Anda di halaman 1dari 105

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI)


DALAM MEMBANGUN BUDAYA MUTU DI UNIVERSITAS TANJUNGPURA
(Studi Kasus : Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)

Program Studi Ilmu Administrasi Publik


Kajian Kebijakan Publik

Oleh:
ISMAIL
NIM: E1012181030

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
SKRIPSI

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU


INTERNAL (SPMI) DALAM MEMBANGUN BUDAYA MUTU DI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
(Studi Kasus: Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Program Studi Ilmu Administrasi Publik


Jurusan Ilmu Administrasi

Oleh:
ISMAIL
E1012181030

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU


INTERNAL (SPMI) DALAM MEMBANGUN BUDAYA MUTU DI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
(Studi Kasus : Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)

Tanggung Jawab Yudiris Pada:

ISMAIL
E1012181030

Disetujui Oleh:

Dosen Pembimbing Pertama, Dosen Pembimbing Kedua,

Dr. Sri Maryuni, M.Si. Dr. Pardi, M.AB.


NIP. 196503021990022001 NIP. 197209052002121003
ABSTRAK

Ismail : Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dalam


Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura (Studi Kasus : Prodi
Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)”. Skripsi : Program Studi
lmu Administrasi Publik Kajian Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak 2022.

Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis faktor-faktor


mempengaruhi implementasi kebijakan SPMI dalam membangun budaya mutu di
Universitas Tanjungpura dengan studi kasus di Program Studi Magister
Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura. Permasalahan
ini cukup menarik untuk diteliti mengingat pentingnya peningkatan mutu
perguruan tinggi dengan mengimplementasikan kebijakan SPMI di perguruan
tinggi dan program studi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan penelitian deskriptif dan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teori Edward III yang dapat dilihat dari empat faktor yaitu komunikasi, sumber
daya, disposisi dan struktur birokrasi. Dalam penelitian ini penulis menggunakan
data primer berupa wawancara dan data skunder berupa dokumen-dokumen mutu
yang berhubungan dengan implementasi kebijakan SPMI Universitas
Tanjungpura dan Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi kebijakan
SPMI dilihat dari faktor komunikasi dan struktur birokrasi belum berjalan dengan
baik. Hal tersebut dilihat dari penyampaian informasi antara jajaran program studi
dengan dosen dan tenaga kependidikan. Dokumen mutu yang telah disusun tetapi
belum dilegalkan karena belum dibawa kerapat senat fakultas. Dalam
mengimplementasikan kebijakan SPMI diharapkan para pelaksana kebijakan
mulai dari Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis serta Pragram Studi Magister Manajemen FEB
Universitas Tanjungpura bisa lebih optimal lagi agar tujuan yang diharapkan
dapat tercapai.

Kata Kunci: Implementasi, SPMI, Budaya Mutu

iii
RINGKASAN SKRIPSI

Skripsi ini berjudul ” Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu

Internal (SPMI) dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura

(Studi Kasus : Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)”. Judul

ini dipilih karena dalam proses implementasi kebijakan SPMI di perguruan tinggi

masih belum berjalan secara optimal. Hal ini dikarenakan masih ditemukannya

berbagai kendala dalam proses implementasinya seperti faktor komunikasi yang

dalam mensosialisasikan kebijakan SPMI masih sebatas jajaran fakultas saja

sehingga informasi mengenai kebijakan SPMI ini belum tersampaikan sampai

ketingkat bawah. Selain itu keterbatasan auditor dalam mengaudit setiap program

studi manjadi kendala dalam lingkup sumber daya manusia. Kemudian penemuan

dokumen mutu yang masih belum dilegalkan/disahkan menjadi hambatan dalam

mengimplementasikan kebijakan tersebut.

Fokus masalah dalam penelitian ini adalah mengacu pada pendapat yang

dikemukakan oleh Goerge C. Edward III menyatakan bahwa ada empat faktor

yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu kebijakan yaitu

komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur organisasi, maka dari itu penulis

menggunakan keempat faktor tersebut untuk menganalisis Implementasi

Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dalam Membangun Budaya

Mutu di Universitas Tanjungpura (Studi Kasus: Prodi Magister Manajemen FEB

Universitas Tanjungpura).

iv
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan menggunakan

teknik analisis kualitatif untuk menggambarkan bagaimana faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi kebijakan SPMI di Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura yang meliputi faktor komunikasi,

sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan peneliti dilapangan bahwa

komunikasi dalam penyampaian informasi terkait dengan kebijakan SPMI masih

dijajaran pejabat fakultas, jurusan dan program studi, sedangkan pada tingkat

dosen dan tenaga kependidikan masih belum dilakukan sosialisasi yang terkait

dengan kebijakan tersebut. Sebaiknya penyampaian informasi tersebut juga harus

dilakukan oleh program studi khususnya Program Studi Magister Manajemen

FEB Universitas Tanjungpura agar pemahaman dan pengetahuan mengenai

kebijakan SPMI ini sampai kepada tingkat bawah.

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebaiknya Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam mensosialisasikan kebijakan

SPMI harus melibatkan seluruh dosen dan tenaga kependidikan/staf agar

pemahaman dan pengetahuan mengenai kebijakan SPMI dapat laksanakan oleh

seluruhnya dengan baik. Mengenai dokumen mutu yang telah disusun harus

segera dilegalkan agar dalam pelaksanaan audit mutu internal berikutnya tidak

menjadi temuan kembali.

v
PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Ismail

Nomor Mahasiswa : E1012181030

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini merupakan hasil karya asli dari saya

sendiri dan bukan dibuat oleh orang lain serta belum pernah diajukan untuk

memperoleh gelar sarjana di Program Studi, Fakultas atau Perguruan Tinggi yang

lain, dan sepanjang pengetahuan saya dalam skripsi ini tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain atau instansi lain

kecuali yang secara tertulis diacu dalam skripsi ini dan saya sebutkan dalam daftar

pustaka skripsi ini.

Pontianak, Mei 2022


Yang Membuat Pernyataan

Ismail
E1012181030

vi
PERSEMBAHAN

Skripsi ini adalah persembahan kecil dan sederhana saya kepada orang-orang yang saya
sayangi:

 Untuk Ibu dan Bapak tercinta

Terima kasih yang tak terhingga kepada orang yang paling beharga dalam hidup saya Ibu
Suryati dan Almarhum Bapak H. Nohong Yusuf yang telah membesarkan, menyayangi dan
merawat saya serta selalu percaya dan mendukung saya dalam menggapai apa yang saya cita-
citakan.

 Untuk teman dan orang terdekat

Terima kasih kepada sahabat dan teman-teman yang telah membantu dan memotivasi saya
dalam proses pembuatan skripsi ini yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

vii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat-Nya penulis

dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penulisan Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan studi strata 1 pada Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura Pontianak.

Tentunya dalam proses penyelesaian Skripsi ini penulis banyak sekali

mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, dengan segala hormat dan kerendahan hati penulis

mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. H. Martoyo, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Tanjungpura.

2. Dr. Rusdiono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura.

3. Dr. Sri Maryuni, M.Si. selaku Pembimbing Pertama dan Dr. Pardi, M.AB.

selaku Pembimbing Kedua yang telah memberikan arahan, bimbingan dan

motivasi selama proses penulisan usulan penelitian ini sehingga dapat

diselesaikan dengan baik.

4. Drs. Abdul Rahim, M.Si. selaku Dosen Penguji Pertama dan Dr. Ira Patriani,

S.IP., M.Si. selaku Dosen Penguji Kedua yang telah memberikan pengarahan

serta masukan untuk kesempurnaan penulisan Skripsi ini.

5. Kepada Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura

yang telah memberikan banyak informasi.

viii
6. Kepada Penjaminan Mutu FEB Universitas Tanjungpura yang telah

memberikan banyak informasi.

7. Kepada Pusat Penjaminan Mutu Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan

Penjaminan Mutu Universitas Tanjungpura yang telah memberikan banyak

informasi.

8. Kepada Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu

Universitas Tanjungpura yang telah memberikan banyak informasi.

9. Kedua orang tua saya yang selalu memberikan semangat yang luar biasa

karena berkat doa dan dukungannya saya sampai pada titik ini.

10. Serta teman-teman yang mendukung saya untuk terus maju dan membuat

saya bersemangat dalam menyelesaikan penulisan ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kata sempurna,

oleh karena itu kritik dan saran sangat penulis butuhkan agar berikutnya dapat

lebih baik lagi.

Pontianak, Mei 2022


Penulis

Ismail
NIM. E1012181030

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN....................................................................................ii
ABSTRAK...............................................................................................................iii
RINGKASAN SKRIPSI..........................................................................................iv
PERNYATAAN KEASLIAN.................................................................................vi
PERSEMBAHAN...................................................................................................vii
KATA PENGANTAR...........................................................................................viii
DAFTAR ISI.............................................................................................................x
DAFTAR TABEL...................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
1.1. Latar Belakang Penelitian..........................................................................1
1.2. Identifikasi Masalah Penelitian................................................................12
1.3. Fokus Penelitian.......................................................................................13
1.4. Rumusan Masalah....................................................................................13
1.5. Tujuan Penelitian.....................................................................................13
1.6. Manfaat Penelitian...................................................................................14
1.6.1. Manfaat Teoritis........................................................................14
1.6.2. Manfaat Praktis.........................................................................14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................15
2.1. Kebijakan Publik......................................................................................15
2.2. Konsep Implementasi Kebijakan.............................................................21
2.3. Model Implementasi Kebijakan...............................................................24
2.4. Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI).......30
2.5. Penelitian Relevan....................................................................................33
2.6. Kerangka Pikir Penelitian........................................................................35
2.7. Pertanyaan Penelitian...............................................................................37
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................38
3.1. Jenis Penelitian.........................................................................................38
3.2. Langkah-langkah Penelitian.....................................................................39
3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................40
3.3.1. Lokasi Penelitian.......................................................................40
3.3.2. Waktu Penelitian.......................................................................40
3.4. Subjek dan Objek Penelitian....................................................................41
3.4.1. Subjek Penelitian......................................................................41
3.4.2. Objek Penelitian........................................................................42
3.5. Teknik Pengumpul Data...........................................................................43
3.5.1. Teknik Observasi......................................................................43
3.5.2. Teknik Wawancara (Interview)................................................43
3.5.3. Teknik Dokumentasi.................................................................44
3.6. Instumen Penelitian..................................................................................45
3.7. Teknik Analisa Data.................................................................................46
3.8. Teknik Keabsahan Data...........................................................................48
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN...................................51

x
4.1. Gambaran Umum Universitas Tanjungpura............................................51
4.2. Gambaran Umum Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan
Penjaminan Mutu (LPPPM) Universitas Tanjungpura............................53
4.3. Gambaran Umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura
54
4.4. Gambaran Umum Program Studi Magister Manajemen Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura.........................................56
BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU
INTERNAL (SPMI) DALAM MEMBANGUN BUDAYA MUTU DI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA.......................................................59
5.1. Deskripsi Hasil Penelitian........................................................................59
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem Penjaminan
Mutu Internal dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas
Tanjungpura (Studi Kasus: Prodi Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura)............................................................................................61
5.2.1. Faktor Komunikasi.................................................................62
5.2.2. Faktor Sumber Daya.................................................................71
5.2.3. Faktor Disposisi........................................................................77
5.2.4. Faktor Struktur Birokrasi..........................................................80
BAB VI PENUTUP.................................................................................................85
6.1. Kesimpulan..............................................................................................85
6.2. Saran87
6.3. Implikasi..................................................................................................88
6.4. Keterbatasan Penelitian............................................................................88
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................90

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Akreditasi Program Studi Universitas Tanjungpura ............................9


Tabel 3.1 Waktu Penelitian ..................................................................................41
Tabel 4.1 Daftar Dosen dan Mahasiswa Universitas Tanjungpura ......................52

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi di Indonesia .........2
Gambar 1.2 Hasil AMI Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura 2020...............................................................................11
Gambar 2.1Alur Perumusan Kebijakan ................................................................17
Gambar 2.2 Alur Pikir Penelitian .........................................................................36
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Tanjungpura.....................................................................................58

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan yang bermutu menjadi suatu kebutuhan dan alasan bagi

banyak orang ketika ingin melanjutkan pendidikan selanjutnya. Bahkan

berdasarkan kepada kebutuhan mutu yang dicari, tidak jarang banyak orang

yang merantau ke daerah lain guna memenuhi keinginannya tersebut. Oleh

karena itu, mutu dari sebuah Perguruan Tinggi merupakan alasan terbesar

bagi banyak orang dalam melanjutkan pendidikannya.

Mutu pendidikan yang rendah akan berdampak pada Sumber Daya

Manusia (SDM) yang dihasilkan dari proses pendidikan, sehingga dengan

permasalahan ini banyak calon mahasiswa memilih Perguruan Tinggi mana

yang akan membantunya untuk meningkatkan kompetensi guna bersaing

dalam dunia kerja nanti. Perguruan Tinggi memiliki peran yang sangat vital

dalam upaya mencerdasarkan kehidupan bangsa dan memiliki peran yang

sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Selain

itu, Perguruan Tinggi juga merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional

dan lembaga yang memiliki peran untuk meningkatkan daya saing sebuah

negara dalam menghadapi persaingan global di segala bidang dengan negara

lainnya di dunia.

Faktanya saat ini mutu pendidikan Perguruan Tinggi masih rendah,

kesenjangan mutu pendidikan di Indonesia terlihat dari hasil akreditasi pada

1
2

tahun 2020 menurut Intisari Statistik Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal

Pendidikan Tinggi yang menyebutkan bahwa sebanyak 2.713 Perguruan

Tinggi terakreditasi yang terdiri dari 95 terakreditasi A dan 4 terakreditasi

Unggul, 809 terakreditasi B dan 50 terakreditasi Baik Sekali, serta 1.291

terakreditasi C dan 464 terakreditasi Baik. Sementara itu sebanyak 23.691

Program Studi terakreditasi yang terdiri dari 4.373 terakreditasi A dan 125

terakreditasi Unggul, 12.224 terakreditasi B dan 62 terakreditasi Baik Sekali,

serta 5.167 terakreditasi C dan 1.740 terakreditasi Baik.

Gambar 1. 1 Akreditasi Perguruan Tinggi dan Program Studi di Indonesia

2000 14000
1755 12286
12000
1500 10000
8000 6907
1000 859 6000 4498
4000
500
2000
99
0 0
Unggul/A Baik Baik/C Unggul/A Baik Sekali/B Baik/C
Sekali/B

Akreditasi Perguruan Tinggi Akreditasi Program Studi

Sumber: Intisari Statistik Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 2020
Sumber: Intisari Statistik Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi 2020
Menurut Arifudin (2020:2), secara umum masih rendahnya mutu

akreditasi dikarenakan berbagai masalah diantaranya kurangnya sarana

prasarana, kualitas sumber daya manusia, riset, keterlibatan mahasiswa,

publikasi, dosen dan lainnya. Sehingga menyebabkan Program Studi atau

jurusan memiliki nilai akreditasi di bawah standar.


3

Dalam upaya menciptakan budaya mutu di Perguruan Tinggi secara

nasional, penyempurnaan sistem terus dilakukan oleh pemerintah dengan

menerbitkan berbagai regulasi. Pemerintah telah mengeluarkan Undang-

Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) pada Bab

III yang menjelaskan mengenai Penjaminan Mutu yang meliputi: Sistem

Penjaminan Mutu, Standar Pendidikan Tinggi, Akreditasi, Pangkalan Data

Pendidikan Tinggi, dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi.

Selanjutnya dalam UU Dikti pasal 52 ayat (3) menerangkan bahwa

Menteri Menetapkan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dan

Standar Nasional Pendidikan Tinggi, dimana Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan Tinggi diatur dalam Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016

Tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti), dan

Standar Nasional Pendidikan Tinggi diatur dalam Permendikbud No. 3 Tahun

2020 Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti). Dengan ditetapkannya

berbagai kebijakan tersebut, pemerintah berupaya memperbaiki mutu

pendidikan Perguruan Tinggi untuk menghasilkan mutu pendidikan yang baik

dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkompeten. Untuk

menjamin mutu pendidikannya, Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)

sangat penting bagi Perguruan Tinggi, hal ini tertuang dalam

Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 Tentang Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) yang menjelaskan bahwa SPMI adalah salah

satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan Perguruan Tinggi.


4

Menurut Sulaiman dan Wibowo (2016), SPMI merupakan suatu

kegiatan internal yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi untuk melaksanakan

setiap proses penjaminan mutu secara mandiri, mulai dari kegiatan

penjaminan mutu ditetapkan, diimplementasikan dan dikontrol oleh

Perguruan Tinggi itu sendiri. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 12

Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) pada tanggal 10 Agustus

2012 ini melanjutkan kebijakan otonomi Perguruan Tinggi dengan

menetapkan Pasal 62 dan Pasal 64 Undang-undang Dikti, pada intinya

mengatur bahwa Perguruan Tinggi memiliki hak otonomi untuk mengelola

sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridharma Perguruan

Tinggi. Dengan demikian, maka implementasi kebijakan SPMI merupakan

suatu sistem di dalam (internal) Perguruan Tinggi bersifat otonom (mandiri)

dan ditetapkan oleh Perguruan Tinggi itu sendiri.

Perguruan Tinggi harus melaksanakan siklus Penetapan, Pelaksanaan,

Evaluasi, Pengendalian dan Peningkatan (PPEPP) dalam

mengimplementasikan kebijakan SPMI. Dari kelima siklus tersebut yang

sangat menjadi perhatian bagi Perguruan Tinggi yaitu pada siklus

pelaksanaan, karena siklus pelaksanaan sebagai acuan dalam menjalankan

SPMI untuk mencapai standar mutu yang telah ditetapkan (Trianto, 2020:

135).

Sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan

Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu

Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) menerangkan bahwa SN Dikti harus


5

dilaksanakan agar terciptanya budaya mutu, baik untuk standar akademik

maupun non-akademiknya. Sistem penjaminan mutu akademik meliputi

kegiatan yang berkaitan dengan pendidikan, penelitian, dan pengabdian

kepada masyarakat. Untuk menjamin bahwa pelaksanaan kegiatan akademik

dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan oleh perguruan tinggi.

Sedangkan sistem penjaminan mutu non akademik meliputi bidang sarana

dan prasarana, keuangan, sumber daya manusia. Untuk menjamin bahwa

pelaksanaan kegiatan non akademik dapat tercapai sesuai dengan yang

diharapkan. Perguruan Tinggi juga diharapkan untuk dapat melampaui

standar yang telah ditetapkan oleh SN Dikti dengan mengacu kepada visi misi

tujuan Perguruan Tinggi, kearifan lokal, hasil tracer studi dan lainnya.

Tujuan dari penjaminan mutu ini yaitu untuk memelihara dan

meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan, yang dijalankan

secara internal untuk mewujudkan visi dan misi Perguruan Tinggi, serta

untuk memenuhi kebutuhan stakeholders melalui penyelenggaraan tridharma

Perguruan Tinggi (Pratama, 2018:1).

Sistem penjaminan mutu pada setiap Perguruan Tinggi dilakukan secara

internal dan eksternal. Dimana penjaminan mutu internal dilakukan oleh

Perguruan Tinggi itu sendiri dengan membentuk suatu unit/badan/Lembaga

yang diberikan tanggung jawab terhadap penjaminan mutu. Sedangkan

penjaminan mutu eksternal dilaksanakan oleh pemerintah melalui Badan

Akreditasi Nasional Pendidikan Tinggi (BAN-PT), Lembaga Akreditasi


6

Mandiri (LAM) yang telah diakui oleh pemerintah atau oleh lembaga lain

yang kredibel.

Konsep SPMI seperti dikemukakan dalam Kemendiknas (2010), suatu

Perguruan Tinggi dinyatakan bermutu apabila Perguruan Tinggi mampu

menetapkan dan mewujudkan visinya, Perguruan Tinggi mampu menjabarkan

visinya ke dalam sejumlah standar dan standar turunan, Perguruan Tinggi

mampu menerapkan, mengendalikan, mengembangkan sejumlah standar dan

standar turunan dalam butir untuk memenuhi kebutuhan stakeholders.

Implementasi SPMI di Perguruan Tinggi sering menemui masalah,

antara lain:

a. kesadaran para pelaku proses pendidikan terhadap arti penting


penjaminan mutu sebagai kebutuhan stakeholders relatif masih rendah;
b. pemahaman konsep sistem penjaminan mutu pendidikan oleh
stakeholders internal untuk meningkatkan mutu pendidikan masih belum
merata;
c. komitmen para pelaku proses pendidikan tinggi di Perguruan Tinggi,
baik yang memimpin maupun yang dipimpin untuk senantiasa menjamin
dan meningkatkan mutu pendidikan relatif masih kurang;
d. Ketersediaan sumber daya manusia khususnya tenaga auditor untuk
mendukung SPMI masih belum terpenuhi; dan
e. Implementasi SPMI sering menjadi sebuah rutinitas menyebabkan sulit
untuk mengukur ketercapaian perbaikan berkelanjutan (Sauri, 2019:31)

Implementasi SPMI dengan siklus PPEPP diharapkan Program Studi

dan Perguruan Tinggi dapat selalu meningkatkan standar mutunya dengan

melakukan perubahan untuk memperoleh standar mutu yang lebih tinggi dari

sebelumnya, alur ini disebut juga dengan kaizen atau continuous quality

improvement. Berjalannya siklus PPEPP dapat diukur salah satunya dengan

hasil evaluasi dari pihak eksternal (visitasi akreditasi dari BAN-PT) yang

hasil evaluasi tersebut Program Studi atau Perguruan Tinggi mendapatkan


7

nilai akreditasi yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain melakukan control,

auditor internal juga menjadi penjembatan dalam perbaikan-perbaikan mutu

internal sebelum diadakan audit eksternal

Akreditasi merupakan salah satu bentuk penilaian (evaluasi) mutu dan

kelayakan institusi perguruan tinggi atau program studi yang dilakukan oleh

organisasi atau badan mandiri di luar perguruan tinggi. Hasil akreditasi

merupakan status mutu perguruan tinggi yang diumumkan kepada

masyarakat. Dengan demikian salah satu tujuan dan manfaat akreditasi adalah

mendorong program studi atau perguruan tinggi untuk terus menerus

melakukan perbaikan dan mempertahankan mutu yang tinggi. Mutu

perguruan tinggi atau program studi yang ditunjukkan pada masyarakat

melalui akreditasi menjadi salah satu acuan bagi masyarakat

pengguna/mahasiswa menentukan pilihan masuk pada perguruan tinggi.

Indikator matriks penilaian Laporan Evaluasi Diri (LED) dan Laporan

Kinerja Program Studi (LKPS) Program Magister dalam Lampiran-6b-Per

BAN-PT-5-2019-tentang-IAPS-Matriks-Penilaian-Program-Magister

menjelaskan bahwa keterlaksanaan Sistem Penjaminan Mutu Internal

(akademik dan nonakademik) harus dapat dibuktikan dengan keberadaan 5

aspek, yaitu:

1. dokumen legal pembentukan unsur pelaksana penjaminan mutu.


2. ketersediaan dokumen mutu seperti kebijakan SPMI, manual
SPMI, standar SPMI, dan formulir SPMI.
3. terlaksananya siklus penjaminan mutu (siklus PPEPP)
4. bukti sahih efektivitas pelaksanaan penjaminan mutu.
5. memiliki external benchmarking dalam peningkatan mutu.
8

Sistem Penjaminan Mutu Internal dapat dikatakan berjalan jika kelima

aspek tersebut dapat dipenuhi oleh Program Studi. Pasal 5 Permenristekdikti

No. 62 Tahun 2016 tentang SPM Dikti menerangkan bahwa dalam siklus

SPMI terdapat siklus evaluasi yang dilakukan melalui Audit Mutu Internal

(AMI) yang merupakan pengujian sistematik dan mandiri untuk memastikan

pelaksanaan kegiatan Program Studi/Perguruan Tinggi secara efektif sesuai

dengan rencana, dan hasilnya sesuai dengan standar untuk mencapai tujuan

serta peluang untuk peningkatannya. Audit Mutu Internal yang harus

dilakukan bukanlah audit konfensional, melaikan adalah audit berbasis resiko

(Risk Base Audit) yaitu salah satu metode AMI yang ingin memastikan bahwa

resiko-resiko yang telah dipetakan oleh perguruan tinggi dapat diantisipasi

dengan baik, pada intinya bahwa perguruan tinggi diwajibkan melaksanakan

menejemen risiko sehingga resiko yang telah dipetakan dapat diperhatikan

dan diantisipasi agar tidak terjadi.

Pengendalian hasil temuan yang dilaksanakan pada AMI ini harus

dijalankan dengan format Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) yang

mengagendakan 7 unsur, yaitu:

1. hasil audit internal


2. umpan balik dari stakeholders
3. kinerja proses dan kesesuaian produk
4. status tindakan pencegahan dan perbaikan
5. tindaklanjut dari tinjauan sebelumnya
6. perubahan yang dapat mempengaruhi sistem manajemen mutu, dan
7. rekomendasi untuk peningkatan.

Mengacu pada indikator instrumen akreditasi diatas, budaya mutu pada

Perguruan Tinggi/Program Studi dapat dikatakan berjalan jika telah memiliki


9

bukti sahih terkait praktik baik pengembangan budaya mutu berupa 5 aspek

SPMI dan pengendaliannya dijalankan dengan RTM yang mengagendakan 7

unsur yang akan dilaksanakan.

Universitas Tanjungpura merupakan satu-satunya universitas negeri di

Kalimantan Barat yang didirikan pada 20 Mei 1959 oleh Yayasan Perguruan

Tinggi Daya Nasional. Sampai dengan tahun 2021, Universitas Tanjungpura

telah memiliki 9 Fakultas dengan jumlah Program Studi sebanyak 97

Program Studi yang terdiri Diploma 3 sebanyak 5 Program Studi, S1

sebanyak 63 Program Studi, S2 sebanyak 22 Program Studi, S3 sebanyak 3

Program Studi dan Profesi sebanyak 4 Program Studi. Pada saat ini,

Universitas Tanjungpura telah terakreditasi A dan seluruh Program Studi di

Universitas Tanjungpura telah terakreditasi dengan berbagai peringkat.

Berikut adalah data peringkat akreditasi Program Studi di Universitas

Tanjungpura sampai dengan bulan September 2021.

Tabel 1. 1 Akreditasi Program Studi Universitas Tanjungpura

Peringkat
No D3 S1 S2 S3 Profesi
Akreditasi
1 A 0 12 2 0 0
2 B 2 47 19 2 3
3 C 3 4 1 1 1
Jumlah 5 63 22 3 4
Sumber: LPPPM Universitas Tanjungpura 2021

Sesuai dengan Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 Tentang Sistem

Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti) dalam pasal 1 ayat 6 yang

menetapkan bahwa Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar

yang meliputi Standar Nasional Pendidikan ditambah dengan Standar


10

Nasional Penelitian dan Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat.

Universitas Tanjungpura telah membuat dua standar tambahan dalam upaya

untuk melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi tersebut yaitu Standar

Mahasiswa dan Standar Pengelolaan.

Selain tiga Standar Nasional Pendidikan Tinggi diatas, standar

tambahan yang telah ditetapkan oleh Universitas Tanjungpura ini tidak hanya

diimplementasikan oleh perguruan tinggi saja, tetapi diimplementasikan

sampai ke unit program studi sehingga dalam pelaksanaannya sejalan dengan

visi, misi dan tujuan perguruan tinggi.

Sistem Penjaminan Mutu Internal Universitas Tanjungpura ini mengacu

kepada Permenristekdikti Nomor 62 Tahun 2016 Tentang Sistem Penjaminan

Mutu Pendidikan Tinggi (SPM-Dikti) yang mengatur tentang Sistem

Penjaminan Mutu pada Pendidikan tinggi yang terdiri atas Sistem Penjaminan

Mutu Internal dan Sistem Penjaminan Mutu Eksternal. Dalam

Permenristekdikti tersebut disebutkan bahwa Perguruan Tinggi memiliki

tugas dan wewenang merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi,

mengendalikan, dan mengembangkan SPMI. Selain itu, Perguruan Tinggi

melaksanakan penyusunan dokumen SPMI yang terdiri atas (1) dokumen

Kebijakan SPMI, (2) dokumen Manual SPMI, (3) dokumen Standar dalam

SPMI; dan (4) dokumen Formulir yang digunakan dalam SPMI. Universitas

Tanjungpura menetapkan SPMI Universitas Tanjungpura dengan SK Rektor

Universitas Tanjungpura Nomor: 1893/UN22/PM/2017 Tentang Sistem

Penjaminan Mutu Internal Universitas Tanjungpura. Pusat Penjaminan Mutu


11

Universitas Tanjungpura sebagai pelaksana SPMI Universitas Tanjungpura

Menyusun dokumen mutu berupa kebijakan SPMI dan Manual SPMI pada

tahun 2017. Dokumen kebijakan SPMI ini telah ditetapkan melalui SK

Rektor Nomor 17/UN22/AK/2017 Tentang Kebijakan Sistem Penjaminan

Mutu Internal Universitas Tanjungpura. Adapun dokumen manual SPMI

telah ditetapkan melalui SK Rektor Nomor 19/UN22/AK/2017. Dokumen

Standar SPMI Universitas Tanjungpura juga telah disusun dan ditetapkan

dengan SK Rektor Nomor 959/UN22/PM/2017 Tentang Standar SPMI

Universitas Tanjungpura.

Menurut teori Model Goerge C. Edward III dimana model

Implementasi kebijakan publiknya disebut dengan Direct and Indirect Impact

on Implementation. Dalam pendekatan teorinya ini, terdapat empat variabel

yang mempengaruhi keberhasilan mengenai impelementasi dari suatu

kebijakan, yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi.

Gambar 1. 2 Hasil AMI Prodi Magister Manajemen FEB UNTAN 2020

Sumber: LPPPM UNTAN 2020


12

Berdasarkan hasil audit mutu internal pada Program Studi Magister

Manajemen FEB yang dilaksanakan oleh Lembaga Pengembangan

Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LPPPM) Universitas Tanjungpura

secara daring pada tahun 2020 yang lalu, terdapat beberapa poin penting yang

belum terpenuhi dalam mengimplementasikan kebijakan SPMI yaitu masih

terdapat dokumen penjaminan mutu yang belum legal pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dan belum ada tindak

lanjut dari pimpinan untuk melegalkan dokumen mutu tersebut. Pentingnya

legalitas dokumen ini sangat diperlukan agar sistem penjaminan mutu yang

berjalan berdasarkan dokumen tersebut dapat diakui.

1.2. Identifikasi Masalah Penelitian

Dari uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka

identifikasi masalah pada penelitian ini berdasarkan hasil audit mutu internal

secara daring pada tahun 2020 bahwa masih terdapat dokumen mutu yang

belum dilegalkan yang mana Rapat Tinjauan Manajemen (RTM) pada

Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura belum

dilakukan untuk menindaklanjuti hal tersebut. Masalah penelitian ini sesuai

dengan teori Goerge C. Edward III mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi implementasi suatu kebijakan bahwa belum adanya komitmen

dan tindak lanjut dari pimpinan (disposisi) dalam Rapat Tinjauan Manajemen

(RTM) dari hasil AMI tahun 2020 pada Program Studi Magister Manajemen

FEB Universitas Tanjungpura


13

1.3. Fokus Penelitian

Sistem Penjaminan Mutu Internal merujuk pada Undang-Undang No.

12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti) dimana penjaminan

mutu Perguruan Tinggi merupakan suatu proses perencanaan, pemenuhan,

pengendalian, dan pengembangan standar pendidikan tinggi secara konsisten

sehingga pemangku kepentingan internal dan eksternal Perguruan Tinggi

dapat memperoleh kepuasan atas kinerja dan keluaran Perguruan Tinggi

(Sulaiman dan Wibowo, 2016: 18). Dengan demikian Perguruan tinggi

melakukan upaya dalam peningkatan mutu pendidikan tinggi diantaranya

melalui implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal (Kadek Hengki

Primayana, 2016:7).

Berdasarkan pendapat ahli diatas, kajian penelitian ini terfokus pada

faktor-faktor yang menyebabkan belum berhasilnya implementasi Sistem

Penjaminan Mutu Internal dalam membangun budaya mutu pada Program

Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura di tahun 2020.

1.4. Rumusan Masalah

Faktor-faktor apa yang menyebabkan belum berhasilnya Implementasi

Sistem Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi Magister Manajemen

FEB Universitas Tanjungpura?

1.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis faktor-

faktor yang menyebabkan belum berhasilnya implementasi Sistem


14

Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi Magister Manajemen FEB

Universitas Tanjungpura.

1.6. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis

dan manfaat praktis sebagai berikut:

1.6.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menambah

wawasan serta kemampuan berfikir peneliti dalam menerapkan teori-

teori yang diperoleh selama masa perkuliahan dan sebagai syarat

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Ilmu Administrasi

Publik serta memberikan informasi mengenai proses implementasi

kebijakan SPMI di Program Studi Magister Manajemen FEB

Universitas Tanjungpura dan dapat menjadikan rujukan dalam

pengembangan bagi penelitian selanjutnya mengenai implementasi

kebijakan SPMI di Perguruan Tinggi.

1.6.2. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan penelitian ini dapat memberikan

kontribusi ilmiah bagi Pusat Penjaminan Mutu Universitas

Tanjungpura khususnya pada Program Studi Magister Manajemen

FEB Universitas Tanjungpura dalam membangun dan meningkatkan

budaya mutu di Program Studi dan Perguruan Tinggi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kebijakan Publik

Kebijakan dipahami sebagai suatu arah atau pola kegiatan dan bukan

sekedar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Kebijakan hendaknya

dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan

dengan konsekuensi daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri.

Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat

memaksakan atau melarang suatu perilaku (misalnya suatu hukum yang

mengharuskan pembayaran pajak penghasilan), sedangkan kebijakan hanya

menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang

diinginkan.

Istilah kebijakan dan publik jika digabung menjadi satu yaitu kebijakan

publik, maka akan memiliki makna yang lebih luas daripada ketika diartikan

secara sendiri-sendiri. Kebijakan publik merupakan salah satu komponen

negara yang tidak boleh diabaikan. Negara tanpa komponen kebijakan publik

dipandang gagal, karena kehidupan bersama hanya diatur oleh seseorang atau

sekelompok orang saja, yang bekerja seperti tiran dengan tujuan untuk

memuaskan kepentingan diri atau kelompok saja (Nugroho, 2009:11).

Kebijakan publik termasuk di dalamnya adalah tata kelola negara

(governance), mengatur interaksi antara negara dengan rakyatnya. Pertanyaan

yang muncul adalah sejauh mana signifikansi kebijakan publik sebagai

15
16

komponen negara. Menurut Nugroho (2009), setiap pemegang kekuasaan

pasti berkepentingan untuk mengendalikan negara, sekaligus juga mengelola

negara. Mengelola bisa diartikan sebagai mengendalikan dengan

menjadikannya lebih bernilai. Pemerintah dalam mengelola negara tidak

hanya mengendalikan arah dan tujuan negara, tetapi juga mengelola negara

agar lebih bernilai melalui apa yang disebut dengan kebijakan publik.

Kebijakan publik dapat diartikan sebagai apapun yang dipilih oleh

pemerintah baik itu untuk dikerjakan atau untuk tidak dikerjakan. Artinya

bahwa “diam” nya pemerintah juga merupakan suatu kebijakan yaitu tidak

mengambil tindakan apapun atas berbagai masalah dalam masyarakat.

Menurut Ginting dan Noor (2015:20), Ada beberapa faktor yang

menyebabkan pemerintah tidak mengambil kebijakan apapun, diantaranya:

a. tindakan tersebut dipandang sebagai opsi yang efektif dalam


menyelesaikan masalah (dikhawatirkan akan timbul masalah baru jika
pemerintah mengambil tindakan);
b. keterbatasan pemerintah dalam hal tertentu seperti keterbatasannya
anggaran untuk bertindak;
c. resiko politik yang mungkin akan terjadi akibat sebuah kebijakan; dan
d. desakan publik atas sebuah masalah.

Kebijakan publik ini disusun dengan suatu metode ilmiah untuk

memecahkan masalah-masalah publik yang mana perumusannya terdiri dari

beberapa aktifitas yaitu:

a. perumusan masalah, artinya pemerintah harus mampu mengidentifikasi


masalah yang dihadapi masyarakat untuk merumuskan masalah-masalah
publik yang akan dipecahkan melalui kebijakan;
b. peramalan, artinya melakukan identifikasi terhadap dampak, manfaat dan
analisis tingkat kesulitan dalam implementasi kebijakan yang akan
diambil;
17

c. rekomendasi kebijakan, artinya memberikan opsi kebijakan yang memiliki


manfaat paling tinggi dan merekomendasikannya pada pengambil
kebijakan;
d. pemantauan, artinya suatu kegiatan yang memantau hasil dan dampak
kebijakan yang siimplementasikan; dan
e. evaluasi, artinya menilai kinerja kebijakan secara umum sesuai standar
yang telah ditetapkan

Aktifitas-aktifitas tersebut dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Alur Perumusan Kebijakan

Perumusan Masalah
Penyusunan Agenda
Forecasting
Formulasi Kebijakan
Rekomendasi

Adopsi Kebijakan
Pemantauan

Evaluasi Imlpementasi Kebijakan

Penilai Kebijakan
Anderson (dalam Abidin 2006:41) mengemukakan lima ciri umum dari

kebijakan publik, yaitu:

a. setiap kebijakan memiliki tujuan dan pembuatan kebijakan tidak boleh


sekadar asal atau karena kebetulan ada kesempatan untuk membuatnya.
kebijakan tidak perlu dibuat jika tidak ada tujuan yang ingin dikejar;
b. suatu kebijakan tidak berdiri sendiri atau terpisah dari kebijakan yang lain.
kebijakan juga berkaitan dengan berbagai kebijakan yang bersentuhan
dengan persoalan masyarakat, berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi
dan penegakan hukum;
c. kebijakan merupakan apa yang dilakukan oleh pemerintah, bukan apa yang
dikatakan akan dilakukan atau apa yang mereka ingin lakukan;
d. kebijakan dapat berwujud negatif atau bersifat pelarangan atau berupa
pengarahan untuk melaksanakannya;
e. kebijakan didasarkan pada hukum, karena itu memiliki kewenangan untuk
memaksa masyarakat mematuhinya.
18

Kebijakan memiliki unsur-unsur yang dapat dimengerti mengapa

kebijakan tersebut perlu ada. Abidin (2006) mencatat ada empat unsur

penting dari kebijakan, yaitu:

a. tujuan suatu kebijakan dibuat berdasarkan suatu hal yang hendak dicapai.
Tujuan yang baik dari suatu kebijakan memiliki sekurang-kurangnya
terdiri dari tiga kriteria, yaitu:
1) diinginkan untuk dicapai berarti tujuan tersebut dapat diterima oleh
banyak pihak, karena kandungan isinya tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang dianut oleh banyak pihak atau mewakili kepentingan
mayoritas atau didukung oleh golongan kuat (dominan) dalam
masyarakat;
2) rasional atau realistis artinya merupakan pilihan terbaik dari berbagai
alternatif yang diperhitungkan berdasarkan pada kriteria yang
relevan dan masuk akal. Tujuan yang baik masuk akal, memiliki
gambaran yang jelas, pola pikirnya runut, dan mudah dipahami
langkah-langkah untuk mencapainya;
3) berorientasi kedepan dengan tujuan kebijakan menghasilkan
kemajuan kearah yang diinginkan, yang dapat diukur baik dari aspek
kuantitatif maupun kualitatif, serta tujuan yang ingin dicapai pada
masa depan terletak pada suatu jangka waktu tertentu, sehingga masa
dapat dilakukan evaluasi atas hasil pelaksanaan kebijakan tersebut.
b. masalah yang merupakan unsur penting dari suatu kebijakan. Ketika
salah dalam menentukan masalah apa yang hendak dipecahkan, dapat
menimbulkan kegagalan total dalam seluruh proses kebijakan. Tidak ada
artinya berbagai metode pemecahan masalah dilakukan jika seorang
analis kebijakan gagal atau salah dalam mengidentifikasi suatu masalah;
c. tuntutan merupakan partisipasi masyarakat yang dapat berupa dukungan,
kritik, dan tuntutan. Tuntutan bisa muncul karena telah terabaikannya
kepentingan suatu golongan dalam proses perumusan kebijakan sehingga
kebijakan pemerintah yang ditetapkan dipandang merugikan kepentingan
golongan masyarakat tersebut, dan munculnya kebutuhan baru setelah
suatu permasalah teratasi atau suatu tujuan telah dicapai.
d. dampak atau outcomes yang merupakan tujuan lanjutan yang timbul
sebagai pengaruh dari tercapainya suatu tujuan (Abidin, 2006:51).

Kebijakan publik tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa didukung oleh

sebuah sanksi yang tegas. Sanksi dapat berupa hadiah (reward) dan hukuman

(punishment). Sebagai rangkaian tindakan atau bukan tindakan yang memiliki


19

sanksi tersebut, kebijakan publik dapat mengambil bentuk, seperti hukum,

undang-undang, statuta, maklumat, regulasi, atau perintah.

Menurut Hayat (2018:14), kebijakan publik itu dapat dilihat dari

alternatif yang diambil dalam kebijakan, pilihan kebijakan itu adalah

kebijakan yang paling baik di anatara alternatif-alternatif yang lain. Hal ini

bertujuan untuk mengukur seberapa baik dan berkualitas atas kebijakan yang

akan diambil. Pilihan alternatif itu meliputi aspek keterlaksanaannya

kebijakan dengan baik atau tidak, indikator keberhasilan kebijakan juga dapat

diukur dengan berbagai pertimbangan dan pilihan lainnya. Dapat dipastikan

bahwa pilihan kebijakan yang diputuskan adalah sudah diukur secara baik

dan matang. Pengujian terhadap dampak kebijakan juga menjadi indikator

dari keberhasilan kebijakan publik, yang mempunyai dampak positif yang

dijadikan sebagai pilihan kebijakan. Aspek kemudharatan dan kemanfaatan

kebijakan harus dikedepankan sebagai konsekuensi dari kebijakan yang akan

dilaksanakan. Oleh karena itu, kebijakan publik tidak boleh asal diputuskan,

apa pun kondisi dan situasinya, karena setiap kebijakan mempunyai dampak

yang cukup besar bagi masyarakat secara luas.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi dalam pembuatan

kebijakan yang dikemukakan oleh Nigro yang dikutip oleh Islamy (2002,

yaitu:

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar.


Walaupun ada pendekatan pembuatan keputusan dengan rasional
komprehensif yang berarti administrator sebagai pembuat keputusan
harus mempertimbangkan alternatif-alternatif yang akan dipilih
berdasarkan penilaian rasional semata, tetapi proses dan prosedur
pembuatan keputusan itu tidak dapat dipisahkan dari dunia nyata.
20

Sehingga adanya tekanan-tekanan dari luar itu ikut berpengaruh


terhadap adanya pembuatan keputusannya.
b. Adanya pengaruh kebiasaan lama (Conservatisme).
Kebiasaan-kebiasaan lama seringkali diwarisi oleh para administator
yang baru dan mereka sering segan secara terang-terangan mengkritik
atau menyalahkan kebiasaan-kebiasaan lama yang telah berlaku atau
yang dijalankan oleh para pendahulunya. Apalagi para administrator
baru itu ingin segera menduduki jabatan karirnya.
c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.
Berbagai macam keputusan yang dibuat oleh pembuat keputusan
banyak dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadinya. Seperti misalnya dalam
penerimaan/pengangkatan pegawai baru, seringkali faktor sifat-sifat
pribadi pembuat keputusan sangat berperan besar.
d. Adanya pengaruh dari kelompok luar.
Lingkungan sosial dan para pembuat keputusan juga berpengaruh
terhadap pembuatan keputusan. Karena seringkali pembuatan keputusan
dilakukan dengan mempertimbangkan pengalaman-pengalaman dari
orang lain yang sebelumnya berada diluar bidang pemerintahan.
e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu.
Pengalaman latihan dan pengalaman (sejarah) pekerjaan yang terdahulu
berpengaruh pada pembuatan keputusan. Karena orang sering membuat
keputusan tidak melimpahkan sebagian dari wewenang dan
tanggungjawabnya kepada orang lain karena khawatir kalau wewenang
dan tanggung jawab yang dilimpahkan itu disalahgunakan. Atau
membuat keputusan yang tidak sesuai dengan keadaan dilapangan dan
sebagainya.

Tujuan dari kebijakan publik mempunyai penafsiran sendiri dari setiap

ahli. Secara implisit bahwa tujuan kebijakan publik adalah untuk

menyelesaikan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan untuk

kepentingan masyarakat. Ada pula yang mendefinisikan tujuan kebijakan

publik adalah fasilitas yang diberikan oleh pemerintah untuk kehidupan

masyarakat yang lebih baik, sejahtera, dan adil sentosa. Dengan demikian,

kebijakan publik selalu mengandung multi-fungsi untuk menjadikan

kebijakan itu adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan

bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah


21

keputusan otoritas negara yang bertujuan mengatur kehidupan bersama

(Nugroho, 2015).

2.2. Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan sesuatu yang sangat penting dalam

seluruh proses kebijakan karena kebijakan publik yang telah dibuat akan

menjadi bermanfaat jika dapat segera diimplementasikan agar memiliki

dampak yang diinginkan. Implementasi dapat dipandang sebagai proses

interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk

mencapai suatu tujuan dari kebijakan. Implementasi kebijakan sebagai bagian

dari proses kebijakan adalah bagaimana kebijakan yang sudah diformulasikan

dapat berjalan dengan baik. Kompentesi dan kelengkapan sarana prasarana

kebijakan menentukan keberhasilan implementasi kebijakan. Sumber daya

alam, sumber daya manusia, dan sumber daya infrastruktur kebijakan adalah

menjadi penting dalam pelaksanaan kebijakan, sehingga kebijakan yang

dijalankan sesuai dengan target yang ingin dicapai (Hayat, 2018:7)

Pemahaman umum mengenai implementasi kebijakan dapat diperoleh

dari pernyataan Grindle (1980:7) bahwa implementasi merupakan proses

umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program

tertentu. Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran

telah ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan

disalurkan untuk mencapai sasaran.

Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan

realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Ini sesuai dengan maksud dari
22

implementasi yaitu membangun jaringan yang memungkinkan tujuan

kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang

melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Menurut Situmorang (2016),

keberadaan implementasi kebijakan merupakan hal yang sangat luas, meliputi

bagaimana implementasi ditempatkan sebagai alat administasi hukum dan

juga sekaligus dipandang sebagai fenomena kompleks sebuah proses atau

hasil dari kebijakan. Situmorang juga menegaskan bahwa implementasi

kebijakan adalah satu dari sekian banyak tahap kebijakan publik, sekaligus

menjadi variabel terpenting yang memiliki pengaruh sangat besar terhadap

keberhasilan kebijakan terkait penyelesaian isu-isu publik.

Alasan mengapa implementasi kebijakan diperlukan mengacu pada

pandangan para pakar bahwa setiap kebijakan yang telah dibuat harus

diimplementasikan. Oleh karena itu, implementasi kebijakan diperlukan

karena berbagai alasan atau perspektif. Ketika kebijakan telah dibuat,

kebijakan tersebut harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin

sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.

Menurut Poerwadarminta (1990:21), implementasi kebijakan

merupakan aspek yang sangat penting dalam seluruh proses kebijakan karena

kebijakan publik yang telah dibuat akan bermanfaat bila diimplementasikan.

Suatu program kebijakan harus diimplementasikan agar mempunyai dampak

atau tujuan yang diinginkan. Implementasi dipandang sebagai proses interaksi

antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk mencapai

tujuan kebijakan. Dimana didalam implementasi kebijakan aktor, organisasi,


23

prosedur dan teknik dipakai secara bersama dan simultan. Secara umum

istilah Implementasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti

pelaksanaan atau penerapan.

Alasan tersebut sejalan dengan pernyataan Korten dan Syahrir (1980)

bahwa keefektifan kebijakan atau program tergantung pada tingkat

kesesuaian antara program dengan pemanfaat, kesesuaian program dengan

organisasi pelaksana dan kesesuaian program kelompok pemanfaat dengan

organisasi pelaksana. Selain alasan tersebut, implementasi kebijakan

diperlukan untuk melihat adanya hubungan antara implementasi kebijakan

dengan faktor-faktor lain.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat ditarik benang merahnya

bahwa implementasi kebijakan merupakan kegiatan untuk menjalankan

kebijakan, yang ditujukan kepada kelompok sasaran, untuk mewujudkan

tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial

dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus

diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas merupakan alat

administrasi publik dimana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber

daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan

guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.


24

2.3. Model Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan memiliki beberapa model salah satunya adalah

Model Implementasi Kebijakan George Edward III yang menegaskan bahwa

masalah utama administrasi publik adalah kurangnya perhatian pada

persoalan implementasi kebijakan. Menurut Edward, tanpa implementasi

kebijakan yang efektif, maka keputusan pembuat kebijakan tidak akan

berhasil dengan baik. Agar implementasi kebijakan menjadi efektif, Edward

menyarankan empat isu pokok yang harus diperhatikan, yaitu komunikasi

(communication), sumber daya (resources), komitmen (disposition or

attitude), dan struktur birokrasi (bureaucratic structure).

a. Komunikasi (communication) berkaitan dengan bagaimana kebijakan


dikomunikasikan pada organisasi atau publik, ketersediaan sumber daya
kebijakan, sikap dan respon dari pihak yang terlibat dan bagaimana
struktur organisasi pelaksana kebijakan. Variabel komunikasi sangat
menentukan efektivitas implementasi kebijakan kebijakan publik.
Efektivitas implementasi kebijakan sangat tergantung dari adanya
pemahaman para pembuat keputusan mengenai apa yang harus dikerjakan
dan hal ini ditentukan oleh adanya komunikasi yang baik. Oleh karena itu
setiap keputusan dan peraturan kebijakan harus ditransmisikan secara tepat
akurat kepada pembuat kebijakan dan para implementor. Ada tiga
indikator dari variabel komunikasi, yaitu transmisi yang baik, kejelasan
komunikasi dan konsistensi pemerintah dalam pelaksanaan komunikasi
b. Sumber daya (resources) berkenaan dengan ketersediaan sumber daya
pendukung, utamanya sumber daya manusia. Aspek sumber daya yang
penting dalam hal ini adalah kecakapan pelaksana kebijakan yang akan
mengimplementasikan kebijakan secara efektif. Variabel sumber daya
sangat mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan publik.
Kekurangan atau ketidak lengkapan sumber daya baik personal,
kewenangan, keuangan dan peralatan akan menyulitkan dalam
implementasi kebijakan publik. Indikator dari sumberdaya mencakup
beberapa elemen, yaitu Staff yang mencukupi dan berkompentensi,
Informasi cara pelaksanaan data kepatuhan, Wewenang formal, dan
Fasilitas;
c. Komitmen (Disposition) berkenaan dengan kesediaan dan komitmen dari
para implementator untuk mengimplementasikan kebijakan secara efektif.
Variabel disposisi (sikap) berkaitan dengan kepatuhan para implementor
25

untuk mampu melaksanakan kebijakan publik. Tanpa adanya kemampuan


pelaksana kebijakan, maka implementasi kebijakan publik akan tidak
efektif. Ada beberapa indikator dari disposisi yaitu Pengangkatan birokrat
dan Insentif; dan
d. Struktur birokrasi (bureaucratic structure) berkaitan dengan kesesuaian
organisasi birokrasi yang menjadi pelaksana implementasi kebijakan
publik. Dalam hal ini yang perlu dijaga adalah bagaimana agar dalam
implementasinya tidak terjadi bureaucratic fragmentation, karena struktur
demikian akan menghambat pelaksanaan kebijakan publik. Variabel
struktur organisasi yang menyangkut didalamnya mengenai kerjasama,
koordinasi, dan prosedur atau tata kerja sangat menentukan efektivitas
implementasi kebijakan publik. Oleh karena itu kondisi struktur organisasi
birokrasi harus kondusif terhadap pelaksanaan kebijakan publik yang
ditetapkan secara politis dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik.
Ada beberapa indikator struktur organisasi, yaitu Standar Operating
Procedures (SOP) dan Fragmentasi yang merupakan penyebaran
tanggungjawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda
sehingga memerlukan koordinasi didalamnya.

Menurut Suparno (2017:17), kegagalan implementasi terjadi apabila

implementor tidak memahami tujuan dan standar kebijakan, atau implementor

memiliki kepentingan yang berbeda dengan tujuan dan standar kebijakan.

Sebaliknya, keluasan penerimaan terhadap tujuan dan standar kebijakan, akan

memberikan potensi lebih besar bagi keberhasilan implementasi kebijakan.

Menurut Kadji (2015:63), Implementasi kebijakan dapat berjalan secara

efektif, jika yang bertanggungjawab dalam proses implementasi kebijakan

tersebut mengetahui apa yang harus dilakukannya. Perintah untuk

mengimplementasikan kebijakan harus disampaikan secara jelas, akurat, dan

konsisten kepada orang-orang yang benar-benar mampu melaksanakannya.

Jika pesan dan perintah kebijakan yang diberikan oleh pembuat kebijakan

tidak jelas dan tidak terspesifikasikan, maka kemungkinan besar akan terjadi

kesalahpahaman di tingkat implementor kebijakan yang ditunjuk. Jelas sekali

akan terjadi kebingungan di tingkat implementor, khususnya dalam


26

memahami dekripsi tugas yang harus dilakukannya. Kondisi ini akan

memberi peluang kepada mereka untuk tidak mengimplementasikan

kebijakan tersebut sebagaimana dikehendaki oleh para pemberi mandat atau

pembuat kebijakan.

Faktor komunikasi (dalam bentuk vertikal) memegang peran penting

agar implementor kebijakan mengetahui persis apa yang akan mereka

kerjakan. Hal ini menjadi prasyarat agar pesan dan perintah kebijakan harus

komunikasikan dengan perintah yang jelas dari atasan kepada implementor

kebijakan, sehingga implementasi kebijakan tidak keluar dari sasaran yang

dikehendaki. Sebab, tidak sempurnanya aspek komunikasi juga dapat

mengakibatkan para implementor menafsirkan kebijakan sebagai otoritas,

seperti tindakan-tindakan untuk menyempitkan kebijakan umum menjadi

tindakan-tindakan spesifik. Inkonsistensi pesan dan isi komunikasi dapat

mengakibatkan hambatan yang serius dalam implementasi kebijakan.

Aktivitas komunikasi dalam rangka penyampaian pesan informasi kebijakan

tersebut, harus pula memperhatikan bentuk komunikasi organisasi secara

umum, yang dapat dibagi menjadi dua yaitu: Pertama, komunikasi formal

adalah bentuk komunikasi yang diciptakan dan terbentuk secara terencana,

melalui jalur-jalur formal dalam organisasi publik, yang melekat pada

saluran-saluran yang ditetapkan sebagaimana ditunjukkan melalui sturktur

organisasi. Kedua, komunikasi non formal, adalah komunikasi yang ada di

luar struktur organisasi publik, biasanya melalui saluran-saluran non formal

yang munculnya bersifat insidental, menurut kebutuhan atau hubungan


27

interpersonal yang baik, atau atas dasar kesamaan kepentingan. Inti dari

kedua bentuk komunikasi tersebut bermuara pada penciptaan produktivitas

kerja dan kinerja komunikasi, baik secara individual maupun kolektivitas

dalam sebuah organisasi.

Sumber daya yang penting meliputi staf yang tepat dengan keahlian

yang dibutuhkan; informasi yang cukup dan relevan tentang cara untuk

mengimplementasikan kebijakan dan terjadi penyesuaian terhadap siapa saja

yang terlibat di dalam implementasi kebijakan; kewenangan untuk

meyakinkan bahwa kebijakan ini dilakukan dengan maksud dan tujuan

tertentu; dan berbagai fasilitas (termasuk bangunan, peralatan, tanah dan

persediaan) di dalamnya untuk kepentingan pelayanan publik. Faktor sumber

daya tidak hanya mencakup jumlah sumber daya manusia atau aparat semata

melainkan juga mencakup kemampuan sumber daya manusia untuk

mendukung implementasi kebijakan tersebut (kapasitas dan motivasi). Hal ini

dapat menjelaskan bahwa sumber daya yang memadai dan memenuhi

kualifikasi akan menghasilkan kinerja dalam implementasi kebijakan yang

tepat dan efektif. Sumber daya yang penting antara lain jumlah staf yang

cukup dengan keahlian yang memadai, informasi yang cukup dan relevan

mengenai instruksi implementasi kebijakan, otoritas yang menjamin bahwa

kebijakan tersebut dilaksanakan sesuai dengan apa yang menjadi sasaran dan

tujuan dari kebijakan, serta dukungan fasilitas, termasuk sarana/prasarana,

dan aktivitas untuk memberikan pelayanan publik. Sumber daya yang tidak

mencukupi menunjukkan bahwa kebijakan tersebut tidak akan dapat


28

diimplementasikan, pelayanan prima tidak akan dilaksanakan, dan aturan-

aturan yang masuk akalpun tidak akan disusun dengan sebaik-baiknya.

Sikap pelaksana merupakan faktor penting dalam proses implementasi

kebijakan publik. Jika implementasi kebijakan diharapkan berlangsung

efektif, maka para implementor kebijakan tidak hanya mengetahui apa yang

harus dilakukan dan memiliki kapabilitas untuk melaksanakannya, tetapi

mereka juga harus mempunyai keinginan dan kecenderungan sikap positif

untuk melaksanakan kebijakan tersebut. Kebanyakan para implementor

menggunakan sedapat mungkin otoritas dalam mengimplementasikan sebuah

kebijakan. Salah satu alasan mengenai hal ini disebabkan independensi

mereka terhadap eksistensi dari pembuat kebijakan. Terkadang para

implementor tidak selalu melaksanakan kebijakan sesuai dengan keinginan

pembuat kebijakan. Akibatnya pembuat kebijakan sering berhadapan dengan

tugas-tugas untuk memanipulasi atau bekerja dalam lingkungan disposisi para

pelaksananya atau bahkan membatasi otoritasnya. Jika para implementor

memiliki kecenderungan sikap yang baik terhadap kebijakan tertentu, maka

mereka cenderung melaksanakannya sesuai juga dengan apa yang diharapkan

oleh pembuat kebijakan sebelumnya. Tetapi ketika perilaku dan perspektif

para implementor berbeda dengan pembuat keputusan, maka proses

implementasi kebijakan akan semakin tidak terarah dan bahkan akan

membingungkan.

Fragmentasi organisasi dapat menghambat koordinasi yang diperlukan

guna keberhasilan proses implementasi sebuah kebijakan. Disisi lain bahwa


29

dalam implementasi kebijakan membutuhkan kerjasama yang melibatkan

banyak orang. Hal ini menyebabkan terbuangnya sumber daya yang langka,

menutup kesempatan, menciptakan kebingungan, menggiring kebijakan-

kebijakan untuk menghasilkan tujuan silang, dan mengakibatkan fungsi-

fungsi penting menjadi terlupakan. Sebagai administrator kebijakan unit

organisasi, mereka membangun standar prosedur oprasional untuk menangani

tugas rutin sebagaimana biasanya mereka tangani. Sayangnya standar

dirancang untuk kebijakan-kebijakan yang telah berjalan dan kurang dapat

berfungsi dengan baik untuk kebijakan-kebijakan baru sehingga sulit terjadi

perubahan, penundaan, pembaharuan, atau tindakan-tindakan yang tidak

dikehendaki. Standar kadang-kadang lebih menghambat dibandingkan

membantu implementasi kebijakan. Para implementor kebijakan akan

mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai keinginan dan sumber

daya untuk melakukan kebijakan, tetapi mereka akan tetap dihambat dalam

proses implementasinya oleh struktur organisasi yang mereka layani. Asal

usul karakterisitik organisasi, fragmentasi birokrasi yang berbeda akan tetap

menghambat implementasi kebijakan. Mereka selalu menghambat

implementasi kebijakan, pemborosan sumber daya, melakukan tindakan yang

tidak diharapkan, menghambat koordinasi, akibat proses implementasi

kebijakan yang berbeda dan berlawanan arah, dan inilah sebab musabab

terhadinya kegagalan implementasi dari sebuah kebijakan publik.

2.4. Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)


30

Pemerintah telah berupaya untuk melakukan sosialisasi dan mendorong

perguruan tinggi untuk meningkatkan budaya mutu sebagai amanat undang-

undang dan juga kebutuhan masyarakat. Dengan diterbitkannya berbagai

regulasi, pemerintah secara nasional telah melaksanakan berbagai sosialisasai

dan penyempurnaan sistem untuk mendorong perguruan tinggi agar

menciptakan budaya mutu sebagai usaha peningkatan mutu pendidikan tinggi

secara nasional. Salah satunya adalah mendorong penguatan SPMI pada

setiap perguruan tinggi sampai pada program studi dan unit-unit terkecil.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional

(Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 50) bahwa pengelolaan

Pendidikan nasional didasarkan atas kebijakan nasional dan standar nasional

untuk menjamin mutu Pendidikan nasional. Kebijakan tersebut dikuatkan lagi

dalam pasal 51 ayat (2) menjelaskan bahwa pengelolaan satuan pendidikan

tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi, akuntabilitas, jaminan

mutu, dan evaluasi yang transparan. Selanjutnya pada Undang Undang

Nomor 12 Tahun 2012 Pasal 52 dinyatakan bahwa penjaminan mutu

pendidikan tinggi merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu

pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan, serta penjaminan mutu

sebagaimana dimaksud dilakukan melalui prinsip penetapan, pelaksanaan,

evaluasi, pengendalian, dan peningkatan (PPEPP) standar Pendidikan Tinggi.

Sistem Penjaminan Mutu Internal di suatu perguruan tinggi merupakan

kegiatan mandiri dari perguruan tinggi yang bersangkutan sehingga proses

tersebut dirancang, dijalankan, dan dikendalikan sendiri oleh perguruan tinggi


31

yang bersangkutan tanpa campur tangan dari pemerintah. Pemerintah

membuat pedoman dalam pelaksanaan SPMI yang bertujuan untuk

memberikan inspirasi tentang berbagai aspek yang pada umumnya

terkandung dalam SPMI di suatu perguruan tinggi. Hal ini dilakukan karena

setiap perguruan tinggi memiliki spesifikasi yang berlainan, dalam hal

sejarah, visi dan misi,budaya organisasi, ukuran organisasi, struktur, sumber

daya, dan pola kepemimpinan (Kemendiknas, Ditjen. Dikti, 2010)

Implementasi sistem penjaminan mutu pendidikan di perguruan tinggi

agar sesuai dengan Pedoman Penjaminan Mutu (Quality Assurance)

Pendidikan Tinggi, harus memenuhi beberapa prasyarat, yaitu: komitmen,

perubahan paradigma, dan sikap mental para pelaku proses pendidikan tinggi,

serta pengorganisasian penjaminan mutu di perguruan tinggi. Implementasi

sistem penjaminan mutu di perguruan tinggi sering menemui

kendala/hambatan di lapangan antara lain:

a. kesadaran para pelaku proses pendidikan tentang arti penting penjaminan


mutu sebagai kebutuhan stakeholders masih rendah;
b. komitmen para pelaku proses pendidikan tinggi untuk menjamin dan
meningkatkan mutu pendidikan masih kurang;
c. pemahaman terhadap konsep dan implementasi Sistem Penjaminan Mutu
Perguruan Tinggi oleh sivitas akademika belum merata;
d. tata kelola dan mekanisme kerja penjaminan mutu belum terbangun
dengan utuh;
e. pemberdayaan sumberdaya manusia khususnya para dosen untuk
mendukung sistem penjaminan mutu belum optimal; dan
f. pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung
sistem penjaminan mutu internal belum optimal (Sulaiman, Ahmad dan
Wibowo, 2016)

Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) merupakan kegiatan sistemik

penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara


32

otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan

tinggi secara berencana dan berkelanjutan (Permenristekdikti No. 62 Tahun

2016).

Konsep dasar SPMI yaitu merupakan kegiatan sistemik penjaminan

mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk

mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi secara

berencana dan berkelanjutan (Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016). Tujuan

utama dari SPMI adalah untuk mendukung pendidikan bermutu dan

menjamin pemenuhan standar pendidikan tinggi secara sistematik dan

berkelanjutan sehingga tumbuh budaya mutu.

Menurut Suardana (2018), SPMI bagi institusi pendidikan tinggi yang

minim komitmen mutu, berpotensi menjadi sumber penghamburan

sumberdaya, reduksi idealisme dan bahkan berpotensi menjadi proses

pembodohan dan pembohongan sekedar untuk menghindari sanksi peraturan

atau mendapatkan status terakrediatasi. Untuk itulah, peran SPMI harus

dikembalikan sebagai penjamin awal dan terdekat dari institusi dan mampu

membudayakan mau dinilai oleh diri sendiri sebelum dinilai oleh orang lain.

Dengan pola yang sama juga diharapkan selaras dengan tujuan dari

permintaan akreditasi nasional maupun internasional, untuk membangun

manajemen mutu yang benar dan efektif mutlak diperlukan kepemimpinan

yang transformasional, dan kapasitas yang besar untuk menghidupkan sistem

dan budaya mutu dalam institusi. Selain itu, yang perlu diperhatikan dan

dipenuhi agar pelaksanaan SPMI dapat mencapai tujuannya adalah komitmen,


33

perubahan paradigma ke budaya mutu, sikap mental para pelaku mutu, dan

pengorganisasian SPMI di perguruan tinggi tersebut.

2.5. Penelitian Relevan

a. Penelitian terdahulu dilakukan oleh Muh. Fitrah (Fitrah, Muh. dkk,

2018) yang melihat Urgensi Sistem Penjaminan Mutu Internal Terhadap

Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi berpendapat bahwa kepuasan

stakeholders internal merupakan salah satu indikator keberhasilan mutu

perguruan tinggi. Penerapan sistem penjaminan mutu internal di

perguruan tinggi sangat penting dalam meningkatkan mutu, sehingga

dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan apa yang diharapkan

stakeholder. Proses SPMI tidak terlepas dari kebijakan mutu, sasaran

mutu penyelenggaraan pendidikan, serta seluruh dokumen mutu yang

harus disosialisasikan kepada seluruh sivitas akademika dan pimpinan

lembaga agar diimplementasikan secara optimal.

b. Penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Sulaiman dan Udik Budi

Wibowo (Sulaiman dan Wibowo. 2016) yang membahas mengenai

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal Sebagai Upaya

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Universitas Gadjah Mada. Pada

penelitian ini mereka berpendapat bahwa Implementasi SPMI di UGM

dilaksanakan dengan penyusunan rancangan SPMI yang secara

operasional disebut Siklus SPMI yang dilaksanakan mengikuti periode

satu tahunan. Siklus SPMI terdiri atas tujuh langkah atau tahap, yaitu:

penetapan standar, pelaksanaan, monitoring, evaluasi diri, audit mutu


34

internal, rumusan koreksi, dan peningkatan mutu untuk kepuasan

stakehorders.

Kendala yang dihadapi dalam implementasi SPMI di UGM adalah:

komitmen pimpinan relatif kurang, jumlah tenaga auditor yang masih

terbatas, kegiatan SPMI sering terjebak menjadi kegiatan rutin. Langkah

yang ditempuh menghadapi kendala: menyediakan tenaga yang expert di

bidang penjaminan mutu, memprogramkan pelatihan auditor baru dan

refreshing auditor lama dilaksanakan intensif, membangun semangat

baik pimipinan universitas, fakultas, jurusan, dan program studi.

Evaluasi Implementasi SPMI di UGM dilaksanakan setiap tahun,

dengan meminta masukan dari para auditor, dari pimpinan fakultas dan

prodi yang diaudit, dan pimpinan universitas

c. Penelitian yang dilakukan oleh Dr. I Wayan Suardana (Suardana, I

Wayan. 2018) yang membahas mengenai Sistem Penjaminan Mutu

Internal dan Problematikanya pada Perguruan Tinggi, dalam penelitian

tersebut dia berpendapat bahwa prinsip utama dalam mewujudkan

budaya mutu dengan yaitu dengan menjalankan mekanisme PPEPP.

Pengembangan penjaminan mutu disadari merupakan perubahan budaya

kerja, sehingga pencapaian tujuan perubahan memerlukan waktu yang

panjang, dan komitmen dan sumberdaya yang besar.

2.6. Kerangka Pikir Penelitian


35

Kerangka pikir penelitian ini dimulai dengan merumuskan masalah

penelitian yang bergasarkan dari kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal

(SPMI) Permenristekdikti No. 62 Tahun 2016 yang merupakan kegiatan

sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi

secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan

pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.

Kemudian melakukan studi literatur dengan membaca dan memahami

hasil penelitian terdahulu dan beberapa buku yang mendukung penelitian


Masalah:
serta dokumen lainnya. Tahap selanjutnya adalah pengumpulan data dengan
Masih terdapat dokumen penjaminan mutu yang masih belum legal
wawancara (interview)
pada Program observasi
Studi Magister serta dokumentasi
Manajemen yangAudit
FEB pada hasil dilakukan pada
Mutu Internal (AMI) tahun 2020.
Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura sebagai

studi kasus pada penelitian ini dan di LPPPM Universitas Tanjungpura


Teori Goerge C. Edward III:
sebagai lembaga yang menangani penjaminan mutu ditingkat universitas,
Menurut Goerge C. Edward III ada empat
kemudian dilanjutkan
variabel yangdengan analisiskeberhasilan
mempengaruhi data yang diperoleh dan
impelementasi dari suatu kebijakan, yaitu:
membandingkan dengan tinjauan pustaka yang menjadi acuan dalam
komunikasi,
sumber daya,
penelitian ini. disposisi, dan
struktur birokrasi.

Prediksi Hasil Penelitian:

Mengidentifikasi faktor-faktor yang


menyebabkan belum berhasilnya
implementasi SPMI pada Program Studi
Magister Manajemen FEB Universitas
Tanjungpura.

Rekomendasi: Output:
Gambar 2.2 Alur Pikir Penelitian

Dokumen mutu yang akan Terpenuhinya dokumen mutu prodi


diiplementasikan hendaknya sebagai dasar dalam
dilegalkan terlebih dahulu agar dalam mengimplementasikan SPMI untuk
pelaksanaannya memiliki legalitas membangun budaya mutu di prodi.
yang sah.
36

2.7. Pertanyaan Penelitian


37

a. Apakah faktor komunikasi menjadi penyebab belum berhasilnya

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura di tahun 2020?

b. Apakah faktor sumber daya menjadi penyebab belum berhasilnya

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura di tahun 2020?

c. Apakah faktor disposisi menjadi penyebab belum berhasilnya

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura di tahun 2020?

d. Apakah faktor struktur birokrasi menjadi penyebab belum berhasilnya

Implementasi Sistem Penjaminan Mutu Internal pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura di tahun 2020?


BAB III

METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang sering juga

disebut sebagai pendekatan penelitian naturalistik karena penelitiannya

dilakukan pada kondisi yang alamiah dengan metode studi kasus dan teknik

pengumpulan data: observasi langsung, wawancara serta penelusuran

dokumen dan arsip.

Menurut Satori dan Komariah (2011:1), penelitian ilmiah merupakan

suatu kegiatan yang bertujuan untuk menemukan jawaban dan kejelasan dari

permasalahan yang diteliti guna menemukan pemecahan dari permasalahan

tersebut serta sangat penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Terkait dengan jenis penelitian ini digolongkan kedalam penelitian

deskriptif yaitu penelitian yang hanya menggambarkan, meringkas berbagai

kondisi, situasi atau berbagai variable (Bungin, 2001:33).

Menurut Bungin (2001:10), pengertian dari jenis penelitian deskriptif

kualitatif adalah penelitian social yang sekedar untuk melukiskan atau

menggambarkan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit

yang diteliti tanpa mempermasalahkan hubungan antar variabel. Penelitian

kualitatif ini berusaha menampilkan secara utuh (holistic) yang

membutuhkan kecermatan dalam pengamatan, sehingga kita dapat

memahami secara menyeluruh hasil penelitian. Disamping itu juga dalam

38
39

penelitian kualitatif ini, peneliti harus terjun langsung ke lapangan guna

memperoleh data yang dibutuhkan. Penelitian ini berusaha untuk

menggambarkan dan mengklarifikasikan fakta atau karakteristik fonomena

yang ada secara factual, cermat serta tidak mengandalkan bukti logika

matematis sehingga dapat digambarkan kondisi dan keadaan yang

sebenarnya. Penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif ini peneliti

gunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam

mengimplementasikan kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI)

dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura dengan Studi

Kasus di Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura.

3.2. Langkah-langkah Penelitian

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Melakukan penelitian pendahuluan dengan mengumpulkan, mencari


informasi dan observasi sementara yang berkaitan dengan implementasi
kebijakan sistem penjaminan mutu internal untuk mendukung judul yang
akan peneliti ajukan.
b. Pengajuan judul penelitian kepada ketua pengelola PPAPK Program Studi
Ilmu Administrasi Publik FISIP Universitas Tanjungpura.
c. Membuat usulan penelitian yang kemudian diajukan kepada dosen
pembimbing dan selanjutnya disampaikan pada seminar proposal
penelitian.
d. Seminar usulan penelitian.
e. Pengambilan data sekunder dan primer untuk dianalisis. Dalam
pengambilan data primer peneliti sekaligus melakukan analisa setelah
pengambilan data di lapangan (observasi, wawancara, dan dokumentasi)
f. Penulisan laporan penelitian (skripsi)
g. Konsultasi dengan dosen pembimbing.
h. Ujian skripsi.
40

3.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.3.1. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian dilakukan di Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dan di Lembaga

Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu (LPPPM)

Universitas Tanjungpura Pontianak. Lokasi ini dipilih karena

Program Studi Magister Manajemen merupakan salah satu dari dua

Program Studi di Universitas Tanjungpura yang telah mengajukan

dan sudah divisitasi oleh BAN-PT dengan Instrumen Akreditasi

Program Studi 9 kriteria (IAPS.4.0).

3.3.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian ini dimana peneliti mempersiapkan

Penulisan penelitian awal sampai dengan ujian skripsi yang

direncanakan untuk diselesaikan sesuai dengan waktu yang

diharapkan.
41

Berikut ini tabel mengenai rencana jadwal pelaksanaan penelitian.

Tabel 3.1. Waktu Penelitian


2021 2022
Kegiatan
No Bulan Bulan
Penelitian
Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei
1 Pengajuan
Outline
2 Acc Outline
3 Bimbingan/
Konsultasi
4 Seminar
Proposal
5 Melakukan
Penelitian
dan
Bimbingan
6 Ujian Skripsi
Sumber: Penulis, 2021.

3.4. Subjek dan Objek Penelitian

3.4.1. Subjek Penelitian

Subjek Penelitian (informan) dalam penelitian ini dilakukan

dengan teknik sengaja (purposive), teknik ini merupakan teknik

penentuan informan dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang

tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang kita butuhkan dari

data penelitian sehingga akan memudahkan peneliti dalam

menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti.

Menurut Irawan (2009:23) maksud dari teknik porpusive ini

adalah informan yang sengaja dipilih oleh peneliti karena memiliki

ciri-ciri tertentu yang dapat memperkaya data peneliti.


42

Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah:

1) Sekretaris Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura.

2) Sekretaris Penjamian Mutu Fakultas FEB Universitas

Tanjungpura.

3) Ketua LPPPM Universitas Tanjungpura.

4) Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas

Tanjungpura.

5) Koordinator Sistem Penjamin Mutu Pusat Penjaminan Mutu

LPPPM Universitas Tanjungpura.

6) Dosen dan Staf Program Studi Magister Manajemen FEB

Universitas Tanjungpura.

3.4.2. Objek Penelitian

Adapun yang menjadi objek penelitian dalam hal ini adalah

kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal di Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam

meningkatkan budaya mutu dengan membuat standar-standar yang

melampaui standar nasional pendidikan tinggi serta

mensosialisasikan dan melaksanakannya sesuai dengan siklus

PPEPP.
43

3.5. Teknik Pengumpul Data

Menurut Sugiyono (2016) pengumpulan data pada penelitian kualitatif

dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer dan teknik

pengumpulan data lebih banyak pada observasi, wawancara yang mendalam

dan dokumentasi. Dalam penelitian ini ada beberapa teknik pengumpulan

data sebagai berikut:

3.5.1. Teknik Observasi

Menurut Hahasah, (2016) menyebutkan bahwa observasi

merupakan salah satu dasar fundamental dari semua metode

pengumpulan data dalam penelitian kualitatif, khususnya

menyangkut ilmu-ilmu sosial dan perilaku manusia. Tujuan dari

observasi ini adalah untuk mendeskripsikan lingkungan yang

diamati, aktivitas yang berlangsung, individu yang terlibat dalam

lingkungan penelitian beserta aktivitas dan perilaku yang

dimunculkaan. Teknik observasi ini peneliti gunakan untuk

mengamati fenomena terkait dengan masalah yang berkenaan

dengan implementasi kebijakan SPMI di Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura

3.5.2. Teknik Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang

dilakukan untuk mengetahui hal-hal dari informan yang lebih

mendalam. Teknik pengumpulan data ini mendasarkan diri pada


44

laporan tentang diri sendiri atau setidak-tidaknya pada pengetahuan

dan atau keyakinan pribadi.

Esterberg (dalam Sugiyono, 2016) mengemukakan beberapa

macam wawancara yaitu:

a. Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan
data bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui
dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperolah.
b. Wawancara Semi Terstruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk kategori in-dept interview,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas bila dibandingkan
dengan wawancara terstruktur. Tujuan dari wawancara ini
adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara dimintai pendapat dan
ide-idenya.
c. Wawancara Tak Berstruktur
Wawancara tak berstruktur adalah wawancara bebas yang
tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah terusun
sistematis dan lengkap untuk mengumpulkan datanya.

Dalam penelitian ini, peneliti memilih teknik wawancara semi

terstruktur dengan tujuan untuk menemukan permasalahan secara

lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara dapat dimintai

pendapat dan ide-idenya. Pada penelitian ini, peneliti perlu

mendapatkan dan mengumpulkan data melalui tanya jawab dan dialog

atau diskusi dengan informan yang dianggap mengetahui banyak

tentang permasalahan peneliti dan mendengarkan secara teliti lalu

mencatat apa yang dikemukakan oleh informan.

3.5.3. Teknik Dokumentasi

Untuk lebih mendukung hasil observasi dan wawancara pada

penelitian ini, peneliti menyertakan beberapa dokumen pendukung.


45

Sugiyono (2017) mendefinisikan bahwa dokumen adalah catatan

peristiwa yang sudah lalu bisa berbentuk lisan, gambar atau karya-

karya monumental dari seseorang. Studi dokumentasi ini merupakan

teknik pengumpulan data dengan cara mepelajari dokumen untuk

mendapatkan data atau informasi yang berhubungan dengan masalah

yang diteliti. Dalam penelitian ini dokumen yang dipeoleh berupa

dokumen resmi dan dokumentasi kegiatan dari Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dan Lembaga

Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Universitas

Tanjungpura yaitu berupa dokumen-dokumen arsip yang berkaitan

dengan Sistem Penjaminan Mutu Internal.

3.6. Instumen Penelitian

Sebuah penelitian menggunakan alat atau instrumen untuk memperoleh

dan mengumpulkan data yang dibutuhkan. Instrumen pengumpulan data

merupakan alat bantu yang dipilih dan digunakan dalam mengumpulkan data

sehingga kegiatan pengumpulan data tersebut menjadi sistematis dan mudah

(Arikunto, 2010:134).

Menurut Sugiyono (2016), pada penelitian kualitatif instrumen

utamanya berupa peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus

penelitian menjadi jelas maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen

penelitian sederhana yang diharapkan dapat melengkapi data dan dapat

dibandingkan dengan data yang telah diperoleh melalui observasi dan

wawancara.
46

Instrumen penelitian yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data

dan fakta dalam penelitian ini sebagai berikut:

a) Panduan Observasi yang digunakan untuk mempermudah peneliti


dalam melakukan observasi di tempat kegiatan yang akan diamati.
Panduan observasi atau biasa dikenal dengan check list diperlukan
untuk mencatat hal-hal yang ditemui selama penelitian berlangsung dan
berguna untuk memudahkan dalam mendeskripsikan hal-hal yang
dijumpai di lapangan.
b) Panduan wawancara, yaitu catatan yang berisi urutan dari data yang
akan di ambil sehingga memudahkan peneliti dalam memenuhi data
yang dibutuhkan sekaligus agar kegiatan wawancara tidak keluar dari
bahasan yang akan diteliti dengan alat bantu berupa buku catatan dan
alat rekam suara dari telepon seluler.
c) Dokumentasi, yaitu mengidentifikasi arsip baik berupa surat menyurat
serta dokumen-dokumen mutu yang ada kaitannya dengan penelitian
ini. Dokumentasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data bersumber
dari arsip dan dokumen berkaitan dengan masalah yang diteliti dengan
menggunakan alat bantu berupa catatan, kamera dan foto copy untuk
menggandakan data-data dilapangan.

3.7. Teknik Analisa Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

teknik kualitatif yaitu proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterprestasikan. Tahapan analisis data menurut

Sugiyono (2016) dapat diuraikan sebagai berikut:

a) Pengumpulan data, yaitu sebagai konsep dasar yang dilakukan dalam


menganalisis data. Data yang terkumpul dapat berupa catatan lapangan,
komentar peneliti dokumen, laporan dan sebagainya. Sementara analisis
data dalam hal ini adalah mengatur, mengurutkan, mengelompokkan dan
mengategorikannya.
b) Reduksi data, yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi, wawancara
dan dokumentasi merupakan data mentah dari lapangan. Untuk itu perlu
dilakukan pemilihan data yang relevan untuk disajikan dan dapat
menjawab pertanyaan. Setelah melakukan pemilihan data, selanjutnya
data yang telah dipilih kemudian disederhanakan dengan mengambil data
yang pokok dan diperlukan dalam menjawab permasalahan yang diteliti.
c) Penyajian data, yaitu data yang telah disusun dari hasil reduksi data,
kemudian disajikan dalam bentuk narasi deskripsi. Data yang disajikan
47

merupakan data yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan


yang diteliti. Setelah data disajikan secara rinci, maka langkah
selanjutnya adalah membahas data yang telah disajikan tersebut. Pada
umumnya penyajian data dapat berupa narasi dan ada juga penyajian data
berupa gambar atau matriks agar lebih mudah dipahami oleh semua
pihak.
d) Penarikan kesimpulan, yaitu langkah terakhir dari suatu analisis data
dan setelah data yang disajikan tersebut dibahas secara rinci, maka
selanjutnya diambil kesimpulan. Kesimpulan digunakan sebagai jawaban
dari permasalahan yang diteliti.

Data mengenai Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu

Internal Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura

yang dikumpulkan terlebih dahulu dilakukan klarifikasi, verifikasi dan

interpretasi data kemudian dianalisis sampai pada pembahasan hingga

diperoleh kesimpulan atas jawaban informan berdasarkan panduan

wawancara.

Analisis data mengenai mengenai Implementasi Kebijakan Sistem

Penjaminan Mutu Internal Program Studi Magister Manajemen FEB

Universitas Tanjungpura menggunakan teknis analisis kualitatif dan

setidaknya dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) tahapan, yaitu: pertama

data yang berhasil dikumpulkan kemudian dilakukan pemisahan,

pengkategorian atau pengklasifikasian sehingga memudahkan peneliti

melakukan analisis berikutnya. Kedua data yang telah dikelompakkan

kemudian dipilah untuk segera diolah sehingga dapat dengan mudah

dianalisis untuk ketahap penarikan kesimpulan. Kegiatan analisis data

tersebut seperti yang telah dijelaskan diatas yang meliputi: pengumpulan data,

reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Setelah data


48

penelitian dianalisis selanjutnya diabstraksi untuk mendapatkan kesimpulan

akhir dari penelitian. (Miles dan Huberman, 1992:16)

Data primer yang menjadi prioritas dalam analisis kualitatif penelitian

ini selanjutnya diperkuat dengan data skunder atau data literatur lainnya.

Kemudian data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan tersebut selanjutnya

diklasifikasi sesuai dengan jenis dan kelompoknya. Data-data tersebut lalu

diolah dan pada tahap akhir akan dianalisis dengan memberikan deskripsi dan

penafsiran data dalam bentuk narasi.

3.8. Teknik Keabsahan Data

Data yang diperoleh harus dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah

sehingga perlu dilakukan pemeriksaan keabsahan data. Menurut Sugiyono

(2016), keabsahan data merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi

pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Dengan

demikian data valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang

dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada objek

penelitian. Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini

dilakukan dengan triangulasi data dan memberchek.

Triangulasi dalam pngujian kredibilitas diartikan sebagai pengecekan

data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan waktu, sehingga ada tiga

model triangulasi menurut Sugiyono (2016), yaitu:


49

a. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui

beberapa sumber. Data dari beberapa sumber tersebut tidak bisa dirata-

ratakan seerti penelitian kuantitatif, tetapi dideskripsikan, dikategorikan,

mana pandangan yang sama, yang berbeda dan mana yang spesifik dari

beberapa sumber data tersebut. Data yang telah dianalisis oleh peneliti

sehingga menghasilkan suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan

kesepakatan kepada sumber tersebut.

b. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik digunakan untuk menguji kredibilitas data yang

dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan

teknik yang berbeda. Misalnya teknik yang digunakan dengan wawancara,

lalu dicek dengan observasi, dokumentasi atau kuesioner. Jika dengan tiga

teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang

berbeda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber yang

bersangkutan untuk memastikan data mana yang dianggap benar.

c. Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang

dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber

masih segar dan belum banyak masalah akan memberikan data yang lebih

valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian

kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan


50

dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi

yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda maka harus

dilakukan dengan cara berulang-ulang sehingga ditemukan kepastian data.

Memberchek merupakan proses pengecekan data yang diperoleh

peneliti kepada pemberi data dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh

data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberi oleh pemberi data. Apabila

data yang diperoleh disepakati oleh pemberi data, maka dapat dikatakan

datanya valid sehingga semakin kredibel/dipercaya, tetapi jika data yang

ditemukan peneliti dengan berbagai penafsiran tidak disepakati oleh pemberi

data maka peneliti perlu melakukan diskusi dengan pemberi data.

Teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik dimana dalam

triangulasi ini sumber-sumber yang ada dalam penelitian ini digunakan untuk

membandingkan dan mengecek kembali menggunakan teknik memberchek

untuk mengecek kembali hasil dari data dan sumber dari subjek penelitian

yang kemudian dicocokan dengan melihat teknik pengumpulan data dan

melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.


BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Universitas Tanjungpura

Universitas Tanjungpura merupakan sebuah perguruan tinggi negeri yang

berlokasi di Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat. Kampus ini didirikan

sejak tanggal 20 Mei 1959 dengan nama awal Universitas Daya Nasional.

Universitas Tanjungpura sendiri bertempat di Jalan Prof. Dr. H. Hadari

Nawawi/Jendral Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat. Tepatnya berlokasi

di lahan tengah kota dengan luas 453,17 Km2 dengan 9 Fakultas dan 98 Program

Studi.

Universitas Tanjungpura berasal dari perguruan tinggi swasta dengan nama

Universitas Daya Nasional (UDN) yang didirikan pada tanggal 20 Mei 1959 oleh

Yayasan Perguruan Tinggi Daya Nasional. UDN dinegerikan menjadi Universitas

Pontianak (UNEP) sesuai Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu

Pengetahuan (PTIP) Nomor 53 Tahun 1963. Selanjutnya Universitas Negeri

Pontianak berubah menjadi Universitas Dwikora sesuai Keputusan Presiden RI

Nomor 278 Tahun 1965, tanggal 14 September 1965. Seiring dengan

perkembangannya Universitas Dwikora berubah nama menjadi Universitas

Tanjungpura (UNTAN) sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan

Nomor 175 Tahun 1967 Tanggal 15 Agustus 1967.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 74 Tahun

2017, tentang Satuta dan Organisasi dan Tata Kerja berdasarkan Peraturan

51
52

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 28 Tahun 2015 acuan

pedoman dasar dalam pelaksanaan tata pamong untuk mewujudkan visi,

terlaksananya misi, tercapainya tujuan, sasaran dan berhasilnya strategi yang telah

dirumuskan dan ditetapkan. Universitas Tanjungpura dipimpin oleh Rektor yang

dibantu oleh empat Wakil Rektor yaitu Wakil Rektor Bidang Akademik, Wakil

Rektor Bidang Umum dan Keuangan, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan

Alumni dan Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama. Penyelenggaraan

administrasi dibantu oleh tiga biro sebagai unsur pelaksana administrasi yaitu Biro

Akademik dan Kemahasiswaan (BAK), Biro Umum dan Keuangan (BUK), serta

Biro Perencanaan, Kerjasama dan Hubungan Masyarakat (BPKHM).

Jumlah dosen tetap Universitas Tanjungpura sebanyak 1001 orang, dosen

tidak tetap sebanyak 33 orang, tenaga kependidikan sebanyak 444 orang dan

jumlah mahasiswa sebanyak 43.864 orang yang tersebar pada 9 fakultas dengan

rincian sebagai berikut:

Tabel 4. 1 Daftar Dosen dan Mahasiswa Universitas Tanjungpura

No Rincian Pria Wanita Jumlah


1 Dosen Tetap 558 443 1001
2 Dosen Tidak Tetap 17 16 33
3 Mahasiswa 21.700 22.164 43.864
4 Tenaga Kependidikan 245 199 444
Sumber: Portal Data Universitas Tanjungpura 2020
53

4.2. Gambaran Umum Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan

Mutu (LPPPM) Universitas Tanjungpura

Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Universitas

Tanjungpura merupakan lembaga yang baru terbentuk berdasarkan Peraturan

Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 28

Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Universitas Tanjungpura.

Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Universitas

Tanjungpura mempunyai tugas melaksanakan koordinasi, pelaksanaan,

pemantauan dan evaluasi kegiatan peningkatan pengembangan pembelajaran dan

penjaminan mutu pendidikan.

Tujuan Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu

Universitas Tanjungpura adalah meningkatkan kinerja akademik Universitas

Tanjungpura dalam pengembangan pembelajaran dan budaya mutu sistem layanan

pendidikan.

Tugas dan Fungsi Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan

Mutu Universitas Tanjungpura adalah meningkatkan mutu pembelajaran,

kurikulum dan bahan ajar serta mengembangankan sistem penjaminan mutu

secara berkelanjutan, maka peran serta seluruh personil lembaga harus dapat

berperan aktif untuk kemajuan lembaga.

Lembaga Pengembangan Pembelajaran dan Penjaminan Mutu Universitas

Tanjungpura, mengkoordinasikan 6 (enam) Pusat yaitu:

a. Pusat Pengembangan Pembelajaran (PPP)


b. Pusat Penjaminan Mutu (PPM)
c. Pusat Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU)
d. Pusat Bimbingan dan Konseling (BK)
54

e. Pusat E-Learning (PE)


f. Pusat Pengembangan Karir (PPK)

Dari keenam pusat diatas, Pusat Penjaminan Mutu merupakan unit yang

merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan sistem

penjaminan mutu di Universitas Tanjungpura. Adapun tugas dan fungsi dari Pusat

Penjaminan Mutu LPPPM Universitas Tanjungpura sebagai berikut:

a. Merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengembangkan SPMI


(Sistem Penjaminan Mutu Internal) secara berkelanjutan
b. Meningkatkan kompetensi personil Penjaminan Mutu Universitas, unit
penjamin mutu tingkat fukultas (PMF) dan gusus kendali mutu tingkat
program studi
c. Melaksanakan monitoring, evaluasi, dan Audit Mutu Internal (AMI)
d. Mengembagkan instrumen monitoring, evaluasi, dan Audit Mutu Internal
(AMI)
e. Melaksanakan pendampingan penyusunan dokumen akreditasi program studi
(APS) dan akreditasi internasional serta melaksanakan penyusunan instrumen
akreditasi institusi (APT)
f. Melaksanakan pendampingan pengusulan program studi baru
g. Mengkoordinir pelaksanaan evaluasi Beban Kinerja Dosen (BKD)
h. Menyusun dokumen standar mutu, manual mutu, manual prosedur/SOP
maupun dokumen terkait lain dalam mendukung kinerja institusi

4.3. Gambaran Umum Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

Fakultas Ekonomi dan Bisnis (Fakultas Ekonomi dan Bisnis), yang awalnya

bernama Fakultas Tata Niaga, merupakan fakultas pertama di Universitas

Tanjungpura (Universitas Tanjungpura). Ketika Universitas Daya Nasional

(UDN) diresmikan sebagai perguruan tinggi negeri dan berganti nama menjadi

Universitas Negeri Pontianak (UNEP) pada 1963, nama Fakultas Tata Niaga turut

berubah menjadi Fakultas Ekonomi. Nama UNEP kemudian berganti menjadi

Universitas Dwikora pada 1963 dan Universitas Tanjungpura pada 1967 sampai

sekarang sementara itu Fakultas Ekonomi Universitas Tanjungpura merupakan


55

Fakultas tertua di lingkungan Universitas Tanjungpura Pontianak. Pada akhir

Desember 2015 secara resmi berubah nama menjadi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

berdasarkan Permenristekdikti Nomor 28 Tahun 2015.

Sejak berdiri sampai sekarang, Fakultas Ekonomi dan Bisnis terus

berkembang, bermula dengan dua jurusan yaitu Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi

Pembangunan (IESP) dan Jurusan Manajemen (MJ), pada 1995 berdirilah Jurusan

Akuntansi (AK) sehingga Fakultas Ekonomi dan Bisnis memiliki tiga jurusan

sampai sekarang. Ketiga jurusan tersebut masing-masing memiliki program studi

sarjana (Strata-1), magister (Strata-2) dan doktor (Strata-3) kecuali Jurusan

Akuntansi yang belum memiliki program studi doktor.

Istilah Program Studi baru dimulai pada 1996. Jurusan Ilmu Ekonomi dan

Studi Pembangunan pada mulanya hanya memiliki satu program studi Strata-1

yaitu Ekonomi Pembangunan sementara program studi Ekonomi Islam menyusul

pada 2014. Jurusan Manajemen dan Akuntansi masing-masing memiliki program

studi Strata-1 Manajemen dan Akuntansi.

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura memiliki beberapa

Program Studi, yaitu; Program Studi Sarjana (S1), Program Studi Pascasarjana

(S2), dan Program Studi Doktor (S3). Program Studi Sarjana (S1) terdiri dari

Program Studi Ilmu Ekonomi, Program Studi Manajemen, Program Studi

Akuntansi, dan Program Studi Ekonomi Islam. Program Studi Pasca Sarjana (S2),

terdiri dari Program Studi Magister Manajemen (Program Studi-MM), Program

Studi Magister Ekonomi (Program Studi-ME), dan Program Studi Magister

Akuntansi (Program Studi-MA). Program Studi Doktor (S3), terdiri dari Program
56

Doktor Ilmu Manajemen (Program Studi-DM) dan Program Doktor Ilmu

Ekonomi (Program Studi-DE).

4.4. Gambaran Umum Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Tanjungpura

Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura berdiri secara resmi pada tanggal 24 Juni 1998

didasarkan atas Surat Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan dengan Nomor SK Pendirian 204/DIKTI/Kep/1998

merupakan penyelenggara Program pascasarjana pertama di Universitas

Tanjungpura dan Kalbar program magister di bidang manajemen. Kegiatan

penyelenggaran Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Tanjungpura dikoordinir oleh Ketua Program Studi dan dibantu

oleh Sekretaris Program Studi dengan masa jabatan selama 4 tahun yang dipilih

melalui pemilihan Dosen pada Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura.

Berdasarkan SK BAN-PT Nomor: 019/BAN-PT/AkVI/S2/I/2015 Tanggal

14 Maret 2015 Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura terakreditasi dengan nilai “B”. Tahun 2020, berdasarkan

SK BAN-PT Nomor: 1742/SK/BAN-PT/AkPPJ/M/III/2020 Tanggal 18 Maret

2020 PS-MM FEB UNTAN mendapatkan SK perpanjangan sampai dengan

Tahun 2025 Terakreditasi dengan nilai “B”. Memasuki tahun 2020 sejak

berdirinya tahun 1998, Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi

dan Bisnis Universitas Tanjungpura telah menghasilkan lulusan sejumlah 1.817


57

alumni yang tersebar di wilayah Kalbar bahkan diluar wilayah Kalbar. Program

Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura

memiliki tenaga akademik yang memenuhi kualifikasi dan kompetensi sebagai

dosen, menyediakan fasilitas perpustakaan dan ruang baca dengan koleksi buku

dan referensi bisnis, jurnal (nasional-internasional) baik yang cetak maupun akses

secara online serta ruang perkuliahan yang representatif.

Visi Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura adalah: Program Studi Magister Manajemen menjadi

pusat informasi ilmiah bidang manajemen dan menghasilkan lulusan yang

profesional serta memiliki kemampuan enterpreneurship, berkepribadian mulia

dan berdaya saing global.

Misi Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Tanjungpura adalah:

a. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang bermutu mengikuti


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
b. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berorientasi pada
profesionalisme dan entrepreneurship.
c. Meningkatkan budaya publikasi dan prestasi ilmiah bidang manajemen
melalui penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan berlandaskan
kearifan lokal Kalimantan Barat sebagai daerah perbatasan.
d. Membangun kemitraan strategis tingkat nasional dan internasional untuk
meningkatkan daya saing global.
58

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Fakultas Ekonomi dan Bisnis


Universitas Tanjungpura
BAB V

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU


INTERNAL (SPMI) DALAM MEMBANGUN BUDAYA MUTU DI
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
(Studi Kasus : Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura)
BAB V IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) DALAM MEMBANGUN
BUDAYA MUTU DI UNIVERSITAS TANJUNGPURA
5.1. Deskripsi Hasil Penelitian

Implementasi kebijakan merupakan suatu proses dari kegiatan untuk

pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Implementasi kebijakan lebih

menekankan pada aksi atau pelaksana dari kebijakan setelah ditetapkan oleh

pemerintah. Kebijakan publik sangat ditentukan dari bagaimana kebijakan

tersebut diimplementasikan dengan tidak kaku dalam memahami prosedur dan

aturan yang formal mengutamankan kepentingan masyarakat, responsive terhadap

ketidakpuasan dan ketidakadilan masyarakat serta disetiap tindakan selalu

berusaha melakukan penyesuaian terhadap perkembangan kebutuhan masyarakat.

Otonomi atau kemandirian dari perguruan tinggi untuk mengelolah sendiri

lembaganya dituangkan dalam pasal 50 ayat (6) Undang-undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

Pengembangan Budaya Mutu di perguruan tinggi menjadi tujuan utama dari

implementasi Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (SPM Dikti).

Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi tersebut dikuatkan dengan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (UU Dikti),

yang diatur dalan satu bab tersendiri, yaitu Bab III UU Dikti. Pasal 53 dalam Bab

III UU Dikti tersebut mengatur bahwa SPM Dikti terdiri atas:

a. Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) yang dikembangkan oleh


Perguruan Tinggi; dan

59
60

b. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) yang dilaksanakan melalui


akreditasi
Selanjutnya dalam Pasal 52 ayat (4) UU Dikti, diatur bahwa SPM Dikti

didasarkan pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PD Dikti). Perguruan tinggi

memiliki ciri khas tersendiri baik dari cita-cita dari pendiri, jenis dan program

pendidikan, tata kelola maupun kemampuan sumberdaya, maka pemerintah tidak

menetapkan kebijakan satu model implementasi SPMI untuk semua perguruan

tinggi, akan tetapi pemerintah mamberikan inspirasi tentang implementasi semua

hal penting dalam SPMI yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini berkaitan dengan implementasi suatu kebijakan sistem

penjaminan mutu internal yang merupakan salah satu dari upaya pemerintah

dalam meningkatkan budaya mutu khususnya pada perguruan tinggi dimana studi

kasus penelitian ini yaitu di Program Studi Magister Manajemen Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura Pontianak.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teori dari Goerge C. Edward III

dimana model Implementasi kebijakan publiknya disebut dengan Direct and

Indirect Impact on Implementation (dampak langsung dan tidak langsung pada

implementasi). Dalam pendekatan teorinya ini terdapat empat variabel yang

mempengaruhi keberhasilan mengenai impelementasi dari implementasi

kebijakan sistem penjaminan mutu internal dalam membangun budaya mutu,

yaitu: komunikasi, sumber daya, disposisi dan stuktur birokrasi. Faktor-faktor

tersebut dijadikan dasar sebagai pedoman wawancara dalam membahas penelitian

Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dalam


61

Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura (Studi Kasus: Prodi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura).

Objek yang diteliti dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan diantaranya adalah komunikasi,

sunberdaya, disposisi dan stuktur birokrasi. Berdasarkan kejadian dilapangan

masih terdapatnya kendala dalam mengimplementasikannya sehingga dinilai

belum sesuai dengan sasaran dan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan oleh

pemerintah.

5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Sistem Penjaminan Mutu

Internal dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura

(Studi Kasus: Prodi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura).

Dalam penelitian ini objek yang diteliti yaitu faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Untuk menganalisis apakah

implementasi tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Goerge C. Edward

III yang menyatakan bahwa ada empat faktor yang dapat mempengaruhi suatu

kebijakan yaitu komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur organisasi, maka

dari itu penulis menggunakan keempat faktor tersebut untuk menganalisis

Implementasi Kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Dalam

Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura (Studi Kasus: Prodi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura). Maka secara sederhana hasil

dan pembahasan dalam skripsi ini disajikan secara runtut sebagai berikut:
62

5.2.1. Faktor Komunikasi

Terkait dengan implementasi kebijakan, komunikasi menjadi hal yang

sangat penting untuk menyampaikan suatu informasi. Komunikasi dengan baik

dan benar akan memberikan pengertian dan pemahaman tujuan dan isi dari suatu

kebijakan. Jika dalam kebijakan tidak didahului dengan memberikan informasi

kepada para pelaksana kebijakan maka mareka dapat dipastikan tidak akan

mengetahui apa isi dan tujuan dari kebijakan tersebut.

Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila

komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan

peraturan implemetasi harus dikomunikasikan kepada personil yang tepat. Selain

itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten.

Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementator

akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan

diterapkan dalam masyarakat.

Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar pelaksana

kebijakan memahami apa yang harus dilaksanakan, dimana tujuan dan sasaran

kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran yang sangat

menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi. Terdapat tiga

indikator yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel

komunikasi tersebut yaitu:

a. Transmisi

Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat mengahasilkan suatu

implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran


63

komunikasi adalah adanya salah pengertian (miscommunication), hal tersebut

disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi,

sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

b. Kejelasan

Apabila suatu kebijakan di implementasikan seperti yang direncanakan,

maka petunjuk dari pelaksanaannya tidak hanya sekedar diterima oleh para

pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan tersebut harus jelas

dan tidak membingungkan. Ketidakjelasan pesan dari komunikasi yang

disampaikan berkenaan dengan implementasi kebijakan akan mendorong

terjadinya interpretasi yang salah bahkan kemungkinan akan bertentangan

dengan pesan awal. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan

harus jelas dan tidak membingungkan (tidak ambigu). Ketidakjelasan pesan

kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi. Pada tataran tertentu, para

pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi

pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang

hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan.

c. Konsistensi

Implementasi kebijakan akan berlangsung dengan efektif jika perintah

pelaksanaan yang diberikan konsisten dan jelas untuk dijalankan atau

diterapkan karena jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah dan

terkesan tidak konsisten maka akan dapat menimbulkan kebingungan bagi

para pelaksana kebijakan dilapangan.


64

Dalam menjalankan kebijakan khususnya kebijakan SPMI langkah awalnya

yaitu transmisi yang harus dilaksanaka dengan baik agar para pelaksana dapat

memahami kebijakan yang dibuat. Transmisi kebijakan SPMI ini dimulai dari unit

penjaminan mutu tingkat universitas yaitu LPPPM Universitas Tanjungpura

sebagai aktor utama kebijakan.

Penyampaian informasi terkait dengan kebijakan SPMI di lingkungan

Universitas Tanjungpura dalam wawancara dilakukan peneliti dengan Kepala

Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas Tanjungpura menjelaskan sebagai

berikut:

“Di UNTAN dokumen standar SPMI telah dilakukan sosialisasi dari


tahun 2018 ke 9 fakultas dan setiap fakultas kita undang Dekanat,
Kajur, Kaprodi, Penjaminan Mutu Fakultas dan beberapa Tendik
serta dosen. Kita menyampaikan standar SPMI UNTAN itu ada 5
standar yaitu Standar Pendidikan, Standar Penelitian, Standar PkM,
Standar Kemahasiswaan dan Standar Pengelolaan. Setelah tahun
2018 itu saat kita mendampingi prodi dalam rangka penyusunan
borang akreditasi selalu kita sampaikan secara berkelanjutan, jadi
setiap prodi yang mengisi borang akreditasi IAPS 4.0 PPM UNTAN
selalu mensosialisasikan terkait dengan dokumen standar yang ada”.

Berdasarkan observasi dari peneliti yang diperoleh dari hasil wawancara

dengan Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas Tanjungpura

menyampaikan informasi terkait dengan kebijakan SPMI kepada seluruh fakultas

dengan mengadakan pertemuan langsung dengan jajaran yang ada di fakultas,

sedangkan untuk penyampaian kepada dosen biasa dan tenaga kependidikan

hanya sebagian yang diundang dalam sosialisasi tersebut. Oleh karena itu

pemahaman tenaga kependidikan dan dosen terkait kebijakan SPMI ini masih

kurang, sebagian hanya mengetahui dari penjaminan mutu yang berkaitan dengan

akreditasi tetapi tidak memahami siklus dan pelaksanaan dari SPMI tersebut.
65

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan Koorditator Sistem

Penjaminan Mutu PPM LPPPM Universitas Tanjungpura, beliau menjelaskan

bahwa:

“Jadi PPM sudah melaksanakan sosialisasi dengan mengundang


ketua pejabat fakultas dan prodi-prodi, dan sosialisasi ini telah
dilaksanakan secara bertahap dan sistematis, cuma mungkin belum
intens dan berkelanjutan, namun setiap kegiatan kita selalu
mensosialisasikan mengenai standar SPMI. Sedangkan untuk
mensosialisasikan ke tendik dan seluruh dosen kita belum, hanya
sebagian saja dari setiap fakultas itupun dalam rangka untuk
persiapan akreditasi prodi”.

Koorditator Sistem Penjaminan Mutu juga menjelaskan bahwa sosialisasi

mengenai kebijakan SPMI masih pada ditingkat jajaran fakultas dan program

studi. Penyampaian informasi kepada seluruh dosen biasa dan tenaga

kependidikan sampai saat ini belum pernah dilaksanakan. Sosialisasi yang

dilaksanakan kepada sebagian dosen biasa dan tenaga kependidikan hanya dalam

rangka untuk persiapan menghadapi akreditasi program studi.

Selanjutnya wawancara dengan Ketua Penjaminan Mutu Fakultas (PMF)

FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretaris PMF

dijelaskan bahwa:

‘’Kami di fakultas pernah mensosialisasikan standar turunan dari


UNTAN yang FEB buat kepada seluruh kajur, kaprodi dan pejabat
administrasi. Untuk mengundang seluruh dosen dantendik kami belum
pernah. Kami berharap dengan disosialisasikannya kepada kajur,
kaprodi dan pejabat administrasi ini mereka dapat menyampaikan ke
bawahannya”.

Hasil pernyataan dari Penjaminan Mutu Fakultas FEB menyampaikan

bahwa informasi pernah dilakukan tetapi hanya mengundang jajaran dari


66

fakultas seperti ketua jurusan, ketua program studi dan pejabat administrasi

saja. Jadi untuk seluruh dosen biasa dan tenaga kependidikan belum pernah

diadakan sosialisasi.

Bentuk sosialisasi yang dilakukan oleh Program Studi Magister Manajemen

FEB Universitas Tanjungpura dalam menginformasikan mengenai kebijakan

SPMI, menurut Ketua Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretarisnya, beliau mangatakan bahwa:

“Selama ini sosialisasi terhadap SPMI dan standar-standar yang


telah dibuat disosialisasikan kepada yang terlibat dalam penjaminan
mutu dan terlibat dalam tim akreditasi”.

Dari pernyataan diatas dapat dilihat bahwa komunikasi antar pelaksana

kebijakan sudah berjalan dengan baik mulai dari tingkat universitas sampai

kepada Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura.

Sosialisasi hanya dilakukan dengan pertemuan antar jajaran fakultas seperti ketua

jurusan, ketua program studi dan pejabat administrasi sedangkan untuk sosialisasi

kepada seluruh dosen biasa dan tenaga kependidikan memang masih belum

diadakan.

Peneliti melakukan wawancara dengan dosen Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, Dosen EL mengatakan:

“Saya pernah mengikuti sosialisasi SPMI yang diadakan oleh


LPPPM, tapi kalau di prodi MM saya belum pernah ikut”.

Peneliti melakukan wawancara dengan tenaga kependidikan Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, tenaga kependidikan ST

mengatakan:
67

“Saya belum pernah mengikuti sosialisasi tentang SPMI baik dari


UNTAN dan fakultas belum pernah ikut saya. Dibagian keuangan
inikan saya tau tentang program-program yang dilaksanakan oleh
fakultas dan prodi termasuklah program pembuatan standar yang 14
itu, tapi saya ndak tau tentang isi dari standar itu”.

Dari pernyataan diatas sosialisasi kebijakan SPMI kepada dosen biasa dan

tenaga kependidikan masih belum dilakukan. Dengan kurangnya informasi terkait

dengan kebijakan SPMI, mereka tidak mengetahui pentingnya melaksanakan

kebijakan SPMI dalam upaya membangun budaya mutu. Sosialisasi kebijakan

SPMI harus dilakukan kepada seluruh dosen dan tenaga kependidikan karena

dengan sosialisasi ini merupakan langkah yang sangat penting untuk

menyampaikan informasi terkait dengan kebijakan tersebut.

Sosialisasi secara intens dan berkelanjutan ini diharapkan masalah-masalah

yang ada pada setiap fakultas dan program studi dapat diidentifikasi secara khusus

dan ditindaklanjuti secara berkelanjutan dalam upaya membangun budaya mutu di

Universitas Tanjungpura. Selanjutnya kejelasan tentang kebijakan SPMI terhadap

dosen biasa dan tenaga kependidikan masih ada yang belum memahami mengenai

kebijakan tersebut. Hal ini dijelaskan oleh Ketua LPPPM Universitas Tanjungpura

yang mengatakan bahwa:

“Dalam memahami kebijakan SPMI ini saya rasa para pelaksana


kebijakan seperti kajur, kaprodi dan pengelolah telah memahami dan
sudah jelas, hanya saja untuk ditingkat dosen biasa dan tenaga
kependidikan ada beberapa yang sudah jelas terhadap informasi yang
disampaikan tetapi tidak bisa dipungkiri masih banyak yang belum
paham mengenai kebijakan SPMI ini”.
68

Berdasarkan pernyataan dari Ketua LPPPM Universitas Tanjungpura,

kejelasan dalam memahami kebijakan SPMI ini untuk kalangan pelaksana

kebijakan sebagian besar sudah memahami dengan jelas terkait apa yang ada

didalam kebijakan tesebut. Namu untuk kejelasan informasi yang diperoleh dosen

biasa dan tenaga kependidikan tidak bisa dipungkiri memang masih ada yang

belum paham dengan jelas terkait dengan kebijakan SPMI ini. Hal ini diperkuat

dengan pernyataan Ketua Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretarisnya yang mengatakan:

“Saya rasa untuk seluruh dosen dan tenaga kependidikan belum


sepenuhnya memahami, tapi kalau untuk para pelaksana jelas sudah
faham karena sudah disampaikan dari awal. Namun pada saat akan
menghadapi visitasi untuk akreditasi sebagian dari dosen dan tendik
kita undang dan kita jelaskan mengenai standar dan kebijakan SPMI
yang ada di UNTAN dan di prodi kita”.
Hal yang sama dikatakan oleh Sekretaris Ketua Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura bahwa sebagian dari dosen biasa dan

tenaga kependidikan belum memahami informasi yang disampaikan, berbeda

dengan para pelaksana kebijakan seperti ketua jurusan, ketua program studi dan

pejabat administrasi yang telah jelas dengan informasi yang disampaikan pada

setiap pertemuan baik yang diselenggarakan ditingkat universitas, fakultas sampai

ketingkat program studi.

Peneliti melakukan wawancara dengan dosen Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, Dosen EL mengatakan:

“Saat mempersiapkan visitasi akreditasi prodi MM kemarin, saya dan


dosen-dosen lain diberikan arahan untuk menghadapi sesi
wawancara saat visitasi oleh asesor BAN-PT”.
69

Peneliti melakukan wawancara dengan tenaga kependidikan Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, tenaga kependidikan ST

mengatakan:

“Untuk standar yang ada di FEB itu saya tau kalau ndak salah ada 14
standar, tapi kalau tentang isinya apa saya tidak faham.

Mengenai standar turunan yang ada di Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, dosen dan tenaga kependidikan

telah mengetahui jumlah standar yang dibuat oleh FEB Universitas

Tanjungpura, tetapi pemahaman mengenai isi dari standar tersebut masih

belum. Penyampaian informasi dengan jelas juga termasuk faktor

keberhasilan dari sebuah implementasi kebijakan, jika kejelasan dalam

penyampaian informasi kurang maka pemahaman mengenai kebijakan

tersebut juga tidak bisa maksimal.

Kemudian dalam implementasi kebijakan SPMI belum sepenuhnya

konsisten. Dijelaskan oleh Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas

Tanjungpura, bahwa:

“UNTAN memiliki 5 standar pendidikan tinggi yang mana dengan 5


standar tersebut UNTAN telah melampaui dengan yang ditetapkan
oleh Dikti yaitu 3 standar. Kami dari PPM telah menyampaikan dan
menginformasikan dari 5 standar Pendidikan tinggi yang UNTAN
miliki ke 9 fakultas yang ada di UNTAN dengan cara mengunjungi
masing-masing fakultas”.
Seperti yang telah disampaikan oleh Ketua Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh

sekretarisnya yang mengatakan:


70

“Saat ini prodi MM merujuk pada standar yang disusun oleh UNTAN
dan Fakultas. Standar UNTAN ada 5 sedangkan FEB punya 14
standar yang merupakan turunan dari standar UNTAN”.

Peneliti melakukan wawancara dengan dosen Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, Dosen EL mengatakan:

“Kalau untuk standar dari prodi MM belum ada. Standar yang


digunakan misalnya untuk penelitian atau PKM itu menggunakan
standar dari fakultas”.

Peneliti melakukan wawancara dengan tenaga kependidikan Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, tenaga kependidikan ST

mengatakan:

“Dibagian administrasi SOP yang kami gunakan dari fakultas. Seperti


dalam pelayanan mahasiswa, kami menggunakan SOP pelayanan
mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNTAN. Untuk yang lain
juga begitu, SOP nya dari fakultas”.

Hasil wawancara diatas menjelaskan bahwa dalam menyusun standar

pendidikan tinggi, Universitas Tanjungpura telah memiliki 5 standar pendidikan

tinggi yaitu standar pendidikan, standar penelitian, standar PKM, standar

pengelolaaan dan standar mahasiswa yang mana 2 standar yaitu standar

pengelolaan dan standar mahasiswa merupakan standar tambahan yang

malampaui standar minimal yang ditetapkan oleh Dikti.

Sedangkan untuk Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura belum memiliki standar turunan tersendiri dan masih merujuk pada

standar dari FEB Universitas Tanjungpura dalam mengimplementasikan

kebijakan SPMI.
71

5.2.2. Faktor Sumber Daya

Sumber daya merupakan salah satu unsur penting keberhasilan dari

implementasi suatu kebijakan. Dengan tanpa adanya sumber daya yang memadai,

maka suatu implementasi kebijakan akan mengalami kendala dalam

pelaksanaannya, hal ini dijelaskan oleh George C Edwards III bahwa indikator-

indokator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumber daya mempengaruhi

implementasi kebijakan adalah staf, informasi, kewenangan dan fasilitas. Didalam

suatu kebijakan mungkin saja tujuan yang telah ditetapkan sudah logis dan jelas,

tetapi bukan hanya faktor itu saja yang mempengaruhi implementasi suatu

kebijakan, melainkan juga faktor sumber daya memiliki pengaruh yang sangat

penting. Ketersediaan sumber daya dalam pelaksanaan suatu program merupakan

salah satu faktor yang harus diperhatikan untuk mendukung jalannya

implementasi kebijakan. Menurut George C Edwards III indikator sumber daya

terdiri dari beberapa unsur yaitu:

a. Staf (SDM)

Sumberdaya yang utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya

disebabkan oleh staf yang tidak mencukupi, memadahi ataupun tidak

kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementator saja

tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian serta

kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas

yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri.


72

b. Informasi

Informasi mempunyai dua bentuk dalam mengimplementasikan suatu

kebijakan yaitu: pertama informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Implementator harus mengetahui apa yang harus

mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan.

Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap

peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementator harus

mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan

tersebut patuh terhadap hukum.

c. Wewenang

Sumber Daya Wewenang berperan penting dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan karena saat wewenang tersebut

diberikan maka aka nada tanggungjawab dan hak untuk melaksanakannya dan

wewenang tersebut harus benar-benar dilaksanakan serta dijalankan dengan

baik. Pada umumnya kewenangan harus bersifat normal agar perintah dapat

dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para

pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik.

Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementator dimana publik

tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi

kebijakan.

d. Fasilitas

Fasilitas merupakan perangkat yang sangat penting dan dibutuhkan

dalam mengimplementasikan kebijakan Sistem Penjaminan Mutu Internal


73

dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura dengan Studi

Kasus Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura.

Para pelaksana kebijakan mungkin memiliki staf yang mencukupi, mengerti

apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan

tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana)

maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

Sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi tidak hanya sebagai alat

dalam produksi, tetapi juga memiliki peranan penting dalam kegiatan produksi

dalam suatu organisasi dan juga sebagai penggerak dan penentu berlangsungnya

aktivitas organisasi serta memiliki peran besar dalam menentukan maju atau

berkembangnya organisasi. Oleh sebab itu, kemajuan suatu organisasi ditentukan

pula bagaimana kualitas dan kapabilitas sumber daya didalamnya.

Sumberdaya yang utama dalam implementasi kebijakan adalah staf.

Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya

disebabkan oleh staf yang tidak mencukupi, memadahi ataupun tidak kompeten di

bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementator saja tidak mencukupi,

tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan keahlian serta kemampuan dalam

mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh

kebijakan itu sendiri. Oleh karena itu dalam mengimplementasikan kebijakan

SPMI, kompetensi dan jumlah SDM harus sesuai dengan yang dibutuhkan.
74

Hal ini disampaikan oleh Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM

Universitas Tanjungpura, beliau mangatakan bahwa:

“Dalam pelaksanaan audit mutu internal atau AMI, jumlah auditor


keseluruhan di UNTAN ini berjumlah 88 auditor yang terbagi dari
masing-masing fakultas dan semuanya telah mengikuti dan lulus
pelatihan SPMI dan AMI.”.

Sebelum turun ke lapangan untuk melaksanakan audit, para auditor tersebut

telah mengikuti pelatihan SPMI dan AMI yang dilaksanakan oleh LPPPM

Universitas Tanjungpura. Kepala Penjaminan Mutu Fakultas FEB Universitas

Tanjungpura menjelaskan jumlah auditor dari FEB Universitas Tanjungpura,

beliau menjelaskan:

“Untuk jumlah auditor dari FEB itu ada 6 auditor dan kami akan
terus merekomendasikan dosen-dosen kami untuk mengikuti pelatihan
SPMI dan AMI dan berharap auditor dari FEB akan bertambah lagi”.

Sumber daya auditor yang dimiliki oleh Universitas Tanjungpura masih

belum memadai dibandingkan dengan jumlah program studi yang ada di

Universitas Tanjungpura. Sebagai aktor utama dalam mengimplementasikan

kebijakan SPMI ini, jumlah auditor yang ada di Universitas Tanjungpura masih

belum maksimal untuk mengaudit sebanyak 97 program studi yang ada karena

pada saat pelaksanaan audit mutu internal di Universitas Tanjungpura terdiri dari

2 orang yaitu ketua dan 1 orang anggota.

Selanjutnya dalam implementasi kebijakan SPMI sumber daya informasi

yang dimaksud adalah ketersediaan informasi yang mudah didapatkan baik itu
75

dibidang akademik maupun non akademik. Untuk sumber daya informasi yang

digunakan oleh FEB Universitas Tanjungpura masih banyak menggunakan sistem

informasi Universitas Tanjungpura. Sebagaimana hasil wawancara dengan Ketua

Penjaminan Mutu Fakultas FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili

oleh sekretarisnya, beliau mangatakan bahwa:

“Sistem informasi di FEB UNTAN telah terkoneksi dengan jaringan


komputer utama UNTAN, ada 16 sistem informasi akademik yang
kami gunakan diantaranya: Aplikasi Siakad, Aplikasi Wisuda,
Aplikasi Alumni (Simalum) Web FEB, Web Pasca, Web Jurnal,
Evaluasi Monitoring Akademik, Aplikasi Validasi TOEFL, EDOM,
ELOM, Aplikasi Perpustakaan, Tracer Study UNTAN, e-learning
UNTAN, presensi online mahasiswa, serta 6 sistem umum, keuangan
dan kepegawaian; SIMPEG, BDR UNTAN, presensi online Dosen,
aplikasi BKD UNTAN, aplikasi SIMKEU dan Aplikasi Cicilan SPP
dan Sistem Aset dengan nama Simak BMN”.

Sedangkan untuk sumber daya informasi yang tersedia di Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura hanya website. Hal ini

dibenarkan berdasarkan wawancara dengan Ketua Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh

sekretarisnya, beliau mangatakan bahwa:

“Untuk di MM sendiri dalam upaya mengoptimalkan informasi ke


publik tentang prodi MM dengan melalui media cetak seperti surat
kabar dan brosur, lalu dengan media elektronik seperti website prodi
MM dan media sosial, serta berupa media pajangan seperti spanduk
dan baliho”.

Dari pernyataan diatas sumber daya informasi yang ada pada Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura masih belum ada pembuatan

dan masih menggunakan sistem informasi yang Universitas Tanjungpura miliki.


76

Kemudian pada sumber daya wewenang yang berperan penting dalam

implementasi kebijakan ini harus dilaksanakan dengan baik. Berikut adalah hasil

wawancara dengan Ketua LPPPM Universitas Tanjungpura:

“Kami di LPPPM ini diberikan kewenangan oleh Rektor melalui pak


WR 1 untuk menjalankan silkus SPMI yang dimulai dari penetapan,
pelaksanaan, evaluasi, pengendalian dan peningkatan di UNTAN ini”.

Unit Penjaminan Mutu Fakultas melalui Ketua Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh

sekretarisnya menjelaskan mengenai wewenang yang didapatkannya:

“Tentunya kami telah mendapatkan wewenang dari Dekan untuk ikut


menyusun standar turunan dan menginformasikan kepada seluruh
prodi-prodi yang ada di FEB ini”.

Disini LPPPM memiliki wewenang dalam menjalanjan siklus SPMI yang

berupa PPEPP termasuklah dalam membuat Standar Pendidikan Tinggi yang

digunakan oleh semua fakultas dalam mengimplementasikan kebijakan SPMI.

Unit penjamnan mutu baik di universitas (LPPPM) maupun di fakultas (PMF)

berperan sebagai aktor utama dari kebijakan SPMI dan memiliki tanggung jawab

besar agar implementasi kebijakan SPMI ini berhasil.

Selanjutnya sumber daya fasilitas berupa gedung dan sarana penunjang

lainnya sangat dibutuhkan dalam implementasi kebijakan SPMI di Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura. Ketua Penjaminan Mutu

Fakultas FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretarisnya

menjelaskan bahwa:
77

“Mengenai sapras yang ada di FEB saya rasa sudah cukup lengkap.
Untuk di pascasarjana, FEB sudah punya 12 buah ruang kuliah, 1
buah perpustakaan, 1 buah ruang dosen, 1 sekretariat pascasarjana,
1 sekretariat S3, 1 sekretariat MM, 1 sekretariat ME, dan 1
Sekretariat Maksi”.

Sedangkan Ketua Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretarisnya juga menjelaskan bahwa:

“Selain sumber daya fasilitas yang ada di FEB, prodi MM juga


memiliki fasilitas lainnya berupa laboratorium bersama, gedung
kuliah bersama, dan student centre”.

Hasil wawancara tersebut diatas fasilitas yang ada di FEB dan di Program

Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura sudah baik untuk

mendukung dalam pelaksanaan kebijakan SPMI sebab fasilitas yang tersedia

sangat penting dalam membuat implementasi kebijakan berjalan dengan baik.

5.2.3. Faktor Disposisi

Menurut teori George C. Edward III (dalam Agustino 2014:150)

menjelaskan bahwa disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki

implementor dalam mengimplementasikan sebuah kebijakan. Karakteristik

tersebut dapat berupa komitmen dan kejujuran para implementor dalam

mengimplementasikan kebijakan sesuai yang diinginkan oleh pembuat kebijakan

disaat implementor memiliki disposisi atau sikap yang baik. Sebaliknya jika sikap

atau perspektif yang dimiliki implementor berbeda dengan yang diharapkan

pembuat kebijakan maka proses implementasi tidak dapat terlaksana dengan

efektif. Dalam faktor disposisi ini terdiri dari dua unsur yang dapat mempengaruhi

implementasi kebijakan, yaitu pengangkatan birokrat dan intensif.


78

a. Pengangkatan birokrat

Disposisi atau sikap para pelaksana kebijakan akan menimbulkan

hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan jika

personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dinginkan

oleh pejabat-pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil

pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada

kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan bersama.

b. Insentif

Edward menyatakan bahwa salah salah satu teknik yang disarankan

untuk mengatasi masalah kecenderungan para pelaksana adalah dengan

memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak

menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para

pelaksana kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Hal

ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi (self interest) atau

organisasi.

Disposisi atau sikap dari pelaksana kebijakan merupakan faktor yang

mempunyai konsekuensi penting terhadap implementasi kebijakan yang efektif.

Jika pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan dalam hal ini kebijakan

SPMI maka hal itu berarti adanya suatu dukungan, kemungkinan besar mereka

melaksanakan kebijakan tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh pelaksana.

Dalam hal implementasi kebijakan SPMI di Universitas Tanjungpura,

Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas Tanjungpura mengatakan:

“Setiap tahun kita memetakan prodi-prodi yang masa berlaku


akreditasinya akan habis pada tahun itu juga. Kemudian kita
79

mengundang prodi yang bersangkutan untuk mengikuti sosialisasi


terkait dengan pengisian borang akreditasi. Untuk sekarang ini sistem
akreditasi yang otomatis tetap kita peringatkan prodi tersebut untuk
menyiapkan yang berkaitan dengan akreditasi karena kita khawatir
prodi tersebut mendapat intruksi untuk mengisi IPEPA”.

Dari LPPPM Universitas Tanjungpura sudah berupaya dalam melakukan

pengawasan dengan tujuan program studi memperhatikan masa berlaku akreditasi

dan mempersiapkannya. Untuk program studi yang masih belum mempersiapkan

akreditasi setelah 6 bulan sebelum masa berlaku akreditas habis, LPPPM

Universitas Tanjungpura akan meminta dekan fakultas yang bersangkutan untuk

menugaskan dan membentuk tim task force untuk mempersiapkannya.

Sedangkan untuk tingkat fakultas seperti yang telah disampaikan oleh Ketua

Penjaminan Mutu Fakultas (PMF) FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini

diwakili oleh sekretaris PMF dijelaskan bahwa:

“Dalam pengawasan, kami di fakultas telah melakukan pendataan


terhadap setiap prodi kami yang akan habis masa berlaku
akreditasinya kemudian kami juga mempersiapkan dokumen-dokumen
mutu terkait dengan prodi tersebut”.

Berdasarkan pernyataan diatas bahwa FEB Universitas Tanjungpura juga

ikut mengawasi masa berlaku akreditasi program studi di FEB universitas

Tanjungpura dan mempersiapkan dokumen mutu akreditasi. Untuk persiapan

akreditasi di Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura,

Ketua Program Studi Magister Manajmen FEB Universitas Tanjungpura dalam

hal ini diwakili oleh sekretaris menyatakan bahwa:

“Di MM kita telah menyiapkannya satu tahun lebih sebelum masa


berlaku akreditasi habis. Kita mulai menyiapkan dan mengisi
instrumen akreditasi itu pada bulan januari 2019 sedangkan masa
80

berlaku akreditasi MM itu bulan maret 2020, jadi ya setahun lebih


sebelum berakhir kita sudah mulai mempersiapkan itu semua”.

Dari hasil wawancara diatas, bisa dilihat bahwa sikap pelaksana dalam

mengimplementasikan kebijakan SPMI sudah baik dalam pengawasannya. Para

pelaksana telah melakukan pengawasan mulai dari pemberitahuan, pendampingan

dan mempersiapkan akreditasi sebelum masa berlakunya berakhir sehingga

kebijakan SPMI dapat berjalan dengan baik.

5.2.4. Faktor Struktur Birokrasi

Struktur Birokrasi juga dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan suatu

kebijakan. Kebijakan publik yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama

banyak orang atau banyak pihak yang terkait, bila struktur birokrasi tidak

kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan

sumberdaya-sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya

kebijakan. Menurut teori George C. Edward III (dalam Agustino 2017:140-141)

menjelaskan bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat keberhasilan

implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Ketika struktur birokrasi

tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia akan menyebabkan sumberdaya

menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai

pelaksana sebuah kebijakan harus dapat mendukung kebijakan yang telah

diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi yang baik.

Mekanisme implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui

standard operational procedure (SOP) yang dicantumkan dalam


81

program/kebijakan. SOP yang baik mencantumkan kerangka kerja yang jelas,

sistematis, tidak berbelit dan mudah dipahami untuk siapapun karena akan

menjadi acuan dalam bekerjanya implementor. Sedangkan struktur organisasi

pelaksana pun sejauh mungkin menghindari hal yang berbelit, panjang dan

kompleks. SOP merupakan aktifitas terencana yang dilakukan oleh pelaksana

kebijakan untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan standar yang telah

tetapkan. Sedangkan melaksanakan fragmentasi bertujuan untuk menyebarkan

tanggungjawab, kegiatan atau program kerja sesuai dengan bidangnya masing-

masing.

Salah satu faktor yang berpengaruh dalam pelaksanaan implementasi

kebijakan SPMI dalam membangun budaya mutu di Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura adalah pola hubungan kerjasama antara

Program Studi, Fakultas dan Perguruan Tinggi dengan adanya niat saling

melengkapi dan mendukung untuk membangun budaya mutu. Bentuk saling

melengkapi dan saling mendukung ini disebabkan karena adanya tujuan dan

kepentingan bersama yang sama-sama ingin dicapai yaitu membangun budaya

mutu di Universitas Tanjungpura. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara

terhadap Kepala Pusat Penjaminan Mutu LPPPM Universitas Tanjungpura

mengatakan:

“Dalam penyusunan standar pendidikan tinggi UNTAN, PPM


melakukan penyusunan standar yang melibatkan anggota PPM dan
Implementor SPMI di UNTAN. Kemudian standar tersebut
dipresentasikan kepada Rektor dan jajarannya sebelum disahkan dan
disosialisasikan kepada seluruh fakultas dilingkungan UNTAN”.
82

Terkait dengan penjelasan diatas, mengenai dokumen mutu yang belum

dilegalkan menurut Ketua Penjaminan Mutu Fakultas FEB Universitas

Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh sekretarisnya, beliau mangatakan bahwa:

“Dalam membuat buku pedoman dan peraturan akademik, yang


mengSK kan timnya yaitu Dekan, jadi kalau ngajukan revisi itu
disampaikan ke senat lalu disetujui oleh senat barulah beredar,
kemudian dilaksanakan poin-poin yang diatur dalam peraturan itu.

Hal yang serupa juga dijelaskan oleh Ketua Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura dalam hal ini diwakili oleh

sekretarisnya, beliau mangatakan bahwa:

“Masalah dokumen mutu yang belum di legalkan itu sebenarnya


belum disetujui atau belum dibawa ke rapat. Dokumen itu bisa
dikatakan legal kalau adanya SK dekan dan disetujui dalam rapat
senat. Jadi pada saat itu dokumen mutunya sudah kami susun dengan
dasar SK dari Dekan, hanya saja belum dibawa ke rapat senat
fakultas jadi pada saat audit kemarin ke prodi MM terdapatlah
temuan kalau dokumen mutu belum dilegalkan”.

Pernyataan diatas sesuai dengan temuan hasil audit mutu internal pada tahun

2020 bahwa masih adanya dokumen mutu yang belum dilegalkan dan menjadi

temuan saat diaudit. Pada kenyataannya dokumen mutu tersebut telah disusun

dengan dasar SK Dekan, tetapi penyusunan dokumen mutu dengan dasar SK

Dekan saja tidak cukup untuk melegalkannya, untuk melegalkan dokumen mutu

tersebut harus juga dibawa pada rapat senat fakultas untuk dibahas dan disahkan

agar dokumen mutu tersebut layak untuk menjadi dasar pelaksanaan program-

program kedepannya.
85

BAB VI
PENUTUP
BAB VI PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terkait dengan Implementasi

Kebijakan SPMI dalam Membangun Budaya Mutu di Universitas Tanjungpura

dengan Studi Kasus Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dapat ditarik kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Komunikasi yang merupakan indikator untuk mengukur seberapa jauh suatu

kebijakan telah disampaikan secara jelas dan telah dilaksanakana dengan baik

oleh pelaksana kebijakan tersebut. Sosialisasi kebijakan SPMI yang

dilaksanakan pada tingkat universitas yang diselenggarakan oleh PPM

LPPPM Universitas Tanjungpura telah mengundang dan melibatkan semua

personil penjaminan mutu baik fakultas maupun program studi. Sedangkan

pada tingkat program studi khususnya pada Program Studi Magister

Manajemen FEB Universitas Tanjungpura, sosialisasi masih sebatas jajaran

anggota penjaminan mutu program studi dan penelolah saja, sedangkan dosen

biasa serta staf tidak dilibatkan dalam sosialisasi tersebut. Dengan tidak

terlibatnya dosen biasa dan staf dalam sosialisasi maka upaya untuk

membangun budaya mutu menjadi tidak maksimal.

b. Sumber daya yang utama dalam mengimplementasikan suatu kebijakan

adalah sumber daya manusia (SDM). Kegagalan yang sering terjadi dalam

mengimplementasikan suatu kebijakan dikarenakan oleh SDMnya yang

kurang ataupun tidak berkompeten dibidangnya. Menurut teori George C.


86

Edward III dengan adanya SDM yang berkualitas maka tidak menuntut

kemungkinan sumber daya pendukung lainnya dapat dikelola dan

dimanfaatkan dengan baik dalam upaya pencapaian keberhasilan

implementasi kebijakan SPMI dalam membangun budaya mutu di Universitas

Tanjungpura. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa jumlah

auditor AMI baik ditingkat universitas maupun ditingkat fakultas dan

program studi masih belum maksimal serta sumber daya informasi untuk

Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura masih

belum memiliki sumber informasi khusus dan masih menggunakan sumber

daya informasi fakultas.

c. Pelaksana kebijakan akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik sesuai

yang diinginkan oleh pembuat kebijakan ketika pembuat kebijakan memiliki

disposisi atau sikap yang baik. Sebaliknya jika sikap yang dimiliki pelaksana

kebijakan berbeda dengan yang diharapkan dari pembuat kebijakan maka

proses implementasi tidak dapat terlaksana secara efektif. Dalam

implementasi kebijakan SPMI di Universitas Tanjungpura khususnya pada

Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura,

komitmen pimpinan dalam mendukung dan pengawasan penjaminan mutu

sangat baik. Pengawasan yang dilakukan dalam mengawasi masa berlaku

akreditasi program studi merupakan bentuk komitmen dalam menjaga dan

meningkatkan mutu.

d. Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan SPMI memiliki pengaruh

penting, salah satunya dari aspek struktural paling dasar dari suatu organisasi
87

adalah prosedur-prosedur kerja, pembagian tugas yang sesuai dengan

prosedur dalam SOP yang menyeragamkan tindakan dari para pelaksana

kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan SPMI. Pelaksanaan siklus

PPEPP selalu berkoordinasi dengan pimpinan salah satunya dalam

penyusunan penetapan standar pendidikan tinggi baik ditingkat universitas

maupun ditingkat fakultas. Mengenai dokumen mutu dapat dikatakan legal

jika telah melalui beberapa prosedur salah satunya telah dibawa ke rapat senat

fakultas untuk dokumen mutu fakultas dan senat universitas untuk dokumen

mutu tingkat universitas.

6.2. Saran

Berdasarkan dari kesimpulan penelitian diatas, maka ada beberapa saran

sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dapat mensosialisasikan kebijakan SPMI secara internal tidak

hanya mengharapkan sosialisasi dari fakultas yang hanya melibatkan

jajaran fakultas, program studi dan penelolah saja dalam sosialisasi

tersebut, tetapi juga Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura harus mensosialisasikan dan melibatkan seluruh dosen dan

tenaga kependidikan/staf agar pemahaman dan pengetahuan mengenai

kebijakan SPMI dapat laksanakan oleh seluruhnya dengan baik.

2. Diharapkan penambahan jumlah auditor terus dilakukan agar dalam

pelaksanaan audit mutu internal nanti jumlah auditor dengan program studi

yang akan diaudit seimbang.


88

3. Dokumen mutu yang telah disusun harus segera dilegalkan agar dalam

pelaksanaan audit mutu internal berikutnya tidak menjadi temuan kembali.

6.3. Implikasi

Berdasarkan penelitian ini, dapat dikemukakan bahwa implikasi dalam

penelitian ini adalah agar dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya. Pada

penelitian ini hanya mengetahui Faktot-faktor yang mempengaruhi implementasi

kebijakan SPMI dalam membangun bidaya mutu di Universitas Tanjungpura

dengan studi kasus di Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura. Untuk penelitian selanjutnya dapat meneliti strategi dalam

mengimplementasikan kebijakan SPMI dan fokus penelitian diperluas lagi bukan

hanya pada program studi tetapi sampai pada tingkat universitas.

6.4. Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan pada penelitian ini adalah:

1. Analisis terhadap dokumen hasil penilaian akreditasi oleh BAN-PT tidak

dianalisis dalam penelitian ini, sehingga tidak ada pemaparan rinci terkait

kelebihan dan kekurangan dalam implementasi SPMI di Program Studi

Magister Manajemen FEB Universitas Tanjungpura sesuai dengan hasil

evaluasi BANPT. Penelitian selanjutnya diharapkan menganalisis dokumen

tersebut agar Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura dapat meningkatkan praktik positif yang telah terlaksana, dan

memperbaiki kekurangan yang menghambat optimalisasi pelaksanaan SPMI.

2. Pada penelitian selanjutnya diharapkan jumlah partisipan atau informan

dalam wawancara ditambah agar dapat memperkuat hasil penelitian yang


89

terkait SPMI di Program Studi Magister Manajemen FEB Universitas

Tanjungpura.
90

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku:

Aan Komariah, Djamán Satori. 2011. Metode Penelitian Kualitatif. CV. Alfabeta.
Bandung.

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik Edisi Revisi Cetakan Ketiga. Suara
Bebas. Jakarta.

Anderson, James E. 2000. Public Policy Making Fourth Edition. Houghton


Mifflin Company. Boston and New York.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT


Renika Cipta. Jakarta

Bungin, Burhan. 2001. Metode Penelitian Sosial. Airlangga University Press.


Surabaya.

Ginting, Rosalina dan Noor, Munawar. 2015. Kebijakan Publik. Univ. PGRI
Semarang Press. Semarang.

Hayat. 2018. Buku Kebijakan Publik. Univerasitas Islam Malang. Malang.

Islamy, M. Irfan. 2002. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara. Bumi


Aksara. Jakarta.

Kadji, Yulianto. 2015. Formulasi dan Implementasi Kebijakan Publik. Universitas


Negeri Gorontalo Press. Gorontalo.

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisis Kebijakan,


Manajemen Kebijakan. PT Elex Media Komputindo. Jakarta.

Nugroho, Riant. 2015. Kebijakan Publik di Negara-Negara Berkembang. Pustaka


Pelajar. Yogyakarta.

Miles, Matthew B dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif:


Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Alih Bahasa Tjetjep Rohendi
Rohidi. UI-Press. Jakarta.

Poerwadarminta, W.J.S, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Depdikbud.


Jakarta.

Pratama, Muchti Yuda. 2018. Penerapan SPMI di Akper Kesdam I/Bukit Barisan
Medan. Klinik SPMI. Medan
91

Sauri, Rupyan R. 2019. Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui


Implementasi SPMI di Universitas Islam Nusantara Bandung. Media
Nusantara. Bandung.

Situmorang Chazali. (2016). Kebijakan Publik (Teori, Analisis, Implementasi dan


evaluasi Kebijakan). Social Security Development Institute (SSDI).

Suardana, I Wayan. 2018. Sistem Penjaminan Mutu Internal dan Problematikanya


Pada Perguruan Tinggi. Penjaminan Mutu Universitas Udayana, Denpasar-
Bali.

Sugiyono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


Bandung.

Suparno. 2017. Implementasi Kebijakan Publik Dalam Praktek. Dwiputra Pustaka


Jaya. Sidoarjo.
92

Sumber Jurnal dan Karya Ilmiah Lainnya:

Arifudin, Opan. 2020. Implementasi SPMI Sebagai Upaya Meningkatkan Mutu


Program Studi. Jurnal Al Amar Vol.1 No.3, Mei 2020:2

Primayana, K. H. (2016). Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam Peningkatan


Mutu Pendidikan Di Perguruan Tinggi. Jurnal Penjaminan Mutu, 1(2), 7-15.

Sulaiman, Ahmad dan Wibowo U B. 2016. Implementasi Sistem Penjaminan


Mutu InternalSebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Universitas
Gadjah Mada. Jurnal Akuntabilitas Manajemen Pendidikan Volume 4, No 1,
April 2016 (17-32)

Trianto, Deni. 2020. Evaluasi Siklus Pelaksanaan Standar dalam Sistem


Penjaminan Mutu Internal (SPMI) Di STT Bethel Indonesia. Jurnal
Penjaminan Mutu Lembaga Penjaminan Mutu Institut Hindu Dharma
Negeri Denpasar. Volume 6 Nomor 2 tahun 2020.
93

Sumber Undang-undang:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Intisari Statistik Pendidikan Tinggi.


Setditjen Dikti, Kemendikbud, 2020: XVI. Jakarta.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan-RI. Otonomi dan Tata Kelola


Perguruan Tinggi. Tim Sosialisasi Undang Undang Pendidikan Tinggi.

Kementerian Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. 2010.


Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Jakarta

Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

Surat Keputusan Rektor Universitas Tanjungpura Nomor: 1893/UN22/PM/2017


Tentang Sistem Penjaminan Mutu Internal Universitas Tanjungpura.

Anda mungkin juga menyukai