, Jurnal BKN, Volume 13, Nomor 1.
Sukitman, T., & Alam, S.M. 2015. Kekuasaan Patrimonial Politik Lokal: Relasi Patron-Klien Pada
Pemilihan Kepala Desa Aeng Tong-tong Saronggi Sumenep, Volume 7 Nomor 2.
Sinaga & Nova Magdalena Ginting 2021, Penyederhanaan Birokrasi: Sudah Sesuai harapan Pak
Jokowi Atau Hanya Sekedar Ganti Baju?, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
https://www.minerba.esdm.go.id/berita/minerba/detil/20210316-penyederhanaan-birokrasi-
sudah-sesuai-harapan-pak-jokowi-atau-hanya-sekedar-ganti-baju.
Surat Edaran Menpan RB Nomor 384, 390 dan 391, pada tanggal 13 November 2019, Surat Edaran
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tentang Langkah Strategis
dan kengret Penyederhanaan Birokrasi.
Umbu Mette R.R 2018. Politik Kedde: Mobilisasi dan Patronase Birokrasi Dalam Pilkada di
Kabupaten Sumba Barat Daya. Tesis program magister Sekolah Tinggi Pembangunan
Masyarakat Desa APMD Yogyakarta.

55
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

STRATEGI BERTAHAN DAN PEMASARAN ONLINE DI MASA


PANDEMI COVID-19 UKM KOTA BANDUNG
STUDI KASUS USAHA KECIL RAJUT

Dindin Abdurohim1*), Yanti Susila 2), Afief Maula Novendra 3),


Andry Mochamad Ramdhan4)
1
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
dindin.abdulrochim@unpas.ac.id
2
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
yanti.susila@unpas.ac.id
3
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
afiefmaulanovendra@unpas.ac.id
4
Universitas Pasundan, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
andrymoch@unpas.ac.id

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategi bertahan dan strategi pemasaran online
usaha kecil rajut di masa pandemi COVID-19 di Bandung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
pendekatan studi kasus instrumental tunggal. Data diperoleh dengan mewawancarai pelaku usaha rajut dan pihak
terkait sebagai partisipan, Adapun pengolahan data melalui proses menganalisis, merinci,
mengonseptualisasikan, dan menyusun data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pandemi COVID-19
berdampak negatif pada usaha kecil rajut di sentra rajut kota bandung. Sebagai Langkah strategi di tengah
pandemi, para pelaku bisnis menggunakan strategi bertahan, dengan cara tidak menaikkan harga jual, melainkan
mengurangi target keuntungan, dalam strategi pemasaran online pelaku usaha kecil rajut menggunakan strategi:
e-commerce, pemasaran digital, peningkatan kualitas produk dan layanan, serta hubungan pelanggan.
Implementasi strategi tersebut didorong oleh semangat kewirausahaan, fleksibilitas, tanggap terhadap perubahan
dan perkembangan teknologi, serta kemampuan berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa usaha kecil yang menerapkan strategi bertahan dan pemasaran online mampu
bertahan dan meningkatkan kinerja bisnis.
Kata Kunci: Strategi Bertahan, Pemasaran online, Usaha kecil, COVID-19.

ABSTRACT
This study aims to describe and analyze survival strategies and online marketing strategies for small knitting
businesses during the COVID-19 pandemic in Bandung. This study uses a qualitative method with a single
instrumental case study approach. The data were obtained by interviewing knitting business actors and related
parties as participants. The data processing was through the process of analyzing, detailing, conceptualizing,
and compiling data. The results of the study showed that the COVID-19 pandemic had a negative impact on
small knitting businesses in the Bandung city knitting center. As a strategic step in the midst of a pandemic,
business people are using a survival strategy, by not increasing selling prices, but reducing profit targets. In the
online marketing strategy, small business actors use strategies: e-commerce, digital marketing, improving
product and service quality, as well as customer relations. The implementation of this strategy is driven by an
entrepreneurial spirit, flexibility, responsiveness to changes and technological developments, as well as the
ability to collaborate with various stakeholders. This research shows that small businesses that implement
survival strategies and online marketing are able to survive and improve business performance.

Keywords: Survival Strategies, Online Marketing, Small Businesses, COVID-19.

56
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENDAHULUAN
Usaha kecil dan menengah (UKM) memainkan peran penting dalam pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi (Keskin et al., 2010, Abdurohim, 2021). Mereka dianggap sebagai tulang
punggung perekonomian nasional (Bhatt et al.,2020; Okofo-Darteh & Asamoah, 2020), baik di negara
berkembang maupun negara maju (Mbuyisa & Leonard, 2017). UKM penting karena kelompok usaha
ini menyerap tenaga kerja paling banyak (Tan et al., 2011; Chowdhury, 2011; OECD, 2014; Chatterjee
et al., 2015). Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan, (Palanimally, 2016), Di Malaysia, UKM
mempekerjakan 59% tenaga kerja. Di indonesia pada tahun 2018, jumlah UMKM dan tenaga kerja
masing-masing sebanyak 64.194.057 unit dan 116.978.631 karyawan, namun hanya 293 unit yang
melakukan penjualan ekspor, hal ini dikarenakan UMKM masih dihadapkan pada kendala terkait
pembiayaan, pemasaran dan bahan baku. (Kementerian Koperasi & UKM, 2019). Selain itu, UMKM
merupakan pilar terpenting dalam perekonomian Indonesia, dengan kontribusi terhadap PDB sebesar
61,07% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi terhadap perekonomian Indonesia meliputi
kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja dan dapat mengumpulkan hingga 60,4% dari total
investasi.
Krisis COVID-19 telah mempengaruhi perkembangan ekonomi dan mengancam perusahaan
di seluruh dunia (Gavurova et al., 2020). Lebih lanjut OECD menyatakan bahwa kondisi COVID-19
berdampak signifikan terhadap UMKM (LPI, 2019), dan sektor UMKM paling terpapar risiko dan
korban utama wabah tersebut (Ga-vurova et al.,2020). ). Selain itu, UMKM di Pakistan juga
mengalami dampak finansial, gangguan rantai pasokan, serta penurunan permintaan, penjualan, dan
keuntungan (Shafi et al.,(2020).
UKM rajut berdiri sejak tahun 1960, yang terletak di kawasan sentra rajut, kini memasuki
generasi ketiga, hampir 90% penduduknya sebagai pelaku usaha yang menjadi tulang punggung
ekonomi masyarakat lokal dan merupakan salah satu sentra industri kecil yang cukup potensial dalam
penyerapan tenaga kerja dan kontribusinya terhadap perekonomian kota Bandung (Setiawati. 2021),
dimana keberadaan Covid 19 saat ini membuat kesulitan dalam menjalankan usahanya. Hal inilah
yang menjadi perhatian penulis.
Karena kondisi sulit tersebut, UMKM perlu mengambil opsi strategis untuk bertahan di tengah
pandemi (Fitriasari, 2020). Oleh karena itu, strategi bertahan menjadi pilihan di tengah sulitnya
pasokan bahan baku dan penurunan penjualan (Abdurohim & Susila, 2018). Shafi et al.,(2020)
menyatakan bahwa UMKM perlu mengadopsi langkah-langkah tertentu untuk membantu mereka
melewati krisis yang sedang berlangsung). Penggunaan teknologi digital menjadi isu penting dalam
meningkatkan pertumbuhan UKM (Ramdhan, dkk, 2020). Pemanfaatan Teknologi Informasi yang
efektif dan efisien dapat meningkatkan produktivitas UKM yang secara langsung dapat meningkatkan
kinerja usahanya masing-masing. Menurut WTO (2020), produsen dan pelanggan perlu
mempertimbangkan transaksi online (Yahaya, J.H.et al. 2018). Penggunaan strategi ini untuk
menghadapi pandemi COVID-19 saat ini merupakan solusi terbaik bagi UMKM karena media
promosi barang dan jasa online memudahkan dalam menjangkau pelanggan dalam hal mengenalkan
atau menjual produk tersebut tanpa harus bertemu secara langsung (Mandasari & Pratama, 2020).
Strategi survival dan online marketing menjadi pilihan dalam mencapai tujuan bisnis dan
mengembangkan produk atau jasa UKM, sehingga menjadi lebih kompetitif (Fitriasari, 2020).
Strategi bertahan adalah upaya yang dikelola dengan harapan dapat bertahan dari situasi yang
tidak menguntungkan dan memastikan setiap kebutuhan terpenuhi sambil menunggu perbaikan
(Bamidele, 2018). Didefinisikan sebagai segala cara yang ditempuh oleh seseorang atau sekelompok
pelaku usaha untuk mempertahankan eksistensi nilai material dan non materialnya. Strategi bertahan

57
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

usaha kecil tergantung pada tingkat adaptasi mereka (Schindehutte & Morris, 2001). Konsep strategi
ini dalam sebuah perusahaan sering dikaitkan dengan sektor operasional (Hitt & Ireland, 1997).
Rinawati, Za et al.,(2019) melaporkan bahwa strategi bertahan dikategorikan menjadi dua, strategi
bertahan dengan menaikkan harga jual produk untuk merespon kenaikan harga bahan baku dan
strategi tidak menaikkan harga jual produk, adalah strategi bertahan tetapi menurunkan kualitas bahan
baku. Strategi Pemasaran online merupakan periklanan produk atau jasa di internet dalam rangka
mengembangkan hubungan dengan pelanggan, menciptakan loyalitas, membangun merek yang kuat,
dan menghasilkan keuntungan (Lammenett, (2014); Isoraite & Miniotiene, 2018). Strategi pemasaran
online meliputi e-commerce, pemasaran digital, peningkatan kualitas produk dan layanan, dan
pemasaran hubungan pelanggan (Schwarz, & Grabowska, 2015).
E-commerce didefinisikan sebagai proses bisnis yang melibatkan teknologi yang
menghubungkan perusahaan, pelanggan, dan masyarakat melalui transaksi elektronik (Yadiati & Me-
iryani, 2019). Oleh karena itu, ini memungkinkan pembelian dan penjualan barang dan jasa
menggunakan layanan pelanggan online. Model jenis ini disebut juga transaksi elektronik, selanjutnya
digambarkan sebagai penjualan, pembelian, dan pemasaran produk dengan menggunakan elektronik
(Isoraite., & Miniotiene, 2018). E-commerce berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja
pemasaran dan pendapatan UMKM (Hariandi et al.,2019; Septyanto & Dewanto, 2016; Ramanathana
et al., 2012).
Pemasaran digital secara sederhana berarti aktivitas periklanan di internet, termasuk media
sosial atau perangkat lain. Hongshuang dan Kannan (2016). mendefinisikan pemasaran digital sebagai
proses adaptif dan pemberdayaan teknologi yang memungkinkan perusahaan untuk berkolaborasi atau
bermitra dengan klien untuk berkomunikasi, menyampaikan, dan melestarikan nilai-nilai kedua belah
pihak. Dengan cara ini, pelanggan dari mana saja di dunia memiliki akses ke informasi tentang produk
dan layanan kapan saja, sehingga meningkatkan kemungkinan melakukan pembelian (Cetina et al.,
2012). Ini juga meningkatkan pendapatan penjualan, terutama ketika klien dapat membaca ulasan dari
pelanggan lain tentang produk tertentu dan berkomentar tentang pengalaman pribadi mereka (Bala &
Verma, 2018). Dalam konteks ini, aturan pemasaran telah didefinisikan ulang di seluruh dunia, secara
signifikan mengubah cara pelanggan merespons merek (Sheth, 2011). Pemasaran digital membantu
perusahaan atau pelaku usaha untuk mempromosikan dan mengiklankan produk dan layanannya,
memperluas pasar baru yang sebelumnya ditutup atau dibatasi karena keterbatasan waktu, jarak, dan
metode komunikasi tertentu (Gielens et al., 2019). Hal ini berpengaruh positif dan signifikan terhadap
penjualan UMKM (Fawzeea et al., 2019).
Peningkaytan Kualitas Produk Dan Layanan, Hal ini digambarkan sebagai kemampuan
produk untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan (Kotler & Amstrong, 2012). Menurut
Kotler dan Keller (2016), itu adalah totalitas fitur dan karakteristik produk atau layanan yang
tergantung pada kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat. Kotler dan
Keller (2016) mendefinisikan kualitas ini sebagai fitur atau karakteristik produk atau layanan yang
mempengaruhi kemampuan untuk memuaskan kebutuhan nyata dan tidak nyata. Razak et al., (2016)
menyatakan bahwa kualitas produk adalah sejauh mana produk memenuhi spesifikasinya masing-
masing, dan kemampuan merek atau produk tertentu untuk menjalankan fungsi yang dimaksudkan.
Kualitas ini menunjukkan kemampuan suatu produk untuk menunjukkan fungsinya, termasuk
keseluruhan daya tahan, keandalan, akurasi, kemudahan pengoperasian, dan perbaikan, serta atribut
lainnya (Kotler & Amstrong, 2012). Kualitas produk berarti suatu kondisi dinamis yang berkaitan
dengan produk, orang atau tenaga kerja, proses, tugas, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan pelanggan (William et al., 2016). Widowati (2017) menyatakan bahwa kondisi produk

58
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

berdasarkan penilaian kesesuaiannya dengan standar pengukuran yang telah ditetapkan. Russel (1996)
menyatakan bahwa manfaat kualitas produk antara lain meningkatkan reputasi perusahaan,
mengurangi biaya, meningkatkan pangsa pasar, dampak internasional, dan tanggung jawab serta
penampilan produk. Kualitas produk didefinisikan sebagai kemampuan produk untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan (Kotler & Amstrong, 2012). Sedangkan kualitas pelayanan
diartikan sebagai suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, orang, proses, dan lingkungan
yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan (Yuwita & Nugroho, 2020.). Wali dan Nwokah
(2018) melaporkan bahwa kualitas layanan berfokus pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan
pelanggan, termasuk pengiriman yang sangat baik agar sesuai dengan harapan mereka. Lebih lanjut
Wali dan Nwokah (2018) menyatakan bahwa kualitas layanan berfungsi sebagai kontrol atas tingkat
keunggulan yang diharapkan atau efisiensi layanan untuk memenuhi keinginan dan harapan
pelanggan. Kualitas produk dan layanan secara signifikan mempengaruhi pembelian dan
meningkatkan kepuasan pelanggan, sehingga mengarah pada loyalitas pelanggan (Razak et al.,2016;
Chattopadhyay, 2019).
Pemasaran Hubungan Pelanggan, menawarkan peluang untuk kompetisi yang sukses dan cara
belajar tentang pelanggan (Mohamud, 2019). Ada kebutuhan untuk menjaga hubungan positif dengan
pelanggan untuk memuaskan mereka dan menciptakan nilai bagi bisnis (Hassan et al., 2015; Kebede
& Tegegne, 2018). Pemasaran hubungan pelanggan adalah salah satu aspek yang memperkuat strategi
bisnis generik untuk mendapatkan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Jamart & Kupka, 2009).
Ngala dan Orwa, 2016; Indra dan Ervina, 2020, menyatakan bahwa itu adalah strategi pemasaran yang
bertujuan untuk menjalin hubungan jangka panjang atau memelihara hubungan yang solid dan saling
menguntungkan antara penyedia layanan dan pelanggan, sehingga mengarah pada transaksi berulang
dan loyalitas pelanggan. Selanjutnya, pemasaran hubungan pelanggan berarti memahami secara dekat
setiap pelanggan dengan menciptakan komunikasi dua arah serta mengelola hubungan yang saling
menguntungkan antara klien dan perusahaan (Soliman, 2011).
Strategi ini bertujuan untuk menciptakan, memelihara, dan meningkatkan hubungan yang kuat
dengan pelanggan (Kotler & Armstrong, 2012). Lebih lanjut memastikan bahwa pelanggan puas dan
membantu perusahaan menarik klien baru dan mempertahankan yang sudah ada dan mempertahankan
loyalitas mereka (Ahadmotlaghi & Pawar, 2012; Kumudha & Bhunia, 2016). Tujuan utama dari
pemasaran hubungan pelanggan adalah proses transisi dari fokus pada satu transaksi ke pengembangan
hubungan dengan pelanggan yang menguntungkan dalam jangka panjang (Kampani, 2020).
Pemasaran hubungan pelanggan dirancang untuk membangun dan mempertahankan pelanggan
berkomitmen yang menguntungkan perusahaan dan pada saat yang sama meminimalkan waktu dan
usaha yang dihabiskan untuk mereka (Aka, et al., 2016). Ini adalah orientasi bisnis yang berfokus pada
menjaga hubungan baik dengan pelanggan yang ada dan membangun hubungan yang erat dan saling
menguntungkan antara bisnis ini dan klien mereka untuk menciptakan kembali transaksi dan
membangun loyalitas pelanggan (Kotler & Amstrong, 2012). Nurmartiani dkk., 2020; Hadiyati dan
Lukiyanto, 2019, melaporkan bahwa customer relationship marketing berpengaruh positif dan
signifikan terhadap peningkatan kinerja pemasaran.
Penelitian ini akan lebih mengelaborasi strategi bertahan dan pemasaran online di masa
pandemi Covid-19. Beberapa penelitian sebelumnya telah meninjau sebagian strategi bertahan bahwa
UKM telah beralih menggunakan teknologi digital termasuk media sosial untuk bertahan. (Harianto &
Sari, 2021; Klyver, & Nielsen, 2021; Kumar, dkk 2021; Nadyan, Selvia & Fauzan, 2021). Sedangkan
penelitian ini lebih pada upaya penguatan strategi bertahan dan strategi pemasaran online di masa
pandemi Covid-19 melalui ; e-commerce, pemasaran digital, peningkatan kualitas produk dan

59
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

layanan, hubungan pelanggan, yang fokus pada usaha kecil rajut di kota bandung. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis strategi bertahan dan strategi pemasaran
online yang diterapkan oleh usaha kecil rajut dalam menghadapi pandemi COVID-19 di kota bandung.

METODE
Pendekatan dalam penelitian ini yaitu penelitian deskriptif dan eksploratif dengan
menggunakan metode kualitatif. Penelitian dilakukan secara deskriptif untuk memperoleh gambaran,
sedangkan analisis eksploratif dilakukan dengan menggali fenomena secara menyeluruh sesuai dengan
tujuan penelitian. Pendekatan studi kasus instrumental tunggal digunakan untuk menyelidiki secara
cermat program, peristiwa, kegiatan, proses, atau kelompok individu tertentu. Dengan penyelidikan
dibatasi oleh waktu dan kegiatan. Selain itu, informasi lengkap dikumpulkan dengan menggunakan
berbagai prosedur pengumpulan data berdasarkan waktu yang telah ditentukan (Creswell, 2010).
Pemilihan lokasi dalam kota dilakukan dengan mempertimbangkan tiga faktor yang relevan, yaitu 1)
kekayaan data, 2) ketidaktahuan dan 3) kesesuaian (Neuman, 1997).
Teknik pengambilan sampel menggunakan pendekatan Purposive sampling di mana peneliti
mengandalkan penilaiannya sendiri ketika memilih anggota populasi untuk berpartisipasi dalam
penelitian. Adapun Pemilihan partisipan didasari pertimbangan dianggap peneliti paling mengetahui
mengenai permasalahan yang akan diteliti dan memiliki keterkaitan yang besar terhadap masalah yang
akan diteliti. Sumber informasi dari partisipan meliputi usaha kecil rajut, pemangku kepentingan, dan
partisipan informan kunci. Selanjutnya, informasi dikumpulkan dari 10 partisipan informan kunci
yang terlibat di Sentra Usaha Rajut dan 7 pemangku kepentingan, termasuk 1 responden dari Dinas
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kantor Kota Bandung yaitu Kepala Dinas. Selain itu, 1
partisipan informan berasal dari asosiasi usaha kecil rajut, sementara 1 lainnya bermitra dengan usaha
kecil (agen atau pemasok bahan baku), 1 dari Jasa Pengiriman, dan 3 pelanggan.
Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan telaah dokumen sesuai dengan tujuan
penelitian Validitas data dengan menggunakan tiga dari delapan strategi yang dikemukakan oleh
Creswell (2010) yaitu : a) Melakukan triangulasi data b) Melakukan triangulasi metode. c) Melakukan
member checking untuk mengetahui akurasi hasil penelitian. Dan Pengujian reliabilitas dalam
penelitian kualitatif ini dilakukan untuk mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti
konsisten jika diterapkan oleh peneliti – peneliti lain (dan) untuk proyek – proyek yang berbeda
(Creswell, 2010), pengujian reliablitas pada penelitian kualitatif ini dilakukan peneliti dengan prosedur
– prosedur sebagai berikut : a) Melakukan pengecekan hasil transkripsi untuk memastikan bahwa tidak
ada kesalahan yang dibuat selama proses transkripsi, b) Melakukan pengecekan untuk memastikan
bahwa tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai kode – kode selama proses coding.
c) Melakukan cross-check dan membandingkan kode – kode yang dibuat oleh peneliti dengan kode –
kode yang dibuat oleh penelitian lain. Adapun pengolahan data melalui proses menganalisis, merinci,
mengonseptualisasikan, dan menyusun data.

PEMBAHASAN
Gambaran Usaha Kecil Rajut Kota Bandung
Bandung adalah ibu kota provinsi Jawa Barat dan terletak dekat dengan Jakarta (Rosyidie et
al., 2012). Kota ini terkenal sebagai pusat fashion Indonesia karena banyaknya butik, distro, dan
industri fashion. Sentra rajut binong jati merupakan salah satu sentra industri kreatif rajut di bidang
fashion yang beroperasi sejak tahun 60-an, mayoritas penduduknya memproduksi beberapa jenis
produk rajut. Pemerintah Kota Bandung menetapkannya sebagai sentra rajutan pada tahun 2007

60
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

(Sutisna dkk, 2018). Pusat ini juga telah berhasil melewati berbagai jenis krisis yang terjadi di
Indonesia. Uang yang beredar dari bisnis ini diperkiraan mencapai milyaran rupiah, dan transaksi yang
dilakukan secara mingguan (Purnamasari, 2018). Sentra rajut memiliki keunggulan lokasi dekat
dengan pusat kota bandung (Windarti, 2016). Sentra rajut Binong Jati merupakan pusat rajut tertua
dari sembilan lainnya yang terletak di kota Bandung. Ini memiliki sejarah panjang dan dijalankan oleh
generasi ketiga (Aritenang et al., 2020). Selain penduduk asli, banyak pendatang yang awalnya
berprofesi sebagai karyawan kini menjadi pelaku usaha yang sebagian besar merupakan usaha skala
UKM (Raharja & Nurasa, 2020).
Berdasarkan hasil wawancara situasi pandemi ini menyebabkan banyak UMKM disentra rajut
kesulitan melunasi pinjaman dan membayar listrik, gas, dan gaji karyawan. Beberapa dari mereka
bahkan harus melakukan PHK. Kendala lain yang dialami UMKM antara lain kesulitan memperoleh
bahan baku, permodalan, pelanggan menurun, distribusi dan produksi terhambat. Selain itu, perubahan
Perilaku Konsumen dan Peta Persaingan Usaha juga perlu diantisipasi oleh pelaku usaha karena
adanya pembatasan aktivitas. Konsumen lebih banyak beraktivitas di rumah dengan memanfaatkan
teknologi digital. Selama pandemi Covid 19, produksi rajutan turun menjadi 1.250 lusin per hari.
Biasanya, perajin bisa menghasilkan hingga 2.500 lusin rajutan per hari. Dan sekitar 125 pengrajin
memilih untuk menutup kegiatan usahanya.

Strategi Bertahan Hidup


Berdasarkan hasil observasi dan wawancara pandemi COVID-19 membuat usaha kecil rajut
kesulitan mendapatkan bahan baku. Harga bahan baku juga terus meningkat. Sebagian besar usaha
kecil rajut mengalami penurunan penjualan, bahkan ada yang berhenti beroperasi karena modalnya
digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Beberapa di antaranya menjadi penjual hand
sanitizer atau alat kesehatan lainnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Milzam (2020). Dampak pandemi menyebabkan penurunan pendapatan UMKM, PHK massal, dan
penutupan usaha (Fitriasari, 2020). Menurut Raflis et al., (2020), tantangan yang dihadapi UKM
selama karantina ditandai dengan operasional (yaitu gangguan operasional, dan rantai pasokan,
kesulitan dalam memprediksi arah bisnis ke depan) dan masalah keuangan (seperti masalah arus kas,
akses paket stimulus, dan risiko kebangkrutan). Kondisi sulit tersebut memaksa pelaku usaha kecil
rajut untuk fleksibel dan adaptif terhadap perubahan lingkungan eksternal, sehingga mempercepat
tindakan dengan menerapkan strategi bertahan untuk memastikan kelangsungan dan profitabilitas
usahanya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sutisna (2018) yang menyatakan
bahwa fleksibilitas merupakan faktor dominan dalam usaha rajut. Risnawati, Za. at al (2019),
mengkategorikan strategi bertahan hidup menjadi dua, yaitu meningkatkan dan tidak menaikkan harga
jual produk.
Harari (2020) juga menyatakan bahwa pandemi COVID-19 merupakan krisis yang sangat
besar bagi generasi ini dan diperkirakan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih. Sesuai
dengan alasan tersebut, maka perlu dilakukan upaya untuk merespon krisis ini, baik secara internal
maupun eksternal. Mengenai hal ini, Ifekwem dan Adedamola (2016) menyatakan bahwa UKM
dianggap berkelanjutan ketika mampu mengatasi tantangan baik di lingkungan bisnis internal maupun
eksternal. Hasil wawancara, menunjukan bahwa kenaikan harga bahan baku menyebabkan keputusan
yang berbeda mengenai penerapan strategi bertahan di usaha kecil rajut. Namun hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Harari (2020), yang menyatakan bahwa keputusan suatu perusahaan
perlu diambil berdasarkan kondisi yang ada, seperti yang juga dilaporkan oleh Stroe, Parida, dan
Wincent (2018). Strategi bertahan mengacu pada beberapa upaya yang berbeda, dan dalam situasi

61
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

seperti pandemi COVID-19, UKM perlu menyesuaikan dan meningkatkan strategi mereka (García-
Vidal et al.,2020). Sebagian kecil pelaku usaha menerapkan strategi bertahan hidup dengan
meningkatkan harga jual produk untuk merespon kenaikan harga bahan baku benang. Diketahui
bahwa sebagian besar pelaku usaha kecil rajut memilih untuk tidak menaikkan harga jual produk,
melainkan memutuskan untuk menurunkan kualitas bahan baku dari level satu atau ke level dua, dan
hal ini menyebabkan penurunan laba usaha. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Risnawati, Za. at al (2019), yang melaporkan bahwa strategi bertahan dikategorikan menjadi dua,
yaitu menaikkan dan tidak menaikkan harga jual produk. Para pelaku usaha menyatakan bahwa
mereka harus fokus pada permasalahan yang sedang dihadapi (Sugianto et al.,2020; Resmi et
al.,2020). Strategi yang ditempuh sebagian besar UKM dalam menghadapi pandemi COVID-19
khususnya di Indonesia adalah cost reduction (Shafi, 2020). Sugiyanto dan Prayeki (2020) menyatakan
bahwa pandemi telah memaksa pelaku usaha untuk melakukan perubahan tertentu. Sarasvathy (2001)
juga melaporkan bahwa strategi bertahan hidup harus fokus pada tindakan pemecahan masalah.

Strategi Pemasaran Online


Berdasarkan hasil wawancara, usaha kecil rajut mayoritas mengalami penurunan omzet
penjualan akibat krisis. Syafi (2020) menyatakan penurunan penjualan lebih besar. Hal ini terjadi
karena aktivitas eksternal yang lebih sedikit dan kesulitan dalam memperoleh bahan baku karena
kendala transportasi. Sebagaimana diketahui, usaha kecil rajut merupakan salah satu penopang
perekonomian kota bandung, karena cenderung menciptakan lapangan kerja dan berkontribusi
terhadap produk domestik bruto pemerintah daerah. Sesuai dengan penyebaran COVID-19, usaha
kecil sangat terpengaruh, seperti yang ditunjukkan dengan penurunan penjualan dan terhambatnya
proses produksi, PHK karyawan, serta penutupan usaha (Shafi, 2020). Pandemi juga menyebabkan
masalah keuangan, gangguan rantai pasokan, penurunan permintaan, penjualan, dan keuntungan
(Fitriasari, 2020; Mirzam., 2020; Sahoo & Ashwani, 2020; Ivanov, 2020). Selain itu, lebih dari dua
pertiga UKM menyatakan tidak mampu bertahan, seandainya pembatasan berlangsung lebih dari dua
bulan. Temuan menunjukan bahwa tidak semua pelaku usaha rajut kecil mengalami penurunan
penjualan, karena sebagian relatif stabil dalam mencapai omzet karena menyesuaikan dengan kondisi
dan tuntutan terkait penanganan pandemi.
Mengingat kondisi pandemi saat ini, UKM perlu mengubah strategi pemasaran offline ke
online (Donthu, & Gustafsson, 2020; Patma et al.,2020). Selanjutnya, mereka perlu memanfaatkan
kondisi ini dengan memperkuat kebijakan pemasaran online mereka (Sugiyanto, 2020). Promosi
melalui media online memudahkan dalam menjangkau pelanggan dalam hal mengenalkan atau
menjual produk tanpa bertemu secara langsung (Mandasari & Pratama, 2020). UMKM juga perlu
menerapkan strategi pemasaran online seperti e-commerce, digital, dan pemasaran hubungan
pelanggan, serta meningkatkan kualitas produk dan layanan untuk bertahan (Numartiani et al.,2020;
Schwarz & Grabowska, 2020).

E-commerce
Hasil wawancara dan observasi, menunjukan bahwa Sebagian kecil pelaku usaha kecil rajut
menggunakan platform e-commerce seperti Shopee, Lazada, Buka Lapak, Tokopedia, dan Blibli. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Mandasari dan Pratama (2020). Penggunaan
media e-commerce saat ini menjadi solusi terbaik bagi UMKM karena memudahkan pelanggan dan
produsen dalam melakukan transaksi. Mayoritas pelaku usaha yang tidak menggunakan e-commerce
menyatakan tidak punya waktu karena biasanya fokus pada proses produksi. Mereka juga mengatakan

62
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

bahwa transaksi offline lebih nyaman karena pelanggan mereka biasanya memesan produk secara
langsung. OECD (2020) menyatakan bahwa alasan lain keengganan UKM untuk menggunakan alat e-
commerce adalah kurangnya pengetahuan teknologi karena mereka merasa sulit untuk mengakses dan
mengadopsi teknologi tersebut. Demikian pula, Elia et al., (2019) melaporkan bahwa UKM gagal
menggunakan transaksi penjualan online karena ketidakmampuan mereka untuk menggunakan saluran
perdagangan online yang tersedia dan kesulitan dalam berkomunikasi dengan baik. Berdasarkan hal
tersebut, Patma et al.,(2020) menyatakan bahwa karena keengganan UKM untuk mengadopsi e-
commerce dalam sistem bisnisnya, perguruan tinggi perlu memberikan pelatihan dan pendampingan
komprehensif melalui dukungan teknologi informasi untuk mendorong dan laporan keuangan dan
pemasaran produk dan layanan berbasis IT. Pelaku usaha kecil rajut yang menggunakan platform e-
commerce melaporkan bahwa penjualan yang dilakukan melalui e-commerce telah memungkinkan
mereka untuk belajar banyak, termasuk cara meningkatkan kualitas produk, kemasan, dan peralatan
atau aksesori produk mereka. Oleh karena itu, diharapkan dapat meningkatkan kinerja bisnis mereka
di masa depan dan meningkatkan pendapatan mereka. Tolstoy dkk.,(2020); Alderete,(2020); dan
Septyanto & De-wanto, (2016) menyatakan bahwa e-commerce berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja dan pendapatan UMKM.
Penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa pelaku usaha yang memanfaatkan e-commerce
selalu berpikir positif, bekerja keras melalui belajar mandiri, dan berkolaborasi dengan pihak lain. Hal
ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sugiyanto (2020). Dalam situasi seperti
pandemi, para pelaku usaha perlu bekerja keras dan berkolaborasi. Lebih lanjut menunjukan juga
bahwa memanfaatkan e-commerce merupakan pilihan yang baik karena berfungsi sebagai proses
pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas produk, menjangkau pasar atau pelanggan
baru dan menciptakan jaringan dan hubungan baru, seperti yang juga dilaporkan oleh As'ad, Ahmad,
dan Sentosa (2012). Penerapan e-commerce di UKM berkontribusi pada peningkatan pendapatan dan
pengurangan biaya oleh karena itu, ini adalah alat yang efisien dan efektif yang digunakan untuk
mempromosikan bisnis dan menarik lebih banyak pelanggan (As'ad, Ahmad, & Sen-tosa, 2012).
Disarankan bahwa penggunaan platform e-commerce seperti Shopee cenderung menciptakan transaksi
yang efisien dan promosi yang efektif, sehingga merupakan strategi yang tepat untuk bertahan dari
pandemi COVID-19.

Pemasaran Digital
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha kecil rajut memanfaatkan digital
marketing seperti Facebook, Instagram, dan Twitter untuk mempromosikan produknya. Namun,
kebanyakan dari mereka tidak secara rutin mempromosikan produknya, seperti mengupdate foto dan
informasi harga. Misalnya, beberapa akun Facebook dan Instagram menggunakan identitas pribadi
daripada nama produk atau bisnis.
Hasil lainya menunjukan dari 136 pelaku usaha kecil, hanya Sebagian kecil yang mengadopsi
pemasaran digital. Mereka termasuk para pelaku usaha yang memiliki sikap kewirausahaan yang
tinggi, seperti berani mencoba, mengambil risiko, dan memiliki tekad yang kuat untuk
mengembangkan usahanya dimasa pandemi COVID-19. Mereka juga mempromosikan produknya
secara berkala dengan mengasah kreativitas dan inovasinya untuk selalu up-date foto produk dan
informasi harga.
Temuan penelitian ini menunjukan, hanya beberapa pemilik usaha rajut kecil yang sudah
memiliki website dan profil bisnis. Selain transaksi online, mereka sudah memiliki toko online yang
membutuhkan proses penerapan digital marketing dibantu oleh administrator untuk memantau dan

63
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

membagikan setiap informasi atau transaksi yang dilakukan oleh pelanggan, sementara beberapa
pelaku usaha kecil telah mempekerjakan seseorang untuk menangani desain. dan fotografi. Bahkan
beberapa di antaranya memiliki studio foto mini yang dilengkapi dengan berbagai perlengkapan dan
aksesoris. Erlanitasari et al.,(2019) menyatakan bahwa 36% UKM di Indonesia masih berkutat dengan
pemasaran konvensional, sementara 37% di antaranya hanya memiliki kapasitas pemasaran online
dasar seperti komputer dan akses broadband, dan sisanya 18% menggunakan situs web. dan media
sosial. Namun, hanya 9% yang memiliki kapasitas digital marketing yang tergolong canggih.
Umumnya UKM menggunakan teknologi digital tradisional (Castagna et al., 2020). Salah satu
alasannya adalah karena pemerintah Kota Bandung hanya memberikan sedikit bantuan berupa
pelatihan penggunaan sistem manajemen berbasis IT (Raharja & Nurasa, 2020; Patma et al., 2020)
apalagi perusahaan-perusahaan tersebut (UKM) tidak tumbuh sendiri (Wach, 2020).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa digital marketing memberikan dampak positif bagi
usaha kecil rajut yaitu peningkatan jangkauan pelanggan, penjualan, dan pendapatan, selain sebagai
proses pembelajaran dalam meningkatkan kinerja bisnis mereka. Hal ini juga sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fawzeea et al., (2019) yang menyatakan bahwa digital marketing berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja penjualan UMKM. Menurut Nuseir dan Aljumah (2020), hal itu
mempengaruhi kinerja UKM. Penggunaan pemasaran digital membantu mencapai pertumbuhan dan
keberlanjutan bisnis (Dumitriu, 2019). Namun demikian, penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian
besar pelaku usaha kecil rajut belum mampu mempromosikan produk dan jasanya melalui pemasaran
digital. Sebaliknya, hanya Sebagian kecil dari mereka yang memanfaatkan digital marketing secara
intensif dan serius dalam menghadapi krisis COVID-19. Hasil penelitian menunjukan juga
menunjukkan bahwa penjualan produk meningkat dengan menerapkan pemasaran digital, sementara
pertumbuhan dan keberlanjutan juga tercapai. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Fawzeea et al., 2019), yang menyebutkan bahwa digital marketing berpengaruh positif dan signifikan
terhadap penjualan UMKM.

Kualitas Produk Dan Layanan


Menjalankan aktivitas usahanya di masa pandemi COVID-19, usaha kecil rajut tidak hanya
dituntut untuk menerapkan e-commerce dan promosi melalui digital marketing. Sebaliknya, mereka
juga perlu meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka untuk meningkatkan kepuasan dan
loyalitas pelanggan kepada perusahaan (Letitia, 2015; Khan & Ghouri, 2018); Kotler & Amstrong
(2012) menyatakan bahwa kualitas produk adalah kemampuan suatu produk untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginan pelanggan. Sedangkan Wali dan Nwok-ah (2018) menyatakan bahwa
kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendaliannya untuk memenuhi
keinginan atau harapan pelanggan.
Hasil penelitian menunjukan, pelaku usaha kecil rajut mengaku menjual produk berdasarkan
pesanan dari pelanggan, meliputi warna, ukuran, jumlah, dan harga, setelah menerima pesanan, para
pelaku usaha ini, mendesain produk terlebih dahulu dan menunjukkannya kepada pelanggan. Setelah
ada kesepakatan, langkah selanjutnya adalah proses produksi. Pelaku usaha kecil rajut menyatakan
bahwa menghasilkan produk yang berkualitas selalu berorientasi pada pelanggan untuk memenuhi
kebutuhan dan keinginannya. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriani dkk
(2020); Prihartono dan Ali (2020), yang menyatakan bahwa produksi produk yang berkualitas
merupakan strategi bisnis untuk mencapai loyalitas pelanggan, sehingga menyebabkan mereka untuk
membeli kembali produk tersebut karena kualitasnya. Kualitas produk berpengaruh signifikan

64
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

terhadap loyalitas pelanggan di sentra pengolahan rumput laut. Hal ini dominan dipengaruhi oleh
kualitas produk (Rukaiyah, 2020).
Para pelaku usaha kecil rajut mengaku jarang mendapatkan keluhan dari pelanggannya.
Namun, setiap kali ada keluhan, dan itu adalah kesalahan perusahaan, mereka akan mengganti produk
yang dipesan. Mereka juga menyatakan bahwa pelanggan mereka puas dengan kualitas produk
mereka. Mereka memiliki pelanggan yang beragam, baik perorangan, instansi pemerintah, maupun
swasta, serta memiliki dua kelas produk, yaitu standar dan premium. Sayangnya, tidak semua pelaku
usaha kecil memproduksi produk premium karena membutuhkan mesin berbasis komputer untuk
menghasilkan berbagai kombinasi warna dan pola seperti pola batik, dll. Cara lain untuk
meningkatkan kualitas produk adalah dengan memiliki supervisor yang mengawasi seluruh kegiatan
mulai dari pembelian dan penggunaan bahan baku hingga proses produksi dan pengendalian kualitas
produk, guna meminimalkan kesalahan atau kekurangan dalam proses produksi. Hal ini juga sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Soundararajan & Reddy (2020). Pengendalian mutu adalah
untuk mencapai peningkatan produktivitas dan kualitas di UKM.
Temuan menunjukan bahwa sebagian kecil pelaku usaha kecil merespons pandemi dengan
meningkatkan kualitas layanannya, antara lain penjualan online menggunakan hotline yang mudah
diakses pelanggan, pengiriman menggunakan transportasi online, dan aplikasi layanan kurir yaitu
Gojek dan Grab, dan jasa pengiriman seperti JNE. Menurut para pemilik usaha, kualitas pelayanan
menjadi faktor penting yang harus dicapai karena kepuasan dan loyalitas pelanggan merupakan aset
berharga dalam mengembangkan usaha, terutama di masa pandemi COVID-19. Oleh karena itu
peningkatan kualitas ini perlu diprioritaskan. Temuan ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Letitia (2015); Khan dan Ghouri (2018); Kotler dan Amstrong (2012); dan Wali dan Nwokah
(2018). Hal ini juga menunjukkan bahwa pelanggan puas dengan kualitas produk dan layanan.
Beberapa pelanggan menyatakan bahwa mereka loyal karena mendapatkan produk yang sesuai dengan
harapan dan pelayanan yang prima. Banyak pelanggan baru memesan produk karena yang sudah ada
merekomendasikannya. Juga, publisitas dari mulut ke mulut melalui media digital mengarah pada
keuntungan strategis dan finansial (Camil-leri, 2018).
Penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Chattopadhyay (2019) dan Razak
et al.,(2016), yang menyatakan bahwa peningkatan kualitas produk dan layanan berpengaruh positif
dan signifikan dalam membentuk kepuasan dan loyalitas pelanggan di sektor UMKM. Puspaningrum
(2020) juga melaporkan bahwa hal itu mempengaruhi kinerja bisnis. Lebih lanjut, Nugraheni et al.,
(2020) menyatakan bahwa UKM telah menerapkan strategi tertentu dalam menghadapi pandemi.
Diantaranya adalah meningkatkan kualitas produk dan layanan serta memanfaatkan teknologi untuk
mendukung aktivitas bisnis mereka.

Pemasaran Hubungan Pelanggan


Hasil penelitian ini, menunjukan bahwa sebagian kecil pelaku usaha kecil rajut tidak hanya
fokus untuk menciptakan pelanggan baru, melainkan berusaha menjaga dan membangun hubungan
baik dengan klien mereka dan pihak lain seperti penyedia jasa pengiriman. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kotler dan Amstrong (2012) dan Tien et al., (2006) yang menyatakan
bahwa bagi UKM untuk meningkatkan keunggulan kompetitifnya, penguatan manajemen pelanggan
perlu dilakukan secara efektif, terutama dengan meningkatkan kepuasan pelanggan dan menjaga
hubungan baik dengan mereka. Di tengah krisis COVID-19 saat ini, para pelaku usaha kecil rajut
menyatakan bahwa peningkatan penjualan online atau bisnis modern harus dilengkapi dengan
hubungan pelanggan yang baik untuk mencegah mereka mencari perusahaan lain. Nugraheni et al.,

65
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

(2020) melaporkan bahwa UKM harus menggunakan teknologi untuk mendukung kinerja bisnis
mereka untuk bertahan dari pandemi. Sementara itu, Rosalina et al., (2017) menyatakan bahwa salah
satu pendekatan bisnis modern adalah mempertimbangkan pelanggan, baik sebelum maupun setelah
transaksi.
Temuan penelitian menunjukan, beberapa pelaku usaha rajut secara khusus menugaskan
pegawai administrasinya untuk memelihara dan membangun komunikasi online dan merespon dengan
cepat keluhan, pertanyaan, atau informasi lain yang dibutuhkan pelanggan, terlepas dari fakta bahwa
fiturnya relatif sederhana. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rosalina et al.,(2017),
yang menyatakan bahwa karakteristik pemodelan pemasaran hubungan pelanggan UMKM di Banten
tidak memerlukan fitur seperti yang ada pada perusahaan besar. Namun, mereka membutuhkan fitur-
fitur sederhana yang sesuai dengan kebutuhan UMKM dan bahasa daerah untuk menghadirkan kesan
user-friendly kepada para pelaku UMKM.
Lebih lanjut hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa usaha kecil rajut telah membangun
dan menjaga hubungan baik dengan pelanggan dan pihak lain, baik online maupun offline, serta
membangun kepercayaan dalam kegiatan lainnya. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kepuasan,
menjaga loyalitas pelanggan, dan tentunya mampu mencapai target penjualan yang telah ditetapkan.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Farida, dan Yuniawan, (2017) yang menyatakan
bahwa customer relationship marketing atau hubungan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan
dalam meningkatkan kinerja pemasaran UMKM. Strategi ini meningkatkan loyalitas pelanggan,
berfungsi sebagai tindakan pemasaran paling efektif yang ditargetkan untuk mempertahankan
pelanggan terbaik, meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan juga merupakan investasi yang
efektif untuk meningkatkan proses bisnis internal dan eksternal (Gil-Gomez., 2020). Senada dengan
itu, Tien, Chiu., (2006) menyatakan bahwa untuk meningkatkan keunggulan kompetitif UKM,
penguatan manajemen pelanggan perlu dilakukan secara efektif, terutama dengan meningkatkan
kepuasan pelanggan dan menjaga hubungan baik dengan klien. Studi ini lebih lanjut menemukan
bahwa mereka yang memiliki bisnis stabil menerapkan strategi bertahan hidup dan pemasaran online.
Aktor-aktor ini memiliki sikap kewirausahaan yang ditandai dengan antusiasme, kerja keras,
fleksibilitas, responsif terhadap perubahan dan perkembangan teknologi, dan kemampuan untuk
berkolaborasi.

KESIMPULAN
Usaha kecil rajut di Kota Bandung telah memberikan kontribusi dan berperan penting dalam
perekonomian daerah. Namun demikian, pandemi COVID-19 saat ini berdampak negatif pada UKM,
yang ditunjukkan dengan penurunan omset penjualan. Aturan pembatasan sosial dari pemerintah telah
memaksa UKM untuk merumuskan dan mengadopsi strategi bertahan. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar usaha kecil rajut yang mengadopsi strategi bertahan hidup merupakan pilihan di tengah
kelangkaan bahan baku dimana mereka perlu beradaptasi dengan lingkungan eksternal untuk
menjamin kelangsungan usaha mereka. Hal ini juga mengacu pada langkah-langkah kelangsungan
usaha yang berfokus pada pemecahan masalah dengan tidak menaikkan harga jual produk dan
mengurangi target keuntungan. Selain itu, mereka juga menerapkan strategi pemasaran online, antara
lain e-commerce, digital marketing, peningkatan kualitas produk dan layanan, serta pemasaran
hubungan pelanggan, yang berdampak positif pada ketahanan usaha kecil selama krisis COVID-19.
Temuan dari penelitian ini, menunjukan bahwa Sebagian besar usaha kecil yang gagal
menjalankan strategi tersebut karena keterbatasan fasilitasi, pengetahuan, dan bantuan dari pihak
terkait. Sebaliknya, mereka yang menerapkan strategi tersebut didorong oleh semangat kewirausahaan,

66
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

fleksibilitas, tanggap terhadap perubahan dan perkembangan teknologi, serta kemampuan


berkolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan.
Penelitian ini terbatas karena hanya fokus pada usaha skala kecil rajut tidak meneliti
keseluruhan skala UMKM. Akan tetapi memberikan informasi berharga mengenai implementasi
strategi bertahan dan pemasaran online selama pandemi COVID-19. Disarankan Para pemangku
kepentingan terkait seperti pemerintah daerah dan perguruan tinggi disarankan menggunakan hasil
penelitian ini sebagai referensi untuk penelitian lebih lanjut dan implementasi program pengembangan
Usaha Kecil berbasis IT melalui pelatihan, bimbingan teknis, dan pendampingan usaha, serta fasilitasi
yang dibutuhkan oleh UMKM dalam menghadapi pandemi. Dan direkomendasikan penelitian yang
lebih komprehensif tentang UMKM di Kota Bandung dan kebijakan dari pemerintah daerah dalam
mengatasi keterbatasan bahan baku dan penerapan teknologi informasi dan pemasaran online untuk
usaha kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurohim, D. 2021. Pengembangan UMKM” Kebijakan, Strategi, Digital Marketing dan Model
Bisnis UMKM” Penerbit Refika Aditama - Bandung.
Abdurohim, D. 2020. Strategi Pengembangan Produk Unggulan Berbasis One Village One Product
(Ovop) Di Sentra Industri Dan Perdagangan Kota Bandung. WIRAUSAHA : Jurnal Ilmu
Administrasi Bisnis, 4 (3) : 338-360.
Abdurohim, D., & Susila, Y. 2018. SME’s development indicators and organizational capability,
International Journal. Human Systems Management, 37(2):249-253.
Ahadmotlaghi, E., & Pawar, P. 2012. Analysis of crm programs practiced by passengers airline
industry of india and its impact on customer satisfaction and loyalty. Journal of Arts, Science
& Commerce, 3(2),2-5.
Aka, D.O., Kehinde, O.J., & Ogunnaike, O.O. 2016. Relationship marketing and customer satisfac-
tion:a conceptual perspective. Binus Business Review, 7(2):185-190.
Alderete, M.V. (2020). Electronic commerce contribution to the sme performance in manufacturing
firms: a structural equation model. Contaduría y Administración, Accounting & Management,
64(4):1-24.
As’ad, I., Ahmad,F., & Sentosa, I. 2012. An empirical study of e-commerce implementation among
sme in indonesia. International Journal of Independent Research and Studies. 1(1):13-19.
Bala, M., & Verma, D. 2018. A critical review of digital marketing, International Journal of Man-
agement, IT & Engineering, 8(10):321-339.
Bamidele, A. 2018. Understanding survival strategies in micro and small enterprises in nigeria: A
Brief Review of the Literature. Covenant Journal of Entrepreneurship, 2(1): 72-78.
Bhatt, A., Rehman, S.U., & Rumman, J.B.A. 2020. Organizational capabilities mediates be-
tween organizational culture, entrepreneurial orientation, and organizational performance of
SMEs in pakistan. Entrepreneurial Business and Economics Review, 8 (4):85-103.
Camilleri, M,A. 2018. The SMEs’ technology acceptance of digital media for stakeholder engage-
ment, Journal of Small Business and Enterprise Development, 26(1):1–26.
Castagna, F., Centobelli, P., & Cerchione, R. 2020. Customer knowledge management in smes facing
digital transformation castagna. Journal Sustainability, 2(9):1-16.
Cetinã, L., Munthiu, M.C., & Radulescu, V. 2012. Psychological and social factors that influence
online consumer behavior. Procedia - Social and Behavioral Sciences, 62:184 -188.

67
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Chatterjee, R., Shiwaku, K., Gupta, R.D., Nakano, G., & Shaw, R. 2015. Bangkok to sendai and
beyond: implications for disaster risk reduction in asia. International Journal of Disaster Risk
Science, 6(2): 177-188.
Chattopadhyay, P. 2019. A study on the impact of service quality on customer satisfaction and
customer loyalty with reference to service marketing context: Theoretical Approach. Interna-
tional Research Journal of Engineering and Technology, 3(1):89-96.
Chowdhury, S.R. 2011. Impact of global crisis on small and medium enterprises. Global Business
Review, 12(3): 377–399.
Creswell, J.W. 2010. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed. Diter-jemahkan
Oleh : Achmad Fawald, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Donthu,N., & Gustafsson, A. 2020. Effects Of COVID-19 on business and research. Journal Of
Business Research. 117, 284-289.
Dumitriu, D. 2019. A perspective over modern smes: Managing Brand Equity, Growth And Sustain-
ability Through Digital Marketing Tools And Techniques. Journal Sustainability. 11(7):1-24.
Elia, S., Giuffrida, M., & Piscitello, L. 2019. Does e-commerce facilitate or complicate smes’ inter-
nationalisation?. Multinacionales En Un Cambiante Contexto Internacional. Información
Comercial Española, Revista de economía, 61-73.
Erlanitasari,Y., Rahmanto, A., & Wijaya, M. 2019. Digital economic literacy micro, small and medi-
um enterprises (smes) go online. Journal Informasi, 49(2):145-156.
Farida, N.N.A., & Yuniawan, A. 2017 . Model of relationship marketing and e-commerce in improv-
ing marketing performance of batik smes. Jurnal Dinamika Manajemen, 8(1): 20-29.
Fitriani, S., Wahjusaputri, S., & Diponegoro, A. 2020. Triple helix as a model of a knowledge-based
economy for small and medium-sized enterprises: The Indonesian Case. International Journal
of Innovation, Creativity and Change, 11(8):369-386.
Gavurova, D.J.B., Čepel, M., & Červinka, M. 2020. The impact of the covid-19 crisis on the percep-
tion of business risk in the sme segment. Journal of International Studies, Foundation of In-
ternational Studies, 13(3):248-263.
Gielens, K., Jan-Benedict E.M., & Steenkamp. 2019. Branding in the era of digital intermediation.
International Journal of Research in Marketing, 36(3):367-384.
Gil-Gomez, H., Guerola-Navarro.V., Oltra-Badenes, R.,& Lozano-Quilis. J. 2020. Customer rela-
tionship management: Digital Transformation And Sustainable Business Model Innovation,
Journal Economic Research, 33(1):2733-2750.
Hadiyati, E., & Lukiyanto, K. 2019. The effect of entrepreneurial marketing dimensions on micro,
small and medium enterprise performance in indonesia. International Journal Of Scientific &
Technology Research, 8(10):106-112.
Hariandi, M.S.I., Gumanti, T.A., & Wahyudi,E. 2019. E-commerce, competitive advantage and
business performance of banyuwangi small and medium-sized enterprises. International Jour-
nal Of Scientific & Technology Researc, 8(8):1216-1220.
Harianto, R.A., & Sari, P.N. 2021. Strategic digitalization of UMKM business as an alternative to
survive the COVID-19 pandemic. Journal Linguistics and Culture Review (LingCuRe). 5(1);
1- 7.
Hitt, M.A., & Ireland, R.D. 1997. Performance strategies for high – growth entrepreneurial firms, in
reynolds et al. (eds), Frontiers of Entrepreneuship Research, 90-104.
Hongshuang, L., & Kannan, P.K. 2016. Digital marketing: a framework, review and research agen-da.
International Journal of Research in Marketing, 34(1):22-45.

68
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Indra, D., & Ervina, E. 2020. The impact of customer relationship management component on guest
loyalty toward starred hotel in yogyakarta. International Journal of Applied Sciences in
Tourism and Events, 4(1), 37-47. http://dx.doi.org/10.31940/ijaste.v4i1.1647
Isoraite, M., & Miniotiene, N. 2018. Electronic commerce: theory and practice. Integrated Journal of
Business and Economics, 2(2):73-79.
Jamart, T., & Kupka, S. 2009. Does the customer really matter? the achievement of sustainable
competitive advantage through relationship marketing: A Case Study Of European Low Cost
Airlines, International Marketing. Retreived from http://hh.diva-portal.org/smash /get/diva
/FULLTEXT01 on January 3, 2021.
Kampani, N., & Jhamb, D. 2020. Analyzing the role of e-crm in managing customer relations: a
critical review of the literature. Journal Of Critical Reviews, 7(4):221-226.
Kashif, M., Asif, M. U., Ali, A., Asad, M., Chethiyar, S. D. M., & Vedamanikam, M. 2020. Managing
and implementing change successfully with respect to covid-19: A Way Forward For SMES.
In-ternational Journal of Social Sciences, 6(2):609-624.
Kebede, A.M., & Tegegne,Z.L. 2018.The effect of customer relationship management on bank
performance: In Context Of Commercial Banks In Amhara Region, Ethiopia. Journal Cogent
Business & Management, 5(1):1-9.
Keskin, H., Şentürk,C., Sungur,O., & Kiriş, H.M. 2010. The importance of smes in developing econ-
omies, 2nd International Symposium on Sustainable Development, June 2010, Sarajevo. Re-
treived from https://core.ac.uk/download/pdf/153446896.pdf on January 3, 2021.
Khan, M.A., & Ghouri.2018. Enhancing customer satisfaction and loyalty through customer-defined
market orientation and customer inspiration: A Critical Literature Review. International
Business Education Journal.11(1):25-39.
Klyver, K., & Nielsen, S.L. 2021. Which crisis strategies are (expectedly) effective among SMEs
during COVID-19?. Journal of Business Venturing Insights. 16; 1- 9.
Kotler, P., & Keller, K.L.2016. Marketing Management (15th Edition).England: Pearson Education
Limited.
Kumar. N., & et al. 2021. A Case Study on Domino’s Business Survival Strategy During the Covid-19
Pandemic. International Journal of Tourism and Hospitality (IJTHAP), 4(2); 28 - 41.
Kumudha, A., & Bhunia, A. 2016. Customer relationship management and marketing practices in
airlines industry-An empirical study. International Journal of Applied Research, 2(11):39-43.
Lammenett, Erwin. 2014. Praxiswissen Online-Marketing. Springer Gabler
Letitia, F. 2015. Customer satisfaction: A Key To Survival For SMEs?. Journal Problems and Per-
spectives in Management, 13(3):181-188.
Lembaga penelitian di Indonesia (LPI). 2019. Perekonomian Terkini Prospek. Laporan Tahunan
Perekonomian Indonesia. diakses dari https://www.bi.go.id/id/ publikasi/laporan/
Documents/9_LPI2019.pdf. Pada 3 Januari, 2021.
Mandasari, C. S., & Pratama, G.S. 2020. The use of e-commerce during covid-19 pandemic to-wards
revenue and volume of msmes sales. International Research Journal of Management, IT &
Social Sciences. 7(6):124-130.
Mahmoud, M.A. 2020. Impacts of marketing automation on business performance. Journal of
Theoretical and Applied Information Technology,98(11):1957-1969.
Nadyan, A.F, Selvia.E,, & Fauzan, S. 2021. The Survival Strategies of Micro, Small and Medium
Enterprises in The New Normal Era. Dinamika Ekonomi: Jurnal Ekonomi dan Pembangunan.
12(2) ; 142 -149.

69
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Neuman, W. L. 1997. Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approaches (9th
Edition). England : Pearson Education Limited.
Ngala, M., & Orwa, B.H. 2020. Customer relationship management strategies and organizational
performancea case of insurance company of east africa lion of Kenya (icealion) mombasa. In-
ternational Journal of Education and Research, 4(1):155-168.
Nugraheni., Octavia., & Sunaningsih. 2020. Strategy Of Smes In The Covid-19 Pandemic Period,
Jurnal Akuntansi & Perpajakan Jayakarta. 2(1):45-52.
Nurmartiani, E., Sucherly., Hasan,M., & Komaladewi,R., & Huda, M. 2020. marketing mix perfor-
mance and customer relationship in improving trust of indihome customer: A Case Fromwest
Java indonesia. Journal of Critical Reviews, 7(2):275-282.
Nuseir, M.T., & Aljumah, A. 2020. The role of digital marketing in business performance with the
moderating effect of environment factors among smes of uae. International Journal of Inno-
vation, Creativity and Change, 11(3):310-324.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). 2020. Corona virus (COVID-
19): SME Policy Responses. Paris: OECD Publishing. Retreived from
https://www.oecd.org/coronavirus/en/ policy-responses on January 3, 2021.
Okofo-Darteh, D., & Asamoah,E.S. 2020. Does the presence of governance structure affect small and
medium-sized enterprise performance? Evidence from an emerging market. Entrepre-neurial
Business and Economics Review, 8(3):118-133.
Palanimally. Y.R. 2016. The Growth Of Small And Medium Enterprises In Malaysia: A Study On
Private Limited Companies In Perak Malaysia. IOSR Journal of Economics and Finance
(IOSR-JEF), 7(3) : 55-60.
Prihartono, K. A.H., & Ali, A. 2020. Competitive advantages of helix triple model based on the
performance of small and medium micro enterprises (survey on msme’s in bandung). Interna-
tional Journal of Grid and Distributed Computing, 13(2):750 -755.
Purnamasari, S.R. 2018. Studi study of small medium enterprises business ecosystem (sme’s) value
network analysis approach case study industrial center of knitting in binong jati (ickbj) ban-
dung. Proceedings Of The International Seminar Global Academics Roundup For Digital Ad-
vancement In Business. 1, 10-13.
Puspaningrum, A.2020. Market orientation, competitive advantage and marketing performance of
small medium enterprises (SMEs). Journal of Economics, Business, & Accountancy, Ventura,
23(1):19-27.
Raflis, A., Ishak,S., & Jusoh,M.A. 2020. The impact of covid-19 movement control order on SMEs’
businesses and survival strate-gies, Malaysian Journal Of Society And Space, 16(2),139-150.
https://doi.org/10.17576/geo-2020-1602-11
Raharja, S.J., & Nurasa, H. 2020. Development of creative industries policy in bandung city,
indonesia. International Journal Public Sector Performance Management, 6(3):1-13.
Ramanathana, R., Ramanathana, U., & Hsiao, H. 2012. The impact of e-commerce on taiwanese smes:
Marketing and Operations Effects. International Journal of Production Economics,
140(2):934-943.
Ramdan, M. R. et al. 2020. Meneroka faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan platform digital
oleh perusahaan mikro dan kecil. Jurnal Pengurusan 59 : 1-17
Razak, I., Nirwanto, N., & Triatmanto, B. 2016. The impact of product quality and price on cus-tomer
satisfaction with the mediator of customer value. Journal of Marketing and Consumer
Research, 30 : 59-68.

70
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Risnawati, Za. at al. 2019. Innovation and marketing strategy for batik products in the industrial age
4.0. International Journal of Recent Technology and Engineering, 8(2) ; 554 – 561.
Rukaiyah. 2020. Effect of product quality and product value on customer loyalty: Empirical Study on
Seaweed sme. Journal Point of View Research Management, 1(4),144 – 153.
Rosalina, V.,& Mulyanah., Malik, A. 2017. Electronic customer relationship management (E-CRM)
modelingon micro, small and medium enterprises (msmes) banten. International Journal of
Computer Applications, 175(3):28-33.
Rosyidie, A., Leksono, R.B., & Adriani,Y. 2012. Scientific tourism potential in Bandung City.
ASEAN Journal On Hospitality And Tourism, 11(2):129-149.
Sheth, J.N. (2011). Impact of emerging markets on marketing: rethinking existing perspectives and
practices. Journal of Marketing, 75, 166-182.
Schindehutte, M., & Morris, M.H. 2001. Understanding strategic adaptation in small firms. Inter-
national Journal of Entrepreneurial Behaviour & Research, 7 (3): 84 – 107.
Schwarz, S., & Grabowska, M. 2015. Online marketing strategies: The Future Is Here. Journal of
International Studies, 8(2):187-196.
Septyanto. D., & Dewanto, I.J. 2016. E-marketing strategies msmesin Indonesia. International Journal
of Applied Business and Economic Research, 14(14):1129-1137.
Setiawati,Cut,Irna., & Ahdiyawati. Sasky, Isnaeni.2021. Menguak Kompetensi Kewirausahaan para
Knitting Entrepreneur di Sentra Industri Rajut Binong Jati Bandung terhadap Kinerja Bisnis.
BENEFET, Jurnal Manajemen dan Bisnis, 6(1): 25 – 40.
Shafi, M., Liu, J., & Ren, W. 2020. Impact of COVID-19 pandemic on micro, small, and medium-
sized enterprises operating in pakistan. Journal ELSEVIER, Research in Globalization, 2(1):1-
14.
Sugiyanto, D.S., & Prayeki, P. 2020. Positive value of covid 19 pandemic for msmes: a case study in
yogyakarta. International Journal of Economics, Business and Accounting Research, 4(3):229-
241.
Sutisna, D., Setiadi, N.J., & Yustim, B. 2018. Revitalization of creative industries and city branding:
competitiveness and productivity in knitted industry perspective. MIMBAR Jurnal,
34(1):166-175.
Soliman, H.S. 2011. Customer relationship managementandits relationship to the marketing per-
formance. International Journal of Business and Social Science, 2(10), 166-182.
Soundararajan, K., & Reddy, K.J. 2020. Productivity and quality improvement through dmaic in sme.
International Journal of Productivity and Quality Management,31(2):271-294.
Tan, Y.C., Mavondo, F., & Worthington, S. 2011. Organisational Capabilities and Relationship
Quality Performance Implications for Palm Oil Processors in Malaysia. Asia Pacific Journal
of Marketing and Logistics, 23(2):152-164.
Tien, S., Chiu, C., Chung., Y., Tsai, C., & Lin,Y. 2006. A study on service demand in customer rela-
tionship management for taiwan’s small and medium‐sized enterprise. Asian Journal on Quali-
ty. 7(2):19-49.
Tolstoy, D., Nordman, E.R., Hanell, S. M., & Ozbek, N. 2020. The development of international e-
commerce in retail smes: An Effectuation Perspective. Journal of World Business, 12:1-15.
Yadiati, W., & Meiryani. 2019. The role of information technology in e-commerce. International
Journal Of Scientific & Technology Research. 8(1):173-178.
Wach, K. 2020. A typology of small business growth modelling: A Critical Literature Review.
Entrepreneurial Business and Economics Review, 8(1):159-184.

71
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Wali, A.F., & Nwokah, N.G. 2018. Understanding customers' expectations for delivering satisfac-tory
and competitive services experience. International Journal of Electronic Marketing and
Retailing, 9(3):254-268.
William, O., Appiah, E.E., & Botchway, E.A. 2016. Assessment of customer expectation and per-
ception of service quality delivery in ghana commercial bank. Journal of Humanity, 4(1):81-
91.
Windarti, Y. 2016. Local government attitudes toward sustainable tourism development (case of
bandung city, indonesia), International Journal Of Social Science And Humanity, 6(7) :551-
556.
Widowati, S.Y. 2017. Analysis of effect of service quality, quality products, and prices on customer
satisfaction. Economics & Business Solutions Journal, 1(1) : 35-44.
World Trade Organization(WTO). 2020. WTO report looks at role of e-commerce during the covid-19
pandemic. The World Trade Organization, Work Programme. Economic Research And Anal-
ysis. Retrieved from https://www.wto.org/english/ news_e/news 20_e/rese_04may20 _ e.htm
on December 20, 2020
Yahaya, J.H.et al. 2018. Model kesediaan pelaksanaan teknologi maklumat untuk perusahaan kecil
dan sederhana ke arah era revolusi industri 4.0. Jurnal Pengurusan 54 :189-203.
Yuwita, E.R., & Nugroho, A. 2020. Effect of service quality and relationship marketing on custom-er
satisfaction and its impact on loyalty service on wisma soewarna brach office (kcp) of bni of
Tangerang. Dinasti International Journal of Digital Business Management,1(2):154 -164.

72
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PELAYANAN PUBLIK PENERIMAAN


PESERTA DIDIK BARU DI SEKOLAH DASAR NO 6 ABIANSEMAL
KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI

Cok Gde Agung Kusuma Putra1*), Sri Sulandari2), Ni Luh Putu Suastini3),
Ni Kadek Sadu Astuti4)
1
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia
kusuma.putra@unr.ac.id
2
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia
sri.fishumunr@gmail.com
3
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia
4
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah proses penarikan calon peserta didik untuk dijadikan input
sekolah dengan tujuan untuk memeratakan akses dan kualitas pendidikan. Pelaksanaan PPDB ini berdasarkan
atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021. Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah
implementasi kebijakan pelayanan publik PPDB di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal, dan faktor-faktor yang
mendukung dan menghambat implementasi kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di
Sekolah Dasar No 6 Abiansemal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi kebijakan
pelayanan publik PPDB di masa pandemi Covid-19 di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal dan untuk mengetahui
faktor-faktor yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan pelayanan publik di Sekolah Dasar No
6 Abiansemal. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa Implementasi kebijakan PPDB di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal belum berjalan dengan
optimal yang dapat dilihat dari masih adanya masyarakat yang kurang paham dengan proses PPDB melalui jalur
zonasi karena kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan sehingga timbul ketidakpuasan
beberapa orang tua siswa dalam mengikuti PPDB online. Faktor yang mendukung implementasi kebijakan
pelayanan publik PPDB di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal karena adanya partisipasi publik dalam proses
PPDB online serta adanya standar dan sasaran kebijakan. Sedangkan faktor yang menghambat yaitu adanya
calon peserta didik baru yang berada di luar zonasi, adanya NIK peserta didik yang tidak terdaftar di sistem
pendaftaran online, serta adanya jumlah siswa yang melebihi kuantitas rombel.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Pelayanan Publik dan PPDB.

ABSTRACT
New Student Admission (PPDB) is the process of withdrawing prospective students to be used as school inputs
with the aim of equalizing access and quality of education. The implementation of this PPDB is based on the
Regulation of the Minister of Education and Culture of the Republic of Indonesia No. 1 of 2021. Based on the
background of the problem above, the formulation of the problem in this research is How is the implementation
of the PPDB public service policy in Elementary School No. 6 Abiansemal, and the factors which supports and
hinders the implementation of the public service policy for the acceptance of new students at Elementary School
No. 6 Abiansemal. The purpose of this study was to determine the implementation of the PPDB public service
policy during the Covid-19 pandemic at Elementary School No. 6 Abiansemal and to determine the factors that
support and hinder the implementation of public service policies at Elementary School No. 6 Abiansemal. This
study uses a qualitative descriptive research method. The results of this study indicate that the implementation of
the PPDB policy at Elementary School No. 6 Abiansemal has not run optimally which can be seen from the
existence of people who do not understand the PPDB process through the zoning route due to the lack of

73
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

socialization provided by the Education Office so that some parents are dissatisfied with the implementation of
the PPDB policy. follow PPDB online. Factors that support the implementation of the PPDB public service
policy at the Abiansemal Elementary School No. 6 are due to public participation in the online PPDB process as
well as the existence of policy standards and targets. While the inhibiting factors are the presence of new
prospective students who are outside the zoning, the NIK of students who are not registered in the online
registration system, as well as the number of students who exceed the number of groups.
Keywords: Policy Implementation, Public Service and PPDB.

PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan sarana untuk menumbuhkan dan mengembangkan bakat serta kemauan
manusia agar mampu berkembang dengan optimal. Adanya pendidikan diharapkan mampu
memperbaiki kondisi masyarakat yang majemuk mulai dari tingkat atas, menengah maupun yang
paling bawah (Rohmah, 2020). Setiap warga negara Indonesia berhak untuk memperoleh pendidikan.
Pendidikan bertujuan untuk mengubah kehidupan manusia ke arah yang lebih baik, mengembangkan
kepercayaan diri sendiri, mengembangkan rasa ingin tahu, serta meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan yang telah dimilikinya (Zen, 2017:42).
Sekolah merupakan lembaga pendidikan yang mengelola dan mengatur peserta didik untuk
mengembangkan bakat dan minat yang dimiliki, kemudian diarahkan dan didorong agar mencapai
tujuan yang diinginkan. Tahapan awal untuk memulai jenjang pendidikan formal yaitu tahap
Penerimaan Peserta Didik (PPDB). PPDB adalah proses penarikan calon peserta didik untuk dijadikan
input sekolah. Kegiatan ini rutin dilakukan sekolah setiap tahun ajaran baru. Tahap PPDB harus
dikelola dan dilaksanakan sesuai standar yang telah ditetapkan pemerintah. Penerimaan Peserta Didik
Baru (PPDB) diselenggarakan setiap tahun untuk menyeleksi calon peserta didik baru berdasarkan
nilai akademik dan variabel lainnya agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
Dalam rangka penguatan e-layanan kepada peserta didik, satuan pendidikan, dan satuan kerja
pendidikan (dinas pendidikan kabupaten/kota), Pustekkom Kemdikbud sejak tahun 2009 telah
mengembangkan sistem Penerimaan Peserta Didik Baru secara online (PPDB online) yang telah
diterapkan di beberapa kabupaten/ kota.
PPDB sistem online adalah kegiatan penerimaan calon peserta didik baru yang memenuhi
syarat tertentu untuk memperoleh pendidikan pada jenjang satuan pendidikan yang lebih tinggi dengan
sistem online (Dinas Pendidikan Kabupaten Badung, 2020). PPDB online dikembangkan untuk
mendukung transparansi, kecepatan dan akuntabilitas dalam proses seleksi penerimaan peserta didik
baru. Jalur pendaftaran PPDB meliputi jalur zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali dan
jalur prestasi. Untuk tingkat Sekolah Dasar jalur zonasi paling sedikit 70%, jalur afirmasi paling
sedikit 15%, jalur perpindahan tugas orang tua/wali paling sedikit 5% dan sisa kuota dapat dibuka
untuk jalur prestasi. Hal ini sejalan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak,
Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah Menengah
Kejuruan menjelaskan bahwa penerimaan siswa melalui jalur zonasi paling sedikit 50% dari daya
tampung sekolah. Domisili berdasarkan alamat pada kartu keluarga yang diterbitkan paling singkat 1
tahun sebelum pelaksanaan PPDB. Kartu keluarga dapat diganti dengan surat keterangan domisili dari
RT atau RW yang dilegalisir kepala desa setempat yang menerangkan bahwa peserta didik yang
bersangkutan telah berdomisili paling singkat 1 tahun sejak diterbitkannya surat keterangan domisili.
Jalur afirmasi paling sedikit 15% dari daya tampung sekolah. Jalur perpindahan tugas orang tua/wali
paling banyak 5% dari daya tampung sekolah, dan jika dari ketiga kuota tersebut masih sisa, maka
pemerintah daerah dapat membuka jalur prestasi.

74
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Sekolah Dasar No 6 Abiansemal merupakan salah satu SD yang menggunakan sistem PPDB
online. PPDB online yang dilaksanakan di Sekolah Dasar No. 6 Abiansemal berdasarkan Peraturan
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang Penerimaan
Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah
Menengah Atas Dan Sekolah Menengah Kejuruan. Adapun data yang menunjukkan jumlah
pendaftaran peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal tahun ajaran 2019/2020 sampai
dengan 2021/2022 adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Data PPDB Sekolah Dasar No 6 Abiansemal Tahun Ajaran 2019/2020-2021/2022


Tahun Dalam Zonasi Luar Zonasi Jumlah Keterangan
Ajaran Laki- Perempuan Laki-laki Perempuan
laki
2019/2020 14 14 1 - 29
2020/2021 8 10 - - 18
2021/2022 5 12 - - 17 Satu siswa
bermasalah
dalam NIK
Sumber: Sekolah Dasar No 6 Abiansemal (2022)

Berdasarkan Tabel 1.1 tersebut menunjukkan bahwa jumlah peserta didik baru mengalami
penurunan setiap tahunnya. Tahun ajaran 2019/2020 sebanyak 29 orang, kondisi ini melebihi rombel
sehingga proses pembelajran dibagi menjadi dua rombel dan terdapat 1 siswa yang berasal dari luar
zonasi. Tahun ajaran 2020/2021, jumlah peserta didik mengalami penurunan dengan jumlah 18 orang
dan kembali mengalami penurunan di tahun ajaran 2021/2022 dengan jumlah peserta didik sebanyak
17 orang dan satu orang siswa bermasalah dalam NIK. Berdasarkan uraian tersebut menunjukkan
bahwa terdapat permasalahan yang dialami dalam penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No
6 Abiansemal maka penulis merasa tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai Implementasi
Kebijakan Pelayanan Publik Penerimaan Peserta Didik Baru Di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal.

METODE
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriftif kualitatif untuk mengetahui
implementasi kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6
Abiansemal. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang berfungsi menemukan dan memahami
fenomena sentral. Teknik pengumpulan data penelitian berdasarkan data observasi dan dokumentasi
yang diperoleh dari masyarakat yang berada di wilayah zonasi sekolah, kepala sekolah, dan operator
sekolah. Analisis dari hasil wawancara merujuk pada teori-teori sebagai landasan berfikir.
Menurut Sharan B dan Merriam dalam Sugiono (2018:4) penelitian kualitatif tertarik
memahami bagaimana orang-orang menginterpretasikan pengalamannya, mengkonstruksi apa yang
telah dialami dalam hidupnya. Seluruh tujuan penelitian kualitatif adalah untuk mencapai pemahaman
yang mendalam bagaimana orang-orang merasakan dalam proses kehidupannya, memberikan makna
dan menguraikan bagaimana orang-orang menginterpretasikan pengalamannya. Penelitian kualitatif
ingin memahami fenomena berdasarkan pandangan partisipan atau pandangan internal (perspektive
emic) dan bukan pandangan peneliti sendiri atau pandangan eksternal (perspektive etic).

75
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Selanjutnya Nutley dan Webb dalam Sugiono (2017:10) mengatakan bahwa “Penelitian
kebijakan dirancang untuk memberikan informasi dan pemahaman satu atau beberapa aspek yang
dapat digunakan dalam proses kebijakan yang meliputi rumusan dan pembuatan kebijakan,
implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Penelitian kebijakan berperan dalam penyusunan
kebijakan, output kebijakan, outcome kebijakan dan evaluasi kebijakan. Menurut Moleong (2011:6)
mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai berikut: Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah.
Penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan
kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian secara mendalam tentang ucapan, tulisan atau
perilaku yang dapat diamati dari individu, kelompok, masyarakat maupun organisasi tertentu.
Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini bertujuan untuk
mendeskripsikan implementasi kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di Sekolah
Dasar No 6 Abiansemal

PEMBAHASAN
Implementasi Kebijakan Pelayanan Publik Penerimaan Peserta Didik Baru Di Sekolah Dasar
No 6 Abiansemal
Pelaksanaan PPDB online di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal dilaksanakan berdasarkan atas
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah Menengah Kejuruan. Berdasarkan analisis hasil
penelitian dengan menggunakan Teori Implementasi Kebijakan menurut Donald S. Van Meter dan
Carl E. Van Horn (1975) dalam Subarsono (2021:99) maka dapat dipaparkan berikut :

Standar dan Sasaran Kebijakan


Agar interpretasi yang menyebabkan konflik antar implementor tidak timbul, maka suatu
kebijakan harus terukur dan jelas. Sekolah Dasar No 6 Abiansemal dalam melaksanakan PPDB online
berdasarkan atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun
2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah Menengah Kejuruan.
Sekolah Dasar No 6 Abiansemal telah melaksanakan PPDB online menggunakan jalur zonasi,
afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali dan jalur prestasi sesuai dengan standar kebijakan.
Pelaksanaan PPDB online ini merupakan salah satu kebijakan yang diupayakan untuk menghindari
celah kecurangan yang biasa terjadi saat penerimaan siswa baru sehingga lewat sistem ini diharapkan
tidak terjadi lagi tindakan-tindakan kecurangan yang dapat merugikan beberapa pihak. Menurut Sri,
Andani, (2014:1.6) bahwa “Hal-hal yang terkandung dalam kebijakan diantaranya adalah tujuan yang
ingin dicapai yang berpihak kepada kepentingan masyarakat”. Handani (2020) juga menyatakan
bahwa “Kebijakan mempunyai unsur-unsur yang memberikan pemahaman tentang alasan mengapa
kebijakan tersebut perlu untuk ada. Salah satu unsur terpenting dari kebijakan adalah tujuan
kebijakan.”
Bagi implementor (Sekolah Dasar No 6 Abiansemal), standar juga sasaran implementasi
kebijakan cukup jelas, terukur, serta dapat dipahami para implementor kebijakan. Sehingga tidak

76
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

menyebabkan konflik antar implementor kebijakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Van Meter dan
Van Horn (1975) dalam Subarsono (2021:99) menyatakan bahwa “Agar interpretasi yang
menyebabkan konflik antar implementor tidak timbul, maka suatu kebijakan harus terukur dan jelas”.

Sumber Daya
Suatu kebijakan memerlukan dukungan dari sumber daya, yakni sumber daya manusia, juga
sumber daya bukan manusia. Sumber daya manusia merupakan sumber dari kekuatan yang berasal
dari masing-masing yang dapat didayagunakan oleh organisasi (Sutrisno, 2016:4). Sumber daya
manusia merupakan daya yang bersumber dari manusia dapat juga disebut tenaga atau kekuatan
(energy atau power) (Sedamaryanti, 2015:1).
Pelaksanaan PPDB online pada Sekolah Dasar No 6 Abiansemal selain melihat adanya
sumber daya dari instansi seperti sekolah dan Dinas Pendidikan, sumber daya manusia seperti
masyarakat selaku orang tua siswa juga memiliki peran dalam partisipasi publik. Kemampuan orang
tua siswa dalam mematuhi prosedur pendaftaran online menentukan keberhasilan dalam pelaksanaan
program PPDB online. Sekolah Dasar No 6 Abiansemal memiliki operator yang bertugas dalam
menangani PPDB online.
Salah satu kunci utama dari pengelolaan kebijakan yang berkualitas adalah tingginya
intensitas partisipasi publik. Tujuan utama dari partisipasi adalah mempertemukan seluruh
kepentingan yang sama dan yang berbeda dalam suatu proses perumusan dan penetapan kebijakan
(keputusan) secara proporsional untuk semua pihak yang terlibat dan terpengaruh oleh kebijakan yang
akan ditetapkan didalamnya, pelibatan masyarakat luas (publik) dalam proses penentuan kebijakan
merupakan satu cara efektif untuk menampung dan mengakomodasi berbagai kepentingan yang
beragam (Sinambela, 2016: 37).
Selain sumber daya manusia, sumber daya bukan manusia yaitu Sekolah Dasar No 6
Abiansemal juga menggunakan komputer dan segala perangkat hardware dan softwarenya, juga server
dan jaringan internet. Selanjutnya terkait sumber daya anggaran pada pelaksanaan kebijakan berasal
dari dana BOS. Hal ini sejalan dengan penelitian Handani (2020) yang menyatakan bahwa
“Keberhasilan suatu implementasi kebijakan didukung oleh sumber daya manusia dan sumber daya
non manusia.”

Hubungan Antar Organisasi


Implementasi suatu kebijakan perlu untuk dikoordinasikan dengan instansi-instansi lain untuk
mencapai keberhasilan yang diinginkan (Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2021:99)).
Hubungan organisasi yang terintegrasi antara Dinas Pendidikan, Sekolah Dasar No 6 Abiansemal dan
masyarakat melalui kebijakan penerimaan peserta didik baru yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada
Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan
Sekolah Menengah Kejuruan dan adanya penyampaian informasi kepada masyarakat melalui
sosialisasi namun sosialisasi belum maksimal karena masih adanya masyarakat selaku wali siswa yang
kurang paham dengan proses penerimaan peserta didik baru melalui jalur zonasi karena kurangnya
sosialisasi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan sehingga menyebabkan timbul ketidakpuasan
beberapa orang tua siswa dalam mengikuti PPDB online.

77
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Karakteristik Agen Pelaksana


Karakteristik agen pelaksana yakni sejauhmana para kelompok yang berkepentingan
melimpahkan dukungannya untuk pelaksanaan suatu kebijakan, juga karakter implementor yaitu
menolak atau mendukung kebijakan, dan seperti apa bentuk opini masyarakat apakah mendukung atau
menolak pelaksanaan kebijakan. Sebagaimana pendapat Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono
(2021:99) yang menyatakan “Karateristik agen pelaksana yakni sejauhmana kelompok-kelompok yang
berkepentingan memberikan dukungannya untuk pelaksanaan kebijakan, juga karakter implementor
yaitu menolak atau mendukung kebijakan.”
Keberhasilan Implementasi kebijakan sangat ditentukan oleh kebijakan yang tepat yang
mampu mengakomodasi berbagai pandangan dan kepentingan yang berbeda dalam masyarakat.
Dengan adanya implementasi kebijakan PPDB online pemerintah mengharapkan adanya perubahan
yang diterima oleh masyarakat dan tentunya perubahan yang dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat maupun bagi pihak pelaksana.
Selain dari dukungan implementor dalam implementasi kebijakan, dukungan dari publik atau
masyarakat selaku kelompok sasaran juga menjadi hal yang penting. Dinas Pendidikan sebagai
pelaksana kebijakan dalam PPDB online mendukung penuh implementasi kebijakan dalam
penerimaan peserta didik baru dengan menggunakan sistem online yang bekerja sama dengan sekolah
seperti Sekolah Dasar No 6 Abiansemal, tetapi masih membutuhkan dukungan dari masyarakat selaku
orang tua siswa yang masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat karena sebagian masyarakat
mendukung sistem zonasi ini karena memberikan pemerataan pendidikan tanpa memandang status
sosial dalam masyarakat namun di sisi lain masih adanya pola pikir orang tua yang terfokus untuk
menyekolahkan anak mereka pada sekolah unggulan dan tidak menyetujui sistem zonasi dalam PPDB
online.

Kondisi Sosial, Politik dan Ekonomi


Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Subarsono (2021:99) menjelaskan “Kondisi sosial,
politik dan ekonomi mencakup keadaan sosial, ekonomi dan politik yang bisa mendorong keberhasilan
dalam pelaksanaan suatu kebijakan.” Dengan terlaksananya PPDB online masyarakat merasakan
manfaat positif. Peluang siswa yang pintar untuk masuk ke sekolah favorit dapat terjaga walaupun dia
tergolong siswa yang kurang mampu karena selama ini yang bisa masuk ke sekolah unggulan hanya
orang-orang yang mempunyai uang banyak sekarang dengan adanya sistem PPDB online ini hal- hal
tersebut tidak bisa lagi terjadi karena yang bekerja adalah sistem jika siswanya memenuhi kriteria
maka secara otomatis dia masuk jadi sistem ini juga menegakkan keadilan bagi masyarakat.
Sedangkan di bidang ekonomi masyarakat juga diuntungkan dengan sistem ini karena tidak ada lagi
celah untuk melakukan tindakan kecurangan dan juga proses pendaftaran PPDB online ini juga tidak
memungut biaya semuanya gratis masyarakat diberikan kemudahan untuk pendaftaran PPDB online
ini.
Kondisi politik di Kecamatan Abiansemal tidak dapat mempengaruhi PPDB online di Sekolah
Dasar No 6 Abiansemal ini karena data yang dimiliki sudah terhubung langsung dengan pusat dan
penentuan wilayah zonasi sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan sehingga tidak terdapat
lagi peran politik dalam penerimaan peserta didik, adanya transparansi dalam penerimaan peserta
didik untuk memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat. Adanya sistem PPDB online, juga tidak
ditentukan oleh kondisi sosial dan ekonomi dari masyarakat tersebut.
Implementasi kebijakan PPDB online di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal memberikan
pemerataan atau kesempatan yang sama bagi semua peserta didik tanpa membedakan kondisi sosial,

78
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

ekonomi dan politik dalam masyarakat. adanya PPDB online di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal
memberikan kemudahan bagi calon peserta didik untuk mengikuti pendaftaran dan penentuan sistem
zonasi memberikan pemerataan dalam pemilihan sekolah tanpa melihat kondisi sistem politik yang
berlaku dan memberikan kemudahan sosial ekonomi.

Disposisi Implementor
Van Horn dalam Subarsono (2021:99) menjelaskan jika disposisi implementor melingkup 3
aspek, pertama adalah bagaimana tanggapan para pelaksana akan adanya suatu kebijakan. Hal ini
dapat mempengaruhi keinginannya dalam mengimplementasikan Implementor kebijakan memiliki
tanggapan yang baik terhadap adanya kebijakan ini. Mereka berpandangan bahwa kebijakan ini
memiliki tujuan yang baik, sehingga seluruh implementor mengimplementasikan kebijakan sesuai
dengan tugasnya masing-masing.
Hal kedua adalah pemahaman implementor terhadap kebijakan. Pada Dinas Pendidikan,
pemahaman terkait kebijakan diberikan kepada staf yang terlibat dalam implementasi kebijakan
dengan cara melibatkan mereka semua ke dalam setiap rapat terkait PPDB. Jika ada diantara mereka
yang berhalangan untuk hadir dalam rapat, maka di lain kesempatan staf yang menghadiri rapat
memberikan penjelasan terkait hal-hal yang dibahas dalam rapat. Sehingga seluruh staf yang
bertanggungjawab paham terhadap kebijakan suatu kebijakan. Hal ketiga adalah intensitas dalam
disposisi implementor, yaitu kecenderungan atau preferensi suatu nilai dari implementor kebijakan.
Penulis memaknai intensitas disposisi implementor sebagai tingkatan kekuatan disposisi para
implementor kebijakan.
Implementasi kebijakan pelayanan publik PPDB secara online pada Sekolah Dasar No 6
Abiansemal, disposisi implementor dilaksanakan dengan pelimpahan kewenangan kepada bidang-
bidang tertentu yang relevan dalam menangani PPDB dengan menggunakan sistem zonasi. Di Dinas
Pendidikan Kabupaten Badung, Kepala Dinas melimpahkan wewenang terkait implementasi PPDB
dengan menggunakan sistem zonasi kepada UPTD Dapodik Dinas Pendidikan Kabupaten Badung.

Faktor Yang Mendukung Dan Menghambat Implementasi Kebijakan Pelayanan Publik


Penerimaan Peserta Didik Baru Di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal
Implementasi kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru Di Sekolah Dasar No
6 Abiansemal terdapat faktor yang mendukung dan menghambat implementasi kebijakan pelayanan
publik penerimaan peserta didik baru. Adapun faktor yang mendukung implementasi kebijakan
pelayanan publik penerimaan peserta didik baru.yaitu sebagai berikut:
1. Adanya Partisipasi Publik Dalam Proses PPDB Online
Partisipasi berarti peran serta seseorang atau kelompok masyarakat dalam proses pembangunan
baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam bentuk kegiatan dengan memberi masukan pikiran,
tenaga, waktu, keahlian, modal dan atau materi, serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil-
hasil pembangunan (Sumaryadi, 2015:46). Dalam hal ini yaitu partisipasi masyarakat atau orang
tua siswa dalam mengikuti pendaftaran secara online untuk dapat menjadi peserta didik di Sekolah
Dasar No 6 Abiansemal. Partisipasi masyarakat ini muncul karena adanya kebutuhan masyarakat
dengan pendidikan, mengikuti pendidikan dengan melakukan proses pendaftaran menjadi peserta
didik secara online dan mengikuti prosedur yang berlaku sesuai dengan aturan dalam
Permendikbud.

79
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

2. Adanya Standar dan Sasaran Kebijakan


Pelaksanaan PPDB online telah didasarkan atas Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman
Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah
Menengah Kejuruan. Pelaksanaan PPDB online di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal menggunakan
jalur zonasi, afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali dan jalur prestasi.

Sekolah Dasar No 6 Abiansemal telah melaksanakan PPDB online menggunakan jalur zonasi,
afirmasi, perpindahan tugas orang tua/wali dan jalur prestasi sesuai dengan standar kebijakan yaitu
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 dengan sasaran
kebijakan yaitu terjadinya pemerataan pendidikan, penghapusan kastanisasi dan favoritisme, tidak ada
diskriminasi, diberikannya kesempatan yang sama untuk tiap peserta didik dalam rangka memperoleh
pendidikan, sehingga diperoleh kualitas pendidikan yang dapat menghasilkan peserta didik yang
berprestasi pada Sekolah Dasar No 6 Abiansemal. Selain faktor yang mendukung implementasi
kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal,
terdapat pula faktor yang menghambat implementasi kebijakan yaitu sebagai berikut :
1. Adanya Calon Peserta Didik Baru Yang Berada Di Luar Zonasi
Pada Sekolah Dasar No 6 Abiansemal terdapat calon peserta didik baru yang berada di luar zonasi
menyebabkan petugas/operator mengalami kesulitan dalam input data, untuk mengatasi hal
tersebut calon peserta didik tersebut akan didaftarkan secara manual paling belakang setelah
PPDB online ditutup. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sheila Rohmah
(2020) yang menemukan bawa penerimaan peserta didik dilakukan dengan menggunakan sistem
zonasi memanfaatkan pendaftaran online sedangkan penerimaan peserta didik yang berada di luar
zonasi dilakukan dengan memanfaatkan.
2. Adanya NIK Peserta Didik Yang Tidak Terdaftar Di Sistem Pendaftaran Online
Proses penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal belum sepenuhnya dapat
berjalan optimal karena adanya NIK peserta didik yang tidak terdaftar karena yang bersangkutan
tidak menempuh pendidikan TK sehingga NIK yang bersangkutan harus didaftarkan secara
manual yang selanjutkan didaftarkan dalam pendaftaran. Hal ini sejalan dengan pendapat
Ramadhan (2019) yang menyatakan bahwa adanya integrasi antara dinas kependudukan dengan
sistem pendaftaran online melalui pemanfaatan NIK dalam pendaftaran peserta didik baru.
3. Kurangnya Sosialisasi Mengenai PPDB Online
Kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat menyebabkan kurangnya pemahaman
bagi orang tua siswa dalam mengisi formulir pendaftaran online, yang berakibat petugas
mengalami kesulitan dalam input data karena perbedaan daerah asal dan tempat tinggal siswa,
NIK peserta didik yang tidak terdaftar di sistem serta sulitnya mengubah pola pikir masyarakat
mengenai penerapan sistem zonasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutaryo (2014:156) yang
menjelaskan bahwa “Sosialisasi merupakan mata rantai paling penting di antara sistem-sistem
sosial lainnya, karena dalam sosialisasi adanya keterlibatan individu-individu sampai dengan
kelompok-kelompok dalam satu sistem untuk berpartisipasi”.
4. Adanya jumlah siswa yang melebihi kuantitas rombel
Jumlah siswa melebihi kuantitas rombel karena banyaknya siswa yang berada dalam wilayah atau
zonasi dari Sekolah Dasar No 6 Abiansemal. Siswa yang berada di wilayah zonasi harus diterima
karena berada di wilayah zonasi Sekolah Dasar No 6 Abiansemal, walaupun melebihi kapasitas
rombel, pelayanan publik di bidang pendidikan harus diberikan dengan baik. Berdasarkan data

80
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

dari Puslitjak (2020:33) menunjukkan bahwa secara umum Provinsi Bali memiliki rata-rata jumlah
peserta didik per rombongan belajar jenjang SD sebesar 24,09 persen yang memiliki rasio peserta
didik per rombongan belajar yang melebihi rata-rata rasio peserta didik SD Nasional sebesar 23,58
persen. Provinsi Bali memiliki 2.430 SD untuk menampung sebanyak 396.627 peserta didik.

KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Implementasi
kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal belum
berjalan secara optimal karena masih kurangnya sosialisasi . Hal ini dapat dilihat dari masih adanya
masyarakat selaku wali siswa yang kurang paham dengan proses PPDB melalui jalur zonasi karena
kurangnya sosialisasi yang diberikan oleh Dinas Pendidikan sehingga menyebabkan timbul
ketidakpuasan beberapa orang tua siswa dalam mengikuti PPDB online.
Meskipun demikian pelaksanaan kebijakan pelayanan publik penerimaan peserta didik baru di Sekolah
Dasar No 6 Abiansemal tidak terlepas karena adanya faktor yang mendukung yaitu adanya partisipasi
publik dalam proses PPDB online dan adanya standar dan sasaran kebijakan.
Selain itu juga terdapat faktor yang menghambat implementasi kebijakan pelayanan publik
penerimaan peserta didik baru di Sekolah Dasar No 6 Abiansemal yaitu adanya calon peserta didik
baru yang berada di luar zonasi, adanya NIK peserta didik yang tidak terdaftar di sistem pendaftaran
online, kurangnya sosialisasi mengenai PPDB online dan adanya jumlah siswa yang melebihi
kuantitas rombel.

DAFTAR PUSTAKA
Moleong. 2011. Proses Mengorganisasikan Dan Mengurutkan Data. Jakarta : Prenada Media.
Sedarmayanti. 2015. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan. Manajemen
Pegawai Negeri Sipil cetakan kelima. Jakarta: Refika Aditama.
Sinambela, Lijan Poltak. 2015. Kinerja Pegawai: Teori, Pengukuran dan Implikasinya. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Subarsono. 2021. Analisis Kebijakan Publik, Konsep Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sri, Andani. 2014. Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang. Yogyakarta, Pustaka.
Sugiyono, 2017. Metode Penelitan Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung: Alfabeta 2018. Metode
Penelitan Kuantitatif, Kualitatif dan R & B. Bandung: Alfabeta
Sumaryadi, I Nyoman. 2005. Perencanaan Pembangunan Daerah. Otonom dan Pemberdayaan
Masyarakat. Jakarta: Penerbit. Citra Utama.
Sutrisno, Hadi. 2016. Statistik Jilid II. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM
Zen, Zelhendri. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Depok: Kencana.
Handani, Meylan Siswara. 2020. Implementasi Kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru Dengan
Sistem Zonasi Pada SMP Negeri Di Kota Padang. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. Universitas
Negeri Padang. Vol 2, No 3, Hal 73-86.
http://jmiap.ppj.unp.ac.id/index.php/jmiap/article/view/181/100
Rohmah, Sheila. 2020. Pengelolaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Berdasarkan Sistem
Zonasi di SMP Negeri 1 Mlonggo Jepara. Journal Education Management. Universitas Islam
Negeri Semarang. Vol 1, No 1, Hal 25-34.
https://journal.walisongo.ac.id/index.php/jawda/article/view/ 6704/2953
Sutaryo. 2014. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.

81
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia No 1 Tahun 2021 Tentang
Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah
Pertama, Sekolah Menengah Atas Dan Sekolah Menengah Kejuruan
https://puslitjakdikbud.kemdikbud.go.id

82
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

STRATEGI PENGELOLAAN LAHAN PASCA TAMBANG TIMAH


PADA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

Rosalita1*), Purwanto2), Hartuti3), Kis Martini4)


1
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
rosalita@students.undip.ac.id
2,3,4
Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

ABSTRAK
Indonesia negara berkembang dengan penduduk yang banyak terdiri dari 273 juta jiwa dan terdiri dari 34
provinsi di setiap provinsi memiliki sumber daya yang baik di negeri ini, dinamai provinsi Bangka Belitung
dikarenakan terbentuk di tahun 2002 hasil dari pemisahan dengan provinsi Sumatera Selatan memiliki
pendapatan daerah sebagai dukungan atas pembentukkan daerah yang dinamai otonomi daerah. Tin atau Timah
adalah Pendapatan terbesar dari daerah ini selain juga sawit dan dari pajak yang lain nya, Penelitian lapangan ini
menggunakan metode penelitian kualitatif dimana penelitian ini mencari jawaban dari rumusan masalah dengan
sejelas-jelasnya dimana ada 3 pertanyaan rumusan masalah yang perlu dijawab dengan wawancara, studi
literatur dan analisis SWOT Thomas L Wheelen mengatakan manajemen strategis adalah serangkaian keputusan
dan Tindakan yang menentukan kinerja perusahaan dalam jangka Panjang manajerial.. Di dalam analisis swot
tersebut dituliskan kelebihan dan kekurangan swot sendiri diartikan sebagai strength (kekuatan),
weakness(kelemahan), opportunities (peluang)dan threaths (ancaman). Kekuatan yang timbul dalam penelitian
ini adalah adalah keinginan yang muncul untuk memperbaiki kondisi atau keadaan dimana kerusakkan alam
sudah sangat mulai terlihat dengan penambangan terus baik di darat maupun di laut terumbuk karang pun rusak,
weakness atao kelemahannya adalah banyak lobang yang tidak bisa direklamasi dikarenakan dijadikan tempat
wisata selain itu kebanyakkan penduduk local belum teredukasi dengan baik sehingga tidak mengetahui manfaat
reklamasi biasa nya ditambang kembali setelah ditutup, kemudian ooportunities yang terbentuk adalah dengan
lobang tambang yang airnya berwarna baik hijau dan biru orang menjadi suka ke Bangka hanya di Bangka yang
memiliki danau seperti itu, threatsnya atau ancamannya adalah semakin merusak alam dengan peluang tersebut
bisa merusak alam.

Kata Kunci: Inovasi Abang Timah untuk Bu Disa, SWOT dan Timah.

ABSTRACT
Indonesia is a developing country with a large population of 273 million people and consists of 34 provinces in
each province has good resources in this country, named the province of Bangka Belitung because it was formed
in 2002 as a result of separation from the province of South Sumatra, which has regional income as support. on
the formation of a region called regional autonomy. Tin is the largest income from this area in addition to palm
oil and from other taxes, this field research uses qualitative research methods where this research seeks answers
from the problem formulation as clearly as possible where there are 3 problem formulation questions that need
to be answered by interview, Literature study and SWOT analysis Thomas L Wheelen said strategic management
is a series of decisions and actions that determine the company's long-term managerial performance. In the swot
analysis, the strengths and weaknesses of swot are written as strengths, weaknesses, opportunities.
(opportunities) and threats (threats). Strengths that arise in this research are the desire that appears to improve
conditions or circumstances where the damage to nature has begun to be seen with continuous mining both on
land and at sea, the coral reefs are damaged, the weakness or weakness is that there are many holes that cannot
be reclaimed because they are used as places. Besides that, most of the local residents have not been well
educated so they don't know the benefits of reclamation, usually it is mined again after it is closed, then the
opportunities that are formed are mining pits where the water is both green and blue. The threats are the more
damaging the nature with the opportunity to destroy the nature.

Keywords: Analyzed SWOT, Bangka Island and Tin.

83
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara berkembang dengan banyak pulau dari Sabang sampai Maurake,
pernah dijajah oleh beberapa negara antara lain Belanda, Jepang, Portugal, Spanyol. Sejak
kemerdekaan diproklamasikan, negara Indonesia yang pada waktu itu telah menjadi bangsa yang
merdeka, oleh karena itu sumber modal bagi kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan rakyatnya,
Indonesia dengan pulau yang memiliki banyak kekayaan alam juga berasal dari masing-masing
negara. provinsi-provinsi tersebut dibuat undang-undang yang melindungi kekayaan alam negara
Indonesia, yang terletak pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi bahwa bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Provinsi Bangka Belitung merupakan provinsi ke-
33 di Republik Indonesia sebagai provinsi yang terbentuk pada tahun 2003. Bangka Belitung dianggap
layak untuk mengelola provinsinya sendiri. Provinsi Bangka Belitung dikenal sebagai daerah
penghasil timah. lahan baru yang menguntungkan untuk pertambangan timah dan sebagainya sehingga
tidak ada orang yang sadar ala memperhatikan apa yang telah dirusak manusia.

Gambar 1. Peta Sebaran Timah di Pulau Bangka dan Belitung.

Profil kabupaten Bangka Induk


Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas kurang lebih 302.879 Ha
atau 3.028,79 Km². Dengan luas daratan tanpa pulau kecil dan Kepulauan Tujuh 2.950,68 Km² atau
295.068 Ha. Letak astronomis Kabupaten Bangka adalah 105°-106° BT dan 1°-2° LS. Secara
administratif, wilayah Kabupaten Bangka memiliki batas wilayah sebagai berikut:
Tabel 1. Pembagian Wilayah Kabupaten Bangka
Utara Selat Karimata

Timur Selat Karimata

Selatan Kota Pangkal Pinang dan Kabupaten Bangka Tengah

Barat Kabupaten Bangka Barat

84
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

METODE
Penelitian lapangan ini menggunakan metode kualitatif dimana penelitian ini mencari jawaban
dari rumusan masalah sejelas mungkin dimana terdapat 3 pertanyaan rumusan masalah yang perlu
dijawab dengan wawancara, studi literatur dan analisis SWOT Thomas Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif yang
berorientasi pada gejala yang bersifat naturalistik atau alamiah, bertujuan untuk memahami
permasalahan manusia maupun sosial. Menurut Sugiyono (2012:1) yang dimaksud dengan metode
deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci,
pengambilan sampel sumber data di lakukan secara purposive dan snowball, tekhnik pengumpulan
data dilakukan secara trianggulasi (Gabungan).

Pendekatan kualitatif dengan karakteristiknya yang dikemukakan oleh creswell (2009), An


iquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a
social or human problem. The Researcher builds a complex, holistic picture, analyses words report
detailed views informations, and conducts the study in a natural setting. (Penelitian kualitatif
merupakan suatu proses penelitian yang bertujuan untuk memahami permasalahan manusia maupun
sosial, Peneliti membangun gambaran yang kompleks dan holistic, menganalisa kata-kata yang
melaporkan pandangan informan secara mendetail dan melakukan penelitian dalam penataan alamiah.

Situs Penelitian
Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan keberadaan sawah bekas tambang timah di desa
Sinarjaya kota Sungailiat Kabupaten Bangka, dimana sawah terletak di desa Jelutung kelurahan
Sinarjaya kota Sungailiat Kabupaten Bangka Induk dimana sesuai dengan peraturan mengenai
pertambangan darat terbaru Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI)
Tahun 1945 menyebutkan bahwa (1) Perekonomian disusun sebagai usaha Bersama berdasar atas asas
kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup
orang banyak dikuasai oleh negara; (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat; (4) Perekonomian
nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Kebijakan Mineral dan Batubara Nasional
ditetapkan mengacu kepada amanat konstitusi tersebut.

Fenomena Penelitian
Fenomena penelitian ini tentang inovasi pengolahan lahan pasca penambangan timah di desa
jelutong kelurahan sinar jaya kota sungailiat kabupaten Bangka induk provinsi Bangka Belitung.
Tabel 2. Fenomena Penelitian
No Rumusan masalah Fenomena Gejala
1 1.Menganalisa gagasan terbentuknya a.diskusi Bersama para - Pihak yang terlibat
inovasi abangdisa untuk bu timah (apa petani dalam terbentuknya
yang menjadi masalah utama pengelolaan inovasi sawah bekas
lahan bekas tambang timah di desa tambang timah.
Jelutung Kabupaten Bangka provinsi
Bangka Belitung

85
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

b.Membangun - Prinsip-Prinsip
kepercayaan Inovasi
- Sarana dan Prasana
-Sumberdaya
manusia
-Sistem rujukan
-Hak dan kewajiban
c. Komitmen - Perjanjian
-Kerjasama
- Ruang lingkup
- Sumberdaya
- pihak dinas dan
stek holder yang
terkait inovasi sawah
eks tambang timah
d.Membagi pemahaman -Tupoksi
-Visi dan Misi
-Ruang lingkup
-Pelaksanaan inovasi
2 Memperbarui gagasan terbentuknya inovasi -berdiskusi dengan Mempunyai rencana
abang timah untuk bu disa agar lebih kelompok tani serta para untuk memperbaiki
efektif. penyuluh ide yang sudah ada

3 Memberikan pilihan kepada seperangkat -berdiskusi dengan - timbulnya kajian-


manusia untuk menggunakan cara unik pemerintah dalam hal ini kajian perbaikan
agar dapat meningkatkan pencapaian yang membidangi dalam inovasi ini sendiri
tujuan yang diharapkan dalam arti hal ini kadis, kabid dan seperti mulai
bagaimana para steak holder mampu juga kasi melalu diusahakan pupuk
mengolah lahan area penambangan bekas wawancara-wawancara baru dsb.
tambang timah lebih menjadi potensial lagi kecil.
daripada yang ada sekarang?

Jenis Data yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif yang didapatkan melalui 2
(dua) sumber data, yaitu, data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh
langsung dari hasil wawancara yang diperoleh dari narasumber atau informan yang dianggap
berpotensi dalam memberikan informasi yang relevan dan sebenarnya di lapangan sedangkan data
Sekunder adalah sebagai data pendukung data primer dan literatur dan dokumen serta data yang
diambil dari suatu organisasi atau perusahaan dengan permasalahan di lapangan yang terdapat pada
lokasi penelitian berupa bahan bacaan, bahan Pustaka, dan laporan-laporan penelitian. Dalam laporan
penelitian ini digunakan metode penentuan informan dengan menggunakan teknik purposive
sampling, dimana informan dipilih berdasarkan penilaian peneliti sebagai pihak yang paling baik
untuk dijadikan informan penelitian, meliputi: disamping dokumen-dokumen yang dapat mendukung
penelitian ini adalah pelaku kebijakan (stakeholder) yang menyangkut proses inovasi. Data hasil
penelitian yang dapat digunakan dalam pembuatan kebijakan, bila dilihat dari sumbernya dapat dibagi
menjadi data hasil penelitian lapangan dan data dokumentasi. Data dokumentasi bisa berupa data hasil

86
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

penelitian yang telah lalu yang dilakukan peneliti sendiri atau orang lain. Data langsung dari lapangan
sering disebut data primer, dan data dokumentasi disebut data sekunder.

Tabel 2. Data Informan


No Jabatan No urut informan Keterangan
1. Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bangka Induk Informan 01
2 Ka. Bidang pangan dan holtikultura Informan 02
3 Ka. Seksi bidang pangan dan holtikultura Informan 03
4 Ketua kelompok tani Informan 04
5 Anggota kelompok tani 1 Informan 05
6 Anggota kelompok tani 2 Informan 06
7 Anggota kelompok tani 3 Informan 07
8 Penyuluh Pertanian desa jelutung Informan 08
9 Lurah kelurahan desa Jelutung (perwakilan) Informan 09
9 Lurah kelurahan desa Jelutung (perwakilan) Informan 09
9 Lurah kelurahan desa Jelutung (perwakilan) Informan 09
9 Lurah kelurahan desa Jelutung (perwakilan) Informan 09
9 Lurah kelurahan desa Jelutung (perwakilan) Informan 09

Data primer diperoleh langsung berdasarkan hasil wawancara kepada pihak informan seperti
dinas pertanian dan pangan Kabupaten Bangka Induk, dan kelompok tani sebagai perwakilan para
petani Sedangkan data sekunder diperoleh dari data-data pendukung lainnya yang didapatkan melalui
bahan bacaan, bahan pustaka, dan laporan-laporan penelitian yang berkaitan dengan permasalahan
penelitian ini. Untuk mengumpulkan data primer dan data sekunder peneliti menggunakan beberapa
teknik pengumpulan data, yaitu:

Observasi
Melalui pengamatan langsung merupakan metode yang dapat menunjang penilaian atas hasil
kebijakan. Metode ini dapat memberikan data dan informasi tambahan

Indepth Interview (wawancara mendalam)


Metode ini dapat menghimpun data dan informasi secara lebih leluasa dan mendalam tentang
Proses Collaborative Governance dalam Jaminan Kesehatan Nasional, terutama untuk narasumber
yang bersifat terbatas atau dalam jumlah yang tidak terlalu besar.

Telaah untuk menghimpun data dan informasi mengenai Proses Collaborative Governance
Dimulai dari tahap Pembuatan Kerjasama sampai ke pelaksanaan. Studi dokumentasi harus
dilakukan secara periodik, baik pendek, menengah, maupun panjang. Metode ini merupakan yang
paling pokok dalam mendapatkan data dan informasi yang dapat dipercaya untuk melakukan penilaian
atas hasil kebijakan. Pada saat pengumpulan data peneliti akan melakukan aktifitas yang berhubungan
dengan penelitian ini melalui dokumentasi, wawancara, dan observasi dengan pihak yang terkait untuk
memperoleh data dan informasi guna mendukung penelitian ini. Dengan menggunakan Tape Recorder
untuk merekam, kamera digital, alat-alat tulis, dan pedoman wawancara yang digunakan peneliti pada
saat mencari data dan fakta ketika berada di lingkungan.

87
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Teknik Analisis Data Analisis data merupakan bagian sangat penting dalam penelitian, karena
dari analisis ini akan diperoleh temuan, baik temuan substantif maupun formal. Selain itu, analisis data
kualitatif sangat sulit karena tidak ada pedoman baku, tidak berproses secara linier, dan tidak ada
aturan-aturan yang sistematis. Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk mengatur,
mengurutkan, mengelompokkan, member kode atau tanda, dan mengkategorikannya sehingga
diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab. Melalui serangkaian
aktivitas tersebut, data kualitatif yang biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk bias
disederhanakan untuk akhirnya bisa dipahami dengan mudah. Teknik analisis data dilakukan secara
induktif. Teknik analisis induktif berusaha mengabstraksikan data temuan lapangan yang telah
dikumpulkan dan dikelompokkan untuk mendapatkan kesimpulan. Analisis data dilakukan dengan
menggunakan analisis model interaktif seperti yang dikembangkan oleh Miles & Saldana (2014). Di
dalam analisis data penelitian kualitatif yang mengarah pada naturalistic, phenomenology dan social
case study cocok menggunakan analisis data dengan langkah-langkah sebagaimana yang ditempuh
dalam analisis datainteraktif Miles & Saldana (2014) yaitu :

Kondensasi Data
Diawali dengan menerangkan, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting terhadap isi dari suatu data yang berasal dari lapangan,sehingga data yang telah dikondensasi
dapat memberikan gambaran yang lebih tajam tentang hasil pengamatan.Dalam penelitianini
kondensasi data dilaksanakan dengan membuat ringkasan kontak, pengkodean kategori, membuat
catatan refleksi.

Pemilahan Data
Pemilahan data merupakan pemberian kode yang sesuai terhadap satuan-satuan data yang
diperoleh dari lapangan. Pemilahan data dilakukan untuk menghindari bias yang timbul sebagai akibat
kompleksitas data yang keluar dari fokus penelitian.

Display
Data Display data merupakan proses menampilkan data secara sederhana dalam bentuk kata-
kata, kalimat, naratif, tabel, matrik dan grafik dengan maksud agar data yang telah dikumpulkan
dikuasai oleh peneliti sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan yang tepat.

Verifikasi dan Simpulan (Verification and Conclussion)


Sejak awal pengumpulan data peneliti membuat simpulan-simpulan sementara. Simpulan
adalah inti sari dari temuan penelitian yang menggambarkan pendapat-pendapat terakhir yang
berdasarkan pada uraian-uraian sebelumnya atau 137 keputusan yang diperoleh berdasarkan metode
berfikir induktif atau deduktif. Alur Penelitian merupakan penjelasan terhadap proses yang dilakukan
pada penelitian. Proses tersebut dapat dijelaskan dalam beberapa tahapan sebagai berikut:
1. Awal penelitian dilakukan tahap getting in dengan membawa surat pengantar penelitian dari
institusi akademis untuk mengajukan permohonan rekomendasi ijin penelitian di dinas pertanian
dan pangan kabupaten Bangka Induk.
2. Tahap getting along merupakan pendekatan terhadap informan yang dilakukan melalui telepon
terhadap sejumlah informan yang didapatkan dari snowbal. Pendekatan ini untuk menemukan
waktu dan tempat intervieu sekaligus ijin ijinpengambilan dokumen atau pun kunjungan
pengamatan, dan semua informan bersedia untuk ditemui dan diinterview.

88
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

3. Tahap berikutnya adalah logging data atau pengumpulan data melalui interview pengumpulan
dokumen dan pengamatan lapangan. Dalam interview, untuk informan yang berasal dari Pihak
BPJS, Rumah sakit Muhammadiyah, Dinas Kesehatan dan Masyarakat, tidak hanya seorang tetapi
melibatkan beberapa orang dari masing-masing pihak yang terlibat dalam proses collaborative
governance program JKN.
4. Tahap berikutnya adalah analisis dengan interprestasi dan melihat generalisasi yang muncul lalu
mengambil kesimpulan. Analisis data dilakukan setelah melalui proses validasi trianggulasi antar
data yang terkumpul.
5. Sebagai penutup, setelah kesimpulan penelitian didapatkan maka disusun rekomendasi untuk
perbaikan terhadap kondisi yang ada, agar proses collaborative governance dalam program JKN
dapat berjalan dengan lebih baik.

PEMBAHASAN
Penelitian kali ini diadakan di Kabupaten Bangka Induk dengan perbandingan dua lahan yaitu
lahan dengan kategori pengolahan yang berhasil dan lahan dengan kategori yang tidak berhasil, lahan
dengan kategori berhasil dimana dapat di analisis dengan analisi SWOT, yaitu Strength, Weakness,
Opportunity, and Threat (SWOT). Analysis SWOT merupakan akronim dari kata: kekuatan
(strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman (threats) dalam suatu
proyek atau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah yang membentuk akronim SWOT. Lokasi
yang kita sampelkan ada di beberapa tempat pertama, di daerah kampung Jelutung Sungailiat Bangka
di mana terdapat kurang lebih bbrp lahan yang digunakan untuk area persawahan berdasarkan undang
-undang nomor 3 tahun 2020, dimana dituliskan reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang
tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan
ekosisitem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukkannya.
L Wheelan mengatakan manajemen strategis adalah rangkaian keputusan. dan tindakan yang
menentukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang manajerial. Analisis swot, kekuatan dan
kelemahan swot itu sendiri didefinisikan sebagai kekuatan (strengths), kelemahan (weaknesses),
peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Kekuatan yang muncul dalam penelitian ini adalah
keinginan yang muncul untuk memperbaiki kondisi atau keadaan dimana kerusakan alam sudah mulai
terlihat dengan penambangan terus menerus baik di darat maupun di laut, terumbu karang yang rusak,
kelemahan atau kelemahannya adalah banyak lubang. yang tidak bisa direklamasi karena dijadikan
tempat Selain itu sebagian besar warga sekitar belum teredukasi dengan baik sehingga tidak
mengetahui manfaat reklamasi, biasanya ditambang lagi setelah ditutup, maka peluang yang terbentuk
adalah lubang tambang yang airnya berwarna hijau dan biru, ancaman atau ancaman semakin merusak
alam dengan peluang merusak alam.
Lahan pertama yaitu lahan bekas Tambang di desa Pading, kota Koba, Kabupaten Bangka
Tengah didesa ini ada lahan yang reklamasinya gagal, lahan itu berlobang dengan usia yang
disampaikan narasumber kurang lebih 40 tahun, sudah ada reklamasi dipantai ini dengan ditunjukki
nya pohon-pohon sisa sisa pohon, namun tidak terawat jadi para pemuda desa mempunyai ide untuk
mengalih fungsikan ke danau karena view atau pemandangan yang bagus, selanjutnya adalah
reklamasi di danau biru atau kolong biru tsb digunakan sebagai alih fungsi lahan menjadi tempat
pariwisata, baik bagi turis asing dan juga lokal.

89
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

KESIMPULAN
Kekuatan dan kelemahan swot itu sendiri didefinisikan sebagai kekuatan (strengths),
kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities) dan ancaman (threats). Kekuatan yang muncul
berdasarkan hasil penelitian ini adalah adanya keinginan yang kuat dari berbagai pihak untuk
memperbaiki kondisi atau keadaan alam yang sudah mulai terliha, dengan penambangan terus
menerus baik di darat maupun di laut, terumbu karang yang rusak, kelemahan adalah banyak lubang,
yang tidak bisa direklamasi karena dijadikan tempat atau lahan galian. Selain itu sebagian besar warga
sekitar belum teredukasi dengan baik sehingga tidak mengetahui manfaat reklamasi, biasanya
ditambang lagi setelah ditutup, maka peluang yang terbentuk adalah lubang tambang yang airnya
berwarna hijau dan biru yang sekiranya kedepan bisa dikembangkan menjadi objek wisata atau
pengembangan daya tarik wisata apabila dikelola secara terencana dan profesional, ancaman yang
terjadi di lahan bekas tambang ini adalah terus merusak alam, sehingga diperlukan adanya kebijakan
yang komprehensif dari berbagai pihak terkait kebijakan apa yang harus diambil.

DAFTAR PUSTAKA
Ali R Kurniawan dkk, Model reklamasi tambang rakyat berwawasan lingkungan.: tinjauan atas
reklamasi lahan bekas tambang batu apung ijobalit, kabupaten Lombok Timur, propinsi nusa
tenggara barat. Model of Environmentally Sound Small-Scale Mining Reclamation: A Case
Study of Pumice Mining Reclamation Area at Ijobalit East Lombok Regency West Nusa
Tenggara Province. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 9, Nomor 3, September
2013: 165 – 17.

Andi Setiawan dan ikbal gorge towar, Inovasi Pelayanan Publik di Bidang Pertanian Melalui Aplikasi
Among Tani di Kota Batu, ISBN 978-602-8273-77-0

Asmarhansyah, Inovasi Teknologi untuk Peningkatan Produktivitas Lahan Bekas Tambang Timah,
2017, balai pengkajiaan tekhnologi pertanian, 2017.

Delita Ega Andini dkk, Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan wisata Bahari di Pulau Panjang
Pulau Tinggi kabupaten Bangka selatan, UBB, KRAITH-ABDIMAS Vol 2 No 3 Bulan
November 2019.

Buku pegangan untuk Praktik terbaik dalam reklamasi tambang darat timah alluvial di Indonesia
pembelajaran dari proyek percontohan air kundru 3, provinsi kepulauan Bangka Belitung.

Bargawa. S Waterman. Reklamasi dan Pasca tambang. UPN Veteran Yogyakarta.2017.

Darwis Valerina dan Nuruddin M. Peningkatan Pendapatan Petani Padi. Malang. Inteligensia
Media.2016.

Hardjanto, Pengelolaan Hutan Rakyat. Bogor. IPB. 2016

Hermawan trie M.t dkk, Pengelolaan Kawasan Konservasi. Bulaksumur. UGM. 2014.

Indra dewa, didik.dkk. Inovasi tekhnologi Agronomi di lahan pasir pantai. Universitas Gajahmada.
2021.

Kutanegara dkk. Membangun Masyarakat Indonesia Peduli Lingkungan. Yogyakarta. UGM. 2018.

90
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Nur”aini, Fajar. Tekhnia Analisis SWOT. Pedoman Menyusun Strategi yang efektif dan efisien serta
cara mengelola kekuatan dan ancaman. Buwas. Yogyakarta. 2016.

Sabri F, dkk. Inventarisasi dan Model pemanfaatan Kulong di Bangka Belitung. CV Budi Utama.
Yogyakarta.2020.

Suryaningtyas dyah, Sulistijo Budi, dkk. Buku Pegangan untuk praktik terbaik dalam reklamasi
tambang darat timah alluvial di Indonesia (Pembelajaran dari Proyek Air kundur 3) Prov.
Babel. Jakarta. Hannover. 2019.

91
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

FORMULASI STRATEGI ORGANISASI TELAAH RETRIBUSI


PELAYANAN PASAR DI KABUPATEN BANDUNG DAN KOTA
BANDUNG PASCA COVID 19

Thomas Bustomi

Universitas Pasundan, Bandung, Jawa Barat, Indonesia


thomas.bustomi@unpas.ac.id

ABSTRAK
Formulasi strategi organisasi dalam mendongkrak penerimaan retribusi pelayanan pasar cenderung menurun di
perbatasan Kota Bandung dan Kabupatan Bandung sebagai dampak Covid19, meskipun sudah diterapkan
insentif kepada pelaku dan pengguna pasar tradisional dimana pemerintah sangat terukur dalam menentukan
besasarna Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang merupakan penerimaan daerah yang memberi kontribusi
jalannya otonomi daerah, terlihat dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang
menunjukkan tingkat kemandirian daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif dengan
pendekatan studikasus di Pasar Perbatasan Kota Bandung dan Pasar Kabupaten Bandung.Hasil penelitian ini
menemukan terdapat faktor internal dan eksternal secara kelembagaan dalam penerimaan retribusi pelayanan
pasar, dimana isu-isu organisasi secara strategis yang dihadapi Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dinakhodai
Dinas Perindustrian dan Perdagangan baik di Kota Bandung maupun di Kabupaten Bandung dan Kota
Bandungdalam penerimaan retribusi pelayanan dihadapkan kepada parameter organisasi ,yaitu diawali dengan
kondisi kelembagaan organisasi pasar yang tidak tegas antara kepemilikan daerah ( asset) atau kepemilikan
probadi terlihat organisasi dan manajemen pengelolaan pasar yang masih lemah secara formal, hal ini ditandai
dengan kurang tersentuh pendekatan teknologi informasi dan organisasi informal ( paguyuban) dampaknya,
prosedur pengelolaan pasarkurang dijadikan barometer revitalisasi pasar.Penetapan retribusi daerah sebagai
sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah sebagai pihak regulator dalam
memungut retribusi daerah, namun juga berkaitan dengan masyarakat pasar dan paguyuban pada umumnya.
Setiap aktor yang terlibat dalam konteks pasar tidak terlepas dari menjadi bagian inovasi organisasi di daerah,
dimana badan-badan yang memenuhi ketentuan diatur dalam peraturan retribusi daerah maupun yang menikmati
jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah.
Kata Kunci: Formulasi Strategi Organisasi, dan Retribusi Pelayanan Pasar.

ABSTRACT
The formulation of an organizational strategy in boosting market service retribution revenue tends to decrease
on the border of Bandung City and Bandung Regency as a result of Covid19, even though incentives have been
applied to traditional market actors and users where the government is very measurable in determining the
amount of Regional Original Revenue (PAD) which is regional revenue that is contribute to the course of
regional autonomy, as seen from the posture of the Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD) which
shows the level of regional independence. The method used in this research is qualitative with a case study
approach at the Bandung City Border Market and the Bandung Regency Market. Regions headed by the
Department of Industry and Trade both in Bandung City and in Bandung Regency and Bandung City in
receiving service fees are faced with organizational parameters, namely starting with the institutional conditions
of market organizations that are not clear between regional ownership (assets) or personal ownership, visible
organization and management a market that is still weak formally, this is indicated by the lack of contact with
information technology approaches and informal organizations (paguyuban) impact, market management
procedures are not used as a barometer of market revitalization. Usi region as a source of regional revenue is
basically not only the government's business as a regulator in collecting regional fees, but also related to the
market community and associations in general. Every actor involved in the market context is inseparable from
being part of organizational innovation in the region, where agencies that comply with the provisions are
regulated in regional retribution regulations as well as those that enjoy the services provided by the local
government.

Keywords: Organizational Strategy Formulation, and Market Service Retribution.

92
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PENDAHULUAN
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu jenis pendapatan atau penerimaan
daerah yang memegang peranan penting dalam pelaksanaan otonomi daerah. Semakin besar kontribusi
penerimaan PAD terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menunjukkan semakin
tinggi tingkat kemandirian daerah tersebut dan semakin kecil tingkat ketergantungan daerah terhadap
pusat. Secara ideal salah satu ciri utama daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah pada
kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya dengan
tingkat proporsi ketergantungan kepada pemerintah pusat semakin mengecil dan diharapkan bahwa
pendapatan asli daerah harus menjadi bagian terbesar dalam memobilisasi dana penyelenggaraan
pemerintah daerah. Pendapatan asli daerah merupakan salah satu faktor penting dalam pelaksanaan
roda pemerintahan suatu daerah yang berdasar pada prinsip otonomi yang nyata, luas dan
bertanggungjawab. Semakin besar suatu daerah memperoleh dan menghimpun PAD maka akan
semakin besar pula tersedia jumlah dana daerah yang dapat digunakan untuk membiayai
penyelenggaraan otonomi daerah.
Implementasinya selama ini menunjukkan bahwa hampir di semua daerah persentase PAD
relative lebih kecil, sekitar 25% dari total penerimaan daerah. Pada umumnya APBD suatu daerah
didominasi oleh sumbangan pemerintah pusat dan sumbangan-sumbangan lain yang diatur peraturan
perundang-undangan, yaitu sekitar 75% dari total penerimaan daerah. Penerimaan Daerah Kabupaten
Bandung dan Kota Bandung terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. PAD Kabupaten dan
Kota Bandung pada tahun 2014 sebesar Rp. 703.535.227.666,48 pada tahun 2015 meningkat sebesar
Rp. 775.564.771.821,68. Data secara lengkap PAD Kabupaten dan Kota Bandung dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 1. Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD)


Kabupaten Bandung dan Kota Bandung dan Kota Bandung Tahun 2017-2020

Tahun PAD (Rp) PAD (Rp) Pertumbuhan


(Rerata %)
Kab.Bandung Kota Bandung

2017 703.535.227.666,48 984.998.345,50 11,35

2018 775.564.771.821,68 94.898.345,50 10,23

2019 622.163,89 4.798.375,50 2,15

2020 482.556.214,32 5.998.395,50 3,43

Sumber: Badan Keuangan Daerah Kabupaten Bandung, 2020 dan BAPENDA Kota Bandung, 2020

Kondisi di atas menunjukkan adanya penurunan potensi yang dimiliki daerah dalam
meningkatkan sumber-sumber PAD sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pemerintah
pusat. Salah satu sumber PAD yang memiliki potensi untuk dikembangkan di Kabupaten Bandung
dan Kota Bandungadalah retribusi daerah ( Bustomi dkk, 2022). Pemberlakuan retribusi daerah
sebagai sumber penerimaan daerah pada dasarnya tidak hanya menjadi urusan pemerintah sebagai
pihak yang menetapkan dan memungut retribusi daerah, namun juga berkaitan dengan masyarakat
pada umumnya. Sebagai anggota masyarakat yang menjadi bagian dari daerah, setiap orang atau

93
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

badan-badan yang memenuhi ketentuan diatur dalam peraturan retribusi daerah maupun yang
menikmati jasa yang diberikan oleh pemerintah daerah harus membayar retribusi.
Melihat fenomena yang ada, belum optimalnya penerimaan retribusi pelayanan pasar diduga
diakibatkan oleh banyak hal yang berkaitan dengan faktor internal dan eksternal. Optimalisasi
penerimaan retribusi pelayanan pasar dapat dilakukan melalui tindakan memperluas basis penerimaan
yang dapat dipungut oleh daerah, yaitu mengidentifikasi pembayar retribusi yang potensial dan jumlah
pembayar retribusi dengan cara memperbaiki basis data objek, menghitung potensi dan kapasitas
penerimaan dari setiap pungutan. Di samping itu perlu ada penguatan dalam proses pemungutan
retribusi pasar termasuk dalam hal ini perlu adanya peningkatan kemampuan sumber daya manusia.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, Pemerintah Kabupaten dan Kota Bandung, dituntut untuk
merumuskan strategis organisasi yang memadai sebagai upaya untuk meningkatkan penerimaan
retribusi pelayanan pasar. Guna mengatur strategi yang akan dirumuskan maka ditetapkan tugas
pengelolaan pasar pada lembaga/instansi tertentu yang memiliki kompetensi.
Strategi dibutuhkan oleh organisasi untuk dapat dipergunakan sebagai petunjuk atau
guidelines tentang bagaimana organisasi tersebut mencapai misi dan tujuan yang ditetapkan termasuk
dalam hal ini bagi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung dan Kota Bandung
dalam mengoptimalkan penerimaan retribusi pelayanan pasar. Oleh karenanya formulasi strategi akan
berkaitan dengan bagaimana seorang manajer itu mengambil keputusan dari berbagai alternatif.
Formulasi Strategi Organisasi, meliputi pengembangan misi bisnis, mengidentifikasi peluang
dan ancaman eksternal, mengukur dan menetapkan kekuatan dan kelemahan internal, mengumpulkan
alternatif, serta memilih strategi-strategi khusus yang akan diberlakukan untuk kasus-kasus tertentu.
Oleh karena dalam formulasi strategi dalam optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar di
Kabupaten Bandung dan Kota Bandungharus dirumuskan secara komprehensif
Bertitik tolak dari uraian latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini memusatkan
perhatian pada strategi dalam optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar, yang penulis
rumuskan dengan judul : “Formulasi Strategi Organisasi Telaah Retribusi Pelayanan Pasar di
Kabupaten Bandung dan Kota Bandungdan Kota Bandung Pasca COVID 19.
Kajian teori administrasi, telah banyak yang mengupas tentang organisasi, perbedaan di antara teori-
teori tersebut umumnya bersumber pada titik tolak pengamatannya. Di sini mencoba menekankan
pentingnya tujuan organisasi dan peran-peran yang dijalankan dalam struktur organisasi serta
teknologi yang dipakai untuk mendukung kegiatan organisasi serta mencari jalan bagaimana
membentuk struktur organisasi yang cocok dengan tujuan organisasi dan tuntutan lingkungannya.
Nicholas Henry (1980: 79)
Dilihat dari para pelaku pada setiap organisasi yang lahir tumbuh dan berkembang, dan dapat
diterima oleh lingkungannya, banyak sekali ditentukan oleh kesanggupan para anggota organisasi
untuk bergerak baik secara individual maupun kolektif di dalam maupun di luar organisasinya.
Sehingga organisasi seperti ini dapat dilihat sebagai satu set unsur-unsur dinamis yang saling berkaitan
(interconnected) dan berhubungan (interrelated) dan secara berkelanjutan (sustainable) akan
membentuk ciri karakteristik tersendiri. Walaupun masing-masing organisasi tersebut memiliki ciri-
ciri yang berlainan, tetapi ke semuanya sering menampilkan banyak kesamaan karena semua
organisasi pada dasarnya adalah penataan kerjasama antar manusia. Oleh karena itu Talcott Parson
menyebut organisasi adalah suatu unit sosial atau pengelompokan manusia yang sengaja dibentuk dan
membentuk kembali dengan penuh pertimbangan dalam rangka mencapai tujuan tertentu (Etzioni,
2002:3). Sedangkan di sisi lain, aktivitas organisasi dan mekanisme pengendalian bagi organisasi
tersebut terletak pada struktur organisasi, baik yang sederhana maupun yang rumit yang bertujuan

94
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

untuk mengendalikan perilaku dan menyalurkan serta mengarahkan perilaku individu dan kelompok
untuk mencapai apa yang dianggap sebagai tujuan dari organisasi tersebut (Robert Milles, 2001:18 dan
Jeffrey Pfeffer, 2008:117).
Namun di dalam mendisain struktur keorganisasian bukanlah tugas yang gampang karena
perbedaan struktur yang efektif dan yang tidak efektif adalah signifikan sehingga memberikan
kesempatan yang sangat besar untuk membuat kesalahan (R. Dalton, 2000: 49-64). Kondisi ini
menyebabkan sejumlah peneliti menyelidiki tentang hubungan antara lingkungan dengan struktur
organisasi dalam mencari format struktur yang tepat dan mereka telah pada suatu kesimpulan bahwa
bentuk struktur yang khusus dari suatu organisasi tergantung pada kekuatan lingkungan di mana
organisasi itu berada (Burns and Stralker,2011: 119-122). Dalam kehidupan dan pertumbuhan
organisasi untuk memenuhi kebutuhan para anggotanya maupun client, biasanya organisasi itu
membuat tujuan-tujuan baru yang disesuaikan dengan tuntutan jaman (Tadjuddin, 2011:3-4) karena
organisasi yang mampu menyesuaikan diri itulah yang dimungkinkan dapat melangsungkan
keberadaannya. Proses tersebut terus terjadi karena pengaruh perubahan yang setiap saat muncul, dan
organisasi dituntut harus dapat beradaptasi agar diterima oleh lingkungannya. Esman mengindikasikan
diterima tidaknya suatu organisasi sangat tergantung pada environment image (Esman, 200:36) yang
artinya sejauh mana organisasi yang bersangkutan dinilai dan dianggap mampu memberikan manfaat
bagi masyarakat lingkungannya. Sehingga Hicks mengatakan bahwa suatu organisasi tidaklah hidup
tersendiri akan tetapi organisasi itu hidup bergabung dengan lingkungannya di mana lingkungan itu
memberikan berbagai sumber atau pembatas-pembatas yang menyebabkan organisasi dan lingkungan
mempunyai hubungan yang saling bergantung dan menjadikan organisasi itu tergantung pada
lingkungannya terutama pada sumber-sumber dan kesempatan-kesempatan yang diperlukan bagi
kehidupan organisasi itu dan juga lingkunganlah yang menetapkan batas-batas aktivitas organisasi
(Hicks, 2007:81).
Walaupun demikian, dalam menentukan dan menganalisa kondisi lingkungan organisasi yang
ada tidaklah semudah dengan apa yang dibayangkan. Seringkali terjadi kesalahan dalam hal ini,
dikarenakan pertama, kurangnya informasi mengenai faktor lingkungan yang bertalian dengan situasi
khusus pengambilan keputusan organisasi. Kedua, ketidakmampuan untuk secara tepat menetapkan
kemungkinan mengenai cara faktor-faktor lingkungan itu mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan
sebuah unit penentu dalam melaksanakan fungsinya. Ketiga, kurangnya informasi mengenai kerugian
yang harus dipikul akibat keputusan yang keliru (Richard Steers, 2005:104-108). Kondisi ini
menunjukkan keterbatasan kemampuan yang ada pada organisasi untuk menanggapi secara efektif
suatu lingkungan yang amat kompleks, keterbatasan kemampuan organisasi dalam menyerap
informasi atau mengolahnya menjadi suatu penyelesaian tuntas untuk suatu masalah, menyebabkan
untuk mengambil keputusan yang tepat sangat sulit. Dan berawal dari kesulitan inilah acapkali terjadi
pemecahan yang benar di atas masalah yang salah (problem unsolving). Hal ini dikarenakan
keterbatasan dalam menyerap informasi, kondisi ini menunjukkan bahwa organisasi sebagai suatu
sistem untuk membuat keputusan dalam mencapai tujuannya menuntut sejumlah besar informasi dan
cara suatu organisasi menangani informasi tersebut.
Berangkat dari sini maka Simon menunjukkan pentingnya belajar dan menangani informasi
secara arif dan kreatif mengingat keterbatasan yang ada pada organisasi (Bryant and White, 2005:75).
Dengan demikian maka pengamatan informasi terhadap lingkungan ini dapat berbeda antara suatu
organisasi dengan organisasi lain sesuai dengan kelompok sas aran yang dituju organisasi tersebut
sehingga masing-masing organisasi membentuk ciri karakteristiknya sendiri-sendiri sesuai dengan
kelompok sasarannya. Kendatipun usaha ini tampak bahwa pengamatan organisasi terhadap

95
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

lingkungan lebih dipermudah dan diper sempit, karena hanya difokuskan pada kelompok sasaran yang
relevan dengan tujuan organisasi itu saja, namun permasalahan lain yang muncul adalah dari sulitnya
memperoleh informasi yang ada pada lingkungan masyarakat bergeser menjadi sulitnya memutuskan
sia pa yang akan mendapatkan pelayanan dan siapa yang tidak. Karena keterbatasan organisasi untuk
memberikan tanggapan terhadap semua informasi dan permintaan yang ada di lingkungan sosialnya
itu, sehingga Simon menyebutnya dengan rasionalitas terbatas, yaitu usaha mengoptimalkan dan
bukan memaksimalkan kualitas pelayanan dari kegiatan organisasi yang berkaitan dengan
lingkungannya. Kondisi ini menunjukkan bahwa lingkungan di satu sisi menyediakan sumber daya
yang sangat diperlukan oleh organisasi dan di sisi lain lingkungan menawarkan batas dan hambatan
bagi aktivitas organisasi tersebut (Bryant and White, 2005:80).
Menurut Richard L. Daft (2008:15), dimensi desain organisasi terdiri dari 2 tipe yaitu:
Dimensi Struktural, yaitu dimensi yang menggambarkan karakteristik internal dari organisasi dan
menciptakan suatu dasar untuk mengukur dan membandingkan organisasi dan Dimensi Kontekstual,
yaitu dimensi yang menggambarkan keseluruhan dari suatu organisasi. Dimensi ini memperlihatkan
susunan organisasi yang mempengaruhi dan membentuk suatu dimensi struktural organisasi.
Bentuk dari desain organisasi ini ditentukan oleh tingkat formalisasi yang dilakukan, tingkat
sentralisasi dalan organisasi, kualifikasi karyawan, span of control yang ada serta komunikasi dan
koordinasi yang ada dalam organisasi (Robbins, 2004:136).
Organisasi adalah alat yang digunakan orang-orang secara individu maupun kelompok untuk
mencapai beberapa tujuan. Organisasi adalah respons sekaligus alat atau sarana untuk menciptakan
manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan manusia. Organisasi adalah pengaturan yang disengaja
terhadap sejumlah orang untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi sebagai sistem terbuka yang
terdiri dari sub sistem dan dipengaruhi oleh lingkungan dimana organisasi berada. Sistem adalah
perangkat komponen yang saling berkaitan yang secara bersama-sama mengarah pada pencapaian
tujuan; masing-masing komponen merupakan suatu sistem tersendiri dan disebut subsistem (Nazeni,
2010).
Organisasi sebagai kesatuan sosial dari sekelompok manusia, yang saling berinteraksi menurut
suatu pola tertentu sehingga setiap anggota organisasi memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing,
yang sebagai satu kesatuan mempunyai tujuan tertentu dan mempunyai batas-batas yang jelas,
sehingga bisa dipisahkan secara tegas dari lingkungannya.

METODE
Sesuai dengan fenomana yang tercermin dalam tujuan penelitian, maka penelitian yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif dimana data yang
dikumpulkan bukan berupa data angka, melainkan data yang berasal dari naskah wawancara, catatan
lapangan, dokumen pribadi, catatan atau memo peneliti dan dokumen resmi lain yang mendukung.
Kalaupun ada angka-angka, sifatnya hanya sebagai penunjang. Metode Studi Kasus digunakan untuk
memotret kondisi di lapangan dan menemukan fakta dengan interpretasi dan melukiskan secara akurat
sifat dari berbagai fenomena kelompok atau individu yang berasal dari hasil penemuan penelitian.
Tujuan menggunakan pendekatan kualitatif adalah agar peneliti dapat menggambarkan realita
empiris di balik fenomena yang terjadi terkait dengan formulasi strategi optimalisasi retribusi
pelayanan pasar di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung. Objek penelitian ini dilaksanakan di
Pasar pada perbatasan Kabupaten Bandung dan Kota Bandung serta Kota Bandung, terlihat bahwa
penerimaan Pendapatan Asli Daerah dari sektor retribusi pelayanan pasar relatif masih rendah
dibanding sektor lainnya. Total rerata realisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten

96
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Bandung dan Kota Bandung dari tahun 2017 sampai dengan 2020 mencapai sebesar Rp.
14.503.563.000,-. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Target Dan Realisasi Penerimaan ( Rerata) Retribusi Pelayanan Pasar
di Kabupaten Bandung dan Kota Bandung Tahun 2017 -2020

Tahun Target Realisasi %


2017 Rp. 4,300,000,000.- Rp. 3,747,008,000.- 87.14
2018 Rp. 4,325,000,000.- Rp. 3,743,227,000.- 86.55
2019 Rp. 4,380,550,000.- Rp. 3,547,142,000.- 80.97
2012 Rp. 4,440,000,000.- Rp. 3,466,186,000.- 78.07
Jumlah Rp. 17,445,550,000.- Rp. 14,503,563,000.- 83.18

Sumber: BAPENDA Kab. Bandung dan Kota Bandung, 2020


Sedangkan untuk penerimaan retribusi pelayanan pasar di setiap Unit Pelaksana Teknis pada
tahun 2019 di Kabupaten Bandung dan Kota Bandungsampai dengan bulan September adalah sebagai
berikut :

90 87.14 86.55

85
80.97
80 78.07

75 72.86

70

65

Gambar 1. Rerata Target dan Realisasi Penerimaan Retribusi Pelayanan Pasar


Tahun 2017 s.d 2020
Sumber: BAPENDA Kab. Bandung, 2020 dan Kota Bandung, 2020

Data di atas menunjukkan penerimaan retribusi pelayanan pasar di Kabupaten Bandung dan
Kota Bandung belum optimal. Permasalahan-permasalahan yang terjadi khususnya berkaitan dengan
pengelolaan retribusi pelayanan pasar adalah:
1. Dengan diterbitkannya kebijakan satu sumber penerimaan pelayan pasar yang hilang yaitu parkir
di dalam pasar, yang berdampak kepada berkurangnya penerimaan retribusi pasar di Kabupaten
Bandung,
2. Kurangnya interaksi kelembagaan dalam pengelolaan retribusi pasar, dimana masih adanya oknum
yang memiliki kios yang berlawanan dengan ketentuan.
3. Kerjasama kelembagaan dengan Paguyuban Pedagang belum terjalin khususnya dalam hal
“kemampuan membayar” retribusi pelayanan pasar.

97
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

PEMBAHASAN
Formulasi Strategi Organisasi
Strategi didefinisikan sebagai pola tujuan, kebijakan, program, tindakan, keputusan, atau
alokasi sumber daya yang menegaskan bagaimana organisasi, apa yang dikerjakan organisasi,
mengapa organisasi harus melakukan hal tersebut. Teridentifikasi isu-isu strategis organisasi yang
dihadapi Pemerintah Kabupaten dan Kota Bandung. Dalam rangka penerimaan retribusi pelayanan
pasar, maka selanjutnya isu-isu itu akan diurutkan berdasarkan urutan prioritas, logis, atau urutan
temporal sebagai pendahuluan bagi pengembangan strategi dalam langkah berikutnya yaitu melakukan
matriks evaluasi faktor internal dan faktor eksternal.
Tahapan ini, data dapat dibedakan menjadi dua, yaitu data ekternal dan data internal. Data
eksternal dapat diperoleh dari lingkungan di luar perusahaan, seperti analisis pasar, analisis
kompetitor, analisis komunitas, analisis pemasok, analisis pemerintah, analisis kelompok kepentingan
tertentu. Data internal dapat diperoleh di dalam organisasi, seperti kondisi keuangan (neraca, laba-rugi,
cashflow, struktur pendanaan), potensi sumber daya manusia, kemajuan kegiatan operasional
organisasi , umpan -balik bagi pengambil keputusan.
Setelah faktor-faktor strategic internal perusahaan diidentifikasi, diperoleh informasi melalui
Internal Strategic Faktors Analysis Summary (IFAS) merumuskan faktor-faktor strategik internal
dalam kerangka Strenght and Weakness organisasi, menunjukkan bahwa diperoleh dua alternatif
strategis organisasi yang dikembangkan dan dicermati oleh Stakeholders terkait baikdi Kabupaten
Bandung dan Kota Bandung dalam upaya optimalisasi penerimaan retribusi pelayanan pasar pasca
Pandemi COVID19 dengan menyeimbangkan penataan lingkungan organisasi dengan potensi
pendapatan retribusi pasar guna memperkuat manajemen pengelolaan pasar, langkah strategi
menyeimbangkan penataan lingkungan ini dengan pendapatan potensi retribusi pasar guna
memperkuat manajemen pengelolaan pasar merupakan perhatian pada ancaman pasca Pandemi
COVID 19. Menguatnya pasar-pasar modern sehingga mengurangi daya saing pasar tradisional.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang sudah diulas oleh penulis maka
dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini dapat mendorong perubahan formula strategi organisasi
untuk menentukan arah pelayanan disatu sisi dengan peningkatan pendapatan daerah disisi lainnya.
Untuk itu formula strategi pertama, strategi mendekatkan fasilitasi kelembagaan dengan pembelajaran
anggota organisasinya dan kedua, mendorong secara horizontal kesamaan pola tindak antar pelaku
melalui aksesibilitas antara batas-batas adminstrasi dengan batas wilayah pelayanan di bidang pasar
yang bersinggungan di ke dua wilayah Kota Bandung dan Kabupaten Bandung.

DAFTAR PUSTAKA
Bourn, Jhon. 1979. Management in Centeral and Local Government. Pitman Publishing Limited. New
Zealand
Bryan. J.M and White. 2005. Strategic Planning for Publik and Nonprofit Organization: A Guide to
Strengthening and Sustaining Organizational Achievement. San Jossey-Bass Publisher . San
Francisco
Burn, T., And Stalker, G.M. 2011. The Management of Inovations. London. Tavistock.
Bustomi, T., Satibi, I., & Rustandi, R. (2022). Organizational Climate Analysis And Performance On
Job Satisfaction Of Medical And Medical Personnel At The Regional General Hospital Of
Ciamis District. CosmoGov: Jurnal Ilmu Pemerintahan, 7(2), 110-125.

98
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1 , Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Carley, Michael and Ian Chriestie. 1992. Managing Sustainable Development. Earthscan Publications
Ltd. London
Chadwich, Bruce A., Howard M. Bahar, Stan L. Albrecht. 1988. Social Research Methods.
Englewood Cliffs. Printice-Hall. New Jersey
Cheema, G. Shabbir and Dennis A. Rodinelli. 1995. Decentralization and Development, Policy
Implentation In Developning Countries. Sage Publikations. Beverly Hills
Daft, Richard L. 2008. Organization Theory and Design. Ohio: South Western College Publishing.
Esman, M.J. 2002. Institution Building and Development, From Concept to Application. Beverly Hill.
Sage Publication.
Etzioni, Amitai. 2002. Organisasi-Organisasi Modern. Jakarta. UI Press.
Henry, Nicholas. 1980. Publik Aministration And Publik Affairs. Prentice-Hall Inc. New York
Hicks, Herbert, G. 2007. The Management of Organization: A System Human and Resources
Approach. Tokyo. McGraw Hill.
Jefrey, John H & Peffener. 2008. Organization Theory. New Jersey:Prentice-Hall, Inc.
Michael Carley and Ian Christie, 2002. Managing Sustainable Development. Earthscan Publikations
Ltd. London
Miller, Delbert C. 2005. Handbook of Research Design and Social Measurement. Longman. New
York
Miles, Robert. 2001. Macro Organizational Behavior. Santa Monica. Good Year Publishing.
Moleong Lexy. 1990. Metodologi Penelitian Kualitatif. Remaja Rosda Karya. Bandung
Muhadjir, Noeng. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Rake Sarasin. Yogyakarta
Nazeni, Iman. 2010. Mekanisme Kerja Sistemik dalam Manajemen. STIA LAN Presss.
Nazir, Moh. 1995. Metode Penelitian. Jakarta. Ghalia Indonesia.
Robbins, P,S and Coulter, Mary. 2005. Management. Edisi Bahasa Inggris 2002 Prentice-Hall, Inc
Upper Saddle River New Yersey,07458, edisi Indonesia edisi ketujuh, , PT Indeks Kelompok
Gramedia
Steers, Richard M. 2005. Efektivitas Organisasi Seri Manajemen NO.147. Terjemahan Magdalena.
Jakarta. Erlangga.
Sugiyono. 1993. Metode Penelitian Administrasi. CV. Alfabeta. Bandung
Tajudin, Ramzy. 2007. Strategi Aseptabilitas Sosial Organisasi. Analisa Volume VI., Jurnal
Adminstrasi , UNAND
Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2018 Tentang Organisasi Perangkat Daerah
Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2018 Tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan
Daerah jo. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2016 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah
Draft VII Peraturan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Provinsi Jawa Barat 2008-2013
Peraturan Daerah Kota Bandung No. 28 Tahun 2018 Tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah Kota Bandung 2018-2023.
Peraturan Daerah Kabupaten Sumedang Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi
Perangkat Daerah Kabupaten Sumedang.

99
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

ANALISIS IMLEMENTASI KEBIJAKAN PERMENDAGRI TENTANG


PENDALAMAN TUGAS DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
(DPRD)

Nyoman Suargita1*), Yudistira Adnyana2), Ni Luh Putu Suastini3)

1
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia
suargita79@gmail.com

2,3
Universitas Ngurah Rai, Denpasar, Bali, Indonesia

ABSTRAK
Kedudukan DPRD sebagai unsur pemerintahan daerah sangat strategis. Tugas dan fungsi DPRD meliputi fungsi
legislasi daerah, anggaran dan pengawasan. Kebijakan pemerintah melalui Pemendagri Nomor 133 tahun 2017
sebagaimana perubahannya melalui Permendagri Nomor 14 tahun 2018, menyadari latar belakang anggota
DPRD cukup beragam sehingga dibutuhkan kebijakan untuk meningkatkan kapasitas anggota DPRD agar lebih
setara dengan pemerintah daerah dan jajaran birokrasinya. Permasalahan: 1) Bagaimana proses implementasi
Permendagri Nomor 133 tahun 2017 tentang Orientasi dan Pendalaman Tugas Anggota DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota? 2) Apa dampak pelaksanaan pendalaman tugas bagi peningkatan kapasitas anggota DPRD
Provinsi, Kabupaten/Kota? Tujuan penelitian untuk mengetahui proses implementasi kegiatan pendalaman tugas
anggota DPRD berdasarkan Permendagri Nomor 133 tahun 2017. Landasan teori yang digunakan dari model
implementasi Grindle. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Teknik
pengumpulan data dilaksanakan dengan cara observasi, dokumentasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian
menunjukan proses implementasi bimtek DPRD melalui tiga tahap: rekomendasi, pelasanaan dan pelaporan.
Dari keseluruhan bimtek DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang diselenggarkan LPPM Universitas Ngurah Rai
telah sesuai ketentuan dan prosedur dalam Permendagri. Hasil penelitian juga menunjukan adanya dampak
positif kegiatan Bimtek terhadap peningkatan wawasan, informasi dan kemampuan anggota DPRD. Simpulan,
implementasi kegiatan bimtek DPRD Provinsi, kabupaten/Kota sudah sesuai dengan Permendagri Nomor 133
tahun 2017 dan berdampak positif terhadap peningkatan wawasan, informasi dan kemampuan anggota DPRD
dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Kata Kunci: Bimbingan Teknis, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Model Implementasi Kebijakan.

ABSTRACT
The position of DPRD as an element of regional government is very strategic. The duties and functions of the
DPRD include the functions of regional legislation, budgeting and oversight. Government policy through
Pemdagri Number 133 of 2017 as amended through Permendagri Number 14 of 2018, realizes that the
backgrounds of DPRD members are quite diverse, so policies are needed to increase the capacity of DPRD
members so that they are more equal with regional governments and their bureaucratic ranks. Problems: 1)
What is the process for implementing Permendagri Number 133 of 2017 concerning the Orientation and
Deepening of the Duties of Provincial, Regency/City DPRD Members? 2) What is the impact of the
implementation of task deepening on the capacity building of Provincial, Regency/City DPRD members? The
aim of the research is to find out the process of implementing the DPRD member's task-deepening activities
based on Permendagri Number 133 of 2017. The theoretical basis used is from the Grindle implementation
model. This research uses a qualitative approach with descriptive methods. Data collection techniques carried
out by means of observation, documentation and in-depth interviews. The results of the research show that the
process of implementing DPRD Bimtek through three stages: recommendation, implementation and reporting.
Of all the technical guidance of the Provincial, Regency/City DPRD held by the Ngurah Rai University LPPM, it
complies with the provisions and procedures in the Permendagri. The results of the study also show that there is
a positive impact of Bimtek activities on increasing insight, information and abilities of DPRD members. In
conclusion, the implementation of Bimtek activities for Provincial, Regency/City DPRDs is in accordance with

100
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Permendagri Number 133 of 2017 and has a positive impact on increasing insight, information and ability of
DPRD members in carrying out their main tasks and functions.

Keywords: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Policy Implementation Model and Techniqal Guidance.

PENDAHULUAN
Kedudukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur pemerintahan daerah
sangat strategis. DPRD mempunyai kedudukan setara dengan kepala daerah. Tugas dan fungsi DPRD
meliputi fungsi legislasi daerah, anggaran dan pengawasan. Untuk melaksanakan ketiga fungsi utama
tersebut membutuhkan kualitas sumber daya manusia yang memadai. Kebijakan pemerintah melalui
Pemendagri Nomor 133 tahun 2017 sebagaimana perubahannya melalui Permendagri Nomor 14 tahun
2018, menyadari latar belakang anggota DPRD cukup beragam sehingga dibutuhkan kebijakan untuk
meningkatkan kapasitas anggota DPRD. Selain latar belakang yang beragam, anggota DPRD harus
memiliki kemampuan mengimbangi kekuasaan kepala daerah dan struktur birokrasi yang mempunyai
kemampuan teknis dan berpengalaman.
Seluruh kebijakan Permendagri tersebut penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitian
pada analisis implementasi pendalaman tugas—bukan orientasi--(Pasal 16) yang berbentuk bimbingan
teknis dan diselenggarakan oleh perguruan tinggi—bukan partai politik dan sekretariat daerah--
sebagaimana diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 10-13. Bila kegiatan orientasi memberikan wawasan dan
informasi yang bersifat umum, sedangkan kegiatan pendalaman tugas bertujuan memberikan
wawasan, informasi dan solusi teknis administrative bagi anggota DPRD dalam menjalankan tugas
pokok dan fungsinya. Dari observasi beberapa kali pelaksanaan bimtek DPRD Provisi, Kabupaten dan
Kota yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM)
Universitas Ngurah Rai kerap ditemui permasalahan baik pada tahap permohonan rekomendasi, tahap
pelaksanaan dan tahap laporan.
Pada tahap permohonan rekomendasi masalah yang sering muncul disebabkan antara lain
karena keputusan tanggal pelaksanaan yang diputuskan dalam Badan Musyawarah (Bamus) DPRD
cenderung mendadak atau keterlambatan pihak secretariat DPRD menyiapkan syarat berkas
rekomendasi, sehingga permohonan rekomendasi tidak cukup waktu. Pasalnya, proses permohonan
rekomendasi membutuhkan waktu minimal 14 hari kerja tidak termasuk hari sabtu, hari minggu dan
libur nasional/tanggal merah. Misalnya, tanggal yang diajukan sekretariat/pimpinan DPRD kurang dari
14 hari kerja dihitung dari tanggal pengajuan permohonan maka permintaan tanggal tersebut
cenderung akan ditolak LPPM. Bila proses premohonan rekomendasi dipaksakan kurang dari 14 hari
kerja maka permohonan rekomendasi yang diajukan secara manual/online akan ditolak oleh BPSDM
Kemendagri/BPSDM Provinsi. Permasalahan lain kadang secretariat/pimpinan DPRD minta
pengunduran tanggal pelaksanaan padahal permohonan rekomendasi masih dalam proses.
Tahap pelaksanaan permasalahan yang terjadi menyangkut ketepatan waktu pelaksanaan, bila
acara pembukaan mundur maka akan mengganggu jadwal sesi materi berikutnya. Selain ketepatan
waktu masalah partisipasi peserta dalam pembelajaran juga terkadang muncul. Hal ini dapat
disebabkan karena faktor kedisiplinan anggota dan kualitas nara sumber. Berdasarkan observasi bila
nasa sumber berkualitas atau menarik maka partisipasi anggota cenderung tinggi di dalam ruang
belajar. Masalah administrasi dalam pelaksanaan misalnya pembatalan keikutsertaan peserta yang
mempunyai konsekuensi pada pengembalian dana kontribusi peserta oleh LPPM ke kas daerah asal
DPRD. Masalah lainnya terkadang absensi peserta tidak lengkap yang disebabkan kelalaian peserta
sampai bimtek berakhir. Untuk kasus seperti ini absensi peserta di bawa oleh pihak secretariat DPRD

101
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

ke daerah asal mereka untuk dicarikan tanda tangan peserta yang lalai tersebut lalu dikirim kembali ke
LPPM.
Tahap pelaporan permasalahan yang muncul biasanya terkait sertifikat dan pelaporan. Proses
pelaporan terkait dengan proses sebelumnya yakni permohonan rekomendasi dan pelaksanaan bimtek
sebelumnya. Bila presensi/tanda tangan peserta tidak lengkap maka proses pelaporan terlambat
menunggu kelengkapan presensi preserta. Karena setiap sertifikat harus tercantum nomor registrasinya
dan nomor registrasi dimohonkan ke BPSDM Kemendagri harus dilampiri daftar peserta dengan tanda
tangan lengkap. Penelitian ini tidak saja menyangkut bagaimana pelaksanaaan kegiatan bimtek DPRD
oleh perguruan tinggi terlaksana sesuai ketentuan Permendagri. Selain tertib administrasi, urgensi dari
penelitian ini untuk mengungkapkan dampak dari kegiatan bimtek bagi peningkatan kapasitas anggota
DPRD.
Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah bagaimana proses dan dampak dari
implementasi kebijakan pendalaman tugas dalam bentuk bimbingan teknis bagi Anggota DPRD
Provinsi, Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi. Tujuannya untuk mengetahui
proses dan dampak implementasi kebijakan pendalaman tugas dalam bentuk bimbingan teknis bagi
Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota yang diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi.
Memahami kebijakan terdapat beberapa konsep yang digunakan pertama, Thomas R Dye
dalam Howlett and Ramesh (1995), menyatakan, “definition of public policy describing it as
“anything” a government choose to do or not to do”. Kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Pengertian yang sederhana ini dianggap belum
lengkap karena tidak cukup memberikan perbedaan yang jelas antara apa yang diputuskan pemerintah
untuk dilakukan dan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemerintah (Winarno, 2014:20). Kedua,
William Jenkins dalam Howlett and Ramesh (1995:5) menyatakan, public policy as a set of
interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goal
and means of achieving them within a specified situation where those decisions should, in principle,
be within the power of those actors to achieve. Dari definisi ini kebijakan public dipahami sebagai
suatu proses atau siklus yang terdiri dari beberapa tahap: isu-isu kebijakan, formulasi kebijakan,
implementasi kebijakan, evaluasi kebijakan (Winarno, 2014:32). Ketiga, James Anderson dalam
Howlett and Ramesh (1995:6) menyatakan, a policy as a purposive course of action followed by an
actor or a set of actors in dealing with a problem or matter of concern. Konsep kebijakan Anderson
melihat aktor yang terlibat dalam pengambilan keputusan terdiri actor negara dan actor bukan negara.
William N. Dunn dalam Pasolong (2007:39) mengatakan bahwa ”Kebijakan public adalah
suatu rangkaian pilihan-pilihan yang saling berhubungan yang dibuat oleh lembaga atau pejabat
pemerintah pada bidang-bidang yang menyangkut tugas pemerintah seperti: pertahanan, kemanan,
energi, kesehatan, pendidikan, kesejahteraan masyarakat, kriminalitas, perkotaan dan lain-lain”.
Menurut Parson (2011:xii), analisis kebijakan publik adalah “Kajian terhadap kebijakan publik yang
bertujuan untuk mengintegrasikan dan mengkontekstualisasikan model dan riset dari disiplin-disiplin
tersebut yang mengandung orientasi problem dan kebijakan”.
Menurut Ripley dan Franklin dalam Winarno (2014:148) menyatakan bahwa “implementasi
adalah apa yang terjadi setelah undang-undang ditetapkan yang memberikan otoritas program,
kebijakan, keuntungan atau suatu jenis luaran yang nyata”. Grindle dalam Winarno (2014: 148)
menyatakan, secara umum tugas implementasi adalah “Membentuk suatu kaitan yang memudahkan
tujuan-tujuan kebijakan bisa direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah”.

102
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Gambar 1. Model Implementasi Kebijakan Grindle


Sumber: iptekindonesiaef, 2023

Menurut Merilee Grindle (1980:6) menyatakan, “The study of the process of policy
implementation almost necessarily involves investigation and analysis of concrete actions programs
that have been designed as a means of achieving broader policy goals”. Maksudnya analisis
implemenatasi kebijakan sebagain besar membutuhkan penyelidikan dan analisis dari tindakan
program yang nyata serta dirancang dengan berbagai cara untuk mencapai tujuan kebijakan yang lebih
luas.
Sementara implementasi kebijakan menurut Mazmanian (1983:20-21), Implementation is the
carrying out of the basic policy decision, usually incorporated in a statute but wich can also take the
form of important executive orders or court decisions. Ideally, that the decision inditifies the
problem(s) to be addressed, stipulates the obyective(s) to be persued and in avariety of ways,
“structures” the implementation prosess. The prosess normally runs through a number of stages
beginning with passage of the basic statute followed by the policy outputs (decisions0 of the
implement-ing agencies, the compliance of target groups with those decisions, the actual impact-both
intended and unintended-of those outputs, the perceived impacts of agency decisions and finally
important revisions (or attempted revisions) in the basic statute.

METODE
Untuk memahami implementasi kebijakan pendalaman tugas DPRD Peneltian menggunakan
metode penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang berfungsi menemukan
dan memahami fenomena sentral. Menurut Sharan B dan Merriam dalam Sugiono (2021:4-4),
“penelitian kualitatif tertarik memahami bagaimana orang-orang menginterpretasikan pengalamannya,
mengkonstruksi apa yang telah dialami dalam hidupnya”. Seluruh tujuan penelitian kualitatif adalah
untuk mencapai pemahaman yang mendalam bagaimana orang-orang merasakan dalam proses
kehidupannya, memberikan makna dan menguraikan bagaimana orang-orang menginterpretasikan
pengalamannya. Penelitian kualitatif ingin memahami fenomena berdasarkan pandangan partisipan

103
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

atau pandangan internal (perspektive emic) dan bukan pandangan peneliti sendiri atau pandangan
eksternal (perspektive etic). Menurut Nutley dan Webb dalam Sugiono (2017:10-11), penelitian
kebijakan dirancang untuk memberikan informasi dan pemahaman satu atau beberapa aspek yang
dapat digunakan dalam proses kebijakan yang meliputi rumusan dan pembuatan kebijakan,
implementasi kebijakan dan evaluasi kebijakan. Penelitian kebijakan berperan dalam penyusunan
kebijakan, output kebijakan, outcome kebijakan dan evaluasi kebijakan.
Khusus mengenai metode peneltian kebiakan public dinyatakan Sugiono (2017:21-22) sebagai
berikut: penelitian dilihat dari segi bidangnya dibagi menjadi tiga jenis yaitu penelitian akademik,
penelitian professional dan penelitian institusional. Penelitian kebijakan termasuk penelitian
insitusional yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan informasi yang dapat digunakan untuk
mengembangkan atau meningkatkan kinerja lembaga. Hasil penelitian akan sangat berguna bagi
pimpinan untuk membuat kebijakan atau keputusan. Hasil penelitian lebih menekankan pada validitas
eksternal (kegunaan), variable lengkap (kelengkapan informasi) dan kecanggihan analisis disesuaikan
untuk pengambilan keputusan.
Menurut Steven Dukeshire dan Jennifer Thurlow dalam Sugiono (2017:206), penelitian
kualitatif berkenaan dengan data yang bukan angka, mengumpulkan dan menganalisis data yang
bersifat naratif. Metode kualitatif terutama digunakan untuk memperoleh data yang kaya, informasi
yang mendalam tentang isu atau masalah yang akan dipecahkan. Metode penelitian kualitatif
menggunakan focus group, interview secara mendalam dan observasi peran serta dalam pengumpulan
data.
Berbagai pendapat para ahli tentang metode penelitian kualitatif tersebut diatas Sugiono
(2017:207) meringkasnya dalam pernyataan sebagai berikut:
metode penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berdasarkan filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai
intrumen kunci, Teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi (gabungan), dapat yang
diperoleh bersifat kualitatif, analisis data bersifat induktif/kualitatif dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan dokumentasi wawancara
mendalam (indepth interview). Wawancara Dilakukan dengan informan yang telah ditentukan melalui
purposive sampling.

PEMBAHASAN
Pada bagian ini, penulis akan menyajikan hasil temuan lapangan dan melakukan pembahasan
terhadap temuan lapangan tersebut. Temuan lapangan ini diperoleh dari hasil wawancara dan
observasi lapangan. Temuan-temuan tersebut akan dibahas dalam masing-masing dimensi di dalam
teori optimalisasi proses bisnis yang dikemukakan oleh Schedler dan Helmuth (2015) yang terdiri dari
efektivitas, efisiensi, adaptasi, dan manfaat bagi pengguna layanan.

Analisis Isi Kebijakan


Kebijakan pendalaman tugas dalam bentuk bimtek DPRD sudah dilaksanakan sejak DPRD
Provinsi/Kabupaten/Kota periode 1999-2004. Kebijakan Permendagri No 133 tahun 2017 telah
mengalami perubahan melalui Permendagri Nomor 14 tahun 2018. Tidak ada isi kebijakan yang
mencolok diantara kedua Permendagri tersebut. Hanya pada Permendagri Nomor 14 tahun 2018
dilengkapi dengan standar sertifikat dan format standar untuk presensi narasumber

104
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Kebijakan pendalaman tugas DPRD sebagaimana tercantum dalam Pasal 2, bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap dan semangat pengabdian anggota
DPRD dalam melaksanakan tugas pemerintahan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia yakni: anggaran, pembentukan peraturan daerah dan pengawasan. Pendalaman tugas ini
dilatar belakangi karena latar belakang dari anggota DPRD relative beragam: pengusaha, aktivis,
profesional/praktisi, tokoh masyarakat dan lain-lain. Karena itu untuk menyamakan kemampuan
standar anggota DPRD perlu ditinggkatkan kapasitasnya melalui pendalaman tugas anggota DPRD.
Pasal 2 Permendagri dinyatakan kegiatan peningkatan kapasitas dilaksanakan dengan dua
jenis kegiatan yaitu: orientasi dan pendalaman tugas DPRD. Kegiatan orientasi bagi DPRD Provinsi
dilaksanakan oleh BPSDM Kementrian Dalam Negeri (Kemdagri). Sedangkan Pasal 6 Permendagri
mengatur kegiatan pendalaman tugas DPRD Kabupaten/Kota dapat dilaksanakan oleh sekretariat
DPRD, partai politik dan perguruan tinggi khususnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyrakat. Perguruan Tinggi yang bisa menyelenggarakan pendalam tugas harus memenuhi
persyaratan akreditasi A atau akreditasi B. Selanjutnya diatur pada Pasal 10, Perguruan Tinggi dapat
menyelenggarakan kegiatan pendalaman tugas DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota setelah
mendapat rekomendasi dari BPSDM Kemdagri atau BPSDM Provinsi. Rekomendasi tersebut
diberikan berdasarkan permohonan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi perguruan tinggi.
Surat permohonan tersebut dilengkapi dengan proposal kegiatan yang menjelaskan nama kegiatan,
tujuan kegiatan, jadwal kegiatan, waktu dan tempat kegiatan, jumlah peserta dan asal peserta. Dan
surat permohonan tersebut bisa diajukan bila perguruan tinggi telah menyampaikan laporan kegiatan
sebelumnya.
Permendagri juga mengatur kegiatan pendalaman tugas anggota DPRD dilakukan setelah
mengikuti kegiatan orientasi. Padal Pasal 14 dinyatakan pelaksanaan kegiatan pendalaman tugas
sebanyak maksimum 6 kali dalam satu tahun anggaran. Selanjutnya pada Pasal 14 Ayat 3 dinyatakan
kegiatan pendalaman dapat dilaksanakan sebanyak 3 di luar daerah dan kegiatan di dalam satu
kabupaten 3 kali di dalam daerah dalam satu tahun anggaran. Pendalaman tugas dilaksanakan dalam
bentuk: Pendidikan dan Latihan, bimbingan teknis, workshp/lokakarya/seminar. Pasal 17 (2)
Permendagri menyatakan, bimbingan teknis dilakukan paling singkat 20 JP dan paling lama 30 jam
pelajaran dalam satu kegiatan. Jumlah peserta untuk bimbingan teknis paling banyak 60 orang (pasal
18 huruf C).
Materi untuk pendalaman tugas DPRD diatur pada Pasal 20 yakni: Demokrasi dan
Kebangsaan Indonesia; sistem pemerintahan nasional dan daerah; kewenangan, tugas dan fungsi
DPRD; hubungan DPRD dan pemerintahan daerah; kepemimpinan dan etika pemerintahan;
penyusunan peraturan daerah; pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme, etika budaya politik,
pengenalan budaya local, pengelolaan keuangan daerah, isu aktual. Metode pembelajaran pendalaman
tugas berupa: ceramah, diskusi, studi kasus, simulasi dan visitasi (Pasal 22). Dalam pelaksanaan
kegiatan pendalaman tugas Permendagri juga mengatur bahwa kegiatan berbentuk bimbingan teknis
(Bimtek) peserta harus memenuhi persyaratan proses pembelajaran selama 20 jam pelajaran (20 JP).
Bagian akhir dari kegiatan pendalaman tugas adalah laporan dan registrasi. Dalam
Permendagri diatur bahwa setiap kegiatan pendalaman tugas mendapatkan sertifikat. Sertifikat harus
diberikan nomor registrasi dari BPSDM Kemendagri dengan cara mengajukan permohonan pemberian
nomor registrasi dari penyelenggaran atau perguruan tinggi dengan melampirkan data kehadiran
pendalaman tugas. Untuk pendalaman tugas yang diselenggarakan secretariat DPRD bekerjasama
dengan perguruan tinggi mengacu ketentuan Pasal 23 huruf (h), Rektor/pimpinan tertinggi
menandatangani sertifikat pada halaman depan dan oleh sekretaris DPRD serta Ketua LPPM atau

105
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

sebutan lainnya pada halaman belakang. Berikut akan dijekaskan secara terperinci keseluruhan proses
impelementasi Permendagri Nomor 133 tahun 2017 dan perubahannya melalui Permendagri Nomor
14 tahun 2018 tentang orientasi dan pendalaman tugas bagi DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota.

Rekomendasi
Kegiatan pendalaman tugas anggota DPRD biasanya diawali dengan keputusan Badan
Musyawarah (Bamus) DPRD tentang tanggal dan daerah/tempat bimtek dilaksanakan. Keputusan
tersebut dilanjutkan dengan permintaan lisan dari pihak sekretariat/pimpinan/aggota DPRD kepada
perguruan tinggi khususnya LPPM untuk mengajukan surat penawaran kegiatan bimbingan teknis
(bimtek). Merespon permintaan dari secretariat tersebut, LPPM segera membuat surat penawaran yang
ditanda tangani ketua LPPM dan selanjutnya dikirimkan kepada sekretaris DPRD/staf sekretaris
DPRD secara online via WA dan/atau fisik. Surat penawaran dari LPPM tersebut sudah disertai
informasi lengkap seperti: tanggal pelaksanaan, tema, materi, nominal kontribusi peserta dan lokasi
kegiatan serta jadwal kegiatan. Surat penawaran LPPM sudah memperhatikan ketentuan Permendgari
tentang waktu permohonan rekomendasi selama 14 kerja tidak termasuk hari sabtu dan minggu serta
libur nasional/tanggal merah.
Jika surat penawaran sudah dicermati Sekretaris DPRD dan menyetujui semua perihal yang
tercantum dalam surat maka Sekretaris DPRD menindaklanjuti dengan membuat surat penunjukan
yang ditanda tangani oleh Sekretaris DPRD ditujukan kepada Ketua LPPM. Tapi bila ada materi di
dalam surat penawaran yang belum sesuai dengan kebutuhan Sekretaris DPRD dan/atau pimpinan
DPRD maka surat penawaran dari LPPM direvisi sesuai dengan kebutuhan pimpinan DPRD dan
sekretaris DPRD. Setelah surat penunjukan kepada LPPM oleh Sektretaris DPRD selesai, maka
dilanjutkan dengan penandatangan kesepahaman (MoU) antara Rektor dengan Sekretaris DPRD.
Proses berikutnya staf LPPM menyiapkan surat Rektor tentang permohonan rekomendasi
kegiatan bimtek DPRD kepada BPSDM Kemendagri atau ke BPSDM Provinsi. Bila permohonan dari
DPRD Kabupaten/Kota di dalam satu provinsi maka surat permohonan rekom ditujukan kepada
BPSDM Provinsi. Sedangkan bila permohonan diajukan oleh DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota tapi lokasi pelaksanaan di luar provinsi maka permohonan rekomendasi diajukan
kepada BPSDM Kemendagri. Pengajuan permohonan rekomendasi ke BPSDM Provinsi secara umum
masih manual. Sebelumnya pengajuan permohonan rekomendasi ke BPSDM Kemdagri juga masih
menggunakan cara manual, tapi sejak tahun 2021 sudah beralih ke model pengajuan rekomendasi
secara online dengan sistem Siola. Bedanya bila model manual pengajuan berkas boleh bertahap
sedangkan model online berkas harus diajukan secara lengkap. Akhir dari proses permohonan
rekomendasi ini adalah keluarnya Rekomendasi dari BPSDM Kemendagri atau BPSDM Provinsi.
Tapi sekalipun berkas permohonan lengkap tapi karena kurang dr 14 hari maka dalam sistem
siola berkas permohonan rekomendasi akan ditolak oleh sistem. Permasalahan terkait rekomendasi
dalam beberapa kasus muncul seperti, permintaan dari DPRD untuk pengunduran tanggal padahal
proses rekomendasi sedang berlangsung. Bila demikian biasanya perguruan tinggi mengirim surat ke
sistem siola tentang perubahan tanggal pelaksanaan bimtek yang ditanda tangani rektor. Pernah juga
terjadi kasus rekomendasi masih dalam proses tapi pihak DPRD dengan alasan kuat membatalkan
bimtek sepihak. Dalam kasus seperti ini perguruan tinggi mengirim surat ke BPSDM
Kemdagri/Provinsi yang menyatakan bahwa permohonan rekomendasi dibatalkan ditanda tangani
rektor dan dilampiri surat pernyataan dari Sekretaris DPRD yang menyatakan alasan
pembatalan/penundaan bimtek dalam waktu yang belum ditentukan.

106
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Bila surat rekomendasi bimtek sudah keluar pihak LPPM menyampaikan rekomendasi
tersebut kepada sekretaris/satf DPRD. Rekomendasi tersebut dijadikan dasar oleh bendahara sekretaris
DPRD untuk mengeluarkan anggaran kegiatan bimtek. Biasanya 1-2 sebelum hari pelaksanaan dana
bimtek sudah ditransfer ke rekening LPPM. Permasalahan yang muncul biasanya transfer dana dengan
tanggal pelaksanaan sangat singkat. Prinsipnya dana bimtek DPRD harus diterima oleh rekening
lembaga dalam hal ini rekening LPPM dan tidak boleh dana ditransfer ke rekening pribadi
penyelenggara.
Dilihat dari sudut konteks kebijakan, proses rekomendasi bimtek terdapat perbedaan proses
rekomendasi yang cukup mencolok yakni sebelum tahun 2020 permohonan rekomendasi
menggunakan cara manual dalam arti semua dokumen harus dikirim secara fisik oleh LPPM ke
BPSDM Kemendagri atau BPSDM Provinsi. Tapi setelah kebijakan permohonan rekomendasi
berubah menjadi online, maka semua berkas permohonan rekomendasi dikirim secara onlime melalui
sistem yang disebut Siola. Perbedaannya, dalam sistem manual berkas boleh dikirim tidak lengkap
dalam arti kekuarangan berkas disusulkan kemudian. Surat permohonan akan deregister pihak
BPSDM begitu surat permohonan diterima meskipun belum lengkap. Tapi dalam sistem online semua
berkas permohonan harus lengkap. Sistem akan meregister surat permohonan begitu diterima dalam
sistem.
Pada masa pendemi Covid 19, pelaksanaan bimtek DPRD terdapat perbedaan yang cukup
signifikan dengan ketentuan penerapan standar protocol kesehatan secara ketat. Berdasarkann Surat
Edaran Kemendagri Nomor 895.3/4007/BPSDM tanggal 20 Juli 2020 mengatur bahwa tempat
pelaksanaan pendalaman tugas pada daerah dengan kategori resiko tidak terdampak atau tidak ada
kasus atau resiko rendah, berdasarkan pada data zonasi resiko yang dikeluarkan oleh pihak yang
berwenang dalam penanganan Covid 19. Prakteknya bagi panitia, selain mengantongi surat
rekomendasi juga membutuhkan rekomendasi dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Kabupaten/Kota. Tapi karena tidak semua BPBD Kabupaten/Kota bersedia mengeluarkan surat
rekomendasi pelaksanaan kegiatan, maka dapat menggunakan surat keterangan dari satuan tugas
(Satgas) Covid 19 desa dimana lokasi bimtek berlangsung agar memenuhi ketentuan SE Kemendagri
tersebut.
Kejadian menarik pernah dialami DPRD Provinsi Bali dan DPRD Kabupaten Gianyar pada
masa pandemic Covid 19 tahun 2021. DPRD Bali yang rencananya melaksanakan bimntek di Jakarta
bekerjasama dgn peguruan tinggi di Jakarta dan sudah mendapat rekomendasi BPSDM. Ternyata pada
hari pelaksanaan daerah DKI Jakarta berstatus zona merah maka bimtek terpaksa dipindahkan ke Bali
dan dapat terlaksana. Secara administrasi, Sekretaris DPRD Bali bersurat ke pimpinan perguruan
tinggi di Bali yang ditunjuk sebagai panitia pelaksana. Berdasarkan surat Sekretatris DPRD Bali,
pimpinan perguruan tinggi bersurat ke BPSDM Kemendagri untuk memberitahukan bahwa DPRD
Bali yang telah mengantongi rekomendasi BPSDM Kemendagri dipindah lokasi pelaksanaan
Bimteknya dari Jakarta ke Bali. Prosedur yang sama juga ditempuh DPRD Kabupaten Gianyar Ketika
batal melaksanakan bimtek di Yogyakarta karena zona merah akhirnya lokasi Bimteknya dipindah ke
Bali.

Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pendalaman tugas anggota DPRD umumnya dilaksanakan selama empat
(4) hari, dimana hari pertama peserta melakukan Chec-in di hotel tempat bimtek, hari ke 2 dan ke 3
proses pembelajaran serta hari ke 4 penutupan dan peserta Check-out dari hotel. Dalam
pelaksanaannya, karena perguruan tinggi dan dosen kurang memiliki kemampuan dalam pelayanan

107
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

akomodasi hotel biasanya dapat diserahkan kepada pihak III (even organizer) yang lebih professional
dengan pertimbangan agar pelayanan peserta bimtek DPRD lebih optimal. Karena permintaan anggota
DPRD kadang beragam mulai dari pemilihan kamar hotel, fasilitas kamar (kebanyakan minta kamar
yg bisa merokok), makanan terutama makan malam, antar jemput hotel-bandara bagi peserta DPRD
luar daerah dan sebagainya. Penyerahan urusan akomodasi bimtek kepada pihak III menggunakan
dokumen serah terima urusan antara LPPM dengan pihak III. Susunan acara pembelajaran diawali
dengan pembukaan. Untuk bimtek DPRD Kabupaten/Kota di Bali yang pelaksanaannya di daerah
sendiri dibuka oleh Kepala BPSDM Provinsi. Sementara untuk bimtek DPRD Kabupaten/kota dari
daerah luar Bali yang pelaksanaan bimteknya di Bali lazimnya dibuka oleh Rektor atau Ketua
DPRD/unsur pimpinan DPRD bersangkutan.
Peserta pendalaman tugas umumnya diikuti oleh seluruh anggota DPRD kecuali sakit/izin atau
anggota bersangkutan sudah pernah melaksanakan kegiatan pendalaman tugas yang dilaksanakan oleh
partai politiknya. Selain anggota DPRD, peserta kegiatan pendalaman tugas harus didamping oleh
unsur sekretariat DPRD dalam jumlahnya yang bervariasi. Proses pembelajaran biasanya dimulai
dengan acara pembukaan yang terdisir dari laporan panitia penyelenggara, sambutan rector dan
sambutan pimpinan DPRD sekaligus membuka secara resmi bimtek DPRD. Setelah pembukaan, acara
dilanjutkan dengan sesi materi dan diskusi serta diakhiri dengan acara penutupan. Materi pembelajaran
umumnya terkait dengan masalah anggaran, legislasi dan pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pemerintahan nasional pada umumnya. Proses pembelajaran harus
memenuhi standar yakni 20 jam pelajaran (20 JP). Pada setiap akhir sesi/materi pembelajaran diakhiri
dengan foto bersama dari seluruh peserta dan narasumber sebagai dokumentasi laporan.
Proses monitoring dan evaluasi (monev) berlangsung dalam proses pelaksanaan ini. Tujuan
monev untuk memastikan kegiatan bimtek DPRD berjalan sesuai rekomendasi. Dengan kata lain,
monev bertujuan mengawasi agar pelaksanaan bimtek DPRD tidak fiktif atau tidak sesuai dengan
ketentuan kebijakan. Pelaksana monev untuk DPRD Kabupaten/Kota di daerah sendiri dilaksanakan
oleh staf BPSDM Provinsi. Sementara untuk bimtek DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota yang
dilaksanakan di luar wilayah Provinsi, pelaksana monev berasal dari pihak BPSDM Kemendagri.
Pemonev menyerahkan surat tugas kepada panitia dan sebaliknya panitia mengisi formulIr laporan
pelaksanaan bimtek DPRD yang diserahkan ke pertugas monev. Bila semua materi telah berakhir
maka bimtek dapat ditutup pada hari ketiga atau hari keempat pagi. Biasanya acara ditutup secara
resmi oleh pimpinan DPRD didampingi panitia penyelenggara. Pada hari ketiga atau hari keempat
terakhir ada penyerahan dokumen administrasi seperti kuitandi dan copy presensesi peserta dari
panitia penyelenggara kepada pihak sekretariat DPRD.
Pada masa pendemi Covid 19, pelaksanaan bimtek DPRD ada perbedaan dengan penerapan
standar protocol kesehatan secara ketat. Berdasarkann Surat Edaran Kemendagri Nomor
895.3/4007/BPSDM tanggal 20 Juli 2020 mengatur: 1) pelaksanaan pendalaman tugas di tingkat
Provinsi berpedoman pada kebijakan Pemerintah Provinsi setempat; 2) jumlah peserta dalam suatu
kegiatan tidak lebih dari 50 orang dan menempati paling banyak 50% dari kapasitas ruangan serta
menjaga jarak 1,5 meter; 3) peserta wajib di rapid test atau swab; 4) peserta wajib mengenakan masker
dan sarung tangan; 5) tersedia hand sanitizer atau tempat cuci tangan; 6) akomodasi peserta 1 orang 1
kamar; 7) bahan ajar diberikan secara digital; 8) peneyelenggara dan naras umber wajib menerapkan
protokole kesehatan.
4. Pelaporan

108
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Setelah proses pelaksanaan bimtek berakhir maka proses terakhir adalah pelaporan dan
sertifikat. Laporan kegiatan bimtek DPRD merupakan bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan
bimtek DPRD. Laporan kegiatan bimtek mempunyai peranan yang penting karena tanpa laporan
kegiatan bimtek sebelumnya LPPM tidak bisa mohon surat rekomendasi bimtek berikutnya. Setiap
sertifikat peserta bimtek DPRD harus mencantumkan nomor registrasi dari BPSDM Kemendagri.
Secara administrasi, rektor bersurat ke BPSDM Kemendagri yang pada intinya menyatakan mohon
diberikan nomor registrasi untuk dicantumkan pada sertifikat peserta bimtek DPRD. Selama 1-2 hari
biasanya nomor registrasi sudah keluar sehingga sertifikat bisa dicetak dan ditanda tangan Rektor dan
LPPM dari pihak perguruan tinggi dan Sekretaris dari unsur DPRD.
Laporan mencantukan semua dokumen yang digunakan selama proses bimtek seperti: surat
penawaran, surat penunjukan Sekreatris DPRD, MoU Rektor dengan Sekreatris DPRD, Surat
Rekomendasi, daftar presensi peserta, daftar presensi narasumber, materi narasumber, foto-foto dan
copy sertifikat semua peserta. Bila laporan sudah lengkap LPPM mengirimkan ke DPRD bersangkutan
sebanyak 1-2 copy laporan, kepada pihak BPSDM Kemendagri atau BPSDM Provinsi dan 1 copy
laporan untuk arsip LPPM. Keseluruhan proses pelaksanaan kebijakan bimtek DPRD diringkas dalam
tabel berikut ini:
Tabel 1. Proses Implementasi Kebijakan Bimtek DPRD

No Tahapan Proses Kegiatan Dokumen Pelaksana


1 Rekomendasi Permintaan Bimtek - Staf Sekretaris DPRD
secara lisan dari
DPRD
Surat Penawaran Surat di tanda tangani Ketua LPPM
Bimtek dari LPPM LPPM
MoU Rektor dan MoU di tanda tangani Sekretaris DPRD dan
Sekreatris DPRD Sekreatris DPRD dan Rektor Rektor serta LPPM
Surat Permohonan Surat Rektor dilengkapi LPPM, Rektor dan
Rekomendasi dan dokumen pendukung BPSDM Kemendagri/
Dokumen Provinsi
Rekomendasi Surat BPSDM Kemendagri BPSDM Kemendagri/
ttd Kepala BPSDM Provinsi
Kemdagri/
Provinsi ttd Kepala BPSDM
Provinsi
Transfer Dana Bukti transfer/online Bagian Keuangan
Sekretariat DPRD
2 Pelaksanaan Kedatangan peserta, Daftar kamar peserta LPPM dan Panitia
check in hotel dan
pengaturan kamar
Registrasi peserta, Daftar presensi peserta, LPPM
Pembukaan dan daftar presensi nara sumber,
pembelajaran materi pembelajaran
Monev Penyerahan surat BPSDM
rekomendasi asli, Surat Kemdagri/BPSDM
Tugas dan Formulir laporan provinsi
monev
Penutupan Bimtek ditutup oleh Pimpinan DPRD dan
pimpinan DPRD dan Foto LPPM
Dokumentasi

109
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Administrasi SPPD ttd LPPM, Kuitansi LPPM dan Sekretariat


peserta ttd bendahara LPPM, DPRD
dan copy daftar presensi
peserta
3 Pelaporan Mohon nomor Surat ttd LPPM LPPM
registrasi
Nomor registrasi Nomor registrasi sertifikat BPSDM Kemdagri
Sertifikat peserta
Cetak sertifikat Sertifikat peserta LPPM
Laporan lengkap Laporan lengkap bimtek LPPM
DPRD
Arsip Laporan lengkap bimtek LPPM
DPRD utk arsip
Pengiriman Lapran lengkap bimtek LPPM
DPRD dikirim untk utk
Sekretariat DPRD dan
BPSDM Provinsi

Deskripsi dan ringkasan tabel diatas dapat dinyatakan bahwa implementasi kebijakan
pendalaman tugas bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dalam bentuk kegiatan
bimtek yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi khususnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat terlaksana sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Permendagri Nomor 133
Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 14 Tahun 2018.
5. Dampak Bimtek DPRD
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa DPRD mempunyai hak
melaksanakan bimtek sebanyak 6 kali dalam satu tahun anggaran dengan komposisi 3 dilaksanakan di
daerah dalam provinsi dan 3 dilaksanakan di luar daerah provinsi. Komposisi pelasanaan bimtek
DPRD antara di dalam dan di luar daerah provinsi bervariasi antara DPRD satu dengan DPRD lain.
Beberapa DPRD melaksanakan bimtek secara bergantian antara pelaksanaan bimtek DPRD dalam
daerah dan luar daerah sesuai kebutuhan DPRD. Sementara beberapa DPRD menghabiskan
pelaksanaan bimtek secara berturut-turut di dalam daerah dahulu, sementara bimtek DPRD di luar
daerah dilaksanakan berikutnya secara berurutan pula.
Menurut pendapat beberapa informan, secara umum pelaksaanaan bimtek DPRD berdampak
positif terhadap peningkatan wawasan, informasi dan kemampuan pimpinan dan anggota DPRD.
Sebagaimana dinyatakan Anggota DPRD Kabupaten Badung, Nyoman Satria sebagai berikut:
Secara umum pelaksanaan bimtek DPRD sangat bermanfaat bagi anggota DPRD dan
berdampak pada kinerja pimpinan dan anggota DPRD dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsi DPRD. Pernah dalam suatu bimtek narasumber dari BPK memberikan saran-saran
terkait pengelolaan keuangan di DPRD dan sekretariat DPRD. Dan saran-saran BPK dalam
bimtek tersebut kami terapkan dan bermanfaat bagi peningkatan kemampuan pengelolaan
administrasi keuangan di DPRD Badung. Memang ada anggota DPRD yang kurang aktif
dalam bimtek tapi jumlahnya tidak signifikan.

110
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Penjelasan serupa tentang dampak bimtek DPRD diungkapkan Sekretaris DPRD Gianyar,
Wayan Kujus Pawitra sebagai berikut:
Menurut pengalaman saya selama beberapa tahun menjadi Sekretaris DPRD, pelaksanaan
bimtek DPRD tergolong efektif karena sebagian besar anggota hadir dan aktif dalam proses
pembelajaran. Pelaksanaan bimtek sangat bermanfaat memberikan wawasan, informasi teknis
terkait tugas pokok DPRD. Misalnya kebijakan pengawasan keuangan daerah, sinkronisasi
perda terkait penerapan Omnibuslaw dan pemahaman pedoman pelaksanaan APBD.
Kehadiran pimpinan dan kualitas nara sumber menjadi faktor penting kehadiran dan
partisipasi anggota dalam proses pembelajaran bimtek.

Tidak jauh beda dengan beberapa pendapat informan sebelumnya, penjelasan senada
diungkapkan Ketua DPRD Kabupaten Bangli I Ketut Suastika, yang menyatakan manfaat dan dampak
pelaksanaan bimtek DPRD sebagai berikut:
Tentu saja pelaksanaan Bimtek DPRD ada manfaatnya bagi pimpinan dan anggota khususnya
kami di Kabupaten Bangli. Dari ketiga fungsi DPRD kami merasakan fungsi pengawasan
DPRD yang perlu ditingkatkan. Meski pengawasan merupakan hal yang rutin dilaksanakan
DPRD tapi melalui bimtek kami mendapatkan strategi-strategi pengawasan DRPD yang lebih
efektif yang dapat dijadik bekal bagi anggota DPRD. Materi dengan nara sumber dari BPKP
berdampak pada peningkatan informasi dan kemampuan pengawasan khususnya pengelolaan
keuangan dan asset daerah di Kabupaten Bangli.

Demikian pula manfaat dan dampak bimtek DPRD di bidang pembentukan peraturan daerah
sebagaimana dinyatakan Wakil Ketua DPRD Kabupaten Klungkung, Tjokorda Gede Agung sebagai
berikut:
Menurut saya pelaksanaan bimtek DPRD sangat bermanfaat dan berdampak pada
peningkatan kemampuan tugas pokok anggota DPRD. Misalnya pada bimtek kali ini saya
merasa materi tentang pendalaman UU Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan
Pemerintah dan Daerah yang berdampak pada harus revisinya Peraturan Daerah tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan begitu para anggota di Badan Pembentukan
Peraturan Daerah (Bapemperda) dapat mulai mempersiapkan bahan-bahan terkait revisi
tersebut karena amanat UU No 1 Tahun 2022 menyebutkan daerah diberikan waktu 2 tahun
untuk merampungkan revisi perdanya.

Dari analisis pendapat beberapa informan tentang implementasi kebijakan pendalaman tugas
bagi pimpinan dan anggota DPRD berdampak pada peningkatan wawasan, informasi dan kompetensi
anggota DPRD. Dengan kata lain, bila kegiatan bimtek DPRD dilaksanakan sesuai prosedur
sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 133 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 14 Tahun
2018 yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi khususnya Lembaga Penelitian dan Pengabdian
kepada Masyarakat berdampak positif bagi peningkatan wawasan, informasi dan kompetensi pimpinan
dan anggota DPRD.
Pembahasan
Kedudukan DPRD sebagai salah satu unsur pemerintahan daerah sangat strategis. Dengan
kewenangan anggaran berarti DPRD bersama pemerintah daerah menetapkan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) setiap tahun. Dan dengan kewenangan legislatif, DPRD bersama kepala
daerah menetapkan peraturan daerah. Serta kewenangan pengawasan DPRD mengawasi pemerintah

111
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

daerah dalam melaksanakan peraturan daerah dan ketentuan perundang-undangan lainnya terkait
penyelenggaraaan pemerintahan daerah. Kepala daerah didukung birokrasi dan jajarannya memiliki
kelebihan pengalaman dan data penyelenggaraan pemerintahan daerah. Karena itu pimpinan dan
anggota DPRD dengan latar belakang yang beragam serta masa jabatan yang relative terbatas harus
didukung dengan kegiatan peningkatan kapasitas agar dapat mengimbangi kemampuan pemerintah
daerah dalam mengelola pemerintahan daerah. Untuk membahas implementasi kebijakan bimtek
DPRD penelitian ini menggunakan teori implementasi dari zauhar yang menyatakan implementasi
kebijakan dipenagruhi oleh tiga aspek yaitu: isi kebijakan, proses kebijakan dan konteks kebijakan.
Pertama, dari isi kebijakan, dalam Permendagri 133 tahun 2017 telah diatur bimtek DPRD
hanya bisa diselenggarakan bila sudah mendapat rekomendasi dari BPSDM Kemdagri ataupun dari
BPSDM Provinsi. Syarat dokumen permohonan rekomendasi juga telah diatur dalam Permendagri
sehingga hanya perguruan tinggi yang memenuhi kriteria dapat bertindak sebagai penyelenggara.
Rekomendasi merupakan aspek legal dari kegiatan bimtek sekaligus menjadi dasar penggunaan APBD
untuk membiayai kegiatan bimtek. Dalam permendagri juga diatur tentang ruang lingkup materi bahan
pembejaran bimtek serta durasi waktu pembelajaran minimal 20 jam pelajaran (JP).
Biasanya dari 4 hari pelaksanaan bimtek dialokasikan dua hari untuk waktu pembelajaran.
Untuk aspek pengawasan kegiatan dalam Permendagri telah diatur dimana pihak yang bertindak
sebagai pelaksana monitoring dan evaluasi adalah BPSDM Kemendagri atau BPSDM Provinsi.
Bahkan khusus untuk desain sertifikat peserta sebagai bagian dari laporan kegiatan bimtek
pengaturannya telah diperbaharui melalui Permendagri nomor 14 tahun 2018. Secara teoritis, bila
semua ketentuan dalam permendagri tersebut diikuti maka pelaksanaan bimtek akan berdampak positif
bagi anggota DPRD.
Kedua, dari sisi proses, kebijakan Permendagri nomor 133 tahun 2017 dan Permendagri
nomor 14 tahun 2018 tentang pendalaman tugas bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi,
Kabupaten/Kota merupakan rangkaian dari suatu proses kebijakan. Di awali dengan lahirnya Undang-
Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 12
Tahun 2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pmerintahan Daerah. Kebijakan
kegiatan pendalaman tugas bagi pimpinan dan anggota DPRD berbentuk bimtek didasarkan pada
Permendagri Nomor 57 Tahun 2011. Setelah diimplementasikan cukup lama kebijakan tersebut
direvisi dengan Permendagri Nomor 133 tahun 2017.
Selama setahun lebih dilaksanakan, Permendagri Nomor 133 tahun 2017 direvisi kembali
dengan Permendagri Nomor 14 Tahun 2018 dengan perubahan desain sertifikat baik jenis kegiatan
orientasi maupun kegiatan pendalaman tugas berbentuk bimbingan teknis (Bimtek). Dalam hal ini
perubahan kebijakan tentang bimtek DPRD diletakkan sebagai suatu proses yang berkesinambungan
menuju perbaikan kebijakan. Setelah Permendagri tersebut diimplementasikan proses berikutnya
dilaksanakan evaluasi setiap tahun oleh BPSDM Kemendagri. Dalam evaluasi tahunan tersebut
BPSDM Kemendagri meminta masukan dari para penyelenggara bimtek seperti partai politik,
secretariat DPRD dan perguruan tinggi serta BPSDM Provinsi.
Dari sisi konteks, secara umum konteks kebijakan pendalaman tugas bagi DPRD karena
beragamnya latar belakang para anggota DPRD. Untuk menyetarakan wawasan dan kemampuan
anggota DPRD dibutuhkan suatu kegiatan untuk menambah wawasan, informasi dan kemampuan dari
anggota DPRD agar setara dengan pemerintah daerah dan jajaran birokrasinya. Tanpa kegiatan bimtek
DPRD diperkirakan DPRD akan sulit menandingi atau melaksanakan tugas pokok dan fungsi DPRD
karena perbedaan kemampuan diatara kedua unsur pemerintahan daerah tersebut. Dalam situasi
normal pelaksanaan bimtek DPRD dapat dilaksanakan secara normal pula.

112
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Namun ketika masa pandemi Covid 19 pemerintah nasional menerapkan standar protocol
kesehatan untuk semua kegiatan terutama sektor publik. Dalam konteks pandemic Covid 19,
Menidaklanjuti Keputusan Mendagri Nomor 440-842 Tahun 2020 tanggal 31 Mei 2020, BPSDM
Kemendagri mengeluarkan kebijakan berupa edaran Nomor 895.3/4007/BPSDM tanggal 17 Juli 2020,
tentang pelaksanaan pendalaman tugas bagi pimpinan dan anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota
dalam tatanan adaptasi kebiasaan baru. Dalam edaran BPSDM tersebut diatur penyelenggaraan bimtek
dapat dilakukan secara blended learning atau klasikal/tatap muka. Selanjutnya bila kegiatan
pendalalam tugas/bimtek dilaksanakan secara tatap muka, maka harus mematuhi ketentuan beriktunya
yaitu: a) tempat pelaksanaan bimtek termasuk wilayah dengan status zonasi resiko tidak terdampak
atau tidak ada kasus atau beresiko rendah; b) pelaksanaan bimtek di tingkat provinsi berpedoman pada
kebijakan pemerintah provinsi tersebut; c) jumlah peserta dalam suatu kegiatan tidak lebih dari 50
orang dan menempati paling banyak 50% dari kapasitas ruangan serta menjaga jarak 1,5 meter; d)
memastika kesehatan peserta dengan bukti hasil rapid test; e) peserta wajib menggunakan masker dan
sarung tangan; f) tersedia hand sanitizer dan tempat cuci tangan di lokasi kegiatan; g) akomodasi
peserta 1 orang 1 kamar; h) bahan ajar diberikan dalam bentuk digital; h) penyelenggara dan naras
umber harus menerapkan protocol kesehatan Covid 19.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil temuan penelitian dan pembahasan yang sudah diulas oleh penulis maka
dapat disimpulkan bahwa implementasi kegiatan Pendalaman Tugas bagi Pimpinan dan Anggota
DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota dalam bentuk bimbingan teknis (Bimtek) yang diselenggarakan oleh
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Ngurah Rai telah sesuai dengan
ketentuan kebijakan sebagaimana diatur dalam Permendagri nomor 133 tahun 2017 dan Permendagri
Nomor 14 Tahun 2018.
Kegiatan Pendalaman Tugas bagi Pimpinan dan Anggota DPRD Provinsi, Kabupaten/Kota
dalam bentuk bimbingan teknis (Bimtek) yang diselenggarakan oleh Lembaga Penelitian dan
Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Ngurah Rai berdampak positif terhadap peningkatan
wawasan, informasi dan kemampuan dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi DPRD.
Sehingga peneliti mengusulkan saran kepada BPSDM Kemendagri disarankan untuk
menimbang ketentuan 14 hari kerja dalam pengajuan permohonan rekomendasi kegiatan bimtek
DPRD mengingat di era digital proses layanan publik seyogyanya bisa dipercepat. LPPM selaku
penyelenggara bimtek disarankan untuk menjaga kualitas pembelajaran yang dipenagruhi oleh faktor
kesesuain materi dengan kebutuhan DPRD dan nara sumber yang menarik dan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA
Grindle, Merilee S., 1980, Politic and Policy Implementation in The Third World, Princeton: Princeton
University Press
Hermayanti, 2015, Implementasi Kebijakan Fungsi Legislasi DPRD di Kota Sukabumi, Jurnal Ilmu
Administrasi, Volume XII, Nomor 1, April 2015.
Howlett, Michael and M. Ramesh, 1995, Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy
Subsystems, Oxford: Oxford University Press
Mazmanian, Daniel A., and Paul A. Sabatier, 1983, Implementation and Public Policy, New York:
University Press of America
Mubarok, Syahrul, Soesilo Zauhar, Endah Setyowati dan Suryadi, 2020, Policy Implementation
Analysis: Exploration of George Edward III, Marilee S Grindle and Mazmanian Sabatier

113
Kebijakan: Jurnal Ilmu Administrasi
Volume 14, Nomor 1, Januari 2023
E-ISSN: 2656-2820
P-ISSN 1829-5762

Theories in the Policy Analysis Triangle Framework, Jurnal of Publik Administration Studies,
JPAS Vol 5 No.1 pp 33-38.
Parson, Wayne, 2011, Publik Policy, Pengantar Teori dan Praktik Analis Kebijakan, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.
Prihatin, Panca Setyo, 2021, Grindle Policy Implementation Theory in Analysis of Forestry Conflict in
Palalawan District, Riau Province, Jurnal kajian Pemerintah, Volume 7 Nomor 2 Oktober
2021.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : ALFABETA
--------, 2017, Metode Penelitian Kebijakan Publik, Bandung: Penerbit Alfabeta
--------, 2018, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Penerbit Alfabeta
Winarno, Budi, 2014, Kebijakan Publik, Teori, Proses dan Studi Kasus, Jakarta: PT Buku Seru

114

Anda mungkin juga menyukai